Alelopati pada Jahe (Zingiber offinale rosc)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jahe
( Z i n g i b e r officinale Rosc) mendapat
karena meningkatnya permintaan ekspor.
perhatian
Mengutip data Biro
Pusat Statistik, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)
Departemen Perdagangan Republik
berbagai produk jahe
an) terus meningkat.
(
Indonesia mencatat ekspor
jahe segar , jahe kering , jahe olahTabel 1 memperlihatkan perkembangan
ekspor jahe dalam jangka waktu I1 tahun (1981-1991) sebagai berikut :
Tabel 1.
Perkembangan ekspor jahe tahun 1981-1991
(BPEN, 1992).
..................................................
Tahun
Volume (ton)
Nilai ( S U S )
..................................................
Dilihat
dari
nilai
ekspor
jahe dunia,
maka
nilai
ekspor jahe Indonesia pada tahun 19 90 hanya mencapai 6.69
persen.
Angka
ini
walaupun
menunjukkan kemajuan ekspor
tahun sebelumnya
masih
kecil,
jahe Indonesia.
(1986-1989)
pangsa
pasar
namun
telah
Pada tahunekspor
jahe
2
Indonesia adalah : 0.33,
0.79
1.06,
dan 1.14
Masih
%.
kecilnya pangsa pasar ekspor jahe yang dapat diraih Indonesia,
dapat
menjadi
petunjuk
antara
lain
masih
kurang
tersedianya produk jahe siap ekspor.
Upaya meningkatkan produksi jahe untuk ekspor, dapat
dilakukan
dengan
memperluas
areal
tanam,
dengan
membuka
areal baru atau dengan meningkatkan intensitas pemanfaatan
lahan melalui penerapan pola tanam beruntun.
Hasil pene-
litian Wiroatmodjo (1990) pada tanaman jahe varitas Badak,
menunjukkan bahwa persyaratan produk jahe ekspor, khususnya
yang
tidak
berserat,
dapat
dicapai
dipanen paling lambat pada umur 4 bulan.
apabila
tanaman
Pada umur tanam-
an lebih dari 4 bulan, kadar serat rimpang rneningkat, dan
peningkatan yang tajam terjadi mulai umur 6 bulan.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
ada peluang
untuk memanfaatkan lahan lebih dari satu kali dalam setahun untuk tanaman jahe dengan pola tanam beruntun.
sitas
pemanfaatan
lahan
yang
bagi upaya untuk menjamin
secara
teratur
dan
meningkat,
penyediaan
dengan
khususnya
jahe
dalam
Tetapi apakah jahe dapat ditanam
atau diusahakan secara beruntun
tetap
berarti
produk tanaman
berkesinambunqan,
keadaan lahan terbatas.
sangat
Inten-
produktivitas
pada sebidang lahan yang
yang
relatip
stabil,
masih
perlu dipelajari.
Kegagalan atau kehilangan hasil
tanaman dalam
tanam beruntun telah banyak dilaporkan, di antaranya
pols
yang
3
dilaporkan oleh Young dan Chen (1989) terjadi pada tanaman
asparagus
(Asparagus officinalis).
atau
tanam
pola
berturut-turut
dilihat
dengan
pada
sebaqai
jenis tanaman
sebidang
pola
produktivitas lahan.
Pola tanam beruntun,
lahan
tanam
yanq
yang
yang
sama
secara
tetap,
cenderung
sering
menurunkan
Seminar Internasional tentang kehi-
langan hasil
tanaman pada
penanaman
terus menerus
dilakukan di
Suweon-Korea
tahun
(Food
Technologi Center,
1989
1989) merumuskan
bahwa
&
yang
Fertilizer
penyebab kehi-
langan hasil pada pola tanam beruntun adalah sangat rumit
dan belum sepenuhnya dipahami.
Di antaranya adalah kesu-
buran tanah yanq menurun atau ketersediaan hara yang tidak
seimbang,
perubahan
kemasaman
tanah
(pH)
dan
struktur
tanah, berkembangnya populasi patogen spesifik dan serangga
hama,
serta
pengaruh
fitotoksik
dari
tanaman
yang
mendahului.
Tanaman jahe tidak biasanya diusahakan secara beruntun. Walaupun di India penanaman jahe dilakukan secara beruntun dengan selang waktu 3-4 bulan setelah panen pertanaman pertama umur 8-9 bulan
(Douglas, 1973), namun menu-
rut Aycardo
jahe tidak dianjurkan
ditanam
(1979), tanaman
secara
beruntun,
dengan
dan berkurangnya hara N dan K.
adalah 149.5 dan 157.1
kg/ha.
penyakit
tanaman
Jahe mengabsorbsi N dan K
dalam jumlah besar dari tanah.
hasil rimpang basah 37 ton/ha
alasan
untuk
,
Dicontohkan bahwa
dengan
N dan K 2 0 yang diabsorbsi
Penelitian
an do no (1990)
4
dengan pemupukan Urea 800 kg/ha,
500
kg/ha,
menunjukkan
bahwa
P205 600 kg/ha,
hasil
jahe
dan K ~ O
(dalam bobot
rimpang basah) pertanaman kedua yang ditanam dengan selang
waktu satu bulan setelah panen pertanaman pertama umur 4
bulan,
turun
memberi
but.
sebesar
Penelitian
%.
65-75
ini
petunjuk tentang penyebab kehilangan hasil terseKerusakan
atau
kematian
tanaman
oleh
hama
penyakit tanaman tidak dilaporkan sebagai faktor
turunnya
hasil
digunakan
dengan
belum
untuk
bibit
Demikian
itu.
pertanaman
yang
juga
Perlakuan
kedua
digunakan
dengan
kualitas
dan
relatif
untuk
pemupukan
penyebab
bibit
tidak
pertanaman
dan
pemberian
atau
yang
berbeda
pertama.
air.
Atas
dasar pengamatan itu, diduga ada faktor lain selain hama,
penyakit, dan unsur hara yang menyebabkan
jahe pertanaman
hasil
analisis
Wiroatmodjo
terhadap
lanjut
(1992)
(slone) kurva
dan
kedua
kedua.
data
bobot
tanaman
Tangen
pola
kurva
tanam
Handono
manunjukkan
respon
populasi
dalam
(log) dari
respon
kecil dari pertanaman pertama.
beruntun.
(1989)
adanya
kering
turunnya hasil
Dari
tersebut,
perbedaan
tangen
(log) hasil
tanaman
pertanaman
pertama
pertanaman
kedua
lebih
Gejala ini oleh Weidenham-
er, Hartnett dan Romeo (1989) disebutkan sebagai pertanda
adanya peng-aruh fitotoksin.
(1992) melihat
dalam
kemungkinan
kehilangan hasil
jahe beruntun.
(1993)
Oleh karena itu, Wiroatmodjo
berperannya
pertanaman
Namun dari hasil
kedua
faktor
pada
penelitian
alelopati
pola
tanam
~aniswari
5
nyata bahwa residu rimpang jahe tidak mempenqaruhi pertumbuhan dan hasil jahe.
Kasus alelopati pada
dilaporkan.
rimpang
Hasil
jahe
menunjukkan
jahe
analisis
segar
yang
sampai sejauh ini belum
komposisi
dilakukan
minyak
oleh
esensial
Sakamura
(1987)
bahwa minyak esensial yang ada dalam rimpang
segar umur 3 dan 7 bulan, adalah dari kelompok terpenoid,
khususnya
monoterpen
dan
sesquiterpen.
Pada
kelompok
monoterpen, terdapat antara lain senyawa-senyawa a-pinene,
A -pinene, camphene, dan 1.8-cineole.
quiterpen ada
A-bisabolene.
Pada kelompok ses-
Dari hasil-hasil
berbagai sumber yang dikumpulkan
oleh Rice
penelitian
telah
(1974),
terbukti bahwa senyawa-senyawa camphene, cineole, a-pinene
dan
A-pinene adalah zat
(volatills
.
. .
)
penghambat
yang
yang
dihasilkan
oleh
dapat
menguap
Selvia
leu-
cophylla, S. apiana, dan S. mellifera.
Selain itu telah
terbukti juga bahwa cineole,
A-pinene, adalah
a-pinene,
zat penghambat yang dihasilkan oleh Eucalyptus camaldulen-
sis.
vitas
Cineole dan
alelopatik
a-pinene adalah terpenting dalam aktidari
spesis
tumbuhan
ini
karena
sorbsi oleh tanah dalam jumlah yang cukup nyata.
diad-
Senyawa
bisabolene dibuktikan sebagai zat penghambat yang dihasilkan oleh Artemisia absinthina.
Dari hasil-hasil
oleh
Rice
penelitian yang telah dikumpulkan
(1974) itu,
hasil
analisis
komposisi
esensial rimpang jahe segar yang dilakukan
oleh
minyak
Sakamura
6
(1987),
dan
hasil
penelitian
Wiroatmodjo
(1992),
maka
diduga tanaman jahe dapat melepaskan senyawa-senyawa yang
potensial untuk bersifat alelopatik ke lingkungannya, dan
berpengaruh
sebagai
Apabila
terhadap
pertanaman
pengaruh
hasil
kedua
alelopati
tanaman
dalam
jahe
pola
itu nyata,
yang
tanam
maka
ditanam
beruntun.
perlu
penye-
suaian komponen tehnologi dalam pola tanam jahe beruntun,
serta penyesuaian
dalam
pola
tanam
yang memasukkan
jahe
sebagai salah satu komponen tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakuRan dengan tujuan :
I. Membuktikan terjadinya kehilangan hasil pada per-
tanaman jahe kedua dalam pola tanam beruntun.
2. Menetapkan besarnya
kedua
kehilangan hasil
pertanaman
.
3. Membuktikan bahwa faktor alelopati berpengaruh da-
lam kehilangan hasil jahe tersebut.
4.
Menentukan saat tanam pertanaman jahe kedua dalam
pola tanam beruntun, sebaqai upaya memperkecil kehilangan
hasil oleh faktor alelopati
.
Hipotesis
Hipotesis yanq disusun untuk penelitian ini adalah :
1.
Terjadi kehilangan hasil
pada
tanaman jahe yang
ditanam sebagai pertanaman kedua dalam pola tanam beruntun.
2.
Faktor alelopati berpengaruh dalam kehilangan ha-
sil tersebut.
3.
Pengaturan saat tanam pertanaman kedua, dapat mem-
perkecil kehilangan hasil karena faktor alelopati.
TtNJAUAN PUSTAKA
Pemahaman Tentanq Arti Alelopati
Adanya senyawa toksik yang dilepaskan ke dalam tanah
oleh
akar
spesis
tumbuhan dan mempengaruhi
yang
sama
atau
berbeda,
tumbuhan
telah
lama
lain dalam
diamati
(Bor-
dilaporkan, antara lain oleh Plank pada tahun 1795
ner,
Hal
1960).
yang
tersebut
digunakan
tahun
1937,
sebagai
menjelaskan
untuk
(msickness)
bermasalwsakit
Pada
dikenal
Molisch
teori
dan
toksik
masalah
tanah
atau infertilitas tanah.
menggunakan
istilah
alelopati
pada publikasinya tentang pengaruh suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lainnya.
Dalam pengertian awalnya, istilah itu menunjuk pada
interaksi dari semua organisme tumbuhan, baik mikro organisme maupun tumbuhan tingkat tinggi, yang disebabkan oleh
produk-produk
metabolisme
tumbuhan.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, ditampilkan berbagai istilah untuk menyatakan*
zat
penghambat
tipe tumbuhan
ruhi.
yang
terlibat
penghasil
dalam
alelopati,
berdasar
clan tipe tumbuhan yang
dipenga-
Oleh Grummer (dalam Borner ,1960) dan Rice
diajukan istilah
. .
m t l b l o t ik
untuk senyawa yang
(1974),
dihasilkan
oleh mikro organisme dan berpengaruh pada mikro organisme.
Untuk senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tingqi
dan efektip
diajukan
w.
untuk mikro organisme digunakan istilah yang
oleh Waksman pada tahun
Istilah
masmin
1937
yang diajukan
yaitu
phvton -
oleh Gaumann
dan
9
dan
Jaag
pada
tahun
1946, digunakan
untuk
senyawa
yang
dihasilkan oleh mikro organisme dan efektip untuk tumbuhan
tingkat tinggi.
Sedang untuk senyawa yang dihasilkan oleh
tumbuhan tingkat tinggi dan efektip untuk tumbuhan tingkat
tinggi Grummer mengajukan istilah koline, namun Rademacher
pada
tahun
1957
menggunakan
(1969). Whittaker
dan
Feeny
istilah
alelopati.
Tukey
(1971), menggunakan
istilah
alelopati untuk interaksi biokimia yang melibatkan senyawa
yang dilepas oleh suatu tumbuhan yang berpengaruh negatip
terhadap tumbuhan yang lain.
Apabila Nolisch menggunakan
istilah alelopati untuk menyatakan interaksi biokimia yang
saling
merugikan
maupun
yang
saling
menguntungkan,
bertolak dari arti kata alelopati yang berasal
Yunani yang berarti saling merugikan
each other, pathos
yang
lain,
Rice
(1974)
serta
Young
=
dan
all el^
dari kata
= satu dengan
menderita,
Chen
maka
sufferinq),
(1989)
menggunakan
istilah alelopati untuk interaksi biokimia yang merugikan.
Fuerst dan Putnam
(1983) menggunakan istilah p h v t ~inhi-
bitin untuk senyawa toksik yang dihasilkan oleh
tumbuhan
senyawa
yang
toksik
jaringan
masih
yang
tumbuhan.
menggantikan
hidup,
dilepaskan
maka
.
dari
proses
ini
istilah koline dan marasmin.
untuk
. . .
~ ~ Q Z ~Q
nhxhltln
Istilah-istilah
batasan atau pengertian
but,
dan
jaringan
untuk
pembusukan
diajukan
untuk
Dari beberapa
tentang istilah alelopati terse-
penelitian
alelopati dalam interaksi
antara
ini
digunakan
istilah
tumbuhan tinqkat tinggi
10
yang di dalamnya senyawa kimia yang dilepaskan oleh suatu
tumbuhan ke
potensial
lingkungannya,
terhadap tumbuhan
spesis berbeda
lainnya dalam
yang
tluabuh
berpengaruh
suatu
atau
negatip
spesis atau dalam
ditanam
bersamaan
atau
yang ditanam kemudian.
Ada peneliti-peneliti yang memasukkan interaksi alelopati ini sebagai salah satu bentuk dari kompetisi (Rice,
1974
;
Sunarwidi,
kompetisi
adalah
1982).
suatu
Secara
mekanisme
umum
diketahui
dimana
suatu
bahwa
tanaman
mengambil sejumlah faktor esensial seperti hara, air, dan
cahaya
sampai
menjadi
sangat
pada
taraf
dimana
terbatas untuk
lain pada lahan yang sama.
faktor-faktor
pertumbuhan
tersebut
tumbuhan
yang
Berdasarkan pengertian istilah
kompetisi seperti ini, maka
alelopati bukan suatu bentuk
kompetisi.
Alasan memasukkan alelopati sebagai suatu bentuk kompetisi bertolak dari difinisi Schreiber yang diajukan pada
tahun 1967 (Sunarwidi, 1982) tentang kompetisi yang menyatakan bahwa kompetisi itu merupakan pengaruh faktor lingkungan
yang
tumbuhan
termodifikasi
yang
lain.
alelopati
dan
mendukung
penggunaan
untuk
Dengan
kompetisi
menyatakan
oleh
adanya
seperti
istilah
semua
suatu
terhadap
pemahaman
tentang
maka
Rice
(1974)
interferensi
dari
Huller
pengaruh
itu,
tumbuhan,
merugikan
tumbuhan terhadap tumbuhan yang lain.
dari
suatu
11
Senyawa Alelopati dan Pelepasannya
Suatu jenis senyawa alelopatik, tidak selalu bersifat
toksik untuk semua jenis tumbuhan.
trans-sinamat
yang
tetcuci
dari
argentaturn, sangat toksik bagi
itu
sendiri
tumbuhan
sehingga
tersebut,
(Rovira, 1969; Tukey,
daun-daun
pertumbuhan
menghambat
namun
Sebagai contoh, asam
tidak
1969).
Partheniurn
akar tumbuhan
pertumbuhan
lanjut
berpengaruh
pada
tomat
yaitu
hasil
Contoh
lain
dari
penelitian dari Leela (1985) yang menunjukkan bahwa hasil
pencucian
DC,
(leachate) daun dan biji Acantospermvm hispidurn
menghambat
dan
pertumbuhan
pucuk
(shoot) dari
areenaram, namun tidak berpengaruh
ruskmelon
pada pertumbuhan
pucuk french beans.
Senyawa alelopatik dapat ditemukan pada semua bagian
atau organ tumbuhan.
Moreland dan Novitzky
(1987) mela-
porkan adanya 3 jenis flavonoid yaitu quercetin, luteolin,
dan
taxifolin,
pada
daun, kulit,
dari tumbuhan berpembuluh.
patik
pada
organ-organ
kayu,
biji,
dan
bunga
Namun kandungan senyawa alelo-
tumbuhan
itu
berbeda
(Qasem dan
Abu-Irmaileh, 1985).
Senyawa organik yang berperan sebagai penghambat
hibitor)
sangat
beragam.
(1971),
senyawa
organik
Menurut
yang
Whittaker
bersifat
dan
(inFeeny
penghambat
itu
adalah senyawa sekunder dalam arti senyawa tersebut terdapatnya
secara sporadik, dan tidak nampak
metabolisme dasar dari organisme.
berperan
Sebagai contoh,
dalam
dapat
dikemukakan hal-ha1 berikut :
Senyawa-senyawa
-
camphene, 1,8
noid,
A
dan
penghambat
a -pinene,
-pinene,
0
cineole, adalah senyawa-senyawa monoterpe-
-bisabolene
adalah senyawa
sesquiterpenoid
(Sakamura, 1987: Vickery dan Vickery, 1981) yang dihasilkan dari lintasan asetat mevalonat.
Scopoletin dan hyos-
cyamin yang diisolasi dari hasil pencucian daun dan biji
Datura
stramoniua
L
dan
terbukti
bersifat
alelopatik
terhadap sejumlah spesis tumbuhan, adalah alkaloid tropane
yang dihasilkan melalui lintasan asam shikimat (Lovett dan
Potts , 1987 ; Vickery dan Vickery,
1981)
.
Asam-asam
vani-
lat, p-coumarat, chlorogenat, dan ferulat, hasil ekstraksi
Parthemum hysterophorus yang ternyata berpengaruh negatip
terhadap bobot
esculentum)
kering akar dan pucuk
adalah
senyawa
fenolat
tomat
yang
(Lycopersicum
dihasilkan
dari
lintasan shikimat (Wondimagegnehu Mersie dan Singh, 1987;
Vickery dan Vickery,
tat,
oleat,
stearat,
1981).
Senyawa-senyawa
arahidat,
yang
asam miris-
diidentifikasi
pada ekstrak residu Polygonurn aviculare
( L ) dan
ada
terbukti
menghambat pertumbuhan bibit Cynodon dactylon ( L ) , adalah
asam-asam
malonat
yang
terbentuk
(Alsaadawi, Rice,
Vickery,
patik,
lemak
1981).
maka
dan
aelalui
Karns,
lintasan
1983;
Vickery
Karena beragamnya senyawa-senyawa
Rice
(1974)
membuat
senyawa tersebut yang terdiri dari
asetat
penggolongan
dart
alelo-
senyawa-
15 golongan, termasuk
satu golongan yang akan memuat senyawa-senyawa yang
belum
13
jelas golongannya.
Senyawa alelopatik yang terdapat dalam tanah, dapat
terbentuk
dari
tumbuhan.
Hal
Senyawa
kulit
senyawa
tersebut
phlorizin,
akar
alelopatik
alelopatik bagi
dibuktikan
adalah
tumbuhan
yang
dan
tumbuhan apel
terbukti
dalam
bersifat
sendiri, yaitu mempe-
senyawa
ini diuraikan oleh mikro organisme,
diperoleh
oleh
(1960).
terdapat
pertumbuhan
ini
dan
yang
telah
itu
Borner
ngaruhi
uraian
akar
oleh
senyawa
apel,
dilepaskan
batang.
senyawa-senyawa
Di
dalam
tanah,
Dari
phloretin,
peng-
asam
p-
hydroxyhydrocinamat, asam p-hydroxybenzoat, dan phloroglucinol.
Dalam
phloroqlucinol
pertuarbuhan
pengujian
dan
lanjut
terbukti
senyawa-senyawa
akar.
Hambatan
yang
bahwa
lain
senyawa
menghambat
terhadap pertumbuhan
batang
hanya terjadi oleh senyawa-senyawa
phlorezin dan phlore-
tin.
lain yang juga bersi-
Dengan adanya senyawa-senyawa
fat toksik selain phlorizin, maka
tumbuhan
bertambah.
Borner
hambatan terhadap perjuga
(1960)
mencatat
dari
penelitian Patrick pada tahun 1955 bahwa dari senyawa nontoksik
yang
dilepaskan
oleh
tumbuhan
ke
lingkungannya,
dapat terbentuk senyawa toksik dengan perantaraan aktivitas mikro organisme.
Amygladin, suatu senyawa yang terda-
pat pada kulit akar
adalah non-toksik pada kecambah
Peachorganisme
Produk
yaitu
perombakan
senyawa
benzaldehyde
toksik untuk kecambah
m.
tersebut
oleh
memperlihatkan
mikro
pengaruh
14
Senyawa-senyawa
metabolik
yang
berpotensi
sebagai
alelopatik, lepas dari tanaman ke lingkungannya melalui
beberapa cara.
Untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap,
seperti senyawa terpenoid (canphene, pinene), pelepasannya
melalui
berlangsung
penguapan.
Daun
dan
bagian-bagian
lain dari turnbuhan dapat jatuh ke tanah kemudian mengalami
dekomposisi.
Dari proses ini dilepaskan berbagai senyawa
metabolik termasuk senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
senyawa
alelopatik.
Senyawa-senyawa
ini
dapat
secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap tumbuhan
yang
lain
kemudian.
yang
berada
disekitarnya
Pengaruh yang
berlangsungnya
dekomposisi
tidak
atau
yang
ditanam
langsung terjadi karena
lanjut
dari
senyawa-senyawa
tersebut menjadi produk yang lain dari pada produk awal,
yang
dapat
mengganggu
pertumbuhan
tumbuhan
yang
lain.
Senyawa metabolik dapat juga lepas dari jaringan tumbuhan
melalui eksudasi pada berbagai organ tumbuhan.
Senyawa
yang dieksudasi oleh organ-organ tumbuhan di atas tanah
dapat tercuci oleh adanya hujan atau embun dan jatuh ke
tanah, sedang pada eksudasi akar senyawa metabolik langsung lepas ke tanah.
Eksudasi akar ini berlangsung pada
akar tumbuhan yanq utuh dan pada semua bagian akar, dengan
proporsi terbesar pada bagian ujung akar.
Pada kondisi
pertumbuhan normal, menurut Tang dan Young (1982), eksudasi akar merupakan mekanisme utama pelepasan senyawa metabolik ke rizosfer.
15
Dengan mengambil contoh suatu hasil
menemukan bahwa
siklus
basah
dan
penelitian
yang
kering menyebabkan
pelepasan asam amino yang lebih banyak daripada yang biasa
terjadi pada
kondisi
kelembaban
tanah yang
tetap, Woods
(1961) menyatakan bahwa jumlah material yang disksudasikan
adalah fungsi dari keadaan lingkungan.
Dari hasil-hasil
penelitian berbagai sumber, Rovira (1969). Hale dan Moore
mencatat
(1979)
berbagai
pengaruh
lingkungan
senyawa penghambat yang dihasilkan oleh tumbuhan.
faktor
tersebut
: radiasi
adalah
terhadap
Faktor-
(kualitas, intensitas,
dan panjang hari), defisiensi hara (B,Ca, Mg, N, P, K,S),
stres air, suhu.
Umur organ tumbuhan ternyata juqa mem-
pengaruhi senyawa penqhambat yang dihasilkan.
Pengaruh Senyawa Alelopatik
Senyawa alelopatik menginduksi berbagai perubahan dalam pertumbuhan
itu
dapat
dan proses fisiologi tumbuhan. Perubahan
terjadi pada
pertumbuhan,
mulai
Einhellig, 1987).
tumbuhan yang
suatu
tahap
perkecambahan
dari
terjadi
oleh
pengaruh
perkecambahan
tumbuhan akar dan pucuk kecambah,
mer.
sebagai
bukan
Kejadian-kejadian
terhadap
beberapa
benih
tahap
(Kobza dan
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
seperti terhambatnya
disebutkan
atau
pembelahan dan
kejadian
senyawa
alelopatik,
atau tertekannya peroleh beberapa
peneliti
atau manifestasi
pri-
primer itu, dapat berupa hambatan
pembesaran sel, fotosintesis clan
16
respirasi,
dan
kegiatan-kegiatan
adanya ensim.
Lovett dan Potts
yang
berlangsung
(1987) melakukan
oleh
peneli-
tian dengan tujuan mempelajari pengaruh primer dari senyawa
alelopatik
Datura
Senyawa ini terdapat pada
bersama-sama
dengan
toksik
sejumlah
untuk
penelitian
sekunder
adalah
hasil
pencucian
hyociamine,
spesis
sebelumnya
dari
(L) yaitu
stramonium
telah
senyawa
terhambatnya
dan
scopolamine.
biji
dan daun
terbukti
bersifat
tumbuhan.
Dari
beberapa
dilaporkan
bahwa
pengaruh
alelopatik
Datura
perkecambahan
dan
stramonium
pertumbuhan
(L)
awal
radikula, dan pengaruh primernya adalah menghambat metabolisme
makanan
makanan
cadangan.
cadangan
diduqa
pelepasan
ensim
cadangan,
misalnya
yang
berfungsi
benih
sereal.
yang
Pengaruh
melalui
mekanisme
terlibat dalam
sintesis
pada
terhadap
dan
penguraian
Hasil
penelitian
sintesis
penggunaan
pelepasan
pati
metabolisme
dalam
ini
dan
makanan
alpha-amilase
perkecambahan
menunjukkan
bahwa
scopolamine menghambat pertumbuhan awal kecambah tumbuhan
uji
(barlev dan wheat), namun tidak mempengaruhi produksi
alpha-amilase.
Dari keseluruhan data penelitian ini, para
peneliti ini tidak dapat mendukung hipotesis bahwa pengaruh primer dari scopolamine yaitu wenghambat sintesis atau
pelepasan
cadangan.
primer dan
ensim
yang
terlibat
dalam
metabolisme
makanan
Dengan demikian dianggap bahwa konsep pengaruh
sekunder tidak memadai
untuk
digunakan
fenomena alelopati Datura stramonium (L). Menurut
dalam
peneliti-peneliti
ini, hambatan
terhadap pertumbuhan
ke-
cambah, dapat dipandang sebagai pengaruh tertier, hambatan
terhadap
metabolisme
sekunder,
dan
makanan
penyebab
cadangan
hambatan
sebagai
terhadap
pengaruh
metabolisme
makanan cadangan ini sebagai pengaruh primer.
Selain pengaruh terhadap perkecambahan benih (Leela,
1985),
pengaruh
senyawa
dapat terlihat pada
luas daun.
( 1987 )
terhadap
luas daun, dan pada
pertumbuhan
laju pertambahan
Hal ini dibuktikan oleh Blum, Weed, dan Dalton
pada
tanaman Cuculnis s a t i v u s yang mendapat
kuan asam ferulat.
kan
alelopatik
penelitian
perla-
Avers dan Goodwin (1956) yang melaku-
tentang
penqaruh
coumarin dan
scopoletin
terhadap pola pertumbuhan akar Phleum pratense, membuktikan bahwa
senyawa
fenolat
yaitu
coumarin dan
scopoletin
menghambat pembelahan sel.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap pertumbuhan tanaman, yang
dinilai dari
dapat terjadi
bobot
lewat pengaruhnya
basah
atau
bobot
kering,
terhadap akumulasi
bobot
kering tanaman (Qasem dan Hill, 1989b).
Hasil pencucian
akar Cenepodium album mempengaruhi
basah dan baht
bobot
kerinq pucuk tomat, serta akumulasi W ,
pada
pucuk
tomat,
namun
-
jumlah
bagian akar tidak terpengaruh.
P, K, Ca, dan Mg
hara-hara
tersebut
di
Pengaruh senyawa alelopa-
tik terhadap hara tanaman, dilaporkan juga oleh penelitipeneliti yang lain.
si P oleh akar
Glass (1973) melaporkan bahwa absorb(Hordeum vulgare L )
li-
18
12
derivat
asam
benzoat
dan
asam
cinamat
yang
diuji.
Terhambatnya absorbsi P oleh asam ferulat dilaporkan oleh
McClure,
Gross,
dan
Jackson
(1978) terjadi
juga
pada
kedelai.
Absorbsi K oleh akar Avena sativa (L) terhambat
oleh asam ferulat dan salisilat (Harper dan Balke, 1981),
dan oleh derivat asam benzoat dan asam cinamat pada Hordeum
vulgare
ngaruhi
(Glass, 1974).
Asam
absorbsi P, dilaporkan
trasi K dan Mg
ferulat
selain mempe-
juga mempengaruhi
pada akar, dan konsentrasi
konsen-
Fe pada pucuk
kecambah Sorghum bicolor (L) Moench (Kobza, dan Einhellig,
1987).
Hasil penelitian Glass dan Dunlop (1974) membukti-
kan bahwa senyawa fenolat (derivat asam benzoat) berpengaruh langsung pada membran sel.
Hasil penelitian ini men-
mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh senyawa-senyawa
ini terhadap absorbsi
pengaruhnya
terhadap
ion, berlangsung
permeabilitas
dinding
sel,
karena
yaitu
meningkatnya permeabilitas membran terhadap ion-ion anorganik.
Dari
penelitiannya tentang pengaruh senyawa alelopa-
tik terhadap pertumbuhan dan tanqqap fisiologi dari kedelai
(Glycine
asam-asam
max),
fenolat
p-coumarat,
Patterson
seperti
ferulat,
cafeat,chloroqenat,
galat,
sulfosalicylat, vanilat,
(1981) membuktikan
bahwa
t-cinamat,
p-hydroxybenzaldehyde,
dan vanilin, mempengaruhi
sintesis pada kedelai umur 3 minggu.
juqa mempengaruhi respirasi (Demos
5-
foto-
Senyawa alelopatik
a-u.1975).
pembukaan
19
stomata tembakau dan bunga matahari
1971),
Arif,
kandungan
1986;
dan Kohli,
klorofil
Einhellig
1987).
lian, 1980).
(Einhellig dan Kuan,
(Alsaadawi,
dan Rasmussen,
Al-Hadithy,
1979;
dan sintesis protein
Anita
dan
Kumari
(Cameron dan Ju-
Asam vanilat dan asam t-cinamat pada konsen-
M dan lama perlakuan 6 jam, mempengaruhi poten-
trasi
sial air pada daun trifoliat pertama dari kedelai (Patterson, 1981).
Kaempferol dilaporkan hambat fotofosforilasi
(Arntzen, Falkenthal, dan Bobick, 1974; Tissut, Chevallier. dan Douce, 1980).
Morefand dan Novitzky
(1987) yang melakukan peneliti-
an untuk melihat pengaruh luteolin, quercetin, dan taxifolin pada transport elektron dan fotofosforilasi, mendapatkan bahwa luteolin hambat transport elektron (couoled dan
un-couoled)
01 eraceae
dan fosforilasi pada
(L )
.
Hambatan
thylakoid dari Spinacia
terhadap
transport
elektron
(couuled) dapat terjadi secara tidak langsung dari pengaruh
terhadap
energi)
transfer
bahwa
atau
secara
elektron.
yang
adalah
lintasan
langsung
Dari
paling
komponen
fosforilasi
dari
(hambatan transfer
komponen
lintasan
penelitian
dipengaruhi
lintasan
energi).
transfer
terhadap
hasil
sensitip
(hambatan
yang
Hambatan
ini
diketahui
oleh
luteolin
menghasilkan
terhadap
ATP
transfer
energi ini terjadi lewat hambatannya terhadap 1 4 g Z + - ~ ~ p a s e
dan
c~'+-ATP~s~
activated).
yang
aktip
Pengaruh terhadap
oleh
adanya
lintasan
cahaya
transport
(J..j&&
20
elektron (hambatan transport elektron), lebih lemah daripada hambatan terhadap transfer energi.
pada
lintasan
diredam
suatu
atau dihilangkan
-
yn counley )
elektron.
menjadi
Selain
ATP
penghasil
Hambatan
nyata
itu
transport
maka
(dalam percobaan
luteolin
tidak mempengaruhi PS I.
aruhi PS XI-complex.
ha1
energi)
digunakan
menghambat
transport
elektron
luteolin
juga, dalam
luteolin,
ini
transport
konsentrasi
ditemukan
elektron,
(hambatan transfer
terhadap
pada
Apabila psngaruh
yang
halabatan
quercetin,
dan
juga
tinggi.
terhadap
taxifolin,
Luteolin dan quercetin mempeng-
Peran luteolin dan quercetin dalam
menghambat transport elektron, yaitu pada fungsi dari QBcomplex (akseptor elektron sekunder).
Ensim juga nyata dipengaruhi oleh senyawa alelopatik.
(1987) tentang
Dari penelitian Risvi, Risvi, dan Mukerjee
cara
ef
(mode
kerja
trimethylxanthine,
yaitu
action)
suatu
senyawa
bi ji Coffea arabica, diketahui bahwa
aktivitas
ensim
amilase
yang
senyawa
aktivitas
pengaruh
ensim
1,3,7-T
amilase
terhadap
alelopatik
menghidrolisis
ini
sifat
dari
1,3,7-T itu menekan
perkecambahan benih Amaranthus spinosus.
dap
1,3,7-
pati
pada
Hambatan terha-
terbukti
katalitik
bukan
karena
dari
ensim
tersebut, tetapi terhadap biosintesisnya.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap aktivitas
hor-
mon, antara lain dilaporkan oleh Tomaszewski dan Thimann
(1966).
senyawa
polyfenol
ternyata
memperkuat
21
pertumbuhan yang diinduksi oleh I A A dengan mencegah terjadinya
decarboxylasi
menstinulasi
IAA,
sebaliknya
decarboxylasi
IAA
pada
senyawa
saat
monofenol
monofenol
ini
menekan pertumbuhan.
Metode Penelitian Alelopati
Metode yang sesuai untuk menunjukkan atau membuktikan
secara
jelas
dan
pasti
tentang
interferensi
alelopatik
menurut Dekker, Meggit, dan Putnam (1983) belum ditemukan.
walaupun telah banyak tehnik dan rancangan percobaan untuk
membuktikan alelopati yang telah dikembangkan.
Masaaahnya
adalah kesulitan untuk memisah-misahkan komponen alelopati
dari
komponen-komponen
percobaan
interferensi lainnya, dalam
d, 1983;
(Dekker,
Weidenhammer,
suatu
&
d,
1989).
Tehnik-tehnik
percobaan yang sudah digunakan dalam
pembuktian alelopati yaitu : pembuktian dengan menggunakan
ekstraksi jaringan tumbuhan (Tang, Wat, dan Towers, 1987).
material
hasil
pencucian
atau
perendaman
ringan tumbuhan (Leela, 1985), material
(Leachate)
ja-
jaringan tumbuhan
yang dihamparkan di atas tanah atau dicampur dengan tanah
(Eussen dan Soerjani,
dan
Young,
tanah
di
1982;
daerah
1976). material
Sunarwidi,
perakaran
1982),
(Young dan
eksudat akar
material
Chen,
(Tang
ekstraksi
1989),
dan
percobaan lapang dengan berbagai rancangannya.
Eussen
dan
Soerjani
(1976)
melakukan
penelitian
tentang alelopati pada alang-alang (Imperata cylindrica
Beauv)
dengan
cara
sebagai
: uji
berikut
(bioassay) benih berbagai tumbuhan antara
L
perkecambahan
lain Zea mays,
Sorghum vulgare, Oryza sativa, Cucumis sativus, Lycopersicum
esculentum,
dan
daun
dengan
kering.
menggunakan
Ekstraksi
ekstraksi
dilakukan
daun
dengan
segar
mengaduk
(blendinq) 10 g daun dengan air destilasi 400 ml selama 5
menit.
Selain
lainnya dengan
percobaan
ini,
perlakuan
juga
menutup
dilakukan
permukaan
percobaan
tanah
dengan
daun segar alang-alang, mencampur daun alang-alang dengan
tanah, dan mencampur
digiling dengan
percobaan
ini
daun
tanah.
alang-alang
Sebaqai
kering
tanaman
digunakan mentinun
yang
telah
indikator
untuk
(Cucumis sativus) yang
ditanam dalam pot kapasitas 1 kg tanah.
Percobaan untuk melihat
alang
terhadap
pertumbuhan
Sunarwidi (1982).
daun
alang-alang
yang
satu
dengan
menggunakan
minggu
destilasi
bibit
cacao,
dilakukan
oleh
Pada percobaan ini, dilakukan ekstraksi
selama
air
penqaruh alelopatik alang-
telah dikeringkan
dan
digiling.
methanol
selama
6
Ekstraksi
(10 ml/g
jam.
pada
berat
Ekstrak
suhu
70°c
dilakukan
kering) atau
methanol
setelah
dievaporasikan, dicampur air, dan digunakan untuk menyiram
bibit
cacao.
Demikian
juga
dengan
tanpa dievaporasikan terlebih dahulu.
sama,
peneliti
menggunakan
ini
juga
eksudat akar.
melakukan
Sebagai
ekstrak
air,
namun
Untuk maksud
percobaan
media
yang
pot
dengan
tumbuh
alang-
23
alang,
digunakan
pasir.
Pot
yang
ditanami
bibit
cacao
dihubungkan ke pot yang ditanami alang-alang dengan pipa.
Kedua
pot
ini ditempatkan
pada
ketinggian
yang
berbeda.
Pot yang berisi alang-alang ditempatkan pada bagian atas,
dan yang berisi bibit cacao pada bagian bawah.
Pengaturan
seperti
pengaturan
stair step
Dengan pengaturan
seperti ini
ini
disebutkan
-
(sfair steD v
e
n
t)
.
sehagai
diharapkan eksudat akar yang dilepaskan
akan
tercuci
berisi
dan
tertampung
bibit cacao.
pada
pot
-
oleh alang-alang
di
Setiap pasangan pot
bawahnya
yang
ini dilengkapi
dengan pot yang berisi larutan hara Hoagland untuk mencukupi
kebutuhan
hara,
lebih tinggi dari
pot
dan
ditempatkan
pada
tempat
yang berisi alang-alang.
yang
Larutan
yang tertampung pada pot penampung terbawah, dikembalikan
ke pot teratas yang berisi
larutan hara.
Dari percobaan
percobaan yang dilakukan ini nampak bahwa tidak hanya satu
metode yang digunakan dalam pembuktian alelopati.
itu, dalam
digunakan
satu metode,
berbaqai
seperti metode
tehnik,
dalam
ha1
Selain
ekstraksi, dapat
ini
bahan
pengek-
strak.
Untuk mempelajari senyawa alelopatik dari Tagetes patula
( ~ i c r o l d ) ,Tang
&
a, (1987)
akar yang dikumpulkan dengan metode
Young
akar
(1982).
yang
dan
ekstrak
diekstraksi
yang
dengan
Hasil analisis kimia dari
kedua
menggunakan
eksudat
CRETS dari Tang
diperoleh
dan
dari
jaringan
ethyl
acetat.
bahan tersebut,
eksudat
ether
dan
24
akar
dan
ekstrak
akar,
ternyata
berbeda.
Dari
eksudat
akar terdeteksi 4 senyawa thiophane, yaitu :
o!
-
terthienyl
(BBT),
(a-T),
5-(3-buten-1-yny1)-2.2'
bithienyl
5-(4-hydroxy-1-butyny1)-2.2.
dan 5-(4-acetyl-1-butyny1)-2.2'
-T,
BBT,
bithienyl
(BBT-OH),
bithienyl (BBT-OAc).
BBT-OH,
dan
BBT-OAc
Per-
bandingan
a
adalah
1:20:25:12.
Dari ekstrak jaringan akar terdeteksi selain
keempat senyawa thiophane tersebut, ada juga 6-hydroxy-2isopropenyl-5-acetyl
atau
cumaranon
(dihydroxy-cuparin).
Perbandingan keempat
senyawa thiophane pada
ekstrak akar
untuk a -T: BBT: BBT-OH: BBT-OAc.
adalah 1:12:0.2:8
Hasil
penelitian ini memberi petunjuk bahwa konsentrasi relatip
dari
beberapa
tidak
harus
metabolit
bioaktip dalam
menggambarkan
apa
yang
jaringan tanaman,
ada
dalam
rizosfer.
Hal seperti itu tclah dilaporkan oleh Rovira (1969) terjadi pada T a g e t e s erecta.
Hasil ekstraksi ternyata juga tidak sama dengan hasil
pencucian
jaringan
tanaman
lain dibuktikan oleh Leela
(leachate).
(1985).
Hal
Pada
ini
antara
analisis kimia
hasil pencucian daun dan biji Acanthospermm hispidum DC,
hanya ditemukan asam vanilat dan asam p-hydroxy
benzoat.
Hasil pencucian daun dan biji ini berpengaruh buruk terhadap perpanjangan akar dan pucuk
analisis
kimia
asam vanilat
asam
ekstrak
dan
p-coumarat
asam
dan
daun
dan
p-hydroxy
asam
jagung dan wheat.
biji,
selain
benzoat,
cafeat.
Pada
ditemukan
juga ditemukan
Dengan
hasil-hasil
25
seperti ini, nyata bahwa
fitotoksin yang telah terbukti,
lewat pembuktian dengan hasil ekstraksi jaringan tumbuhan,
menqharabat pertumbuhan tumbuhan lain, tidak dengan sendirinya berarti akan tercuci atau tereksudasi dari tumbuhan
ke
linqkungannya.
ekstraksi
dapat
Qasem dan Hill
mengabaikan
mendorong
difusi
Dengan ekstraksi,
dan
non-toksik,
kenyataan
bahwa
kimia
sejumlah
larut.
akan terikut material-material
toksik
senyawa-senyawa
yang
pelarut
dapat
serta
senyawa
(1989a) nenilai metode
yang
dapat
maupun
yang tidak dapat berdifusi.
Metode pembuktian alelopati yang juga umum digunakan
yaitu, pemberian atau pencampuran bagian-bagian atau sisasisa tumbuhan (residu) ke dalam tanah.
Pengaruh alelopati
ditimbulkan oleh senyawa alelopatik yang dilepaskan atau
yang
terbentuk
ketika
berlangsung
proses
dekomposisi.
Pemberian atau pencarnpuran residu tumbuhan ke dalam tanah
dapat
menimbulkan
permasalahan
yaitu
(Qasem dan
Hill,
1989a) :
1. Penambahan residu dalam
babkan
perubahan
menahan
(retensi)
tekstur
air.
jumlah besar, dapat menye-
medium
tumbuh,
Apabila
hara
dan
kemampuan
telah
diberikan
sebelumnya, air akan mencuci hara tersebut, sehingga akan
didapatkan perbedaan antara tumbuhan indikator yang mendapat perlakuan residu dengan yang tidak mendapatkan perlakuan itu.
2.
Perubahan
struktur
medium
dapat
mempengaruhi
26
perkembangan sistim perakaran.
Penamahan residu turbuhan ke medium tumbuh dapat
3.
mempengaruhi kemasaman (pH) tanah.
Pemberian residu tumbuhan, dapat
4.
bangan
mikro
organisme.
nikro
rnemacu
organisma
itu
perkemsendiri
menghasilkan senyawa fitotoksik, atau olah aktivitas mikro
organisme, senyawa fitotoksik yang dilepaskan dari jaringan tumbuhan berubah menjadi non-toksik.
Hal yang seba-
liknya dapat juga terjadi (Blum & gh, 1987).
Residu tumbuhan, dapat
5.
merupakan
substrat
yang
baik bagi perkembangan patogen akar tumbuhanMultiplikasi mikro organisme yang berlangsung
6.
cepat,
dapat
juga mengurangi
hara
tersedia dalam
tanah,
dan ha1 tersebut dapat membawa pada kondisi defisiensi.
Metode pembuktian alelopati dengan eksudat akar sudah
dilakukan oleh Sunarwidi (1982) dengan menggunakan metode
stair-sten.
Cara
lain
untuk
mendapatkan
eksudat
akar,
yaitu dengan metode CRETS (Continuous Boot Exudates T23zaQ=
ed;ng Svstem dari Tang dan Young (1982).
Pada metode ini,
tumbuhan sumber eksudat, ditanam pada medium pasir (hydrofonik).
Larutan
hara
dan
air
disirkulasikan
melalui
fasilitas sirkulasi tertentu yang dapat dihubungkan dengan
tabung resin XAD-4.
dikumpulkan
methanol.
dengan
Eksudat yang teradsorbsi oleh resin,
cara
mencuci
resin
tersebut
dengan
Eksudat yang terkumpul itu selanjutnya diguna-
kan pada pengujian perkecambahan.
27
~eidenhamer&
menentukan
(1989) melakukan penelitian untuk
keberadaan
dan
besaran
pengaruh
fitotoksik
dalam hubungannya dengan kerapatan tanaman (densitas), dan
pengaruh senyawa alelopatik terhadap hubungan densitas dan
hasil tanaman.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjuk-
kan bahwa pengaruh kompetisi, nampak pada hubungan densitas tanaman dan hasil tanaman.
tas tanaman, hasil
total
Dengan meningkatnya densi-
meningkat
secara
linier sampai
tanaman yang berdampingan mulai saling mengganggu.
Mele-
bihi densitas tertentu, terjadi reduksi pertumbuhan individual
luas
tanaman, sehingga diperoleh
lahan
yang
konstan.
Pada
hasil
total per
keadaan
unit
seperti
ini,
hubungan bobot rata-rata tanaman (dalam log) dengan densitas tanaman (dalam log)
adalah linier, dengan
(slooe, tanaen)
-1.
tinqgi,
lereng
besaran
Pada
tingkat
menjadi
densitas
-3/2.
kemiringan
yang
Karena
lebih
pola
ini
universal, maka dianggap pola ini adalah pola satu-satunya
yang
menerangkan
hubungan
densitas
total per unit luas lahan.
tanaman
dengan
Namun hasil-hasil
hasil
penelitian
selanjutnya, yang bermula dari penelitian Hirano dan Kira
pada spesis auto-toksik Prunus persica
( L ) Batsch, menun-
jukkan bahwa pengaruh fitotoksik dipengaruhi oleh densitas
tanaman
l d ~ n s i t y dependen%),
sehingga
hubungan
densitas
tanaman dan hasil total per unit luas lahan dapat menyimpang
dari
pola tersebut.
menerangkan
pengaruh
Pemikiran yang
fitotoksik
yang
diajukan untuk
tergantung
atau
28
atau dipengaruhi oleh densitas tanaman itu, adalah :
suatu
volume
tanah
tertentu
dimana
terdapat
Pada
sejumlah
fitotoksin, setiap tanaman yang tunbuh pada densitas yang
rendah
lebih
akan
mendapat
besar
toksin
dibandingkan
densitas tinggi.
tersedia
tanaman
dalam
yang
jumlah
ditanam
yang
dengan
Pada densitas yang tinggi, jumlah toksin
yang tersedia itu dapat diambil oleh lebih banyak tanaman,
sehingga
setiap
tanaman
hanya
jumlah
sedikit.
Dengan
toksik
dalam
demikian,
tanah, tanaman
diperoleh pada densitas yang
ukuran
yang
yang
rendah
densitas
lebih
memperoleh
rendah,
yang
oleh
berukuran
tinggi
(karena
tinggi
pada
yang
akan
dengan
densitas
tinggi), dan
kompetisi
Hasil penelitian Weidenhamer &
dalam
senyawa
tanaman
diperoleh
(karena fitotoksitas yang
yang
adanya
sedang, dan
akan
toksin
pada
menguat).
(1989) ini juga memper-
lihatkan bahwa fitotoksisitas berkurang dengan meningkatnya densitas.
hubungan
normal
Adanya fitotoksin, menyebabkan penyimpangan
hasil
dan
densitas
(universal) itu.
dari
bentuk
hubungan
yang
Pada konsentrasi fitotoksin yang
rendah sampai sedang, tangen hubungan densitas dan hasil
tanaman (keduanya dalam log) mengecil.
peneliti-peneliti
hubungan
hasil
ini
tanaman
berpendapat
(dalam
bahwa
log) dan
oleh karena
itu,
pendekatan
pola
densitas
(dalam
log) dapat digunakan sebagai indikator ada tidaknya senyawa fitotoksik dalam tanah.
Bentuk
percobaan
lapang yang juga
dapat
digunakan
29
untuk
mengetahui
ada
tidaknya
senyawa
fitotoksik
-
t series
tanah, yaitu percobaan dengan rancangan w
(Dekker !&
a, 1983).
Dengan
rancangan percobaan
Metode ini pertama kali diajukan oleh dewit.
sisnya
didasarkan
pada
ini.
(misalnya : tanaman,C
dilibatkan dua spesis tumbuhan
W).
dalam
asumsi
bahwa
hasil
dari
dan
Analisetiap
spesis dalam suatu pertanaman campuran adalah proporsional
denqan bagian sumber daya
nya.
Apabila
lingkungan yang dapat diambil-
pembagian sumber daya
itu tidak seimbang,
maka spesis yang lemah akan mendapatkan sedikit dibanding
yang
kuat.
Pada
model
ini,
kerapatan
(D) atau
tanaman per satuan luas lahan adalah konstan
jumlah
(C+W = D ) .
Kedua spesis ditanam monokultur dan campuran dengan beberapa variasi perbandingan C dan W.
Interpretasi hasil percobaan
dengan rancangan ini,
dilakukan dengan melihat pada respon tanaman yang ditanam
secara monokultur
dan
campuran.
Berbagai
bentuk
respon
yang mungkin diperoleh dari percobaan dengan rancangan ini
adalah :
1.
Respon hasil total tanaman campuran
dan
masing-
masing komponen spesis, dapat diprediksi dari kedua respon
monokultur.
Respon seperti ini dapat terjadi apabila :
a). Masing-masing tanaman tidak saling mengganggu atau berinteraksi.
b).
mengganggu
Apabila kemampuan kedua spesis untuk saling
sama
(equivalen).
Dengan
perkataan
lain,
30
interferensi
interspesifik
intraspesifik.
Hubungan
sebagai
exclusive.
2.
seimbang
seperti
dengan
interfsrensi
ini disebut
Interaksi d ens at or^.
oleh dewit
Pada bentuk interaksi
seperti ini. suatu spesis dalam tanaman campuran memperoleh keuntungan dari atau atas kerugian spesis yang lain.
Namun besarnya keuntungan dan kerugian yang dialami oleh
masing-masing
spesis
adalah
seimbang.
Disini,
respon
total tanaman campuran tidak dapat diprediksi dari respon
monokultur.
terhadap
Interaksi
suatu
faktor
ini
terjadi
tumbuh berbeda,
apabila
atau
kebutuhan
apabila
efi-
siensi untuk mendapatkan faktor tumbuh berbeda.
3.
Interaksi komplementer.
Interaksi ini terjadi
karena keuntungan yang diperoleh suatu spesis tidak seimbang dengan kerugian yang dialami oleh spesis yang lain.
Hasil total tanaman campuran, dan hasil dari masing-masinq
komponen spesis tidak dapat diprediksi dari respon monokultur.
Interaksi komplementer, dapat berbentuk
(komplementasi positip).
positip
Pada interaksi ini, hasil total
tanaman campuran lebih besar dari hasil rata-rata komponen
tanaman monokultur.
Komplementasi positip terjadi apabila
berlangsung hubungan simbiosis, dimana suatu spesis menguntungkan
spesis
yang
saling menguntungkan.
lain,
atau
masing-masing
Selain komplementasi positip, dapat
juga terjadi interaksi komplementasi negatip.
plementasi
spesis
Pada kom-
ini, hasil total tanaman campuran lebih
kecil
31
dari hasil rata-rata komponen tanaman monokultur.
aksi
ini
dapat
terjadi
karena
suatu
spesis
Inter-
memproduksi
toksin yang mengurangi pertumbuhan spesis lain atau keduaduanya (alelopati).
Fuerst dan Putnam
(1983),
rnengajukan beberapa
ha1
yang dipandang perlu untuk membuktikan interferensi alelopatik, yaitu :
1.
Tunjukkan adanya interferensi dengan mengidenti-
fikasi gejala dari interferensi, dan apabila perlu, quantifikasikan taraf interferensi itu.
2.
toksin.
Isolasi, assay, karakterisasikan, dan sintesiskan
Isolasi senyawa toksik adalah tahap awal
mendapatkan bukti
langsung bahwa
karena senyawa kimiawi.
untuk
interferensi itu adalah
Hal ini perlu dilakukan hati-hati
agar supaya senyawa yang tidak dilepas oleh tumbuhan atau
saprofit
secara
alamiah,
tidak
mengkontaminasi
preparat
toksin.
3.
Gejala interferensi yang telah didiagnosa, harus
dapat terulanq dengan pemberian toksin dalam
jumlah
yang
ada secara alamiah, dan pada stadia tumbuh yang tepat dari
tumbuhan uji.
Ini akan menunjukkan bahwa gejala tersebut
dapat direproduksi hanya oleh toksin.
4.
Pelepasan, pergerakan, dan pengambilan
(uatake)
toksin harus dimonitor dan nampak memadai untuk interferensi yang diamati.
Terpenuhinya
kriteria-kriteria
ini,
memungkinkan
32
pengambilan kesimpulan bahwa toksin yang dilepas, konsentrasinya cukup untuk bergerak melewati berbagai penghambat
(miers),
dapat
apakah
diambil
oleh
melalui
tumbuhan
air
atau
penerima
udara,
dalam
dan
apakah
jumlah
yang
cukup untuk menimbulkan keracunan bagi tumbuhan penerima.
SAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Sub Balai
Penelitian
Kelapa
Pakuwon,
pelaksanaan penelitian
Sukabumi
27 bulan,
Jawa
Barat.
Waktu
yaitu dari Oktober
1991
sampai dengan Januari 1994.
Uetode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ini. telah dilaksanakan beberapa percobaan, yaitu : percobaan pot, percobaan
lapang, dan percobaan perkecambahan.
Percobaan L : Percobaan pot.
Tujuan percobaan ini adalah :
1.
Untuk membuktikan bahwa faktor alelopati berperan
dalam kehilangan hasil pertanaman
kedua dalam pola tanam
jahe beruntun.
2.
Untuk menetapkan besarnya kehilangan
hasil
jahe
oleh faktor alelopati.
3.
Untuk menentukan populasi maksimum dan saat tanam
pertanaman jahe kedua dalam pola tanam jahe beruntun.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, percobaan ini
dilaksanakan sebagai berikut :
1.
kantong
Percobaan dilakukan pada pot
plastik,
lebar
1 m
yang
clan panjang
diisi tanah, diperoleh pot dengan
terbuat
0.75
diameter
m.
kurang
dari
Setelah
lebih
34
63 cm dan tinggi tanah
25-30
diberi lobang untuk drainase.
cm.
Pada bagian dasar pot
Tanah yang digunakan adalah
tanah yang diambil langsung dari lapang.
2.
Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu :
2.1.
Populasi tanaman (faktor A), dengan 3 taraf
yaitu :
2.2.
A.1
= 1 tanaman/pot.
A.2
= 3 tanaman/pot.
A.3
= 5 tanaman/pot.
Selang waktu panen pertanaman pertama
waktu tanam p e r t a n a m a n
kedua
dan
(faktor B),
dengan 3 taraf yaitu :
B.1
= 1 bulan.
3.2 = 2 bulan.
B.3
= 3 bulan.
Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 ulangan.
Percobaan ini dilakukan dalam 2
unit, masing-masing untuk umur panen tanaman pertama 4 dan
7 bulan.
3.
Peubah yang diamati adalah :
3.1.
Bobot kerinq
tanaman.
Dihitung
dengan
menjumlahkan bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering rimpang.
3.2.
Hasil tanaman, yaitu bobot basah dan kering
rimpang.
4.
Budidaya
pertanaman pertama
dilakukan
sebagai
35
berikut :
Bibit jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-
pang tanaman berumur kurang lebih 9 bulan.
nam, bibit disemai selama 3 minggu.
Sebelum dita-
Bibit yang digunakan,
berbentuk potongan rimpang dengan berat kurang lsbih 50 g.
Sebelum ditanam, bibit direndam dalam larutan bakterisida
Agrimycin 15/1.5
jam.
WP
(1.2
g/l
air) selama kurang lebih 12
Pada saat tanam, digunakan satu bibit setiap pot.
Kapur pertanian, diberikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400
ton/ha (31.81 g/pot).
kg
N/ha
setara
dibagi
dalam
bulan,
dimulai
pertama
dan
pemberian
dengan
kali
tiga
dari
kedua
ketiga
1
28.28
g
urea/pot.
pemberian
bulan
dengan
sesudah
masing-masing
sebanyak
14.14
Pupuk
g
ini
selang waktu
tanam.
7.07
N
g
Pemberian
urea/pot,
urea/pot.
1
dan
Dilakukan
juga pemupukan P sebanyak 600 kg P/ha yang setara dengan
96.50
g TSP/pot.
Pupuk kalium diberikan sebanyak 415 kg
K/ha yang setara dengan 26.51 g/pot.
pupuk
kandang
sapi
diberikan
Pupuk organik berupa
sebanyak
20
ton/ha
yang
setara dengan 480 g/pot, dan sekam padi diberikan sebanyak
5 ton/ha
yang setara dengan 120 g/pot.
Selain
sekam padi
yang ditempatkan pada lobang tanam, pupuk P, K, dan organik
dicampur
dengan
tanah
sehari
sebelum
tanam.
Untuk
menanggulangi hama dan penyakit tanaman, selain digunakan
Agrimycin 15/1.5
WP, digunakan juga fungisida Dithane, dan
insektisida Furadan 3 G.
Pada setiap pot diupayakan gulma
minimal dan dilakukan penyiraman apabila diperlukan. Panen
pertanaman pertama dilakukan. pada
umur 7 bulan.
Kecuali
akar, semua sisa tanaman diangkut keluar pada saat
panen.
Pertanaman pertama ini hanya ditanam pada separuh jumlah
pot yang disediakan untuk percobaan ini.
5.
dan
Pertanaman kedua yang ditanam pada selang waktu
jumlah
bibit
sesuai
perlakuan,
mendapat
perlakuan
budidaya sama seperti pada tanaman pertama, kecuali pemupukan P, K, organik, dan pemberian sekam.
6.
regresi
Anelisis data dilakukan dengan Sidik Ragam, relinier,
dan
uji
homogenitas
koefisien
regresi
linier (Gomez dan Gomez, 1976).
Percobaan LX : Percobaan lapang.
Tujuan percobaan ini adafah sama dengan tujuan percobaan
pot.
Untuk
mencapai
tujuan-tujuan
tersebut,
maka
percobaan ini dilakukan sebagai berikut :
1.
Faktor
Percobaan ini adalah percobaan
pertama
adalah
saat
panen
faktorial
pertanaman
3
x 3.
pertama
(faktor A), yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu :
A.1
=
Panen
A.2
=
Panen 7 bulan.
A.3
=
Panen 10 bulan.
4
bulan.
Faktor kedua adalah populasi pertanaman kedua
(faktor B),
yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
B.1
=
50 000 tanaman/ha, jarak
40 cm.
tanam
50 cm
x
B.2
=
62 500 tanaman/ha,
jarak
tanam
40 cm x
jarak
tanam
20 cm x
40 cm.
= 125 000 tanaman/ha,
B.3
40 cm.
Rancangan
ulangan
percobaan
.
Peubah
adalah Acak
yang
diamati
Kelompok
adalah
(RAK)
daya
dengan
(%)
4
tumbuh
bibit, bobot kering tanaman, bobot basah dan kering rimPang
Percobaan ini dilakukan pada lahan bekas ditanami ja-
he clan yang tidak ditanami jahe sebelumnya.
real
yang
diolah
gulma
tersedia
sampai
diperoleh
minimal.
bagian
disiapkan
Areal
dipisahkan
sebagai
struktur
dibagi
saluran
4
berikut
tanah
yang
bagian.
selebar
:
Areal
gembur
dan
Masing-masing
m.
1
Untuk itu a-
Setiap
bagian
diperlakukan sama, kecuali satu ha1 yaitu pada dua bagian
ditanami
jahe sebagai pertanaman
lainnya tidak ditanami.
pertama
dan dud
baqian
Pada setiap bagian itu dibuat 36
petak dengan ukuran masing-masinq
petak
4.50
m x 3.00
m
Jarak antara petak adalah 0.50 m.
2.
berikut
Budidaya pertanaman
: Bibit
pertama dilakukan sebagai
jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-
pang tanaman berurnur kurang lebih 9 bulan.
Sebelum dita-
nam bibit disemai selama 3 minggu.
Bibit yang digunakan
berupa
kurang
Sebelum
15/1.5
potongan
ditanam,
rimpang
bibit
berukuran
direndam
dalam
WP selama kurang lebih 12 jam.
lebih
50
g.
larutan Agrimycin
Kapur pertanian di-
38
berikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1 ton/ha yang setara
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400
dengan
1350 g/petak.
kg N/ha
yang setara dengan 1200 g urea/petak.
dibagi dalam
tig
Latar Belakang
Jahe
( Z i n g i b e r officinale Rosc) mendapat
karena meningkatnya permintaan ekspor.
perhatian
Mengutip data Biro
Pusat Statistik, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)
Departemen Perdagangan Republik
berbagai produk jahe
an) terus meningkat.
(
Indonesia mencatat ekspor
jahe segar , jahe kering , jahe olahTabel 1 memperlihatkan perkembangan
ekspor jahe dalam jangka waktu I1 tahun (1981-1991) sebagai berikut :
Tabel 1.
Perkembangan ekspor jahe tahun 1981-1991
(BPEN, 1992).
..................................................
Tahun
Volume (ton)
Nilai ( S U S )
..................................................
Dilihat
dari
nilai
ekspor
jahe dunia,
maka
nilai
ekspor jahe Indonesia pada tahun 19 90 hanya mencapai 6.69
persen.
Angka
ini
walaupun
menunjukkan kemajuan ekspor
tahun sebelumnya
masih
kecil,
jahe Indonesia.
(1986-1989)
pangsa
pasar
namun
telah
Pada tahunekspor
jahe
2
Indonesia adalah : 0.33,
0.79
1.06,
dan 1.14
Masih
%.
kecilnya pangsa pasar ekspor jahe yang dapat diraih Indonesia,
dapat
menjadi
petunjuk
antara
lain
masih
kurang
tersedianya produk jahe siap ekspor.
Upaya meningkatkan produksi jahe untuk ekspor, dapat
dilakukan
dengan
memperluas
areal
tanam,
dengan
membuka
areal baru atau dengan meningkatkan intensitas pemanfaatan
lahan melalui penerapan pola tanam beruntun.
Hasil pene-
litian Wiroatmodjo (1990) pada tanaman jahe varitas Badak,
menunjukkan bahwa persyaratan produk jahe ekspor, khususnya
yang
tidak
berserat,
dapat
dicapai
dipanen paling lambat pada umur 4 bulan.
apabila
tanaman
Pada umur tanam-
an lebih dari 4 bulan, kadar serat rimpang rneningkat, dan
peningkatan yang tajam terjadi mulai umur 6 bulan.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
ada peluang
untuk memanfaatkan lahan lebih dari satu kali dalam setahun untuk tanaman jahe dengan pola tanam beruntun.
sitas
pemanfaatan
lahan
yang
bagi upaya untuk menjamin
secara
teratur
dan
meningkat,
penyediaan
dengan
khususnya
jahe
dalam
Tetapi apakah jahe dapat ditanam
atau diusahakan secara beruntun
tetap
berarti
produk tanaman
berkesinambunqan,
keadaan lahan terbatas.
sangat
Inten-
produktivitas
pada sebidang lahan yang
yang
relatip
stabil,
masih
perlu dipelajari.
Kegagalan atau kehilangan hasil
tanaman dalam
tanam beruntun telah banyak dilaporkan, di antaranya
pols
yang
3
dilaporkan oleh Young dan Chen (1989) terjadi pada tanaman
asparagus
(Asparagus officinalis).
atau
tanam
pola
berturut-turut
dilihat
dengan
pada
sebaqai
jenis tanaman
sebidang
pola
produktivitas lahan.
Pola tanam beruntun,
lahan
tanam
yanq
yang
yang
sama
secara
tetap,
cenderung
sering
menurunkan
Seminar Internasional tentang kehi-
langan hasil
tanaman pada
penanaman
terus menerus
dilakukan di
Suweon-Korea
tahun
(Food
Technologi Center,
1989
1989) merumuskan
bahwa
&
yang
Fertilizer
penyebab kehi-
langan hasil pada pola tanam beruntun adalah sangat rumit
dan belum sepenuhnya dipahami.
Di antaranya adalah kesu-
buran tanah yanq menurun atau ketersediaan hara yang tidak
seimbang,
perubahan
kemasaman
tanah
(pH)
dan
struktur
tanah, berkembangnya populasi patogen spesifik dan serangga
hama,
serta
pengaruh
fitotoksik
dari
tanaman
yang
mendahului.
Tanaman jahe tidak biasanya diusahakan secara beruntun. Walaupun di India penanaman jahe dilakukan secara beruntun dengan selang waktu 3-4 bulan setelah panen pertanaman pertama umur 8-9 bulan
(Douglas, 1973), namun menu-
rut Aycardo
jahe tidak dianjurkan
ditanam
(1979), tanaman
secara
beruntun,
dengan
dan berkurangnya hara N dan K.
adalah 149.5 dan 157.1
kg/ha.
penyakit
tanaman
Jahe mengabsorbsi N dan K
dalam jumlah besar dari tanah.
hasil rimpang basah 37 ton/ha
alasan
untuk
,
Dicontohkan bahwa
dengan
N dan K 2 0 yang diabsorbsi
Penelitian
an do no (1990)
4
dengan pemupukan Urea 800 kg/ha,
500
kg/ha,
menunjukkan
bahwa
P205 600 kg/ha,
hasil
jahe
dan K ~ O
(dalam bobot
rimpang basah) pertanaman kedua yang ditanam dengan selang
waktu satu bulan setelah panen pertanaman pertama umur 4
bulan,
turun
memberi
but.
sebesar
Penelitian
%.
65-75
ini
petunjuk tentang penyebab kehilangan hasil terseKerusakan
atau
kematian
tanaman
oleh
hama
penyakit tanaman tidak dilaporkan sebagai faktor
turunnya
hasil
digunakan
dengan
belum
untuk
bibit
Demikian
itu.
pertanaman
yang
juga
Perlakuan
kedua
digunakan
dengan
kualitas
dan
relatif
untuk
pemupukan
penyebab
bibit
tidak
pertanaman
dan
pemberian
atau
yang
berbeda
pertama.
air.
Atas
dasar pengamatan itu, diduga ada faktor lain selain hama,
penyakit, dan unsur hara yang menyebabkan
jahe pertanaman
hasil
analisis
Wiroatmodjo
terhadap
lanjut
(1992)
(slone) kurva
dan
kedua
kedua.
data
bobot
tanaman
Tangen
pola
kurva
tanam
Handono
manunjukkan
respon
populasi
dalam
(log) dari
respon
kecil dari pertanaman pertama.
beruntun.
(1989)
adanya
kering
turunnya hasil
Dari
tersebut,
perbedaan
tangen
(log) hasil
tanaman
pertanaman
pertama
pertanaman
kedua
lebih
Gejala ini oleh Weidenham-
er, Hartnett dan Romeo (1989) disebutkan sebagai pertanda
adanya peng-aruh fitotoksin.
(1992) melihat
dalam
kemungkinan
kehilangan hasil
jahe beruntun.
(1993)
Oleh karena itu, Wiroatmodjo
berperannya
pertanaman
Namun dari hasil
kedua
faktor
pada
penelitian
alelopati
pola
tanam
~aniswari
5
nyata bahwa residu rimpang jahe tidak mempenqaruhi pertumbuhan dan hasil jahe.
Kasus alelopati pada
dilaporkan.
rimpang
Hasil
jahe
menunjukkan
jahe
analisis
segar
yang
sampai sejauh ini belum
komposisi
dilakukan
minyak
oleh
esensial
Sakamura
(1987)
bahwa minyak esensial yang ada dalam rimpang
segar umur 3 dan 7 bulan, adalah dari kelompok terpenoid,
khususnya
monoterpen
dan
sesquiterpen.
Pada
kelompok
monoterpen, terdapat antara lain senyawa-senyawa a-pinene,
A -pinene, camphene, dan 1.8-cineole.
quiterpen ada
A-bisabolene.
Pada kelompok ses-
Dari hasil-hasil
berbagai sumber yang dikumpulkan
oleh Rice
penelitian
telah
(1974),
terbukti bahwa senyawa-senyawa camphene, cineole, a-pinene
dan
A-pinene adalah zat
(volatills
.
. .
)
penghambat
yang
yang
dihasilkan
oleh
dapat
menguap
Selvia
leu-
cophylla, S. apiana, dan S. mellifera.
Selain itu telah
terbukti juga bahwa cineole,
A-pinene, adalah
a-pinene,
zat penghambat yang dihasilkan oleh Eucalyptus camaldulen-
sis.
vitas
Cineole dan
alelopatik
a-pinene adalah terpenting dalam aktidari
spesis
tumbuhan
ini
karena
sorbsi oleh tanah dalam jumlah yang cukup nyata.
diad-
Senyawa
bisabolene dibuktikan sebagai zat penghambat yang dihasilkan oleh Artemisia absinthina.
Dari hasil-hasil
oleh
Rice
penelitian yang telah dikumpulkan
(1974) itu,
hasil
analisis
komposisi
esensial rimpang jahe segar yang dilakukan
oleh
minyak
Sakamura
6
(1987),
dan
hasil
penelitian
Wiroatmodjo
(1992),
maka
diduga tanaman jahe dapat melepaskan senyawa-senyawa yang
potensial untuk bersifat alelopatik ke lingkungannya, dan
berpengaruh
sebagai
Apabila
terhadap
pertanaman
pengaruh
hasil
kedua
alelopati
tanaman
dalam
jahe
pola
itu nyata,
yang
tanam
maka
ditanam
beruntun.
perlu
penye-
suaian komponen tehnologi dalam pola tanam jahe beruntun,
serta penyesuaian
dalam
pola
tanam
yang memasukkan
jahe
sebagai salah satu komponen tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakuRan dengan tujuan :
I. Membuktikan terjadinya kehilangan hasil pada per-
tanaman jahe kedua dalam pola tanam beruntun.
2. Menetapkan besarnya
kedua
kehilangan hasil
pertanaman
.
3. Membuktikan bahwa faktor alelopati berpengaruh da-
lam kehilangan hasil jahe tersebut.
4.
Menentukan saat tanam pertanaman jahe kedua dalam
pola tanam beruntun, sebaqai upaya memperkecil kehilangan
hasil oleh faktor alelopati
.
Hipotesis
Hipotesis yanq disusun untuk penelitian ini adalah :
1.
Terjadi kehilangan hasil
pada
tanaman jahe yang
ditanam sebagai pertanaman kedua dalam pola tanam beruntun.
2.
Faktor alelopati berpengaruh dalam kehilangan ha-
sil tersebut.
3.
Pengaturan saat tanam pertanaman kedua, dapat mem-
perkecil kehilangan hasil karena faktor alelopati.
TtNJAUAN PUSTAKA
Pemahaman Tentanq Arti Alelopati
Adanya senyawa toksik yang dilepaskan ke dalam tanah
oleh
akar
spesis
tumbuhan dan mempengaruhi
yang
sama
atau
berbeda,
tumbuhan
telah
lama
lain dalam
diamati
(Bor-
dilaporkan, antara lain oleh Plank pada tahun 1795
ner,
Hal
1960).
yang
tersebut
digunakan
tahun
1937,
sebagai
menjelaskan
untuk
(msickness)
bermasalwsakit
Pada
dikenal
Molisch
teori
dan
toksik
masalah
tanah
atau infertilitas tanah.
menggunakan
istilah
alelopati
pada publikasinya tentang pengaruh suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lainnya.
Dalam pengertian awalnya, istilah itu menunjuk pada
interaksi dari semua organisme tumbuhan, baik mikro organisme maupun tumbuhan tingkat tinggi, yang disebabkan oleh
produk-produk
metabolisme
tumbuhan.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, ditampilkan berbagai istilah untuk menyatakan*
zat
penghambat
tipe tumbuhan
ruhi.
yang
terlibat
penghasil
dalam
alelopati,
berdasar
clan tipe tumbuhan yang
dipenga-
Oleh Grummer (dalam Borner ,1960) dan Rice
diajukan istilah
. .
m t l b l o t ik
untuk senyawa yang
(1974),
dihasilkan
oleh mikro organisme dan berpengaruh pada mikro organisme.
Untuk senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tingqi
dan efektip
diajukan
w.
untuk mikro organisme digunakan istilah yang
oleh Waksman pada tahun
Istilah
masmin
1937
yang diajukan
yaitu
phvton -
oleh Gaumann
dan
9
dan
Jaag
pada
tahun
1946, digunakan
untuk
senyawa
yang
dihasilkan oleh mikro organisme dan efektip untuk tumbuhan
tingkat tinggi.
Sedang untuk senyawa yang dihasilkan oleh
tumbuhan tingkat tinggi dan efektip untuk tumbuhan tingkat
tinggi Grummer mengajukan istilah koline, namun Rademacher
pada
tahun
1957
menggunakan
(1969). Whittaker
dan
Feeny
istilah
alelopati.
Tukey
(1971), menggunakan
istilah
alelopati untuk interaksi biokimia yang melibatkan senyawa
yang dilepas oleh suatu tumbuhan yang berpengaruh negatip
terhadap tumbuhan yang lain.
Apabila Nolisch menggunakan
istilah alelopati untuk menyatakan interaksi biokimia yang
saling
merugikan
maupun
yang
saling
menguntungkan,
bertolak dari arti kata alelopati yang berasal
Yunani yang berarti saling merugikan
each other, pathos
yang
lain,
Rice
(1974)
serta
Young
=
dan
all el^
dari kata
= satu dengan
menderita,
Chen
maka
sufferinq),
(1989)
menggunakan
istilah alelopati untuk interaksi biokimia yang merugikan.
Fuerst dan Putnam
(1983) menggunakan istilah p h v t ~inhi-
bitin untuk senyawa toksik yang dihasilkan oleh
tumbuhan
senyawa
yang
toksik
jaringan
masih
yang
tumbuhan.
menggantikan
hidup,
dilepaskan
maka
.
dari
proses
ini
istilah koline dan marasmin.
untuk
. . .
~ ~ Q Z ~Q
nhxhltln
Istilah-istilah
batasan atau pengertian
but,
dan
jaringan
untuk
pembusukan
diajukan
untuk
Dari beberapa
tentang istilah alelopati terse-
penelitian
alelopati dalam interaksi
antara
ini
digunakan
istilah
tumbuhan tinqkat tinggi
10
yang di dalamnya senyawa kimia yang dilepaskan oleh suatu
tumbuhan ke
potensial
lingkungannya,
terhadap tumbuhan
spesis berbeda
lainnya dalam
yang
tluabuh
berpengaruh
suatu
atau
negatip
spesis atau dalam
ditanam
bersamaan
atau
yang ditanam kemudian.
Ada peneliti-peneliti yang memasukkan interaksi alelopati ini sebagai salah satu bentuk dari kompetisi (Rice,
1974
;
Sunarwidi,
kompetisi
adalah
1982).
suatu
Secara
mekanisme
umum
diketahui
dimana
suatu
bahwa
tanaman
mengambil sejumlah faktor esensial seperti hara, air, dan
cahaya
sampai
menjadi
sangat
pada
taraf
dimana
terbatas untuk
lain pada lahan yang sama.
faktor-faktor
pertumbuhan
tersebut
tumbuhan
yang
Berdasarkan pengertian istilah
kompetisi seperti ini, maka
alelopati bukan suatu bentuk
kompetisi.
Alasan memasukkan alelopati sebagai suatu bentuk kompetisi bertolak dari difinisi Schreiber yang diajukan pada
tahun 1967 (Sunarwidi, 1982) tentang kompetisi yang menyatakan bahwa kompetisi itu merupakan pengaruh faktor lingkungan
yang
tumbuhan
termodifikasi
yang
lain.
alelopati
dan
mendukung
penggunaan
untuk
Dengan
kompetisi
menyatakan
oleh
adanya
seperti
istilah
semua
suatu
terhadap
pemahaman
tentang
maka
Rice
(1974)
interferensi
dari
Huller
pengaruh
itu,
tumbuhan,
merugikan
tumbuhan terhadap tumbuhan yang lain.
dari
suatu
11
Senyawa Alelopati dan Pelepasannya
Suatu jenis senyawa alelopatik, tidak selalu bersifat
toksik untuk semua jenis tumbuhan.
trans-sinamat
yang
tetcuci
dari
argentaturn, sangat toksik bagi
itu
sendiri
tumbuhan
sehingga
tersebut,
(Rovira, 1969; Tukey,
daun-daun
pertumbuhan
menghambat
namun
Sebagai contoh, asam
tidak
1969).
Partheniurn
akar tumbuhan
pertumbuhan
lanjut
berpengaruh
pada
tomat
yaitu
hasil
Contoh
lain
dari
penelitian dari Leela (1985) yang menunjukkan bahwa hasil
pencucian
DC,
(leachate) daun dan biji Acantospermvm hispidurn
menghambat
dan
pertumbuhan
pucuk
(shoot) dari
areenaram, namun tidak berpengaruh
ruskmelon
pada pertumbuhan
pucuk french beans.
Senyawa alelopatik dapat ditemukan pada semua bagian
atau organ tumbuhan.
Moreland dan Novitzky
(1987) mela-
porkan adanya 3 jenis flavonoid yaitu quercetin, luteolin,
dan
taxifolin,
pada
daun, kulit,
dari tumbuhan berpembuluh.
patik
pada
organ-organ
kayu,
biji,
dan
bunga
Namun kandungan senyawa alelo-
tumbuhan
itu
berbeda
(Qasem dan
Abu-Irmaileh, 1985).
Senyawa organik yang berperan sebagai penghambat
hibitor)
sangat
beragam.
(1971),
senyawa
organik
Menurut
yang
Whittaker
bersifat
dan
(inFeeny
penghambat
itu
adalah senyawa sekunder dalam arti senyawa tersebut terdapatnya
secara sporadik, dan tidak nampak
metabolisme dasar dari organisme.
berperan
Sebagai contoh,
dalam
dapat
dikemukakan hal-ha1 berikut :
Senyawa-senyawa
-
camphene, 1,8
noid,
A
dan
penghambat
a -pinene,
-pinene,
0
cineole, adalah senyawa-senyawa monoterpe-
-bisabolene
adalah senyawa
sesquiterpenoid
(Sakamura, 1987: Vickery dan Vickery, 1981) yang dihasilkan dari lintasan asetat mevalonat.
Scopoletin dan hyos-
cyamin yang diisolasi dari hasil pencucian daun dan biji
Datura
stramoniua
L
dan
terbukti
bersifat
alelopatik
terhadap sejumlah spesis tumbuhan, adalah alkaloid tropane
yang dihasilkan melalui lintasan asam shikimat (Lovett dan
Potts , 1987 ; Vickery dan Vickery,
1981)
.
Asam-asam
vani-
lat, p-coumarat, chlorogenat, dan ferulat, hasil ekstraksi
Parthemum hysterophorus yang ternyata berpengaruh negatip
terhadap bobot
esculentum)
kering akar dan pucuk
adalah
senyawa
fenolat
tomat
yang
(Lycopersicum
dihasilkan
dari
lintasan shikimat (Wondimagegnehu Mersie dan Singh, 1987;
Vickery dan Vickery,
tat,
oleat,
stearat,
1981).
Senyawa-senyawa
arahidat,
yang
asam miris-
diidentifikasi
pada ekstrak residu Polygonurn aviculare
( L ) dan
ada
terbukti
menghambat pertumbuhan bibit Cynodon dactylon ( L ) , adalah
asam-asam
malonat
yang
terbentuk
(Alsaadawi, Rice,
Vickery,
patik,
lemak
1981).
maka
dan
aelalui
Karns,
lintasan
1983;
Vickery
Karena beragamnya senyawa-senyawa
Rice
(1974)
membuat
senyawa tersebut yang terdiri dari
asetat
penggolongan
dart
alelo-
senyawa-
15 golongan, termasuk
satu golongan yang akan memuat senyawa-senyawa yang
belum
13
jelas golongannya.
Senyawa alelopatik yang terdapat dalam tanah, dapat
terbentuk
dari
tumbuhan.
Hal
Senyawa
kulit
senyawa
tersebut
phlorizin,
akar
alelopatik
alelopatik bagi
dibuktikan
adalah
tumbuhan
yang
dan
tumbuhan apel
terbukti
dalam
bersifat
sendiri, yaitu mempe-
senyawa
ini diuraikan oleh mikro organisme,
diperoleh
oleh
(1960).
terdapat
pertumbuhan
ini
dan
yang
telah
itu
Borner
ngaruhi
uraian
akar
oleh
senyawa
apel,
dilepaskan
batang.
senyawa-senyawa
Di
dalam
tanah,
Dari
phloretin,
peng-
asam
p-
hydroxyhydrocinamat, asam p-hydroxybenzoat, dan phloroglucinol.
Dalam
phloroqlucinol
pertuarbuhan
pengujian
dan
lanjut
terbukti
senyawa-senyawa
akar.
Hambatan
yang
bahwa
lain
senyawa
menghambat
terhadap pertumbuhan
batang
hanya terjadi oleh senyawa-senyawa
phlorezin dan phlore-
tin.
lain yang juga bersi-
Dengan adanya senyawa-senyawa
fat toksik selain phlorizin, maka
tumbuhan
bertambah.
Borner
hambatan terhadap perjuga
(1960)
mencatat
dari
penelitian Patrick pada tahun 1955 bahwa dari senyawa nontoksik
yang
dilepaskan
oleh
tumbuhan
ke
lingkungannya,
dapat terbentuk senyawa toksik dengan perantaraan aktivitas mikro organisme.
Amygladin, suatu senyawa yang terda-
pat pada kulit akar
adalah non-toksik pada kecambah
Peachorganisme
Produk
yaitu
perombakan
senyawa
benzaldehyde
toksik untuk kecambah
m.
tersebut
oleh
memperlihatkan
mikro
pengaruh
14
Senyawa-senyawa
metabolik
yang
berpotensi
sebagai
alelopatik, lepas dari tanaman ke lingkungannya melalui
beberapa cara.
Untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap,
seperti senyawa terpenoid (canphene, pinene), pelepasannya
melalui
berlangsung
penguapan.
Daun
dan
bagian-bagian
lain dari turnbuhan dapat jatuh ke tanah kemudian mengalami
dekomposisi.
Dari proses ini dilepaskan berbagai senyawa
metabolik termasuk senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
senyawa
alelopatik.
Senyawa-senyawa
ini
dapat
secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap tumbuhan
yang
lain
kemudian.
yang
berada
disekitarnya
Pengaruh yang
berlangsungnya
dekomposisi
tidak
atau
yang
ditanam
langsung terjadi karena
lanjut
dari
senyawa-senyawa
tersebut menjadi produk yang lain dari pada produk awal,
yang
dapat
mengganggu
pertumbuhan
tumbuhan
yang
lain.
Senyawa metabolik dapat juga lepas dari jaringan tumbuhan
melalui eksudasi pada berbagai organ tumbuhan.
Senyawa
yang dieksudasi oleh organ-organ tumbuhan di atas tanah
dapat tercuci oleh adanya hujan atau embun dan jatuh ke
tanah, sedang pada eksudasi akar senyawa metabolik langsung lepas ke tanah.
Eksudasi akar ini berlangsung pada
akar tumbuhan yanq utuh dan pada semua bagian akar, dengan
proporsi terbesar pada bagian ujung akar.
Pada kondisi
pertumbuhan normal, menurut Tang dan Young (1982), eksudasi akar merupakan mekanisme utama pelepasan senyawa metabolik ke rizosfer.
15
Dengan mengambil contoh suatu hasil
menemukan bahwa
siklus
basah
dan
penelitian
yang
kering menyebabkan
pelepasan asam amino yang lebih banyak daripada yang biasa
terjadi pada
kondisi
kelembaban
tanah yang
tetap, Woods
(1961) menyatakan bahwa jumlah material yang disksudasikan
adalah fungsi dari keadaan lingkungan.
Dari hasil-hasil
penelitian berbagai sumber, Rovira (1969). Hale dan Moore
mencatat
(1979)
berbagai
pengaruh
lingkungan
senyawa penghambat yang dihasilkan oleh tumbuhan.
faktor
tersebut
: radiasi
adalah
terhadap
Faktor-
(kualitas, intensitas,
dan panjang hari), defisiensi hara (B,Ca, Mg, N, P, K,S),
stres air, suhu.
Umur organ tumbuhan ternyata juqa mem-
pengaruhi senyawa penqhambat yang dihasilkan.
Pengaruh Senyawa Alelopatik
Senyawa alelopatik menginduksi berbagai perubahan dalam pertumbuhan
itu
dapat
dan proses fisiologi tumbuhan. Perubahan
terjadi pada
pertumbuhan,
mulai
Einhellig, 1987).
tumbuhan yang
suatu
tahap
perkecambahan
dari
terjadi
oleh
pengaruh
perkecambahan
tumbuhan akar dan pucuk kecambah,
mer.
sebagai
bukan
Kejadian-kejadian
terhadap
beberapa
benih
tahap
(Kobza dan
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
seperti terhambatnya
disebutkan
atau
pembelahan dan
kejadian
senyawa
alelopatik,
atau tertekannya peroleh beberapa
peneliti
atau manifestasi
pri-
primer itu, dapat berupa hambatan
pembesaran sel, fotosintesis clan
16
respirasi,
dan
kegiatan-kegiatan
adanya ensim.
Lovett dan Potts
yang
berlangsung
(1987) melakukan
oleh
peneli-
tian dengan tujuan mempelajari pengaruh primer dari senyawa
alelopatik
Datura
Senyawa ini terdapat pada
bersama-sama
dengan
toksik
sejumlah
untuk
penelitian
sekunder
adalah
hasil
pencucian
hyociamine,
spesis
sebelumnya
dari
(L) yaitu
stramonium
telah
senyawa
terhambatnya
dan
scopolamine.
biji
dan daun
terbukti
bersifat
tumbuhan.
Dari
beberapa
dilaporkan
bahwa
pengaruh
alelopatik
Datura
perkecambahan
dan
stramonium
pertumbuhan
(L)
awal
radikula, dan pengaruh primernya adalah menghambat metabolisme
makanan
makanan
cadangan.
cadangan
diduqa
pelepasan
ensim
cadangan,
misalnya
yang
berfungsi
benih
sereal.
yang
Pengaruh
melalui
mekanisme
terlibat dalam
sintesis
pada
terhadap
dan
penguraian
Hasil
penelitian
sintesis
penggunaan
pelepasan
pati
metabolisme
dalam
ini
dan
makanan
alpha-amilase
perkecambahan
menunjukkan
bahwa
scopolamine menghambat pertumbuhan awal kecambah tumbuhan
uji
(barlev dan wheat), namun tidak mempengaruhi produksi
alpha-amilase.
Dari keseluruhan data penelitian ini, para
peneliti ini tidak dapat mendukung hipotesis bahwa pengaruh primer dari scopolamine yaitu wenghambat sintesis atau
pelepasan
cadangan.
primer dan
ensim
yang
terlibat
dalam
metabolisme
makanan
Dengan demikian dianggap bahwa konsep pengaruh
sekunder tidak memadai
untuk
digunakan
fenomena alelopati Datura stramonium (L). Menurut
dalam
peneliti-peneliti
ini, hambatan
terhadap pertumbuhan
ke-
cambah, dapat dipandang sebagai pengaruh tertier, hambatan
terhadap
metabolisme
sekunder,
dan
makanan
penyebab
cadangan
hambatan
sebagai
terhadap
pengaruh
metabolisme
makanan cadangan ini sebagai pengaruh primer.
Selain pengaruh terhadap perkecambahan benih (Leela,
1985),
pengaruh
senyawa
dapat terlihat pada
luas daun.
( 1987 )
terhadap
luas daun, dan pada
pertumbuhan
laju pertambahan
Hal ini dibuktikan oleh Blum, Weed, dan Dalton
pada
tanaman Cuculnis s a t i v u s yang mendapat
kuan asam ferulat.
kan
alelopatik
penelitian
perla-
Avers dan Goodwin (1956) yang melaku-
tentang
penqaruh
coumarin dan
scopoletin
terhadap pola pertumbuhan akar Phleum pratense, membuktikan bahwa
senyawa
fenolat
yaitu
coumarin dan
scopoletin
menghambat pembelahan sel.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap pertumbuhan tanaman, yang
dinilai dari
dapat terjadi
bobot
lewat pengaruhnya
basah
atau
bobot
kering,
terhadap akumulasi
bobot
kering tanaman (Qasem dan Hill, 1989b).
Hasil pencucian
akar Cenepodium album mempengaruhi
basah dan baht
bobot
kerinq pucuk tomat, serta akumulasi W ,
pada
pucuk
tomat,
namun
-
jumlah
bagian akar tidak terpengaruh.
P, K, Ca, dan Mg
hara-hara
tersebut
di
Pengaruh senyawa alelopa-
tik terhadap hara tanaman, dilaporkan juga oleh penelitipeneliti yang lain.
si P oleh akar
Glass (1973) melaporkan bahwa absorb(Hordeum vulgare L )
li-
18
12
derivat
asam
benzoat
dan
asam
cinamat
yang
diuji.
Terhambatnya absorbsi P oleh asam ferulat dilaporkan oleh
McClure,
Gross,
dan
Jackson
(1978) terjadi
juga
pada
kedelai.
Absorbsi K oleh akar Avena sativa (L) terhambat
oleh asam ferulat dan salisilat (Harper dan Balke, 1981),
dan oleh derivat asam benzoat dan asam cinamat pada Hordeum
vulgare
ngaruhi
(Glass, 1974).
Asam
absorbsi P, dilaporkan
trasi K dan Mg
ferulat
selain mempe-
juga mempengaruhi
pada akar, dan konsentrasi
konsen-
Fe pada pucuk
kecambah Sorghum bicolor (L) Moench (Kobza, dan Einhellig,
1987).
Hasil penelitian Glass dan Dunlop (1974) membukti-
kan bahwa senyawa fenolat (derivat asam benzoat) berpengaruh langsung pada membran sel.
Hasil penelitian ini men-
mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh senyawa-senyawa
ini terhadap absorbsi
pengaruhnya
terhadap
ion, berlangsung
permeabilitas
dinding
sel,
karena
yaitu
meningkatnya permeabilitas membran terhadap ion-ion anorganik.
Dari
penelitiannya tentang pengaruh senyawa alelopa-
tik terhadap pertumbuhan dan tanqqap fisiologi dari kedelai
(Glycine
asam-asam
max),
fenolat
p-coumarat,
Patterson
seperti
ferulat,
cafeat,chloroqenat,
galat,
sulfosalicylat, vanilat,
(1981) membuktikan
bahwa
t-cinamat,
p-hydroxybenzaldehyde,
dan vanilin, mempengaruhi
sintesis pada kedelai umur 3 minggu.
juqa mempengaruhi respirasi (Demos
5-
foto-
Senyawa alelopatik
a-u.1975).
pembukaan
19
stomata tembakau dan bunga matahari
1971),
Arif,
kandungan
1986;
dan Kohli,
klorofil
Einhellig
1987).
lian, 1980).
(Einhellig dan Kuan,
(Alsaadawi,
dan Rasmussen,
Al-Hadithy,
1979;
dan sintesis protein
Anita
dan
Kumari
(Cameron dan Ju-
Asam vanilat dan asam t-cinamat pada konsen-
M dan lama perlakuan 6 jam, mempengaruhi poten-
trasi
sial air pada daun trifoliat pertama dari kedelai (Patterson, 1981).
Kaempferol dilaporkan hambat fotofosforilasi
(Arntzen, Falkenthal, dan Bobick, 1974; Tissut, Chevallier. dan Douce, 1980).
Morefand dan Novitzky
(1987) yang melakukan peneliti-
an untuk melihat pengaruh luteolin, quercetin, dan taxifolin pada transport elektron dan fotofosforilasi, mendapatkan bahwa luteolin hambat transport elektron (couoled dan
un-couoled)
01 eraceae
dan fosforilasi pada
(L )
.
Hambatan
thylakoid dari Spinacia
terhadap
transport
elektron
(couuled) dapat terjadi secara tidak langsung dari pengaruh
terhadap
energi)
transfer
bahwa
atau
secara
elektron.
yang
adalah
lintasan
langsung
Dari
paling
komponen
fosforilasi
dari
(hambatan transfer
komponen
lintasan
penelitian
dipengaruhi
lintasan
energi).
transfer
terhadap
hasil
sensitip
(hambatan
yang
Hambatan
ini
diketahui
oleh
luteolin
menghasilkan
terhadap
ATP
transfer
energi ini terjadi lewat hambatannya terhadap 1 4 g Z + - ~ ~ p a s e
dan
c~'+-ATP~s~
activated).
yang
aktip
Pengaruh terhadap
oleh
adanya
lintasan
cahaya
transport
(J..j&&
20
elektron (hambatan transport elektron), lebih lemah daripada hambatan terhadap transfer energi.
pada
lintasan
diredam
suatu
atau dihilangkan
-
yn counley )
elektron.
menjadi
Selain
ATP
penghasil
Hambatan
nyata
itu
transport
maka
(dalam percobaan
luteolin
tidak mempengaruhi PS I.
aruhi PS XI-complex.
ha1
energi)
digunakan
menghambat
transport
elektron
luteolin
juga, dalam
luteolin,
ini
transport
konsentrasi
ditemukan
elektron,
(hambatan transfer
terhadap
pada
Apabila psngaruh
yang
halabatan
quercetin,
dan
juga
tinggi.
terhadap
taxifolin,
Luteolin dan quercetin mempeng-
Peran luteolin dan quercetin dalam
menghambat transport elektron, yaitu pada fungsi dari QBcomplex (akseptor elektron sekunder).
Ensim juga nyata dipengaruhi oleh senyawa alelopatik.
(1987) tentang
Dari penelitian Risvi, Risvi, dan Mukerjee
cara
ef
(mode
kerja
trimethylxanthine,
yaitu
action)
suatu
senyawa
bi ji Coffea arabica, diketahui bahwa
aktivitas
ensim
amilase
yang
senyawa
aktivitas
pengaruh
ensim
1,3,7-T
amilase
terhadap
alelopatik
menghidrolisis
ini
sifat
dari
1,3,7-T itu menekan
perkecambahan benih Amaranthus spinosus.
dap
1,3,7-
pati
pada
Hambatan terha-
terbukti
katalitik
bukan
karena
dari
ensim
tersebut, tetapi terhadap biosintesisnya.
Pengaruh senyawa alelopatik terhadap aktivitas
hor-
mon, antara lain dilaporkan oleh Tomaszewski dan Thimann
(1966).
senyawa
polyfenol
ternyata
memperkuat
21
pertumbuhan yang diinduksi oleh I A A dengan mencegah terjadinya
decarboxylasi
menstinulasi
IAA,
sebaliknya
decarboxylasi
IAA
pada
senyawa
saat
monofenol
monofenol
ini
menekan pertumbuhan.
Metode Penelitian Alelopati
Metode yang sesuai untuk menunjukkan atau membuktikan
secara
jelas
dan
pasti
tentang
interferensi
alelopatik
menurut Dekker, Meggit, dan Putnam (1983) belum ditemukan.
walaupun telah banyak tehnik dan rancangan percobaan untuk
membuktikan alelopati yang telah dikembangkan.
Masaaahnya
adalah kesulitan untuk memisah-misahkan komponen alelopati
dari
komponen-komponen
percobaan
interferensi lainnya, dalam
d, 1983;
(Dekker,
Weidenhammer,
suatu
&
d,
1989).
Tehnik-tehnik
percobaan yang sudah digunakan dalam
pembuktian alelopati yaitu : pembuktian dengan menggunakan
ekstraksi jaringan tumbuhan (Tang, Wat, dan Towers, 1987).
material
hasil
pencucian
atau
perendaman
ringan tumbuhan (Leela, 1985), material
(Leachate)
ja-
jaringan tumbuhan
yang dihamparkan di atas tanah atau dicampur dengan tanah
(Eussen dan Soerjani,
dan
Young,
tanah
di
1982;
daerah
1976). material
Sunarwidi,
perakaran
1982),
(Young dan
eksudat akar
material
Chen,
(Tang
ekstraksi
1989),
dan
percobaan lapang dengan berbagai rancangannya.
Eussen
dan
Soerjani
(1976)
melakukan
penelitian
tentang alelopati pada alang-alang (Imperata cylindrica
Beauv)
dengan
cara
sebagai
: uji
berikut
(bioassay) benih berbagai tumbuhan antara
L
perkecambahan
lain Zea mays,
Sorghum vulgare, Oryza sativa, Cucumis sativus, Lycopersicum
esculentum,
dan
daun
dengan
kering.
menggunakan
Ekstraksi
ekstraksi
dilakukan
daun
dengan
segar
mengaduk
(blendinq) 10 g daun dengan air destilasi 400 ml selama 5
menit.
Selain
lainnya dengan
percobaan
ini,
perlakuan
juga
menutup
dilakukan
permukaan
percobaan
tanah
dengan
daun segar alang-alang, mencampur daun alang-alang dengan
tanah, dan mencampur
digiling dengan
percobaan
ini
daun
tanah.
alang-alang
Sebaqai
kering
tanaman
digunakan mentinun
yang
telah
indikator
untuk
(Cucumis sativus) yang
ditanam dalam pot kapasitas 1 kg tanah.
Percobaan untuk melihat
alang
terhadap
pertumbuhan
Sunarwidi (1982).
daun
alang-alang
yang
satu
dengan
menggunakan
minggu
destilasi
bibit
cacao,
dilakukan
oleh
Pada percobaan ini, dilakukan ekstraksi
selama
air
penqaruh alelopatik alang-
telah dikeringkan
dan
digiling.
methanol
selama
6
Ekstraksi
(10 ml/g
jam.
pada
berat
Ekstrak
suhu
70°c
dilakukan
kering) atau
methanol
setelah
dievaporasikan, dicampur air, dan digunakan untuk menyiram
bibit
cacao.
Demikian
juga
dengan
tanpa dievaporasikan terlebih dahulu.
sama,
peneliti
menggunakan
ini
juga
eksudat akar.
melakukan
Sebagai
ekstrak
air,
namun
Untuk maksud
percobaan
media
yang
pot
dengan
tumbuh
alang-
23
alang,
digunakan
pasir.
Pot
yang
ditanami
bibit
cacao
dihubungkan ke pot yang ditanami alang-alang dengan pipa.
Kedua
pot
ini ditempatkan
pada
ketinggian
yang
berbeda.
Pot yang berisi alang-alang ditempatkan pada bagian atas,
dan yang berisi bibit cacao pada bagian bawah.
Pengaturan
seperti
pengaturan
stair step
Dengan pengaturan
seperti ini
ini
disebutkan
-
(sfair steD v
e
n
t)
.
sehagai
diharapkan eksudat akar yang dilepaskan
akan
tercuci
berisi
dan
tertampung
bibit cacao.
pada
pot
-
oleh alang-alang
di
Setiap pasangan pot
bawahnya
yang
ini dilengkapi
dengan pot yang berisi larutan hara Hoagland untuk mencukupi
kebutuhan
hara,
lebih tinggi dari
pot
dan
ditempatkan
pada
tempat
yang berisi alang-alang.
yang
Larutan
yang tertampung pada pot penampung terbawah, dikembalikan
ke pot teratas yang berisi
larutan hara.
Dari percobaan
percobaan yang dilakukan ini nampak bahwa tidak hanya satu
metode yang digunakan dalam pembuktian alelopati.
itu, dalam
digunakan
satu metode,
berbaqai
seperti metode
tehnik,
dalam
ha1
Selain
ekstraksi, dapat
ini
bahan
pengek-
strak.
Untuk mempelajari senyawa alelopatik dari Tagetes patula
( ~ i c r o l d ) ,Tang
&
a, (1987)
akar yang dikumpulkan dengan metode
Young
akar
(1982).
yang
dan
ekstrak
diekstraksi
yang
dengan
Hasil analisis kimia dari
kedua
menggunakan
eksudat
CRETS dari Tang
diperoleh
dan
dari
jaringan
ethyl
acetat.
bahan tersebut,
eksudat
ether
dan
24
akar
dan
ekstrak
akar,
ternyata
berbeda.
Dari
eksudat
akar terdeteksi 4 senyawa thiophane, yaitu :
o!
-
terthienyl
(BBT),
(a-T),
5-(3-buten-1-yny1)-2.2'
bithienyl
5-(4-hydroxy-1-butyny1)-2.2.
dan 5-(4-acetyl-1-butyny1)-2.2'
-T,
BBT,
bithienyl
(BBT-OH),
bithienyl (BBT-OAc).
BBT-OH,
dan
BBT-OAc
Per-
bandingan
a
adalah
1:20:25:12.
Dari ekstrak jaringan akar terdeteksi selain
keempat senyawa thiophane tersebut, ada juga 6-hydroxy-2isopropenyl-5-acetyl
atau
cumaranon
(dihydroxy-cuparin).
Perbandingan keempat
senyawa thiophane pada
ekstrak akar
untuk a -T: BBT: BBT-OH: BBT-OAc.
adalah 1:12:0.2:8
Hasil
penelitian ini memberi petunjuk bahwa konsentrasi relatip
dari
beberapa
tidak
harus
metabolit
bioaktip dalam
menggambarkan
apa
yang
jaringan tanaman,
ada
dalam
rizosfer.
Hal seperti itu tclah dilaporkan oleh Rovira (1969) terjadi pada T a g e t e s erecta.
Hasil ekstraksi ternyata juga tidak sama dengan hasil
pencucian
jaringan
tanaman
lain dibuktikan oleh Leela
(leachate).
(1985).
Hal
Pada
ini
antara
analisis kimia
hasil pencucian daun dan biji Acanthospermm hispidum DC,
hanya ditemukan asam vanilat dan asam p-hydroxy
benzoat.
Hasil pencucian daun dan biji ini berpengaruh buruk terhadap perpanjangan akar dan pucuk
analisis
kimia
asam vanilat
asam
ekstrak
dan
p-coumarat
asam
dan
daun
dan
p-hydroxy
asam
jagung dan wheat.
biji,
selain
benzoat,
cafeat.
Pada
ditemukan
juga ditemukan
Dengan
hasil-hasil
25
seperti ini, nyata bahwa
fitotoksin yang telah terbukti,
lewat pembuktian dengan hasil ekstraksi jaringan tumbuhan,
menqharabat pertumbuhan tumbuhan lain, tidak dengan sendirinya berarti akan tercuci atau tereksudasi dari tumbuhan
ke
linqkungannya.
ekstraksi
dapat
Qasem dan Hill
mengabaikan
mendorong
difusi
Dengan ekstraksi,
dan
non-toksik,
kenyataan
bahwa
kimia
sejumlah
larut.
akan terikut material-material
toksik
senyawa-senyawa
yang
pelarut
dapat
serta
senyawa
(1989a) nenilai metode
yang
dapat
maupun
yang tidak dapat berdifusi.
Metode pembuktian alelopati yang juga umum digunakan
yaitu, pemberian atau pencampuran bagian-bagian atau sisasisa tumbuhan (residu) ke dalam tanah.
Pengaruh alelopati
ditimbulkan oleh senyawa alelopatik yang dilepaskan atau
yang
terbentuk
ketika
berlangsung
proses
dekomposisi.
Pemberian atau pencarnpuran residu tumbuhan ke dalam tanah
dapat
menimbulkan
permasalahan
yaitu
(Qasem dan
Hill,
1989a) :
1. Penambahan residu dalam
babkan
perubahan
menahan
(retensi)
tekstur
air.
jumlah besar, dapat menye-
medium
tumbuh,
Apabila
hara
dan
kemampuan
telah
diberikan
sebelumnya, air akan mencuci hara tersebut, sehingga akan
didapatkan perbedaan antara tumbuhan indikator yang mendapat perlakuan residu dengan yang tidak mendapatkan perlakuan itu.
2.
Perubahan
struktur
medium
dapat
mempengaruhi
26
perkembangan sistim perakaran.
Penamahan residu turbuhan ke medium tumbuh dapat
3.
mempengaruhi kemasaman (pH) tanah.
Pemberian residu tumbuhan, dapat
4.
bangan
mikro
organisme.
nikro
rnemacu
organisma
itu
perkemsendiri
menghasilkan senyawa fitotoksik, atau olah aktivitas mikro
organisme, senyawa fitotoksik yang dilepaskan dari jaringan tumbuhan berubah menjadi non-toksik.
Hal yang seba-
liknya dapat juga terjadi (Blum & gh, 1987).
Residu tumbuhan, dapat
5.
merupakan
substrat
yang
baik bagi perkembangan patogen akar tumbuhanMultiplikasi mikro organisme yang berlangsung
6.
cepat,
dapat
juga mengurangi
hara
tersedia dalam
tanah,
dan ha1 tersebut dapat membawa pada kondisi defisiensi.
Metode pembuktian alelopati dengan eksudat akar sudah
dilakukan oleh Sunarwidi (1982) dengan menggunakan metode
stair-sten.
Cara
lain
untuk
mendapatkan
eksudat
akar,
yaitu dengan metode CRETS (Continuous Boot Exudates T23zaQ=
ed;ng Svstem dari Tang dan Young (1982).
Pada metode ini,
tumbuhan sumber eksudat, ditanam pada medium pasir (hydrofonik).
Larutan
hara
dan
air
disirkulasikan
melalui
fasilitas sirkulasi tertentu yang dapat dihubungkan dengan
tabung resin XAD-4.
dikumpulkan
methanol.
dengan
Eksudat yang teradsorbsi oleh resin,
cara
mencuci
resin
tersebut
dengan
Eksudat yang terkumpul itu selanjutnya diguna-
kan pada pengujian perkecambahan.
27
~eidenhamer&
menentukan
(1989) melakukan penelitian untuk
keberadaan
dan
besaran
pengaruh
fitotoksik
dalam hubungannya dengan kerapatan tanaman (densitas), dan
pengaruh senyawa alelopatik terhadap hubungan densitas dan
hasil tanaman.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjuk-
kan bahwa pengaruh kompetisi, nampak pada hubungan densitas tanaman dan hasil tanaman.
tas tanaman, hasil
total
Dengan meningkatnya densi-
meningkat
secara
linier sampai
tanaman yang berdampingan mulai saling mengganggu.
Mele-
bihi densitas tertentu, terjadi reduksi pertumbuhan individual
luas
tanaman, sehingga diperoleh
lahan
yang
konstan.
Pada
hasil
total per
keadaan
unit
seperti
ini,
hubungan bobot rata-rata tanaman (dalam log) dengan densitas tanaman (dalam log)
adalah linier, dengan
(slooe, tanaen)
-1.
tinqgi,
lereng
besaran
Pada
tingkat
menjadi
densitas
-3/2.
kemiringan
yang
Karena
lebih
pola
ini
universal, maka dianggap pola ini adalah pola satu-satunya
yang
menerangkan
hubungan
densitas
total per unit luas lahan.
tanaman
dengan
Namun hasil-hasil
hasil
penelitian
selanjutnya, yang bermula dari penelitian Hirano dan Kira
pada spesis auto-toksik Prunus persica
( L ) Batsch, menun-
jukkan bahwa pengaruh fitotoksik dipengaruhi oleh densitas
tanaman
l d ~ n s i t y dependen%),
sehingga
hubungan
densitas
tanaman dan hasil total per unit luas lahan dapat menyimpang
dari
pola tersebut.
menerangkan
pengaruh
Pemikiran yang
fitotoksik
yang
diajukan untuk
tergantung
atau
28
atau dipengaruhi oleh densitas tanaman itu, adalah :
suatu
volume
tanah
tertentu
dimana
terdapat
Pada
sejumlah
fitotoksin, setiap tanaman yang tunbuh pada densitas yang
rendah
lebih
akan
mendapat
besar
toksin
dibandingkan
densitas tinggi.
tersedia
tanaman
dalam
yang
jumlah
ditanam
yang
dengan
Pada densitas yang tinggi, jumlah toksin
yang tersedia itu dapat diambil oleh lebih banyak tanaman,
sehingga
setiap
tanaman
hanya
jumlah
sedikit.
Dengan
toksik
dalam
demikian,
tanah, tanaman
diperoleh pada densitas yang
ukuran
yang
yang
rendah
densitas
lebih
memperoleh
rendah,
yang
oleh
berukuran
tinggi
(karena
tinggi
pada
yang
akan
dengan
densitas
tinggi), dan
kompetisi
Hasil penelitian Weidenhamer &
dalam
senyawa
tanaman
diperoleh
(karena fitotoksitas yang
yang
adanya
sedang, dan
akan
toksin
pada
menguat).
(1989) ini juga memper-
lihatkan bahwa fitotoksisitas berkurang dengan meningkatnya densitas.
hubungan
normal
Adanya fitotoksin, menyebabkan penyimpangan
hasil
dan
densitas
(universal) itu.
dari
bentuk
hubungan
yang
Pada konsentrasi fitotoksin yang
rendah sampai sedang, tangen hubungan densitas dan hasil
tanaman (keduanya dalam log) mengecil.
peneliti-peneliti
hubungan
hasil
ini
tanaman
berpendapat
(dalam
bahwa
log) dan
oleh karena
itu,
pendekatan
pola
densitas
(dalam
log) dapat digunakan sebagai indikator ada tidaknya senyawa fitotoksik dalam tanah.
Bentuk
percobaan
lapang yang juga
dapat
digunakan
29
untuk
mengetahui
ada
tidaknya
senyawa
fitotoksik
-
t series
tanah, yaitu percobaan dengan rancangan w
(Dekker !&
a, 1983).
Dengan
rancangan percobaan
Metode ini pertama kali diajukan oleh dewit.
sisnya
didasarkan
pada
ini.
(misalnya : tanaman,C
dilibatkan dua spesis tumbuhan
W).
dalam
asumsi
bahwa
hasil
dari
dan
Analisetiap
spesis dalam suatu pertanaman campuran adalah proporsional
denqan bagian sumber daya
nya.
Apabila
lingkungan yang dapat diambil-
pembagian sumber daya
itu tidak seimbang,
maka spesis yang lemah akan mendapatkan sedikit dibanding
yang
kuat.
Pada
model
ini,
kerapatan
(D) atau
tanaman per satuan luas lahan adalah konstan
jumlah
(C+W = D ) .
Kedua spesis ditanam monokultur dan campuran dengan beberapa variasi perbandingan C dan W.
Interpretasi hasil percobaan
dengan rancangan ini,
dilakukan dengan melihat pada respon tanaman yang ditanam
secara monokultur
dan
campuran.
Berbagai
bentuk
respon
yang mungkin diperoleh dari percobaan dengan rancangan ini
adalah :
1.
Respon hasil total tanaman campuran
dan
masing-
masing komponen spesis, dapat diprediksi dari kedua respon
monokultur.
Respon seperti ini dapat terjadi apabila :
a). Masing-masing tanaman tidak saling mengganggu atau berinteraksi.
b).
mengganggu
Apabila kemampuan kedua spesis untuk saling
sama
(equivalen).
Dengan
perkataan
lain,
30
interferensi
interspesifik
intraspesifik.
Hubungan
sebagai
exclusive.
2.
seimbang
seperti
dengan
interfsrensi
ini disebut
Interaksi d ens at or^.
oleh dewit
Pada bentuk interaksi
seperti ini. suatu spesis dalam tanaman campuran memperoleh keuntungan dari atau atas kerugian spesis yang lain.
Namun besarnya keuntungan dan kerugian yang dialami oleh
masing-masing
spesis
adalah
seimbang.
Disini,
respon
total tanaman campuran tidak dapat diprediksi dari respon
monokultur.
terhadap
Interaksi
suatu
faktor
ini
terjadi
tumbuh berbeda,
apabila
atau
kebutuhan
apabila
efi-
siensi untuk mendapatkan faktor tumbuh berbeda.
3.
Interaksi komplementer.
Interaksi ini terjadi
karena keuntungan yang diperoleh suatu spesis tidak seimbang dengan kerugian yang dialami oleh spesis yang lain.
Hasil total tanaman campuran, dan hasil dari masing-masinq
komponen spesis tidak dapat diprediksi dari respon monokultur.
Interaksi komplementer, dapat berbentuk
(komplementasi positip).
positip
Pada interaksi ini, hasil total
tanaman campuran lebih besar dari hasil rata-rata komponen
tanaman monokultur.
Komplementasi positip terjadi apabila
berlangsung hubungan simbiosis, dimana suatu spesis menguntungkan
spesis
yang
saling menguntungkan.
lain,
atau
masing-masing
Selain komplementasi positip, dapat
juga terjadi interaksi komplementasi negatip.
plementasi
spesis
Pada kom-
ini, hasil total tanaman campuran lebih
kecil
31
dari hasil rata-rata komponen tanaman monokultur.
aksi
ini
dapat
terjadi
karena
suatu
spesis
Inter-
memproduksi
toksin yang mengurangi pertumbuhan spesis lain atau keduaduanya (alelopati).
Fuerst dan Putnam
(1983),
rnengajukan beberapa
ha1
yang dipandang perlu untuk membuktikan interferensi alelopatik, yaitu :
1.
Tunjukkan adanya interferensi dengan mengidenti-
fikasi gejala dari interferensi, dan apabila perlu, quantifikasikan taraf interferensi itu.
2.
toksin.
Isolasi, assay, karakterisasikan, dan sintesiskan
Isolasi senyawa toksik adalah tahap awal
mendapatkan bukti
langsung bahwa
karena senyawa kimiawi.
untuk
interferensi itu adalah
Hal ini perlu dilakukan hati-hati
agar supaya senyawa yang tidak dilepas oleh tumbuhan atau
saprofit
secara
alamiah,
tidak
mengkontaminasi
preparat
toksin.
3.
Gejala interferensi yang telah didiagnosa, harus
dapat terulanq dengan pemberian toksin dalam
jumlah
yang
ada secara alamiah, dan pada stadia tumbuh yang tepat dari
tumbuhan uji.
Ini akan menunjukkan bahwa gejala tersebut
dapat direproduksi hanya oleh toksin.
4.
Pelepasan, pergerakan, dan pengambilan
(uatake)
toksin harus dimonitor dan nampak memadai untuk interferensi yang diamati.
Terpenuhinya
kriteria-kriteria
ini,
memungkinkan
32
pengambilan kesimpulan bahwa toksin yang dilepas, konsentrasinya cukup untuk bergerak melewati berbagai penghambat
(miers),
dapat
apakah
diambil
oleh
melalui
tumbuhan
air
atau
penerima
udara,
dalam
dan
apakah
jumlah
yang
cukup untuk menimbulkan keracunan bagi tumbuhan penerima.
SAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Sub Balai
Penelitian
Kelapa
Pakuwon,
pelaksanaan penelitian
Sukabumi
27 bulan,
Jawa
Barat.
Waktu
yaitu dari Oktober
1991
sampai dengan Januari 1994.
Uetode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ini. telah dilaksanakan beberapa percobaan, yaitu : percobaan pot, percobaan
lapang, dan percobaan perkecambahan.
Percobaan L : Percobaan pot.
Tujuan percobaan ini adalah :
1.
Untuk membuktikan bahwa faktor alelopati berperan
dalam kehilangan hasil pertanaman
kedua dalam pola tanam
jahe beruntun.
2.
Untuk menetapkan besarnya kehilangan
hasil
jahe
oleh faktor alelopati.
3.
Untuk menentukan populasi maksimum dan saat tanam
pertanaman jahe kedua dalam pola tanam jahe beruntun.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, percobaan ini
dilaksanakan sebagai berikut :
1.
kantong
Percobaan dilakukan pada pot
plastik,
lebar
1 m
yang
clan panjang
diisi tanah, diperoleh pot dengan
terbuat
0.75
diameter
m.
kurang
dari
Setelah
lebih
34
63 cm dan tinggi tanah
25-30
diberi lobang untuk drainase.
cm.
Pada bagian dasar pot
Tanah yang digunakan adalah
tanah yang diambil langsung dari lapang.
2.
Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu :
2.1.
Populasi tanaman (faktor A), dengan 3 taraf
yaitu :
2.2.
A.1
= 1 tanaman/pot.
A.2
= 3 tanaman/pot.
A.3
= 5 tanaman/pot.
Selang waktu panen pertanaman pertama
waktu tanam p e r t a n a m a n
kedua
dan
(faktor B),
dengan 3 taraf yaitu :
B.1
= 1 bulan.
3.2 = 2 bulan.
B.3
= 3 bulan.
Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 ulangan.
Percobaan ini dilakukan dalam 2
unit, masing-masing untuk umur panen tanaman pertama 4 dan
7 bulan.
3.
Peubah yang diamati adalah :
3.1.
Bobot kerinq
tanaman.
Dihitung
dengan
menjumlahkan bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering rimpang.
3.2.
Hasil tanaman, yaitu bobot basah dan kering
rimpang.
4.
Budidaya
pertanaman pertama
dilakukan
sebagai
35
berikut :
Bibit jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-
pang tanaman berumur kurang lebih 9 bulan.
nam, bibit disemai selama 3 minggu.
Sebelum dita-
Bibit yang digunakan,
berbentuk potongan rimpang dengan berat kurang lsbih 50 g.
Sebelum ditanam, bibit direndam dalam larutan bakterisida
Agrimycin 15/1.5
jam.
WP
(1.2
g/l
air) selama kurang lebih 12
Pada saat tanam, digunakan satu bibit setiap pot.
Kapur pertanian, diberikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400
ton/ha (31.81 g/pot).
kg
N/ha
setara
dibagi
dalam
bulan,
dimulai
pertama
dan
pemberian
dengan
kali
tiga
dari
kedua
ketiga
1
28.28
g
urea/pot.
pemberian
bulan
dengan
sesudah
masing-masing
sebanyak
14.14
Pupuk
g
ini
selang waktu
tanam.
7.07
N
g
Pemberian
urea/pot,
urea/pot.
1
dan
Dilakukan
juga pemupukan P sebanyak 600 kg P/ha yang setara dengan
96.50
g TSP/pot.
Pupuk kalium diberikan sebanyak 415 kg
K/ha yang setara dengan 26.51 g/pot.
pupuk
kandang
sapi
diberikan
Pupuk organik berupa
sebanyak
20
ton/ha
yang
setara dengan 480 g/pot, dan sekam padi diberikan sebanyak
5 ton/ha
yang setara dengan 120 g/pot.
Selain
sekam padi
yang ditempatkan pada lobang tanam, pupuk P, K, dan organik
dicampur
dengan
tanah
sehari
sebelum
tanam.
Untuk
menanggulangi hama dan penyakit tanaman, selain digunakan
Agrimycin 15/1.5
WP, digunakan juga fungisida Dithane, dan
insektisida Furadan 3 G.
Pada setiap pot diupayakan gulma
minimal dan dilakukan penyiraman apabila diperlukan. Panen
pertanaman pertama dilakukan. pada
umur 7 bulan.
Kecuali
akar, semua sisa tanaman diangkut keluar pada saat
panen.
Pertanaman pertama ini hanya ditanam pada separuh jumlah
pot yang disediakan untuk percobaan ini.
5.
dan
Pertanaman kedua yang ditanam pada selang waktu
jumlah
bibit
sesuai
perlakuan,
mendapat
perlakuan
budidaya sama seperti pada tanaman pertama, kecuali pemupukan P, K, organik, dan pemberian sekam.
6.
regresi
Anelisis data dilakukan dengan Sidik Ragam, relinier,
dan
uji
homogenitas
koefisien
regresi
linier (Gomez dan Gomez, 1976).
Percobaan LX : Percobaan lapang.
Tujuan percobaan ini adafah sama dengan tujuan percobaan
pot.
Untuk
mencapai
tujuan-tujuan
tersebut,
maka
percobaan ini dilakukan sebagai berikut :
1.
Faktor
Percobaan ini adalah percobaan
pertama
adalah
saat
panen
faktorial
pertanaman
3
x 3.
pertama
(faktor A), yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu :
A.1
=
Panen
A.2
=
Panen 7 bulan.
A.3
=
Panen 10 bulan.
4
bulan.
Faktor kedua adalah populasi pertanaman kedua
(faktor B),
yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
B.1
=
50 000 tanaman/ha, jarak
40 cm.
tanam
50 cm
x
B.2
=
62 500 tanaman/ha,
jarak
tanam
40 cm x
jarak
tanam
20 cm x
40 cm.
= 125 000 tanaman/ha,
B.3
40 cm.
Rancangan
ulangan
percobaan
.
Peubah
adalah Acak
yang
diamati
Kelompok
adalah
(RAK)
daya
dengan
(%)
4
tumbuh
bibit, bobot kering tanaman, bobot basah dan kering rimPang
Percobaan ini dilakukan pada lahan bekas ditanami ja-
he clan yang tidak ditanami jahe sebelumnya.
real
yang
diolah
gulma
tersedia
sampai
diperoleh
minimal.
bagian
disiapkan
Areal
dipisahkan
sebagai
struktur
dibagi
saluran
4
berikut
tanah
yang
bagian.
selebar
:
Areal
gembur
dan
Masing-masing
m.
1
Untuk itu a-
Setiap
bagian
diperlakukan sama, kecuali satu ha1 yaitu pada dua bagian
ditanami
jahe sebagai pertanaman
lainnya tidak ditanami.
pertama
dan dud
baqian
Pada setiap bagian itu dibuat 36
petak dengan ukuran masing-masinq
petak
4.50
m x 3.00
m
Jarak antara petak adalah 0.50 m.
2.
berikut
Budidaya pertanaman
: Bibit
pertama dilakukan sebagai
jahe (varitas Badak) disiapkan dari rim-
pang tanaman berurnur kurang lebih 9 bulan.
Sebelum dita-
nam bibit disemai selama 3 minggu.
Bibit yang digunakan
berupa
kurang
Sebelum
15/1.5
potongan
ditanam,
rimpang
bibit
berukuran
direndam
dalam
WP selama kurang lebih 12 jam.
lebih
50
g.
larutan Agrimycin
Kapur pertanian di-
38
berikan 4 hari sebelum tanam sebanyak 1 ton/ha yang setara
Dilakukan pemupukan N sebanyak 400
dengan
1350 g/petak.
kg N/ha
yang setara dengan 1200 g urea/petak.
dibagi dalam
tig