Kebijakan umum Kebijakan Khusus

Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir

1. Kebijakan umum

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 1363240.K ; Tentang Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2010, trdapat dua kebijakan umum pengelolaan wilayah pesisir Sumatera Utara, termasuk Pantai Timur Sumatera Utara, yaitu : - Memadukan semua aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut untuk mewujudkan pembangunan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non perikanan secara terpadu. - Pengelolaan potensi sumberdaya pesisir dan laut secara terpadu, terkoordinasi dan saling berkaitan antar wilayah kabupaten.

2. Kebijakan Khusus

Adapun kebijakan khusus pengelolaan wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Utara antara lain sebagai berikut : - Mendorong pengelolaan industri perikanan, pariwisata bahari dan industri non perikanan secara terpadu berlandaskan potensi sumberdaya pesisir dan laut. - Mendorong pembangunan ekonomi secara optimal, efesien dan berorientasi pada ekonomi rakyat. - Mendorong berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. - Mendorong peningkatkan kapasitas kelembagaan dan penegakan hukum untuk mewujudkan kawsan pesisir sebagai kawasan perikanan terpadu. - Pengelolaan kawasan pesisir berbasis masyarakat. Universitas Sumatera Utara - Pengelolaan industri perikanan, pariwisata dan industri non perikanan terpadu berorientasi pada pengembangan teknologi. Ekosistem Mangrove dan Pengembangan Wilayah Pesisir Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut 1997, ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Dengan demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous 1995 juga menjelaskan bahwa secara teknis hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis untuk pemenuhan : 1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. 2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami. 3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur burung. 4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan. Hampir seluruh jenis vegetasi tingkat tinggi yang ada di ekosistem mangrove memiliki potensi ekonomi. Dari berbagai jenis pohontanaman yang ada, beberapa di atnaranya yang secara aktual dimanfaatkan secara ekonomi antara lain : 1. Kayu bakau hitamputih Rhizopora spp Universitas Sumatera Utara 2. Kayu mata buaya Bruguiera spp 3. Kayu tengar Ceriops tagal 4. Kayu nirih batu Xilocarpus spp 5. Kayu lenggadai Bruguiera spp 6. Nibung Oncosperma filamentosum BL 7. Nypah Nypa fruticans Manfaat ekonomi secara lebih terperinci dari beberapa jenis di atas menurut Anonimous 1995 di antaranya sebagai berikut : 1. Kayu Bakau Rhizopora spp Kayu bakau terdiri dari beberapa jenis, antara lain bakau putih, bakau hitam, bakau minyak dan bangka. Di antara jenis-jenis tadi yang terbaik untuk dibudidayakan adalah bakau minyak dan bakau putih, karena jenis ini tumbuh lebih cepat, lurus dan akar tunjangnya tunjangnya tidak begitu menonjol. Manfaat kayu ini dalam kehidupan masyarakat pesisir di antaranya :  Untuk kayu bakar atau kayu arang mutu terbaik.  Bahan baku kertas  Untuk jajar ambaibelat alat penangkap ikan  Penyanggaperancah bangunan dan cerocok pilling  Bahan pembuatan rumah sederhana petani dan nelayan  Akar bakau merupakan habitat bertelur dan berkembangnya berbagai jenis biota laut.  Kulitnya untuk samak pencelup pakaian 2. Kayu Mata Buaya Bruguiera spp Universitas Sumatera Utara Kayu ini disebut mata buaya karena batangnya berbungkul-bungkul seperti mata buaya. Jenis kayu mata buaya ada dua, yaitu jenis mata buaya dan tumus. Secara umum manfaat ekonominya sama dengan kayu bakau, tetapi khusus untuk penggunanya sebagai tiang dan perkakas kayu in lebih baik karena lebih tanahkuat dan lurus. 3. Kayu Tengar Ceriops tagal Kayu tengar mirip dengan kayu mata buaya, tetapi tidak berbungkul- bungkul. Bedanya, kayu tengar warnanya merah dan kulitnya sangat bagus untuk penyamak. Adapun kegunaannya secara umum sama dengan kayu bakau. 4. Kayu Lenggadai Bruguiera spp Terdapat dua jenis kayu lenggadai, yaitu lenggadai putih dan lenggadai hitam. Kayu lenggadai putih kurang bagus untuk dijadikan arang, sebab ringan dan mudah patah seperti kayu nyirih. Sedangkan kegunaan lainnya sama dengan kayu tengar 5. Nibung Oncosperma filamentosum BL Tanaman nibung mirip pinang, akan tetapi batangnya berduri. Bagi masyarakat nelayan, nibung sangat berguna untuk lantai rumahpelataran masyarakat nelayan, tiang rumah, tiang tangkulbagan. Nibung tumbuh di kawasan tanah yang agak tinggipematang dan dapat hidup di air tawar maupun air asin. Pada kenyatannya, masyarakat di pantai timur Sumatera Utara juga masih sangat bergantung kepada ekosistem mangrove dalam perekonomiannya. Hal ini Universitas Sumatera Utara sebagaimana dilaporkan oleh Rumapea 2005, dimana masih cukup banyak masyarakat pesisir yang mata pencahariannya bergantung kepada hutan mangrove, dimana sebanyak 48.9 dari kegiatan pengambilan kayu bakau di hutan, 24.4 dari kegiatan pembuatan arang bakau, dan sisanya dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan non kayu. Korelasi Ekosistem Mangrove dan Perikanan Siregar, dan Purwoko 2002 menyatakan, kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkorelasi secara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya daratan atau lautan secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem secara keseluruhan. Di antara elemen ekosistem pesisir yang ada, hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar. Masyarakat Kab. Serdang Bedagai dalam tataran sederhana sebenarnya telah memahami peran dan fungsi hutan mangrove bagi sektor perikanan dan kelautan. Menurut laporan USU 1999, nelayan lokal di Pantai Timur Sumatera Utara percaya bahwa hutan mangrove sangat penting bagi perikanan sebagai tumpuan hidup mereka. Walaupun mereka sering menebang pohon dan hutan mangrove, akan tetapi mereka yakin bahwa merusak hutan mangrove akan mempengaruhi perikanan dan akan mengganggu kehidupan masyarakat nelayan. Universitas Sumatera Utara Hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin dan pemijahan dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik dentritus yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove contoh: daun, ranting dan bunga. Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme penyaring makanan, pemakan partikulat dan pemakan deposit seperti moluska, kepiting dan cacing palychaeta. Hutan mangrove berperan peting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis-jenis komoditi penting perikanan, baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari daur hidupnya Dephut, 1997. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Integrated Coastal Zone Management Konsepsi dan Strategi Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove Bengen, 2001. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Dalam konteks di atas, berdasarkan karakteristik Universitas Sumatera Utara lingkungan, manfaat dan fungsinya, status pengelolaan ekosistem mangrove dengan didasarkan data Tataguna Hutan Kesepakatan Santoso, 2000 terdiri atas : - Kawasan Lindung hutan, cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman laut, taman hutan raya, cagar biosfir. - Kawasan Budidaya hutan produksi, areal penggunaan lain Pelestarian sumberdaya hutan mangrove merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak terkait, baik yang berada di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada institusi yang sangat rentan terhadap sumberdaya hutan mangrove, dalam hal ini masyarakat diberikan porsi yang lebih besar Bengen,dan Luky, 1998 dalam Puryono, 2006. Perlu diingat di sini bahwa wilayah ekosistem mangrove selain terdapat kawasan hutan mangrove juga terdapat areallahan yang bukan kawasan hutan, biasanya status hutan ini dikelola oleh masyarakat pemilik lahan yang dipergunakan untuk budidaya perikanan, pertanian, dan sebagainya. Saat ini dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkandalam pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya ilmu maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan dengan pola patisipatif meliputi : komponen yang diawasi, Universitas Sumatera Utara sosialisasi dan transparasi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi Santoso,2000. Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem hutan mangrove adalah pengelolaan berbasis masyarakat Community Based Management dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Mangrove secara Terpadu Berbasis Masyarakat. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Mangrove secara Terpadu Berbasis Masyarakat ini didasarkan pada pandangan tentang perlunya mempertimbangkan faktor-faktor sosial-ekonomi, peran serta masyarakat, dan keterpaduan pihak-pihak terkait stakeholders. Ketiga hal inilah yang akan menentukan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove dapat dilakukan secara adil, demokratis, efisien, dan profesional, guna menjamin berkelanjutannya fungsi dan manfaat sumberdaya hutan mangrove. Menurut Sutrisno 2005 menyatakan bahwa konsep keterpaduan dalam pengelolaan kawasan pantai meliputi keterpaduan antar lembagasektor, keterpaduan antar pemerintahkewenangan, keterpaduan antar darat dengan laut, dan keterpaduan antar sains dan manajemen. Demikian halnya kawasan hutan mangrove yang merupakan bagian integral dari kawasan pantai, maka keterpaduan tersebut mencakup antara lain : 1. Keterpaduan antar lembagasektor sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih, ketidaksesuaian program dan sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan sumberdaya hutan mangrove. Adanya forum komunikasi di Universitas Sumatera Utara tingkat pusat, provinsi, dan kabupatenkota sangat diperlukan untuk mensinkronkan dan mensinergikan program yang ingin dicapai. 2. Keterpaduan antar pemerintah, dalam hal ini menyangkut pengaturan pembagian urusankewenangan perlu diperjelas dan dipertegas. Penjabaran UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah berupa peraturan pelaksanaannya yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupatenkota sangat diperlukan agar tidak terjadi keragu-raguan dalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove. 3. Keterpaduan antar ekosistem darat dengan laut, perlu disinkronkan dan disinergikan. Pengelolaan ekosistem darat dan laut harus saling menunjang, mendukung, untuk itu kebijakan dalam perencanaan pengelolaan ekosistem darat dan laut diarahkan secara holistik dan komprehensif. 4. Keterpaduan antar sains dan manajemen, pola pikir keilmiahan dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove perlu diintegrasikan, hal ini untuk mencegah adanya pemahaman yang kelirubias. Keberkelanjutan Pembangunan Wilayah Pesisir Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan dating. Untuk itu, laju pemanfataan sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati atua laju inovasi untuk menemukan substitusi sumberdaya nir-hayati di pesisir. Dalam hal ketidakmampuan manusia mengantisifasi dampak lingkungan di pesisir akibat Universitas Sumatera Utara berbagai aktifitas, maka setiap pemanfataan harus dilakukan dengan hati-hati precaunary principles, sambil mengantisipasi dampak negatifnya. Rencana strategis pengelolaan merupakan matrik rencana kerja yang disusun berdasarkan hasil peruntukan lahan, identifikasi potensi pengembangan wilayah berbasis ekosistem mangrove. Untuk mendapatkan strategi pengelolaan dan pengembangan berdasatkan potensi dan kondisi aktual kawasan digunakan metode analisis Strength, Weakness, Opportunities and Threat Analysis SWOT. Analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threats Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan Rumapea, 2005. Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi matrik 4 kuadran, yaitu kekuatan strength, kelemahan weakness, peluang opportunity, dan ancaman threat. Selanjutnya dari ke empat kuadran matrik akan dilakukan identifikasi alternatif-alternatif strategi pengelolaan yang bisa dikembangkan. Tahap selanjutnya dilakukan pemilihan strategi alternatif berdasarkan skala prioritas yang diperoleh. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity di satu sisi, di sisi lain secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threats. Dengan analisis SWOT akan dapat dihasilkan rekomendasi arahan pengelolaan pengembangan ekosistem mangrove untuk pngembangan kawasan pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Kerangka kerja analisis strategi pengelolaan dan pengembangan tersebut disajikan dalam bentuk matrik strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi eksisting, potensi, permasalahan dan skala prioritasnya. Universitas Sumatera Utara METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki ekosistem mangrove dengan luas yang signifikan. Ruang lingkup wilayah penelitian ini meliputi seluruh wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang berada di kawasan pesisir Gambar 1, yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Tanjung Beringin dan Kecamatan Bandar Khalipah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2010. Sumber: Pemkab. Serdang Bedagai, 2009 Gambar 1. Peta Kabupaten Serdang Bedagai Lokasi Penelitian Universitas Sumatera Utara Populasi dan Sampel Penelitian ini akan dilakukan pada desa-desa yang tersebar di lima kecamatan yang terpilih memiliki ekosistem mangrove. Unit analisis akan dilakukan dengan skala desakelurahan. Dalam hal ini, seluruh desakelurahan yang memenuhi kriteria di atas akan dijadikan sebagai unit sampel penelitian. Jumlah desa yang memenuhi kriteria sebanyak 30 desa di 5 kecamatan, daftar nama desa dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Daftar nama desa yang memiliki ekosistem mangrove Kecamatan Desa A. Pantai Cermin 1. Celawan 2. Besar II Terjun 3. Pematang Kasih 4. Ara Payung 5. Sementara 6. Kota Pari 7. Pantai Cermin Kanan 8. Pantai Cermin Kiri 9. Kuala Lama 10. Lubuk Saban 11. Naga Kisar B. Teluk Mengkudu 12. Pasar Baru 13. Pekan Sialang Buah 14. Sialang Buah 15. Bogak Besar 16. Sentang 17. Pematang Guntung 18. Makmur 19. Pematang Setrak 20. Mata Pao C. Tanjung Beringin 21. Bagan Kuala 22. Pematang Kuala 23. Nagur 24. Tebing Tinggi D. Perbaungan 25. Sei Naga Lawan E. Bandar Kalipah 26. Kayu Besar 27. Pekan Bandar 28. Gelam Sei Sarimah 29. Kampung Juhar 30. Bandar Tengah Universitas Sumatera Utara Penelitian juga akan dilakukan pada masyarakat yang mendiami wilayah penelitian dengan sampel diambil berdasarkan pendekatan key person method. Data yang diperoleh melalui wawancara responden terpilih juga akan dikoleksi melalui metode wawancara mendalamindepth interview Bungin, 2008. Responden yang merupakan key person dan nara sumber berjumlah 6 responden setiap desa sebagaimana dalam Tabel 2, sehingga total responden dari 30 desa adalah 180 responden. Nara sumber di sini adalah para pelaku dan pengambil kebijakan yang representatif untuk bisa mendapatkan data yang dibutuhkan. Tabel 2. Responden Penelitian No Responden 1 Wakil masyarakat pesisir 2 2 Pimpinan Organisasi Profesi Nelayan Desa 1 3 Pelaku usaha yang terkait 1 4 Tokoh masyarakat desa 1 5 Pimpinan desa 1 Jumlah 6 Alat dan Bahan Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain : kamera digital, alat tulis, dan kalkulator. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian antara lain adalah kuisioner, data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi data responden yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung di lapangan. Adapun data sekunder yang dipergunakan meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Universitas Sumatera Utara Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif berupa studi kasus yang dilaksanakan melalui survei, kuisioner, observasi pengamatan langsung, dan wawancara yaitu dengan menggambarkan sistem strategi pengelolaan mangrove. Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah masyarakat pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Teknik Pengumpulan Data Dari sisi sumbernya, data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan kedua jenis data akan dilakukan sebagai berikut : Data Primer Data primer yang dikumpulkan meliputi gambaran fisik wilayah penelitian, jenis dan potensi ekonomi ekosistem mangrove, tanggapan dan persepsi stake holder ekosistem mangrove, pendapatpenilaian ahli dan nara sumber, serta data-data lain yang diperlukan dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui survei lapangan, kuisioner dan wawancara dengan nara sumber terpilih baik dari unsur institusi maupun personal. Data Sekunder Data sekunder lainnya diperoleh dari inatansi-instansi seperti BAPPEDA, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kehutanan, UKSDA Wilayah I, BPS, Lembaga-lembaga Penelitian dan sumber- sumber lain yang sahih. Universitas Sumatera Utara Analisis Data Rencana strategis pengelolaan merupakan matrik rencana kerja yang disusun berdasarkan hasil peruntukkan lahan, identifikasi potensi pengembangan wilayah serta kebutuhan akan upaya-upaya penguatan bagi terwujudnya pengembangan wilayah berbasis ekosistem mangrove. Untuk mendapatkan strategi pengelolaan dan pengembangan berdasatkan potensi dan kondisi aktual kawasan digunakan metode analisis Strength, Weakness, Opportunities and Threat SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan Rumapea, 2005. Data primer yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian dengan matrik SWOT. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal, yaitu kekuatan strength, kelemahan weakness, peluang opportunity, dan ancaman threat. Selanjutnya menilai dan memasukkan komponen-komponen faktor tersebut ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalahg kotak faktor internal kekuatan dan kelemahan sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah eksternal peluang dan tantangan. Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai titik hasil pertemuan antara faktor internal dan eksternal Tabel 3. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity di satu sisi, di sisi lain secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan kelemahan weakness dan ancaman threats. Empat macam strategi tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Strategi S O, memanfaatkan seluruh kekuatan untuk mendapatkan peluang 2. Strategi S T, menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi W O, pemanfaatan peluang dengan cara meminimumkan kelemahan. 4. Strategi W T, kegiatan pada strategi ini bersifat pertahanan dengan cara meminimumkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Tabel 3. Matriks SWOT Strength, Weakness, Opportunities, Threats Internal Eksternal Eksternal Kekuatan S faktor kekuatan Kelemahan W faktor kelemahan Peluang O faktor peluang S O Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang W O Strategi atasi kelemahan dan manfaatkan peluang Ancaman T faktor ancaman S T Strategi menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman W T Strategi meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sejarah Proses lahirnya undang-undang tentang pembentukan Sergai sebagai Kabupaten pemekaran merujuk pada usulan yang disampaikan melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 18K2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Deli Serdang. Kemudian Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 26KDPRD2003 tanggal 10 Maret 2003 tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Atas Usul Rencana Pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi 2 Kabupaten Kabupaten Deli Serdang Induk, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten yang luasnya mencapai 1.900,22 kilometer persegi ini, terdiri atas 243 desa atau kelurahan yang berada dalam 13 kecamatan Pemkab Sergai,2009. Letak Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 2 57 Lintang Utara, 3 16 Lintang Selatan, 98 33 Bujur Timur, 99 27 Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km 2 dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Simalungun, serta sebelah barat dengan kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian wilayah 0-500 meter dari permukaan laut Pemkab Sergai,2009. Universitas Sumatera Utara Iklim Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan sekitar 84, curah hujan berkisar antara 30 sampai dengan 340 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan Agustus-September 2004, hari hujan per bulan berkisar 8-26 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan Agutus- September 2004. Rata-rata kecepatan udara berkisar 1,9 mdt dengan tingkat penguapan sekitar 3,47 mmhari. Temperature udara per bulan minimum 23,7 C dan maksimum 32,2 C Pemkab Sergai,2009. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai adalah 588.263 jiwa pada tahun 2004, pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 1 dan kepadatan peduduk sebesar 310 jiwaKm 2 dengan beragam suku yaitu Melayu, Jawa, Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Angkola, Karo, Pakpak, Minang, Aceh, Cina Nias dan lainnya. Berdasarkan struktur usia, keseluruhan terdiri dari 199.006 orang atau 33,8 berusia dibawah 15 tahun adalah 136.176 orang atau 23,15 wanita usia subur, dan 85.522 atau 14,54 usia diatas 45 tahun termasuk 19.431 atau 3,3 diatas 65 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, secara kumulatif persentase jumlah penduduk pria adalah 295.806 orang atau 50,28 dan sebanyak 292.457 orang atau 49,72 adalah perempuan Pemkab Sergai,2009. Universitas Sumatera Utara Sumber Daya Manusia Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human Development Index HDI adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup Davies,2006. Indeks pembangunan manusia ipm atau human development index hdi tahun 2004 Indonesia masih dalam posisi 111 dari 177 negara di dunia. Posisi ini menempatkan Indonesia satu tingkat diatas negara Vietnam, namun masih jauh dibawah negara tetangga Singapura, Malaysia, Filipina maupun Thailand. Bila dilihat dari ukuran human poverty indeks hpi yaitu pengukuran yang didasarkan pada kondisi pendidikan, standar hidup yang layak serta kondisi kesehatan menunjukkan bahwa negeri ini menduduki peringkat ke-35, setingkat di atas negara Sri langka. Indeks pembangunan manusia antara propinsi di Indonesia, posisi propinsi Sumatera Utara adalah pada urutan ke 7 tujuh dari 30 propinsi yang ada atau sebesar 70,30 kondisi target 2004. Sedang indeks pembangunan manusia Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 67,8 . Tingkat partisipasi sekolah penduduk berumur 7 sd 12 tahun sebesar 99,40 pada tahun 2010 mencapai 99,90. Angka partisipasi sekolah untuk penduduk umur 7 sd 15 tahun pada tahun 2004 sebesar mencapai 96,50 dan penduduk usia 16 sd 24 tahun 2004 mencapai 66,60 dan tahun 2010 mencapai 77,20. Universitas Sumatera Utara Kondisi kesehatan masyarakat seperti tingkat kesakitan penduduk pada tahun 2004 sebesar 34,8 persen. Angka kematian bayi akb yang meninggal pada tahun 2004 sebanyak 7 jiwa per 15.828 kelahiran, jumlah angka kematian ibu aki pada tahun 2004 sebanyak 4 sedangkan pada tahun 2005 aki sebanyak 3 orang. Usia harapan hidup pada tahun 2004 diharapkan mencapai 65,8 tahun. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 adalah 255.565 jiwa, dan lapangan usaha yang tersedia tempat bekerja pada sektor pertanian 81.962 jiwa, sektor perdagangan 32.698 jiwa, sektor industri 32.253 jiwa, pada sektor jasa 30.877 jiwa, sektor pertambangan 403 jiwa dan sektor jasa keuangan 538 jiwa. Tingkat pengangguran terbuka tpt pada tahun 2005 sebesar 7,42 Pemkab Sergai,2009. Perekonomian Perkembangan perekonomian Kabupaten Serdang Bedagai mengalami perbaikan ditandai dengan pertumbuhan 6,05 pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 4,34 . Tetapi mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 5,91 , hal ini dikarenakan kenaikan harga BBM pada bulan Maret pada tahun 2005. Sumbangan yang terbesar dari pertumbuhan ekonomi diperoleh dari sektor pertanian sebesar 47,45 , diikuti dengan sektor industri 20,12 , perdagangan, hotel dan pariwisata yaitu sebesar 20,01 serta lainnya 12,42 . Laju inflasi di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2004 sebesar 6,51 sedangkan pada tahun 2005 naik menjadi 22,38 . Besaran angka inflasi Kabupaten Serdang Bedagai lebih tinggi dari laju inflasi nasional sebesar 6,40 . Universitas Sumatera Utara Nilai tukar petani ntp serdang bedagai juga mengalami peningkatan, kondisi pada tahun 2004 nilai tukar petani telah mencapai 109,4 , ini berarti bahwa kenaikan harga yang diterima petani it relative masih lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga yang dibayar petani ib untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 94,9 Catatan : angka masih gabung dengan kabupaten induk angka berdasar angka sumatera utara Penduduk miskin serdang bedagai tahun 2004 mencapai 48.237 jiwa atau 8.2 dari jumlah penduduk serdang bedagai. Kondisi ini sudah lebih baik dari saat krisis ekonomi tahun 1998 jumlah penduduk miskin mencapai 16,74 . Angka persentase penduduk miskin serdang bedagai pada tahun 2004 masih lebih rendah dibandingkan dengan nasional yaitu mencapai 16,66 dan sumatera utara 14,93 . Upaya mendukung kesejahteraan masyarakat, pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menyediakan sarana dan prasarana umum seperti transportasi darat, penerangan listrik pln dan pelayanan air bersih. Panjang jalan di seluruh Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2003 mencapai 1.682,52 km yang terdiri dari jalan negara 92,59 km, jalan propinsi 126,14 km dan jalan kabupaten 1.463,79 km, dengan peningkatan jalan mengalami kemajuan apabila dilihat dari keadaan tahun 2004, dengan kondisi jalan yang baik 132,29 km, atau 9,04 , kondisi sedang sepanjang 315,35 km atau 21,54, kondisi rusak sepanjang 40,65 km atau 16, 44 dan kondisi rusak berat sepanjang 775,50 km, atau 52,98 . Disisi lain pada tahun 2004 peningkatan jaringan irigasi dalam rangka mendukung Universitas Sumatera Utara ketahanan pangan dimana luas total sawah dan rawa di Kabupaten Serdang Bedagai seluas 50.723 ha yang terdiri dari irigasi teknis seluas 10.232 ha, irigasi semi teknis seluas 19.351 ha dan irigasi sederhana seluas 9.390 ha dengan kondisi daerah irigasi potensial seluas 38.973 ha Pemkab Sergai,2009. Karakteristik Responden Penelitian dilakukan pada desa-desa di beberapa kecamatan yang terpilih memiliki ekosistem mangrove sedangkan responden dalam penelitian ini adalah wakil masyarakat yang representatif, pimpinan organisasi profesi nelayan desa,pelaku usaha yang terkait,tokoh masyarakat,dan pemerintah desa. Karakteristik responden penting untuk diketahui agar objek penelitian dapat diketahui lebih baik. Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 180 orang. Karakteristik responden yang dijumpai di lokasi penelitian dapat digolongkan ke dalam beberapa aspek seperti : distribusi responden berdasarkan umur, mata pencaharian,berdasarkan tingkat pendidikan, dan berdasarkan tingkat pendapatan. Umur Umur menjadi faktor yang menentukan pola pikir seseorang dalam berbagai hal,contohnya dalam menjawab setiap pertanyaan kuisioner yang diajukan. Jadi secara tidak langsung umur akan turut mempengaruhi hasil jawaban dari kuisioner tersebut. Berdasarkan rekapitulasi data kuesioner responden menurut karakteristik umur seperti yang ditampilkan pada Tabel 4, kelompok umur yang dijumpai ini tersebar ke berbagai tingkat umur. Walaupun demikian, kelompok umur Universitas Sumatera Utara responden antara 41-50 tahun memiliki distribusi yang paling tinggi diantara kelompok umur lainnya yaitu sebanyak 71 orang atau 39,1. angka ini menunjukan bahwa angka pertumbuhan di kawasan pesisir cukup tinggi, hal ini terbukti banyaknya dijumpai penduduk yang berumur produktif pada tiap desa, namun tidak diimbanginnya dengan pertumbuhan ekonomi menyebabkan masih banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan banyak juga generasi muda yang tidak sekolah. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur No Kelompok Umur Tahun Frekuensi Proporsi 1 20 30 5 2,78 2 31 40 57 31,67 3 41 50 71 39,44 4 51 60 38 21,11 5 60 9 5 Jumlah 180 100 Sumber : Data primer, 2010 Mata Pencaharian Distribusi jenis pekerjaan paling besar dari 180 orang responden yang dijumpai di lokasi penelitian adalah jenis mata pencaharian petani yaitu sebesar 52,2, hal ini terbukti di lokasi penelitian banyak dijumpai pematang sawah dan ladang milik masyarakat selain itu Aksesibilitas antar desa yang lancar semakin memudahkan masyarakat untuk memasarkan hasil pertanian mereka. Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara mempunyai potensi yang strategis di sektor pertanian untuk dikembangkan sebab tanahnya subur dan cocok untuk komoditas pangan,hortikultur, dan tanaman pangan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor, masyarakat memilih untuk bertani meskipun tidak semua masyarakat memiliki lahan melainkan sistem sewa tanah. Dari hasil pengamatan dan wawancara, Universitas Sumatera Utara masyarakat pesisir lebih memilih untuk bertani dibandingkan menjadi nelayan, hal ini disebabkan hasil tangkapan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu responden juga bermata pencaharian karyawanburuh 15,56, Pedagang 12,22, Perangkat Desa 7,78, Nelayan 9,44 dan distribusi mata pencaharian paling kecil adalah PNS sebesar 2,73. Kecilnya angka mata pencaharian penduduk sebagai PNS membuktikan tingkat kemauan masyarakat untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi sangat minim,hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan ekonomi. Banyaknya sarana dan prasarana yang belum memadai semakin melengkapi lemahnya pengembangan pembangunan wilayah pesisir. Masyarakat pesisir pada umumnya hanya tamatan SD hingga SMA. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian No. Jenis Mata Pencaharian Frekuensi Proporsi 1 Petani 94 52,22 2 Pedagang 22 12,22 3 KaryawanBuruh 28 15,56 4 Perangkat Desa 14 7,78 5 Nelayan 17 9,44 6 PNS 5 2,78 Jumlah 180 100 Sumber : Data primer, 2010 Pendidikan Tingkat pendidikan responden yang dijumpai di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 6 terdiri dari 4 kelompok pendidikan. Tingkat pendidikan menegah SLTASMUSMK memiliki distribusi tertinggi yaitu 37,2 dan diikuti pendidikan tingkat menengah pertama SLTP sebesar 31,8, kemudian pendidikan tingkat dasar SDSR sebesar 26,6, dan hanya sebagian kecil untuk tingkat pendidikan perguruan tinggi S1,Diploma sebesar 4,4. Universitas Sumatera Utara Secara umum sangat sulit dijumpai sarana dan prasarana untuk pendidikan dan kesehatan di tiap desa, semakin jauh jarak desa dari ibukota kecamatan maka semakin terbatas pula sarana dan prasarana desa yang dimiliki. Sehingga masyarakat yang ingin berobat ataupun belanja kebutuhan sehari-hari harus menempuh jarak sekitar 5-8 km ke ibukota kecamatan. Keterbatasan kemampuan masyarakat untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi adalah salah satu penyebab utamanya, Dari data responden didapat sebagian besar masyarakat pesisir bekerja sebagai petani, hasil dari bertani belum cukup untuk membiayai sekolah ke tingkat unversitas, disamping itu banyaknya tanggungan orang tua menjadi salah satu hambatannya. Di tingkat desa keberadaan sekolah hanya terdapat sekolah dasar dan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini sedangkan untuk gedung SLTP dan SLTA terdapat di kota kecamatan, inilah salah satu hambatan yang menjadi pertimbangan orang tua untuk menyekolahkan anak mereka, disamping itu kurang nya kemauan generasi muda untuk bersekolah membuat semakin terpuruknya kemajuan pembangunan di kawasan pesisir. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Proporsi 1 SDSR 48 26,67 2 SLTPSMP 57 31,67 3 SLTASMUSMK 67 37,22 4 Perguruan Tinggi D1, D2, D3, Akademi, Sarjana Muda, Sarjana 8 4,44 Jumlah 180 100 Sumber : Data primer, 2010 Pendapatan Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan responden yang paling dominan adalah berkisar Rp1.000.000,00- Rp1.999.000,00- yaitu sebesar Universitas Sumatera Utara 41,6 atau sebanyak 76 orang yang mayoritas mata pencaharian mereka sebagai petani, namun angka ini tidak pasti disebabkan hasil panen yang didapat bergantung kepada kondisi cuaca yang tidak menentu, kemudian diikuti tingkat pendapatan Rp1.000.000,00- sebanyak 64 orang 35,7, pada umumnya tingkat pendapatan ini masyarakat bekerja sebagai karyawan, buruh, dan bergerak di bidang jasa seperti supir dan tukang ojek. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan hal ini dilihat dari tempat tinggal mereka yang kurang memadai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lindawati 2007 yang menyatakan bahwa sekitar 85 kondisi tempat tinggal keluarga nelayan pada umumnya belum memadai, dimana ukuran rumah sempit rata-rata 35m 2 , lantai rumah 67 masih beralaskan papan, dinding rumah umumnya dari sisa olahan kayu dan dari bambu, atap rumah umumnya masih dari rumbia dan sedikit yang menggunakan seng 15. Secara umum hanya 15 yang tinggal dalam rumah dengan kondisi yang memadai. Tingkat pendapatan Rp2.000.000,00 Rp2.999.000,00 sebanyak 22 orang 12,4 bekerja sebagai pegawai negeri baik di tingkat desa ataupun kecamatan ditambah penghasilan tambahan mereka, kemudian tingkat pendapatan Rp4.000.000,00 sebesar 5.9 yaitu masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pelaku usaha,seperti memiliki toko grosir, memiliki lahan perkebunan sawit ataupun menjadi toke ikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal mereka yang sangat berbeda dengan masyarakat desa lainnya,memiliki rumah bertingkat, dinding beton, lantai keramik serta mempunyai beberapa kendaraan.Dan yang terkecil dengan tingkat pendapatan Rp3.000.000,00- Universitas Sumatera Utara Rp3.999.000,00- sebanyak 8 orang 4,4 bekerja sebagai pelaku usaha seperti pemilik kebun sawit, toke ikan, dan pelaku usaha lainnya. Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan No. Tingkat Pendapatan Rp Frekuensi Proporsi 1 Rp1.000.000,00- 64 35,56 2 Rp1.000.000,00- Rp1.999.000,00- 76 42,22 3 Rp2.000.000,00- Rp2.999.000,00- 22 12,22 4 Rp3.000.000,00- Rp3.999.000,00- 8 4,44 5 Rp4.000.000,00- 10 5,56 Jumlah 180 100 Sumber : Data primer, 2010 Analisis SWOT Kekuatan Strength Secara umum kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai memiliki potensi yang kuat dalam pemanfaatan secara ekonomi seperti pertanian, perindustrian, pertambakan, pariwisata,penangkapan ikan, dan pemukiman. Hal ini sesuai dengan pernyataan DKP,2002 yaitu bahwa tidak kurang 60 penduduk Indonesia bermukim di kawasan pesisir. Salah satu cara untuk mendukung kebijakan strategis dalam pengelolaan kawasan pesisir adalah dengan menggunakan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai akan menjadi langkah awal bagi proses perencanaan pengembangan dalam rangka menyiapkan pelayanan publik dan mengoptimalkan potensi ekonomi lokal Pratomo, 2007. Sehubungan dengan hal-hal di atas, penelitian ini menjadi sangat urgen untuk dilakukan sebagai salah satu langkah konkrit untuk melakukan perencanaan pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir secara terpadu dengan pendekatan optimasi pemanfaatan ruang dan sumber daya. Perencanaan Universitas Sumatera Utara wilayah pesisir dimaksud juga dimaksudkan agar penataan ruang pesisir dapat diformulasikan oleh aturan main tertentu, bukan oleh mekanisme pasar. Selain itu, perencanaan pengembangan wilayah pesisir yang baik diharapkan dapat mengurangi fenomena kesenjangan pembangunan antar kawasan Lubis, 2005. Kawasan pesisir tersusun dari beberapa ekosistem,salah satunya adalah ekosistem mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, mangrove memiliki peran yang sangat strategis dalam hal pemanfaatan secara ekonomi maupun pemanfaatan ruang wilayah. Semua jenis vegetasi mangrove memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, masyarakat pesisir memanfaatkan kayu bakau untuk berbagai kepentingan seperti untuk bahan bangunan, peralatan untuk melaut, kayu bakar, dan kerajinan tangan. Bukan hanya kayu bakau yang dimanfaatkan masyarakat tetapi hampir semua jenis kayu mangrove seperti kayu tengar, lenggadai, dan kayu nipah. Ekosistem mangrove secara teratur terpengaruhi oleh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon yang khas mampu tumbuh di air asinpayau. Menurut masyarakat mangrove merupakan sumber bibit ikan,udang,dan kepiting, sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha pertambakan yang tidak merusak ekosistem mangrove agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat nelayan. Hal ini sesuai dengan Siregar dan Purwoko 2002 yang menjelaskan bahwa kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkorelasi secara timbal balik sehingga apabila salah satu komponen ekosistem rusak maka akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan. Ekosistem mangrove sebagai penyedia nutrisi bagi biota perairan Universitas Sumatera Utara sebab mangrove berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makan,tempat asuhan dan pembesaran,dan tempat pemijahan bagi aneka biota perairan. Selain kayu, mangrove juga menghasilkan sumberdaya perikanan, hal ini sesuai dengan Dephut 1997 menjelaskan bahwa hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin dan pemijahan dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik dentritus yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove contoh: daun, ranting dan bunga,dan hutan mangrove berperan peting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis-jenis komoditi penting perikanan, baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari daur hidupnya. Keberadaan kawasan hutan mangrove secara langsung memberi manfaat besar bagi masyarakat nelayan lokal, sebab mangrove berperan penting terhadap hasil tangkapan mereka, di sekitar mangrove banyak terdapat jenis ikan,udang,dan kepiting bakau. Hal ini didukung laporan USU 1999 yang menjelaskan bahwa nelayan lokal Pantai Timur Sumatera Utara percaya bahwa hutan mangrove sangat penting bagi perikanan sebagai tumpuan hidup mereka. Berdasarkan hasil penelitian, letak hutan mangrove yang berdekatan dengan kawasan pemukiman memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan dan menangkap ikan. Bentuk pemanfaatan yang beraneka ragam menjadikan mangrove sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pesisir baik sumber pokok maupun sampingan seperti gambar 2. Universitas Sumatera Utara Seperti anak anak hingga remaja yang mencari uang tambahan dengan menjala ikan pada sore hari di sekitar ekosistem mangrove. Selain itu masyarakat sekitar juga membuka tambak tambak udang dan kepiting di sekitar kawasan. Kondisi jalan yang bagus dan transportasi lancar memudahkan masyarakat sekitar dan pengusaha dalam pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove. Kelemahan Weakness Salah satu yang menjadi kelemahan kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah terjadinya penurunan luas hutan, hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu dari tahun ke tahun. Penyebab utamanya adalah konversi lahan hutan mangrove menjadi pertambakan dan perkebunan sawit. Pertambakan yang ekstensif dan dijalankan secara semi intensif maupun intensif dengan menggunakan pakan dan bahan kimia menyebabkan pengelolaan tambak tidak berkesinambungan dalam jangka panjang sehingga para pemilik tambak mencari lahan mangrove untuk kembali membuka tambak. Pembukaan tambak secara ekstensif merusak ekosistem mangrove dan menutup palung palung aliran air Gambar 2. Masyarakat mencari ikan, kerang , dan biota laut lainnya dalam hal pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir Universitas Sumatera Utara pasang akibatnya ekosistem mangrove tidak lagi terpengaruhi pasang surut air laut sehinngga vegetasi mangrove dan biota perairan mati. Proses tergerusnya garis pantai erosiabrasi dan bertambah dangkalnya perairan pantai sedimentasipengendapan pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami. Kejadian tersebut diperparah dengan ulah manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai mangrove, baik untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis kayu bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar. Dampak negatif yang dirasakan langsung oleh nelayan lokal, hasil tangkapan ikan dan udang menurun, pengaruh abrasi pantai, dan lingkungan pantai yang gersang. Selain karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi andil kepada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah cair maupun limbah padat yang bersumber dari industri dan rumah tangga Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam rusaknya kawasan pesisir. Berdasarkan data lapangan, masyarakat berusia produktif 15-64 tahun yang dijumpai jumlahnya mencapai 70 dari total responden. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan luas wilayah pemukiman yang terbatas menyebabkan konversi lahan hutan dijadikan kawasan pemukiman hal ini sesuai Dinas Kelautan dan Perikanan 2006 menjelaskan bahwa kepadatan penduduk pantai timur Sumatera Utara mencapai 187,75 jiwakm 2 , Lebih padat dibandingkan kepadatan penduduk di Pantai Barat Sumatera Utara sebesar 101,68 jiwakm 2 . Pertumbuhan penduduk tersebut tidak diimbangi dengan tingkat pendidikan masyarakat. Dari data penelitian, Penduduk yang berpendidikan SD sampai SLTAsederajat sebesar 95 , dan sisanya berpendidikan sampai perguruan tinggi. Jarak yang jauh dari tempat tinggal, keterbatasan ekonomi Universitas Sumatera Utara menjadi alas an masyarakat untuk enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk menyebabkan rendahnya daya serap terhadap perkembangan teknologi,isu global, dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Tingkat pendidikan yang rendah ini mempengaruhi pola pikir, gaya hidup, dan kesadaran lingkungan dalam masyarakat. Pengamatan di lapangan membuktikan bahwa taraf hidup masyarakat pesisir khususnya nelayan masih banyak yang hidup pra sejahtera miskin. Pemanfaatan mangrove secara eksploitasi dan tanpa perhitungan mengakibatkan rusaknya ekosistem,hilangya habitat biota perairan, menurunnya keragaman jenis vegetasi mangrove, dan hilangnya nilai estettika dan asri kawasan mangrove. Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kurangnya ketrampilan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu,dan kurangnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan. Peluang Opportunity Ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi perekonomian masyarakat pesisir hal ini sesuai dengan pernyataan Dephut 1997 menjelaskan bahwa ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Hal tersebut menjadi salah satu peluang untuk tumbuhnya berbagai kegiatan alternatif wirausaha yang dapat dilakukan masyarakat pesisir dalam hal pemanfaatan sumberdaya mangrove. Wirausaha yang dapat dikembangkan seperti pembuatan kayu arang karena di lokasi penelitian masih banyak terdapat kayu bakau. Pembuatan tempat Universitas Sumatera Utara pembibitan bibit mangrove merupakan salah satu peluang usaha karena adanya program program pemerintah untuk merehabilitasi kawasan mangrove setiap tahun, sehingga pemerintah dapat membeli bibit dari desa-desa pesisir yang nantinya hasil dapat dijadikan sebagai pendapatan asli desa PAD yang bisa digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana desa. Peluang usaha lainnya yaitu pemerintah dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai usaha pertambakan secara silvopastural. Pertambakan yang dimaksud ialah dengan tidak mengkonversi lahan melainkan dilakukan didalam hutan mangrove. Ekosistem mangrove mampu memberikan kontribusi nutrisi yang dibutuhkan oleh berbagai macam biota laut yang hidup disekitar perairan hutan mangrove. Daun mangrove yang gugur atau serasah akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan kemudian diuraikan menjadi komponen- komponen bahan organik yang lebih sederhana. Komponen ini nantinya menjadi sumber makanan bagi berbagai macam biota aquatik,misalnya molusca,udang,ikan,dan biota laut lainnya. Interaksi hutan mangrove dengan lingkungannya mampu memnciptakan kondisi yang sesuai bagi berlangsungnya proses biologi beberapa organisme akuatik. Pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari merupakan suatu usaha yang kompleks sebab menyangkut banyak pihak yang terkait baik didalam kawasan maupun diluar kawasan. Namun masyarakat sekitar kawasan yang lebih besar porsinya dalam menjaga kelestarian mangrove sebab mereka pula yang langsung merasakan dampak negatifnya bila ekosistem mangrove rusak, untuk itu pemerintah perlu mensosialisasikan kepada masyarakat secara intensif betapa pentingnya sumberdaya hutan mangrove hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso Universitas Sumatera Utara 2000 menjelaskan bahwa pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan dengan pola patisipatif meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan transparasi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi. Untuk itu perlu adanya keterpaduan antar lembagasektor terkait dengan pemerintah daerah setempat agar tidak terjadi tumpang tindih berbagai kepentingan dan didukung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan ekosistem mangrove lestari. Adanya isu-isu global seperti pemanasan global, tsunami, mendukung program pemerintah untuk merehabilitasi lahan dan menaikkan kesejahteraan masyarakat desa hutan melalui pengelolaan hutan lestari. Adanya kenaikan tingkat pendidikan masyarakat tiap tahun dan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan memudahkan program pemerintah untuk berjalan dengan baik. Ancaman Threat Dari hasil pengamatan di lapangan, kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai banyak dijumpai bekas pertambakan dan perkebunan milik pengusaha luar daerah. Pertambakan yang ada pun tidak dikelola lagi secara intensif karena telah tercemar dan disebabkan mewabahnya penyakit bibit ikan dan udang. Hal tersebut membuat masyarakat dan pelaku usaha mencoba usaha yang lain dengan mengkonversi lahan mangrove menjadi pekebunan sawit ,hal itu menjadi solusi bagi masyarakat pesisir untuk menambah penghasilannya, bentuk konversi lahan tersebut dapat dilihat seperti gambar 3. Universitas Sumatera Utara Hanya sebagian kecil kawasan mangrove yang bisa ditemukan di kawasan pesisir saat ini. Hal ini sesuai dengan DKP 2002 menjelaskan bahwa kemudahan akses terhadap kawasan pesisir cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir di tahun-tahun mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumber daya ekonomi maupun pemanfaatan ruang wilayah. Pengembangan wilayah pertambakan yang sangat ekstensif dan dijalankan secara semi intensif maupun intensif ddengan menggunakan berbagai bahan kimia dan pakan dalam jumlah besar dapat menghasilkan keuntungan financial yang besar. Namun pola bertambak seperti ini tidak akan berkesinambungan dalam jangka panjang. Setelah dioperasikan selama 4-5 tahun, usaha pertambakan tidak dapat dilakukan lagi secara optimal bahkan ditinggalkan karena sudah tidak produktif. Terakumulasinya bahan-bahan tercemar ditambak, mewabahnya penyakit dan tercemarnya air laut yang digunakan untuk tambak akibat industri di darat dan di wilayah pesisir maupun darri tambak itu sendiri, merupakan penyebab kegagalan usaha tambak. Gambar 3. Konversi lahan mangrove menjadi perkebunan sawit Universitas Sumatera Utara Pertumbuhan penduduk di kawasan pesisir sangat pesat dikarenakan wilayah ini sangat produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nugroho,et.al. menjelaskan bahwa 1. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi. 2. Akibat aktifitas menusia yang tinggi di wilayah ini dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap kerusakan lingkungan 3. Kerusakan wilayah pesisir akan berpengaruh besar bagi wilayah lainnya 4. Dalam rangka globalisasi dan zaman informasi seperti saat ini wilayah pesisir merupakan yang semakin penting, sebagai pintu gerbang informasi, lalu lintas barang dan transportasi masal yang relatif murah Berdasarkan faktor tersebut maka dikatakan kawasan pesisir mempunyai tingkat produktifitas dan potensi ekonomi yang tinggi sehingga menyebabkan berbagai macam kepentingan di kawasan pesisir sehingga terjadi tekanan yang merugikan terhadap kawasan pesisir yang tidak diperhitungkan seperti kawasan ekosistem mangrove. Hal lain yang menjadi ancaman keberlangsungan ekosistem mangrove adalah kondisi lingkungan pesisir yang relatif jorok. Perilaku masyarakat pesisir yang membuang sampah organik dan anorganik secara sembarangan. Hal ini menyebabkan ekosistem menjadi tercemar dan bahan bahan kimia terurai menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem mangrove. Banyaknya limbah domestik seperti sampah plastik yang tidak bisa terurai dan cairan detergen yang merusak unsur hara tanah dan tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah pesisir, perlu dilakukan suatu bentuk Universitas Sumatera Utara pengendalian, pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS. Hal ini merupakan masalah kritis, sehingga perlu dilakukan tindakan langsung baik secara hukum formal maupun hukum adat untuk menciptakan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Analisis Perumusan Strategi Gangguan mangrove oleh penduduk setempat berkaitan dengan pendapatan mereka yang rendah serta alternatif mata pencaharian yang terbatas. . Populasi penduduk yang bertambah mengakibatkan meningkatnya konversi lahan mangrove untuk pembangunan tambak serta meningkatnya permukaan terhadap kayu bakar . Untuk mengatasi tingginya tingkat konversi lahan mangrove menjadi tambak diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah setempat yang dinilai tepat sasaran tanpa mengabaikan kesejahteraan masyarakat setempat. Pembuatan kebijakan perlu adanya pertimbangan melalui perumusan strategi pengembangan yang tepat. Upaya perumusan strategi pengembangan dapat berupa analisis dari point internal dan eksternal. Dari hasil analisis yang dilakukan diatas dengan berfokus pada teknik analisis SWOT dari arah berpikir stratejik manajemen, maka dapat dibuat isu-isu strategis yang ditemukan serta ringkasan strategi yang dapat diambil dari analisis teknik SWOT tersebut. Pada tabel 8 ditampilkan secara keseluruhan teknik hasil analisis SWOT baik lingkungan eksternal untuk peluang dan ancaman maupun lingkungan internal untuk kekuatan dan kelemahan, sekaligus interaksi antar dimensi-dimensi tersebut dalam menemukan strategi yang tepat bagi pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Universitas Sumatera Utara Tabel 8.Hasil Analisis dengan Menggunakan Matrik SWOT Kekuatan S Kelemahan W 1. Aksesibilitas atau transportasi yang lancar dalam memanfaatkan sumberdaya ekosistem mangrove bagi masyarakat setempat 2. Menghasilkanmemproduksi kayu untuk merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat 3. Keberadaan hutan mangrove menjadi pemasok nutrisi bagi sebagian besar biota laut di kawasan pesisir 4. Ekosistem mangrove menghasilkan sumberdaya perikanan yang menjadi mata pencaharian nelayan 5. Keberadaan kawasan hutan mangrove menjadi sumber mata pencaharian masyarakat baik sebagai pekerja pokok maupun sampingan 1. Terjadinya penurunan luas hutan dan potensi hasil hutan kayu dan hhnk dari tahun ke tahun 2. Keragaman atau jenis pohon mangrove rendah 3. Keterampilan dan pengetahuan masyarakat dalam mengelola hutan mangrove secara lestari masih kurang 4. Tingkat pendidikan masyarakat dan kesejahteraan umumnya masih rendah 5. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi- fungsi hutan masih rendah 6. Skill dan pengalaman masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu masih kurang 7. Kelembagaan pengelolaaan yang ada tidak aktif dan tidak efektif mengelola hutan di lapangan 8. Tidak memiliki perangkat keamanan yang bisa menjaga hutan dengan baik Faktor Eksternal Faktor Internal Universitas Sumatera Utara Peluang O Strategi SO Strategi WO 1. Adanya berbagai alternatif kegiatan wirausaha yang dapat dilakukan oleh mayarakat berbasis ekosistem pemanfaatan sumberdaya mangrove 2. Adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung upaya pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari 3. Adanya isu global lingkungan yang mendukung program- program pengelolaan hutan lestari 4. Adanya proses peningkatan tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap lingkungan masyarakat sekitar hutan secara bertahap 1. Menciptakan wirausaha seperti wood working yang menghasilkan barang kebutuhan nelayan kerajinan tangan, atau souvenir S 1 , 2 , O 1 2. Pemanfaatan sumber daya mangrove yang dilakukan oleh masyarakat maupun pengusaha sebaiknya dilakukan secara lestari sesuai dengan kebijakan pemerintah S 1 , 2 , O 2 3. Mengembangkan usaha tambak pembibitan ikan,udang, kepiting dan biota laut lainnya dengan menerapkan sistem silvopastural S 3 , 4 , O 2 , 3 4. Pendampingan pemerintah kepada masyarakat berwirausaha dalam hal pemanfaatan mangrove S 1 , 2 , 3, 4 , 5 , O 2 , 3, 4 5. Aksesibilitas yang lancar memudahkan pengembangan wirausaha dan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan perekonomian lainnya S 1 , 2 , 3, 4 , 5 , O 1 , 2 , 3, 4 1. Pemerintah membuat kebijakan kepada pengusaha wajib merehabilitasi kembali kawasan mangrove yang rusak akibat pemanfaatan W 1 ,O 1 2. Membuat program reboisasi dan pengkayaan jenis mangrove yang dilakukan oleh semua pihak W 1 , 2 , O 2 , 3 3. Adakan penyuluhan lingkungan dan pelatihan pemanfaatan HHNK secara intensif kepada masyarakat W 1,4,5,6 , O 2, 4 4. Memberdayakan kembali lembaga atau organisasi mayarakat dalam mengelola ekosistem mangrove W 7,8 , O 2,3 5. Adakan program kegiatan lingkungan berkelanjutan oleh masyarakat dan stakeholder yang didukung kebijakan pemerintah daerah W 3,4,5,6 , O 2,3 6. Mengadakan program pendidikan lingkungan kepada anak-anak sekolah baik formal maupun non formal W 3,4,5,6 , O 2,3 7. Pemerintah mengorganisir lembaga- lembaga masyarakat untuk menjaga kelestarian mangrove W 8 ,O 2 Universitas Sumatera Utara Ancaman T Strategi ST Strategi WT 1. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengkonversi kawasan mangrove menjadi areal pertambakan, lingkungan,pemukiman, dan pertanian 2. Adanya pemahaman yang keliru tentang manfaat dan cara pemanfaatan kayu dari ekosistem mangrove 3. Adanya perilaku pemanfaatan ekosistem mangrove berupa kayu dan non kayu yang tidak ramah lingkungan 4. Beragamnya kepentingan dalam pemanfaatan potensi kawasan pesisir sehingga berdampak dalam kerusakan ekosistem mangrove 5. Pertumbuhan ekonomi di kawasan pesisir membutuhkan areal pengembangan aktivitas ekonomi selain hutan 6. Perilaku tidak ramah lingkungan dari masyarakat dalam membuang sampah anorganik 1. Aksesibilitas lancar memudahkan kawasan mangrove dikembangkan menjadi tempat belajar,wisata,tambak,dan pemanfaatan lainnya. S 1, 2 , T 1 2. Menciptakan pola tambak silvopastural S 3 , T 1 3. Penyuluhan oleh pemerintah, bagaimana cara pemanfaatan kayu dan non kayu dan cara pemanfaatan hhnk agar bernilai ekonomis dan menciptakan industri pengelolaanya dalam skala kecil S 2, 5 , T 2, 3, 4 4. Mengadakan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat tentang cara pemanfaatan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan S 5 , T 1 , 2, 3, 4,5 5. Memungkinkan dikembangkannya jasa ekowisata bahari S 1,5 , T 5 6. pemerintah harus lebih mengontrol pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan perangkat hukum,status kawasan,fungsi,dan kepemilikan lahan S 5 , T 5 7. Dilakukan suatu bentuk pengendalian limbah dan peraturan pengelolaan DAS S 4, 5 , T 6 1. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang tegas mengenai perubahan peruntukkan lahan khususnya ekosistem mangrove W 1 ,T 1 2. Mengadakan sosialisasi tentang cara pemafaatan kayu kepada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas potensi kayu dan meningkatkan daya kreatifitas masyarakat W 2 , 3 , 4 , 5 , 6 ,T 2 , 3 3. Kesejahteraan masyarakat pesisir yang belum merata dan tingkat pendidikan yang rendah,ketertarikan pengusaha yang berinvestasi menjadi perhatian pemerintah daerah untuk dapat mengajak masyarakat dalam berpartisipasi membangun daerahnya W 4 , T 5 4. Memberdayakan kembali lembaga masyarakat untuk menjaga dan mengawasi hutan mangrove dari perilaku pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan W 7,8 , T 5 5. Mengadakan program pendidikan lingkungan agar masyarakat sadar fungsi hutan dengan tidak membuang sampah anorganik W 4, 5 , T 6 Universitas Sumatera Utara Strategi SO merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Ekosistem pesisir yang memiliki daya produktifitas dan ekonomi tinggi sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha alat alat untuk nelayan ataupun handicraft yang berbahan dasar kayu bakau. Pengembangan bentuk wirausaha dalam hal pemanfaatan mangrove diharapkan dapat dilakukan secara lestari demi keberlangsungan ekosistem. Mengembangkan usaha tambak pembibitan ikan,udang, kepiting dan biota laut lainnya dengan menerapkan sistem silvopastural dengan tujuan pemanfaatan ekosistem mangrove secara lestari dan berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pesisir. Untuk hal itu pemerintah harus tetap mendampingi masyarakat dalam pemanfaatan potensi hutan mangrove, pengembangan usaha yang mungkin dapat dilakukan hingga masyarakat dapat mandiri. Aksesibilitas yang lancar memudahkan pengembangan wirausaha dan ekowisata. Ekositem mangrove yang terjaga dengan baik mempunyai potensi ekowisata yang dapat dikembangkan. Kegiatan ekowisata sekaligus memberikan informasi lingkungan yang diharapkan dan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mencintai alam. Kawasan mangrove yang tumbuh dengan baik dapat menjadi tempat penelitian, kunjungan siswa sekolah, dan kegiatan ilmiah lainnya Strategi WO merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang dari lingkungan luar. Ekosistem mangrove yang telah rusak perlu adanya perbaikan sistem pengelolaan dan rehabilitasi lahan oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan kepada Universitas Sumatera Utara pengusaha untuk wajib menanami kembali kawasan mangrove yang rusak akibat pemanfaatan tambak taupun perkebunan yang tidak ramah lingkungan. Membuat program reboisasi dan pengkayaan jenis mangrove yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan di kawasan mangrove. Pemerintah mengadakan penyuluhan lingkungan dan pelatihan bagaimana memanfaatkan HHNK secara intensif kepada masyarakat,diharapkan pemanfaatan tersebut dapat dikembangkan sebagai wirausaha intensif kemudian memberdayakan kembali lembaga atau organisasi mayarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. Pemerintah juga mengadakan program kegiatan lingkungan secara terpadu dan berkelanjutan oleh masyarakat dan stakeholder yang didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dan mengadakan program pendidikan lingkungan kepada anak-anak sekolah baik secara formal maupun non formal. Strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang datang dari lingkungan luar. Maraknya konversi lahan mangrove menjadi areal pertambakan dan perkebunan sawit oleh para pengusaha,pemerintah lebih berwenang dalam menentukan perubahan peruntukkan lahan ekosistem mangrove, agar tidak hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat dari ekosistem mangrove seperti mencari kayu bakar,nelayan,dan pencari biota laut lainnya di sekitar mangrove serta untuk mengurangi laju penurunan luas hutan tiap tahun. Dari penjelasan diatas bahwa pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari arti penting visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan Universitas Sumatera Utara lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi tersebut, maka strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama. Selain itu, pemerintah mengadakan penyuluhan ke masyarakat bagaimana cara pemanfaatan kayu dan non kayu yang tidak merusak lingkungan dan memberikan cara pemanfaatan hhnk agar bernilai ekonomis dan membangun industri pengelolaannya dalam skala kecil dan melakukan pendekatan kepada masyarakat tentang cara pemanfaatan yang efektif dan efisien serta menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Pertumbuhuan ekonomi yang pesat di daerah pesisir cenderung mengabaikan aspek-aspek ekologi sehingga banyak ekosistem mangrove terkena dampaknya,pemerintah harus lebih mengontrol pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan perangkat hukum,status kawasan,fungsi kelembagaan,dan kepemilikan lahan agar tidak terputusnya mata pencaharian masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan mangrove. Strategi WT merupakan strategi yang memperkecil kelemahan internal dan menghindari ancaman dari luar. Kawasan pesisir merupakan wilayah yang secara ekologis sangat peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan, baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang meningkat, sehingga wilayah pesisir mengalami tekanan dan cenderung menurunkan kualitas lingkungan wilayah pesisir serta kerusakan-kerusakan kawasan pesisir. Universitas Sumatera Utara Laju penurunan luas hutan mangrove yang begitu cepat dapat membahayakan keberlangsungan pertumbuhan di wilayah pesisir untuk itu pemerintah harus memiliki kebijakan yang tegas mengenai perubahan peruntukkan lahan khususnya ekosistem mangrove,hal ini bertujuan mengurangi laju penurunan luas hutan tiap tahunnya. Mengadakan sosialisasi tentang cara pemanfaatan kayu kepada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas potensi kayu dan meningkatkan daya kreatifitas masyarakat dalam pemanfaatan kayu maupun non kayu. Kesejahteraan masyarakat pesisir yang belum merata dan tingkat pendidikan yang rendah,ketertarikan pengusaha yang berinvestasi menjadi perhatian pemerintah daerah untuk dapat mengajak masyarakat dalam berpartisipasi membangun daerahnya, kemudian memberdayakan kembali lembaga masyarakat untuk menjaga,mengelola dan mengawasi hutan mangrove dari perilaku pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Dalam hal ini untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan kawasan pesisir perlu adnya kesadaran dan perbaikan koordinasi antar semua pihak dan stakeholders. Dari matrik SWOT tersebut dapat dilihat secara garis besar bentuk bentuk alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Namun untuk pelaksanaannya merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, masyarakat,dan stakeholder demi terciptanya pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir berbasis ekosistem mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Strategi yang didapat dari hasil analisis SWOT yaitu strategi SO didapat pemerintah memberdayakan masyarakat pesisir dengan mengembangkan segala bentuk wirausaha baik kecil maupun menengah dalam hal pemanfaatan mangrove yang dilakukan secara lestari 2. Strategi WO yang didapat pemerintah mengajak masyarakat untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang telah rusak dan memberikan penyuluhan mengenai pendidikan lingkungan dengan tujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan hutan mangrove 3. Strategi ST merumuskan perbaikan kebijakan di tingkat pemerintah daerah setempat mengenai perizinan konversi lahan dan status kawasan serta penanggulangan pencemaran limbah dan pengelolaan DAS 4. Strategi WT merumuskan tentang artinya pendidikan lingkungan di masyarakat, Pemerintah daerah lebih aktif dan intensif dalam melakukan penyuluhan lingkungan untuk pengelolaan kawasan mangrove secara partisipatif oleh masyarakat Universitas Sumatera Utara Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah : 1. Segera dibuat program program untuk perbaikan pengelolaan ekosistem melalui rumusan strategi SWOT yang dibuat sehingga dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah, kalangan ahli, aparat desa, dan lembaga masyarakat. 2. Pemerintah selaku pemegang kebijakan dapat memilih rumusan strategi yang paling tepat digunakan untuk pengambilan keputusan. 3. Aparat desa dan lembaga masyarakat harus berperan aktif dalam mengawsi segala bentuk pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1995. Buku Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri R, Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J. 1996 dan 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Saptodadi. Jakarta. Davies, A. and G. Quinlivan 2006, A Panel Data Analysis of the Impact of Trade on Human Development, Journal of Socioeconomics . http:id.wikipedia.orgwikiIndeks_Pembangunan_Manusia . diakses tanggal 27 februari 2011 Dephut. 1997. Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan DKP. 2006. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2010. DPK Sumut. Medan. Departemen Kelutan dan Perikanan. 2002. Pedoman Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Ditjend. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKP Jakarta. Lindawati, 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha dan Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga Istri Nelayan Pekerja di Kecamatan Medan Belawan. Jurnal Wahana Hijau Vol.3 No.1. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan. Lubis, R.A. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Fungsi Kota-kota pada Kawasan Tertentu Medan Sekitarnya Metropolitan Mebidang Area. Jurnal Wahana Hijau Vol.1 No.2. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan. Nugroho, I dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah dalam Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta. Pemkab. Serdang Bedagai, 2009. Potensi Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Website Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Serdangbedagaikab.go.id. tgl akses 15 Oktober 2009. Universitas Sumatera Utara Pratomo, W.A. 2007. Implementing Geographic Information System for Land Use and Spatial Planning. Jurnal Wahana Hijau Vol 2 No. 3. Program S3 Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan . Rumapea, M. 2005. Pengaruh Keberadaan Hutan Bakau Mangrove terhadap Usaha Produksi Arang dan Perekonomian Daerah di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Jurnal Wahana Hijau Vol.1 No.2. Program Doktor Perencanaan Wilayah SPS USU. Medan. Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta. Siregar, EBM dan Agus Purwoko, 2002. Pengelolaan Ekosistem dan Lingkungan Pesisir. Makalah pada Lokakarya Partisipasi Publik dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut, 28-30 Oktober 2002. Kerjasama Pemkab Deli Serdang dan dengan LPPM USU. Tanjung Morawa. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Universitas Sumatera Utara, 1999. Pelestarian dan Pengembangan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Makalah Seminar Pelestarian dan Pengembangan SM KGLTL. Universitas Sumatera Utara. Medan. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Identitas Responden KUISIONER A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : a. 19 tahun b. 20 24 tahun c. 25 29 tahun d. 30 35 tahun e. 35 tahun 3. Jenis Kelamin : laki-lakiperempuan 4. Pendidikan Terakhir : a. tidak tamat SD b. SD c. SMPMadrasah d. SMUSTM e. Perguruan Tinggi 5. Lama bermukim : a. 1 tahun b. 1- 5 tahun c. 5 - 10 tahun d. 10 - 15 tahun e. 15 tahun 6. Pekerjaan a. UtamaPokok : b. Sampingan : 7. Asal KecamatanDesa : 8. Kelompok Responden : Coret yang tidak perlu Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Kuisioner Identifikasi Komponen-Komponen SWOT B. Mohon bpkibu berkenan mengisi ceklist setujutidak setuju tentang kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman atas ekosistem mangrove dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Tabel 9. Kuisioner Identifikasi Komponen Komponen SWOT

1. Faktor Internal