Metode dalam Model Pendidikan Karakter Islami

lembaga maka karakter lembaga itu harus dipahami oleh anak didik , orang tua dan masyarakat. 4. Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakan prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkungan pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu. 5. Refleksi. Berarti dipantulkan ke dalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi juga dapat disebut sebagai proses bercermin, mematut-matutkan diri ada peristiwakonsep yang telah teralami.

E. Model Pendidikan Karakter yang Islami

Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan dengan potensi, yaitu disebut dengan fitrah potensi baik. Dalam kaitannya dengan pembentukan akhlak adalah bahwa fitrah dalam diri dapat dikembangkan dengan pendidikan, yang kemudian dapat terbentuk akhlak manusia. Kata fitrah memiliki arti seperti dalam kata A7أ . J; .k yang dimaksud kata di atas adalah ciptaan asal atau blue print yang diciptakan Allah SWT kepada manusia, dalam blue print itu, pada diri manusia diberikan sumber daya atau potensi menuju pada tujuan diri manusia yaitu ن S7qا k K 8 S]أ I; untuk menciptakan manusia menjadi Abid dan khalifah, yang ujungnya nanti menuju kebahagiaan dunia Akhirat. Kata-kata yang biasannya digunakan dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa Allah SWT menyempurnakan pola dasar penciptaan atau melengkapi penciptaan itu adalah kata ja’ala yang artinya menjadikan, yang diletakkan dalam satu ayat setelah kata khalqa dan ansyaa, perwujudan dan penyempunaan selanjutnya diserahkan pada manusia Achmadi, 2005: 41. Misalnya: ًا ِ\َ ً ِ َ4 ُh ََْ َ:َ; ِ,َِْH37 ٍج َAْ َأ ٍَ6ْJs7 ِ َن َS7ِtْا َْ8ََ 37ِإ Sesungguhnya kami telah menciptakan kholaqna manusia dari setetes air mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya. Karena itu Kami jadikanja’alna dia mendengar dan melihat. Q.S. Al-Insan: 2 Soenarjo, 2008: 1003. َنوُ ُ ْAَ 3 ًYَِ? َةَِVْ;َْاَو َر َ\َْْاَو َaْ 3S ا ُُ َ ََ َ َو ُْآََA7َأ ىِu3ا َ ُه Dialah Yang menciptakan kamu ansyaakum dan menjadikan ja’ala bagimu pendengaran, penglihatan dan hati fuad, Tetapi amat sedikit kamu bersyukur.Q.S. al-Mulk: 23 Soenarjo, 2008: 957” َ َ ََْ َس 3 ا َ َJَ; Tِ3ا ِ,3 ا َةَ ْJِ; ً6َِ] ِ Kv ِ َjَ ْ َو ِْ?ََ; vَ8ْا ُ Kv ا َjَِذ ِ,3 ا ِkَْcِ َKِْHَ َن ُ َْ َK َ ِس 3 ا َ َwْآَأ 3 ِ ََو ُ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah SWT, tetaplah atas fitah Allah SWT yang telah menciptakan fathara manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah SWT. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui Q.S. ar-Rum: 30 Soenarjo, 2008: 645. Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa: Pertama, penciptaan manusia yang menggunakan kata khalaqa dan ansyaa baru pernyataan informasi pendahuluan, belum final. Baru lengkap dan sempurna setelah diikuti dengan kata ja’ala. Kedua, penciptaan yang menggunakan kata fathara sudah final, manusia tinggal melaksanakan atau mewujudkannya. Ketiga, pernyataan Allah SWT setelah kata-kata ja’ala menunjukkan potensi dasar yang merupakan bagian integral dari fitrah manusia, seperti pendengaran, penglihatan, akal-pikiran sebagai SDM. Berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sebagai potensi sosial. Semua itu baru bermakna bagi kehidupan manusia apabila manusia mensyukurinya, dalam artian maupun menggunakannya dengan baik, memelihara dan meningkatkan daya gunanya. Menurut Aisyah Abdurrahman binti Syaty penggunaan kata ja’ala merupakan kelengkapan potensi manusia untuk melihat dan mengembangkan fitrahnya Achmadi, 2005: 42-43. Kata fitrah dalam ayat di atas berkonotasi pada paham Nativisme, di mana dalam paham ini menyatakan bahwa perkembangan manusia secara mutlak ditentukan oleh potensi dasarnya, yaitu pembawaan atau faktor keturunan hereditas Iman, t.th: 27. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah SAW: : ل ? vيِ ْهsy ا ُ5ُ7 K 7 H أ : eا H 7 H أ نأ H d] eا ل 4ر ل ? : ل ? , eا TWر H 4 أ T7 H أ ,ِةَ ْJِ6 ْا َI َ َُْ ُK 3Zِإ ٍٍدْ ُْ َ ْ ِ َ : 4 و , eا I g َ ُK ْوَأ ِ,ِ7اَ 3\َُK ْوَأ ِ,ِ7اَدv َ ُK ُhاَ َََ; ِ,ِ7 َSv: . ي hاور Telah menceritakan kepada kita, Abdan telah mengabarkan kepada kita, Abdullah telah mengabarkan kepada kita Yunus dari Zuhri, telah mengabarkan kepada kami Abu salamah bin Abdurrohman, sesungguhnya Abu Hurairah ra. Berkata: Tiada seorangpun anak yang lahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi”. HR. Bukhari. Al- Bukhari, t.th: 413