Alelopati pada Jahe (Zingiber offinale rosc)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jahe

( Z i n g i b e r officinale Rosc) mendapat

karena meningkatnya permintaan ekspor.

perhatian

Mengutip data Biro

Pusat Statistik, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)
Departemen Perdagangan Republik
berbagai produk jahe
an) terus meningkat.

(

Indonesia mencatat ekspor


jahe segar , jahe kering , jahe olahTabel 1 memperlihatkan perkembangan

ekspor jahe dalam jangka waktu I1 tahun (1981-1991) sebagai berikut :

Tabel 1.

Perkembangan ekspor jahe tahun 1981-1991
(BPEN, 1992).

..................................................
Tahun
Volume (ton)
Nilai ( S U S )
..................................................

Dilihat

dari


nilai

ekspor

jahe dunia,

maka

nilai

ekspor jahe Indonesia pada tahun 19 90 hanya mencapai 6.69
persen.

Angka

ini

walaupun

menunjukkan kemajuan ekspor


tahun sebelumnya

masih

kecil,

jahe Indonesia.

(1986-1989)

pangsa

pasar

namun

telah

Pada tahunekspor


jahe

2

Indonesia adalah : 0.33,

0.79

1.06,

dan 1.14

Masih

%.

kecilnya pangsa pasar ekspor jahe yang dapat diraih Indonesia,

dapat


menjadi

petunjuk

antara

lain

masih

kurang

tersedianya produk jahe siap ekspor.
Upaya meningkatkan produksi jahe untuk ekspor, dapat
dilakukan

dengan

memperluas


areal

tanam,

dengan

membuka

areal baru atau dengan meningkatkan intensitas pemanfaatan
lahan melalui penerapan pola tanam beruntun.

Hasil pene-

litian Wiroatmodjo (1990) pada tanaman jahe varitas Badak,
menunjukkan bahwa persyaratan produk jahe ekspor, khususnya

yang

tidak


berserat,

dapat

dicapai

dipanen paling lambat pada umur 4 bulan.

apabila

tanaman

Pada umur tanam-

an lebih dari 4 bulan, kadar serat rimpang rneningkat, dan
peningkatan yang tajam terjadi mulai umur 6 bulan.
Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa


ada peluang

untuk memanfaatkan lahan lebih dari satu kali dalam setahun untuk tanaman jahe dengan pola tanam beruntun.
sitas

pemanfaatan

lahan

yang

bagi upaya untuk menjamin
secara

teratur

dan

meningkat,


penyediaan

dengan

khususnya

jahe
dalam

Tetapi apakah jahe dapat ditanam

atau diusahakan secara beruntun
tetap

berarti

produk tanaman

berkesinambunqan,


keadaan lahan terbatas.

sangat

Inten-

produktivitas

pada sebidang lahan yang

yang

relatip

stabil,

masih

perlu dipelajari.

Kegagalan atau kehilangan hasil

tanaman dalam

tanam beruntun telah banyak dilaporkan, di antaranya

pols

yang

3

dilaporkan oleh Young dan Chen (1989) terjadi pada tanaman
asparagus

(Asparagus officinalis).

atau

tanam

pola

berturut-turut
dilihat

dengan

pada

sebaqai

jenis tanaman

sebidang

pola

produktivitas lahan.

Pola tanam beruntun,

lahan

tanam

yanq

yang

yang

sama

secara

tetap,

cenderung

sering

menurunkan

Seminar Internasional tentang kehi-

langan hasil

tanaman pada

penanaman

terus menerus

dilakukan di

Suweon-Korea

tahun

(Food

Technologi Center,

1989

1989) merumuskan

bahwa

&

yang

Fertilizer

penyebab kehi-

langan hasil pada pola tanam beruntun adalah sangat rumit
dan belum sepenuhnya dipahami.

Di antaranya adalah kesu-

buran tanah yanq menurun atau ketersediaan hara yang tidak
seimbang,

perubahan

kemasaman

tanah

(pH)

dan

struktur

tanah, berkembangnya populasi patogen spesifik dan serangga

hama,

serta

pengaruh

fitotoksik

dari

tanaman

yang

mendahului.
Tanaman jahe tidak biasanya diusahakan secara beruntun. Walaupun di India penanaman jahe dilakukan secara beruntun dengan selang waktu 3-4 bulan setelah panen pertanaman pertama umur 8-9 bulan

(Douglas, 1973), namun menu-

rut Aycardo

jahe tidak dianjurkan

ditanam

(1979), tanaman

secara

beruntun,

dengan

dan berkurangnya hara N dan K.

adalah 149.5 dan 157.1

kg/ha.

penyakit

tanaman

Jahe mengabsorbsi N dan K

dalam jumlah besar dari tanah.
hasil rimpang basah 37 ton/ha

alasan

untuk

,

Dicontohkan bahwa

dengan

N dan K 2 0 yang diabsorbsi
Penelitian

an do no (1990)

4

dengan pemupukan Urea 800 kg/ha,
500

kg/ha,

menunjukkan

bahwa

P205 600 kg/ha,

hasil

jahe

dan K ~ O

(dalam bobot

rimpang basah) pertanaman kedua yang ditanam dengan selang
waktu satu bulan setelah panen pertanaman pertama umur 4
bulan,

turun

memberi
but.

sebesar

Penelitian

%.

65-75

ini

petunjuk tentang penyebab kehilangan hasil terseKerusakan

atau

kematian

tanaman

oleh

hama

penyakit tanaman tidak dilaporkan sebagai faktor
turunnya

hasil

digunakan
dengan

belum

untuk

bibit

Demikian

itu.

pertanaman

yang

juga

Perlakuan

kedua

digunakan

dengan

kualitas

dan

relatif

untuk

pemupukan

penyebab

bibit

tidak

pertanaman

dan

pemberian

atau

yang

berbeda
pertama.

air.

Atas

dasar pengamatan itu, diduga ada faktor lain selain hama,
penyakit, dan unsur hara yang menyebabkan
jahe pertanaman
hasil

analisis

Wiroatmodjo

terhadap

lanjut

(1992)

(slone) kurva

dan

kedua

kedua.

data

bobot

tanaman

Tangen

pola

kurva

tanam

Handono

manunjukkan

respon

populasi

dalam

(log) dari
respon

kecil dari pertanaman pertama.

beruntun.
(1989)

adanya

kering

turunnya hasil
Dari

tersebut,

perbedaan

tangen

(log) hasil

tanaman

pertanaman

pertama

pertanaman

kedua

lebih

Gejala ini oleh Weidenham-

er, Hartnett dan Romeo (1989) disebutkan sebagai pertanda
adanya peng-aruh fitotoksin.
(1992) melihat
dalam

kemungkinan

kehilangan hasil

jahe beruntun.
(1993)

Oleh karena itu, Wiroatmodjo

berperannya

pertanaman

Namun dari hasil

kedua

faktor
pada

penelitian

alelopati
pola

tanam

~aniswari

5

nyata bahwa residu rimpang jahe tidak mempenqaruhi pertumbuhan dan hasil jahe.
Kasus alelopati pada
dilaporkan.
rimpang

Hasil

jahe

menunjukkan

jahe

analisis

segar

yang

sampai sejauh ini belum
komposisi

dilakukan

minyak

oleh

esensial

Sakamura

(1987)

bahwa minyak esensial yang ada dalam rimpang

segar umur 3 dan 7 bulan, adalah dari kelompok terpenoid,
khususnya

monoterpen

dan

sesquiterpen.

Pada

kelompok

monoterpen, terdapat antara lain senyawa-senyawa a-pinene,
A -pinene, camphene, dan 1.8-cineole.
quiterpen ada

A-bisabolene.

Pada kelompok ses-

Dari hasil-hasil

berbagai sumber yang dikumpulkan

oleh Rice

penelitian
telah

(1974),

terbukti bahwa senyawa-senyawa camphene, cineole, a-pinene
dan

A-pinene adalah zat

(volatills

.

. .

)

penghambat

yang

yang

dihasilkan

oleh

dapat

menguap

Selvia

leu-

cophylla, S. apiana, dan S. mellifera.

Selain itu telah

terbukti juga bahwa cineole,

A-pinene, adalah

a-pinene,

zat penghambat yang dihasilkan oleh Eucalyptus camaldulen-

sis.
vitas

Cineole dan
alelopatik

a-pinene adalah terpenting dalam aktidari

spesis

tumbuhan

ini

karena

sorbsi oleh tanah dalam jumlah yang cukup nyata.

diad-

Senyawa

bisabolene dibuktikan sebagai zat penghambat yang dihasilkan oleh Artemisia absinthina.
Dari hasil-hasil

oleh

Rice

penelitian yang telah dikumpulkan

(1974) itu,

hasil

analisis

komposisi

esensial rimpang jahe segar yang dilakukan

oleh

minyak

Sakamura

6

(1987),

dan

hasil

penelitian

Wiroatmodjo

(1992),

maka

diduga tanaman jahe dapat melepaskan senyawa-senyawa yang
potensial untuk bersifat alelopatik ke lingkungannya, dan
berpengaruh
sebagai
Apabila

terhadap

pertanaman
pengaruh

hasil
kedua

alelopati

tanaman
dalam

jahe

pola

itu nyata,

yang

tanam
maka

ditanam
beruntun.

perlu

penye-

suaian komponen tehnologi dalam pola tanam jahe beruntun,
serta penyesuaian

dalam

pola

tanam

yang memasukkan

jahe

sebagai salah satu komponen tanaman.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakuRan dengan tujuan :
I. Membuktikan terjadinya kehilangan hasil pada per-

tanaman jahe kedua dalam pola tanam beruntun.
2. Menetapkan besarnya
kedua

kehilangan hasil

pertanaman

.
3. Membuktikan bahwa faktor alelopati berpengaruh da-

lam kehilangan hasil jahe tersebut.
4.

Menentukan saat tanam pertanaman jahe kedua dalam

pola tanam beruntun, sebaqai upaya memperkecil kehilangan
hasil oleh faktor alelopati

.

Hipotesis
Hipotesis yanq disusun untuk penelitian ini adalah :
1.

Terjadi kehilangan hasil

pada

tanaman jahe yang

ditanam sebagai pertanaman kedua dalam pola tanam beruntun.
2.

Faktor alelopati berpengaruh dalam kehilangan ha-

sil tersebut.
3.

Pengaturan saat tanam pertanaman kedua, dapat mem-

perkecil kehilangan hasil karena faktor alelopati.

TtNJAUAN PUSTAKA

Pemahaman Tentanq Arti Alelopati
Adanya senyawa toksik yang dilepaskan ke dalam tanah
oleh

akar

spesis

tumbuhan dan mempengaruhi

yang

sama

atau

berbeda,

tumbuhan

telah

lama

lain dalam
diamati

(Bor-

dilaporkan, antara lain oleh Plank pada tahun 1795
ner,

Hal

1960).

yang

tersebut

digunakan

tahun

1937,

sebagai

menjelaskan

untuk

(msickness)

bermasalwsakit
Pada

dikenal

Molisch

teori

dan

toksik

masalah

tanah

atau infertilitas tanah.

menggunakan

istilah

alelopati

pada publikasinya tentang pengaruh suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lainnya.
Dalam pengertian awalnya, istilah itu menunjuk pada
interaksi dari semua organisme tumbuhan, baik mikro organisme maupun tumbuhan tingkat tinggi, yang disebabkan oleh
produk-produk

metabolisme

tumbuhan.

Dalam

perkembangan

selanjutnya, ditampilkan berbagai istilah untuk menyatakan*
zat

penghambat

tipe tumbuhan
ruhi.

yang

terlibat

penghasil

dalam

alelopati,

berdasar

clan tipe tumbuhan yang

dipenga-

Oleh Grummer (dalam Borner ,1960) dan Rice

diajukan istilah

. .
m t l b l o t ik

untuk senyawa yang

(1974),

dihasilkan

oleh mikro organisme dan berpengaruh pada mikro organisme.
Untuk senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tingqi
dan efektip
diajukan

w.

untuk mikro organisme digunakan istilah yang

oleh Waksman pada tahun

Istilah

masmin

1937

yang diajukan

yaitu

phvton -

oleh Gaumann

dan

9

dan

Jaag

pada

tahun

1946, digunakan

untuk

senyawa

yang

dihasilkan oleh mikro organisme dan efektip untuk tumbuhan
tingkat tinggi.

Sedang untuk senyawa yang dihasilkan oleh

tumbuhan tingkat tinggi dan efektip untuk tumbuhan tingkat
tinggi Grummer mengajukan istilah koline, namun Rademacher
pada

tahun

1957

menggunakan

(1969). Whittaker

dan

Feeny

istilah

alelopati.

Tukey

(1971), menggunakan

istilah

alelopati untuk interaksi biokimia yang melibatkan senyawa
yang dilepas oleh suatu tumbuhan yang berpengaruh negatip
terhadap tumbuhan yang lain.

Apabila Nolisch menggunakan

istilah alelopati untuk menyatakan interaksi biokimia yang
saling

merugikan

maupun

yang

saling

menguntungkan,

bertolak dari arti kata alelopati yang berasal
Yunani yang berarti saling merugikan

each other, pathos

yang

lain,

Rice

(1974)

serta

Young

=

dan

all el^

dari kata

= satu dengan

menderita,

Chen

maka

sufferinq),

(1989)

menggunakan

istilah alelopati untuk interaksi biokimia yang merugikan.
Fuerst dan Putnam

(1983) menggunakan istilah p h v t ~inhi-

bitin untuk senyawa toksik yang dihasilkan oleh
tumbuhan
senyawa

yang
toksik

jaringan

masih
yang

tumbuhan.

menggantikan

hidup,

dilepaskan

maka

.

dari

proses
ini

istilah koline dan marasmin.

untuk

. . .

~ ~ Q Z ~Q
nhxhltln

Istilah-istilah

batasan atau pengertian
but,

dan

jaringan
untuk

pembusukan

diajukan

untuk

Dari beberapa

tentang istilah alelopati terse-

penelitian

alelopati dalam interaksi

antara

ini

digunakan

istilah

tumbuhan tinqkat tinggi

10

yang di dalamnya senyawa kimia yang dilepaskan oleh suatu
tumbuhan ke

potensial

lingkungannya,

terhadap tumbuhan
spesis berbeda

lainnya dalam

yang

tluabuh

berpengaruh

suatu

atau

negatip

spesis atau dalam

ditanam

bersamaan

atau

yang ditanam kemudian.
Ada peneliti-peneliti yang memasukkan interaksi alelopati ini sebagai salah satu bentuk dari kompetisi (Rice,
1974

;

Sunarwidi,

kompetisi

adalah

1982).
suatu

Secara

mekanisme

umum

diketahui

dimana

suatu

bahwa

tanaman

mengambil sejumlah faktor esensial seperti hara, air, dan
cahaya

sampai

menjadi

sangat

pada

taraf

dimana

terbatas untuk

lain pada lahan yang sama.

faktor-faktor

pertumbuhan

tersebut

tumbuhan

yang

Berdasarkan pengertian istilah

kompetisi seperti ini, maka

alelopati bukan suatu bentuk

kompetisi.
Alasan memasukkan alelopati sebagai suatu bentuk kompetisi bertolak dari difinisi Schreiber yang diajukan pada
tahun 1967 (Sunarwidi, 1982) tentang kompetisi yang menyatakan bahwa kompetisi itu merupakan pengaruh faktor lingkungan

yang

tumbuhan

termodifikasi

yang

lain.

alelopati

dan

mendukung

penggunaan

untuk

Dengan

kompetisi

menyatakan

oleh

adanya

seperti

istilah

semua

suatu

terhadap

pemahaman

tentang

maka

Rice

(1974)

interferensi

dari

Huller

pengaruh

itu,

tumbuhan,

merugikan

tumbuhan terhadap tumbuhan yang lain.

dari

suatu

11

Senyawa Alelopati dan Pelepasannya
Suatu jenis senyawa alelopatik, tidak selalu bersifat
toksik untuk semua jenis tumbuhan.
trans-sinamat

yang

tetcuci

dari

argentaturn, sangat toksik bagi
itu

sendiri

tumbuhan

sehingga

tersebut,

(Rovira, 1969; Tukey,

daun-daun

pertumbuhan

menghambat

namun

Sebagai contoh, asam

tidak

1969).

Partheniurn

akar tumbuhan

pertumbuhan

lanjut

berpengaruh

pada

tomat

yaitu

hasil

Contoh

lain

dari

penelitian dari Leela (1985) yang menunjukkan bahwa hasil
pencucian
DC,

(leachate) daun dan biji Acantospermvm hispidurn

menghambat

dan

pertumbuhan

pucuk

(shoot) dari

areenaram, namun tidak berpengaruh

ruskmelon

pada pertumbuhan

pucuk french beans.
Senyawa alelopatik dapat ditemukan pada semua bagian
atau organ tumbuhan.

Moreland dan Novitzky

(1987) mela-

porkan adanya 3 jenis flavonoid yaitu quercetin, luteolin,
dan

taxifolin,

pada

daun, kulit,

dari tumbuhan berpembuluh.
patik

pada

organ-organ

kayu,

biji,

dan

bunga

Namun kandungan senyawa alelo-

tumbuhan

itu

berbeda

(Qasem dan

Abu-Irmaileh, 1985).
Senyawa organik yang berperan sebagai penghambat
hibitor)

sangat

beragam.

(1971),

senyawa

organik

Menurut
yang

Whittaker

bersifat

dan

(inFeeny

penghambat

itu

adalah senyawa sekunder dalam arti senyawa tersebut terdapatnya

secara sporadik, dan tidak nampak

metabolisme dasar dari organisme.

berperan

Sebagai contoh,

dalam
dapat

dikemukakan hal-ha1 berikut :
Senyawa-senyawa

-

camphene, 1,8
noid,

A

dan

penghambat

a -pinene,

-pinene,

0

cineole, adalah senyawa-senyawa monoterpe-

-bisabolene

adalah senyawa

sesquiterpenoid

(Sakamura, 1987: Vickery dan Vickery, 1981) yang dihasilkan dari lintasan asetat mevalonat.

Scopoletin dan hyos-

cyamin yang diisolasi dari hasil pencucian daun dan biji
Datura

stramoniua

L

dan

terbukti

bersifat

alelopatik

terhadap sejumlah spesis tumbuhan, adalah alkaloid tropane
yang dihasilkan melalui lintasan asam shikimat (Lovett dan
Potts , 1987 ; Vickery dan Vickery,

1981)

.

Asam-asam

vani-

lat, p-coumarat, chlorogenat, dan ferulat, hasil ekstraksi
Parthemum hysterophorus yang ternyata berpengaruh negatip
terhadap bobot
esculentum)

kering akar dan pucuk

adalah

senyawa

fenolat

tomat

yang

(Lycopersicum

dihasilkan

dari

lintasan shikimat (Wondimagegnehu Mersie dan Singh, 1987;
Vickery dan Vickery,
tat,

oleat,

stearat,

1981).

Senyawa-senyawa

arahidat,

yang

asam miris-

diidentifikasi

pada ekstrak residu Polygonurn aviculare

( L ) dan

ada

terbukti

menghambat pertumbuhan bibit Cynodon dactylon ( L ) , adalah
asam-asam
malonat

yang

terbentuk

(Alsaadawi, Rice,

Vickery,
patik,

lemak

1981).

maka

dan

aelalui
Karns,

lintasan

1983;

Vickery

Karena beragamnya senyawa-senyawa

Rice

(1974)

membuat

senyawa tersebut yang terdiri dari

asetat

penggolongan

dart

alelo-

senyawa-

15 golongan, termasuk

satu golongan yang akan memuat senyawa-senyawa yang

belum

13

jelas golongannya.
Senyawa alelopatik yang terdapat dalam tanah, dapat
terbentuk

dari

tumbuhan.

Hal

Senyawa
kulit

senyawa
tersebut

phlorizin,

akar

alelopatik

alelopatik bagi

dibuktikan

adalah

tumbuhan

yang

dan

tumbuhan apel

terbukti

dalam

bersifat

sendiri, yaitu mempe-

senyawa

ini diuraikan oleh mikro organisme,
diperoleh

oleh

(1960).

terdapat

pertumbuhan

ini

dan

yang

telah

itu

Borner

ngaruhi

uraian

akar

oleh

senyawa

apel,

dilepaskan

batang.

senyawa-senyawa

Di

dalam

tanah,

Dari

phloretin,

peng-

asam

p-

hydroxyhydrocinamat, asam p-hydroxybenzoat, dan phloroglucinol.

Dalam

phloroqlucinol
pertuarbuhan

pengujian
dan

lanjut

terbukti

senyawa-senyawa

akar.

Hambatan

yang

bahwa
lain

senyawa

menghambat

terhadap pertumbuhan

batang

hanya terjadi oleh senyawa-senyawa

phlorezin dan phlore-

tin.

lain yang juga bersi-

Dengan adanya senyawa-senyawa

fat toksik selain phlorizin, maka
tumbuhan

bertambah.

Borner

hambatan terhadap perjuga

(1960)

mencatat

dari

penelitian Patrick pada tahun 1955 bahwa dari senyawa nontoksik

yang

dilepaskan

oleh

tumbuhan

ke

lingkungannya,

dapat terbentuk senyawa toksik dengan perantaraan aktivitas mikro organisme.

Amygladin, suatu senyawa yang terda-

pat pada kulit akar

adalah non-toksik pada kecambah

Peachorganisme

Produk
yaitu

perombakan

senyawa

benzaldehyde

toksik untuk kecambah

m.

tersebut

oleh

memperlihatkan

mikro

pengaruh

14

Senyawa-senyawa

metabolik

yang

berpotensi

sebagai

alelopatik, lepas dari tanaman ke lingkungannya melalui
beberapa cara.

Untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap,

seperti senyawa terpenoid (canphene, pinene), pelepasannya
melalui

berlangsung

penguapan.

Daun

dan

bagian-bagian

lain dari turnbuhan dapat jatuh ke tanah kemudian mengalami
dekomposisi.

Dari proses ini dilepaskan berbagai senyawa

metabolik termasuk senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
senyawa

alelopatik.

Senyawa-senyawa

ini

dapat

secara

langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap tumbuhan
yang

lain

kemudian.

yang

berada

disekitarnya

Pengaruh yang

berlangsungnya

dekomposisi

tidak

atau

yang

ditanam

langsung terjadi karena

lanjut

dari

senyawa-senyawa

tersebut menjadi produk yang lain dari pada produk awal,
yang

dapat

mengganggu

pertumbuhan

tumbuhan

yang

lain.

Senyawa metabolik dapat juga lepas dari jaringan tumbuhan
melalui eksudasi pada berbagai organ tumbuhan.

Senyawa

yang dieksudasi oleh organ-organ tumbuhan di atas tanah
dapat tercuci oleh adanya hujan atau embun dan jatuh ke
tanah, sedang pada eksudasi akar senyawa metabolik langsung lepas ke tanah.

Eksudasi akar ini berlangsung pada

akar tumbuhan yanq utuh dan pada semua bagian akar, dengan
proporsi terbesar pada bagian ujung akar.

Pada kondisi

pertumbuhan normal, menurut Tang dan Young (1982), eksudasi akar merupakan mekanisme utama pelepasan senyawa metabolik ke rizosfer.

15

Dengan mengambil contoh suatu hasil
menemukan bahwa

siklus

basah

dan

penelitian

yang

kering menyebabkan

pelepasan asam amino yang lebih banyak daripada yang biasa
terjadi pada

kondisi

kelembaban

tanah yang

tetap, Woods

(1961) menyatakan bahwa jumlah material yang disksudasikan

adalah fungsi dari keadaan lingkungan.

Dari hasil-hasil

penelitian berbagai sumber, Rovira (1969). Hale dan Moore
mencatat

(1979)

berbagai

pengaruh

lingkungan

senyawa penghambat yang dihasilkan oleh tumbuhan.
faktor

tersebut

: radiasi

adalah

terhadap
Faktor-

(kualitas, intensitas,

dan panjang hari), defisiensi hara (B,Ca, Mg, N, P, K,S),
stres air, suhu.

Umur organ tumbuhan ternyata juqa mem-

pengaruhi senyawa penqhambat yang dihasilkan.

Pengaruh Senyawa Alelopatik
Senyawa alelopatik menginduksi berbagai perubahan dalam pertumbuhan
itu

dapat

dan proses fisiologi tumbuhan. Perubahan

terjadi pada

pertumbuhan,

mulai

Einhellig, 1987).
tumbuhan yang

suatu

tahap

perkecambahan

dari

terjadi

oleh

pengaruh

perkecambahan

tumbuhan akar dan pucuk kecambah,

mer.

sebagai

bukan

Kejadian-kejadian

terhadap

beberapa

benih

tahap

(Kobza dan

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

seperti terhambatnya

disebutkan

atau

pembelahan dan

kejadian

senyawa

alelopatik,

atau tertekannya peroleh beberapa

peneliti

atau manifestasi

pri-

primer itu, dapat berupa hambatan
pembesaran sel, fotosintesis clan

16

respirasi,

dan

kegiatan-kegiatan

adanya ensim.

Lovett dan Potts

yang

berlangsung

(1987) melakukan

oleh

peneli-

tian dengan tujuan mempelajari pengaruh primer dari senyawa

alelopatik

Datura

Senyawa ini terdapat pada
bersama-sama

dengan

toksik

sejumlah

untuk

penelitian
sekunder
adalah

hasil

pencucian

hyociamine,
spesis

sebelumnya

dari

(L) yaitu

stramonium

telah

senyawa

terhambatnya

dan

scopolamine.

biji

dan daun

terbukti

bersifat

tumbuhan.

Dari

beberapa

dilaporkan

bahwa

pengaruh

alelopatik

Datura

perkecambahan

dan

stramonium

pertumbuhan

(L)

awal

radikula, dan pengaruh primernya adalah menghambat metabolisme

makanan

makanan

cadangan.

cadangan

diduqa

pelepasan

ensim

cadangan,

misalnya

yang

berfungsi

benih

sereal.

yang

Pengaruh
melalui

mekanisme

terlibat dalam

sintesis

pada

terhadap

dan

penguraian

Hasil

penelitian

sintesis

penggunaan

pelepasan
pati

metabolisme

dalam

ini

dan

makanan

alpha-amilase
perkecambahan

menunjukkan

bahwa

scopolamine menghambat pertumbuhan awal kecambah tumbuhan
uji

(barlev dan wheat), namun tidak mempengaruhi produksi

alpha-amilase.

Dari keseluruhan data penelitian ini, para

peneliti ini tidak dapat mendukung hipotesis bahwa pengaruh primer dari scopolamine yaitu wenghambat sintesis atau
pelepasan
cadangan.
primer dan

ensim

yang

terlibat

dalam

metabolisme

makanan

Dengan demikian dianggap bahwa konsep pengaruh
sekunder tidak memadai

untuk

digunakan

fenomena alelopati Datura stramonium (L). Menurut

dalam

peneliti-peneliti

ini, hambatan

terhadap pertumbuhan

ke-

cambah, dapat dipandang sebagai pengaruh tertier, hambatan
terhadap

metabolisme

sekunder,

dan

makanan

penyebab

cadangan

hambatan

sebagai

terhadap

pengaruh

metabolisme

makanan cadangan ini sebagai pengaruh primer.
Selain pengaruh terhadap perkecambahan benih (Leela,
1985),

pengaruh

senyawa

dapat terlihat pada
luas daun.
( 1987 )

terhadap

luas daun, dan pada

pertumbuhan

laju pertambahan

Hal ini dibuktikan oleh Blum, Weed, dan Dalton

pada

tanaman Cuculnis s a t i v u s yang mendapat

kuan asam ferulat.
kan

alelopatik

penelitian

perla-

Avers dan Goodwin (1956) yang melaku-

tentang

penqaruh

coumarin dan

scopoletin

terhadap pola pertumbuhan akar Phleum pratense, membuktikan bahwa

senyawa

fenolat

yaitu

coumarin dan

scopoletin

menghambat pembelahan sel.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap pertumbuhan tanaman, yang

dinilai dari

dapat terjadi

bobot

lewat pengaruhnya

basah

atau

bobot

kering,

terhadap akumulasi

bobot

kering tanaman (Qasem dan Hill, 1989b).

Hasil pencucian

akar Cenepodium album mempengaruhi

basah dan baht

bobot

kerinq pucuk tomat, serta akumulasi W ,
pada

pucuk

tomat,

namun

-

jumlah

bagian akar tidak terpengaruh.

P, K, Ca, dan Mg

hara-hara

tersebut

di

Pengaruh senyawa alelopa-

tik terhadap hara tanaman, dilaporkan juga oleh penelitipeneliti yang lain.
si P oleh akar

Glass (1973) melaporkan bahwa absorb(Hordeum vulgare L )

li-

18
12

derivat

asam

benzoat

dan

asam

cinamat

yang

diuji.

Terhambatnya absorbsi P oleh asam ferulat dilaporkan oleh
McClure,

Gross,

dan

Jackson

(1978) terjadi

juga

pada

kedelai.

Absorbsi K oleh akar Avena sativa (L) terhambat

oleh asam ferulat dan salisilat (Harper dan Balke, 1981),
dan oleh derivat asam benzoat dan asam cinamat pada Hordeum

vulgare

ngaruhi

(Glass, 1974).

Asam

absorbsi P, dilaporkan

trasi K dan Mg

ferulat

selain mempe-

juga mempengaruhi

pada akar, dan konsentrasi

konsen-

Fe pada pucuk

kecambah Sorghum bicolor (L) Moench (Kobza, dan Einhellig,
1987).

Hasil penelitian Glass dan Dunlop (1974) membukti-

kan bahwa senyawa fenolat (derivat asam benzoat) berpengaruh langsung pada membran sel.

Hasil penelitian ini men-

mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh senyawa-senyawa

ini terhadap absorbsi

pengaruhnya

terhadap

ion, berlangsung

permeabilitas

dinding

sel,

karena
yaitu

meningkatnya permeabilitas membran terhadap ion-ion anorganik.
Dari

penelitiannya tentang pengaruh senyawa alelopa-

tik terhadap pertumbuhan dan tanqqap fisiologi dari kedelai

(Glycine

asam-asam

max),

fenolat

p-coumarat,

Patterson

seperti

ferulat,

cafeat,chloroqenat,

galat,

sulfosalicylat, vanilat,

(1981) membuktikan

bahwa

t-cinamat,

p-hydroxybenzaldehyde,

dan vanilin, mempengaruhi

sintesis pada kedelai umur 3 minggu.
juqa mempengaruhi respirasi (Demos

5-

foto-

Senyawa alelopatik

a-u.1975).

pembukaan

19
stomata tembakau dan bunga matahari
1971),
Arif,

kandungan
1986;

dan Kohli,

klorofil

Einhellig
1987).

lian, 1980).

(Einhellig dan Kuan,

(Alsaadawi,

dan Rasmussen,

Al-Hadithy,

1979;

dan sintesis protein

Anita

dan

Kumari

(Cameron dan Ju-

Asam vanilat dan asam t-cinamat pada konsen-

M dan lama perlakuan 6 jam, mempengaruhi poten-

trasi

sial air pada daun trifoliat pertama dari kedelai (Patterson, 1981).

Kaempferol dilaporkan hambat fotofosforilasi

(Arntzen, Falkenthal, dan Bobick, 1974; Tissut, Chevallier. dan Douce, 1980).
Morefand dan Novitzky

(1987) yang melakukan peneliti-

an untuk melihat pengaruh luteolin, quercetin, dan taxifolin pada transport elektron dan fotofosforilasi, mendapatkan bahwa luteolin hambat transport elektron (couoled dan
un-couoled)
01 eraceae

dan fosforilasi pada
(L )

.

Hambatan

thylakoid dari Spinacia

terhadap

transport

elektron

(couuled) dapat terjadi secara tidak langsung dari pengaruh

terhadap

energi)
transfer
bahwa

atau

secara

elektron.

yang

adalah

lintasan

langsung
Dari

paling

komponen

fosforilasi

dari

(hambatan transfer

komponen

lintasan

penelitian

dipengaruhi

lintasan

energi).

transfer

terhadap

hasil

sensitip

(hambatan

yang

Hambatan

ini

diketahui

oleh

luteolin

menghasilkan
terhadap

ATP

transfer

energi ini terjadi lewat hambatannya terhadap 1 4 g Z + - ~ ~ p a s e
dan

c~'+-ATP~s~

activated).

yang

aktip

Pengaruh terhadap

oleh

adanya

lintasan

cahaya

transport

(J..j&&

20

elektron (hambatan transport elektron), lebih lemah daripada hambatan terhadap transfer energi.
pada

lintasan

diredam
suatu

atau dihilangkan

-

yn counley )

elektron.
menjadi
Selain

ATP

penghasil

Hambatan
nyata

itu

transport

maka

(dalam percobaan
luteolin

tidak mempengaruhi PS I.
aruhi PS XI-complex.

ha1

energi)

digunakan

menghambat

transport

elektron

luteolin

juga, dalam
luteolin,

ini

transport

konsentrasi

ditemukan

elektron,

(hambatan transfer

terhadap

pada

Apabila psngaruh

yang

halabatan

quercetin,

dan

juga

tinggi.
terhadap

taxifolin,

Luteolin dan quercetin mempeng-

Peran luteolin dan quercetin dalam

menghambat transport elektron, yaitu pada fungsi dari QBcomplex (akseptor elektron sekunder).
Ensim juga nyata dipengaruhi oleh senyawa alelopatik.
(1987) tentang

Dari penelitian Risvi, Risvi, dan Mukerjee
cara

ef

(mode

kerja

trimethylxanthine,

yaitu

action)

suatu

senyawa

bi ji Coffea arabica, diketahui bahwa
aktivitas

ensim

amilase

yang

senyawa

aktivitas

pengaruh

ensim

1,3,7-T

amilase

terhadap

alelopatik

menghidrolisis

ini

sifat

dari

1,3,7-T itu menekan

perkecambahan benih Amaranthus spinosus.
dap

1,3,7-

pati

pada

Hambatan terha-

terbukti
katalitik

bukan

karena

dari

ensim

tersebut, tetapi terhadap biosintesisnya.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap aktivitas

hor-

mon, antara lain dilaporkan oleh Tomaszewski dan Thimann
(1966).

senyawa

polyfenol

ternyata

memperkuat

21
pertumbuhan yang diinduksi oleh I A A dengan mencegah terjadinya

decarboxylasi

menstinulasi

IAA,

sebaliknya

decarboxylasi

IAA

pada

senyawa
saat

monofenol

monofenol

ini

menekan pertumbuhan.

Metode Penelitian Alelopati
Metode yang sesuai untuk menunjukkan atau membuktikan
secara

jelas

dan

pasti

tentang

interferensi

alelopatik

menurut Dekker, Meggit, dan Putnam (1983) belum ditemukan.
walaupun telah banyak tehnik dan rancangan percobaan untuk
membuktikan alelopati yang telah dikembangkan.

Masaaahnya

adalah kesulitan untuk memisah-misahkan komponen alelopati
dari

komponen-komponen

percobaan

interferensi lainnya, dalam

d, 1983;

(Dekker,

Weidenhammer,

suatu

&

d,

1989).
Tehnik-tehnik

percobaan yang sudah digunakan dalam

pembuktian alelopati yaitu : pembuktian dengan menggunakan
ekstraksi jaringan tumbuhan (Tang, Wat, dan Towers, 1987).
material

hasil

pencucian

atau

perendaman

ringan tumbuhan (Leela, 1985), material

(Leachate)

ja-

jaringan tumbuhan

yang dihamparkan di atas tanah atau dicampur dengan tanah
(Eussen dan Soerjani,
dan

Young,

tanah

di

1982;

daerah

1976). material

Sunarwidi,
perakaran

1982),

(Young dan

eksudat akar
material
Chen,

(Tang

ekstraksi
1989),

dan

percobaan lapang dengan berbagai rancangannya.
Eussen

dan

Soerjani

(1976)

melakukan

penelitian

tentang alelopati pada alang-alang (Imperata cylindrica
Beauv)

dengan

cara

sebagai

: uji

berikut

(bioassay) benih berbagai tumbuhan antara

L

perkecambahan
lain Zea mays,

Sorghum vulgare, Oryza sativa, Cucumis sativus, Lycopersicum

esculentum,

dan

daun

dengan

kering.

menggunakan

Ekstraksi

ekstraksi

dilakukan

daun

dengan

segar

mengaduk

(blendinq) 10 g daun dengan air destilasi 400 ml selama 5
menit.

Selain

lainnya dengan

percobaan

ini,

perlakuan

juga

menutup

dilakukan

permukaan

percobaan

tanah

dengan

daun segar alang-alang, mencampur daun alang-alang dengan
tanah, dan mencampur
digiling dengan
percobaan

ini

daun

tanah.

alang-alang

Sebaqai

kering

tanaman

digunakan mentinun

yang

telah

indikator

untuk

(Cucumis sativus) yang

ditanam dalam pot kapasitas 1 kg tanah.
Percobaan untuk melihat
alang

terhadap

pertumbuhan

Sunarwidi (1982).
daun

alang-alang

yang

satu

dengan

menggunakan

minggu

destilasi

bibit

cacao,

dilakukan

oleh

Pada percobaan ini, dilakukan ekstraksi

selama

air

penqaruh alelopatik alang-

telah dikeringkan

dan

digiling.

methanol

selama

6

Ekstraksi

(10 ml/g

jam.

pada

berat

Ekstrak

suhu

70°c

dilakukan

kering) atau

methanol

setelah

dievaporasikan, dicampur air, dan digunakan untuk menyiram
bibit

cacao.

Demikian

juga

dengan

tanpa dievaporasikan terlebih dahulu.
sama,

peneliti

menggunakan

ini

juga

eksudat akar.

melakukan
Sebagai

ekstrak

air,

namun

Untuk maksud

percobaan
media

yang

pot

dengan

tumbuh

alang-

23

alang,

digunakan

pasir.

Pot

yang

ditanami

bibit

cacao

dihubungkan ke pot yang ditanami alang-alang dengan pipa.
Kedua

pot

ini ditempatkan

pada

ketinggian

yang

berbeda.

Pot yang berisi alang-alang ditempatkan pada bagian atas,
dan yang berisi bibit cacao pada bagian bawah.

Pengaturan

seperti

pengaturan

stair step

Dengan pengaturan

seperti ini

ini

disebutkan

-

(sfair steD v

e

n

t)

.

sehagai

diharapkan eksudat akar yang dilepaskan
akan

tercuci

berisi

dan

tertampung

bibit cacao.

pada

pot

-

oleh alang-alang
di

Setiap pasangan pot

bawahnya

yang

ini dilengkapi

dengan pot yang berisi larutan hara Hoagland untuk mencukupi

kebutuhan

hara,

lebih tinggi dari

pot

dan

ditempatkan

pada

tempat

yang berisi alang-alang.

yang

Larutan

yang tertampung pada pot penampung terbawah, dikembalikan
ke pot teratas yang berisi

larutan hara.

Dari percobaan

percobaan yang dilakukan ini nampak bahwa tidak hanya satu
metode yang digunakan dalam pembuktian alelopati.
itu, dalam
digunakan

satu metode,
berbaqai

seperti metode

tehnik,

dalam

ha1

Selain

ekstraksi, dapat

ini

bahan

pengek-

strak.
Untuk mempelajari senyawa alelopatik dari Tagetes patula

( ~ i c r o l d ) ,Tang

&

a, (1987)

akar yang dikumpulkan dengan metode
Young
akar

(1982).

yang

dan

ekstrak

diekstraksi

yang

dengan

Hasil analisis kimia dari

kedua

menggunakan

eksudat

CRETS dari Tang

diperoleh

dan

dari

jaringan

ethyl

acetat.

bahan tersebut,

eksudat

ether

dan

24

akar

dan

ekstrak

akar,

ternyata

berbeda.

Dari

eksudat

akar terdeteksi 4 senyawa thiophane, yaitu :
o!

-

terthienyl

(BBT),

(a-T),

5-(3-buten-1-yny1)-2.2'
bithienyl

5-(4-hydroxy-1-butyny1)-2.2.

dan 5-(4-acetyl-1-butyny1)-2.2'
-T,

BBT,

bithienyl
(BBT-OH),

bithienyl (BBT-OAc).

BBT-OH,

dan

BBT-OAc

Per-

bandingan

a

adalah

1:20:25:12.

Dari ekstrak jaringan akar terdeteksi selain

keempat senyawa thiophane tersebut, ada juga 6-hydroxy-2isopropenyl-5-acetyl

atau

cumaranon

(dihydroxy-cuparin).

Perbandingan keempat

senyawa thiophane pada

ekstrak akar

untuk a -T: BBT: BBT-OH: BBT-OAc.

adalah 1:12:0.2:8

Hasil

penelitian ini memberi petunjuk bahwa konsentrasi relatip
dari

beberapa

tidak

harus

metabolit

bioaktip dalam

menggambarkan

apa

yang

jaringan tanaman,

ada

dalam

rizosfer.

Hal seperti itu tclah dilaporkan oleh Rovira (1969) terjadi pada T a g e t e s erecta.
Hasil ekstraksi ternyata juga tidak sama dengan hasil
pencucian

jaringan

tanaman

lain dibuktikan oleh Leela

(leachate).
(1985).

Hal

Pada

ini

antara

analisis kimia

hasil pencucian daun dan biji Acanthospermm hispidum DC,
hanya ditemukan asam vanilat dan asam p-hydroxy

benzoat.

Hasil pencucian daun dan biji ini berpengaruh buruk terhadap perpanjangan akar dan pucuk
analisis

kimia

asam vanilat
asam

ekstrak

dan

p-coumarat

asam
dan

daun

dan

p-hydroxy
asam

jagung dan wheat.
biji,

selain

benzoat,

cafeat.

Pada

ditemukan

juga ditemukan

Dengan

hasil-hasil

25

seperti ini, nyata bahwa

fitotoksin yang telah terbukti,

lewat pembuktian dengan hasil ekstraksi jaringan tumbuhan,
menqharabat pertumbuhan tumbuhan lain, tidak dengan sendirinya berarti akan tercuci atau tereksudasi dari tumbuhan
ke

linqkungannya.

ekstraksi
dapat

Qasem dan Hill

mengabaikan

mendorong

difusi

Dengan ekstraksi,
dan

non-toksik,

kenyataan

bahwa
kimia

sejumlah

larut.

akan terikut material-material

toksik

senyawa-senyawa

yang

pelarut

dapat

serta

senyawa

(1989a) nenilai metode

yang

dapat

maupun

yang tidak dapat berdifusi.
Metode pembuktian alelopati yang juga umum digunakan
yaitu, pemberian atau pencampuran bagian-bagian atau sisasisa tumbuhan (residu) ke dalam tanah.

Pengaruh alelopati

ditimbulkan oleh senyawa alelopatik yang dilepaskan atau
yang

terbentuk

ketika

berlangsung

proses

dekomposisi.

Pemberian atau pencarnpuran residu tumbuhan ke dalam tanah
dapat

menimbulkan

permasalahan

yaitu

(Qasem dan

Hill,

1989a) :
1. Penambahan residu dalam

babkan

perubahan

menahan

(retensi)

tekstur
air.

jumlah besar, dapat menye-

medium

tumbuh,

Apabila

hara

dan

kemampuan

telah

diberikan

sebelumnya, air akan mencuci hara tersebut, sehingga akan
didapatkan perbedaan antara tumbuhan indikator yang mendapat perlakuan residu dengan yang tidak mendapatkan perlakuan itu.
2.

Perubahan

struktur

medium

dapat

mempengaruhi

26

perkembangan sistim perakaran.
Penamahan residu turbuhan ke medium tumbuh dapat

3.

mempengaruhi kemasaman (pH) tanah.
Pemberian residu tumbuhan, dapat

4.

bangan

mikro

organisme.

nikro

rnemacu

organisma

itu

perkemsendiri

menghasilkan senyawa fitotoksik, atau olah aktivitas mikro
organisme, senyawa fitotoksik yang dilepaskan dari jaringan tumbuhan berubah menjadi non-toksik.

Hal yang seba-

liknya dapat juga terjadi (Blum & gh, 1987).
Residu tumbuhan, dapat

5.

merupakan

substrat

yang

baik bagi perkembangan patogen akar tumbuhanMultiplikasi mikro organisme yang berlangsung

6.

cepat,

dapat

juga mengurangi

hara

tersedia dalam

tanah,

dan ha1 tersebut dapat membawa pada kondisi defisiensi.
Metode pembuktian alelopati dengan eksudat akar sudah
dilakukan oleh Sunarwidi (1982) dengan menggunakan metode
stair-sten.

Cara

lain

untuk

mendapatkan

eksudat

akar,

yaitu dengan metode CRETS (Continuous Boot Exudates T23zaQ=

ed;ng Svstem dari Tang dan Young (1982).

Pada metode ini,

tumbuhan sumber eksudat, ditanam pada medium pasir (hydrofonik).

Larutan

hara

dan

air

disirkulasikan

melalui

fasilitas sirkulasi tertentu yang dapat dihubungkan dengan
tabung resin XAD-4.
dikumpulkan
methanol.

dengan

Eksudat yang teradsorbsi oleh resin,
cara

mencuci

resin

tersebut

dengan

Eksudat yang terkumpul itu selanjutnya diguna-

kan pada pengujian perkecambahan.

27

~eidenhamer&
menentukan

(1989) melakukan penelitian untuk

keberadaan

dan

besaran

pengaruh

fitotoksik

dalam hubungannya dengan kerapatan tanaman (densitas), dan
pengaruh senyawa alelopatik terhadap hubungan densitas dan
hasil tanaman.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjuk-

kan bahwa pengaruh kompetisi, nampak pada hubungan densitas tanaman dan hasil tanaman.
tas tanaman, hasil

total

Dengan meningkatnya densi-

meningkat

secara

linier sampai

tanaman yang berdampingan mulai saling mengganggu.

Mele-

bihi densitas tertentu, terjadi reduksi pertumbuhan individual
luas

tanaman, sehingga diperoleh

lahan

yang

konstan.

Pada

hasil

total per

keadaan

unit

seperti

ini,

hubungan bobot rata-rata tanaman (dalam log) dengan densitas tanaman (dalam log)

adalah linier, dengan

(slooe, tanaen)

-1.

tinqgi,

lereng

besaran

Pada

tingkat

menjadi

densitas

-3/2.

kemiringan
yang

Karena

lebih

pola

ini

universal, maka dianggap pola ini adalah pola satu-satunya
yang

menerangkan

hubungan

densitas

total per unit luas lahan.

tanaman

dengan

Namun hasil-hasil

hasil

penelitian

selanjutnya, yang bermula dari penelitian Hirano dan Kira
pada spesis auto-toksik Prunus persica

( L ) Batsch, menun-

jukkan bahwa pengaruh fitotoksik dipengaruhi oleh densitas
tanaman

l d ~ n s i t y dependen%),

sehingga

hubungan

densitas

tanaman dan hasil total per unit luas lahan dapat menyimpang

dari

pola tersebut.

menerangkan

pengaruh

Pemikiran yang

fitotoksik

yang

diajukan untuk

tergantung

atau

28

atau dipengaruhi oleh densitas tanaman itu, adalah :
suatu

volume

tanah

tertentu

dimana

terdapat

Pada

sejumlah

fitotoksin, setiap tanaman yang tunbuh pada densitas yang
rendah
lebih

akan

mendapat

besar

toksin

dibandingkan

densitas tinggi.

tersedia

tanaman

dalam

yang

jumlah

ditanam

yang

dengan

Pada densitas yang tinggi, jumlah toksin

yang tersedia itu dapat diambil oleh lebih banyak tanaman,
sehingga

setiap

tanaman

hanya

jumlah

sedikit.

Dengan

toksik

dalam

demikian,

tanah, tanaman

diperoleh pada densitas yang
ukuran
yang

yang

rendah

densitas

lebih

memperoleh

rendah,

yang

oleh

berukuran

tinggi

(karena

tinggi

pada

yang

akan

dengan

densitas

tinggi), dan

kompetisi

Hasil penelitian Weidenhamer &

dalam

senyawa

tanaman

diperoleh

(karena fitotoksitas yang

yang

adanya

sedang, dan

akan

toksin

pada

menguat).

(1989) ini juga memper-

lihatkan bahwa fitotoksisitas berkurang dengan meningkatnya densitas.
hubungan
normal

Adanya fitotoksin, menyebabkan penyimpangan

hasil

dan

densitas

(universal) itu.

dari

bentuk

hubungan

yang

Pada konsentrasi fitotoksin yang

rendah sampai sedang, tangen hubungan densitas dan hasil
tanaman (keduanya dalam log) mengecil.
peneliti-peneliti
hubungan

hasil

ini

tanaman

berpendapat
(dalam

bahwa

log) dan

oleh karena

itu,

pendekatan

pola

densitas

(dalam

log) dapat digunakan sebagai indikator ada tidaknya senyawa fitotoksik dalam tanah.
Bentuk

percobaan

lapang yang juga

dapat

digunakan

29

untuk

mengetahui

ada

tidaknya

senyawa

fitotoksik

-

t series

tanah, yaitu percobaan dengan rancangan w
(Dekker !&

a, 1983).

Dengan

rancangan percobaan

Metode ini pertama kali diajukan oleh dewit.

sisnya

didasarkan

pada

ini.

(misalnya : tanaman,C

dilibatkan dua spesis tumbuhan
W).

dalam

asumsi

bahwa

hasil

dari

dan

Analisetiap

spesis dalam suatu pertanaman campuran adalah proporsional
denqan bagian sumber daya
nya.

Apabila

lingkungan yang dapat diambil-

pembagian sumber daya

itu tidak seimbang,

maka spesis yang lemah akan mendapatkan sedikit dibanding
yang

kuat.

Pada

model

ini,

kerapatan

(D) atau

tanaman per satuan luas lahan adalah konstan

jumlah

(C+W = D ) .

Kedua spesis ditanam monokultur dan campuran dengan beberapa variasi perbandingan C dan W.
Interpretasi hasil percobaan

dengan rancangan ini,

dilakukan dengan melihat pada respon tanaman yang ditanam
secara monokultur

dan

campuran.

Berbagai

bentuk

respon

yang mungkin diperoleh dari percobaan dengan rancangan ini
adalah :
1.

Respon hasil total tanaman campuran

dan

masing-

masing komponen spesis, dapat diprediksi dari kedua respon
monokultur.

Respon seperti ini dapat terjadi apabila :

a). Masing-masing tanaman tidak saling mengganggu atau berinteraksi.
b).

mengganggu

Apabila kemampuan kedua spesis untuk saling

sama

(equivalen).

Dengan

perkataan

lain,

30

interferensi

interspesifik

intraspesifik.

Hubungan

sebagai

exclusive.

2.

seimbang

seperti

dengan

interfsrensi

ini disebut

Interaksi d ens at or^.

oleh dewit

Pada bentuk interaksi

seperti ini. suatu spesis dalam tanaman campuran memperoleh keuntungan dari atau atas kerugian spesis yang lain.
Namun besarnya keuntungan dan kerugian yang dialami oleh
masing-masing

spesis

adalah

seimbang.

Disini,

respon

total tanaman campuran tidak dapat diprediksi dari respon
monokultur.
terhadap

Interaksi

suatu

faktor

ini

terjadi

tumbuh berbeda,

apabila
atau

kebutuhan

apabila

efi-

siensi untuk mendapatkan faktor tumbuh berbeda.
3.

Interaksi komplementer.

Interaksi ini terjadi

karena keuntungan yang diperoleh suatu spesis tidak seimbang dengan kerugian yang dialami oleh spesis yang lain.
Hasil total tanaman campuran, dan hasil dari masing-masinq
komponen spesis tidak dapat diprediksi dari respon monokultur.

Interaksi komplementer, dapat berbentuk

(komplementasi positip).

positip

Pada interaksi ini, hasil total

tanaman campuran lebih besar dari hasil rata-rata komponen
tanaman monokultur.

Komplementasi positip terjadi apabila

berlangsung hubungan simbiosis, dimana suatu spesis menguntungkan

spesis

yang

saling menguntungkan.

lain,

atau

masing-masing

Selain komplementasi positip, dapat

juga terjadi interaksi komplementasi negatip.
plementasi

spesis

Pada kom-

ini, hasil total tanaman campuran lebih

kecil

31

dari hasil rata-rata komponen tanaman monokultur.
aksi

ini

dapat

terjadi

karena

suatu

spesis

Inter-

memproduksi

toksin yang mengurangi pertumbuhan spesis lain atau keduaduanya (alelopati).
Fuerst dan Putnam

(1983),

rnengajukan beberapa

ha1

yang dipandang perlu untuk membuktikan interferensi alelopatik, yaitu :
1.

Tunjukkan adanya interferensi dengan mengidenti-

fikasi gejala dari interferensi, dan apabila perlu, quantifikasikan taraf interferensi itu.
2.

toksin.

Isolasi, assay, karakterisasikan, dan sintesiskan
Isolasi senyawa toksik adalah tahap awal

mendapatkan bukti

langsung bahwa

karena senyawa kimiawi.

untuk

interferensi itu adalah

Hal ini perlu dilakukan hati-hati

agar supaya senyawa yang tidak dilepas oleh tumbuhan atau
saprofit

secara

alamiah,

tidak

mengkontaminasi

preparat

toksin.
3.

Gejala interferensi yang telah didiagnosa, harus

dapat terulanq dengan pemberian toksin dalam

jumlah

yang

ada secara alamiah, dan pada stadia tumbuh yang tepat dari
tumbuhan uji.

Ini akan menunjukkan bahwa gejala tersebut

dapat direproduksi hanya oleh toksin.
4.

Pelepasan, pergerakan, dan pengambilan

(uatake)

toksin harus dimonitor dan nampak memadai untuk interferensi yang diamati.
Terpenuhinya

kriteria-kriteria

ini,

memungkinkan

32

pengambilan kesimpulan bahwa toksin yang dilepas, konsentrasinya cukup untuk bergerak melewati berbagai penghambat
(miers),
dapat

apakah

diambil

oleh

melalui
tumbuhan

air

atau

penerima

udara,
dalam

dan

apakah

jumlah

yang

cukup untuk menimbulkan keracunan bagi tumbuhan penerima.

SAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Sub Balai
Penelitian

Kelapa

Pakuwon,

pelaksanaan penelitian

Sukabumi

27 bulan,

Jawa

Barat.

Waktu

yaitu dari Oktober

1991

sampai dengan Januari 1994.

Uetode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ini. telah dilaksanakan beberapa percobaan, yaitu : percobaan pot, percobaan
lapang, dan percobaan perkecambahan.

Percobaan L : Percobaan pot.
Tujuan percobaan ini adalah :
1.

Untuk membuktikan bahwa faktor alelopati berperan

dalam kehilangan hasil pertanaman

kedua dalam pola tanam

jahe beruntun.
2.

Untuk menetapkan besarnya kehilangan

hasil

jahe

oleh faktor alelopati.
3.

Untuk menentukan populasi maksimum dan saat tanam

pertanaman jahe kedua dalam pola tanam jahe beruntun.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, percobaan ini
dilaksanakan sebagai berikut :
1.

kantong

Percobaan dilakukan pada pot
plastik,

lebar

1 m

yang

clan panjang

diisi tanah, diperoleh pot dengan

terbuat

0.75

diameter

m.

kurang

dari

Setelah
lebih

34
63 cm dan tinggi tanah

25-30

diberi lobang untuk drainase.

cm.

Pada bagian dasar pot

Tanah yang digunakan adalah

tanah yang diambil langsung dari lapang.
2.

Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu :
2.1.

Populasi tanaman (faktor A), dengan 3 taraf
yaitu :

2.2.

A.1

= 1 tanaman/pot.

A.2

= 3 tanaman/pot.

A.3

= 5 tanaman/pot.

Selang waktu panen pertanaman pertama
waktu tanam p e r t a n a m a n

kedua

dan

(faktor B),

dengan 3 taraf yaitu :
B.1

= 1 bulan.

3.2 = 2 bulan.

B.3

= 3 bulan.

Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 ulangan.

Percobaan ini dilakukan dalam 2

unit, masing-masing untuk umur panen tanaman pertama 4 dan
7 bulan.
3.

Peubah yang diamati adalah :
3.1.

Bobot kerinq

tanaman.

Dihitung

dengan

menjumlahkan bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering rimpang.
3.2.

Hasil tanaman, yaitu bobot basah dan kering
rimpang.

4.

Budidaya

pertanaman pertama

dilakukan

sebagai

35
berikut :

Bibit jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-

pang tanaman berumur kurang lebih 9 bulan.
nam, bibit disemai selama 3 minggu.

Sebelum dita-

Bibit yang digunakan,

berbentuk potongan rimpang dengan berat kurang lsbih 50 g.
Sebelum ditanam, bibit direndam dalam larutan bakterisida
Agrimycin 15/1.5
jam.

WP

(1.2

g/l

air) selama kurang lebih 12

Pada saat tanam, digunakan satu bibit setiap pot.

Kapur pertanian, diberikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400

ton/ha (31.81 g/pot).
kg

N/ha

setara

dibagi

dalam

bulan,

dimulai

pertama

dan

pemberian

dengan
kali

tiga

dari

kedua

ketiga

1

28.28

g

urea/pot.

pemberian
bulan

dengan

sesudah

masing-masing

sebanyak

14.14

Pupuk

g

ini

selang waktu

tanam.

7.07

N

g

Pemberian

urea/pot,

urea/pot.

1

dan

Dilakukan

juga pemupukan P sebanyak 600 kg P/ha yang setara dengan
96.50

g TSP/pot.

Pupuk kalium diberikan sebanyak 415 kg

K/ha yang setara dengan 26.51 g/pot.
pupuk

kandang

sapi

diberikan

Pupuk organik berupa

sebanyak

20

ton/ha

yang

setara dengan 480 g/pot, dan sekam padi diberikan sebanyak
5 ton/ha

yang setara dengan 120 g/pot.

Selain

sekam padi

yang ditempatkan pada lobang tanam, pupuk P, K, dan organik

dicampur

dengan

tanah

sehari

sebelum

tanam.

Untuk

menanggulangi hama dan penyakit tanaman, selain digunakan
Agrimycin 15/1.5

WP, digunakan juga fungisida Dithane, dan

insektisida Furadan 3 G.

Pada setiap pot diupayakan gulma

minimal dan dilakukan penyiraman apabila diperlukan. Panen

pertanaman pertama dilakukan. pada

umur 7 bulan.

Kecuali

akar, semua sisa tanaman diangkut keluar pada saat

panen.

Pertanaman pertama ini hanya ditanam pada separuh jumlah
pot yang disediakan untuk percobaan ini.
5.

dan

Pertanaman kedua yang ditanam pada selang waktu

jumlah

bibit

sesuai

perlakuan,

mendapat

perlakuan

budidaya sama seperti pada tanaman pertama, kecuali pemupukan P, K, organik, dan pemberian sekam.
6.

regresi

Anelisis data dilakukan dengan Sidik Ragam, relinier,

dan

uji

homogenitas

koefisien

regresi

linier (Gomez dan Gomez, 1976).

Percobaan LX : Percobaan lapang.
Tujuan percobaan ini adafah sama dengan tujuan percobaan

pot.

Untuk

mencapai

tujuan-tujuan

tersebut,

maka

percobaan ini dilakukan sebagai berikut :
1.

Faktor

Percobaan ini adalah percobaan
pertama

adalah

saat

panen

faktorial

pertanaman

3

x 3.

pertama

(faktor A), yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu :
A.1

=

Panen

A.2

=

Panen 7 bulan.

A.3

=

Panen 10 bulan.

4

bulan.

Faktor kedua adalah populasi pertanaman kedua

(faktor B),

yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
B.1

=

50 000 tanaman/ha, jarak

40 cm.

tanam

50 cm

x

B.2

=

62 500 tanaman/ha,

jarak

tanam

40 cm x

jarak

tanam

20 cm x

40 cm.
= 125 000 tanaman/ha,

B.3

40 cm.
Rancangan
ulangan

percobaan

.

Peubah

adalah Acak

yang

diamati

Kelompok
adalah

(RAK)

daya

dengan

(%)

4

tumbuh

bibit, bobot kering tanaman, bobot basah dan kering rimPang

Percobaan ini dilakukan pada lahan bekas ditanami ja-

he clan yang tidak ditanami jahe sebelumnya.
real

yang

diolah
gulma

tersedia

sampai

diperoleh

minimal.

bagian

disiapkan

Areal

dipisahkan

sebagai

struktur
dibagi

saluran

4

berikut

tanah

yang

bagian.

selebar

:

Areal

gembur

dan

Masing-masing

m.

1

Untuk itu a-

Setiap

bagian

diperlakukan sama, kecuali satu ha1 yaitu pada dua bagian
ditanami

jahe sebagai pertanaman

lainnya tidak ditanami.

pertama

dan dud

baqian

Pada setiap bagian itu dibuat 36

petak dengan ukuran masing-masinq

petak

4.50

m x 3.00

m

Jarak antara petak adalah 0.50 m.
2.
berikut

Budidaya pertanaman
: Bibit

pertama dilakukan sebagai

jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-

pang tanaman berurnur kurang lebih 9 bulan.

Sebelum dita-

nam bibit disemai selama 3 minggu.

Bibit yang digunakan

berupa

kurang

Sebelum
15/1.5

potongan
ditanam,

rimpang
bibit

berukuran

direndam

dalam

WP selama kurang lebih 12 jam.

lebih

50

g.

larutan Agrimycin
Kapur pertanian di-

38
berikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1 ton/ha yang setara
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400

dengan

1350 g/petak.

kg N/ha

yang setara dengan 1200 g urea/petak.

dibagi dalam

tig