28
BAB IV WUJUD GARAPAN
Karya  seni  Pakeliran  Darta  Ya  Purna  ini  merupakan  wujud  karya  inovasi dari  hasil  usaha  penggarap  melalui  proses  kreatif  yang  tetap  berpedoman  dari
konsep tradisi. Penggarap mencoba mengkolaborasikan antara wayang dan teater dan  mentransformasikan  sastra  purana  ke  dalam  bentuk  pakeliran  inovatif.
Dengan  mengembangkan  unsur-unsur  pewayangan  serta  unsur-unsur  teater  serta memadukan bayangan orang, merupakan wujud dari garapan ini. Penggunaan tata
lampu  dengan  proyektor  digunakan  sebagai  penerangan  untuk  memunculkan bayangan  wayang.  Sedangkan  lampu  penyinaran  digunakan  lampu  panggung
untuk para penari teater. Selain itu scenery yang dihasilkan lewat proyektor juga menjadi bagian estetika garapan ini.
Wujud garapan Pakeliran Darta Ya Purna ini dapat penggarap uraikan ke dalam  beberapa  sub  pokok  bahasan  yaitu:  jalan  cerita,  sinergi  idekonsep,
pakemnaskah,  gambar,  iringan,  kelirlayar,  kestingpenokohan  dan  wayang,  tata cahaya, dan  penyajian.
4.1 Jalan CeritaRingkasan Cerita
Dikisahkan  di  sebuah  desa,  hiduplah  seorang  kakek  yang  sedang menghaturkan  sesajen  kehadapan  Hyang  Widhi,  terutama  manifestasinya  dalam
wujud  Ganesa.  Pada  suatu  hari  ketika  si  kakek  sedang  menghaturkan  sesajen,  ia tiba-tiba dikagetkan oleh datangnya seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.
Ibu  ini  tiada  lain  menantu  dari  kakek  sendiri  yang  lagi  jengkel  dengan  kelakuan
29
anaknya.  Sambil  mengumpat  anaknya,  ibu  mengejar  anaknya  sambil membawakan  sapu  lidi.  Kegaduhan  itu  mengakibatkan talam  si  kakek  jatuh,  dan
anak kecil tersebut minta perlindungan pada kakeknya. Setelah si kakek berhasil meredakan  suasana,  akhirnya  sang  kakek  meneruskan  menghaturkan  sesajinya.
Namun  tiba-tiba  sang  cucu  bertanya  tentang  keberadaan  dewa  Ganesa  yang  di berikan  sesaji  oleh  sang  kakek.  Selanjutnya  sang  kakek  menceritakan  kisah
Ganesa. Dikisahkan,  Dewi  Parwati  melakukan  penyucian  atau  mandi  di  taman
Khayangan.  Dari  semua  malakotoran  Sang  Dewi  terbentuklah  sebuah  patung. Dengan  kesaktian  Sang  Dewi,  patung  tersebut  dihidupkan  sehingga  menjadi
seorang  anak  yang  amat  tampan  dan  sakti.  Mulai  saat  itu  Dewi  Parwati menjadikan  anak  tersebut  sebagai  anaknya  sendiri  serta  menugaskannya  menjadi
pengawal pribadinya terutama ketika sedang mandi, agar tidak seorangpun masuk ke areal taman.
Di tempat lain, yaitu di Gunung Kelasa, Dewa Siwa berkeinginan ketemu dengan  istrinya  Dewi  Parwati.  Maka  Beliau  mengutus  para  pengawalnya  yaitu
para gana dan para dewata, berangkatlah Dewa Siwa ke taman untuk menjemput dewi Parwati. Ketika pasukan Dewa Siwa dilarang memasuki wilayah pertamanan
oleh  Ganesa,  maka  terjadilah  pertempuran  sengit.  Namun  para  gana  serta  para dewata  tidak  mampu  menghadapi  kesaktian  Ganesa.  Akhirnya  Dewa  Siwa  harus
turun  tangan  sendiri  menghadapi  Ganesa.  Dalam  peperangan  ini  Dewa  Siwa berhasil  memenggal  kepala  Ganesa  dengan  senjata  TrisulaNya.  Mengetahui
anaknya mati, Parwati sangat marah dan berubah wujud menjadi DurgaBairawi,
30
dan  hendak  menghancurkan  semuanya  dan  dewa  yang  datang.  Menyaksikan kejadian tersebut, para dewa mohon maaf kehadapan Durga dan memberitahukan
bahwa  hal  ini  terjadi  atas  kehendak  Dewa  Siwa.  Dewa  Siwapun  amat  terkejut karena tidak mengetahui kalau Ganesa adalah anak angkat istrinya, dan kemudian
minta  maaf  kepada  istrinya.  Durga  bisa  memaafkan  apabila  Ganesa  bisa dihidupkan  kembali.  Mendengar  penjelasan  itu,  Dewa  Siwa  memberitahukan
bahwa  segala  yang  sudah  terbunuh  oleh  Trisula  tidak  mungkin  bisa  dihidupkan kembali,  kecuali  dengan  menggunakan  kepala  lain.  Akhirnya  Dewa  Siwa
menyarankan  para  dewa  mencari  ke  wilayah  utara  sebuah  kepala  sebagai pengganti kepala Ganesa. Dengan segera untuk menyelamatkan dunia, para dewa
mendapatkan  kepala  gajah  sebagai  pengganti    kepala  anak  tersebut.  Dengan kekuatan  Dewa  Siwa,  anak  tersebut  bisa  hidup  kembali,  dan  diberikan  anugrah
kekuatan  dan  kesaktian.  Mulai  saat  itu  Ganesa  berkepala  gajah  diangkat  sebagai pemimpin para dewa oleh para dewa, dianugrahi sebagai Dewa Penghalau segala
rintangan  oleh  Ibunya  Dewi  Parwati,  dan  diangkat  menjadi  putra  dan  sebagai pemimpin para gana abdi Dewa Siwa oleh Dewa Siwa dengan gelar Ganapati.
4.2 Sinergi IdeKonsep, Bentuk Penyajian, Suasana Dramtis, dan durasi pentas