Lendy W. Wibowo 4
maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa
misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam
rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa. Jaring Wira Desaadalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang
mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu
menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan
keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal. Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya
bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia desa Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan.
Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan
kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.
IV. Pengembangan Aset Desa sebagai Prioritas Issu Desa Mandiri
Kepentingan kolektif Desa dan antar Desa yang paling utama adalah bagaimana memperkuat aset Desa. Persoalan aset Desa menjadi penentu mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran. Aset selain berhubungan dengan kepemilikan sehingga menentukan posisi tawar Desa ketika berhubungan dengan pasar, juga
berkaitan dengan konsolidasi serta distribusi kekayaan Desa. Dua faktor inilah yang paling menentukan untuk mengukur tingkat otonomi dan kemandirian Desa.
Dalam konteks aset publik maka isu strategis bagi Desa adalah mengenai manajemen aset-aset Desa. Aset Desa membicarakan kepentingan mengenai
upaya-upaya inventarisasi, pengembangan serta pendistribusiannya kembali. Benturan kepentingan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari ketika Desa
memperkuat diri, apalagi pada saat masuk wilayah yang paling sensitif mengenai inventarisasi dan manajemen aset. Benturan yang mungkin terjadi ketika Desa
dengan perspektif kemandirian bertemu dengan kebijakan daerah yang mencurigai semangat penguatan Desa. Potensi konflik ini diharapkan dapat dijembatani secara
bertahap melalui peran mediasi kepentingan antar Desa. Tentu banyak pihak mengetahui perubahan status kepemilikan aset Desa. Banyak
aset Desa yang telah berpindah tangan baik untuk kepentingan publik maupun untuk kepentingan privat. Banyak perubahan status itu dilakukan tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Pelanggaran aturan itu terjadi dilakukan melalui tekanan politik, keuntungan ekonomi, maupun bentuk lain. Perubahan status tanah Desa menjadi
milik daerah, swasta perorangan dan swasta korporasi makin sering dijumpai saat kita menggali hal itu ke Desa-Desa. Desa berada pada posisi lemah dalam relasi
transaksi tentang aset yang mereka miliki. Inventarisasi aset Desa merupakan langkah pertama menyelamatkan aset Desa.
Selanjutnya terkait bagaimana aset Desa dikembangkan. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APBDes atau perolehan hak lain yang sah. Dalam upaya mengembangkan aset Desa, sebenarnya Desa dapat melakukan penyertaan modal berupa pengalihan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
Lendy W. Wibowo 5
diperhitungkan sebagai modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik Desa BUMDES, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, atau Badan Hukum lain yang
dimiliki bersama oleh Desa atau Daerah. Terbuka peluang mengkaji bentuk-bentuk penyertaan modal Desa yang paling tepat sesuai dengan kondisi Desa-Desa yang
ada. Selain penyertaan modal, bentuk lain yang dapat dilakukan adalah pendayagunaan
kekayaan Desa yang tidak dimanfaatkan melalui bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun serah guna, bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kekayaan Desa.Sewa adalah pemanfaatan kekayaan Desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pinjam
pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan Desa antar Pemerintah Desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang bersangkutan. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan Desa oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah
pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan danatau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan danatau sarana berikut fasilitasnya
setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
danatau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati. Terkait distribusi hasil pengembangan aset Desa, dalam perspektif politik menjadi
penanda nilai strategis aset Desa. Aset Desa sebagai aset milik masyarakat, tidak hanya sekedar pengakuan dengan pendasaran legal, atau besaran hasil
pengembangan dalam ukuran nominal ekonomi, akan tetapi sejauh mana manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat.
Distribusi menyangkut pemanfaatan hasil-hasil pengelolaan aset. Aset Desa tidak lagi bermakna aset diam dan pasif. Dalam terminologi ekonomi politik, bagaimana
mengubah aset menjadi modal diletakkan dalam kerangka kepemilikan dan pemanfaatan oleh rakyat Desa.
V. Desa Mandiri dalam Relasi Kerjasama Desa