Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak

ABSTRAK
SORAYA NURUL ICHWANI. Sebaran Spatial dan Potensi Pemanfaatan Aren
(Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan AGUS HIKMAT.
Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak (TNGHS) perlu didukung oleh data potensi aren tersebut. Oleh karena itu
perlu dilakukan identifikasi sebaran spasial, kesesuaian habitat, bentuk
pemanfaatan aren oleh masyarakat, dan tingkat regenerasi aren. Untuk mencapai
tujuan tersebut digunakan pengukuran dengan parameter kuantitatif seperti
kerapatan dan frekuensi untuk mengetahui regenerasi aren serta analisis PCA
untuk mendapatkan model kesesuaian habitat aren. Penelitian ini dilakukan di
Resort Gunung Bedil TNGHS. Dari hasil analisis, aren dapat ditemukan pada
daerah dengan kriteria berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, kemiringan lereng
25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan jarak dari sungai ≤ 200 m. Model
kesesuaian habitat aren yang dihasilkan yaitu � = 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 1,010 ∗
. Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort
Gunung Bedil memiliki kelas kesesuaian habitat sedang. Selain itu, tingkat
regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS tergolong rendah

karena terdapat banyak gangguan pada aren. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan
aren di Resort Gunung Bedil cukup tinggi. Pemanfaatan dilakukan dimulai dari
bagian daun sampai akar aren.
Kata kunci: aren, kesesuaian habitat,pemanfaatan, regenerasi, sebaran spatial

ABSTRACT
SORAYA NURUL ICHWANI. Spatial Distribution and Benefit Potential of
Sugar Palm (Arenga pinnata Merr.) in Gunung Bedil Resort Gunung Halimun
Salak National Park. Supervision by LILIK BUDI PRASETYO and AGUS
HIKMAT.
The benefit sustainability of sugar palm in Gunung Halimun Salak National
Park (GHSNP) needs to be supported by sugar palm potential data. Therefore, the
survey spatial distributions, habitat suitability, benefit type by society, and palm
sugar regeneration level identification is needed. To reach the purposes, a
measurement by using quantitative parameter such as density and frequency was
done to know palm sugar regeneration, and also PCA analysis to get sugar palm
habitat suitability model. This research was conducted at Gunung Bedil Resort,
GHSNP. The results shows that sugar palm could be found in areas with criteria
such as elevation between 500-1000 above sea level, slope 25-40%, NDVI 0-0,32,
and distance from river ≤ 200 meters. The result of habitat suitability model

was � = 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 1,010 ∗
. The
results of validation shows that Gunung Bedil Resort has a middle habitat
suitability. Besides that, the regeneration level of sugar palm in Gunung Bedil
Resort has low because it’s utilization by society is high.
Keywords: sugar palm, habitat suitability, benefit, regeneration,spatial distribution

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu
kawasan konservasi yang tergolong ke dalam hutan hujan tropis. Ekosistem
tersebut mempunyai kecenderungan untuk memiliki keanekaragaman flora dan
fauna yang cukup melimpah. Keanekaragaman berdampak pada pemanfaatan
satwa maupun tumbuhan di dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat sekitar.
Pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama oleh Kasepuhan,

tergolong unik karena memiliki aturan tersendiri dalam adatnya. Hasil pertanian
masyarakat tidak dijual ke luar namun digunakan untuk konsumsi sendiri. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup lainnya maka masyarakat memanfaatkan hasil hutan
yang diolah untuk dijual ke pasar.
Salah satu masyarakat Kasepuhan yang masih memegang adat tersebut
adalah masyarakat Kasepuhan Cisitu yang berada di Resort Gunung Bedil
TNGHS. Masyarakat Kasepuhan ini menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian dan kehutanan. Pengelolaan sumberdaya alam masih terikat pada aturan
adat dan tradisi masyarakat, seperti dalam pengelolaan sawah dan huma, serta
sumberdaya hutan (Warta Tenure 2006).
Aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan salah satu komoditas yang
diunggulkan di kawasan TNGHS. Sebagai akibatnya aren menjadi tumbuhan yang
paling dicari untuk diambil manfaatnya setelah rotan (Calamus sp.) di kawasan
TNGHS ini. Masyarakat biasa memanfaatkan aren untuk diambil air niranya. Air
nira dapat diolah kembali menjadi gula aren yang selanjutnya dimanfaatkan untuk
konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar. Selain hal tersebut, masih banyak jenis
pemanfaatan dari aren di kawasan ini yang belum diketahui. Hal ini karena
dokumentasi ilmiah mengenai pemanfaatan aren oleh masyarakat Kasepuhan di
Resort Gunung Bedil TNGHS belum banyak dilakukan.
Masyarakat memanfaatkan aren baik berasal dari kawasan TNGHS maupun

di tanah milik. Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di TNGHS perlu didukung
oleh data potensi aren tersebut, yaitu salah satunya melalui inventarisasi
berdasarkan penyebaran spasial di dalam kawasan TNGHS, khususnya Resort
Gunung Bedil, dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Kelebihan
aplikasi SIG adalah dapat mengetahui beberapa kondisi seperti lokasi, pola
sebaran, dan pemodelan habitat dalam pemetaan suatu wilayah. Informasi
mengenai kondisi yang potensial ini merupakan salah satu langkah penting yang
perlu dilakukan dalam upaya pemanfaatan aren secara lestari.

Tujuan
1.
2.
3.
4.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :
Mengidentifikasi penyebaran spasial aren di Resort Gunung Bedil TNGHS
Mengidentifikasi kesesuaian habitat aren di Resort Gunung Bedil TNGHS
Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan aren oleh masyarakat sekitar Resort
Gunung Bedil TNGHS

Mengidentifikasi tingkat regenerasi aren di Resort Gunung Bedil TNGHS

2

Manfaat
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk
menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal
pemanfaatan aren bagi masyarakat sekitar.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juni-Agustus
2012, dan pengolahan data dilakukan selama 5 bulan yaitu bulan September 2012Januari 2013. Pengolahan data dilakukan di Bagian Hutan Kota dan Jasa
Lingkungan serta Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya, yaitu :


A.

B

Tabel 1
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Alat dan Bahan
Fungsi
Alat
1. Kamera
Mengambil gambar
2. GPS (Global Positioning Untuk menandai dan mengambil
System) Garmin 76 csx
posisi koordinat geografi lapangan
3. Alat Tulis
Mencatat hasil penelitian
4. Software ArcGIS 9.3
Mengolah data spasial
5. Software Erdas Imagine 9.1

Mengolah data spasial
6. Software SPSS 18
Mengolah data regresi logistik
7. Komputer
Menjalankan software
Bahan
1. Peta ASTER GDEM
Untuk mendapatkan data kelerengan
lahan, data ketinggian, dan aspect
2. Citra Satelit Landsat TM 7
Untuk mendapatkan peta penutupan
lahan,
3. Peta batas TNGHS
Untuk mengetahui batas TNGHS
4. Peta jaringan sungai
Untuk mengetahui jaringan sungai
5. Peta jalan
Untuk mengetahui jarak jalan
6. Peta tanah dan curah hujan
Untuk mengetahui jenis tanah dan

curah hujan
7. Kuisioner
Mengumpulkan data dari responden
berdasar wawancara

2

Manfaat
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk
menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal
pemanfaatan aren bagi masyarakat sekitar.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juni-Agustus
2012, dan pengolahan data dilakukan selama 5 bulan yaitu bulan September 2012Januari 2013. Pengolahan data dilakukan di Bagian Hutan Kota dan Jasa
Lingkungan serta Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.


Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya, yaitu :

A.

B

Tabel 1
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Alat dan Bahan
Fungsi
Alat
1. Kamera
Mengambil gambar
2. GPS (Global Positioning Untuk menandai dan mengambil
System) Garmin 76 csx
posisi koordinat geografi lapangan
3. Alat Tulis
Mencatat hasil penelitian

4. Software ArcGIS 9.3
Mengolah data spasial
5. Software Erdas Imagine 9.1
Mengolah data spasial
6. Software SPSS 18
Mengolah data regresi logistik
7. Komputer
Menjalankan software
Bahan
1. Peta ASTER GDEM
Untuk mendapatkan data kelerengan
lahan, data ketinggian, dan aspect
2. Citra Satelit Landsat TM 7
Untuk mendapatkan peta penutupan
lahan,
3. Peta batas TNGHS
Untuk mengetahui batas TNGHS
4. Peta jaringan sungai
Untuk mengetahui jaringan sungai
5. Peta jalan

Untuk mengetahui jarak jalan
6. Peta tanah dan curah hujan
Untuk mengetahui jenis tanah dan
curah hujan
7. Kuisioner
Mengumpulkan data dari responden
berdasar wawancara

3

Jenis Data
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data-data seperti tercantum
pada Tabel 2.
Tabel 2
Jenis data yang diambil
No
Aspek
Sebaran
1
spasial aren

Jenis data
a. Lokasi persebaran
aren
b. Kesesuaian habitat
aren

Metode
a. Wawancara
b. Observasi
lapang

2

Potensi
pemanfaatan
aren

a. Bentuk
pemanfaatan
b. Cara pemanfaatan

a. Wawancara
b. Penelurusan
dokumen
c. Observasi
lapang

3

Regenerasi
aren

a. Kerapatan dan
frekuensi aren

a. Pembuatan
plot berbentuk
lingkaran

Sumber
a. Narasumber
kunci
b. Data
lapangan
c. Buku,
internet
a. Narasumber
kunci
b. Data
lapangan
c. Buku,
internet
a. Narasumber
kunci
b. Data lapangan
c. Buku, internet

Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer yang dimaksud adalah data yang langsung diambil di lapangan, sedangkan
data sekunder adalah data yang diambil dari Landsat, ASTER GDEM, dan
literatur berupa buku atau studi pustaka lainnya.
Wawancara
Data mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan, kegiatan budidaya,
dan persebaran aren diambil dengan menggunakan metode wawancara. Pemilihan
responden dilakukan secara purposive, dengan kriteria masyarakat yang
memanfaatkan dan mengolah aren untuk kebutuhan sehari-hari. Teknik
pengambilan responden secara purposive adalah jenis teknik yang paling efektif
untuk mempelajari sesuatu hal di dalam ranah budaya (Tongco 2007)
Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan secara langsung guna mendapatkan data-data
yang akurat dan spesifik mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan,
kegiatan budidaya, dan persebaran aren.
Pembuatan plot contoh untuk regenerasi aren
Regenerasi aren diamati melalui pembuatan plot contoh yang ditetapkan
secara purposive sampling. Plot contoh diletakkan di tempat ditemukannya aren
dewasa. Bentuk plot contoh berupa lingkaran dengan jari-jari 17,8 m (Gambar 1).

4

Titik pusat dari lingkaran adalah aren dewasa. Dalam pelaksanaan di lapang
pembuatan petak ukur lingkaran sangat mudah dan sederhana dan memiliki
ketelitian yang lebih akurat dibandingkan petak ukur persegi (Simon 1993).
Regenerasi aren diidentifikasi dengan menggunakan plot lingkaran seperti tersaji
pada Tabel 3.Data aren yang dicatat berupa jumlah individu dan jumlah plot
ditemukan aren untuk setiap tumbuhan.
Tabel 3
Plot pengukuran regenerasi aren
Tingkat pertumbuhan
Luas (ha)
Keterangan
Dewasa
0,1
Berbatang, t > 1,3 m
Muda
0,01
Tidak berbatang, t > 1,3 m
Anakan
0,001
t ≤ 1,3 m

No
1
2
3

Sumber : Kaewkorm et al. (2007)

Keterangan :
a = petak ukur untuk anakan
b = petak ukur untuk muda
c = petak ukur untuk dewasa

Gambar 1

Inventarisasi aren menggunakan metode lingkaran.

Metode Analisis Data
Parameter kuantitatif dalam analisis regenerasi aren
Pengukuran tingkat regenerasi aren dihitung dengan menggunakan
parameter kerapatan dan frekuensi aren berdasarkan tingkat pertumbuhan, yaitu
semai dan muda.



=


� =











ℎ (� )












Metode PCA (Principal Component Analysis)
Kesesuaian habitat aren di kawasan dilakukan dengan menggunakan metode
PCA dalam perhitungannya. Gagasan utama PCA adalah untuk mengurangi
dimensi data yang terdiri dari sejumlah besar variabel yang saling terkait namun
juga tetap mempertahankan sebanyak mungkin variasi yang hadir dalam data. Hal
ini dilakukan dengan mengubah satu set baru variabel sebagai komponen utama
yang tidak berkorelasi dan dijadikan sebagai nilai pertama yang dipertahankan
dalam variasi yang hadir dari semua variabel yang ada (Joliffe IT 2002). Data
dianalisis dengan menggunakan SPSS.

5

Model kesesuaian habitat aren
Peta yang diperoleh sebelumnya dipotongterlebih dahulu sesuai dengan
wilayah TNGHS (Gambar 2).

Gambar 2 Bagan alur pemotongan lokasi penelitian.
Peta mengenai ketinggian dan kemiringan lereng kawasan TNGHS dari
ASTER GDEM diperlukan untuk mengetahui penyebaran dan kesesuaian habitat
aren (Gambar 3).Data spasial lereng merupakan data yang memberi informasi
kemiringan suatu lahan yang mempunyai nilai satuan persen (%) berdasarkan
derajat sudut kemiringan derajat (o). Lereng dengan nilai 100 % = 45o sudut
kemiringan. Data dikelompokkan berdasar klasifikasi kecuraman suatu kawasan
(klasifikasi lereng).

Gambar 3 Bagan alur tahapan pembuatan kemiringan lereng.
Peta jarak dari sungai dianalisis terlebih dulu menggunakan Software
ArcGIS 9.3.Bagan alir pembuatan peta jarak dari sungai seperti tersaji pada
Gambar 4.

Gambar 4 Bagan alur pembuatan peta jarak dari sungai.

6

Peta yang diperoleh digunakan untuk menganalisis kesesuaian habitat yang
dibuat dalam bentuk model persebaran. (Gambar 5).

Gambar 5 Bagan alur proses analisis peta kesesuaian habitat Arenga pinnata.
Hasil analisis dari PCA selanjutnya digunakan untuk menentukan bobot
masing-masing variabel habitat yang diteliti untuk analisis spasial sehingga
diperoleh persamaan kesesuaian habitat sebagai berikut :
Y = (aF1 + bF2 + cF3 + dF4)
Keterangan :
Y = skor akumulasi kesesuaian
habitat
a-d = nilai bobot setiap variabel
F1 = faktor ketinggian

F2 = faktor kemiringan lereng
F3 = faktor jarak dengan sungai
F4 =faktor NDVI

Kesesuaian habitat Arenga pinnata dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian yaitu
tidak ada data, kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang, dan kesesuaian rendah.
Kelas tidak ada data ini dibuat karena terdapat stripping, awan dan bayangan
awan pada nilai NDVI. Untuk mendapatkan nilai selang digunakan persamaan
sebagai berikut


�=



−�

Keterangan :
Smaks = nilai indeks kesesuaian habitat tertinggi
Smin = nilai indeks kesesuaian habitat terendah
K
= banyaknya kelas kelas kesesuaian habitat

Untuk validasi model dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi klasifikasi
kesesuaian habitat.


=(



100%)

Keterangan :
n = jumlah Arenga pinnata pada satu kelas kesesuaian
N = jumlah total Arenga pinnata

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak geografis Resort Gunung Bedil yaitu berada di 106018’38” –
106 31’30” dan 06042’48” – 06049’05”. Secara administratif kawasan Resort
Gunung Bedil terletak di 1 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cibeber dan 12 Desa,
yaitu Sinargalih, Kujangsari, Situmulya, Cisungsang, Gunung Wangun, Kujang
Jaya, Wanasari, Hegarmanah, Neglasari, Cihambali, Sukamulya, dan Ciusul. Luas
kawasan Resort Gunung Bedil adalah 15.582,8 ha. Namun saat ini berdasarkan
peta kawasan TNGHS untuk Resort Gunung Bedil diperkecil menjadi 13.207,1
ha.Jenis tanah di kawasan Resort Gunung Bedil termasuk ke dalam tipe latosol
coklat, asosiasi latosol coklat dan latosol coklat kekuningan serta asosiasi latosol
coklat kemerahan dan latosol coklat. Adapun jenis batuannya merupakan jenis
batuan vulkanik seperti bracicias basalt dan andesit.
Kawasan Resort Gunung Bedil mempunyai topografi yang bergelombang,
berbukit-bukit dan bergunung dengan ketinggian tempat bervariasi mulai 6001919 mdpl dan kemiringan lereng berkisar antara 25% sampai dengan 40% seperti
tampak pada Gambar 6. Beberapa pegunungan yang berada di daerah ini
diantaranya adalah Gn. Sanggabuana, Gn. Bintong gading, Gn. Kendeng, Gn.
Bancit, Gn. Awigede, Gn. Palasari, Gn. Tumbal, Gn. Bedil, dan Gn. Luhur.
Daerah Resort Gunung Bedil mempunyai iklim tipe B dengan perbandingan
jumlah rata-rata bulan kering dan basah (Q) adalah 24,7. Suhu rata-rata bulanan
21oC dengan suhu tertinggi 33 oC. Kelembaban udara rata-rata 80% dengan ratarata curah hujan 4000-6000 mm/tahun.
0

Gambar 6 Wilayah Resort Gunung Bedil.
Tipe hutan di kawasan Resort Gunung Bedil merupakan hutan hujan tropis.
Keadaan ekosistemnya banyak yang sudah rusak akibat penebangan liar dan
perambahan sehingga banyak tumbuh pohon pionir seperti kareumbi (Omalanthus
populneus), cangcaratan (Naulea lanceolata), manggong (Macaranga rhizoides)
dan puspa (Schima walichii). Pada ketinggian 500 mdpl sampai 700 mdpl
ditemukan jenis dari keluarga Dipterocarpaceae yang merupakan ciri hutan hujan
tropika, antara lain Dipterocarpus trinensis dan Dipterocarpus gracilis. Pada
ketinggian ini juga ditemukan tegakan suren (Toona sureni). Sedangkan pada
keetinggian 1.000 sampai 1.200 mdpl terdapat pohon-pohon yang tingginya
mencapai 40 sampai 45 m dengan diameter sampai 120 cm, spesiesnya antara lain

8

rasamala (Altingia excelsa), saninten (Castanopsis argentea), pasang (Quercus
sp.) dan huru ( Litsea sp.). Di bagian sebelah barat terdapat jenis rotan dan kiara
(Ficus glabon). Pada ketinggian 1.400 m sampai 1.919 mdpl banyak dijumpai dari
famili Podocarpaceae seperti jamuju (Dacrycapus imbricatus), kiputri
(Podocarpus neriifolius) dan kibima (Podocarpus amara) (BTNGHS 2007).

Persebaran Spasial Aren
Penutupan lahan dan distribusi aren
Peta penutupan lahan Resort Gunung Bedil dibuat dengan menggunakan
Citra Landsat TM7 Path/Row 122/65 pada bulan Mei 2012. Citra tersebut
selanjutnya diklasifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu tidak ada data (stripping,
awan, dan bayangan awan), pemukiman, sawah, kebun, semak belukar, dan hutan.
Persentase dari overall classification accuracy adalah 81,01%.
Tabel 4
No
1
2
3
4
5
6

Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing tipe penutupan lahan.
Jumlah titik aren
Tipe Penutupan Lahan
Luas (Ha)
yang masuk
Tidak ada data
4.475,51
24
Sawah
669,28
16
Hutan
5.982,52
48
Kebun
1.762,41
28
Semak belukar
142,54
14
Pemukiman
75,83
0

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa persebaran aren paling banyak
ditemui di tipe penutupan lahan hutan yaitu seluas 5.661,60 ha. Menurut Mogea
(1991), biasanya aren dapat ditemukan di dekat pemukiman, atau hutan-hutan
terganggu, hutan tropik kering, hutan tropik basah, dan sangat jarang ditemukan di
hutan-hutan primer. Hutan berdasarkan tipe penutupan lahan pada Tabel 4 adalah
campuran antara hutan tanaman, hutan sekunder, dan hutan primer. Namun
berdasarkan peta pada Gambar 7 maka dapat diketahui bahwa persebaran titik
aren berada pada sisi pinggir hutan yang dekat dengan pemukiman, sawah, dan
ladang. Persebaran aren yang paling sedikit ditemui adalah pada tipe penutupan
lahan pemukiman. Di daerah pemukiman biasanya masyarakat merasa terganggu
dengan adanya tumbuhan aren sehingga aren yang sudah mulai bertumbuh besar
akan segera ditebang dan dimanfaatkan oleh masyarakat Kasepuhan.

1

9

Gambar 7 Peta penutupan lahan di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

10

Faktor penentu kesesuaian habitat
Ketinggian
Ketinggian Resort Gunung Bedil dapat diketahui melalui peta DEM (Digital
Elevation Model). Peta DEM tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi 4 kelas
berdasarkan preferensi ketinggian menurut Soeseno (1991) bahwa yang paling
baik agar aren dapat tumbuh adalah 500 – 800 mdpl. Namun menurut Muhaemin
(2012) aren dapat tumbuh paling bagus dari ketinggian 500 – 1.200 mdpl. Pada
dasarnya aren masih dapat tetap tumbuh pada ketinggian 0 – 1.500 mdpl.
Tabel 5
Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas ketinggian
No
Ketinggian
Luas (Ha)
Jumlah titik aren yang masuk
27,44
0
1 0 – 500 m dpl
4.957,19
109
2 500 – 1.000 m dpl
7.795,29
21
3 1000 -1.500 m dpl
428,53
0
4 >1.500 m dpl
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 130 titik yang dibuat,
terdapat 109 titik (84%) berada pada ketinggian 500 – 1.000 mdpl dan 21 titik
berada pada ketinggian 1.000 – 1.500 mdpl. Hal ini menunjukkan bahwa
ketinggian di Resort Gunung Bedil menunjang untuk pertumbuhan aren.
Kelerengan
Kelerangan dapat diketahui sama halnya dengan ketinggian, yaitu
berdasarkan peta DEM yang dianalisis berdasar kelerengannya. Kelerengan yang
dibuat adalah 5 kelas, yaitu 0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam),
25-40% (curam), dan >40% (sangat curam). Pada Tabel 6 diketahui bahwa
kelerengan di kawasan resort Gunung Bedil sebagian besar adalah berada pada
kelas kelerangan > 40%.
Sunanto (1993) mengungkapkan bahwa kebanyakan aren dapat tumbuh
subur di tempat-tempat yang curam seperti lereng gunung atau tepian lembah
sungai. Di tempat miring biasanya kelebihan air di permukaan air tanah selalu
cepat mengalir ke tempat lain namun tanahnya tidak pernah kering karena adanya
air tanah yang dangkal di bawah permukaan. Hal ini menunjang keberadaan aren
di Resort Gunung Bedil yang menyukai kawasan dengan kelerengan curam.
Terdapat 49 titik aren (38%) yang dapat ditemukan di kelas kelerengan 25-40%.
Selain itu Resort Gunung Bedil memiliki luasan terluas pada kelerengan > 40%
seperti tersaji pada Tabel 6, yaitu seluas 4.531,60 ha. Secara topografi, Resort
Bedil memilki topografi yang bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung.
Tabel 6
Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas kelerengan
No
Kelerengan
Luas (Ha)
Jumlah titik aren yang masuk
527,73
6
1 0–8%
1.288,04
11
2 8 – 15 %
2.783,55
24
3 15 - 25 %
4.077,54
49
4 25 – 40 %
>40
%
4.531,60
40
5

1

11

Gambar 8 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas ketinggian di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

2

12

Gambar 9 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas kelerengan di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

13

Jarak dengan Sungai
Pada dasarnya aren tidak selalu harus dekat dengan sungai, namun yang
penting adalah memiliki banyak persediaan air pada tanahnya. Di tempat miring
biasanya kelebihan air di permukaan air tanah selalu cepat mengalir ke tempat lain
namun tanahnya tidak pernah kering karena adanya air tanah yang dangkal di
bawah permukaan (Sunanto 1993; Soeseno 2000). Namun biasanya tempat
berlereng curam itu dekat dengan sungai. Berdasarkan hasil overlay peta sungai
dengan titik aren yang disajikan pada Tabel 7, maka diketahui bahwa sebanyak
123 titik aren (95%) berada dekat dengan sungai. Peta persebaran aren pada
berbagai jarak sungai di Resort Gunung Bedil disajikan pada Gambar 10.

No
1
2
3

Tabel 7
Luas dan jumlah titik aren pada kelas jarak dengan sungai
Jarak dengan sungai Luas (Ha) Jumlah titik aren yang masuk
0 – 200 m
10.827,45
123
200 – 400 m
2.232,72
7
>400 m
141,03
0

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
NDVI berhubungan dengan kerapatan tajuk. Peta NDVI dapat diketahui dari
band 3 dan band 4 pada Landsat TM (Thematic Mapper). Pembagian kelas NDVI
disesuaikan dengan pembagian kelas NDVI berdasar Dephut (2005). Pembagian
kelas oleh Dephut (2005) dibuat sebanyak 3 kelas yaitu -1 – 0,32 (kerapatan tajuk
rendah); 0,32 – 0,42 (kerapatan tajuk sedang), dan 0,42 – 1 (kerapatan tajuk rapat).
Pembagian kelas NDVI ini adalah untuk kawasan mangrove yang merupakan
kawasan tergenang air. Sedangkan aren merupakan tumbuhan yang tidak suka
dengan genangan air. Oleh karena itu ditambahkan kelas NDVI tersebut menjadi 4
kelas, yaitu -1 – 0 (badan air, stripping, awan, bayangan awan); 0 – 0,32
(kerapatan tajuk jarang); 0,32 – 0,42 (kerapatan tajuk sedang); dan 0,42 – 1
(kerapatan tajuk rapat).
Tabel 8
No
1
2
3
4

Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas NDVI
NDVI
Luas (Ha)
Jumlah aren yang masuk
-1 – 0
4.224,60
24
0 – 0,32
5.313,92
44
0,32 – 0,42
3.103,02
34
0,42 – 1
565,56
28

Mogea (1991) mengungkapkan bahwa biasanya aren dapat ditemukan di
dekat pemukiman, atau hutan-hutan terganggu, hutan tropik kering, hutan tropik
basah, dan sangat jarang ditemukan di hutan-hutan primer. Lahan dengan ciri
tersebut dapat dikatakan merupakan lahan dengan kerapatan tajuk jarang dan
sedang. Dari Tabel 8 diketahui bahwa aren berada pada kelas NDVI antara 0–0,32,
yaitu sebanyak 44 titik (34%). Kelas tersebut merupakan kelas dengan kerapatan
tajuk jarang. Selain itu kelas NDVI antara 0 – 0,32 merupakan kelas dengan
luasan yg paling besar, yaitu seluas 5.313,92 ha.

1

14

Gambar 10 Peta persebaran titik aren pada berbagai jarak dengan sungai di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

1

15

Gambar 11 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas NDVI di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

16

Kesesuaian Habitat Aren
Model kesesuaian habitat Aren
Model kesesuaian habitat aren awalnya dilakukan dengan analisis regresi
logistik biner untuk 9 variabel, yaitu, ketinggian, kelerengan, aspect, jarak dengan
sungai, jarak dengan jalan, jarak dengan pemukiman, ndvi, jenis tanah, dan curah
hujan. Signifikansi yang dipilih adalah kurang dari 0,05 karena menggunakan
taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai -2 Log likelihood
sebesar 0,002 dan nilai Nagelkerke R2 adalah 1.000 (100%), namun Variables in
the Equation diketahui bahwa semua variabel memiliki signifikansi lebih dari
0,05 (Lampiran 1). Hal tersebut merupakan ciri terjadinya multikolinearitas dalam
variabel. Multikolinearitas adalah kejadian dimana terdapat peubah-peubah bebas
yang saling berkorelasi tinggi sehingga mengakibatkan koefisien regresi
dugaannya cenderung bervariasi sangat besar dari sampel satu ke sampel lainnya.
Hal ini dapat menyebabkan tidak diperolehnya informasi yang tepat mengenai
koefisien regresi yang sebenarnya (Widiharih 2001).
Salah satu cara mengatasi multikolineritas adalah dengan menghilangkan
beberapa variabel yang memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel lainnya.
Variabel yang masih akan digunakan dalam analisis regresi logistik biner ini
adalah ketinggian, kelerengan, curah hujan, ndvi, jarak dengan sungai. Aspect
memiliki korelasi dengan kelerangan, jenis tanah berkorelasi dengan ketinggian,
kelerengan dan aspect, serta jarak pemukiman dan jarak dari jalan berkorelasi
dengan jarak dari sungai. Pada perhitungan ke dua ini diketahui bahwa hanya
terdapat 1 variabel yang signifikan dari 5 variabel yang ada (Lampiran 2).
Menurut Santoso (2000), jika terdapat beberapa variabel yang diujikan dan tidak
semua memiliki nilai signifikansi yang diinginkan maka model dapat diulang
hanya pada variabel yang memiliki signifikansi yang diinginkan sebagai variabel
independent. Oleh karena itu dilakukan kembali analisis regresi logistik biner
untuk 1 variabel. Pada regresi logistik biner 1 variabel diperoleh signifikansi 0,00
seperti terlampir pada Tabel 9.
Tabel 9 Koefisien regresi dan taraf signifikansi variabel kesesuaian habitat aren
No
Variabel kesesuaian
Koefisien
Signifikansi
regresi
-0,101
0,000
1 Kemiringan lereng (slp)
Konstanta persamaan regresi yang didapat adalah sebesar 8,842 dengan
koefisien kelerengan sebesar – 0,101. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka
diperoleh persamaan regresi logistik biner sebagai berikut :
= 8,842 + (−0,101 ∗
= 8,842 − (0,101 ∗

)
)

Persamaan kemudian selanjutnya dimasukkan ke dalam model P = (e 2/(1+e2)
�=

(8,842 − 0,101 ∗

1+

(8,842 − 0,101 ∗

)
)

17

Kelayakan modeldapat dilihat dari signifikansi penurunan nilai -2 Log
Likelihood dan hasil Uji Hosmer and Lemeshow. Penurunan nilai -2 Log
Likelihood dari 234,672 menjadi 28,674 dengan signifikansi 0,000 (1500
Kelerengan
0– 8%
8 – 15%
15 – 25%
25 – 40%
>40%
Jarak dengan sungai (m)
0 – 200
200 – 400
>400

Skor
1
4
3
2
2
4
3
1
1
2
3
4
5
3
2
1

Selang dapat dilihat dari nilai maksimum yaitu 26,14 dan nilai
minimumyaitu 7,037yang diperoleh dari perhitungan raster menggunakan model
yang telah ada. Kelas kesesuaian habitat dibuat sebanyak 4 kelas, yaitu tidak ada
data, kesesuaian rendah, kesesuaian sedang, dan kesesuaian tinggi. Kelas tidak
ada data merupakan kelas yang tidak memiliki nilai selang, yaitu stripping, awan,
dan bayangan awan. Untuk mendapatkan nilai selang pada 3 kelas kesesuaian
lainnya maka dibuat kelas untuk kesesuaian rendah adalah nilai minimum – (nilai
mean - 1 2 standar deviasi), untuk kesesuaian tinggi adalah (nilai mean - 1 2 nilai
standar deviasi) - (nilai mean + 1 2 nilai standar deviasi), dan untuk kesesuaian
tinggi adalah (nilai mean + 1 2 nilai standar deviasi) – nilai maksimum.
Berdasarkan selang dibuat kelas kesesuaian yang disajikan pada Tabel 14.

No

Tabel 14
Kelas kesesuaian
habitat

1

Tidak ada data

2
3
4

Kesesuaian rendah
Kesesuaian sedang
Kesesuaian tinggi

Selang kesesuaian habitat aren
Selang
Luas (Ha)
-

7,04 – 16,03
16,03 – 18,81
18,81 – 26,14

4.583,10
1711,06
3618,39
3255,15

Jumlah aren
8

10
28
9

Pengujianmodel kesesuaian habitat aren dilakukan dengan cara melakukan
validasi antara model yang dibuat dengan titik aren yang berjumlah 55 titik.Titik

20

validasi yang masuk paling banyak untuk model kesesuaian yaitu pada kelas
kesesuaian habitat sedang. Titik validasi tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa titik yang masuk ke dalam kelas tidak ada
data adalah sebanyak 8 titik. Oleh karena itu jumlah titik yang digunakan pada uji
validasi sebenarnya adalah 47 titik.
37

=
100% = 79%
47
Hasil validasi menunjukkan bahwa nilai persentasenya adalah 79%.Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa model memiliki nilai validasi yang baik.

1

Peta persebaran titik aren pada kelas kesesuaian habitat di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

21

Gambar 13

22

Potensi Pemanfaatan Aren
Aren atau kawung merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang
memiliki banyak manfaat, mulai dari bagian akar sampai ke bagian daun.
Masyarakat Kasepuhan mengenal istilah “Masagi Kawung” untuk menunjuk pada
seseorang yang dapat melakukan segala hal dan bermanfaat bagi orang lain.
Persebaran aren berdasarkan peta penutupan lahan Resort Gunung Bedil paling
banyak adalah berada di hutan. Namun untuk pemanfaatannya oleh masyarakat
Kasepuhan biasanya aren yang diambil adalah yang berada di kawasan sekitar
pemukiman. Hal ini dikarenakan aksesnya lebih dekat dibandingkan harus
berjalan kaki menuju ke hutan. Pemanfaatan aren yang sampai ke hutan biasanya
adalah hanya untuk pengambilan nira.
Aren secara ekonomis mempunyai nilai cukup tinggi karena hampir semua
bagiannya dapat dimanfaatkan dan produknya beragam. Hasil utama dari aren
adalah nira, gula aren/gula merah, tepung, ijuk, alkohol, dan cuka (Rumokoi 1990;
Mogea 1991). Bunga betina dari tumbuhan aren yang masih muda dapat diolah
menjadi kolang-kaling (Haryjanto 2010). Kegunaan bagian tumbuhan aren lainnya
disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15
Bagian tumbuhan
Akar

Batang luar
Helaian pinak daun
muda
Helaian pinak daun
dewasa
Empulur
Ijuk

Lidi

Umbut
Indumentum
Perbungaan jantan
Bunga
Sumber : Mogea (1991)

Kegunaan bagian-bagian tumbuhan aren
Kegunaan
Akar yang masih semai air seduhnya untuk perawatan
batu ginjal dan dipergunakan juga untuk obat luar anti
gigitan serangga. Akar dalam fungsinya pada tanaman
hidup juga berguna untuk mengatasi masalah erosi.
Kayu bakar, papan, gagang peralatan dapur, gagang
pacul, pipa air, peralatan musik
Dipakai untuk pembungkus tembakau saat merokok
(rokok kelintingan)
Pengikat buah durian, keranjang untuk tempat buah,
Tepung, ampas empulur untuk makanan ternak, media
jamur merang
Tali, saringan air pada sumur dan septik tank, isi jok,
alas lapangan olahraga, sikat, atap-atap gubuk, rumah
atau gedung
Lidi yang berasal dari tulang utama pinak daun lateral
digunakan untuk sapu lidi, keranjang buah di meja
makan, tusuk sate.
Setelah dimasak dapat dimakan (sayur)
Indumentum terletak pada pangkal pelepah daun
muda. Dulu dipergunakan untuk bahan penyala api
Disadap niranya untuk minuman segar, cuka, gula aren
Sumber makanan untuk lebah madu

23

Bagian-bagian dari aren yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat
Kasepuhan di Resort Gunung Bedil TNGHS diantaranya terbagi menjadi 8 bagian,
yaitu daun dan lidi, bunga betina/buah, bunga jantan/langari, pelepah,
batang/ruyung, ijuk, harupat, dan akar. Bagian-bagian tersebut tersaji pada
Gambar 14.

Gambar 14 Keterangan bagian pada aren.
Daun
Daun aren berbentuk agak lebar, ujung daun bergerigi, permukaan bawah
daun berwarna putih, daun yang paling ujung memiliki tulang daun 6, tulang daun
berjumlah 1-2, dan warna pelepah gelap kecoklatan (Siregar 2005). Helaian daun
mencapai 8,20 x 3,10 cm. Pinak daun lateral tersusun tidak teratur Di bagian
pangkal 3 4 dari jumlah tersebut tegak, bagian tengah berkelompok, dan setiap
kelompok terdiri atas 3-5 pinak daun (Mogea 1991). Daun aren yang masih muda
dapat digunakan sebagai pembungkus rokok. Daun ini sebelumnya dikeringkan

24

terlebih dahulu lalu dipotong seukuran rokok. Saat ini yang masih menggunakan
rokok daun aren sebagian besar adalah orang tua (Gambar 15).

Gambar 15

(a)
(b)
(a) daun muda aren yang sudah dikeringkan, (b) pembungkus
tembakau dari daun aren.

Tulang daun aren/lidi dapat digunakan sebagai sapu lidi. Untuk membuat
sapu lidi sebelumnya dipilah terlebih dahulu tulang daun aren yang lemas ataupun
terlalu keras. Tulang daun yang terlalu keras akan mudah patah, sedangkan yang
terlalu lemas tidak dapat dijadikan sebagai lidi. Biasanya untuk sapu lidi, tulang
daun yang dicari adalah tulang daun tua yang tidak rapuh.
Bunga betina/ buah
Perbungaan aren adalah tunggal. Daun gagang tangkai perbungaan
berjumlah 12, umumnya berbentuk tabung dan yang terujung agak segitiga
dengan tangkai perbungaannya kokoh. Perbungaan betina mirip dengan jantannya
dan terletak di ujung batang, mulai dari buku pertama sampai sekitar buku ke 5.
Bunga betina bentuknya adalah bulat (Mogea 1991).
Tumbuhan aren dewasa berbunga setelah berumur 7-12 tahun. Seluruh
bunga betina akan masak dalam 1-3 tahun, namun selanjutnya aren akan mati 5
tahun setelah berbunga. Dalam satu tandan, buah masak tidak serempak. Bunga
betina masak mengandung 2-3 biji dengan kulit keras. Jumlah bunga bunga betina
berkisar antara 5.000-8.000 biji per tandan. (Haryjanto 2010).

Gambar 16

(a)
(b)
(a) Bunga betina/ buah aren, (b) Proses pengupasan buah aren.

Pemanfaatan pada bunga betina/buah oleh masyarakat Kasepuhan adalah
sebagai bahan makanan kolang-kaling. Buah yang akan diolah terlebih dahulu

25

dipotong dari batangnya seperti tersaji pada Gambar 16 a. Setelah itu buah direbus
dalam satu wadah. Buah selanjutnya dikupas dan dimemarkankemudian direndam
5-7 hari agar mengembang. Menurut Widyawati (2011), perendaman dilakukan
agar diperoleh kolang-kaling yang lebih kenyal dan tidak gatal. Harga di pasaran
untuk 1 kilogram kolang-kaling berkisar antara Rp. 2.000 - Rp. 5.000.
Bunga jantan/ langari
Bunga jantan terletak di sekitar buku ke 5 dari ujung batang dan pada bukubuku di bawahnya. Bentuknya adalah bulat lonjong, daun kelopak bundar telur
melebar, daun mahkota lonjong dan bagian luarnya berwarna violet (Mogea
1991).Sebagian besar masyarakat Kasepuhan memanfaaatkan aren untuk disadap
air niranya. Tandan bunga yang disadap adalah tandan bunga jantan. Jumlah
tandan produktif hanya 4-6 tandan dengan masa sadap 2-3 bulan. Dengan
demikian masa sadap aren berkisar 8-18 bulan. Setelah itu bunga jantan masih
keluar namun kurang produktif (Haryjanto 2010). Air nira dapat diminum
langsung namun juga dapat diolah menjadi wedang, gula batok, dan gula semut.
Wedang aren adalah minuman yang terbuat dari air nira yang telah dipanaskan.

(a)
Gambar 17

(b)
(a) Wedang aren, (b) Gula batok.

Cara untuk membuat gula batok adalah setelah air nira terkumpul maka air
nira tersebut dimasukkan ke dalam ketel dan dimasak sekitar 3-4 jam. Air nira
sekali-kali diaduk pada saat memasak. Besar kecilnya api diatur agar nira yang
sedang dimasak tidak gosong. Saat nira telah berubah menjadi warna menjadi
coklat tua, lalu nira dikeluarkan dari perapian dan diaduk-aduk sampai mengental.
Nira yang telah mengental kemudian lalu dimasukkan ke dalam cetakan berupa
batok kelapa yang di belah 2. Pengeringan gula batok biasanya tidak lama, sekitar
5 menit. Setelah kering kemudian gula batok dikeluarkan dari cetakan dan segera
dibungkus menggunakan daun salak seperti pada Gambar 17 (b). Harga jual gula
batok adalah Rp.5000/kepala. Selain dijadikan sebagai gula batok, air nira juga
diolah menjadi gula semut seperti tersaji pada Gambar 18. Gula semut sendiri
pengolahannya sama dengan gula batok. Namun pada saat pengocokan dilakukan
terus menerus sehingga menjadi bubuk. Harga gula semut adalah Rp.8000/kg.

26

Gambar 18

Pengolahan gula semut sampai menjadi bubuk.

Pengelolaan dari gula batok dan gula semut dari nira ini masih dilakukan
secara individual oleh masing-masing petani. Belum ada pengelolaan dari taman
nasional untuk salah satu hasil hutan non kayu ini.
Pelepah
Pelepah yang tua dapat digunakan untuk menggeser rumah. Cara tersebut
sering digunakan dulu saat masyarakat belum mengenal alat-alat bantu untuk
menggeser rumah. Panjang pelepah aren antara 40-60 cm (Siregar 2005). Selain
itu pelepah aren sampai saat ini masih sering digunakan sebagai salah satu bahan
membuat alat seni, yaitu karinding. Untuk membuat karinding biasanya ada ritual
khusus seperti pembacaan mantra agar mendapatkan karinding yang dapat
menghasilkan suara yang bagus.
Pelepah yang sudah kering juga dapat digunakan sebagai obat untuk orang
yang sakit cacar agar bekas cacar hilang atau dijadikan sebagai bedak agar kulit
menjadi halus. Bagian ini dinamakan sebagai sarerang kawung seperti tersaji pada
Gambar 19. Sarerang kawung adalah serbuk-serbuk putih yang berada di dalam
pelepah yang sudah kering tersebut.

Gambar 19

Sarerang kawung.

Batang
Batang aren digunakan sebagai salah satu bagian pembangun rumah.
Panjang batang aren mencapai 20 m, panjang ruas mencapai 20-30 cm (Siregar
2005). Masyarakat Kasepuhan menyebut batang ini ruyung. Bagian ini biasanya
disimpan di atas pintu atau di bawah pintu. Hal ini dimaksudkan untuk menolak
bala. Masyarakat yang masih membangun rumah dengan ruyung percaya jika
mereka menyimpan ruyung di salah satu bagian rumah maka rumah tersebut akan
jauh dari kesialan atau hal lainnya.

27

Ruyung juga dapat dibuat sebagai pangharu atau pengaduk dodol (Gambar
20a). Ruyung ini tahan digunakan sampai puluhan tahun, bahkan menurut
masyarakat ada yang umurnya mencapai 100 tahun. Sifat batang bawah yang
keras ini lah yang membuat ruyung tersebut tahan untuk mengduk dodol yang
berat. Jika menggunakan pengaduk yang lain maka tidak akan kuat/cepat patah.

Gambar 20

(a)
(b)
(a) pangharu, (b) Proses penyaringan sabut untuk tepung aren.

Bentuk pemanfaatan pada ruyung yang lainnya yaitu dapat dijadikan
sebagai tepung aren atau aci. Cara pembuatannya adalah pohon aren dipotong
menjadi lebih kecil lalu kemudian di giling di mesin penggilingan. Setelah itu
dilakukan penyaringan sabut dan kotoran sehingga hanya tersisa sari patinya saja
(Gambar 20b). Sari pati tersebut dibiarkan mengendap selama kurang lebih 3 jam
lalu bak penampungan dikuras. Pencucian dilakukan kembali dengan
menggunakan sedikit air. Pengendapan kembali dilakukan lalu air dibuang dan
tepung aren basah sudah dapat diambil. Tepung aren basah dijual seharga Rp.
4000/kg, sedangkan tepung aren kering seharga Rp. 8000/kg. Untuk mendapatkan
tepung aren kering biasanya masyarakat mengandalkan sinar matahari untuk
menjemur tepung. Pengeringan dapat dilakukan sehari saat matahari terik. Namun
saat musim hujan proses pengeringan terhambat sehingga perlu waktu 2-4 hari
untuk mengeringkan tepung. Dari 1 ton aren biasanya hanya menjadi 4 kwintal
tepung aren. Aren yang diambil ada yang dari dalam kawasan taman nasional, ada
juga yang bukan dari kawasan taman nasional. Satu batang aren rata-rata harganya
Rp. 200.000-Rp. 300.000 untuk dijual sebagai bahan tepung.

(a)

(b)
Gambar 21

(a) Humbut, (b) kawul.

28

Batang aren yang masih muda dimanfaatkan oleh masyarakat untuk disayur
pada saat hajatan. Bagian yang dimanfaatkan ini dinamakan humbut seperti pada
Gambar 21a. Pada batang aren juga dapat ditemukan kawul, yaitu sejenis bagian
yang menempel pada batang dan sering dimanfaatkan sebagai pematik api oleh
masyarakat jaman dulu. Kawul tersaji pada Gambar 21b.
Akar
Akar aren berfungsi sebagai penahan erosi. Hal ini terutama karena aren
seringkali tumbuh di lereng gunung dengan kemiringan yang tergolong curam.
Akar aren merupakan akar majemuk sehingga sistem perakarannya sangat kuat
dan teguh.
Akar aren yang masih semai juga seringkali digunakan oleh masyarakat
sebagai obat pegal-pegal karena kecapaian. Akar yang diambil adalah dari aren
yang masih anakan. Cara pengolahan aren tersebut menjadi obat adalah dengan
membersihkan anakan aren yang sudah diambil sampai bersih karena jika tidak
bersih akan menimbulkan gatal-gatal, setelah itu daun dari anakan aren tersebut
dibuang. Jumlah akar aren yang digunakan adalah sebanyak 3 buah. Akar
kemudian ditumbuk kasar dan direbus bersamaan dengan sejumput akar rumput
eurih. Air dari hasil rebusan tersebut kemudian diminum untuk menyembuhkan
pegal-pegal tersebut.
Ijuk
Masyarakat Kasepuhan memanfaatkan ijuk untuk banyak hal, diantaranya
untuk atap rumah/saung, sebagai penyaring kotoran, sebagai media peneluran ikan,
membuat sapu, dan bahan pengisi kursi. Pemakaian ijuk untuk atap dapat bertahan
sampai 40 tahun (Sumarni 2003) seperti tersaji pada Gambar 22a.

(a)
(b)
Gambar 22
(a) Ijuk untuk atap saung, (b) harupat yang dibakar pada upacara
pernikahan.
Harupat atau sagar merupakan lidi ijuk. Masyarakat Kasepuhan biasanya
menggunakan harupat di dalam upacara adat seperti pernikahan (Gambar 22b).
Harupat ini melambangkan kehidupan dalam sebuah pernikahan. Dalam
pernikahan harupat ini terlebih dahulu dibakar seperti dupa lalu dimasukkan ke
dalam air. Ini melambangkan hawa nafsu di dalam pernikahan yang harus
diredakan. Selanjutnya harupat dipatahkan lalu dibuang ke arah belakang. Sifat
harupat yang keras melambangkan pernikahan awet. Harupat yang patah tidak
dapat kembali lagi seperti semula karena sifatnya yang keras tersebut. Ini

29

melambangkan bahwa dalam pernikahan suatu tindakan yang tidak dipikirkan
terlebih dahulu lalu menyakiti pasangannya yang lain maka rasa sakit tersebut
tidak dapat dihilangkan. Harupat yang dibuang ke belakang melambangkan
kesusahan pernikahan yang dibuang dan dilupakan.
Tingkat Regenerasi Aren
Tingkat regenerasi aren perlu diketahui untuk mengidentifikasi tingkat
keberlangsungannya di dalam kawasan. Tingkat regenerasi aren di lokasi
penelitian tersaji pada Tabel 16.
Tabel 16 Tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS
No.
Tingkat
Parameter
regenerasi ∑ plot ditemukan
Kerapatan
Frekuensi
Tua
115 plot
1
1
17

Muda
20 plot
0,174
2
51

Semai
19 plot
0,165
3
3.035


Berdasarkan hasil observasi lapang diperoleh 115 plot aren. Dari 115 plot
tersebut teridentifikasi sebanyak seluruh plot terdapat aren dewasa, 20 plot
terdapat aren muda, dan 19 plot terdapat aren semai dengan frekuensi berturutturut 1; 0,174; dan 0,165.Pada tingkat regenerasi aren muda, jumlah individu pada
masing-masing plot antara 1-10 individu. Sedangkan pada tingkat regenerasi
semai terdapat 14 plot dengan jumlah individu pada masing-masing plot antara 17 individu dan 5 plot sebagai pencilan dengan jumlah individu antara 11-160
individu. Jumlah plot yang pencilan ini biasanya terjadi karena buah dari aren
dewasa yang sudah matang jatuh ke tanah sehingga aren semai merumpun pada
satu tempat. Smits (1996) mengungkapkan bahwa satu aren dewasa
memungkinkan untuk dapat memproduksi benih sebanyak 250.000
buah.Penemuan jumlah plot aren semai dan aren muda yang sedikit tersebut
mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi dari aren muda menjadi aren dewasa
dan aren dewasa sebagai penyedia benih untuk aren semai adalah rendah.
Rendahnya tingkat regenerasi diakibatkan adanya pemanfaatan buah aren sebagai
kolang-kaling oleh masyarakat sehingga aren dewasa tidak dapat beregenerasi
dengan baik.Selain itu penyebab lainnya adalah banyaknya gangguan dari
masyarakat Kasepuhan yang sering mengambil aren muda untuk dimanfaatkan
sebagai sayuran (humbut).
Masyarakat Kasepuhan mempercayai bahwa aren sulit tumbuh jika tidak
melalui perantara kotoran musang. Penanaman dengan pihak pengelola TNGHS
pernah dilakukan pada tahun 200,7 namun menurut masyarakat Kasepuhan
tingkat keberhasilannya rendah sehingga penanaman ini kurang berhasil. Menurut
Widyawati (2009) pada dasarnya lama perkecambahan buah aren secara alami
adalah selama 3 bulan karena mengalami dormansi dan saat perkecambahan tidak
serentak. Sedangkan menurut Smits (1996) perkecambahan aren tidak menentu,
mulai dari satu bulan bahkan hingga bertahun-tahun.Semakin tua benih aren
ternyata kadar airnya semakin menurun sehingga ketika dikecambahkan proses
imbibisi benih aren berlangsung sangat lambat dan perkecambahan pun lama

30

(Widyawati et al. 2009). Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab tingkat
regenerasi pada aren sangat rendah.
Rendahnya tingkat regenerasi aren dapat mempengaruhi ketersediaan aren
di alam.Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan pembudidayaan
aren.Selain itu masyarakat juga perlu melakukan pengaturan dalam hal
pemanenan aren agar kelestariannya dapat tetap terjaga dan masyarakat tetap
dapat memanfaatkan aren.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

4.

Aren dapat tumbuh dengan baik dengan kriteria berada pada ketinggian 5001000 mdpl, kemiringan lereng 25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan
jarak dari sungai ≤ 200 m.
Model kesesuaian habitat aren dibuat berdasarkan analisis PCA. Model
yang dihasilkan yaitu :
� = 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 2,009 ∗
+ 1,010 ∗
Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort Gunung Bedil memiliki kelas
kesesuaian habitat sedang.
Peman