Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Pada Berbagai Kedalaman Muka Air Di Lahan Rawa Pasang Surut

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS
KEDELAI PADA BERBAGAI KEDALAMAN MUKA AIR
DI LAHAN RAWA PASANG SURUT

DANNER SAGALA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Kedelai pada Berbagai Kedalaman Muka Air di
Lahan Rawa Pasang Surut adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

Juni 2010

Danner Sagala
NRP A252080011

ABSTRACT
DANNER SAGALA. Growth and Production of Soybean Varieties under
Saturated Soil Culture on Tidal Swamps. Under direction of MUNIF
GHULAMAHDI and MAYA MELATI
Saturated soil culture (SSC) is a cultivation technology that provides
continuous irrigation. It keeps water depth constantly and makes soil layer in
saturated condition. By keeping the water-table constantly, soybean is avoided
from negative effect of inundation on its growth because it will acclimatize and
improve its growth. This technology appropriate to prevent pyrite oxidation on
tidal swamps and has been proved to increase the productivity of soybean on nontidal swamp. The objective of the research was to determine the response of
soybean varieties under saturated soil culture on tidal swamps. The research was
conducted at Banyu Urip, Tanjung Lago, Banyuasin District, and South Sumatera
Province, Indonesia from April to August 2009. The experiment was arranged in a

split plot design with three replications. The main-plot of the experiment was
water depth in the furrow consisted of without watering, 10, 20, 30, and 40 cm
under soil surface (USS). The subplot of the experiments was soybean varieties
consisted of Tanggamus, Slamet, Wilis, and Anjasmoro. The result showed that
the interaction between varieties and water depth significantly affected growth
and seed production, but not for pod numbers/plant. The values of all variables
were higher under SSC compared to those cultivated without watering, but
varieties responded to SSC differently. Nutrient absorption of N, K and Mn by
Tanggamus was higher than those of other varieties, except K, however K
absorption of Tanggamus was not significantly different from Anjasmoro. P and
Fe absorption of Tangamus tended to be higher than the other varieties, although
statistically they were not affected by variety. The highest seed production was
obtained from Tanggamus with 40 cm USS, i.e. 4.83 ton/ha but it was not
significantly different from those at water depth 20 (4.63 ton/ha) and 30 cm USS
(4.71 ton/ha). However, technically and economically, 20 cm USS was the most
appropriate water depth for soybean production at tidal swamps.
Key words : Glycine max (L.) Merr., Tanggamus, Slamet, Wilis, Anjasmoro,
nutrient uptake, inundation, pyrite

RINGKASAN

DANNER SAGALA. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai pada
Berbagai Kedalaman Muka Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Dibimbing oleh
MUNIF GHULAMAHDI dan MAYA MELATI.
Budidaya jenuh air (BJA) merupakan suatu teknologi yang
mempertahankan irigasi secara terus-menerus di dalam saluran sehingga
kedalaman muka air dalam saluran selalu tetap dan menciptakan lapisan jenuh air
pada tanah. Teknologi ini sesuai dengan prinsip pencegahan oksidasi pirit di lahan
pasang surut dan telah terbukti meningkatkan produktivitas kedelai di lahan nonpasang surut.
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kedalaman muka air
parit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa pasang surut dan
respon beberapa varietas kedelai yang adaptif di lahan rawa pasang surut terhadap
kedalaman muka air parit yang berbeda. Percobaan disusun dalam Rancangan
Petak Terpisah dengan rancangan acak kelompok sebagai rancangan lingkungan.
Percobaan diulang sebanyak tiga kali. Petak utama adalah tinggi muka air yang
terdiri dari 5 taraf, yaitu tanpa pengairan, 10, 20, 30 dan 40 cm di bawah
permukaan tanah (DPT). Anak petak adalah varietas yang terdiri dari 4 jenis yaitu
Tanggamus, Slamet, Wilis dan Anjasmoro. Saluran air dibuat di antara anak petak
berukuran lebar 30 cm dan dalamnya 50 cm dan dengan pengaturan ini maka
kondisi petakan akan selalu basah pada saat irigasi diberikan. Air irigasi diberikan
mulai saat tanam.

Teknologi BJA dapat meningkatkan pertumbuhan produktivitas kedelai di
lahan pasang surut dan setiap varietas yang diuji memberikan respon yang
berbeda terhadap perlakuan kedalaman muka air. Tinggi tanaman semua varietas
yang ditanam dengan BJA lebih dari 50 cm, sementara semua varietas yang
ditanam pada perlakuan tanpa pengairan berada di bawah 40 cm. Slamet
merupakan varietas tertinggi di antara varietas-varietas yang ditanam dengan BJA,
namun berbeda tidak nyata antar perlakuan kedalaman muka air 10-40 cm DPT.
Bobot kering semua komponen tanaman varietas Tanggamus nyata lebih tinggi
dibandingkankan dengan varietas lainnya, kecuali bobot kering bintil akar. Bobot
kering bintil akar varietas Anjasmoro merupakan yang tertinggi, akan tetapi
berbeda tidak nyata dengan varietas Tanggamus. Bobot kering batang pada
varietas Tanggamus juga lebih tinggi dibandingkankan varietas lainnya meskipun
secara statistik berpengaruh tidak nyata. Bobot kering total tanaman varietas Wilis
merupakan yang terendah, akan tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Slamet
dan Anjasmoro. Pertumbuhan varietas Anjasmoro pada awal pertumbuhan lebih
cepat dibandingkan varietas lainnya, namun pada umur 8 dan 10 minggu setelah
tanam pertumbuhannya menurun. Pertumbuhan varietas Tanggamus lebih stabil
dibandingkankan varietas lainnya.
Jumlah daun dan jumlah cabang kedelai yang ditanam dengan BJA nyata
berbeda di antara varietas dan kedalaman muka air. Varietas Tanggamus

merupakan varietas yang yang paling responsif terhadap perlakuan kedalaman
muka air dimana jumlah daun dan jumlah cabang varietas Tanggamus dapat
mencapai tiga kali jumlah daun dan jumlah cabang tanpa pengairan. Jumlah daun

dan cabang yang tinggi memberi keuntungan bagi kedelai untuk menghasilkan
polong dan pengisian polong tersebut.
Jumlah polong kedelai yang ditanam dengan BJA nyata lebih banyak
dibandingkankan dengan yang ditanam dengan tanpa pengairan. Kedelai yang
ditanam dengan kedalaman muka air 10 cm DPT menghasilkan polong delapan
kali lebih banyak dibandingkankan tanpa pengairan. Berdasarkan jumlah polong,
varietas Tanggamus dan Slamet dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang
surut dengan teknologi BJA. Jumlah polong pada percobaan ini juga lebih tinggi
dibandingkankan dengan jumlah polong di lahan non-pasang surut dengan
teknologi BJA. Varietas Tanggamus, Slamet, Wilis, dan Anjasmoro yang diuji di
lahan pasang surut ini menghasilkan berturut-turut 105.4, 96.4, 39.9 dan 42.1
polong/tanaman pada kedalaman muka air 20 cm DPT.
Produksi biji semua varietas nyata meningkat dengan penerapan teknologi
BJA di lahan pasang surut. Kedalaman muka air 20-40 cm DPT memberi hasil 8-9
kali produksi biji dibandingkan dengan tanpa pengairan. Produksi biji varietas
Tanggamus pada kedalaman muka air 40 cm DPT mencapai 4.83 ton/ha, namun

berbeda tidak nyata dengan kedalaman 20 cm DPT (4.63 ton/ha) dan 30 cm DPT
(4.71 ton/ha). Pembuatan saluran dengan kedalaman muka air 20 cm akan lebih
mudah dan lebih murah dibandingkankan dengan saluran dengan kedalaman 30
dan 40 cm DPT. Oleh karena itu kedalaman 20 cm merupakan kedalaman muka
air yang paling cocok untuk penanaman kedelai dengan teknologi BJA di lahan
pasang surut yang mempunyai kandungan liat tinggi.
Kadar hara N satu-satunya hara yang memberi pengaruh nyata terhadap
komponen pertumbuhan semua varietas. Kadar hara N varietas Tanggamus
merupakan yang tertinggi, akan tetapi berbeda tidak nyata dengan varietas Slamet
dan Anjasmoro. Kadar hara N varietas Wilis nyata paling rendah dibandingkan
dengan varietas lainnya dan secara statistik sama dengan varietas Anjasmoro.
Serapan hara N, K dan Mn varietas Tanggamus nyata lebih tinggi
dibandingkan varietas yang lain, akan tetapi serapan hara K varietas Tanggamus
berbeda tidak nyata dengan varietas Anjasmoro. Serapan hara P dan Fe varietas
Tanggamus juga lebih tinggi dibandingkankan varietas lainnya meskipun secara
statistik varietas berpengaruh tidak nyata.
Data analisis tanah yang dilakukan sebelum pengolahan tanah adalah pH
(KCl) 4.4, 21.4 ppm P2O5 (Bray 1), 117 ppm K2O, 3.15 me/100 g Al3+, 64.5 ppm
Mn, 1.19% Fe, 0.44% pirit. Namun, pemberian kapur dan pupuk dapat
meningkatkan pH dan hara tanah, sementara stabilitas air di bawah permukaan

tanah akibat penerapan budidaya jenuh air menyebabkan pirit dalam keadaan
reduktif sehingga oksidasi pirit menjadi Fe dapat ditekan dan tidak meracuni
tanaman. Kadar pirit tanah saat panen adalah 0.17% dan kadar Fe adalah 1.13%
dengan pH tanah 5.3
Kata kunci: Glycine max (L.) Merr., Tanggamus, Slamet, Wilis, Anjasmoro,
serapan hara, budidaya jenuh air, pirit

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS
KEDELAI PADA BERBAGAI KEDALAMAN MUKA AIR
DI LAHAN RAWA PASANG SURUT


DANNER SAGALA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S.

Judul Tesis

Nama
NRP


: Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai pada
Berbagai Kedalaman Muka Air di Lahan Rawa Pasang
Surut
: Danner Sagala
: A252080011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Agronomi dan
Hortikultura


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 10 Juni 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Berkurangnya lahan produktif menyebabkan pengembangan lahan pertanian
diarahkan pada lahan marginal potensial, di antaranya adalah lahan rawa pasang
surut. Pengelolaan lahan rawa pasang surut membutuhkan penanganan khusus
karena mengandung pirit baik aktual maupun potensial. Tesis yang berjudul
Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai pada Berbagai Kedalaman
Muka Air di Lahan Rawa Pasang Surut ini akan mencoba memberikan salah satu
jawaban atas pengelolaan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan.
Penulis sangat bersyukur pada Yesus Kristus atas segala karuniaNya penulis
dapat menyelesaikan penelitian hingga penulisan tesis ini dengan baik. Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih pada Dr. Munif Ghulamahdi dan Dr. Maya
Melati sebagai komisi pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ketua Gabungan Kelompok Tani,
Bapak Tukijo, dan para petani Desa Banyu Urip, secara khusus kepada Bapak
Ngatimin, Bapak/Ibu Suaji, Bapak Muhtar dan Bapak Sumarno, yang telah
membantu pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan atas dukungan yang selalu diberikan oleh ayah, ibu, kakak,
adik dan Arlien Shirley Sitorus serta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

Bogor,

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Kandang Kerbau, Sumatera Utara, pada tanggal 4
Oktober 1981 sebagai anak keempat dari pasangan M. Sagala dan A. br. Sinaga.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya dan lulus pada tahun 2004. Penulis bekerja sebagai dosen di
Kopertis Wilayah II Palembang yang diperbantukan di Program Studi Agronomi,
Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H. Bengkulu sejak tahun
2005.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2008 di Mayor Agronomi
dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB dengan biaya pendidikan dari Dirjen
Dikti Kemendiknas melalui program Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana
(BPPS). Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan Ilmu
Gulma Indonesia dan pengurus di Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forsca)
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB sebagai sekretaris. Penulis
juga menjadi asisten mata kuliah Agronomi Umum dan mata kuliah Padi dan
Palawija di Program Diploma IPB. Sebuah artikel berjudul Production of Soybean
Varieties under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps telah diterbitkan di
Jurnal Agronomi Indonesia 37(3):226-232 bersama-sama dengan pembimbing.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................
Hipotesis ....................................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lahan Rawa Pasang Surut ...................................................
Varietas Kedelai Adaptif Lahan Masam....................................................
Budidaya Jenuh Air pada Kedelai .............................................................

4
7
8

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu .....................................................................................
Bahan dan Alat ..........................................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Prosedur Percobaan ...................................................................................
Peubah dan Pengolahan Data.....................................................................

10
10
10
13
14

HASIL DANPEMBAHASAN
Hasil ........................................................................................................... 16
Pembahasan ............................................................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................ 38
Saran .......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................ 44

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data analisis tanah sebelum tanam ................................................................. 20
2 Data analisis air .............................................................................................. 21
3 Pengaruh varietas terhadap komponen pertumbuhan kedelai pada
umur 4, 6, 8 dan 10 MST................................................................................ 22
4 Kadar dan serapan hara N, P, K, Fe dan Mn dalam daun pada
beberapa varietas kedelai dan kedalaman muka air ....................................... 24
5 Bobot kering batang, daun, akar, bintil akar dan total beberapa
varietas kedelai dan kedalaman muka air ....................................................... 24
6 Pengaruh interaksi kedalaman muka air dan varietas terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang pada akhir pengamatan ............... 26
7 Jumlah polong empat varietas kedelai pada berbagai kedalaman
muka air .......................................................................................................... 26
8 Produktivitas empat varietas kedelai pada berbagai kedalaman
muka air .......................................................................................................... 27
9 Pengaruh kedalaman muka air terhadap umur 50% berbunga dan
umur panen ..................................................................................................... 27
10 Pengaruh varietas terhadap umur 50% berbunga dan umur panen ................ 28

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Ukuran saluran dan pengukuran kedalaman muka air ................................. 10

2

Skema Pengaturan Air ................................................................................. 11

3

Petak percobaan yang telah dibentuk ........................................................... 12

4

Peta lokasi penelitian ................................................................................... 17

5

Klasifikasi rawa pasang surut menurut luapan pasang maksimun
dan minimum ............................................................................................... 17

6

Jaringan drainase di Desa Banyu Urip ......................................................... 18

7

Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai
(DAS) ........................................................................................................... 18

8

Kedalaman lapisan pirit dari permukaan tanah ............................................ 19

9

Keragaan empat varietas kedelai pada BJA di lahan pasang surut
pada umur 6 MST ........................................................................................ 28

10 Jumlah polong varietas Tanggamus pada BJA dan kontrol pada
umur 8 MST ................................................................................................. 29
11 Tata air makro dan mikro di daerah pasang surut untuk penerapan
BJA .............................................................................................................. 36

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data analisis tanah saat panen ........................................................................ 44
2 Data curah hujan (mm/hari) daerah penelitian ............................................... 45
3 Data suhu udara maksimum (oC) daerah penelitian ....................................... 46
4 Deskripsi varietas Tanggamus........................................................................ 47
5 Deskripsi varietas Slamet ............................................................................... 48
6 Deskripsi varietas Wilis.................................................................................. 49
7 Deskripsi varietas Anjasmoro ........................................................................ 50
8 Rekapitulasi analisis sidik ragam data sebelum panen ................................... 51
9 Rekapitulasi analisis sidik ragam data saat panen .......................................... 51
10 Korelasi antar peubah yang diamati ............................................................... 52

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konversi lahan pertanian dari lahan yang berproduktivitas tinggi menjadi
lahan non-pertanian atau menjadi lahan pertanian non-pangan merupakan salah
satu penyebab rendahnya produksi kedelai nasional. Data dalam naskah
Revitalisasi

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK)

tahun 2005

mencontohkan konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun
1999-2002 mencapai 330 000 ha atau setara dengan 110 000 ha/tahun. Menurut
Sudaryanto dan Swastika (2007), proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia dari
tahun 2005 hingga 2020 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 konsumsi kedelai
Indonesia akan mencapai 2 juta ton, sementara angka ramalan I tahun 2010 dari
data BPS (2010) menunjukkan bahwa produksi kedelai nasional masih 963 000
ton dengan luas panen 709 000 ha dan produktivitas 1.357 ton/ha.
Salah satu upaya pengembangan lahan pertanian dapat ditempuh melalui
pemanfaatan lahan potensial. Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang
sangat potensial untuk pengembangan kedelai di masa depan (Sudaryono et al.
2007). Luas lahan rawa pasang surut di Indonesia berkisar 20 juta ha (Subagyo
2006a) dan diperkirakan sekitar 9.53 juta ha cocok untuk usaha pertanian
(Suyamto et al. 2007). Sumberdaya lahan rawa di Indonesia secara dominan
terdapat di empat pulau besar di luar Jawa, yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan,
Papua, dan sebagian kecil di Pulau Sulawesi (Subagyo 2006a). Tahun 2008
Departemen Pertanian merencanakan pencapaian areal tanam kedelai sekitar satu
juta hektar meliputi berbagai provinsi di Indonesia. Areal pengembangan kedelai
tersebut termasuk juga lahan pasang surut yang ada di Sumatera Selatan (Deptan
2008).
Permasalahan pengembangan kedelai di lahan pasang surut adalah tanaman
kedelai tidak tahan dengan air yang berlebihan sebagaimana karakteristik lahan
rawa, sedangkan apabila lahan dikeringkan akan mengoksidasi pirit. Pirit dapat
menyebabkan rendahnya pH tanah pada kondisi teroksidasi. Kadar pirit yang
tinggi menyebabkan produktivitas kedelai di lahan pasang surut masih rendah,
800 kg/ha (Djayusman et al. 2001). Rendahnya produktivitas tanaman di lahan
pasang surut disebabkan oleh kemasaman tanah yang tinggi sehingga kelarutan

2
Fe, Al, dan Mn menjadi tinggi, serta rendahnya ketersediaan P dan K (Suastika &
Sutriadi 2001). Oleh sebab itu dalam memanfaatkan lahan rawa secara
berkelanjutan, diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu.
Budidaya jenuh air adalah sistem produksi yang dikembangkan di semi arid
tropis Australia yang dilaporkan dapat meningkatkan hasil kedelai di atas
pencapaian yang ditanam dengan irigasi konvensional. Teknologi budidaya jenuh
air mempertahankan air dalam saluran antara bedengan dari awal stadia vegetatif
hingga stadia kematangan. Pertumbuhan kedelai pada awal pemberian jenuh air,
mengalami tekanan namun setelah melewati masa aklimatisasi pertumbuhan
kemudian meningkat. Budidaya jenuh air juga dapat menurunkan aborsi bunga
dan polong, tidak mengalami senessen saat masa pengisian polong sehingga
akhirnya dapat meningkatkan indeks panen (Fehr et al. 1971; Garside et al. 1982;
Nathanson et al. 1984; Troedson et al. 1984; Lawn 1985). Penelitian yang
dilakukan oleh Ghulamahdi (1999) di lahan non pasang surut, Bogor,
menunjukkan produksi kedelai yang tinggi dengan budidaya jenuh air yaitu
mencapai 2.9 ton/ha pada genotipe PTR 32.
Teknologi budidaya jenuh air yang telah terbukti memberikan hasil yang
baik bagi pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan non-pasang surut ini
merupakan peluang untuk menurunkan kadar pirit sehingga kedelai dapat
dibudidayakan di lahan pasang surut. Usaha penurunan kadar pirit dapat dilakukan
dengan cara pengaturan kedalaman muka air agar kondisi tanah lebih reduktif.
Kedalaman muka air yang tetap di dalam saluran akan menghilangkan pengaruh
dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman.
Pengembangan varietas kedelai dewasa ini juga harus diarahkan pada
kedelai yang toleran lahan sub optimal. Alihamsyah dan Ar-Riza (2006)
menemukan bahwa varietas Tanggamus, Wilis, dan Slamet merupakan varietas
yang dapat dikembangkan di lahan rawa lebak. Kedelai merupakan tanaman lahan
kering sehingga menurut CSIRO (1983) dan Ghulamahdi et al. (1991), tanggap
varietas kedelai terhadap keadaan jenuh air akan berbeda-beda. Sebagai contoh,
varietas kedelai yang berumur panjang biasanya mempunyai pertumbuhan lebih
baik dan produksi lebih tinggi dari pada kedelai yang berumur pendek jika
dibudidayakan dengan budidaya jenuh air.

3
Uraian di atas dan masih sedikitnya informasi mengenai penerapan
budidaya jenuh air di lahan rawa pasang surut menunjukkan perlunya mempelajari
pengaruh berbagai kedalaman muka air parit dan beberapa varietas yang adaptif
dibudidayakan dengan teknologi budidaya jenuh air di lahan pasang surut.

Tujuan
a.

Mempelajari pengaruh kedalaman muka air saluran terhadap pertumbuhan
dan produksi kedelai di lahan rawa pasang surut.

b.

Mempelajari respon beberapa varietas kedelai yang adaptif di lahan rawa
pasang surut terhadap kedalaman muka air parit yang berbeda.

Hipotesis
a.

Ada kedalaman muka air tertentu yang memberi pertumbuhan dan produksi
kedelai terbaik di lahan rawa pasang surut.

b.

Setiap varietas kedelai memberi respon yang berbeda terhadap kedalaman
muka air yang berbeda di lahan pasang surut.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lahan Rawa Pasang Surut
Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara
sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut) yaitu antara daratan
dan laut atau di daratan sendiri yaitu antara wilayah lahan kering (uplands) dan
sungai/danau. Karakteristik lahan ini adalah tergenang dangkal, selalu jenuh air
atau mempunyai air tanah yang dangkal sepanjang tahun atau dalam waktu yang
panjang dalam setahun (Subagyo 2006b).
Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut
pada tahun 1992 di Cisarua, Bogor, menyepakati bahwa istilah rawa mempunyai
dua pengertian, yaitu rawa pasang surut (tidal swamps) dan rawa lebak (swampy
atau non-tidal swamps). Rawa pasang surut diartikan sebagai daerah rawa yang
mendapatkan pengaruh langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surutnya
air laut/sungai sekitarnya. Rawa lebak diartikan sebagai daerah rawa yang
mengalami genangan selama lebih dari tiga bulan dengan tinggi genangan
terendah antara 25-50 cm (Noor 2004).
Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar di
musim hujan, bagian daerah aliran sungai dapat dibagi menjadi tiga zona.
Klasifikasi zona-zona wilayah rawa ini adalah Zona I (Wilayah rawa pasang surut
air asin/payau), Zona II (Wilayah rawa pasang surut air tawar), dan Zona III
(Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut). Wilayah zona II sudah berada
di luar pengaruh air asin/salin dan yang dominan adalah pengaruh air-tawar
(fresh-water) dari sungai, namun energi pasang surut masih cukup dominan yang
ditandai oleh masih adanya gerakan air pasang dan air surut di sungai. Saat
volume air sungai relatif tetap atau malahan berkurang di musim kemarau,
pengaruh air asin/salin dapat merambat sepanjang sungai sampai jauh ke
pedalaman. Pengaruh air asin/salin di sungai dapat mencapai jarak sejauh 40-90
km dari muara sungai pada bulan-bulan terkering yaitu bulan Agustus-Oktober
(Widjaja-Adhi et al. 1992; Subagyo 1997).
Menurut Noor (2004), lahan rawa pasang surut dibagi menjadi empat tipe
luapan yaitu tipe A, B, C dan D. Tipe A merupakan daerah yang diluapi baik oleh
air pasang besar maupun air pasang kecil. Tipe B merupakan daerah yang diluapi

5
hanya oleh air pasang besar. Sementara tipe C dan D tidak mengalami luapan air
pasang namun muka air tanah berada pada kedalaman kurang dari 50 cm untuk
tipe C dan lebih dari 50 cm untuk tipe D.
Lahan sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa pasang surut yang
dapat diklasifikasikan menurut posisi bahan sulfidik di dalam tanah. Tanah
dengan reaksi masam ekstrim yang banyak mengandung ion sulfat ini disebut
tanah sulfat masam (acid sulphate soils). Tanah sulfat masam potensial
mengandung pirit pada jeluk >50 cm yang bila terbuka ke udara akan terjadi
reaksi oksidasi membentuk asam sulfat dan oksida besi sehingga tanah tidak dapat
digunakan untuk pertanian (Noor 2004; Suriadikarta 2005).
Kandungan pirit di tanah rawa pasang surut umumnya rendah, yakni hanya
sekitar 0-5%. Pirit menjadi permasalahan utama yang berat ketika tanah rawa
dibuka untuk pertanian (Subagyo 2006b). Pirit yang mengalami oksidasi
menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe3+). Setiap
1 mol pirit yang teroksidasi akan membebaskan 4 mol ion H+, dan apabila Fe3+
kemudian bertindak sebagai oksidator maka akan dibebaskan sebanyak 16 mol ion
H+ (Noor 2004). Hasil akhirnya merupakan tanah dengan reaksi masam ekstrim
(pH