Pembuatan dan pengujian efektivitas alat penahan stemflow pada pohon pinus (Pinus merkusii) sadapan

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS ALAT
PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)
SADAPAN

DEVY NUR ALFISYAHRIN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PEMBUATAN DAN PENGUJIAM EFEKTIVITAS ALAT
PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)
SADAPAN

DEVY NUR ALFISYAHRIN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ABSTRAK
DEVY NUR ALFISYAHRIN. E 14080066. Pembuatan dan Pengujian Efektivitas
Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan. Dibimbing
oleh JUANG R. MATANGARAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan membuat alat penahan
stemflow yang mampu mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah
penampungan getah dan menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus
merkusii sadapan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan alat penahan stemflow
yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda bagian luar dengan
diameter 60 cm dan selang tipis dengan ukuran diameter 1,5 inchi. Alat penahan
stemflow dipasangkan pada pohon Pinus merkusii sebanyak tiga jenis alat pada
tiga pohon, masing-masing berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Pengukuran
dilakukan setiap hari hujan selama 20 kali hari hujan. Volume air hujan
tertampung pada wadah penampungan getah, yang menampung volume air
terkecil merupakan alat penahan stemflow yang efektif. Analisis data

menunjukkan bahwa alat penahan stemflow yang berpengaruh terhadap volume
air tertampung pada wadah penampungan getah adalah alat penahan stemflow
yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter. Alat ini memiliki volume air
tertampung paling rendah pada diameter pohon 20 cm sebesar 18,00 ml, pohon
diameter 40 cm sebesar 46,25 ml dan pada pohon dengan diameter 60 cm
memiliki volume air tertampung sebesar 24,33 ml. Alat penahan stemflow dari
botol plastik air mineral 1,5 liter berdasarkan pertimbangan biaya pembuatan
memililki biaya pembuatan paling rendah yaitu sebesar Rp.868/unit.

Kata kunci : Alat penahan stemflow, volume air tertampung dan Pinus merkusii
sadapan.

ABSTRACT
DEVY NUR ALFISYAHRIN. E14080066. Design and Examine the Effectiveness of
Brace Stemflow The Pine Tree (Pinus merkusii) Tapping. Supervised by JUANG R.
MATANGARAN.
The objective of the research is to design and develop a tool to brace the stemflow
in order to reduce the water from the rain fall in to the resin container. Research was
conducted by making stemflow brace made from a plastic bottle of mineral water 1.5
liter, bicycle tire outer diameter of 60 cm and a rubber tube with a diameter of 1.5 inches.

Stemflow brace attached to the tree pinus, three types of tools on three trees, each
measuring of tree diameter 20 cm, 40 cm and 60 cm. Measurements were taken every
day for a 20 days rain. The result showed that the stemflow brace that effective to reduce
volume of water and resin stored inside the storage container brace stemflow was made
from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter. This tool has the lowest volume of

water deposited on a tree 20 cm diameter by 18.00 ml, 40 cm diameter tree at
46.25 ml and the tree with a diameter of 60 cm has a volume of 24.33 ml of water
reservoir. Stemflow brace from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter have adequate
consideration of the cost of making with lowest cost at Rp 868/unit.
Keywords: Tool holder stemflow, water volume reservoir and pine tapping.
.

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pembuatan dan
Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii)
Sadapan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Devy Nur Alfisyahrin
E14080066

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

: Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan
Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan.

Nama

: Devy Nur Alfisyahrin

NIM


: E14080066

Departemen

: Manajemen Hutan

Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

Dr Ir Juang R. Matangaran, MS
NIP. 19631221 198803 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB,

Dr Ir Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas
akhir yang berjudul “Pembuatan Dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan
Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan” dengan sebaikbaiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan
program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Orang tua tercinta ibunda Umiyati dan ayahanda Nurkam Muzani, yang
senantiasa memberikan inspirasi, bimbingan, dorongan moral dan material
serta doa yang tiada henti terucap, kakak-kakakku tersayang Tati Nur Hayati,
Nur Laelati Qodri, Nana Nur Jannah dan Ruri Nuri Sholati, atas rasa kasih
sayang serta doanya, dan segenap keluarga yang selalu mendukung dalam
penyusunan tugas akhir.
2. Dr Ir Juang R. Matangaran, MS yang tidak pernah lelah membimbing penulis,
memberikan kritik dan saran serta nasihat

kepada penulis dalam


menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Dra Sri Rahaju, MSi selaku dosen moderator pada seminar hasil penelitian, Dr
Ir Prijanto Pamungkas, MSc F. Trop selaku dosen penguji dan Dr Ir Gunawan
Santosa, MS selaku ketua sidang.
4. Sahabat-sahabat terbaikku, Astrida RM Sigiro, Sidik Maulana, Linda Lestari,
Mike Dwi Hisma, Eharapenta Tarigan, Hesti Septianingrum, Afif Safariyah,
Dwi Endah dan M. Zainur Rizal atas bantuan dan dukungannya dalam
penelitian maupun bantuannya dalam penyusunan tugas akhir.
5. Semua pihak HPGW yang membantu dalam melaksanakan penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, Februari 2013
Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1990 di Indramayu,
Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak keenam dari
enam bersaudara, pasangan bapak Nurkam Muzani dan ibu Umiyati. Penulis
memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri Paoman IV pada tahun 1996 dan lulus
tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2
Sindang-Indramayu pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sindang-Indramayu pada tahun 2005
sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selain aktif diperkuliahan, penulis juga aktif disejumlah organisasi
kemahasiswaan, yakni sebagai anggota komisi informasi dan komunikasi BEM
2009-2010, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2010, panitia Temu Manager
tahun 2010 dan sebagai asisten praktikum pemanenan hutan. Penulis juga
memperoleh dana DIKTI untuk kegiatan PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa)
dengan judul PKM “Pembuatan Brownis dari Talas Sebagai Bahan Diversivikasi
Pangan”. Penerima beasiswa IPB Speak ‘s Out pada tahun 2011-2013.
Selama pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur Ketapang-Melawi,
Kalimantan Barat selama periode Juni-Agustus 2012 sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat
Penahan Stemflow pada Pohon Pinus (Pinus merkusii)” di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dibimbing oleh Dr Ir Juang R.

Matangaran, MS.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

vi

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang

1


Tujuan

2

Manfaat

2

Hipotesis

3

TINJAUAN PUSTAKA
Aliran Batang

4

Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii)

5


Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus (Pinus merkusii)

5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus

9

Penyadapan Getah Pinus

11

Getah Pinus

14

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat

16

Alat dan Bahan

16

Metode Pengumpulan Data

16

Pengolahan Data

20

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi dan Luas

23

Topografi dan Iklim

23

Tanah dan Hidrologi

24

Vegetasi

24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyadapan Ketika Musim Hujan

25

Analisis Biaya Pembuatan Alat Penahan Stemflow

33

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

34

Saran

34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Bagan Rancangan Percobaan
Struktur Annova
Volume Air yang Tertampung Pada Keempat Perlakuan
Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 20 cm
5 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 20 cm
6 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 40 cm
7 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 40 cm
8 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 60 cm
9 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 60 cm
10 Pertimbangan Biaya/Unit Penggunaan Alat Penahan
Stemflow Pada Pohon Pinus merkusii berdiameter 20 cm,
40 cm dan 60 cm

20
21
26
29
30
30
30
31
31

33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Arsitektur Pohon Model Rauh
Sketsa dan Foto Alat dari Botol Air
Sketsa dan Foto Alat dari Ban Sepeda
Sketsa dan Foto Alat dari Selang
Wadah tambahan untuk menampung air yang penuh dari
wadah penampungan getah
Foto Lokasi HPGW
Getah dan Air yang Tertampung
Posisi Wadah Penampungan Getah Pada Pohon
Berdiameter 40 cm yang Berada Pada Sisi Atas Lereng
yang Memungkinkan Percikan Air Hujan Dari Tanah
Masuk Ke Wadah Penampungan Getah

5
17
18
18
19
22
25

28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 20 cm Setiap Hari Hujan
Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 40 cm Setiap Hari Hujan
Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 60 cm Setiap Hari Hujan
Tabel Biaya Bahan Pembuatan Alat Penahan Stemflow

38
39
40
41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, masyarakat dan berbagai instansi tertentu telah banyak melakukan
kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu merupakan
hasil alam yang diambil dari kawasan hutan dan bukan merupakan kayu serta
mencakup benda-benda nabati atau hewani yang ada di hutan. Hasil alam ini bisa
berasal dari lingkungan alam dan bisa juga berasal dari lingkungan yang
dibudidayakan manusia (Sofyan 1998). Salah satu kegiatan pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu yaitu pemanenan getah pinus. Getah pinus yang dimanfaatkan
dapat berasal dari jenis yang berbeda-beda. Beberapa jenis pinus antara lain Pinus
insularis, Pinus cassia, Pinus oocarpa, Pinus caribaea (Martini 1978).
Menurut Mirov (1967), terdapat 100 lebih spesies pinus yang biasa
dimanfaatkan. Di Indonesia, salah satu spesies yang paling banyak dimanfaatkan
adalah Pinus merkusii. Pinus merkusii adalah salah satu jenis pohon penting dan
cukup potensial di Indonesia. Kayu pohon pinus dipakai sebagai bahan baku
industri pulp dan kertas, korek api, dan getahnya dimanfaatkan untuk gondorukem
dan terpentin. Menurut Anggaraeni dan Suharti (1996), Pinus merkusii Jung et De
Vriese adalah salah satu jenis pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri kertas, korek api, pulp, alat tulis dan terpentin. Disamping itu jenis pohon
ini sangat cocok untuk reboisasi tanah-tanah yang rusak dan dapat dengan
langsung ditanam di padang alang-alang.
Penyadapan getah pinus dilakukan dengan berbagai metode diantaranya
dengan metode quarre (koakan), metode bor, metode portugis, dan metode riil.
Menurut Rochidajat dan Sukawi (1987), penyadapan getah Pinus merkusii sebagai
hasil sampingan telah lama dilakukan di Indonesia terutama di Jawa dan di
Sumatera. Percobaan penyadapan getah telah dilakukan sejak tahun 1920 di tanah
Gayo Aceh oleh Brandt Buys, Ferdinand dan Japing. Penyadapan getah pinus ini
sebagaimana telah diketahui dengan jalan penyulingan dihasilkan gondorukem
dan terpentin. Gondorukem digunakan antara lain dalam industri batik dan kertas.
Terpentin digunakan terutama dalam industri cat dan parfum.

2

Banyak kendala-kendala yang muncul dalam melakukan pemanenan getah
pinus, terutama kendala dalam memperoleh hasil sadapan yang tinggi dengan
menggunakan metode quarre. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
sadapan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal dari
pohon itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan. Faktor
eksternal yang dimaksud adalah yang mempengaruhi hasil getah yang telah keluar
dari dalam pohon (hasil sadapan di dalam wadah penampung) dengan penyadapan
menggunakan metode quarre. Salah satu yang mempengaruhi banyaknya hasil
sadapan dengan menggunakan metode quarre adalah getah yang telah tertampung
di wadah penampung adalah getah tertampung bersama dengan air hujan. Ketika
terjadi hujan, maka itu akan menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh
para penyadap dalam melakukan penyadapan getah. Pada saat hujan, hasil getah
yang tertampung menjadi bercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi
banyaknya getah yang dihasilkan. Air hujan yang dimaksud adalah air hujan yang
mengalir pada batang pohon yang biasa disebut dengan “stemflow”. Stemflow
adalah air hujan yang tertahan pada tajuk yang jatuh ke permukaan tanah secara
tidak langsung yang mengalir melalui batang pohon.
Air stemflow yang ikut tertampung akan dipisahkan dengan getah,
sehingga akan ada sedikit banyak getah yang terbawa oleh air ketika dipisahkan.
Getah tersebut akan terbuang dan tidak dapat digunakan lagi. Dengan demikian,
hasil yang diperoleh akan lebih banyak akan berkurang sehingga akan mengurangi
banyaknya hasil sadapan getah yang seharusnya diperoleh.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mendesain dan membuat alat penahan stemflow yang mampu mengurangi
masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah.
2. Menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan.
Manfaat
1. Memperoleh alat penahan stemflow baru berupa botol plastik air mineral
1,5 liter, ban sepeda dan selang yang efektif.
2. Alat penahan stemflow dapat mengurangi air hujan yang masuk ke dalam
wadah penampungan getah.

3

Hipotesis
Alat penahan stemflow dapat menahan aliran air hujan pada batang pohon
pinus sehingga tidak sampai ke dalam wadah penampung getah. Dengan demikian
dapat mempertahankan hasil sadapan getah yang diperoleh di dalam wadah
penampung getah.

TINJAUAN PUSTAKA
Aliran Batang
Curahan hujan yang jatuh di permukaan bumi pada lahan bervegetasi ada
yang seluruhnya jatuh ke permukaan tanah sehingga menjadi bagian dari air tanah
dan ada yang tidak seluruhnya jatuh ke tanah sehingga tidak berperan dalam
membentuk kelembaban tanah, air, larian atau air tanah (Kaimuddin 1994). Air
hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi
bagian air tanah (Kaimuddin 1994). Air hujan yang tertahan beberapa saat oleh
vegetasi, untuk kemudian diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh
vegetasi yang bersangkutan disebut intersepsi air hujan (rainfall interception
loss). Air ini akan kembali ke lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, serasah
dan tumbuhan bawah.
Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Perbedaan penutupan vegetasi hutan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya menyentuh
permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan butir-butir hujan
yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi ditahan oleh
tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang ke
permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung dari
tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987). Aliran
batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang terjatuh kemudian tertahan
oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang dan sampai kepermukaan tanah.
Menurut Aththorick (2000), aliran batang merupakan bagian hujan yang
terintersepsi, berkumpul dan mengalir kepermukaan tanah melalui batang.
Menurut Anwar (2003), aliran batang merupakan bagian presipitasi yang
mencapai tanah dengan mengalir kebawah melalui batang pohon.
Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang
tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan maka air hujan yang
tertahan akan semakin banyak, sehingga aliran batang (stemflow) yang terjadi
akan semakin banyak. Faktor lainnya yaitu kemiringan cabang pada suatu pohon,
hal tersebut berpengaruh terhadap aliran hujan yang akan menuju batang, hingga
jatuh ke tanah menjadi aliran batang (Anwar 2003).

5

Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii)
Menurut Manokaran dalam Nurhidayah (2009), pengetahuan tentang
model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam
mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang akan ditahan oleh tajuk vegetasi,
sebagian di uapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai
curahan tajuk (throughfal). Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu contoh
model Rauh dari golongan Conifera. Arsitektur pohon model Rauf dibentuk oleh
sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan
membentuk percabangan yang orthotropik. Cabang-cabang ini secara genetik
identik dengan batang.

Gambar 1 Arsitektur pohon model Rauh
Berdasarkan hasil penelitian, pengukuran aliran batang Nurhidayah
(2009), menunjukkan bahwa aliran batang pada model pohon Rauf lebih besar
dari pada aliran batang pada pohon jenis pohon kakao (Theobroma cacao L)
dengan model Nozeran.
Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus merkusii
Pada mulanya penanaman pinus di lahan hutan khususnya jenis Pinus
merkusii Jungh et de Vriese, bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan
rehabilitasi lahan-lahan kosong dalam kawasan hutan. Pinus merkusii merupakan
jenis pionir yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat (fast
growing) serta mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 200-2000
mdpl dengan persyaratan tidak terlalu sulit. Walaupun demikian agar dapat
tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat diatas 400 mdpl, dengan
curah hujan rata-rata 1500 - 4000 mm/thn (Jariyah 1997).

6

Kayu Penanaman pinus khususnya di Pulau Jawa pada tahun 70-an dan
pada mulanya diajukan untuk mereboisasi tanah kosong, disamping sebagai
persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu industri kertas.
Tanaman pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenis Pinus merkusii Jungh et de
Vriese. Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), sistematika tanaman Pinus
merkusii dapat diuraikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Gymnospermae

Class

: Conifera

Familia

: Pinaceae

Genus

: Pinus

Species

: Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), pada umumnya pohon pinus
dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 - 40 m atau lebih, panjang
batang bebas cabang 2 - 23 meter, diameter dapat mencapai 100 cm dan tidak
berbanir, kulit luar kasar, berwarna coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan
dalam, tajuk berbentuk kerucut, serta daunnya merupakan daun jarum. Daun
jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya
pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musim gugur tidak nyata, pohon
pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili
pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi
Thailand, Laos, Burma, Vietnam, dan Indonesia.
Persyaratan tumbuhnya cukup mudah, dapat tumbuh pada tanah yang
kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh pada
tanah becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe
hujan A sampai C pada ketinggian 200 mdpl, 100 mdpl kadang-kadang tumbuh di
bawah ketinggian 200 mdpl dan mendekati daerah pantai.
Menurut Harahap (2000), tinggi P. merkusii dapat mencapai 20 – 40 m
dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2 - 23 m. Pinus tidak berbanir,
kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan
beralur lebar serta dalam. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis
rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV. Pohon pinus

7

berbunga dan berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli - November. Biji
yang baik warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat, dan tidak
berkerut. Jumlah biji kering 57.900 butir per kg.
Kayu pinus memiliki berat jenis 0,46 sampai 0,70-an tergolong kedalam
kelas awet IV dan kelas kuat II sampai III (Rianse 2001). Syarat-syarat tumbuh
pohon pinus adalah:
a. Iklim
Pinus merkusii termasuk jenis intoleran yang terdapat pada daerah
bermusim kering pendek, dengan curah hujan 1500-2500 mm/thn, juga
terdapat didaerah-daerah bermusim kemarau tiga sampai empat bulan
dalam setahun dengan curah hujan 1000-1800 mm/thn. Meskipun Pinus
merkusii dapat tumbuh lebih baik didaerah-daerah yang mendapat hujan
sepanjang tahun.
b. Tanah
Pinus merkusii tidak meminta syarat yang tinggi terhadap tanah, jenis ini
dapat tumbuh pada tanah yang terkurus dan terkering. Meskipun demikian
faktor tanah dapat berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan serta
kualitas pohon (Suharlan et al. 1980).
Pinus (Pinus merkusii) merupakan jenis tumbuhan asli Indonesia dengan
sebaran alam di daerah Sumatera. Di Sumatera tegakan pinus di bagi menjadi tiga
strain yaitu strain Aceh, Kerinci dan Tapanuli. Pinus tidak menuntut syarat yang
tinggi terhadap tanah, dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur dan
ketinggian tempat 1000 – 1500 mdpl serta dapat mencapai tinggi pohon antara 20
– 40 meter. Kayu pinus memiliki kualitas yang cukup baik untuk berbagai tujuan.
Pinus mempunyai kegunaan ganda seperti bahan baku pulp dan kertas, terpentin,
pensil dan kayu pertukangan. Pinus juga merupakan jenis yang mampu
menghasilkan getah dengan nilai ekonomi yang tinggi (Hardiwinoto et al. 2011).
Jenis ini dapat tumbuh pada iklim yang berbeda-beda, tetapi yang paling
baik ialah pada iklim tipe B. Curah hujan minimal yang dibutuhkan ialah 1.500
mm/thn dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapatkan
hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar 17°C dan 27°C,
pengaruh cahaya matahari nyata sekali terhadap pertumbuhannya (intoleran)

8

dibawah naungan pertumbuhannya tidak baik. Di Indonesia pinus dapat tumbuh
pada ketinggian 200-2000 mdpl. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada
ketinggian antara 400-1.500 mdpl dan pertumbuhan maksimal pada 900-1.500
mdpl (Pasaribu 2008).
Tanaman pinus dikenal sebagai pohon pioner. Kepioneran pinus ini
dinyatakan dalam batas kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada suatu
lahan dengan kesuburan rendah, dimana tanaman hutan jenis komersial lainnya
tidak mampu tumbuh dengan baik. Kisaran persyaratan tumbuh tanamaan pinus
yang amat lebar menyebabkan jenis ini termaksuk jenis pioner dan sering
digunakan sebagai tanaman reboisasi. Pinus mampu tumbuh pada lahan paling
tidak subur dan terkering, pinus diketahui mampu tumbuh pada kisaran ketinggian
dari 3 – 4000 m diatas permukaan laut. Kemampuan tanaman pinus tumbuh di
lahan tidak subur dengan kisaran ketinggian yang lebar diatas, dikarenakan
adanya hubungan istimewa (simbiosa) antara akar pinus dengan bakteri dan
jamur. Diluar kemampuan pinus sebagai tanaman pioner, ada sisi lain yang
dianggap kelemahan pinus sebagai jenis tanaman reboisasi, yaitu bahwa tegakan
pinus hingga saat ini dianggap sebagai tegakan yang boros air (Purwanto 1994).
Dilihat dari jenis pinus yang memiliki bentuk yang ramping, lurus dengan
tinggi yang dapat mencapai antara 60 sampai 70 meter dan diameter mencapai
satu meter dan memiliki kulit batang yang berwarna kelabu tua dan beralur agak
dalam, bentuk batang bulat, memanjang dan lurus tetapi kadang-kadang ada juga
yang bengkok serta selalu hijau sepanjang tahun. Tajuk pohon pinus pada
umumnya tidak terlalu lebar, mudah diidentifikasi dari udara karena bentuk
tajuknya runcing dan daunnya berbentuk jarum dengan buah yang berbentuk
kerucut, biji bersayap yang terletak secara berpasangan dalam lapisan sisik
(Rianse 2001).
Ciri-ciri fisik pinus yang sedikit mengeluarkan getah adalah alur-alur pada
kulit tidak dalam, kayunya jika dilukai kayunya tampak warnanya agak cerah
putih kekuningan dan tajuk jarang atau tidak lebat. Pohon yang mengeluarkan
banyak getah dicirikan dengan alur kulit yang dalam, kayunya jika dilukai
berwarna kemerahan dan memiliki tajuk lebar dan lebat (Matangaran 2006).

9

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Menurut Suharlan et al. (1980), produksi getah dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa faktor tempat tumbuh serta
tindakan pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi getah secara langsung
maupun tidak langsung melalui faktor-faktor internal.
Faktor eksternal seperti fluktuasi musim panas dan musim dingin atau
musim kemarau dan musim hujan akan menyebabkan fluktuasi produksi getah.
Pengaruh cuaca terlihat antara musim panas dan musim dingin. Musim panas akan
memberikan produksi getah yang lebih tinggi, tetapi musim panas yang terus
menerus pun tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat
mengering sehingga aliran getah terhenti. Unsur iklim lain yang berpengaruh
terhadap produksi getah dalam hubungan dengan musim adalah suhu udara.
Cuaca yang dingin memperlambat aliran getah. Kelembaban kadar air
berpengaruh secara langsung ataupun tak langsung, terhadap kuantita dan kualita
produksi getah. Faktor luar lain yang berpengaruh selain iklim adalah tindakan
manusia berupa gangguan yang bersifat negatif. Kegiatan manusia yang
berpengaruh positif terhadap produksi getah adalah tindakan pengelolaan yaitu
memanfaatkan faktor-faktor alami yang berpengaruh terhadap getah secara
menguntungkan. Tajuk yang besar dan baik akan meningkatkan produksi getah
sehingga perlu diberikan kebebasan perkembangan tajuk dengan cara penjarangan
yang memberikan ruang yang cukup bagi pertumbuhan yang baik (Suharlan et al.
1980).
Faktor internal yang mempengaruhi produksi getah adalah sifat genotipa
dan fenotipa pohon. Produksi getah pinus berbeda menurut jenis, misalnya Pinus
caribaea mengahasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel
pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus merkusii merupakan
penghasil getah terbanyak setelah Pinus khasya. Pinus khasya dapat memproduksi
getah sebanyak 7 kg/pohon/thn, sedangkan Pinus merkusii sebanyak 6
kg/pohon/thn (Suharlan et al. 1980).
Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus
adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya besar tajuk, diameter
pohon, riap dan sistem perakaran. Volume kayu gubal dan bentuk tajuk juga

10

berpengaruh terhadap produksi getah. Saluran-saluran getah yang banyak berada
didalam kayu gubal. Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari
yang lebih banyak sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar
daripada pohon-pohon dengan tajuk yang kecil. Pohon-pohon dengan tajuk
memenui 30% sampai 50% dari total tinggi pohon akan memproduksi getah lebih
banyak daripada pohon-pohon dengan tajuk hanya 25% dari tinggi total pohon
(Suharlan et al. 1980).
Menurut

Darwo dan Nana (1974), tanaman yang berumur lebih tua

cenderung akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena dengan
bertambahnya umur tanaman, maka diameter pohon akan semakin besar dan
pembuatan mal dalam satu pohon bisa dibuat lebih dari satu. Selain itu kerapatan
tegakan

dapat

mempengaruhi

produksi

getah

karena

kerapatan

akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama kearah samping, yaitu dengan
bertambahnya diameter pohon dan untuk pohon yang lebih lebar, dengan
demikian, kemampuan pohon untuk memproduksi getah lebih banyak. Produksi
getah tusam yang paling banyak adalah tanaman yang berumur lebih tua akan
menghasilkan getah yang banyak.
Menurut Sugiyono et al. (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi getah adalah:
1. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Umur pohon
menghasilkan getah semakin banyak pada batas umur tertentu.
2. Tajuk pohon
Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk,
karena dalam tajuklah proses fotosintesis terjadi. Pohon dengan tajuk lebar
akan menerima cahaya matahari lebih banyak, sehingga akan terjadi
proses fotosintesis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang
memiliki tajuk lebih kecil. Hasil fotosintesi yang besar akan menambah
pertumbuhan diameter pohon.
3. Diameter
Pohon dengan diameter kurang dari 25 cm dan setinggi dada menghasilkan
getah sedikit. Pohon dengan hasil getah yang banyak, dicirikan dengan

11

lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta
mempunyai tinggi tajuk sampai seperempat dari tinggi pohonnya.
4. Kesehatan pohon
Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap

kelancaran proses

fotosintesis pertumbuhan batang dan pembentukan kayu gubal. Pohonpohon sehat mengahasilkan getah lebih banyak dari pada pohon-pohon
yang terserang penyakit.
5. Perbedaan jenis pohon.
Pinus yang menghasilkan getah terhadap beberapa jenis dengan produksi
berbeda.
Upaya meningkatkan getah menurut Sugiyono et al. (2001), getah pinus
dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan
menyempit atau buntu dan apabila masih muda getah yang dapat keluar dengan
segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap, sehingga
menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan
getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia tertentu. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi getah yaitu, bonita tanah. Pohon-pohon yang
tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi, pertumbuhannya lebih baik dan pada
gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara.
Dari berbagai hasil penelitian, penulis mencatat bahwa produksi getah
pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat
tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu
pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia,
keterampilan penyadap dan lain-lain (Matangaran 2006).
Penyadapan Getah Pinus
Penyadapan getah pinus dengan menggunakan metode quarre, adalah
kekhawatiran tumbanganya pohon karena angin. Apabila tetap menggunakan
metode quarre maka dapat dilakukan dengan pemanenan getah hanya pada lokasi
tertentu. Teknik pemanenan getah ini mempertimbangkan arah angin sehingga
pohon yang dipanen getahnyan terlindung dari terpaan kencang. Cara lain adalah
dengan memodifikasi petel sedemikian rupa sehingga tidak merusak kayu terlalu
banyak (Matangaran 2006).

12

Getah pinus terdapat pada bagian kayu bukan pada bagian kulit atau
kambium seperti kopal aghatis. Getah pinus terbentuk jika terjadi luka pada kayu.
Resin akan keluar melalui saluran resin (saluran interselluler sel) dengan maksud
menutup luka tersebut. Saluran resin terbentuk kearah memanjang batang diantara
sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan-jaringan kayu.
Saluran kearah memanjang batang (vertikal) biasanya lebih besar dibandingkan
dengan saluran kearah radial. Saluran resin arah radial ini yang mengakibatkan
para penyadap melukai batang lebih dalam dari aturan yang dibuat. Sesungguhnya
luas permukaan luka sadap yang menentukan banyaknya saluran getah yang
terluka hingga getah lebih banyak keluar, makin luas bagian kayu yang terluka
maka makin banyak hasil panen getah (Matangaran 2006).
Getah pinus pada sadapan batang pohon pinus berada di dalam saluran
getah yang arahnya vertikal (longitudinal, aksial) dan horizontal (radial dan
konsentrik). Saluran getah ini dapat terbentuk secara lisigen, sizogen maupun
siziliogen. Sebaran saluran getah siziliogen banyak terdapat pada pohon pinus
yang disadap (Kasmudjo 2011).
Menurut Kasmudjo (2011), pohon pinus yang akan disadap harus
memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:
1. Dengan dasar diameter minimum. Cara ini menggunakan dasar diameter
minimum dari pohon pinus yang akan disadap, yaitu berdiameter diatas 15
cm. Prinsip metode ini adalah mengambil hasil pertama getah saat riap
tumbuh pohon/tegakan tersebut maksimum, yaitu pada umur lebih dari 10
tahun atau memasuki kelas umur (KU) III. Biasanya dasar ini digunakan
apabila klas perusahaan hanya diutamakan untuk mengambil getahnya.
2. Dengan dasar pemilihan pohon. Cara ini dipakai untuk suatu perusahaan
yang mengolah pinus secara terintregasi (untuk berbagai kegunaan
termaksuk dari kayunya). Pohon-pohon yang akan disadap adalah pohonpohon yang pada waktu mendatang akan dijarangi atau ditebang yaitu
sejak umur diatas 10 tahun (memasuki KU III) sampai pada daur tebangan
atas umur penjarangannya.
Adapun faktor perlakuan oleh manusia yang mempengaruhi menurut
Kasmudjo (2011) adalah :

13

1. Bentuk sadapan, yaitu hasil getah dari sadapan bentuk koakan paling
banyak, kemudian menyusul bentuk ril dan bor.
2. Arah sadapan, yaitu arah menghadapkan luka tersebut. Arah sadapan
menghadap ketimur paling banyak menghasilkan getah kemudian
menghadap ke utara, selatan dan barat.
3. Arah pembaharuan, yaitu kearah atas atau kearah bawah. Pembaharuan
kearah atas produksi getahnya lebih banyak
4. Upaya stimulansia, yaitu upaya perangsangan pada luka sadapan dengan
bahan kimia asam. Upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang
teliti agar tidak merugikan. Bahan stimulansia yang dapat digunakan
antara lain asam sulfat, socepas, asam oksalat, CuSo 4, bolus alba dan
sebagainya.
Pemberian stimulansia yang umumnya berupa asam keras menyebabkan
saluran getah dan sel-sel parenkim akan terhidrolisis sehingga getah yang encer
semakin banyak yang keluar melebihi normal. Teori lain menyatakan asam
sebagai penyangga sehingga getah sukar membentuk rantai sikliknya dan tetap
dalam bentuk aldehide mengakibatkan getah encer tetap keluar melebihi normal
(Riyanto dalam Matangaran 2006).
Pemberian stimulansia diketahui dapat meningkatkan produksi getah
secara nyata. Tetapi dari hasil pengamatan bahwa ada pengaruh nyata terhadap
pengurangan produktivitas getah setelah beberapa bulan pelukaan diberi
stimulansia dengan konsentrasi yang tinggi. Pemberian stimulansia dalam
konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan kayu bekas pelukaan memerah
kemudian berubah lebih gelap dan akhirnya tidak mengeluarkan getah
(Matangaran 2006).
Menurut hasil penelitian dari Rochidajat dan sukawi (1978), penyadapan
getah pinus di Indonesia merupakan usaha untuk memanfaatkan tegakan-tegakan
pinus yang telah ada, sebagai hasil sampingan sebelum tegakan masak tebang
sebelum tegakan dipanen hasil kayunya. Tegakan pada umumnya merupakan,
tegakan yang tidak atau belum mendapat pemeliharaan secara teratur. Hal ini
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain faktor keamanan dan ketiadan biaya.
Berdasarkan hasil peninjauan di beberapa tempat di Sumatera Utara, Jawa Barat

14

dan Jawa Tengah, keadaan tegakan itu menurut pandangan mata memberi kesan
sebagai berikut:
1. Tegakan rapat dengan batang kecil-kecil dan sebagian bengkok-bengkok.
2. Tajuk menutup sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang dapat masuk
kedalam tegakan.
3. Ditegakan terasa lembab dan dingin.
Keadaan seperti ini menimbulkan berbagai masalah didalam usaha
penyadapan getah pinus. Secara singkat masalah-masalah ini antara lain dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Keadaan tegakan dengan pohon yang terlalu rapat dan diameter pohon
yang kecil mengakibatkan produksi getah pinus per pohon mejadi relatif
kecil.
2. Kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam tegakan menyebabkan
suhu udara didalam tegakan menjadi relatif rendah. Hal ini menyebabkan
getah menjadi cepat mengering sehingga penetasan getah selanjutnya
menjadi terhambat.
3. Dengan diameter batang yang relatif kecil, maka kerusakan yang
diakibatkan oleh pembuatan koakan menjadi relatif lebih besar, sehinnga
kerugian kayu baik mutu maupun jumlahnya menjadi besar.
4. Dengan biaya produksi yang tinggi, terutama para produsen gondorukem
di Sumatera mendapatkan kesulitan didalam bersaing. Apalagi terpentin
yang dihasilkan belum dpat dimanfaatkan secara maksimal.
Getah Pinus
Getah tusam setelah didestilasi akan menghasilkan gondorukem dan
terpentin. Gondorukem banyak dibutuhkan untuk campuran bahan pembatikan,
indutri sabun, kertas dan cat sedangkan terpentin banyak digunakan sebagai bahan
pelarut. Contoh dari getah resin diberikan gondorukem. Gondorukem merupakan
produk getah resin, sebagai residu tertinggal yang diperoleh pada pengolahan
getah pinus (Kasmudjo 2011). Gondorukem adalah istilah yang digunakan sebagai
sebutan umum untuk produk pengolahan getah dari pohon jenis pinus.
Gondorukem bahan yang berharga murah dan mudah merupakan resin natural
didapat dari hasil destilasi/ penyulingan dari getah pinus dan berupa padatan

15

berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Kualitas getah akan menentukan
kualitas dan rendemen gondorukem yang dihasilkan. Getah pohon pinus
mengandung 70-75% gondorukem, 20-25% terpentin (Suharlan et al. 1980).
Menurut Suharlan et al. (1980), mengatakan bahwa getah pinus
merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut
organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin
(interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin traumatis
yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah menghasilkan gondorukem
dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan
sizin pada sabun, sealing wax, bahan pelapis, bahan solder, tinta, cat, dan lainlain. Terpentin biasa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan
pelarut lilin, dan bahan pembuatan kamper sintesis. Gondorukem dapat digunakan
secara murni maupun sebagai campuran, yaitu dalam industri batik, dalam industri
kertas sebagai bahan sizing, bahan industri sabun sebagai bahan penyampur dan
untuk pembuatan vernis: tinta cetak, bahan isolasi listrik, korek api, lem, industri
kulit dan lain-lain.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober
sampai November 2012.

Alat dan Bahan
Objek penelitian yang digunakan adalah pohon Pinus merkusii dengan
diameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Alat penahan stemflow berupa, selang dengan
diameter 1 inchi, ban sepeda bekas dengan diameter 60 cm, botol aqua 1,5 liter.
Alat dan bahan tambahan berupa paku dengan panjang 2 cm dan 5 cm, batok
kelapa, plinkot, lem aibon dan lem fox, wadah plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 10
cm, gunting, golok, palu, kuas, cat, label, meteran, gelas ukur dan tally sheet. Alat
yang digunakan dalam pengolahan data adalah kalkulator dan komputer dengan
program statistik Software SAS V8.

Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari hasil kegiatan pengamatan di lapangan
yaitu berupa hasil pengukuran volume air yang tertampung di dalam wadah
penampungan getah (batok kelapa) pada saat hujan akibat adanya stemflow. Data
sekunder adalah data yang mendukung data primer yang tidak langsung diperoleh
di lapangan seperti data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, meliputi
sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas , iklim, keadaan
tanah, data curah hujan.
Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk
memperoleh data. Adapun tahapan metode kerja yang akan dilakukan adalah:
1. Survey di lapangan.
2. Memilih pohon contoh yang akan diberi perlakuan sebanyak 36 pohon
contoh dengan diameter yang berbeda. Kemudian 36 pohon contoh

17

tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan diameter yaitu
12 pohon berdiameter 20 cm, 12 pohon berdiameter 40 cm, dan 12 pohon
berdiameter 60 cm dengan kondisi sehat dan tidak cacat. Setiap pohon
pada masing-masing kelompok homogen.
3. Pembuatan alat penahan stemflow:
a. Pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5
liter:
Pada bagian atas dan bawah botol plastik air mineral tersebut dipotong.
Setelah bagian atas dan bagian bawah dipotong, botol plastik dibelah
menjadi dua bagian. Kemudian botol tersebut dipotong-potong dengan
ukuran ± 7 cm. Pemotongan ini dimaksudkan agar botol plastik air
mineral tersebut dapat lebih mudah dibentuk ketika dipasang pada
pohon.

Potongan

botol

direkatkan

secara

vertikal

dengan

menggunakan lem aibon. Panjang botol yang telah direkatkan
sepanjang 35 cm atau 7 potongan botol plastik air mineral 1,5 liter.

(A)

(B)

Gambar 2 Sketsa alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter
(A), foto alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter
(B)
b. Pembuatan alat penahan stemflow dari ban sepeda :
Ban yang digunakan adalah ban sepeda kecil bagian luar dengan
diameter 60 cm. Ban sepeda lalu dipotong menjadi dua bagian,
kemudian bagian dalam ban, pada pinggir ban yang terdapat besi

18

digunting habis, sehingga ban tersebut menjadi lebih mudah untuk
dibentuk. Ban yang sudah dipotong besinya, lalu dipotong kembali
pada bagian pinggir dalamnya agar luasan pada ban lebih besar dan
tidak melipat. Panjang ban sepeda yang digunakan adalah 35 cm.

(A)

(B)

Gambar 3 Sketsa alat penahan stemflow dari ban sepeda (A), foto alat penahan
stemflow dari ban sepeda (B)
c. Pembuatan alat penahan stemflow dari selang:
Selang yang digunakan adalah selang tipis (ukuran diameter 1
inch) dengan panjang selang 50 cm. Selang tersebut dibelah namun
tidak sampai menjadi dua bagian yang terpisah.

50
c

(A)

(B)

Gambar 4 Sketsa alat penahan stemflow dari selang (A), foto alat penahan
stemflow dari selang (B)
4. Masing-masing kelompok pohon diberi perlakuan menggunakan alat
penahan stemflow dari selang, alat penahan stemflow dari ban sepeda

19

bekas, alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter dan
sama sekali tidak diberi alat penahan stemflow (sebagai kontrol). Dengan
kata lain masing-masing alat dipasang pada 3 pohon berdiameter berbeda.
5. Setelah itu dilakukan pemasangan alat penahan stemflow yang telah
dibuat. Masing-masing alat tersebut dipaku pada pohon dengan paku
berukuran 2 cm pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan
kemiringan 45°. Pemasangan alat dilakukan hingga menutupi setengah sisi
pohon tampak depan.
6. Alat yang telah dipasang, kemudian dilapisi oleh plinkot (bahan yang
digunakan sebagai pelapis anti bocor) pada bagian tepi-tepi pohon untuk
menutup

celah-celah

kecil,

sehingga

tidak

mengalir

ke

wadah

penampungan getah.
7. Untuk mencegah tumpahnya air ke tanah dari wadah penampungan getah
(batok kelapa) akibat berlebihan, maka dibuat penampung tambahan
dibawah wadah penampungan getah (batok kelapa) berupa wadah plastik
kecil dengan ukuran 15 cm x10 cmx 10 cm, sehingga air tidak ada yang
terbuang (data lebih akurat).

Gambar 2 Wadah tambahan untuk menampung air yang tumpah dari
wadah penampungan getah
8. Dilakukan pengukuran volume air setiap hari hujan menggunakan gelas
ukur dilihat dari air yang masuk ke dalam penampungan getah pada pohon
pinus (batok kelapa). Jumlah pengukurann volume air dilakukan pada 20
hari hujan.
Pengolahan Data

20

Penelitian ini menggunakan 36 pohon contoh yang terdiri dari 3 kelompok
diameter yaitu berdiameter 20 cm, 40 cm, dan 60 cm untuk mewakili masingmasing diameter kecil, besar, dan sedang. Data volume air yang akan diukur
selama 20 hari hujan dimasukkan ke dalam tabel data (Tabel 1). Kemudian
dilakukan pengolahan data, untuk mengetahui pengaruh pemberian alat penahan
stemflow yang dipasang terhadap volume air pada pohon tanpa alat (kontrol).
Tabel 1 Bagan rancangan percobaan
Hari Hujan
1
2
3
4
5
6
….
….
….
20
Rata-rata

Perlakuan
1
Y11
Y12
Y13
Y14
Y15
Y16
….
….
….
Y120k
∑Y1k/n

2
Y21
Y22
Y23
Y24
Y25
Y26
….
….
….
Y220k
∑Y2k/n

3
Y31
Y32
Y33
Y34
Y35
Y36
….
….
….
Y320k
∑Y3k/n

4
Y41
Y42
Y43
Y44
Y45
Y46
….
….
….
Y420k
∑Y4k/n

Keterangan :
Yik = volume air pada perlakuan ke-i, ulangan ke-k
i

= 1, 2,3,4
1 : Tanpa perlakuan (kontrol)
2 : Alat penahan stemflow dari aqua
3 : Alat penahan stemflow dari ban
4 : Alat penahan stemflow dari selang

n

= Jumlah hari hujan (1,2,3,4,5…,20)
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan

stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam
atau Analysis of Variance (ANOVA). Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor yaitu
faktor perlakuan dengan ulangan yang sama. Perhitungan analisis dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:

21

)2/rt

Faktor Korelasi (FK) =(
2

JKT =
JKR =

2

– FK

– FK

JKS = JKT-JKR
Hasil perhitungan jumlah kuadrat setiap faktor selanjutnya ditabulasikan
dalam bentuk tabel analisis ragam seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Struktur tabel analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor
dengan ulangan yang sama
Sumber
Derajat
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
F Hitung
Keragaman
Bebas (DB) (JK)
Tengah (KT)
Regresi

t-1

JKR

KTR

Sisa

t(r-1)

JKS

KTS

Total

tr-1

JKT

KTR/KTS

Hipotesis:
Pengujian terhadap pengaruh alat steamflow
H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0
H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0
Terima H0

: Perbedaan taraf perlakuan yang diberikan perlakuan alat penahan
steamflow dan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol) tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada
selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Terima H1

: Sekurangnya ada taraf perlakuan yang diberikan alat penahan
stemflow yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon
percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:
1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan alat
memberikan pengaruh tidak nyata terhadap besarnya volume air akibat
stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan alat
memberikan pengaruh nyata terhadap besarnya volume air akibat stemflow
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi dan Luas
HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog).
Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis
Hutan

Pendidikan

Gunung

Walat

berada

pada

106°48'27''BT

sampai

106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi
pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten
Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah
Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung
Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas
120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak)
seluas 114 Ha (HPGW 2009).

HPGW

Gambar 6 Foto lokasi HPGW

Topografi dan Iklim
HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari
landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian
utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan
ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m
dpl.). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B,
dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar
antara 1600 – 4400 mm.

Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan

minimum 19° C di malam hari (HPGW 2009).

23

Tanah dan Hidrologi
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu
endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal
peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk
beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang
penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai
anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu,
Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke
dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (HPGW 2009).
Vegetasi
Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis
lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon
(Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya
seperti kayu afrika (maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia
latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW
paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis
bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan
hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3
sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan
getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus
damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul
(HPGW 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyadapan Ketika Musim Hujan
Kegiatan penyadapan dengan menggunakan metode quarre, di Hutan
Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal seperti musim kemarau dan musim hujan, musim hujan
menyebabkan fluktuasi produksi getah. Musim kemarau akan memberikan
produksi getah yang lebih tinggi. Akan tetapi musim kemarau yang terus-menerus
tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah