Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak

KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN
KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

AGUS SETIAWAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan Jenis
Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional
Gunung Halimun Salak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Agus Setiawan
NIM E34080006

ABSTRAK
AGUS SETIAWAN. Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan
di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh
ABDUL HARIS MUSTARI dan DONES RINALDI.
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki berbagai tipe
ekosistem yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi
khususnya mamalia. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
menghitung kelimpahan jenis mamalia di Resort Gunung Botol TNGHS.
Kelimpahan jenis mamalia ditemukan dan dihitung dengan menggunakan kamera
jebakan bertipe bushnell. Selain menggunakan kamera jebakan, dilakukan
pengamatan secara langsung, pemasangan perangkap hidup (live trap), jaring
kabut (mist net), identifikasi jejak dan analisis vegetasi. Hasilnya diperoleh
kelimpahan jenis mamalia tertinggi terdapat pada kijang (Muntiacus muntjak)

sebesar 31.25% dengan tingkat perjumpaan (encounter rate) terhadap kamera
34.37 foto/100 hari sedangkan kelimpahan terendah adalah tikus belukar (Rattus
tiomanicus), tupai kekes (Tupaia javanica), bajing kelapa (Callosciurus notatus),
teledu sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Prionailurus bengalensis) dan
linsang (Prionodon linsang) sebesar 3.12%. Sebanyak 11 jenis dan 6 famili
mamalia lain juga ditemukan dengan pengamatan secara langsung, perangkap
hidup dan jejak. Total ditemukan sebanyak 12 famili dengan 23 jenis mamalia di
taman nasional.
Kata kunci: kamera jebakan, kelimpahan, tingkat perjumpaan, TNGHS.

ABSTRACT
AGUS SETIAWAN. The Abundace of Mammals Using Camera Trap in Gunung
Botol Resort Gunung Halimun Salak National Park. Supervised by ABDUL
HARIS MUSTARI and DONES RINALDI.
Gunung Halimun Salak National Park has many ecosystem types. The
national park has many rare and protected species especially mammals. The
objective of this study was to identify and quantify the abundance of mammals in
the national park. The abundance of mammals was calculated using camera trap of
Busnell type. To support the data, direct observation, setting of live trap, mist net,
identification of foot print and analysis of vegetation were also conducted. The

result showed that the highest abundance of mammals was deer (Muntiacus
munjak) of 31.25% with an encounter rate of 34.37 photo/100 day, while the
lowest was malaysian wood rat (Rattus tiomanicus), treeshrew (Tupaia javanica),
plantain squirrel (Callosciurus notatus), malay badger (Mydaus javanensis),
leopard cat (Prionailurus bengalensis), and banded linsang (Prionodon linsang)
of 3.12%. By using direct observation, live trap and foot print it was showed that
there were another 11 species mammals of 6 families. A total of 23 mammals
species of 12 families recorded during this study in the national park.
Keywords:, abundance, camera trap, encounter rate, GHSNP.

KELIMPAHAN JENIS MAMALIA MENGGUNAKAN
KAMERA JEBAKAN DI RESORT GUNUNG BOTOL
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

AGUS SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera Jebakan di
Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Nama
: Agus Setiawan
NIM
: E34080006

Disetujui oleh

Dr Ir Abdul Haris Mustari, MSc.F
Pembimbing I


Ir Dones Rinaldi, MSc.F
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah
satwaliar, dengan judul Kelimpahan Jenis Mamalia Menggunakan Kamera
Jebakan di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Haris Mustari
MSc.F dan Bapak Ir Dones Rinaldi MSc.F selaku pembimbing, yang telah banyak
memberi saran. Terima kasih kepada petugas taman nasional Pak Aput, Pak Amir,
Pak Odie, Pak Paul dan Pak Koko yang telah membantu di lapang selama

penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan terutama kepada ayah, ibu,
adik dan kakak yang selalu mendoakan dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan tugas akhir. Rifki Putra, Rahmat Adiputera, Mundi Laksono, Arya
Arismaya, Putra Wibowo Malau, Lintang dan seluruh teman-teman edelweis 45,
Trio Andrelov, Fauzan Nurrachman, Indra Hermawan, Ardy Edo Saragih, Indra
Purnama Bahri terima kasih teman kontrakan Wisma Kawula Muda, kontrakan
D23 Mohamad Firman, Yuda Hendartono, Munandar Irpanda, atas segala
bantuannya serta spesial untuk Selvia Oktaviyani yang selalu memberikan
dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Agus Setiawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian


1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Metode Pengumpulan Data


3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Hasil Pemasangan Kamera Jebakan (Camera Trap)

5

Jenis Mamalia yang Ditemukan di Setiap Titik Kamera Jebakan


7

Kelimpahan Jenis Mamalia

9

Tingkat Perjumpaan (Encounter Rate) Mamalia

13

Jenis Mamalia yang Ditemukan Selain Menggunakan Kamera Jebakan

15

Status Perlindungan Mamalia

16

SIMPULAN DAN SARAN


18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL
1 Hasil perolehan gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera
jebakan
2 Jenis mamalia yang tertangkap kamera jebakan tahun 2002 dan 2012
3 Jumlah gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
4 Jumlah individu mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
5 Hasil analisis vegetasi dengan nilai INP di Resort Gunung Botol
6 Jumlah foto dan event mamalia yang diperoleh melalui kamera
jebakan
7 Jenis mamalia yang ditemukan selain menggunakan kamera jebakan
8 Jenis mamalia yang dilindungi

6
7
9
10
11
14
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian dan pemasangan kamera jebakan
2 Kamera jebakan tipe bushnell yang digunakan saat pengamatan
3 Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis
vegetasi
4 Mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
5 Mamalia; (a) Tikus belukar, dan (b) kijang
6 Grafik kelimpahan jenis mamalia dengan menggunakan kamera
jebakan
7 Kelimpahan tertinggi pada kijang (Muntiacus muntjak)
8 Musang luwak yang tertangkap kamera jebakan
9 Mamalia dengan kelimpahan terendah: (a) linsang dan (b) tupai kekes
10 Grafik tingkat perjumpaan (encounter rate) mamalia
11 Gangguan habitat; (a) pemburu dan (b) perangkap
12 Primata yang ditemukan; (a) surili dan (b) owa jawa

2
3
4
7
8
10
12
13
13
14
16
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat semai
Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat pancang
Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat tiang
Hasil perhitungan analisis vegetasi tingkat pohon
Foto mamalia hasil tangkapan kamera jebakan tipe bushnell
Mamalia lain yang ditemukan (tidak menggunakan kamera jebakan)

21
22
23
24
25
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki berbagai tipe
ekosistem salah satunya terdapat pada Resort Gunung Botol yang merupakan
habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi khususnya mamalia.
Diantaranya owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus)
merupakan mamalia dilindungi di TNGHS. Mengingat bahwa keberadaan
mamalia sangat berperan penting dalam ekosistem hutan, Suyanto et al (2002)
menyebutkan bahwa peranan mamalia antara lain sebagai penyubur tanah,
penyerbuk bunga, pemencar biji, serta pengendali hama secara ekologi.
Keberadaan mamalia tersebut diperkirakan masih dapat ditemukan di
kawasan TNGHS seperti owa jawa yang berstatus (endangered), lutung hitam
(vulnerable) dan surili (endangered), akan tetapi untuk mamalia lainnya seperti
macan tutul, kijang seringkali sulit untuk ditemukan. Agar keberadaan mamalia
tersebut masih ada dan dapat ditemukan, perlu dilakukan suatu upaya yaitu
dengan melakukan inventarisasi mamalia.
Banyak metode yang dilakukan dalam mengiventarisasi mamalia, seperti
melakukan pengamatan langsung di lapang, akan tetapi metode tersebut
mempunyai kekurangan seperti penggunaan alokasi waktu dan tenaga yang
banyak. Selain itu, manusia mempunyai daya tahan yang terbatas untuk
melakukan pengamatan secara terus menerus. Kamera jebakan adalah sebuah alat
yang di desain khusus dan digunakan untuk menginventarisasi maupun
mempelajari perilaku satwaliar serta dapat bekerja secara otomatis jika
mendeteksi satwa.
Keuntungan dengan menggunakan metode kamera jebakan adalah kamera
dapat melakukan pengamatan terus menerus setiap hari dan penggunaannya lebih
efisien dibandingkan dengan melakukan pengamatan secara langsung. Mengingat
keberadaan satwa yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia ketika
melakukan pengamatan, dengan adanya kamera jebakan tidak akan menganggu
kehadiran satwa karena ukurannya yang kecil. Oleh karena itu dilakukannya
penelitian tersebut untuk memperoleh informasi mengenai jenis mamalia di Resort
Gunung Botol TNGHS.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengidentifikasi jenis mamalia di Resort Gunung Botol
Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan menghitung kelimpahan jenis
mamalia di Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah untuk melengkapi data dan
informasi kelimpahan jenis mamalia di Resort Gunung Botol Taman Nasional
Gunung Halimun Salak. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
masukan bagi taman nasional untuk dapat mengelola kawasan khususnya
pengelolaan satwa liar yaitu mamalia.

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di area kawasan konservasi Resort Gunung Botol
Taman Nasional Gunung Halimun Salak selama ±1 bulan yaitu dari bulan
Oktober hingga Desember 2012.

Gambar 1 Lokasi penelitian dan pemasangan kamera jebakan

Bahan
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70%, dan
gypsum, serta umpan perangkap hidup untuk mamalia kecil berupa selai kacang
tanah, kelapa bakar, ikan asin dan terasi.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu kamera jebakan dengan
tipe bushnell, binokuler, perangkap hidup (live trap), jaring kabut (mist net), GPS,
buku panduan identifikasi lapang (fieldguide) mamalia kelelawar primata, alat
tulis, kalkulator, kamera digital, baterai, headlamp, kompas, sunto, peta, meteran
gulung 20 m, meteran jahit, tali plastik, tali tambang, patok, golok, botol
spesimen, kantong spesimen, alat suntik,dan tally sheet.

3
Metode Pengumpulan Data
Kamera Jebakan
Kamera jebakan yang digunakan adalah kamera dengan tipe bushnell trophy
cam sebanyak 31 unit kamera. Busnell trophy cam merupakan kamera digital yang
dapat mengambil gambar dari gerakan obyek yang terpantau oleh sensor Passive
Infra Red (PIR) yang sangat sensitif. Kamera jebakan dilengkapi dengan infrared
LED yang berfungsi sebagai sumber cahaya (flash) untuk pemotretan malam hari
(menghasilkan foto hitam putih) dan untuk siang hari kamera akan merekam
dalam foto warna secara normal. Kamera jebakan didesain untuk tahan atau kedap
air. Kamera jebakan dipasang pada batang pohon dengan ketinggian 50 cm diatas
permukaan tanah. Kamera jebakan disebar dan dipasang di setiap titik jalur
pengamatan yang telah direncanakan sebelumnya pada peta dan jalur yang
terdapat jejak mamalia, seperti kotoran, tapak, marking, dan cakaran.

Gambar 2 Kamera jebakan tipe busnell yang digunakan
Perangkap Hidup (Live Trapping)
Perangkap digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil dilantai hutan,
seperti tikus. Perangkap dipasang dicerukan goa, lubang di pohon, bekas lubang di
tanah, bekas sampah. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin
besar. Perangkap yang digunakan adalah perangkap hidup sehingga satwa yang
tertangkap tidak akan mati.
Jaring Kabut (Mist Net)
Jaring kabut digunakan untuk menangkap kelelawar. Jaring kabut yang
digunakan dipasang pada waktu senja hari pada pukul 17.00-18.00 WIB dan pagi
hari pada pukul 06.00-08.00 WIB.
Jejak Satwaliar
Jenis tanda (jejak) yang diamati yaitu jejak kaki, feses (kotoran), bagian
yang ditinggalkan seperti tanduk, tulang, kulit, rambut serta suara, mengingat
satwaliar mempunyai suara yang khas, dan tanda-tanda pada habitat seperti bekas
cakaran, bekas pakan.
Vegetasi

4
Petak contoh dibuat dengan ukuran minimal 20 x 20 m yang dibagi lagi
menjadi petak ukur sesuai tingkat pertumbuhan vegetasinya, yaitu :
a. Petak ukur semai (2 m x 2 m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m dan
tumbuhan bawah.
b. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan
diameter batangnya < 10 cm.
c. Petak ukur tiang (10 m x 10 m), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19,9 cm.
d. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20
cm.
10x10 m
2x2 m
5x5 m

20x20 m

Gambar 3 Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi
Analisis Data
Kelimpahan Jenis Mamalia
Kelimpahan jenis relatif dihitung dengan menggunakan persamaan
persentase kelimpahan relatif (Brower & Zar 1997).
Pi

ni

x 00

Keterangan :
Psi = Nilai persen kelimpahan jenis ke-i
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Tingkat Perjumpaan Satwa (Encounter Rate)
Tingkat perjumpaan (jumlah foto/100 hari) didapat dari perhitungan total
jumlah foto dibagi total hari kamera aktif dikali seratus. Faktor pembagi 100 hari
untuk menyamakan waktu atuan u aha yang digunakan (O’Brien et al. 2003).
∑E

∑f
x 00
∑d

Keterangan :
ER = Tingkat perjumpaan (encounter rate)
Σf = Jumlah total foto yang diperoleh
Σd = Jumlah total hari operasi kamera

5
Vegetasi
Analisis vegetasi digunakan untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP)
Vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan,
frekuensi dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan
2002).
um ah individu uatu pe ie
erapatan uatu pe ie
ua unit contoh
erapatan uatu pe ie
erapatan tota pe ie

erapatan e atif

um ah p ot ditemukannya uatu pe ie
um ah e uruh tota p ot

Frekuen i uatu pe ie

Frekuen i uatu pe ie
ota frekuen i

Frekuen i e atif F
Dominan i uatu pe ie
Dominan i e atif

00

D

00

ua bidang da ar uatu pe ie
ua unit contoh

Dominan i uatu pe ie
Dominan i e uruh pe ie

ndek

i ai Penting tiang dan pohon

ndek

i ai Penting

emai dan pancang

00

00

00

F

D
F

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak
diantara 106°11 '-1 06°38' BT dan 6°36'-06°54 LS dan berdasarkan administratif
pemerintahan terIetak di tiga wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu
Kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Kantor Balai TNGHS
terletak di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi atau sekitar 100 km ke
arah Barat Daya dari Kota Jakarta.
Area Resort Gunung Botol terletak pada ketinggian 06°4'24” S-105°28’47”
dengan ketingian 1000-1800 mdpl. Resort Gunung Botol berada di kawasan
SPTN II TNGHS wilayah Kabupaten Bogor meliputi Resort Gn Kencana, Resort
Gn Butak, Resort Gn Talaga, Resort Gn Salak I dan Gn Salak II. Kawasan
tersebut umumnya juga memiliki topografi yang bergelombang, berbukit dan
bergunung-gunung. Selain itu memiliki ketinggian antara 500 sampai 2000 m
diatas permukaan laut (mdpl). Dengan kondisi tersebut menyebabkan keberadaan
vegetasi yang ada menjadi sangat beragam.

6
Hasil Pemasangan Kamera Jebakan (Camera Trap)
Kamera jebakan dipasang sebanyak 31 unit dan disebar ke beberapa tiap
lokasi sekitar stasiun penelitian cikaniki Resort Gunung Botol yakni Gunung
Kendeng, Andam, Plot Suzuki, Loop Trail, Wates, Gunung Kempul, Ciangsana,
Cikudapaeh, dan Kebun Teh. Pemasangan kamera jebakan yang strategis di suatu
lokasi, sangat berpengaruh dalam pengambilan gambar mamalia, seperti
terdapatnya jejak, kotoran, bekas cakaran, dan sumber air disekitar lokasi
pemasangan kamera. Adanya tanda tersebut, dapat diperkirakan bahwa satwa
mamalia dapat tertangkap oleh kamera jebakan. Menurut Fonseca et al (2003)
tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh satwa liar seperti sumber air, sumber
air garam (saltlick), dan sumber makanan seperti pohon yang sedang berbuah.
Oleh karena itu tempat-tempat tersebut dapat digunakan sebagai tempat untuk
pemasangan kamera jebakan. Hasil dari pemasangan kamera jebakan tersebut,
diperoleh jumlah gambar mamalia sebanyak 266 gambar dengan 9 famili yaitu
Felidae, Prionodontidae, Viverridae, Mephitidae, Mustelidae, Cervidae, Sciuridae,
Tupaiidae, Muridae dan 11 jenis mamalia (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil perolehan gambar mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
No
1
2

Famili
Felidae
Felidae

Nama Ilmiah
Panthera pardus
Prionailurus
bengalensis
Prionodon linsang
Paradoxurus
hermaphroditus
Mydaus javanensis
Amblonyx cinereus

3
4

Prionodontidae
Viverridae

5
6

Mephitidae
Mustelidae

7
8

Cervidae
Sciuridae

9
10

Tupaiidae
Muridae

Muntiacus muntjak
Callosciurus
notatus
Tupaia javanica
Rattus tiomanicus

11

Muridae

Rattus sp

Nama Inggris
javan leopard
leopard cat

Nama Lokal
Macan Tutul
Kucing Hutan

banded linsang
common palm
civet
malay badger
oriental small
clawed otter
barking deer
plantain
squirrel
treeshrew
malaysian
wood rat
rat

Linsang
Musang
Luwak
Sigung
Sero Ambrang
Kijang
Bajing Kelapa
Tupai
Tikus Belukar
Tikus

Sebelumnya kamera jebakan juga pernah dipasang di sekitar areal stasiun
penelitian cikaniki, dimana diperoleh 19 jenis mamalia (Harahap dan Sakaguchi
2003). Pada tahun 2002 jumlah jenis mamalia yang tertangkap oleh kamera
jebakan sebanyak 19 jenis lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu
sebanyak 11 jenis mamalia (Tabel 2). Hal ini menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan jumlah jenis mamalia yang ditemukan pada tahun 2002 dan 2012.
Akan tetapi dari perbedaan jumlah jenis mamalia tersebut, tidak mengindikasikan
bahwa jenis mamalia tersebut punah seperti Amblonyx cinereus, Viverricula
indica, Melogale orientalis, Cuon alpinus, Manis javanica, Hystrix javanica.
Adanya perbedaan jumlah jenis tersebut disebabkan oleh banyak jumlah kamera

7
jebakan dan lokasi penempatan kamera jebakan. Selain itu perbedaan hasil juga
dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu pemasangan kamera jebakan, dan rusaknya
kamera jebakan saat mengambil gambar yang mengakibatkan perbedaan jumlah
jenis mamalia yang diperoleh. Namun terdapat juga mamalia yang ditemukan
pada tahun 2002 dan 2012, seperti Panthera pardus dan Prionodon linsang
(Gambar 4).

(a)
(b)
Gambar 4 Mamalia yang tertangkap kamera: (a) linsang dan (b) macan tutul
Tabel 2 Jenis mamalia yang tertangkap kamera jebakan tahun 2002 dan 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Nama Ilmiah
Panthera pardus
Prionailurus bengalensis
Paradoxurus
hermaphroditus
Viverricula indica
Prionodon linsang
Amblonyx cinereus
Mydaus javanensis
Melogale orientalis
Muntiacus muntjak
Tragulus javanicus
Sus scrofa
Callosciurus notatus
Tupaia javanica
Ratufa bicolor
Rattus tiomanicus
Rattus sp
Maxomy bartelsi
Manis javanica
Hystrix javanica
Hylobates moloch
Cuon alpinus
Chiroptera
Jumlah

Keterangan: √ = ditemukan

Nama Lokal
Macan Tutul
Kucing Hutan
Musang Luwak
Musang Rase
Linsang
Sero Ambrang
Teledu Sigung
Biul Slentek
Kijang
Kancil
Babi Hutan
Bajing Kelapa
Tupai Kekes
Jelarang
Tikus Belukar
Tikus
Tikus Duri Jawa
Trenggiling
Landak Jawa
Owa Jawa
Anjing Hutan
Kelelawar

Tahun
2002




2012




















19









11

8
Jenis Mamalia yang Ditemukan di Setiap Titik Kamera Jebakan
Kamera jebakan berhasil menangkap gambar mamalia baik di siang hari
maupun malam hari. Hasil penelitian diperoleh 19 unit kamera yang berhasil
menangkap gambar. Macan tutul (Panthera pardus) merupakan mamalia yang
paling banyak jumlah fotonya tertangkap kamera yaitu 133 foto kemudian diikuti
oleh kijang (Muntiacus muntjak) sebanyak 60 foto. Namun terdapat kamera yang
tidak memperoleh gambar mamalia yaitu kamera 2, 5, 6, 7, 10, 12, 13, 21, 22, 26,
27 dan 31 (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh kondisi kamera yang tidak baik dan
kondisi sekitar kamera sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik untuk
menangkap gambar satwa.
Kamera 9 paling banyak menangkap gambar mamalia dibandingkan dengan
kamera jebakan lainnya. Total gambar yang diperoleh dari kamera 9 tersebut
adalah 97 foto, terdiri dari 90 foto macan tutul (Panthera pardus), 2 foto tupai
kekes (Tupaia javanica), dan 5 foto tikus. Macan tutul tertangkap pada kamera
jebakan lain yakni kamera 3, 8, 9, 11, 16, 17, 19, dan 30. Sebanyak 8 kamera
jebakan menangkap gambar macan tutul. Hal ini mejelaskan bahwa daerah
persebaran dan wilayah jelajah macan tutul sangat luas. Hasilnya diperoleh 2
macan, yaitu macan tutul dan macan kumbang. Macan tutul jawa hidup dalam
teritorial (ruang gerak) berkisar 30-78 km2. Macan tutul jawa bersifat soliter, tetapi
pada saat tertentu seperti berpasangan dan mengasuh anak, serta macan tutul dapat
hidup berkelompok (Grzimek 1975 diacu dalam Gunawan 2010).
Kijang merupakan mamalia yang paling banyak tertangkap kamera jebakan.
Sebanyak 9 kamera jebakan menangkap gambar kijang. Kamera tersebut adalah,
kamera 3,11,14,15,17,23,24,25, dan 28. Sedangkan mamalia yang paling sedikit
ditangkap kamera jebakan berasal dari famili rodentia, yaitu tikus belukar
(Gambar 5). Ukuran tubuh tikus yang kecil menyebabkan kamera jebakan sulit
menangkap gambar. Selain itu banyaknya kijang yang tertangkap kamera jebakan
disebabkan karena terdapat alang-alang muda dan rerumputan disekitar kamera
jebakan yang dipasang. Menurut (Farida et al 2003) menyatakan bahwa kijang
menyukai jenis-jenis rumput dan alang-alang muda

(a)
(b)
Gambar 5 Mamalia: (a) tikus belukar dan (b) kijang
Pemasangan umpan di depan kamera jebakan berupa selai kacang yang
dibalut kain kecil dan digantung di depan kamera merupakan cara yang dilakukan
untuk mengantisipasi ketidakberadaan mamalia rodentia. Hal ini dilakukan untuk

9
memperbesar peluang mamalia kecil untuk datang dan tertangkap oleh kamera.
Menurut Maharadatunkamsi dan Maryati (2008), umpan berupa kelapa bakar dan
campuran pido dengan petis terasi juga dapat digunakan sebagai umpan mamalia
kecil. Hasilnya diperoleh bahwa mamalia rodentia tetap tidak tertangkap.
Tabel 3 Jumlah gambar mamalia yang tertangkap kamera jebakan
Cam
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

ml
3
2
4
2
4
3
14
32

mt
2
3
90
6
8
14
7
3
133

kh
4
2
2
8

l
6
6

Jenis Mamalia
sa
k
ts
4
3
4
3
4
10
8
3
5
15
12
8
60
3

bk
4
4

tk
2
2

tb
1
1

t
1
3
5
9


4
0
8
3
0
0
0
6
97
0
10
0
0
3
4
12
24
6
9
12
0
0
8
5
24
0
0
26
2
3
0
266

Keterangan: ml = musang luwak, mt = macan tutul, kh = kucing hutan, l = linsang, sa = sero
ambrang, k = kijang, ts = teledu sigung, bk = bajing kelapa, tk = tupai kekes, tb = tikus belukar, t =
tikus

Kelimpahan Jenis Mamalia
Kamera jebakan tidak hanya digunakan dalam memantau keberadaan
satwaliar, tetapi dapat juga digunakan untuk menghitung kelimpahan jenis

10
mamalia. Kelimpahan jenis merupakan suatu nilai atau indikator terhadap
dominannya suatu jenis mamalia yang berada dalam suatu habitat. Kelimpahan
juga menjelaskan berapa banyak jumlah suatu jenis mamalia dibandingkan dengan
jumlah jenis individu mamalia yang lainnya. Menurut Brower dan Zar (1997)
kelimpahan jenis adalah jumlah suatu jenis individu terhadap jumlah seluruh
individu yang ada. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai
indeks kelimpahan jenis mamalia tertinggi terdapat pada kijang sebesar 31.25 %.
Sedangkan nilai indeks kelimpahan jenis mamalia terendah terdapat pada kucing
hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan tikus belukar sebesar
3.12 % (Gambar 6).
40
kelimpahan %

31.25

30
21,87

20
10

12.5

9,37
3,12 3,12

6.25

3,12 3,12 3,12 3,12

0
musang luwak
sero ambrang
tupai kekes

macan tutul
kijang
tikus belukar

kucing hutan
teledu sigung
tikus

linsang
bajing kelapa

Gambar 6 Grafik kelimpahan jenis mamalia dengan menggunakan kamera
jebakan
Diagram diatas menjelaskan bahwa keberadaan kijang merupakan jenis
mamalia yang paling melimpah dibandingkan dengan mamalia lain yang
ditemukan. Hal ini dikarenakan jumlah individu kijang lebih banyak dibandingkan
dengan jenis lain yaitu sebanyak 10 individu. Sedangkan jumlah individu terendah
terdapat pada kucing hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan
tikus belukar sebanyak 1 individu (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah individu mamalia yang tertangkap oleh kamera jebakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama Ilmiah
Panthera pardus
Prionailurus bengalensis
Prionodon linsang
Paradoxurus hermaphroditus
Mydaus javanensis
Amblonyx cinereus
Muntiacus muntjak
Callosciurus notatus
Tupaia javanica
Rattus tiomanicus
Rattus sp
Total

Nama Lokal
Macan Tutul
Kucing Hutan
Linsang
Musang Luwak
Teledu Sigung
Sero Ambrang
Kijang
Bajing Kelapa
Tupai
Tikus Belukar
Tikus

Jumlah Individu
3
1
1
7
1
2
10
1
1
1
4
32

11
Keberadaan kijang tersebut, juga didukung dengan pakan yang tersedia.
Selain itu kondisi habitat juga ikut mempengaruhi jumlah kelimpahan mamalia
yang ada. Pentingnya keberadaan sumber pakan, air, shelter dan cover sangat
mendukung akan kehidupan mamalia. Fithria (2003) menyatakan bahwa
keanekaragaman suatu tipe habitat dan kualitas habitat akan sangat berpengaruh
terhadap jumlah jenis satwaliar. Heriyanto dan Iskandar (2004) menambahkan
bahwa indikator dari habitat yang baik adalah tersedianya sumber pakan yang
cukup, baik dari segi kelimpahan jenis maupun jumlahnya. Kaitannya dengan
kelimpahan jenis mamalia, keberadaan mamalia tersebut dapat dihubungkan
dengan kondisi habitat yang dijelaskan dengan menggunakan analisis vegetasi
yang telah dilakukan. Hutan merupakan kesatuan ekosistem terdiri dari atas
kawasan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dan
lingkungannya yang satu saling berinteraksi, semakin baik kondisi hutan akan
berpengaruh positif pada kehidupan hewan di dalamnya (Maharadatunkamsi dan
Maryati 2008).
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan, diperoleh bahwa INP tertinggi pada
masing-masing tingkat vegetasi, yaitu untuk tingkat pertumbuhan semai, jenis
tumbuhan yang mendominasi yakni pakis 40.6% terdapat pada pakis, pancang
39.2% terdapat pada kokopian, tiang 68.6% terdapat pada ki anak, dan pohon
82.5% pada ki anak (Tabel 5). Selain itu diperoleh 30 jenis tumbuhan pada semai,
17 jenis tumbuhan untuk tingkat pancang, 18 jenis tumbuhan untuk tingkat tiang
dan 20 jenis untuk jenis tumbuhan tingkat pohon. Menurut Priyadi et al (2010)
menyatakan bahwa terdapat 500 jenis tumbuhan berada pada kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Termasuk 18 jenis tumbuhan yang ditemukan,
terdapat dalam 500 jenis tumbuhan tersebut.
Tabel 5 Hasil analisis vegetasi dengan nilai INP di Resort Gunung Botol
Tingkat
Vegetasi
Semai
Semai
Semai

Nama
Lokal
Pakis
Lame
areuy
Kokopian

Diplazium esculentum
-

KR
(%)
25.2
11.8

FR
(%)
15.1
8.1

DR
(%)
-

INP
(%)
40.6
19.9

Morinda tomentosa

7.9

11.6

-

19.6

Pancang
Pancang
Pancang

Kokopian
Ki sireum
Pasang

Morinda tomentosa
Syzygium lineatum
Lithocarpus sp

22.9
11.1
8.1

16.2
12.2
9.3

-

39.2
23.3
17.2

Tiang

Ki anak

29.8

20.6

18.2

68.6

Tiang

Ki kawat

14.0

13.7

6.3

34.1

Tiang

Ki sireum

Castanopsis
acuminatissima
Memecylon
garcinioides
Syzygium lineatum

10.5

13.7

4.3

28.6

Pohon

Ki anak

36.5

19.0

27.0

82.5

Pohon
Pohon

Puspa
Rasamala

Castanopsis
acuminatissima
Schima wallichi
Altingia excelsa

18.0
14.0

19.0
10.3

18.6
25.2

55.5
49.6

Nama Ilmiah

12
Pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa keberadaan semai yang dominan
dapat digunakan oleh kijang sebagai pakan, yakni pakis (Diplazium esculentum).
Hal ini didukung dengan pernyataan Farida et al (2003) yang menyatakan bahwa
kijang lebih menyukai hidup di rimbunan semak di pinggir hutan dan sering
dijumpai di semak belukar bekas perladangan dan dapat hidup mulai dari daerah
dataran rendah hingga daerah pegunungan 2400 mdpl. Selain pakis, dedaunan
juga dapat digunakan oleh kijang sebagai pakan, seperti dedaunan dari ki anak
(Castanopsis acuminatissima). Menurut (Waterman 1984 diacu dalam Farida et al
2003) dedaunan yang dikonsumsi baik oleh kancil maupun kijang umumnya
daun-daun beserta batang mudanya, karena pada fase tersebut dedaunan masih
lembut dan palatable, mudah dicerna, dan masih rendah kandungan tanin dan
ligninnya.
Selain itu dengan keberadaan kijang yang melimpah serta didukung dengan
kondisi habitat yang ada, dapat menjadi pakan atau satwa mangsa bagi satwa
pemangsa lain, seperti macan tutul yang juga ditemukan dengan menggunakan
kamera jebakan (Gambar 7). Menurut Yanti (2011) satwa ungulata yang tersedia
melimpah di TNGHS adalah babi hutan, kancil, dan kijang, sedangkan primata
yang tersedia melimpah adalah lutung, surili, dan owa jawa.

Gambar 7 Kelimpahan tertinggi pada kijang (Muntiacus muntjak)
Kelimpahan mamalia tertinggi selanjutnya terdapat pada musang luwak,
yaitu sebesar 21.87%. Musang luwak merupakan satwa yang bersifat nokturnal,
sehingga peluang terbesar ditemukannya hanya pada malam hari (Gambar 8).
Musang luwak merupakan hewan omnivora yang memiliki tubuh kecil
(viverridae) yang bersifat arboreal (hewan yang menghabiskan hidupnya di
pepohonan), soliter dan nokturnal (aktif di malam hari) (Vaughan et al 2000
dalam Putra 2012). Dalam hal penemuan satwa mamalia musang luwak, selain
dengan menggunakan kamera jebakan musang luwak juga dapat ditemukan secara
langsung dan tidak langsung yakni dengan penemuan kotoran musang luwak pada
setiap jalur pengamatan. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan, jenis
pohon yang dominan yaitu ki anak (Castanopsis acuminitassima). Jenis pohon ini
diduga digunakan musang luwak menghabiskan aktivitasnya serta sebagai sumber
pakan. Selain itu, pohon ki anak (Castanopsis acuminitassima) juga dapat
digunakan sebagai tempat berlindung (cover) dari gangguan satwa lainnya.

13

Gambar 8 Musang luwak yang tertangkap kamera jebakan
Kucing hutan, linsang, teledu sigung, bajing kelapa, tupai kekes, dan tikus
belukar merupakan mamalia dengan tingkat kelimpahan terendah dari 11 jenis
mamalia yang ditemukan dengan menggunakan kamera jebakan (Gambar 9). Hal
ini disebabkan tingkat perjumpaan terhadap kamera jebakan sangat sedikit, dari 31
kamera jebakan hanya 8 kamera jebakan yang menangkap gambar mamalia dan
kamera jebakan hanya menangkap satu kali dalam sehari, untuk hari selanjutnya
tidak menangkap lagi gambar mamalia tersebut.

(a)
(b)
Gambar 9 Mamalia dengan kelimpahan terendah: (a) linsang dan (b) tupai kekes

Tingkat Perjumpaan (Encounter Rate) Mamalia
Tingkat perjumpaan (encounter rate) merupakan tingkat perjumpaan satwa
terhadap kamera jebakan atau seringnya satwa tertangkap oleh kamera jebakan.
Pada umumnya kebanyakan satwa memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi atau
lebih memilih menghindar dari manusia. Dengan demikian tingkat perjumpaannya
sangat sulit ditemukan di alam. Namun pada habitat tertentu seringkali satwa juga
dapat ditemukan secara langsung seperti owa jawa, lutung, surili, karena habitat
yang disediakan sangat mendukung kehidupannya. Hal ini menjelaskan bahwa
secara tidak langsung kamera jebakan dapat digunakan untuk menghitung
seberapa besar tingkat perjumpaan mamalia. Tingkat perjumpaan mamalia
diperoleh melalui perhitungan jumlah gambar mamalia yang diperoleh dibagi
jumlah hari aktif kamera.

14
Berdasarkan 11 jenis mamalia yang diperoleh, dapat ditentukan tingkat
perjumpaannya. Hasilnya diperoleh jenis macan tutul dan kijang memiliki tingkat
perjumpaan yang tinggi dibandingkan dengan mamalia yang lain, yaitu dengan
nilai 34.37 foto/100 hari. Tingkat perjumpaan terendah terdapat pada teledu
sigung, tupai kekes, dan tikus belukar dengan nilai 3.12 foto/100 hari (Gambar
10).

jumlah foto/100 hari

40
31.25

34,37 34,37

30
20
9,37

10

9,37
3,12 3,12

6.25

3,12

6.25 6.25

0
musang luwak
teledu sigung
tikus belukar

macan tutul
tupai kekes
bajing kelapa

kijang
kucing hutan
linsang

tikus
sero ambrang

Gambar 10 Grafik tingkat perjumpaan (encounter rate) mamalia
Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat perjumpaan macan tutul
dan kijang sama. Hal ini disebabkan jumlah event macan tutul dan kijang sama
yaitu masing-masing berjumlah 11 event, walaupun jumlah gambar yang
dihasilkan oleh kamera jebakan paling banyak terdapat pada macan tutul yaitu 133
foto, namun untuk perhitungan encounter rate menggunakan jumlah event dari
jumlah foto yang dihasilkan. Sedangkan untuk kijang sendiri jumlah gambar 60
foto dengan jumlah event sebanyak 11 event (Tabel 6). Oleh karena itu diperoleh
nilai encounter rate yang sama antara macan tutul dan kijang yaitu 34.37 foto/100
hari.
Tabel 6 Jumlah foto dan event mamalia yang diperoleh melalui kamera jebakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama Ilmiah
Panthera pardus
Prionailurus bengalensis
Prionodon linsang
Paradoxurus hermaphroditus
Mydaus javanensis
Amblonyx cinereus
Muntiacus muntjak
Callosciurus notatus
Tupaia javanica
Rattus tiomanicus
Rattus sp

Nama Lokal
Macan Tutul
Kucing Hutan
Linsang
Musang Luwak
Teledu Sigung
Sero Ambrang
Kijang
Bajing Kelapa
Tupai Kekes
Tikus Belukar
Tikus

∑ Foto
133
8
6
32
3
8
60
4
2
1
7

∑ Event
11
3
2
10
1
2
11
2
1
1
3

15
Menurut Yanti (2011), faktor penting yang mempengaruhi tingkat
perjumpaan macan tutul adalah ketersediaan satwa mangsa di suatu tipe habitat.
Keberadaan macan tutul dilokasi penelitian dipengaruhi oleh faktor pakan. Kijang
merupakan satwa mangsa utama bagi macan tutul. Semakin banyak keberadaan
kijang maka dapat diindikasikan keberadaan macan tutul juga semakin banyak.
Berdasarkan hasil penelitian kijang merupakan satwa mamalia yang paling banyak
ditemukan, sehingga tingkat perjumpaan kijang dengan macan tutul lebih besar
dibandingkan dengan satwa mangsa macan tutul lainnya. Menurut Gunawan et al
(2009) dapat diidentifikasi lima jenis satwa yang paling sering dimangsa macan
tutul, yaitu kijang, monyet abu-abu, lutung, babi hutan, dan anjing kampung.
Mamalia lain yang ditemukan dengan menggunakan kamera jebakan dapat
menjadi satwa mangsa macan tutul selain kijang, yaitu linsang, musang luwak,
sero ambrang, kucing hutan.
Jenis Mamalia yang Ditemukan Selain Menggunakan Kamera Jebakan
Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kamera jebakan
dihasilkan 11 jenis mamalia. Untuk mendukung data jenis mamalia yang tersebut,
maka dilakukan metode lain, seperti pengamatan secara langsung, memasang
perangkap hidup (live trap) dan melalui jejak serta kotoran. Hasilnya diperoleh 12
jenis mamalia, seperti owa jawa, lutung jawa, surili, jelarang, tikus besar lembah
(Tabel 7).
Tabel 7 Jenis mamalia yang ditemukan selain menggunakan kamera jebakan
No
1

Famili
Hylobatidae

Nama Ilmiah
Hylobates moloch

Nama Lokal
Owa Jawa

2

Cercopitheceae

Lutung Jawa

3

Cercopitheceae

Trachypithecus
auratus
Presbytis comata

4

Sciuridae

5

Sciuridae

Bajing Kerdil
Telinga Hitam
Bajing Kelabu

6

Sciuridae

Nannosciurus
melanotis
Callosciurus
orestes
Ratufa bicolor

7

Vivveridae

-

Musang

8

Vivveridae

Paguma larvata

Musang Galing

9

Muridae

Sundamys mueller

10

Muridae

Rattus exulans

Tikus Besar
Lembah
Tikus Ladang

11

Muridae

Rattus tanezumi

Tikus Rumah

12

Suidae

Sus scrofa

Babi Hutan

Surili

Jelarang

Keterangan
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung
Perangkap
hidup
Perangkap
hidup
Perangkap
hidup
Jejak

16
Famili Cercopithecidae merupakan mamalia yang paling sering dijumpai
dibandingkan dengan mamalia lainnya seperti, surili (Presbytis comata), dan
lutung jawa (Trachypithecus auratus). Dari primata tersebut, lutung jawa
merupakan mamalia yang paling sering dijumpai. Lutung jawa menyebar pada
setiap habitat yang ada, dari hutan dataran rendah hingga hutan sub alpin
(Gunawan 2007). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sugardjito et al (1997)
menyatakan bahwa surili memiliki penyebaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan lutung budeng pada Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Status Perlindungan Mamalia
Mamalia merupakan satwaliar yang sangat penting di dalam suatu ekosistem
yang telah disediakan. Di dalam suatu kawasan hutan mamalia juga ikut turut
berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mulai dari mamalia
yang berukuran kecil sampai besar mempunyai peranan dan fungsi masing-masing
serta saling berinteraksi baik terhadap habitatnya dan sesama atau berbeda
individu. Menurut Suyanto et al (2002) menyebutkan peranan mamalia antara lain
sebagai penyubur tanah, penyerbuk bunga, pemencar biji, serta pengendali hama
secara ekologi. Dengan demikian diperlukan perlindungan terhadap mamalia
mengingat sangat penting peranannya untuk menjaga keseimbangan alam.
Gangguan habitat yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
selama tahun 2007-2009 adalah penambangan emas tanpa ijin, penebangan liar,
perambahan hutan, pengambilan kayu bakar, pendakian tanpa ijin, pencurian
tumbuhan khas, dampak wisata alam yang tidak terorganisir dengan baik, dan
penggembalaan ternak di kawasan hutan (Yanti 2011). Gangguan tersebut dapat
mengganggu kelangsungan hidup satwaliar, khususnya mamalia yang berada di
dalamnya. Selama penelitian dilakukan ditemukan secara langsung di lapangan
beberapa gangguan, seperti masih banyaknya perangkap jebakan yang dipasang
oleh para pemburu, perambahan kayu, dan penambangan liar. Selain itu masih
banyak para wisatawan yang datang membuang sampah sembarangan.
Kamera jebakan juga tidak hanya menangkap gambar satwa melainkan
gambar masyarakat yang masuk ke hutan juga tertangkap (Gambar 11). Hal ini
bisa terlihat pada kamera 30 yang menangkap gambar salah satu pemburu yang
masuk ke dalam hutan dengan membawa senjata.

(a)
(b)
Gambar 11 Gangguan habitat: (a) pemburu dan (b) perangkap

17
Akibatnya, dari 31 kamera jebakan yang dipasang, terdapat 2 unit kamera
jebakan yang hilang dicuri oleh masyarakat. Dengan demikian bahwa tingkat
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap satwaliar masih kurang. Hal ini
bisa terlihat dengan maraknya perburuan satwaliar yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Dalam usahanya menangkap satwa
buruan, para pemburu memanfaatkan beberapa alat jerat satwa yang dibuat secara
sederhana dan dipasang di dalam hutan. Para pemburu tersebut memanfaatkan alat
jerat tersebut berasal dari ranting dan kayu di hutan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, keberadaan status satwaliar
khususnya mamalia dimasukkan ke dalam tiga kategori perlindungan yaitu IUCN,
CITES, dan PP No.7 Tahun 1999. Hasilnya diperoleh beberapa satwa yang
statusnya mulai dari aman hingga beresiko kritis jumlah populasinya. Satwa
tersebut seperti macan tutul dengan status near threatned atau mendekati rentan
oleh IUCN dan Appendix 1 atau tidak boleh diperdagangkan oleh CITES serta
status dilindungi oleh pemerintah dengan PP No.7 Tahun 1999 (Tabel 8).
Tabel 8 Jenis mamalia yang dilindungi
Status Perlindungan
No

Jenis Mamalia

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

IUCN

CITES

Macan Tutul
Kucing Hutan
Kijang
Musang Luwak
Musang Kuning
Musang Galing
Teledu Sigung
Linsang
Sero
Owa Jawa
Lutung Hitam
Surili
Bajing Kelapa
Bajing Kelabu
Bajing Kerdil Telinga Hitam
Jelarang
Tupai Kekes
Tikus Belukar
Tikus Besar Lembah
Tikus Rumah
Mencit Rumah
Babi Hutan

NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
VU
EN
VU
EN
LC
LC
LC
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC

Appendix I
Appendix I
Appendix III
Appendix III
Appendix II
Appendix II
Appendix I
Appendix II
Appendix II
Appendix II
-

PP No.7
Tahun 1999
Dilindungi
Dilindungi
Dilindungi
Dilindungi
Dilindungi
Dilindungi
-

Tikus

LC

-

-

Keterangan: NT = Near Threatned, LC = Least Concern, VU = Vulnerable, EN = Endangered

Pada tabel tersebut menjelaskan bahwa dari 23 jenis mamalia yang
ditemukan kelompok primata merupakan mamalia yang sangat kritis populasinya.

18
Kelompok primata tersebut yakni owa jawa, lutung hitam, dan surili. Populasi
kelompok primata tersebut diduga mengalami penurunan, akibat habitatnya
semakin terdesak. Dari kelompok primata tersebut masing-masing dengan status
vulnerable hingga endangered. Dengan demikian perlu adanya perlindungan
khusus terdapat satwa tersebut, agar keberlangsungan hidup dan populasinya tetap
terjaga dengan baik.

(a)
(b)
Gambar 12 Primata yang dilindungi: (a) surili dan (b) owa jawa

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Mamalia yang ditemukan sebanyak 23 jenis dengan 12 famili yakni Felidae,
Cervidae, Vivveridae, Mustelidae, Hylobatidae, Cercopithecidae, Sciuridae,
Scandentia, Muridae, Suidae, Prionodontidae, dan Mephitidae melalui kamera
jebakan, perangkap hidup, dan pengamatan langsung di Resort Gunung Botol
TNGHS.
2. Kelimpahan jenis mamalia paling tinggi diperoleh pada kijang (Muntiacus
muntjak) dengan nilai 31.25 %. Kemudian tertinggi kedua diperoleh pada
musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) dengan nilai 21.87 % dan tikus
(Rattus sp) dengan nilai 12.5 %. Nilai terendah diperoleh pada tikus belukar
(Rattus tiomanicus), tupai kekes (Tupaia javanica), bajing kelapa (Callosciurus
notatus), teledu sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Prionailurus
bengalensis) dan linsang (Prionodon linsang) yaitu 3.12 %.
Saran
1. Perlu dilakukan monitoring lanjutan terhadap satwaliar khususnya mamalia di
TNGHS.
2. Perlu dilakukan pemasangan kamera jebakan di titik lokasi pengamatan yang
berbeda dengan sebelumnya.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai populasi terutama mamalia yang
kritis seperti owa jawa, surili, lutung, dan macan tutul.

19

DAFTAR PUSTAKA
Brower, J. E. dan J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General
Ecology. Wm. C. Brown Company Publisher. Dubuque. Iowa.
Farida WA, Setyorini LE, Sumaatmadja G. 2003. Habitat dan Keragaman
Tumbuhan Pakan Kancil (Tragulus javanicus) dan Kijang (Muntiacus muntjak)
di Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Timur. Jurnal Biodiversitas. 4(2):
97-102
Fithria A. 2003. Keanekaragaman jenis satwaliar di areal hutan PT. Elbana Abadi
Jaya Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Rimba
Kalimantan 9(1): 63-70.
Fonseca G, Lacher ET, Batra P. 2003. Camera Trapping Protocol Team Initiative,
Conservation International. USA.
Gunawan. 2007. Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Berdasarkan Komposisi
Vegetasi dan Ketinggian Tempat di Kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gunawan H, Prasetyo LB, Mardiastuti A, Kartono AP. 2009. Habitat Macan Tutul
Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di Lanskap Hutan Produksi yang
Terfragmentasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 6(2).
Gunawan H. 2010. Habitat dan Penyebaran Macan Tutul Jawa (Panthera pardus
melas Cuvier, 1809) di Lansekap Terfragmentasi di Jawa Tengah [Disertasi].
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harahap SA, Sakaguchi N. 2003. Monitoring Research on Leopard (Panthera
pardus) in Cikaniki Area, Gunung Halimun National Park. Research on
Endangered Species in GHNP, Research and Conservation of Biodiversity in
Indonesia. Vol. XI: 2-19
Heriyanto NM, Iskandar S. 2004. Status Populasi dan Habitat Surili (Presbytis
comata Desmart) di Kompleks Hutan Kalajaten Karang-Ranjang TNUK.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 1(1): 89-98.
Maharadatunkamsi, Maryati. 2008. Komunitas Mamalia Kecil di Berbagai Habitat
Pada Jalur Apuy dan Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai. Jurnal
Biologi Indonesia. 4(5): 309-320.
O’Brien , Wibi ono H, innaird M. 2003. Crouching tiger , hidden prey:
sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal
Conservation 6: 131–139.
Putra SM. 2012. Morfologi Reproduksi Musang Luwak Jantan (Paradoxurus
hermaphroditus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Priyadi H, Takao G, Rahmawati I, Supriyanto B, Ikbal Nursal W, Rahman I.
2010. Five hundred plant spesies in Gunung Halimun Salak National Park,
West Java; a checklist including sundanese names, distribution and use.
CIFOR. Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sugardjito J, Sinaga H, Yoneda M. 1997. Survey of the distribution and density of
primates in Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia. Yoneda M,
Sugardjito, Simbolon H, editor. Research and Conservation Biodiversity in

20
Indonesia Vol. II. The Inventory of natural Resources in Gunung Halimun
National Park. LIPI, JICA and PHPA. Bogor (ID). hlm 56-62.
Suyanto A. 2002. Mamalia di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat.
Bogor : BCP-JICA. 121 hal.
Yanti D. 2011. Kajian Karakteristik Habitat dan Pola Sebaran Spasial macan
Tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier,1809) di TNGHS [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

21

Lampiran 1 Hasil analisis vegetasi tingkat semai
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Nama lokal
Tangkur
Cariang
Harendong bulu
Pakis
Patat
Ramu kuya
Begonia
Ela
Rotan
Lame areuy
Cangkoreh
Hantap
Siluwar
Ki bonteng
Pasang
Kokopian
Bubukuan
Puspa
Amis mata
Ki kawat
Ki careuh
Darandan
Tepus
Sereuh leweng
Ki anak
Ki huut
Jejerukan
Mara
Canar
Ki uncal

Nama Spesies
Lophatherum gracile Brongn
Schismatologlottis rupestris Zollinger & Moritzi
Clidemia hirta (L.) D. Don
Diplazium esculentum (Retzius) Swartz
Phrynium pubinerve Blume
Argostema montanum BI. Ex DC
Begonia robusta Blume
Alpinia scabra
Calamus javanica BI
Dinochloa scandens
Sterculia rubiginosa Vent
Aglaia pachyphylla Miq
Canarium hirsutum Willd.
Lithocarpus sp.
Morinda tomentosa Roth
Strobilanthes sp
Schima wallichii (DC.) Korth.
Ficus montana Burm.f.
Memecylon garcinioides Blume
Alangium chinense (Lour.) Harms
Ficus melinocarpa Blume
Hornstedtia megalochelius Ridley
Castanopsis acuminatissima
Glochidion molle Blume
Aqua ilex
Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg.
Smilax zeylanica L
Claoxylon longifolium (Blume) Endl. Ex Hassk
Jumlah

Famili
Gramineae
Araceae
Melastomataceae
Athyriaceae
Maranthaceae
Rubiaceae
Begoniaceae
Zingiberaceae
Arecaceae
Poaceae
Sterculiaceae
Meliaceae
Burseraceae
Fagaceae
Rubiaceae
Acanthaceae
Theaceae
Moraceae
Melastomataceae
Alangiaceae
Moraceae
Zingiberaceae
Fagaceae
Euphorbiaceae
Rubiaceae
Euphorbiaceae
Smilaceae
Euphorbiaceae

K
1667.67
1333.30
2000
11166.70
1000
666.67
1166.67
1500
2500
5166.67
166.67
166.67
166.67
500
666.67
3500
666.67
833.30
1833.30
500
666.67
166.67
166.67
166.67
4166.67
666.67
166.67
166.67
166.67
166.67
43839

KR (%)
3.80
3.04
4.56
25.47
2.28
1.52
2.66
3.42
5.70
11.78
0.38
0.38
0.38
1.14
1.52
7.98
1.52
1.90
4.18
1.14
1.52
0.38
0.38
0.38
9.50
1.52
0.38
0.38
0.38
0.38
100

F
0.07
0.13
0.40
0.87
0.07
0.07
0.07
0.20
0.40
0.47
0.07
0.07
0.07
0.20
0.13
0.67
0.20
0.20
0.20
0.13
0.13
0.07
0.07
0.07
0.33
0.13
0.07
0.07
0.07
0.07
5.77

FR (%)
1.21
2.25
6.93
15.07
1.21
1.21
1.21
3.46
6.93
8.14
1.21
1.21
1.21
3.46
2.25
11.61
3.46
3.46
3.46
2.25
2.25
1.21
1.21
1.21
5.71
2.25
1.21
1.21
1.21
1.21
100

INP (%)
5.01
5.29
11.49
40.54
3.49
2.73
3.87
6.88
12.63
19.92
1.59
1.59
1.59
4.60
3.77
19.59
4.98
5.36
7.64
3.39
3.77
1.59
1.59
1.59
15.21
3.77
1.59
1.59
1.59
1.59
200

21

22

22

Lampiran 2 hasil analisis vegetasi tingkat pancang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Nama Lokal
Ki haji
Campaka
Kokopian
Hantap
Kopo
Ki sireum
Ki uncal
Ki cantung
Kawoyang
Ki keuyeup
Siluwar
Ki kores
Darandan
Kelapa ciung
Pasang
Bubukuan
Puspa
Ki careuh
Ki kawat
Mara
Maja
Jejerukan
Ki anak
Rasamala
Huru
Ki bonteng

Nama Spesies
Dysoxylum macrocarpum Blume
Michelia montana Blume
Morinda tomentosa Roth
Sterculia rubiginosa Vent
Polyalthia subcordata
Syzygium lineatum (DC.) Merr. & Perry
Claoxylon longifolium (Blume) Endl. ex Hassk.
Goniothalamus macrophyllus (Blume) Hook.f. & Thoms.
Prunus arborea (Blume) Kalkman
Euonymus javanicus Blume
Aglaia pachyphylla Miq
Psychotria jackii Hook.f.
Ficus melinocarpa Blume
Horsfieldia glabra
Lithocarpus Blume
Strobilanthes sp
Schima wallichii (DC.) Korth.
Alangium chinense (Lour.) Harms
Memecylon garcinioides Blume
Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg.
Aegle marmelos (L.) Correa
Aqua ilex
Castanopsis acuminatissima
Altingia exelsa
Actinodaphne procera Nees
Canarium hirsutum Willd.
Jumlah

Famili
Meliaceae
Magnoliaceae
Rubiaceae
Sterculiaceae
Annonaceae
Myrtaceae
Euphorbiaceae
Annonaceae
Rosaceae
Celastraceae
Meliaceae
Rubiaceae
Moraceae
Myrsinaceae
Fagaceae
Acanthaceae
Theaceae
Alangiaceae
Melastomataceae
Euphorbiaceae
Rutaceae
Rubiaceae
Fagaceae
Hamamelidaceae
Lauraceae
Burseraceae

K
26.67
26.67
826.67
26.67
80.00
400.00
80.00
80.00
80.00
26.67
26.67
133.33
80.00
53.33
293.33
106.67
160.00
80.00
106.67
26.67
26.67
80.00
666.67
53.33
26.67
26.67
3600.03

KR (%)
0.74
0.74
22.96
0.74
2.22
11.11
2.22
2.22
2.22
0.74
0.74
3.70
2.22
1.48
8.14
2.96
4.44
2.22
2.96
0.74
0.74
2.22
18.51
1.48
0.74
0.74
100

F
0.07
0.07
0.80
0.07
0.20
0.60
0.20
0.13
0.07
0.07
0.07
0.20
0.13
0.07
0.46
0.13
0.26
0.13
0.26
0.07
0.07
0.07