Lendy W. Wibowo 2
Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja,
Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul Desa
dan dalam bentuk kewenangan Desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul. Selain itu Desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa
berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap Desa sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan rekognisi dan pengakuan negara
terhadap kapasitas Desa dalam mengelola urusan-urusan pemerintahan, pembinaan kemasyarakatan, pembangunan dan pemberdayaan Desa subsidiari. Sumber
kewenangan Desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajad otonomi serta Desa dalam layanan administratif seharusnya menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis
Desa. Kecenderungan komunitas Desa yg makin terbuka membawa Desa pada pilihan
konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan
anggaran Desa tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang dewasa dengan Desa, otonomi yang direncanakan dengan matang termasuk dalam
hal memperlakukan Desa.
II. Konsep Desa Mandiri dalam Kerangka Visi UU Desa
Pembangunan dan Pemberdayaan sebagai JalanUtamaMenuju Desa Mandiri Dalam konteks Desa, diskursus menarik tentang kemandirian Desa adalah tentang
relasi pembangunan dengan pemberdayaan Desa. Kenapa hal ini menarik, dikarenakan bahwa pembangunan sebagai alat atau sarana mensejahterakan rakyat
di Desa tidak lagi dianggap sebagai pendekatan tunggal, yang berdiri sendiri. Pembangunan dalam konteks Desa membutuhkan pendekatan pemberdayaan,
sebagai jalan utama menuju kemandirian. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa semakin mendorong berkembangnya pandangan baru yang meyakini bahwa
pembangunan dan pemberdayaan Desa adalah dualitas dalam ketunggalan dalam pembangunan Desa.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa tidak hanya sekedar mengkaitkan hubungan pokok antara negara dengan kapital dalam konstruksi teknokrasi, akan
tetapi juga menempatkan rakyat dalam keterlibatan aktif selama proses pembangunan Desa.Masyarakat sebagai subyek pembangunan, dan tidak menjadi
obyek pembangunan semata-mata. Negara mereposisi kedudukan sebagai regulator dan fasilitator pembangunan dan kapitalisasi pembangunan berfungsi sebagai alat
dan sarana bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat konsep redistribusi.
III. Issu Strategis Menuju Desa Mandiri
Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa Mewujudkan Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial
melalui pendekatan pembangunan dan pemberdayaan Desa merupakan gambaran mengenai Desa Mandiri. Muatan strategis UU Desa menuju Desa mandiri bertumpu
pada tigadaya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar Desa, makin kuatnya sistempartisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat
Lendy W. Wibowo 3
secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta pemberdayaan Desa.
Tigadaya tersebut selaras dengan Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa
membangun Desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup upaya-upaya untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat
Desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah
“Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.
Lumbung Ekonomi Desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi Desa dalam arti luas.
Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar access to finance, access to production, access to distribution and access to
market
bagi rakyat Desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang dan berlanjut.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa diharapkan mampu melahirkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang disumbangkan oleh sektor ekonomi riil, tidak hanya dari pasar uang dan pasar
saham. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena dukungan ekonomi rakyat di Desa.
Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada 2 hal pokok yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan
sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.
Dua hal di atas dapat dicapai jika ada intervensi Pemerintah pada pasar lokal, karena pasar tidak bisa membentuk bahkan menstimulasi kesempatan dan pelaku
dalam keadaan ketidakseimbangan modal, informasi, dan akses lain yang dimiliki para pelaku. Kurang adanya intervensi yang pantas dari pemerintah dalam daya
ekonomi bawah ini telah menyebabkan permasalahan antara lain kegagalan pasar, terjadinya monopoli, misalokasi sumberdaya, dan adanya sumberdaya yang tidak
terpakai. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tidak cukup hanya melalui treatment
membuka akses permodalan, akan tetapi juga akses produksi, akses distribusi dan akses pasar. Akses permodalan dibuka dan dikembangkan melalui pemberian kredit
yang terjangkau dan fleksible, akses produksi dikembangkan melalui dorongan dan dukungan sektor industri lokal yang berbasis sumberdaya lokal, dan akses pasar
dikembangkan melalui regulasi dan kebijakan yang memastikan terbentuk dan berkembangnya kondisi yang optimum dari perekonomian di perdesaan.
Pertumbuhan
ekonomi dari
bawah menitikberatkan
pada tumbuh
dan berkembangnya sektor usaha dan industri lokal, yang mempunyai basis produksi
bertumpu pada sumberdaya lokal. Bentuk-bentuk usaha yang telah berkembang seperti kerajian, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri kecil,
makanan olahan sehat, adalah sektor ekonomi strategis yang harusnya digarap Desa dan Kerjasama Desa.
Lumbung Ekonomi Desa juga harus mengembangkan sektor usaha dan produksi rakyat yang mendeskripsikan kepemilikan kolektif lebih konkrit. Bentuk-bentuk yang
telah dinaungi peraturan perundangan semacam BKAD, BUMDes, Koperasi,
Lendy W. Wibowo 4
maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa
misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam
rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa. Jaring Wira Desaadalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang
mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu
menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan
keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal. Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya
bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia desa Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan.
Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan
kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.
IV. Pengembangan Aset Desa sebagai Prioritas Issu Desa Mandiri