Karakterisasi Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum Berdasarkan Sensitivitasnya terhadap Enzim Tripsin

KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR
Lactobacillus plantarum BERDASARKAN
SENSITIVITASNYA TERHADAP
ENZIM TRIPSIN

SKRIPSI
GILANG AYUNINGTYAS

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
GILANG AYUNINGTYAS. D14070143. 2012. Karakterisasi Plantaricin Asal
Empat Galur Lactobacillus plantarum Berdasarkan Sensitivitasnya terhadap
Enzim Tripsin. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.
Pembimbing Anggota : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.
Bakteri asam laktat (BAL) memiliki peran yang sangat penting dalam

pengolahan pangan. Bakteri asam laktat berperan aktif dalam proses fermentasi
pangan. BAL pada perkembangannya saat ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai
agen pengawet pangan alami. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan BAL dalam
memproduksi substansi-substansi antimikrob selama metabolismenya. Bakteriosin
merupakan salah satu substansi antimikrob yang diproduksi BAL. Supernatan bebas
sel netral isolat Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang diisolasi
dari daging sapi lokal diketahui memiliki aktivitas antimikrob melawan bakteri
indikator. Zat aktif pada senyawa antimikrob ini diduga sebagai bakteriosin yang
dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum atau disebut plantaricin, sehingga perlu
dilakukan proses purifikasi untuk mendapatkan plantaricin murni 1A5, 1B1, 2B2,
dan 2C12.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik plantaricin tersebut
terhadap degradasi enzim proteolitik. Sensitivitas plantaricin terhadap enzim
proteolitik merupakan kriteria utama dalam karakterisasi plantaricin, karena
komponen utama dalam plantaricin adalah peptida yang harus sensitif terhadap
enzim proteolitik. Enzim proteolitik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
enzim tripsin. Pengujian ini sekaligus untuk membuktikan bahwa plantaricin akan
terdegradasi dalam saluran pencernaan manusia, tempat terjadinya proses proteolitik
oleh enzim tripsin, sehingga plantaricin dapat digunakan sebagai agen pengawet
pangan alami. Proses karakterisasi diawali dengan memproduksi plantaricin 1A5,

1B1, 2B2, dan 2C12, melalui tahapan purifikasi.
Keempat galur Lactobacillus plantarum ditumbuhkan pada media De Man
Rogosa and Sharpe broth (MRSb) yang ditambah yeast extract (YE) 3%, diinkubasi
selama 20 jam, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm untuk
mendapatkan supernatan antimikrob. Supernatan antimikrob disaring menggunakan
membran saring sartorius untuk mendapatkan supernatan bebas sel, yang kemudian
dinetralkan pH-nya menjadi 5,8 – 6,2. Proses purifikasi parsial dilakukan dengan
menjenuhkan larutan menggunakan amonium sulfat hingga penjenuhan mencapai
80%. Presipitat plantaricin didapat dan didialisis menggunakan membran dialisis.
Proses dialisis menghasilkan plantaricin kasar, kemudian plantaricin kasar
dimurnikan dengan teknik kromatografi kolom pertukaran kation.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian produksi plantaricin
dan sensitivitas plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, 2C12 terhadap enzim tripsin adalah
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Rancangan acak
lengkap (RAL) pola faktorial 2x4 digunakan pada penelitian uji antagonistik
plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap bakteri indikator dengan ulangan

ii

sebanyak tiga kali. Faktor perlakuan pertama adalah penggunaan enzim tripsin, dan

faktor perlakuan kedua adalah plantaricin asal galur L. plantarum yang berbeda.
Hasil karakterisasi plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap enzim
tripsin, memperlihatkan bahwa plantaricin tersebut sensitif terhadap enzim tripsin.
Hal tersebut diindikasikan oleh terjadinya penurunan konsentrasi protein plantaricin,
serta terjadinya penurunan aktivitas penghambatan plantaricin terhadap bakteri
indikator pada uji antagonistik. Persentase penurunan konsentrasi protein terbesar
dimiliki oleh plantaricin 2C12 yaitu sebesar 74,27 %. Perlakuan enzim tripsin
berbeda nyata (p≤0,05) terhadap diameter zona hambat plantaricin pada uji
antagonistik dengan bakteri indikator. Aktivitas antimikrob dari plantaricin tidak
sepenuhnya diinaktivasi oleh enzim tripsin. Hal ini terlihat dari masih terbentuknya
zona hambat dan masih cukup tingginya nilai activity unit pada uji antagonistik
plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap bakteri indikator Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus aureus ATCC 14028, Bacillus cereus,
Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, dan Escherichia coli ATCC
25922.
Kata - Kata Kunci

: Bakteriosin, Lactobacillus plantarum, plantaricin, trispsin,
antagonistik.


iii

ABSTRACT
Plantaricin Characterization from Four Strains of Lactobacillus plantarum
Based on Sensitivity to Tripsin Enzyme
Ayuningtyas, G., I.I. Arief, dan T. Suryati
Lactic acid bacteria (LAB) has been used as biological preservative for
thousands years in food processing. LAB produces many antimicrobial substances,
one of them is bacteriocin. Four strains of Lactobacillus plantarum (1A5, 1B1, 2B2,
and 2C12) were isolated from Indonesia local beef and have identified producing
bacteriocin called plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12. The pure plantaricins were
obtained from purification steps, consisted of purification partial using ammonium
sulphate precipitation, dialysis, and purification using chromatographi cation
exchange. The objective of this research was to study characteristic plantaricin from
Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12 to proteolytic enzyme
degradation. The characterization was determined by sensitivity assay to tripsin
enzyme with antagonistic assay againt indicator bacterias (Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus, Salmonella
enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, and Escherichia coli ATCC 25922). The
result showed that plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12 could inhibit the indicators

bacterias consisted of Gram positive bacteria and Gram negative bacteria. Tripsin
enzyme treatment caused the declining of plantaricin protein concentration, and
plantaricin 2C12 has the highest declining percentage of protein concentration. The
activities of the plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12 decreased after treatment with
tripsin enzyme. The declining of plantaricin activities were determined by the
inhibition zone as result from antagonistic assay.
Keywords : Bacteriocin, Lactobacillus plantarum, plantaricin, tripsin, antagonistic
assay

iv

KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR
Lactobacillus plantarum BERDASARKAN
SENSITIVITASNYA TERHADAP
ENZIM TRIPSIN

GILANG AYUNINGTYAS
D14070143

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v

Judul

: Karakterisasi Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum Berdasarkan Sensitivitasnya terhadap Enzim
Tripsin

Nama

: Gilang Ayuningtyas


NIM

: D14070143

Menyetujui,

PembimbingUtama,

PembimbingAnggota,

(Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.)
NIP: 19750304 199903 2 001

(Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.)
NIP: 19720516 199702 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 2 Februari 2012

Tanggal Lulus :

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 November 1988 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Ade Sutisna,
M.MPd. dan Lelih Sondari. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di
Sekolah Dasar Negeri Panaragan 1 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2001.
Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bogor dari tahun
2001 hingga 2004, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor dari tahun 2004 dan
selesai pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan ditempatkan di Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif dalam

organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan pada dua periode
2008-2009 dan 2009-2010, serta kepanitiaan kegiatan kampus lainnya. Selama
mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik
Pengolahan Daging, Teknik Pengolahan Susu, serta Metodelogi Penelitian dan
Rancangan Percobaan. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM
(Bantuan Belajar Mahasiswa) dan PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) selama tiga
tahun pendidikannya di IPB, serta menerima Beasiswa Unggulan Kementrian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2011.
Penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang
penelitian tahun 2010-2011 dengan judul “Aplikasi Bakteriosin Sebagai
Preservatif Alami pada Produk Bakso untuk Meningkatkan Keamanan Pangan
Produk Olahan Daging” dan berhasil didanai. Penelitian tersebut juga
mengantarkan penulis untuk mengikuti The 18th Tri-University International Joint
Seminar and Symposium 2011 di Jiangsu University, China. Penulis melakukan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Plantaricin Asal
Empat Galur Lactobacillus plantarum Berdasarkan Sensitivitasnya terhadap
Enzim Tripsin” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

vii


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT pencipta alam raya, yang berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tersampaikan pada Nabi Muhammad
SAW. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberi dukungan dalam penyelesaian penelitian tugas akhir dan skripsi yang
berjudul “Karakterisasi Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum
Berdasarkan Sensitivitasnya terhadap Enzim Tripsin”. Penulisan skripsi ini
dilakukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semakin meningkatnya permintaan akan pangan sehat bebas bahan pengawet
sintetis menjadikan peran preservative biologis semakin dibutuhkan. Bakteriosin
merupakan salah satu senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
(BAL), berupa peptida atau komplek peptida aktif. Banyak negara telah
menggunakan

bakteriosin

sebagai


agen

pengawet

pangan

alami,

karena

kemampuannya dalam menghambat bakteri patogen dan pembusuk makanan.
Semenjak diketahui bahwa komponen utama dalam bakteriosin adalah peptida, maka
kriteria utama dalam karakterisasi bakteriosin adalah sensitivitasnya terhadap
protease. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai karakterisasi
dari bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum (plantaricin) terhadap
enzim proteolitik yaitu tripsin. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai karakteristik plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan
2C12 terhadap enzim tripsin. Disamping itu, dapat memberikan informasi plantaricin
mana yang memiliki sensitivitas tertinggi terhadap enzim tripsin, sehingga nantinya
akan lebih direkomendasikan untuk digunakan dalam aplikasi pengolahan pangan.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
seluruh pihak, serta dapat digunakan sebagai penambah ilmu pengetahuan bagi ranah
pangan pada umumnya, dan ranah mikrobiologi pada khususnya.
Bogor, Januari 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................

ii

ABSTRACT .........................................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................

v

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................

vi

RIWAYAT HIDUP ..............................................................................

vii

KATA PENGANTAR .........................................................................

viii

DAFTAR ISI ........................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

xiii

PENDAHULUAN ...............................................................................

1

Latar Belakang .........................................................................
Tujuan ......................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................

3

Bakteri Asam Laktat ...............................................................
Lactobacillus ................................................................
Lactobacillus plantarum ...............................................
Antimikrob ...............................................................................
Bakteriosin ...............................................................................
Purifikasi Bakteriosin ..............................................................
Mekanisme Penghambatan Senyawa Antimikrob ...................
Bakteri Patogen .........................................................................
Pseudomonas ................................................................
Staphylococcus aureus ..................................................
Bacillus cereus ..............................................................
Salmonella typhimurium ..............................................
Escherichia coli ............................................................
Enzim Protease .........................................................................

3
4
5
5
6
8
10
11
12
13
14
15
16
17

MATERI DAN METODE ...................................................................

18

Lokasi dan Waktu ....................................................................
Materi .......................................................................................
Prosedur ...................................................................................
Pewarnaan Gram ..........................................................
Uji Antagonistik Supernatan Bebas Sel Netral ............
Purifikasi Parsial ..........................................................
Dialisis .........................................................................

18
18
18
18
19
19
21
ix

Purifikasi Kromatografi Pertukaran Kation .................
Sensitifitas terhadap Enzim Proteolitik ........................
Uji Antagonistik Plantaricin .......................................
Rancangan dan Analisis Data ....................................................

21
22
22
23

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................

26

Karakteristik Galur L.plantarum dan Bakteri Indikator ..........
Produksi Plantaricin .................................................................
Uji Antagonistik Supernatan Bebas Sel Netral ............
Purifikasi Plantaricin ...................................................
Karakterisasi Plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 ..............
Sensitivitas Plantaricin Murni terhadap Enzim
Proteolitik .....................................................................
Uji Antagonistik Plantaricin Murni terhadap Bakteri
Indikator .......................................................................

26
30
31
32
35

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

47

Kesimpulan ..............................................................................
Saran ........................................................................................

47
47

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

49

LAMPIRAN .........................................................................................

54

35
37

x

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Kategori Aktivitas Antimikrob ............................................................

11

2. Penggunaan Padatan Amonium Sulfat (Penjenuhan) ..........................

20

3. Karakteristik BAL Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, 2C12,
dan Bakteri Indikator ...........................................................................

27

4. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum pada Media MRS broth dengan Inducer Yeast Extract
(YE) 3% ...............................................................................................

30

5. Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Asal Empat Galur
Lactobacillus plantarum terhadap Bakteri Indikator ..........................

31

6. Diamater Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ..............................................

37

7. Diamater Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Bacillus cereus .....................................................................................

39

8. Diamater Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 ...................................................

41

Diamater Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Escherichia coli ATCC 25922 .............................................................

43

10. Diamater Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Salmonella enteritidis ser. Thpimurium ATCC 14028 .......................

44

9.

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Bakteri Pseudomonas ........................................................................

13

2. Bakteri Staphylococcus aureus ............................................................

14

3. Bakteri Bacillus cereus ........................................................................

15

4. Bakteri Salmonella typhimurium .........................................................

16

5. Bakteri Escherichia coli ......................................................................

16

6. Metode Pengukuran Zona Hambat ......................................................

23

7. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Lactobacillus
plantarum ……………………………………………………………

28

8. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Indikator …………

29

9. Histogram Konsentrasi Protein Plantaricin Asal Empat Galur
Lactobacillus plantrum pada Tahap Proses Purifikasi Plantaricin .....

34

10. Histogram Konsentrasi Protein Plantaricin Asal Empat Galur
Lactobacillus plantarum yang Diberi Perlakuan Enzim Tripsin

35

11. Histogram Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Protein
Plantaricin Murni setelah Didegradasi Enzim Tripsin ……………...

37

12. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ……………….....................

39

13. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Bacillus cereus ………………………………………………………..

40

14. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 ...................................................

42

15. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Escherichia coli ATCC 25922 …………………………………........

43

16. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus
plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028 …………….

45

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Persentase Penurunan Protein Plantaricin Asal
Empat Galur Lactobacillus plantarum Setelah Didegradasi Enzim
Tripsin...................................................................................................

55

2. Hasil Sidik Ragam Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat
Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin
terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ..................

55

3. Uji Tukey Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur
Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap
Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ...............................

55

4. Hasil Sidik Ragam Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat
Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin
terhadap Bakteri Bacillus cereus .........................................................

56

5. Uji Tukey Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur
Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap
Bakteri Bacillus cereus ........................................................................

56

6. Hasil Sidik Ragam Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat
Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 ......................

56

Uji Tukey Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur
Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 .....................................

57

Hasil Sidik Ragam Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat
Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin
terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 ..................................

57

Hasil Uji Kruskal-Wallis Zona Hambat Plantaricin yang Diberi
Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Salmonella enteritidis ser.
Thypimurium ATCC 14028 ................................................................

57

10. Uji All-Pairwise Comparisons Kruskal-Wallis Zona Hambat
Plantaricin yang Diberi Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri
Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028 .....................

58

11. Hasil Uji Kruskal-Wallis Zona Hambat Plantaricin yang Berasal dari
Galur Lactobacillus plantarum yang berbeda terhadap Bakteri
Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028 .....................

58

12. Tahapan Pembuatan Buffer Potassium Phosphate 0,1 M ...................

58

13. Pembuatan buffer tris hidroklorida (Tris HCl) 0,05 M .......................

59

7.

8.

9.

xiii

14. Dosis Penggunaan Enzim Tripsin .......................................................

60

15. Gambar Zona Hambat Plantaricin terhadap Berbagai Bakteri
Indikator ..............................................................................................

60

16. Gambar Zona Hambat Supernatan Antimikrob Netral pada Uji
Aktivitas Antimikrob Awal .................................................................

61

17. Gambar Proses Purifikasi Plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 ......

61

18. Gambar Presipitat Plantaricin¸ Plantaricin Kasar, dan Plantaricin
Murni ...................................................................................................

61

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan bakteri asam laktat (BAL) dalam industri pangan telah
diaplikasikan sejak lama, khususnya sebagai kultur starter untuk produk-produk
pangan fermentasi. Bakteri asam laktat memiliki peran yang penting pada
pengolahan pangan. Hal tersebut dikarenakan BAL dapat memberikan karakteristik
yang diinginkan pada produk pangan fermentasi dan juga dapat meningkatkan
kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi produk-produk fermentasi, melalui
perannya sebagai faktor pertahanan alami melawan kolonisasi bakteri-bakteri
patogen didalam usus.
Selama proses fermentasi bakteri asam laktat memproduksi berbagai
substansi antimikrob yaitu, asam organik, hidrogen peroksida, bakteriosin dan
substansi seperti bakteriosin. Bakteriosin merupakan peptida yang dihasilkan dari
metabolisme anaerobik bakteri asam laktat (BAL) baik Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteriosin memiliki aktivitas antimikrob terhadap mikroorganisme yang
memiliki kedekatan secara filogenik dengan mikroorganisme penghasil bakteriosin
tersebut.
Penggunaan bakteri asam laktat juga diharapkan dapat diaplikasikan sebagai
agen pengawet pangan alami atau food biopreservation agent untuk mencegah
kerusakan pangan akibat keberadaan bakteri patogen dan bakteri pembusuk
makanan. Hal tersebut karena pada kondisi saat ini permintaan akan produk pangan
alami bebas bahan pengawet kimia semakin meningkat. Bakteriosin merupakan
senyawa antimikrob yang aman untuk dikosumsi karena substansi utama dalam
bakteriosin adalah peptida yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik, dan tidak
membahayakan bagi mikroflora usus. Berdasarkan hal tersebut, bakteriosin
berpotensi sebagai bahan pengawet pangan alami, dan berpotensi untuk menggantikan penggunaan antibiotik.
Keberagaman dan ketersediaan BAL yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan produksi bakteriosin. Salah satu spesies BAL yang secara alami
terdapat dalam daging sapi adalah Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum
menghasilkan bakteriosin yang dikenal dengan plantaricin. Penelitian sebelumnya
(Arief et al., 2008) menemukan bahwa isolat indigenus Lactobacillus plantarum
1

2C12, 1A5,1B1, dan 2B2 yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia
menghasilkan suatu senyawa antimikrob sebagai bakteriosin. Bakteriosin yang
berasal dari berbagai galur Lactobacillus plantarum dapat memiliki karakteristik dan
spektrum penghambatan yang berbeda-beda.
Plantaricin diperoleh melalui proses yang disebut purifikasi, yaitu memisahkan plantaricin dari sel bakteri Lactobacillus plantarum dan dari komponen
antimikrob lainnya yang dihasilkan sel bakteri pada proses fermentasi. Plantaricin
sebagai substansi proteinaceous harus sensitif paling tidak terhadap satu jenis enzim
proteolitik (Moreno et al., 2000), oleh karena itu sensitivitas plantaricin terhadap
enzim proteolitik merupakan kriteria utama dalam karakterisasi plantaricin. Enzim
proteolitik yang digunakan untuk melakukan karakterisasi plantaricin adalah enzim
tripsin. Pengujian sensitivitas plantaricin terhadap enzim proteolitik pun perlu
dilakukan untuk menunjukkan bahwa plantaricin akan terdegradasi di dalam saluran
pencernaan manusia, tempat terjadi proses proteolisis oleh enzim tripsin. Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengkarakterisasi plantaricin dari empat galur Lactobacillus
plantarum terhadap degradasi enzim tripsin. Karakterisasi dilakukan melalui
pengukuran konsentrasi protein yang terkandung di dalam plantaricin sebelum dan
setelah didegradasi oleh enzim tripsin, serta melalui uji antagonistik plantaricin yang
diberi perlakuan enzim tripsin dengan bakteri indikator yaitu bakteri patogen dan
bakteri pembusuk makanan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik plantaricin yang
diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan
2C12 terhadap degradasi enzim tripsin. Karakterisasi plantaricin tersebut diuji
melalui sensitivitasnya terhadap enzim tripsin sebagai salah satu kriteria plantaricin
dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan yang aman.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat secara umum termasuk dalam bakteri Gram positif, tidak
berspora, berbentuk bulat maupun batang, dan menghasilkan asam laktat sebagai
mayoritas produk akhir selama memfermentasi karbohidrat (Axelsson, 2004). Grup
bakteri yang termasuk bakteri asam laktat adalah spesies yang berasal dari genus
Lactococcus, Steptococcus (hanya satu spesies), Enterococcus, Pediococcus,
Tetragenococcus, Aerococcus, Alloiococcus, Oenococcus, Vagococcus, Lactospera,
Leuconostoc, Weisella, Lactobacillus, Dolosigranulum, Globicatella, dan Carnobacterium (Ray dan Bhunia, 2007). Saat ini hanya beberapa spesies dari Lactococcus, Lactobacillus, Leuconostoc, dan Pediococcus yang digunakan dalam proses
fermentasi pangan, dan beberapa spesies dari Lactobacillus serta Bifidobacterium
memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan dan bagi saluran pencernaan
(Ray and Miller, 2003).
Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk
memfermentasi gula menjadi asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produkproduk fermentasi seperti fermentasi sayur-sayuran, fermentasi susu, dan fermentasi
ikan (Fardiaz, 1989a). Hal penting lainnya dari karakteristik bakteri asam laktat
adalah kemampuannya untuk memproduksi bermacam-macam metabolit antimikrob,
diantaranya asam organik, hidrogen peroksida, karbon dioksida, dan bakteriosin,
yang dapat mengambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk, memperpanjang masa
simpan produk pangan, serta meningkatkan keamanan produk pangan (Jeevaratnam
et al., 2005). Beberapa dari agen antimikrob telah diketahui karakteristiknya, tapi
beberapa masih diidentifikasi (Ray and Miller, 2003).
Bakteri asam laktat dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan tipe
fermentasinya yaitu organisme yang bersifat homofermentatif, dan heterofermentatif.
Pada kelompok homofermentatif, glukosa difermentasi menghasilkan asam laktat
sebagai satu-satunya produk. Grup bakteri asam laktat heterofermentatif selain
menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa lainnya yaitu etanol,
CO2, asam asetat (Rahman et al., 1992). Strepstococcus, Pediococcus, dan beberapa
spesies Lactobacillus bersifat homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies
Lactobacillus lainnya bersifat heterofermentatif (Fardiaz, 1989a).

3

Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena berkontribusi
dalam menghambat pertumbuhan bakteri lainnya khususnya patogen dan mampu
membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007).
Preservatif yang dilakukan oleh bakeri asam laktat disebabkan oleh asam laktat yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut selama fermentasi pangan akan menurunkan nilai pH
dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam, hal ini juga
menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya (Buckle et al.
1987). Beberapa strain bakteri asam laktat berkontribusi dalam pengawetan pangan
karena kemampuannya memproduksi bakteriosin (Savadogo et al., 2004). Kemampuan bakteriosin dalam melakukan aktivitas sebagai biopresevatif dicapai oleh efek
penghambatannya terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et
al., 2006).
Lactobacillus
Lactobacillus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif dan sering
membentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya (Buckle et al., 1987). Bakteri ini
tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, katalase negatif, bakteri ini menyerupai
Streptococcus dalam kebutuhan nutriennya (Fardiaz, 1989b), umunya tidak bergerak,
koloninya dalam media agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan,
dan tidak berpigmen (Holt et al., 1994). Lactobacillus umumnya lebih tahan terhadap
keadaan asam daripada jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus, oleh karenanya
menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat
(Buckle et al., 1987). Spesies dalam genus Lactobacillus banyak yang bersifat
termodurik, yaitu tahan suhu pasteurisasi dan sering ditemukan pada makanan,
misalnya pada permukaan sayuran, pada susu serta produk-produk susu (Fardiaz,
1989b), dan ditemukan pada pangan asal hewan (Holt et al., 1994). Ray dan Bhunia
(2007) menyebutkan bahwa, suhu pertumbuhan dari Lactobacillus bervariasi dari
1oC hingga 50 oC, namun kebanyakan spesies yang digunakan sebagai kultur starter
pada fermentasi terkontrol produk pangan, tumbuh dengan baik pada suhu 25oC
hingga 40 oC.

4

Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas
Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus.
Lactobacillus

plantarum

mempunyai

kemampuan

untuk

menghambat

mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan tersbesar
dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995).
Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 merupakan isolat indigenus yang
diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia yang dijual di tiga pasar yang berbeda di
Bogor. Karakteristik morfologi keempat galur Lactobacillus plantarum tersebut
adalah berbentuk batang, susunan tunggal maupun susunan rantai pendek. Hasil
pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Gram positif,
serta hasil uji katalasenya menunjukkan negatif (Firmansyah, 2009). Arief et al.
(2011) melaporkan bahwa suatu senyawa antimikrob diproduksi oleh bakteri asam
laktat Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12, yang diisolasi dari daging
sapi lokal. Senyawa antimikrob tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri
patogen Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) ATCC 25922, Escherichia coli
enteropatogenik (EPEC) K11, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dan
Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Antimikrob
Antimikrob adalah sifat suatu senyawa kimia atau biologi yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Makanan mungkin
mengandung komponen yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.
Komponen antimikrob tersebut terdapat dalam makanan melalui salah satu dari
beberapa cara yaitu, terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan, terbentuk selama pengolahan atau jasad renik
yang tumbuh selama fermentasi makanan. Senyawa antimikrob dapat bersifat
bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri),
fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan
germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Fardiaz, 1989a).
Zat antimikrob asal bakteri asam laktat berfungsi sebagai suatu preservatif
alami. Suatu preservatif pangan yang alami yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut yaitu, tingkat toksisitas yang rendah, stabil terhadap proses pengolahan
5

pangan dan selama penyimpanan pangan, mampu menghambat pada konsentrasi
yang rendah, dan economic viability (Jeevaratnam et al., 2005). Kemampuan suatu
zat antimikrob dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan,
sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur, dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik
dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa di dalamnya
(Davidson

dan

Branen,

1993).

Karakteristik

bakteri

asam

laktat

adalah

kemampuannya untuk memproduksi bermacam-macam metabolit antimikrob.
Antimikrob ini mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme yang menjadi
target seperti khamir, kapang, bakteri vegetatif, spora bakteri, dan bahkan virus.
Spektrum dari aktivitas antimikrob bervariasi berdasarkan metabolit spesifiknya
(Ray and Miller, 2003).
Bakteriosin
Bakteriosin merupakan salah satu senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat. Bakteriosin didefinisikan sebagai peptida-peptida aktif atau
kompleks peptida yang disintesis di ribosom, serta memiliki aktivitas bakteriostatik
dan bakterisidal (Jeevaratnam et al., 2005). Aktivitas bakterisidal dan bakteriostatik
pada banyak kasus, dilakukan terhadap bakteri yang memiliki kedekatan secara
filogenik dengan bakteri penghasil bakteriosin tersebut. Beberapa bakteriosin yang
berasal dari bakteri Gram positif, memiliki spektrum penghambatan yang cukup luas,
dan dapat digunakan sebagai antibakterial agen untuk berbagai aplikasi pengolahan
pangan (Hata et al., 2010).
Karakter lainnya dari bakteriosin adalah bakteriosin tahan panas atau heat
stable dan agak stabil pada penyimpanan dingin serta beku. Efek bakterisidal
bakteriosin terjadi terhadap sel yang sensitif, dan kematian terjadi secara cepat pada
konsentrasi yang rendah. Karakteristik peptida bakteriosin adalah peptida hidropobik
dan kationik, serta muatan positifnya akan lebih tinggi pada kondisi pH rendah.
Peptida bakteriosin merupakan peptida ribosomal, amfipatik, dan mempunyai
struktur α-helical atau β-sheet, atau keduanya, serta dapat juga mempunyai tioeter,
jembatan disulfida, atau kelompok tiol bebas. Umumnya bakteriosin memiliki kurang
dari 60 jenis asam amino, namun efisiensi aksi bakterisidalnya tidak bergantung pada
banyaknya asam amino yang terkandung dalam bakteriosin tersebut. Enzim
6

proteolitik yang berbeda dapat menghidrolisis peptidanya, menyebabkan hilangnya
keefektifan dari bakteriosin (Ray dan Bhunia, 2007).
Saat ini penggunaan bakteri asam laktat sebagai penghasil bakteriosin di
bidang peternakan semakin bertambah luas, diantaranya sebagai biopreservatif
(Wiryawan dan Tjakradidjaja, 2001). Bakteriosin dari bakteri asam laktat telah
menjadi perhatian penting karena potensinya untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan yang aman sebagai preservatif alami dan non-toxic, serta
mencegah terjadinya kebusukan pangan oleh bakteri patogen Gram positif (Hata et
al., 2010).
Bakteriosin berakumulasi di dalam media kultur selama fase pertumbuhan
eksponensial hingga fase pertumbuhan stasioner (Vuyst dan Vandamme, 1994).
Menurut Driber et al. (2006), pada awal fase stasioner bakteri asam laktat mengalami
modifikasi enzimatis pada proses pascatranslasi yang akan mengubah prebakteriosin
menjadi bakteriosin yang aktif. Inkubasi yang terlalu lama menyebabkan aktivitas
bakteriosin menurun, hal ini karena pengaruh inaktivator bakteriosin yang spesifik
atau sifat reabsorpsi bakteriosin oleh sel produsen. Jika waktu inkubasi diperpanjang
maka aktivitas bakteriosin menurun karena terbebasnya protease dari sel autolisis,
bakteriosin juga merupakan molekul proteaneus sehingga molekulnya mudah
terdegradasi (Jo et al., 1996). Produksi bakteriosin dipengaruhi oleh tipe dan level
karbon, sumber nitrogen dan fosfat, surfaktan kation dan penghambat (Savadogo et
al., 2006).
Bakteriosin asal bakteri asam laktat dibagi kedalam empat kelas yang berbeda
yaitu kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV. Kelas I adalah lantibiotik, sedangkan
kelas II adalah peptida berukuran kecil sifatnya relatif stabil terhadap panas dan tidak
mengandung lanthionine pada peptidanya. Bakteriosin kelas III adalah peptida
berukuran besar yang labil terhadap panas (Yamato et al., 2003), dan kelas IV
merupakan bakteriosin kompleks yang membutuhkan karbohidrat dan separuh lipid
untuk mencapai aktivitas antimikrobial (Jeevaratnam et al., 2005). Kelas I dan II
merupakan kelas-kelas utama dari bakteriosin yang mempunyai potensi untuk
digunakan di dalam aplikasi komersial. Bakteriosin yang diproduksi oleh
Lactobacillus plantarum dikenal dengan nama plantaricin (Omar et al., 2006).

7

Contoh bakteriosin yang berasal dari kelas I adalah nisin yang diproduksi
oleh Lactocoocus lactis subsp. Lactis. Kelas I dibagi menjadi Ia dan Ib. Kelas Ia
termasuk nisin didalamnya terdiri dari peptida hidrofobik dan kationik yang dapat
membentuk pori di membran sel targetnya, serta memiliki struktur yang lebih
fleksibel dibandingkan dengan bakteriosin kelas Ib. Bakteriosin kelas Ib merupakan
peptida globular, bermuatan negatif atau sama sekali tidak bermuatan (Altena et al.,
2000). Bakteriosin kelas II dibedakan menjadi kelas IIa dan IIb. Peptida-peptida
bakteriosin kelas IIa aktif dalam menghambat Listeria. Bakteriosin kelas IIb
mengandung dua peptida yang berbeda, dan membutuhkan kedua peptida ini untuk
aktivitas antimikrobial yang optimal (Cleveland et al., 2001).
Penggunaan bakteriosin sebagai biopreservative memiliki beberapa keuntungan, yaitu 1) tidak toksik dan mudah mengalami biodegradasi karena merupakan
senyawa protein, 2) tidak membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh
enzim-enzim dalam saluran pencernaan, 3) aman bagi lingkungan dan dapat
mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai bahan pengawet, serta 4) dapat
digunakan dalam kultur bakteri unggul yang mampu menghasilkan senyawa
antimikrob terhadap bakteri patogen atau dapat digunakan dalam bentuk senyawa
antimikrob yang telah dimurnikan (Nurliana, 1997).
Bakteriosin diproduksi oleh bakteri asam laktat Gram positif maupun Gram
negatif. Strain bakteri yang berbeda bahkan spesies bakteri yang berbeda dapat
memproduksi bakteriosin yang sama (Ray and Miller, 2003). Beberapa strain pada
spesies yang sama dapat memproduksi bakteriosin yang sama dan dapat pula yang
berbeda, namun diketahui juga bahwa satu strain bakteri dapat memproduksi lebih
dari satu bakteriosin (Ray dan Bhunia, 2007).
Purifikasi Bakteriosin
Metode yang digunakan untuk purifikasi bakteriosin adalah metode purifikasi
protein. Umumnya purifikasi protein membutuhkan prosedur isolasi, yaitu
memisahkan protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan
sifat tertentu dari protein lain yang tidak diinginkan dalam analisis. Metode yang
biasa digunakan untuk tahap awal isolasi adalah metode yang memiliki daya pemisah
terendah seperti pengendapan dengan ammonium sulfat (Englard dan Seifter, 1990).
Presipitasi adalah suatu metode menggunakan penambahan reagen yang menye8

babkan protein meninggalkan larutan dan membentuk partikel tidak larut dalam
endapan (Tokuyasu et al. 1996). Proses pengendapan protein dengan garam
ammonium sulfat dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu salting in dan
salting out. Englard dan Seifter (1990) menyatakan pada konsentrasi garam
ammonium sulfat yang tinggi, garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunya
jumlah air yang terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul
protein lebih kuat dibandingkan dengan gaya tarik menarik antara molekul protein
dengan air (mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap
dari larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Proses pengendapan harus
dilakukan dalam kondisi dingin sehingga protein akan mengendap tanpa mengalami
denaturasi. Keuntungan menggunakan garam ammonium sulfat karena mempunyai
kelarutan tinggi, pH moderat, relatif lebih murah, non toksik, dan tidak
mempengaruhi enzim (Tokuyasu et al., 1996). Proses pengendapan ini mempunyai
dua tujuan yaitu sebagai awal proses pemurnian dan meningkatkan konsentrasi
protein (Day dan Underwood, 2002).
Rangkaian metode isolasi protein berikutnya adalah dialisis. Dialisis
merupakan metode pemisahan molekul kecil dan molekul besar dengan gaya difusi
selektif melalui membran semiparmiabel. Sampel yang mengandung protein
umumnya mengandung komponen yang tidak diinginkan seperti garam ammonium
sulfat yang merupakan garam dari proses pengendapan protein (He et al., 1995).
Metode isolasi protein lainnya adalah kromatografi kolo. Kromatografi merupakan
suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan
didistribusikan di antara dua fasa, salah satu fasa tersebut adalah suatu lapisan
stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir
lembut di sepanjang landasan stasioner. Kromatografi pertukaran ion terdiri atas
landasan stasioner berupa padatan dan fasa bergerak berupa cairan (Day dan
Underwood, 2002). Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan
dalam suatu kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai
fase mobil untuk mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui
kolom (Adnan, 1997).

9

Mekanisme Penghambatan Senyawa Antimikrob
Mekanisme aktivitas penghambatan oleh senyawa antimikrob dipengaruhi
oleh struktur dan komposisi sel mikroorganisme target. Terdapat beberapa
mekanisme, diantaranya kerusakan pada dinding sel, perubahan permeabilitas sel,
perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, serta
penghambatan sintesis asam nukleat dan protein (Dwidjoseputro, 1990). Aksi
penghambatan bakteriosin terhadap bakteri yang sensitif terjadi secara cepat pada
konsentrasi yang rendah, serta efisiensis bakterisidalnya akan meningkat pada
kondisi pH yang asam, dan pada temperatur yang lebih tinggi. Sel penghasil
bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya
sendiri, disebabkan ketahanan protein yang spesifik. Terdapatnya sebuah struktur
amfipatik α-helical dengan sisi polar dan nonpolar yang berlawanan pada
bakteriosin, membuat bakteriosin dapat berinteraksi dengan kedua fase air dan lipid
ketika terikat dengan permukaan membran sel bakteri yang sensitif, sehingga sel
mengalami destabilisasi fungsional dan sel tersebut mati (Ray dan Bhunia, 2007).
Umumnya bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap bakteriosin sedangkan
bakteri Gram negatif resisten terhadap bakteriosin. Hal tersebut dikarenakan
permukaan membran sitoplasma bakteri Gram negatif mengandung molekul
lipopolisakarida (LPS), yang secara normal berperan sebagai pembatas untuk
mencegah terjadinya kontak antara molekul bakteriosin dengan fosfolipid anionik di
membran sitoplasma bagian dalam. Molekul LPS ini juga yang menyebabkan bakteri
Gram negatif tahan terhadap garam empedu. Namun bakteri Gram negatif dapat
menjadi sensitif terhadap bakteriosin apabila mendapat perlakuan fisik maupun
kimia, contohnya dengan memberikan perlakuan tekanan tinggi terhadap sel (Ray
dan Bhunia, 2007).
Aksi penghambatan bakteriosin terutama efek bakterisidal terhadap bakteri
sensitif diawali dengan destabilisasi fungsi membran sitoplasma. Destabilisasi ini
berupa pengingkatan permeabilitas membran, sehingga mengganggu keseimbangan
barier dan dapat mengakibatkan kematian sel (Jack et al., 1995). Molekul bakteriosin
akan menempel di permukaan membran sel bakteri dan akan membentuk pori-pori.
Akibat terbentuknya pori-pori di membran sitoplasma sel bakteri, maka membran
sitoplasma menjadi tidak selektif. Banyak molekul-molekul kecil dan ion-ion yang

10

melewati membran, akibatnya proses metabolisme sel akan terganggu, seperti
penghambatan sintesis ATP dan terganggunya sistem transport sel. Hal tersebut akan
menyebabkan kematian sel dan akhirnya sel akan mengalami lisis.
Reseptor bakteriosin di sel sensitif adalah polimer anionik yaitu asam teikoat
yang hanya dihasilkan oleh bakteri Gram positif. Molekul-molekul kationik dari
bakteriosin akan berinteraksi dengan polimer-polimer anionik dipermukaan membran
sel. Sifat hidrofobik dari bakteriosin juga berpengaruh saat aktivitas penghambatan
bakteri sensitif. Hal ini dikarenakan inaktivasi mikroorganisme oleh bakteriosin
tergantung pada interaksi hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul
bakteriosin (Ray dan Miller, 2003). Membran terluar bakteri Gram negatif bersifat
hidrofilik, akibatnya bakteriosin asal bakteri asam laktat tidak efisien dalam
menghambat bakteri Gram negatif (Ray dan Bhunia, 2007). Davis dan Stout (1971),
mengkategorikan aktivitas antimikrob berdasarkan diameter zona hambat yang
dihasilkan pada uji antagonistik seperti tercantum pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kategori Aktivitas Antimkirob
Daerah Hambat

Kategori

> 6 mm

Kuat

3 – 6 mm

Baik

0 – 3 mm

Lemah

Sumber : Pan et al. (2009)

Bakteri Patogen
Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan terbagi menjadi bakteri pembusuk
yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit
pada manusia. Jumlah bakteri pembusuk umumnya lebih dominan dibandingkan
dengan bakteri patogen (Fardiaz, 1992). Penyakit yang ditularkan melalui makanan
hanya berhubungan dengan sejumlah kecil bakteri patogenik tertentu. Makanan atau
bahan pangan tersebut digunakan sebagai substrat pertumbuhan bakteri patogen.
Bakteri patogen menyebabkan penyakit pada manusia melalui dua cara yaitu infeksi,
dalam kasus ini bakteri patogen berkembang biak dalam alat pencernaan manusia
dan menghasilkan racun sedangkan intoksikasi adalah bakteri patogen menghasilkan
racun dalam bahan pangan dan bahan pangan tersebut dikonsumsi oleh konsumen

11

(Buckle et al.,1987). Beberapa bakteri yang merupakan bakteri patogen diantaranya
adalah famili Enterobacteriaceae yaitu Salmonella, Escherichia. Bakteri patogen
lainnya adalah Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Pseudomonas yang
merupakan jenis bakteri penyebab kebusukan pada makanan atau bakteri pembusuk
(Fardiaz, 1989a).
Bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif
berdasarkan susunan dinding selnya yang mengakibatkan perbedaan dalam sifat-sifat
pewarnaannya (Fardiaz, 1989a). Susunan dinding sel bakteri Gram positif terdiri atas
90% lapisan peptidoglikan dan lapisan tipis lainnya yaitu asam teikoat. Susunan
dinding sel Bakteri Gram negatif terdiri atas 5-20% lapisan peptidoglikan, sedangkan
lapisan lainnya terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1989b).
Bakteri Gram positif akan memberikan respon berwarna biru keunguan jika
dilakukan uji pewarnaan Gram, sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon
warna merah (Tortora et al., 2006). Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus
merupakan bakteri Gram positif sedangkan Salmonella, Escherichia coli merupakan
bakteri Gram negatif (Buckle et al., 1987).
Pseudomonas
Pseudomonas merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif berbentuk
batang kecil dan dapat bergerak, umumya berflagella polar tunggal dan mempunyai
tipe metabolisme yang bersifat oksidatif. Bakteri ini merupakan penyebab berbagai
jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan
spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak
maupun protein dari bahan pangan (Buckle et al., 1987). Sifat-sfat Pseudomonas
yang penting mempengaruhi pertumbuhannya pada makanan adalah sebagai berikut :
1. u