Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung

(1)

KOMUNITAS SILVER PEDULI DALAM

MENARIK SIMPATI MASYARAKAT

DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Jurnalistik

Oleh,

DWI SUCI AMALIA NIM : 41809212

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(2)

(3)

xi

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 10

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.4.2.1 Bagi Peneliti ... 11

1.4.2.2 Bagi Akademik ... 12 Halaman


(4)

xii

1.4.2.3 Bagi Masyarakat ... 12

1.4.2.4 Bagi Pemerintah ... 12

1.4.2.5 Bagi Komunitas Silver Peduli ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu ... 14

2.1.2 Tinjauan Tentang Gaya Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Gaya Komunikasi ... 17

2.1.2.2 Tipe Dasar Gaya Komunikasi ... 19

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Non Verbal ... 21

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal ... 24

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Non Verbal ... 26

2.1.3.4 Dimensi Komunikasi Non Verbal ... 29

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas ... 30

2.1.5 Tinjauan Tentang Simpati ... 33

2.1.6 Tinjauan Tentang Masyarakat 2.1.6.1 Definisi Masyarakat ... 35

2.1.6.2 Unsur – unsur Masyarakat ... 38

2.2 Kerangka Pemikiran... 40

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 40

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 53

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Profil Komunitas Silver Peduli ... 60

3.1.2 Deskripsi Kegiatan Komunitas Silver Peduli ... 63

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian ... 66


(5)

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 69

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 70

3.2.3 Teknik Penentuan Informan 3.2.3.1 Subyek Penelitian ... 77

3.2.3.2 Informan Penelitian ... 78

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 81

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 85

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 92

3.2.6.2 Waktu Penelitian ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 95

4.1 Deskripsi Identitas Informan 4.1.1 Informan Penelitian ... 101

4.1.2 Informan Pendukung ... 105

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1 Suasana Komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 109

4.2.2 Unsur Pernyataan Diri “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 124

4.2.3 Gerakan Tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 133

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 171

5.2 Saran ... 172

DAFTAR PUSTAKA ... 174

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 178


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat serta salam peneliti hadiahkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari masa kebodohan ke masa yang terang seperti saat ini.

Dalam skripsi ini, berisikan alur pikir peneliti serta hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. Adapun maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya komunikasi non verbal Silver Man Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di kota Bandung.

Peneliti sadar dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua peneliti, Sumiaty Canon dan M. Nurdin yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan dukungan yang tak henti

– hentinya diberikan kepada peneliti selama ini yang tak mengharap balas budi serta yang selalu berusaha dengan sekuat tenaga agar peneliti dapat menyelesaikan studi dengan tepat waktu. Tak hanya itu, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Yang Terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan pengesahan pada ijazah peneliti.


(7)

2. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan surat pengantar penelitian serta pengesahan pada skripsi ini. 3. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Universitas Komputer Indonesia serta Dosen Wali Peneliti yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat, arahan, bimbingan, motivasi serta semangat kepada peneliti yang juga memberikan pengesahan dalam pengajuan judul serta pengesahan pada skripsi ini.

4. Ibu Melly Maulin P., S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, arahan serta bimbingan kepada peneliti selama proses menempuh dan menyelesaikan studi.

5. Bapak Sangra Juliano P., M.IKom selaku Dosen Pembina Kemahasiswaan Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, arahan dan bimbingan selama peneliti menempuh serta menyelesaikan studi.

6. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing peneliti dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini serta tak henti memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

7. Bapak/Ibu Dosen Tetap, Dosen Layanan maupun Dosen Luar Biasa di Lingkungan Program Studi Ilmu Komunikasi maupun FISIP yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama perkuliahan yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.


(8)

viii

8. Mbak Astri Ikawati, A.Md Kom selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi serta Mbak Ratna Widyastuti, A.Md Sekretariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah sabar mengurus hal – hal administratif terkait dengan pengajuan judul, surat pengantar penelitian serta segala hal – hal administratif lain yang menyangkut penyusunan maupun penyelesaian skripsi ini.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada para “Silver Man” dan Komunitas Silver Peduli yang telah bersedia untuk dijadikan objek penelitian. Kang Dodi, Kang Sule, Kang Iwan, Kang Hendra, dan Kang Irwan yang telah bersedia untuk dijadikan informan penelitian maupun informan pendukung pada penelitian ini. Serta seluruh anggota Komunitas Silver Peduli yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk keramah tamahannya serta kesediaan waktunya selama peneliti melaksanakan penelitian ini.

10.Bapak Muh. Nurahman selaku Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandung yang telah bersedia untuk menjadi informan pendukung yang mewakili pihak pemerintah pada penelitian ini.

11.Indra Noordiana dan Tiara Nurdiati yang mewakili pihak masyarakat yang telah bersedia menjadi informan pendukung penelitian ini.

12.ChristianLumenta sebagai pelatih gerakan pantomim “Silver Man” yang telah meluangkan waktunya untuk dimintai informasi seputar penelitian ini.


(9)

13.Sandi dan Pirda yang telah bersedia menjadi informan pendukung dalam penelitian ini sebagai penerima santunan dari kepedulian Komunitas Silver Peduli.

14.Keluarga Besar peneliti yang ada di Manado, Jakarta, Tasikmalaya, dan lainnya atas doa dan dukungannya.

15.Sahabat – sahabatku Lala, Gengpon (Vera, Echa, Marcel, Uvit dan Windu) serta Kepompong (Gita, Encel, dan Olga) yang selalu setia menemani saat senang, susah dan juga galau. Akhirnya perjuangan kita melempar topi toga bareng di Sabuga September 2013 terwujud.

16.Teman – teman seperjuangan di IK- 6 (2009) dan IK – Jurnal 2 (2009) yang senantiasa memberi warna selama proses perkuliahan selama ini. Dari mulai bersusah payah mengerjakan tugas – tugas kuliah di tengah menjelang detik – detik proklamasi deadline hingga having fun bareng menikmati masa – masa indah sebagai mahasiswa. I’m gonna miss you all. 17.Rekan – rekan seperjuangan yang saya banggakan dan sayangi di HIMA IK & PR 2011 - 2012, rekan – rekan dan kakak – kakak di HIMA IK & PR 2010 – 2011, serta teman – teman di UKM Pers Birama Unikom atas segala doa, dukungan, semangat serta keramah tamahannya selama ini.

18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.


(10)

x

Peneliti menyadari skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, peneliti mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti berharap kritik dan saran yang membangun dari penelaah sebagai bahan evaluasi peneliti dalam menyusun skripsi serta sebagai bahan evaluasi untuk melangkah ke jenjang penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2013


(11)

174 A. Buku

Ahmadi, Abu. 1985. Sosiologi. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

______________. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry & Research Design Among Five Traditions. California : Sage Publications Inc.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research.Jakarta : Pustaka Pelajar.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Asas – asas Sosiologi. Bandung : CV Armico.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format – format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Faules, Don F. dan R. Wayne Pace. 2001. Komunikasi Organisasi : Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Furchan, Arief. 1992. Metoda Penelitian Kualitatif : Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu – ilmu Sosial. Surabaya : Usaha Nasional.

Gerungan, W.A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama.

Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.


(12)

175

___________. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muhammad, Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma

Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Nazir, Muhammad. 1985. Metode penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rakhmat, Jalaludin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Sendjaja, Sasa Juarsa. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.


(13)

Suyatna, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi, Kelompok, dan Masalah Sosial. Jakarta : Fajar Agung.

Taneko, Soleman B. 1984. Struktur dan Proses Sosial : Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta : CV Rajawali.

Wibowo, dkk. 2011. Psikologi Komunitas. Depok : LPSP3 UI. B. Skripsi

Indratmoko, Yudha Febriandhi. 2006. Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung (Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung). Bandung : UNISBA.

Nurlaela. 2007. Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen (Arvin Zaenullah) Dengan Penyanyi PSM Unpad. Bandung : UNISBA Wijianti, Retno. 2012. Gaya Komunikasi Penggunaan BBM -Blackberry

Messenger- (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya). Surabaya : IAIN Sunan Ampel.

C. Jurnal

Martin, Anne-Marie, dkk. 2010. Non Verbal Communication Between Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature (Komunikasi Non Verbal Antara Perawat dan Orang dengan Kecacatan Intelektual : Sebuah Tinjauan Dari Literatur). Irlandia : St. Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick dan University of Limerick. D. Penelusuran Data Online

Diakses pada Rabu 20 Maret 2013, pukul 20:47 WIB


(14)

177

Diakses pada Rabu 27 Maret 2013, pukul 20:04 WIB

 http://jid.sagepub.com/content/14/4/303.full.pdf+html

Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 12:27 WIB

 http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/HOT/HOT060202/HO T06020205.pdf

Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 13:02 WIB

http://digilib.sunan- ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--retnowijia-10268

Diakses pada Minggu 12 Mei 2013, pukul 20:04 WIB


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

“Silver Man” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti manusia perak ini mulai santer terdengar dan terlihat di Kota Bandung sejak awal 2012 lalu. Para manusia perak ini kerap berkeliaran di beberapa persimpangan jalan – jalan protokol maupun pusat – pusat keramaian di Kota Bandung. Berbekal tampilan serba perak dan kardus yang bertuliskan “Peduli Yatim Piatu”, mereka menghampiri satu persatu masyarakat yang melintas di sekitar kawasan

“pangkalan” mereka guna menghimpun dana sumbangan bagi para yatim piatu. Kehadiran manusia serba perak yang acapkali disebut dan terkenal dengan panggilan “Silver Man” ini ternyata cukup menarik perhatian masyarakat di Kota Bandung baik itu warga Bandung sendiri hingga wisatawan lokal maupun mancanegara yang tengah mencicipi manisnya kota kembang. Tak heran banyak masyarakat terutama wisatawan yang tengah berkunjung ke parisnya jawa ini menaruh atensi kepada “Silver Man” meski hanya sekedar memperhatikan sejenak.

Sebutan “Silver Man” bagi mereka yang berpakaian serba perak ini dengan sendirinya berkembang di tengah masyarakat. Ini dimungkinkan lantaran tampilan kostum serba perak yang mereka kenakan dan kecenderungan masyarakat di daerah perkotaan untuk menggunakan bahasa asing yakni bahasa inggris sehingga


(16)

2

penyebutannya pun menggunakan istilah “Silver Man”. Tak hanya itu, penyebutan istilah ini oleh beberapa media pada pemberitaan terkait keberadaan mereka semakin mempopulerkan dan melabelkan mereka dengan istilah “Silver Man”.

Tertujunya atensi masyarakat akan para “Silver Man” ini tak terlepas dari tampilan dengan kostum serba perak yang menjadi ciri khasnya. Mereka tak segan melumuri tubuhnya menggunakan cat berwarna perak dari ujung rambut hingga ujung kaki serta menggunakan pakaian guna menutupi sebagian tubuh mereka dengan warna senada.

Hampir setiap harinya mereka hadir di persimpangan jalan – jalan protokol di kota Bandung yang dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata kota yang bergelar Parijs Van Java ini maupun kawasan tujuan wisata itu sendiri seperti halnya Pusat Jajanan Ternama di Bandung yakni Kartika Sari Dago yang terletak di jalan Ir. H. Juanda yang juga berdekatan dengan persimpangan Dago – Cikapayang yang menjadi salah satu landmark Kota Bandung dengan spot D.A.G.O nya.

Kawasan lain yang juga menjadi lokasi “mangkal” para manusia perak ini

yakni di persimpangan – persimpangan yang terletak di bawah fly over Pasopati dari mulai persimpangan Dago – Cikapayang, Balubur, Cihampelas hingga Pasteur. Selain itu mereka juga kerap dijumpai di persimpangan Martanegara serta persimpangan Buah Batu yang dekat dengan markas besar mereka.

Para “Silver Man” ini muncul bukanlah hanya sekedar mencari sensasi ataupun mencari keuntungan demi kepentingan mereka sendiri. Sesuai dengan


(17)

yang tertulis pada kardus yang menjadi tempat dana sumbangan yang didapat dari

masyarakat yakni “Peduli Yatim Piatu”, mereka terkoordinir dalam suatu wadah kelompok masyarakat yang mempunyai tujuan mulia yakni untuk membantu sesama masyarakat yang lebih membutuhkan yaitu para yatim piatu yang menjadi target dalam visi misi mereka.

Kelompok masyarakat ini melabelkan diri mereka dengan nama komunitas silver peduli. Komunitas yang terbentuk dan muncul sejak awal tahun 2012 silam ini memang menarik atensi masyarakat kota kembang maupun yang bersafari ke kota ini.

Gambar 1.1 “Silver Man”

Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2013

Dengan mengusung semboyan “Berawal dari meminta, lalu memberi”, mereka beraksi di beberapa lokasi di kota Bandung guna menghimpun dana bagi para yatim piatu yang belum terjamah oleh jaminan sosial dari pemerintah.


(18)

4

Alasannya pun sederhana, sebagai makhluk sosial tak ada salahnya untuk membantu sesama dengan berbagai upaya maupun cara selagi bisa dilakukan. Hal tersebut juga sebagai salah satu aksi kritikal terhadap pemerintah yang terkadang memberikan perhatian berupa bantuan tidak tepat sasaran.

Namun, aksi mereka ini bukanlah tindakan untuk menentang pemerintah yang tengah berkuasa. Gerakan meminta lalu memberi yang mereka lakukan semata hanya untuk misi kemanusiaan yakni membantu sesama yang membutuhkan yang dalam hal ini adalah yatim piatu.

Ini ditegaskan Dodi Ketua Komunitas Silver Peduli pada saat wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti awal Maret lalu.

“Bukan berarti kita menentang pemerintah. Bukan sih. Kita hanya kritis aja terhadap pemerintah. Toh kita yang di jalanan bisa. Kenapa mereka yang sudah jelas ada anggarannya gak bisa sampai? Itu aja.”1 (Dodi, 2013)

Kehadiran mereka pun sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut ketua komunitas ini, sejak dirinya masih menjadi ketua karang taruna kelurahan Pasirluyu para “Silver Man” ini kerap muncul pada acara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Awalnya pun bukan berwarna perak seperti sekarang ini. Mereka mencoba melumuri tubuh dengan berbagai warna seperti emas, biru, hijau dan berbagai warna lainnya.

Partisipannya pun bukan hanya warga sekitar melainkan pula mahasiswa – mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung yang tak hanya meramaikan jalannya acara peringatan 17an tetapi juga membawa visi misi

1


(19)

sebagai bentuk apresiasi karya seni dari pertunjukkan yang mereka lakukan dengan berkostum berbagai warna tersebut.

Namun ternyata penggunaan warna cat selain perak menghasilkan efek negatif pada tubuh mereka. Hingga akhirnya pada perhelatan peringatan kemerdekaan RI selanjutnya, mereka memilih warna perak sebagai warna kostum untuk pertunjukkan peringatan kemerdekaan RI. Alasannya menurut mereka, pemilihan warna silver lantaran cat berjenis body painting yang digunakan ini dirasa cukup aman bagi tubuh karena tak menimbulkan efek samping seperti gatal – gatal dibandingkan warna cat body painting lainnya.

Disinilah awal mula kemunculan para “Silver Man” hingga terkenal seperti sekarang ini. Berangkat dari kedekatan personal dan kesamaan visi misi serta tujuan untuk membantu sesama khususnya yatim piatu yang belum tersentuh perhatian pemerintah, mereka akhirnya bersatu dalam wadah Komunitas Silver Peduli.

Operasi penghimpunan dananya yang dilakukan “Silver Man” mengharuskan mereka tampil dengan “kemasan” yang unik dan menarik yang menjadi ciri khas mereka yakni dengan kostum serba perak hingga tak pernah luput dari pandangan masyarakat atau pengguna jalan yang tengah melintas di beberapa persimpangan tempat mereka kerap mangkal maupun di beberapa pusat keramaian kota Bandung lainnya.

Dalam rangka mencuri perhatian masyarakat inilah, para “Silver Man” yang tengah bertugas mempraktekkan beberapa gerakan – gerakan layaknya robot. Mereka berjalan dan menyodorkan kardus yang telah ditempelkan kertas yang


(20)

6

bertuliskan identitas serta semboyan mereka berikut lokasi markas mereka kepada masyarakat yang tengah berhenti di beberapa persimpangan maupun di beberapa pusat – pusat keramaian kota Bandung dengan gerakan – gerakan yang kaku serta tanpa berkata – kata.

Bisa jadi gerakan – gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata ini dipengaruhi oleh pemilihan warna perak atau silver layaknya besi yang secara tak langsung mempersepsikan layaknya sebuah robot. Namun, terlepas dari hubungan antara pemilihan warna perak dengan gerakan kaku serta diam tanpa berkata – kata yang dilakukan anggota komunitas ini yang kerap disapa “Silver Man” merupakan suatu bentuk komunikasi yang menarik untuk diteliti dan dikaji.

Gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dimunculkan para manusia perak ini guna menarik atensi dan simpati masyarakat bukanlah sekedar gaya ataupun aksi diam yang tak memiliki makna ataupun arti tersendiri. Hal tersebut adalah bentuk komunikasi yang secara kasat mata tak disadari keberadaannya.

Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Verbal dan Non

Verbal” menuturkan bahwa para ahli komunikasi berpendapat bahwa jika

seseorang diam, diamnya merupakan satu bentuk komunikasi antar pribadi. Adapun pendapatnya mengenai diam adalah sebagai berikut :

“Diam sama kuatnya dengan pesan – pesan verbal yang diucapkan dalam kata – kata. Dengan berdiam diri maka anda telah berkomunikasi secara non verbal. Terkadang mungkin tanpa suara, tanpa kata atau mungkin dengan suara bernada tinggi maupun rendah, dengan gerakan tubuh/anggota tubuh, anda tetap melakukan komunikasi non verbal. Meskipun anda berdiam diri, namun pernyataan wajah anda pun bisa menunjukkan komunikasi antar pribadi dan memberikan pesan dengan makna tertentu terhadap


(21)

Gerakan kaku layaknya robot ataupun diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun termasuk ke dalam kategori komunikasi non verbal dalam proses penarikan simpati dari masyarakat untuk menyumbang yang dilakukan “Silver Man”. Tanpa berinteraksi menggunakan bahasa verbal kepada masyarakat yang akan menyumbang, merupakan suatu bentuk komunikasi.

Komunikasi non verbal sendiri dapat dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan anggota tubuh yang tanpa disadari memancarkan makna untuk dimengerti oleh orang lain. Segala apapun yang ada di tubuh kita berpotensi melahirkan komunikasi non verbal. Termasuk didalamnya pakaian yang kita kenakan.

Judee K. Burgoon dan Thomas J. Seine (1978) dalam bukunya “The Unspoken Dialoque : An Introduction to Nonverbal Communication” yang dikutip oleh Sendjaja dalam bukunya yang bertajuk “Pengantar Ilmu Komunikasi” mendefinisikan komunikasi non verbal sebagai berikut :

“Komunikasi nonverbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara umum sengaja dikirimkan dan diintrepretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feed back) dari yang menerimanya”. (Sendjaja, 2004:6.4)

Adapun definisi lain menurut Malandro dan Baker dalam Daryanto (2011) yakni :

“Komunikasi non verbal adalah suatu mengenai ekspresi, wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku mata, dan lain - lain”. (Daryanto, 2011:105)

Dari kedua pengertian terkait komunikasi non verbal di atas, kian memperjelas bahwa gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dilakukan “Silver Man” adalah komunikasi non verbal yang merupakan bentuk komunikasi. Dari bentuk – bentuk komunikasi non verbal yang mereka perlihatkan inilah yang menjadi ciri


(22)

8

khas tersendiri mereka sehingga kemudian dapat diidentifikasi sebagai gaya komunikasi non verbal mereka yang menjadi fokus pada penelitian ini untuk dikaji.

Gaya komunikasi sendiri didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).2

Dari definisi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa gerakan diam tanpa berkata – kata yang dilakukan “Silver Man” saat tengah berhadapan dengan masyarakat yang akan menyumbang dimaksudkan pula untuk mendapatkan respon yang positif tentunya dari masyarakat calon penyumbang di persimpangan jalan raya serta memperlihatkan kesan positif di mata masyarakat.

Gaya komunikasi yang ditunjukkan oleh “Silver Man” saat tengah bertugas erat kaitannya dengan komunikasi non verbal yang termasuk ke dalam tipe gaya animated seperti yang diungkapkan Norton (1983, dalam Liliweri, 2011:310) dimana tipe gaya komunikasi ini lebih didominasi oleh komunikasi non verbal yang secara potensial terjadi pada setiap gerak – gerik dan segala yang ada dalam tubuh mereka sehingga bisa juga disebut dengan gaya komunikasi non verbal.

2

Dikutip dari http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1713648536/name/to/ pada hari Rabu, 20 Maret 2013 pukul 21:07


(23)

Seperti halnya “kostum” serba perak yang mereka kenakan guna menarik perhatian.

Gaya komunikasi non verbal yang disadari atau tidak terjadi menarik untuk diteliti. Terlebih sejak awal kemunculannya, “Silver Man” yang tergabung dalam komunitas silver peduli ini cukup mencuri perhatian masyarakat. Tidak hanya warga Bandung saja tetapi wisatawan yang berkunjung ke Bandung baik lokal maupun mancanegara cukup menaruh atensi pada mereka.

Fenomena inilah yang coba diangkat dan dikaji peneliti ke dalam penelitian ini dengan menitikberatkan pada bentuk komunikasi yang terjadi pada proses interaksi antara anggota komunitas silver peduli yang familiar dengan sebutan “Silver Man” atau manusia perak ini dengan masyarakat calon penyumbang. Fenomena yang menarik untuk diketahui lebih mendalam mengingat ini adalah hal baru yang terjadi di masyarakat.

Terlebih gaya komunikasi non verbal yang dipraktekkan para “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ini menjadi kajian komunikasi yang dirasa perlu oleh peneliti untuk diketahui, diteliti serta dikaji yang telah menjadi ciri khas mereka dalam rangka menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian terkait latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan pokok masalah yang diteliti sebagai berikut yang terbagi ke dalam pertanyaan makro (umum) serta pertanyaan mikro (khusus).


(24)

10

1.2.1 Pertanyaan Makro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang diteliti oleh peneliti yaitu :

“Bagaimana Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Adapun rumusan masalah mikro terkait masalah yang diteliti oleh peneliti yaitu :

1. Bagaimana Suasana Komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

2. Bagaimana UnsurPernyataan Diri “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

3. Bagaimana Gerakan Tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

1.3MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya komunikasi non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli yang dilihat melalui dimensi – dimensi komunikasi non verbal.


(25)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan tujuan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui suasana komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui unsur pernyataan diri “Silver Man” Komunitas

Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui gerakan tubuh “Silver Man” Komunitas Silver

Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.4KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Didasari pada aspek teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya mengenai gaya komunikasi non verbal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini tidak hanya pada aspek teoritis saja tetapi juga pada kegunaan praktisnya yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah pada objek yang diteliti, yaitu :

1.4.2.1Bagi Peneliti

Penelitian ini selain sebagai prasyarat guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu komunikasi, diharapkan pula dapat berguna dan menambah pengalaman serta pengetahuan. Selain itu penelitian ini


(26)

12

merupakan bentuk pengaplikasian kajian keilmuan yaitu ilmu komunikasi khususnya mengenai kajian gaya komunikasi non verbal. 1.4.2.2Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih informasi serta dijadikan literatur tentang kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai gaya komunikasi non verbal yang diteliti bagi universitas, program studi, dan mahasiswa – mahasiswa ilmu komunikasi baik yang sedang ataupun akan meneliti kajian yang sama. 1.4.2.3Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran serta informasi baru bagi masyarakat terkait kehadiran, keberadaan, tujuan serta visi dan misi dari “Silver Man” yang tergabung dalam komunitas silver peduli serta gaya komunikasi non verbalyang menjadi ciri khas mereka.

1.4.2.4Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan selain memberikan sumbangsih informasi bagi pemerintah terkait perkumpulan masyarakat yang tergabung dalam sebuah komunitas yang memiliki visi dan misi untuk berkontribusi membangun lingkungan sekitarnya namun tetap berada pada koridor yang telah ditetapkan pemerintah dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku.


(27)

1.4.2.5Bagi Komunitas Silver Peduli

Diharapkan penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi bagi para “Silver Man” yang merupakan anggota komunitas silver peduli serta dapat memberikan informasi bagi mereka terkait persepsi dan tanggapan masyarakat mengenai keberadaan mereka.


(28)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Penelitian Terdahulu

Sebagaimana yang telah dijabarkan pada bab maupun sub bab sebelumnya bahwa judul dari penelitian ini adalah Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung dengan fokus penelitian yang akan dikaji yakni gaya komunikasi non verbal. Berpedoman pada judul penelitian tersebut, maka peneliti melakukan studi pendahuluan berupa peninjauan terhadap penelitian sejenis yang mengkaji hal yang sama ataupun serupa serta relevan dengan kajian yang diteliti oleh peneliti.

Mengingat belum banyaknya penelitian yang mengkaji perihal gaya komunikasi non verbal, maka peneliti mencari referensi berupa penelitian – penelitian relevan yang mengkaji tentang gaya komunikasi maupun komunikasi non verbal. Adapun ringkasan penelitian – penelitian relevan yang dijadikan sumber referensi terkait kajian dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.


(29)

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

Aspek Nama Peneliti

Retno Wijianti Yudha Febriandhi Indratmoko Nurlaela Anne – Marie Martin, dkk Universitas

Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

Universitas Islam Bandung

Universitas Islam Bandung

St. Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick Irlandia dan University of Limerick Irlandia

Judul Penelitian

Gaya Komunikasi Penggunaan BBM -Blackberry Messenger-(Studi Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya).1

Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan (Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan)

Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen (Arvin Zeinullah) Dengan Penyanyi PSM Unpad.

Non Verbal Communication Between Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature (Komunikasi Non Verbal Antara Perawat dan Orang dengan Kecacatan Intelektual : Sebuah Tinjauan Dari Literatur2

Jenis

Penelitian Kualitatif

Kualitatif dengan metode studi kasus

Kualitatif dengan metode studi

fenomenologi Kualitatif

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui

bagaimana Gaya

berkomunikasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas

Untuk mendeskripsikan dan mengetahui pendekatan komunikasi, teknik komunikasi, komunikasi yang dilakukan dalam situasi formal maupun informal

Untuk mengetahui bagaimana pesan gestural melalui kontak mata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh antara dirigen

Untuk mengetahui komunikasi non verbal antara perawat dan orang dengan kecacatan intelektual, mengkritisi sumber

1

Diunduh dari http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--retnowijia-10268 pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 13:02 WIB

2


(30)

16

Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan sesama pengguna BBM (Blackberry Messenger).

serta bentuk komunikasi yang sering dilakukan pimpinan di kesekretariatan dalam menumbuhkan motivasi karyawan di DPRD tingkat II Kota Bandung.

(Arvin Zaenullah) dengan penyanyi PSM Unpad.

literatur yang relevan dengan kajian tersebut serta untuk menghadirkan tinjauan secara kritis dan rinci mengenai topik umum yang didiskusikan dari literatur tersebut.

Hasil Penelitian

Pengguna BBM

(Blackberry Messenger)

berkomunikasi dengan gaya melalui simbol cara bahasa khas yang mana sesama pengguna BBM (Blackberry Messenger). Hal tersebut terlihat pada objek penelitian ini yang memperlihatkan gaya komunikasi lebih banyak menggunakan simbol-simbol bahasa seperti` simbol musik. Auto Text, Animasi, Fancy Smiley, menjadi ciri khas yang unik serta lucu.

Gaya komunikasi yang dilakukan para pimpinan di kesekreariatan DPRD tingkat II kota Bandung baik dari pendekatan komunikasi, teknik komunikasi, komunikasi pada situasi formal dan informal serta bentuk komunikasi yang dilakukan berjalan baik. Akan tetapi, dalam hal memotivasi karyawan dirasa kurang.

Kontak mata antara dirigen dan penyanyi mempunyai pengaruh besar. Kontak mata yang terjadi tak boleh putus karena akan mengganggu jalannya pertunjukan. Ekspresi wajah dan gerakan tubuh sebagai perantara untuk menunjukkan emosional dirigen serta petunjuk - petunjuk agar dapat dimengerti penyanyi pada saat pertunjukkan.

Antara perawat maupun orang (pasien) yang memiliki kecacatan intelektual dapat saling memahami dengan baik pada proses komunikasi non verbal dibanding dengan yang tidak. Simbol – simbol non verbal dapat dimaknai dengan mudah antarsesama mereka

dan bergantung pada

komunikasi non verbal pada proses komunikasi.


(31)

2.1.2 Tinjauan Tentang Gaya Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Gaya Komunikasi

Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).3

Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi. (Soemirat, Ardianto, dan Suminar, 1999)4

Raynes (2001) dalam Liliweri (2011:309) mendefinisikan gaya komunikasi adalah sebagai berikut :

“Gaya komunikasi dapat dipandang sebagai campuran unsur – unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesan – pesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan dalam kata – kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.”

3

Dikutip dari http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1713648536/name/to/ pada hari Rabu, tanggal 20 Maret 2013, pukul 21:07 WIB

4

Dikutip dari http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/HOT/HOT060202/HOT06020205.pdf pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 12:24 WIB


(32)

18

Gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri atau model, tata cara, dan cara berekspresi dalam berkomunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi, ia tidak hanya memberikan informasi namun kita juga menyajikan informasi dalam bentuk tertentu kepada orang lain dan bagaimana memahami serta menanggapi suatu pesan.

Sementara Norton (1983) dan Kirtley & Weaver (1999) dalam buku “Komunikasi Serba Ada dan Serba Makna” Alo Liliweri, mengemukakan bahwa :

“Gaya komunikasi adalah proses kognitif yang mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang lain.” (Liliweri, 2011:309)

Manusia berkomunikasi dengan (sekurang-kurangnya) tiga gaya (meskipun secara aktual setiap orang bisa saja mempunyai hampir 1.000 gaya komunikasi yang berbeda), tetapi semua komunikasi selalu dilakukan secara: (1) visual; (2) auditorium; dan (3) kinesika. Berarti setiap individu memiliki variasi preferensi gaya komunikasi dengan orang lain yang dalam prakteknya manusia tidak hanya mengandalkan satu gaya komunikasi tetapi lebih dari satu. Manusia mengombinasikan beberapa gaya komunikasi meskipun ada satu atau dua gaya komunikasi yang paling dominan. Gaya komunikasi ini dapat dilihat dan terasa dalam beberapa konsep sebagai berikut :


(33)

1. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut visual person maka mereka selalu berkomunikasi dengan bantuan gambar, image, dan grafik. Kata-kata seperti “lihatlah”, “pandanglah”, yang ada dalam kosakata mereka dapat berarti “saya melihat apa yang anda katakan,” “saya menggambarkan bahwa di pertemuan ini akan ada diskusi hebat”.

2. Jika anda berjumpa dengan seseorang sebagai seorang auditory person, maka mereka mengunakan suara untuk berkomunikasi. Kata-kata seperti click, hear digunakan untuk menjelaskan I hear you! Dan sounds good. Mereka bicara dengan suara yang moderat dan dengan irama tertentu seperti musik.

3. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut kinesthetic person, maka mereka menggunakan perbedaan dan berbuat suatu tindakan untuk berkomunikasi, kata-kata seperti contact dan hold selalu digunakan dan selalu mereka bicara perlahan-lahan. (Liliweri, 2011:308-309)

2.1.2.2 Tipe Dasar Gaya Komunikasi

Norton (1983) dalam Liliweri (2011:309-310) mengklasifikasikan gaya komunikasiindividual menjadi sepuluh macam, yakni:

a. Dominant style adalah gaya dimana seseorang memegang kontrol pada

sebuahsituasi sosial.

b. Dramatic style adalah gaya dimana seseorang mampu menghidupkan sebuahpembicaraan.


(34)

20

c. Contentious style adalah gaya dimana seseorang gemar berargumentasi untukmenantang orang lain.

d. Animated style adalah gaya dimana seseorang lebih banyak

menggunakankomunikasi non verbal.

e. Impression leaving style adalah gaya dimana seseorang cenderung membuatkomunikasi yang mudah diingat dan menimbulkan kesan. f. Relaxed style adalah gaya dimana seseorang tidak mudah menunjukkan

sikapyang gegabah dan cenderung santai.

g. Attentive style adalah gaya dimana seseorang selalu berempati dan mendengarkan lawan bicaranya dengan seksama.

h. Open style adalah gaya dimana seseorang sangat terbuka dalam sebuah pembicaraan, jujur dan cenderung blak-blakan.

i. Friendly style adalah gaya dimana seseorang bersikap ramah dan selalu bersikappositif terhadap orang lain.

j. Precise style adalah gaya dimana seseorang selalu meminta untuk dihargai dancenderung mau membicarakan hal-hal yang penting saja.

Sewaktu-waktu, seseorang dapat menggunakan open style dan dramatic style. Oleh karenanya, seseorang dapat memilih untuk menggunakan gaya yang berbeda-beda pada saat berinteraksi dengan orang lain. Gaya komunikasi dapat dimodifikasi atau dirubah. Seseorang bisa saja belajar untuk menggabungkan beberapa tipe gaya komunikasi agar perilakunya lebih interaktif. Kemampuan untuk mengubah gaya komunikasi ini adalah kunci untuk peningkatan komunikasi.


(35)

Dalam praktek komunikasi sehari – hari memang ada banyak gaya berkomunikasi namun hasilnya ada empat yang utama seperti yang dikemukakan Alo Liliweri (2011). Keempat gaya tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Emotive Style Traits, yang menggambarkan gaya komunikasi seseorang yang selalu aktif namun lembut, dia mengambil inisiatif sosial, merangkum orang dengan informal, menyatakan pendapat secara emosional.

2. Director Style Traits, yang menyampaikan pendapatnya sebagai orang sibuk, kadang – kadang mengirimkan informasi tetapi tidak memandang orang lain, yang tampil dengan sikap serius dan suka mengawasi orang lain.

3. Reflective Style Traits, yang suka mengontrol ekspresi emosi mereka, yang menunjukkan pilihan tertentu dan memerintah, cenderung menyatakan pendapat dengan terukur, dan melihat kesulitan yang harus kita ketahui. 4. Supprotive Style Trait, yang diam dan tenang penuh perhatian, melihat

orang dengan perhatian penuh, cenderung menghindari kekuasaan, dan dia membuat keputusan dengan pertimbangkan semua pihak. (Liliweri, 2011:311)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Non Verbal

Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut


(36)

22

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2003:308) menuturkan bahwa :

“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesa potensial bagi pengirim atau penerima”.

Definisi tersebut mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Kita mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan – pesan tersebut bermakna bagi orang lain.

Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.”(Mulyana, 2003:309)

Senada dengan apa yang diungkapkan T. Hall perihal silent language terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian (1981) didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan 55% ekspresi wajah. (Sendjaja, 2004:6.1)


(37)

Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication: A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130) menyebutkan bahwa :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”.

Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal acapkali disebut : komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata – kata). (Liliweri, 1994:89)

Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita tidak dapat tidak berkomunikasi; setiap perilaku punya potensi untuk ditafsirkan. Jadi meskipun anda dapat menutup saluran linguistik anda untuk berkomunikasi dengan menolak berbicara atau menulis, anda tidak mungkin menolak berperilaku non verbal. (Mulyana, 2003:313)


(38)

24

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal

Asente dan Gundykust (1989) dalam Liliweri (1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya.

Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis (penulis : sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan lain – lain) seperti teori sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi.

Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.

Yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik komunikator baik/buruk, positif/negatif, jauh dekat. Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya. Pendekatan terakhir adalah pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal


(39)

sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang berada di sekelilingnya. Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog dengan pemaknaan verbal dari Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas.

Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non verbal.

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek – aspek penting yang diperhatikan adalah informasi, keteraturan, pernyataan keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal.

Dari pemahaman kita tentang hakikat komunikasi non verbal tersebut di atas dapat dirumuskan karakteristik komunikasi non verbal sebagai berikut: 1. Prinsip umum komunikasi antar pribadi adalah manusia tidak

dapat menghindari komunikasi.

Demikian pun anda tidak mungkin tidak menggunakan pesan non verbal. Itulah prinsip pertama. Diam juga adalah komunikasi!.


(40)

26

2. Pernyataan Perasaan dan Emosi

Komunikasi non verbal merupakan model utama, bagaimana anda menyatakan perasaan dan emosi. Anda selalu mengkomunikasikan tentang isi dan tugas melalui komunikasi non verbal. Bahasa verbal biasanya mengacu pada pernyataan informasi kognitif, sedangkan non verbal mengacu pada pertukaran perasaan, emosi dengan orang lain dalam proses human relations.

3. Informasi Tentang Isi dan Relasi

Komunikasi non verbal selalu meliputi informasi tentang isi dan pesan verbal. Komunikasi non verbal memberi saya suatu tanda bahwa anda memerlukan penjelasan terhadap pesan verbal. Dengan tanda yang sama untuk menjelaskan isis suatu katam dengan tanda yang sama anda dapat menunjukkan keinginan mendapatkan relasi. 4. Reliabilitas Dari Pesan Non Verbal

Pesan verbal ternyata dipandang lebih reliable daripada pesan non verbal. Dalam beberapa situasi antar pribadi pesan verbal ternyata tidak reliabel sehingga perlu komunikasi non verbal.

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Non Verbal

Menurut Anita Taylor, dkk (1983) dalam bukunya yang bertajuk

Communicating” yang dikutip Sendjaja (2004) memberikan gambaran

tentang aneka ragam bentuk komunikasi nonverbal. Dari hasil penelitian para psikolog diperkirakan gerak dan mimik wajah manusia mampu menghasilkan lebih dari 20.000 ekspresi yang berlainan. Disamping itu, ada 7.777 isyarat


(41)

atau gesture yang berbeda dan sejumlah 1.000 sikap yang berbeda pula. Dari jenis dan jumlah yang digambarkan, pembagian tentang komunikasi nonverbal yang diberikan oleh para ahli juga bervariasi. Adapun jenis-jenis komunikasi nonverbal dibagi kedalam lima kelompok, yaitu :

1. Komunikasi Tubuh a. Komunikasi Gestura b. Ekspresi Wajah c. Komunikasi Mata d. Komunikasi Sentuhan 2. Komunikasi Ruang

a. Proxemics atau Komunikasi Jarak b. Teritorial

c. Estetika dan Warna 3. Diam

a. Memberi Kesempatan Berpikir b. Menyakiti

c. Mengisolasi diri sendiri d. Mencegah komunikasi e. Mengkomunikasi perasaan f. Tidak menyampaikan sesuatupun 4. Paralanguage

a. Paralanguage dan Perasaan b. Paralanguage dan Percakapan


(42)

28

5. Komunikasi Temporal (Waktu) a. Menunjukkan Status

b. Waktu dan Kesesuaian. (Sendjaja, 2004:6.22-6.31)

Sementara itu, Deddy Mulyanadalam bukunya “Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar” membagi jenis – jenis komunikasi non verbal berdasarkan jenis – jenis pesan yang digunakannya. Dari jenis komunikasi non verbal yang pernah diberikan oleh para ahli sangat beragam. Adapun jenis-jenis komunikasi non verbal yaitu sebagai berikut:

1. Bahasa tubuh a. Isyarat tangan b. Gerakan tangan

c. Postur tubuh dan posisi kaki d. Ekspresi wajah dan tatapan mata 2. Sentuhan

3. Parabahasa 4. Penampilan Fisik

a. Busana

b. Karakteristik fisik 5. Bau-bauan

6. Orientasi ruang dan jarak pribadi a. Ruang pribadi dan ruang publik b. Posisi duduk dan pengaturan ruangan 7. Konsep waktu


(43)

8. Diam 9. Warna

10.Artefak. (Mulyana, 2010:317-383)

2.1.3.4 Dimensi Komunikasi Non Verbal

Barker dan Collins (1983, dalam Liliweri,1994:107) telah mengidentifikasikan 18 unsur komunikasi non verbal yang secara jelas memisahkan dengan komunikasi verbal. Kedelapan belas unsur komunikasi non verbal yang diungkapkan Larry Barker dan Nancy Collins ini kemudian dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal. Adapun pengelompokkan dimensi – dimensi komunikasi non verbal adalah sebagai berikut :

1) Suasana komunikasi - Ruang/space

- Suhu, cahaya, warna

2) Unsur – unsur pernyataan diri - Pakaian

- Sentuhan/perabaan - Waktu

3) Gerakan tubuh

- Bentuk – bentuk gerakan tubuh - Kontak mata

- Ekspresi wajah


(44)

30

- Penggunaan gerakan tubuh 4) Unsur paralinguistik

- Karakteristik suara

- Gangguan suara. (Liliweri,1994:113-114) 2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas

Kebanyakan orang sering mengartikan “masyarakat” dan “komunitas” sebagai dua hal yang sama, padahal sebenarnya tidak demikian. Pada tahun 1957, seorang sosiolog, Ferdinand Tonnies menggolongkan masyarakat menjadi dua golongan, yaitu (1) gemeinschaft, dan (2) gesellschaft. Gemeinschaft (paguyuban) adalah masyarakat yang didasarkan pada tradisi dan adat istiadat, dimana tiap anggota merasa memiliki kewajiban dan berpartisipasi di dalamnya, contoh adanya solidaritas komunal dalam masyarakat di pedesaan.

Sedangkan gesellchaft adalah bentuk masyarakat berupa sekumpulan orang yang saling berhubungan satu sama lain berdasarkan kontrak yang sudah disepakati bersama, contohnya kehidupan masyarakat di Jakarta, orang – orang suatu kelurahan tidak saling berhubungan, walaupun terdaftar sebagai penduduk dalam RT/RW di lingkungan kelurahan tersebut, interaksi diantara mereka terikat berdasarkan kontrak kependudukan di kelurahan setempat.

Sarason (1974) dalam Wibowo, dkk (2011:10) mendefinisikan komunitas sebagai suatu jaringan hubungan yang tersedia, saling mendukung, dan di dalamnya orang – orang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, komunitas memiliki makna yang lebih terbatas dibandingkan masyarakat.


(45)

Menurut Duffy dan Wong (2003, dalam Wibowo, dkk. 2011:10), pengertian komunitas yakni :

1. Merujuk ke suatu tempat atau daerah seperti pemukiman warga (neighbourhood).

2. Komunitas merupakan interaksi relaksional atau ikatan sosial yang menghubungnkan individu dalam suatu kebersamaan. Misalnya komunitas Moge (pengendara/ pemilik motor gede), filatelis (pengumpul perangko), kuliner (yang berhubungan dengan penggemar makanan atau masakan).

3. Komunitas dimaknai juga sebagai kekuatan kolektif. Contoh bentuk komunitas yang ada dalam kehidupan kita sehari – hari, misalnya rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), karang taruna, majelis taklim, paroki gereja, organisasi profesional dan peminatan seperti Ikatan Psikologi Seluruh Indonesia (IPSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

K. Heller (1989) dalam Wibowo, dkk (2011:11) membedakan 2 (dua) jenis komunitas, yaitu community as localty (komunitas lokal) dan communuty as a relational group (komunitas relasional). Komunitas lokal adalah komunitas yang berkembang berdasarkan kedekatan tempat tinggal anggotanya. Mereka menjadi satu komunitas karena kedekatan fisik berada dalam satu wilayah, misalnya komunitas penghuni rumah susun Tanah Abang Jakarta.

Komunitas relasional adalah hubungan antar manusia membentuk suatu komunitas yang tidak terbatas pada wilayah tempat tinggal saja, melainkan karena ada hubungan antar pribadi, seperti kelompok pertemanan di lingkungan


(46)

32

rumah dan sekolah, atau memiliki hobi, minat, dan kepentingan yang sama. Misalnya komunitas pecinta alam, klub bowling, klub motor gede (moge), dll.

Dalam suatu komunitas, masing – masing anggota memiliki ikatan hubungan emosional yang disebut sense of community. Suatu ikatan emosional di antara mereka untuk saling berbagi, kebutuhan mereka dapat terpenuhi karena adanya ikatan ini. Menurut Sarason (1974, dalam Wibowo, dkk. 2011:12), sense of community adalah persepsi tentang adanya kesamaan atau kemiripan dengan anggota lain; pengakuan atas interdependensi dengan anggota lain dan kesediaan anggota untuk menjaga perasaan saling ketergantungan tadi dengan memberikan atau melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang lain (anggota komunitas) tersebut. Sense of community merupakan perasaan bahwa dirinya merupakan bagian dari struktur kelompok yang lebih besar, yaitu komunitasnya.

Menurut Dalton (2001) dalam buku “Psikologi Komunitas” karya Wibowo dkk, sense of community meliputi empat elemen, yaitu:

1. Keanggotaan (membership)

Individu merasa menjadi bagian dalam komunitasnya. Terdapat lima atribut keanggotaan, yaitu (1) batasan yang membedakan anggota dan yang bukan anggota dan yang bukan anggota, baik secara fisik maupun non fisik, (2) sistem simbol yang umum digunakan, (3) keamanan emosional, (4) menjadi bagian dan mengidentifikasikan diri dengan komunitas, dan (5) investasi personal, komitmen jangka panjang diberikan untuk komunitas.


(47)

2. Pengaruh (influence)

Suatu komunitas mempunyai daya / kekuatan saling pengaruh – mempengaruhi di antara anggota. Suatu dinamika hubungan antar anggotanya untuk saling berbagi memenuhi kebutuhan mereka.

3. Integrasi (integration) dan pemenuhan kebutuhan (fulfillment of needs).

Individu bergabung dalam komunitas meyakini bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi oleh sumberdaya yang ada dalam komunitas tersebut. 4. Hubungan emosional (emotional connection)

Anggota komunitas mempunyai ikatan emosional tertentu, berkaitan dengan latar belakang sejarah, waktu, tempat dan pengalaman bersama. (Wibowo dkk, 2011:13)

2.1.5 Tinjauan Tentang Simpati

Simpati adalah suatu proses kejiwaan dimana seseorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannva yang sedemikian rupa. Dikatakan sedemikan rupa, karena bagi sebagian orang, sikap, penampilan, wibawa atau perbuatannya itu biasa-biasa saja. Proses Simpati ini mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan interaksi sosial yang di bangun oleh individu maupun kelompok masyarakat.5

5

Dikutip dari http://teddyandreas.blogspot.com/2011/01/simpati-sosial.html pada hari Minggu, tanggal 12 Mei 2013, Pukul 20:04 WIB


(48)

34

Sementara, menurut Gerungan (2010) dalam bukunya yang bertajuk “Psikologi Sosial” merumuskan simpati sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba – tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan – akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu, melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain.

Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain; sebaliknya, perasaan antipati cenderung menghambat atau menghilangkan sama sekali pergaulan antar orang. Dalam perasaan antipati, seseorang tidak suka bergaul (menolak dalam perasaannya) kepada orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua atau lebih orang. Hubungan cinta kasih antarmanusia itu biasanya didahului pula oleh hubungan simpati yang terus-menerus memegang peranan dalam hubungan cinta kasih itu. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba.

Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal – balik itu, akan dihasilkan suatu hubugan kerja sama dimana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan – akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan


(49)

dimana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal.

Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi yang menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat – sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

Simpati hanya dapat berkembang dalam suatu relasi kerja sama antara dua atau lebih orang, yang menjamin terdapatnya saling mengerti itu. Justru karena adanya simpati itu dapatlah diperoleh saling mengerti yang lebih mendalam. Mutual understanding tidak dapat dicapai tanpa adanya simpati. Pada pihak lain, simpati menyebabkan terjadinya relasi kerja sama tadi, dimana kedua pihak lebih memperdalam saling mengertinya. Jadi, faktor simpati dan hubungan kerja sama yang erat itu saling melengkapi yang satu dengan yang lainnya. Tujuan simpati baru terlaksana apabila ada hubungan kerja sama tadi.

2.1.6 Tinjauan Tentang Masyarakat 2.1.6.1 Definisi Masyarakat

Abdul Syani (1987) dalam bukunya “Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial” berpendapat bahwa diduga perkataan masyarakat


(50)

36

mendapat pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, masyarakat asal mulanya dari kata “musyarak” yang kemudian berubah menjadi “musyarakat” dan selanjutnya mendapatkan kesepakatan dalam bahasa Indonesia, yaitu “Masyarakat". “Musyarak”, artinya bersama-sama, lalu musyarakat, artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan Masyarakat.

Masyarakat dalam pengertian societas mengandung ciri pluralistik, komplek dan bersifat rasional ekonomis. Abu Ahmadi (1985) menyebutnya sebagai community secundair (secondary-group), yaitu suatu group di mana hubungan di antara para anggotanya kurang erat, bersifat porair dan tidak kontinyu. Kelompok ini banyak dijumpai pada masyarakat modern, di mana para anggotanya kurang/tidak saling mengenal satu sama lain dan tidak mempunyaihubungan langsung.

Sebagaimana ciri masyarakat perkotaan yang di dalamnya terdapat berbagai kebudayaan, suku bangsa, kompleksitas sektor usaha dan berbagai jenis perjuangan yang menunjuk kepada kepentingan individu. Luasnya interaksi, hubungan social serta berbagai perbedaan lapangan kerja antar individu dan kelompok merupakan ciri utamadari kehidupan masyarakat dalam pengertian society. Dalam hal ini Dirdjosisworo (1985) menyebutnya sebagai masyarakat majemuk, yaitu masyarakat komplek yang mempunyai ciri yang berkaitan dengan luasnya hubungan, baik mengenai aspek ekonomi, budaya dan politik. Ciri-ciri masyarakat


(51)

majemuk ini menurut Dirdjosisworo banyak ditemukan pada kehidupan masyarakatkota, yaitu:

1. Warga masyarakat kota relatif lebih besar dari penduduk masyarakat desa.

2. Komunikasi intim kurang atau telah banyak memudar. Banyak diterapkan komunikasi dan teknologi elektronika dan sarana komunikasi lain untukmengatasi kurang intimnya pergaulan dilakukan melelui lembaga-lembaga atauinstitusi seperti lembaga RT, RW.

3. Interest kepada materi telah mewarnai watak warga kota yang relatif individualistis dan materialistis.

4. Diferensiasi kerja dan profesi relatif jauh lebih banyak dan bervariasi lebihluas.

5. Profesi dan mata pencaharian beraneka ragam, industri merupakan ciri menonjol yang tidak ditemukan pada masyarakat perdesaan.

6. Kota merupakan pusat pemerintahan dan lembaga pendidikan tinggi serta pusat transformasi serta memberi warna budaya dan perubahan sosial yang relatif cepat.

Sementara itu, banyak ahli yang berpendapat beragam mengenai definisi dari masyarakat. Berikut adalah beberapa pendapat sosiologi seperti yang dikutip Soerjono Soekantodalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” :

a. Mac Iver dan Page, yang mengatakan bahwa: "Masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata-cara, dari wewenang dan kerjasama antar berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku


(52)

38

serta kebebasan – kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah".

b. Ralph Linton: "Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas". c. Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang

yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. (Soekanto, 1982:25-26)

Soleman B. Taneko (1984) berpendapat secara sosiologis masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Ringkasnya, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut sebagai sistem kemasyarakatan.

2.1.6.2 Unsur – unsur Masyarakat

Dalam buku “Sosiologi Suatu Pengantar”, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak atau pun angka yang pasti untuk menentukan beberapa


(53)

jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritas, angka minimnya adalah dua orang.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. (Soerjono, 1982:26-27)

Dari keempat unsur tersebut, maka dapat diketahui bahwa masyarakat sebagai obyek studi Sosiologi, secara makro mencakup segala aktivitas yang menyangkut hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, maka banyak definisi masyarakat yang pernah dipaparkan oleh para ahli terhadap istilah masyarakat, relatif sama dengan definisi-definisi sosiologi. Jadi, pada dasarnya definisi masyarakat dan sosiologi mempunyai kandungan yang sama tentang aspek-aspek sosial kemasyarakat. Ada beberapa persyaratan


(54)

40

yang harus dipenuhi sekelompok manusia baru bisa disebut sebagai masyarakat, yaitu:

1. Ada sekelompok manusia yang mempunyai pertalian, baik secara batiniah maupun lahiriah.

2. Adanya dinamika hubungan secara timbal balik diantara anggota kelompok.

3. Adanya pedoman bersikap dan bertindak, yaitu nilai-nilai dan norma-norma.

4. Kehidupan kelompok berlangsung cukup lama pada daerah yang sama (satu daerah tempat tinggal).

5. Terdapat dan tumbuhnya perasaan kelompok. 6. Terdapat adaptasi kehendak (hasrat, cita-cita).

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran adalah sebuah alur pikir peneliti sebagai dasar – dasar pemikiran untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Peneliti mencoba menguraikan masalah pokok penelitian dengan menggabungkan teori dengan masalah yang akan diangkat dan diteliti dalam penelitian ini.

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui, menguraikan, mendeskripsikan serta menganalisa bagaimana gaya komunikasi non verbal

Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung. Dalam hal ini berdasarkan paradigma


(55)

peneliti, permasalahan yang diteliti terkait “Silver Man” yang berdasar pada arahan mengenai gaya komunikasi non verbalnya. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus penelitian terkait masalah yang diteliti adalah gaya komunikasi non verbal yang dilihat dari sub fokus yakni suasana komunikasi, unsur pernyataan diri serta gerakan tubuh.

Gaya komunikasi merupakan suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi. (Soemirat, Ardianto, Suminar)6

Gaya komunikasi juga dapat dipandang sebagai meta – messages yang mengkontekstualisasikan bagaimana pesan – pesan verbal diakui dan diinterpretasi (communication styles can also be viewed as a meta – messages which contextualizes how verbal messages should be acknowledged and interpreted) (Gudykunst & Ting – Toomey, 1988). Definisi ini menjelaskan mengapa seseorang berkomunikasi, tidak lain berkomunikasi sebagai upaya untuk merefleksikan identitas pribadinya yang dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap identitas ini. (Liliweri, 2011:309)

Sementara berdasarkan 10 tipe dasar gaya komunikasi individual yang dikemukakan Norton (1983) dalam Liliweri (2011:309-310) mendefinisikan

6

Dikutip dari http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/HOT/HOT060202/HOT06020205.pdf pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 12:24


(56)

42

gaya komunikasi non verbal atau animated style sebagai gaya dimana seseorang lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal. Hal ini tentunya senada dengan apa yang dilakukan dan dipraktekkan “Silver Man” komunitas silver peduli dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat untuk yatim piatu sehingga disebut juga gaya komunikasi non verbal.

Unsur – unsur non verbal yang dilihat pada gaya komunikasi non verbal “Silver Man” komunitas silver peduli ini dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh Barker dan Collins (1983). Keduanya telah mengidentifikasikan 18 unsur komunikasi non verbal yang secara jelas memisahkan dengan komunikasi verbal. (Liliweri,1994:107)

Kedelapan belas unsur komunikasi non verbal yang diungkapkan Larry Barker dan Nancy Collins dalam Liliweri (1994) yang dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal verbal adalah sebagai berikut :

1) Suasana komunikasi - Ruang/space

- Suhu, cahaya, warna

2) Unsur – unsur pernyataan diri - Pakaian

- Sentuhan/perabaan - Waktu


(57)

3) Gerakan tubuh

- Bentuk – bentuk gerakan tubuh - Kontak mata

- Ekspresi wajah

- Gerakan anggota tubuh - Penggunaan gerakan tubuh 4) Unsur paralinguistik

- Karakteristik suara

- Gangguan suara. (Liliweri,1994:113-114)

Mengingat fokus dari penelitian ini yakni gaya komunikasi non verbal Silver Man” Komunitas Silver Peduli yang pada aktivitasnya tidak melakukan komunikasi secara verbal melainkan non verbal, maka unsur paralinguistik dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal tidak diikutsertakan peneliti ke dalam kerangka pemikiran serta unsur sentuhan/perabaan dalam dimensi unsur pernyataan diri lantaran jarangnya terjadi unsur ini dalam aktivitas mereka ketika berinteraksi dengan masyarakat.

Selain itu, guna menghindari terjadinya tumpang tindih pada hasil penelitian, maka unsur bentuk – bentuk gerakan tubuh serta penggunaan gerak tubuh pada dimensi gerakan tubuh dikombinasikan dan tergabung dalam unsur gerakan anggota tubuh. Berikut adalah penjelasan mengenai dimensi – dimensi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh Barker dan Collins (1983, dalam Liliweri,1994:116-155).


(1)

262  DATA PRIBADI

Nama : Dwi Suci Amalia

Nama Panggilan : Dwi atau Ucie

Tempat, Tanggal Lahir : Manado, 01 Maret 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Telepon : 0852 6425 7606

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Muhamad Nurdin

Pekerjaan : Pensiunan BUMN

Nama Ibu : Sumiaty Canon

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orang Tua : Jln. Desa Cipadung, Gg. Nursiam No. 45 RT 01 / RW 08 Cibiru, Bandung, Jawa Barat Motto : Enjoy Every Second In Your Life

e-mail : dwichie.madridizta@gmail.com


(2)

PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-2013

Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Berijazah

2. 2006-2009 SMA Negeri 5 Tasikmalaya Berijazah

3. 2003-2006 SMP Negeri 9 Batam Berijazah

4. 1997-2003 SD Negeri 006 Batam Berijazah

5. 1996-1997 TK Poetra III Manado Berijazah

PENDIDIKAN NON FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2006 Kursus Komputer Microsoft Office

Professional Bersertifikat

2. 2007 Pesantren Kilat Ramadhan 1428 H,

Masjid Agung Tasikmalaya Bersertifikat 3. 2008 Pesantren Kilat Ramadhan 1429 H,

SMA Negeri 5 Tasikmalaya Bersertifikat

PENGALAMAN ORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2006 Anggota Bidang 1 Kerohanian OSIS

SMA Negeri 5 Batam -

2. 2007-2008 Anggota Komisi D DPK SMA Negeri

5 Tasikmalaya Bersertifikat

3. 2007-2008 Anggota Campus English Club SMA

Negeri 5 Tasikmalaya -

4. 2009-2010 Anggota (Calon Kru) Pers Kampus

BIRAMA UNIKOM -

5. 2010-2011 Reporter (Kru) Pers Kampus

BIRAMA UNIKOM -

6. 2010-2011

Anggota Div. Penerbitan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

7. 2011-2012 Sekretaris Pers Kampus BIRAMA

UNIKOM -

8. 2011-2012

Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM


(3)

PENGALAMAN KEGIATAN

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009

Sie. Konsumsi Workshop Pembuatan Program TV BIRAMA UNIKOM kerjasama dengan Zahwa Production

-

2. 2010 Sie Konsumsi Study Tour Museum

Pancasila -

3. 2010

Sie Humas Lomba Baca Pusi dan Karikatur antar SMA Se – Bandung Raya oleh BIRAMA UNIKOM

-

4. 2011

Koordinator Pos 12 Gerakan Ambil Sampah (GAS) sepanjang Jln. Dipati Ukur Bandung kerjasama dengan Pemerintah Kota Bandung

-

5. 2011

Bendahara II Turnamen Futsal

Communication Cup 3 “Spirit and Integration of Our Communication

HIMA IK & PR UNIKOM Periode 2010-2011

Bersertifikat

6. 2011

Sie Dokumentasi Perayaan Paskah “Kasihnya Tak Mungkin Gagal” HIMA IK & PR UNIKOM Periode 2010-2011

Bersertifikat

7. 2011

Bendahara II Study Tour Media Massa 2011 oleh Prodi Ilmu Komunikasi &

Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

8. 2011

Sekretaris I Sarasehan Fotografi bersama Yusuf Ahmad (Fotografer Reuters) “Shutter” HIMA IK & PR UNIKOM Periode 2010-2011

Bersertifikat

9. 2011

Sie Konsumsi Sosialisasi Buku Pedoman Skripsi dan Pelaksanaan Sidang FISIP UNIKOM

Bersertifikat

10. 2011

Sie. Konsumsi Mentoring Agama Islam “Islam dan Moralitas

Pembangunan” Prodi Ilmu

Komunikasi & Public Relations

UNIKOM

Bersertifikat

11. 2012

Penanggung Jawab Pelatihan Kepemimpinan (Leadership) “Leadership is Fondation of

Organization” HIMA IK & PR

UNIKOM Periode 2011-2012

Bersertifikat

12. 2012 Sie Konsumsi Bedah Buku “Handbook


(4)

How to be a Good Writer” Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM dan HIMA IK & PR UNIKOM Periode 2011-2012

kerjasama dengan Mahasiswa Program Pascasarjana UNPAD Bandung

13. 2012

Penanggung Jawab Turnamen Futsal

Communication Cup 4 “The Best Will be The Winner” HIMA IK & PR UNIKOM Periode 2011-2012

Bersertifikat

14. 2012

Penanggung Jawab Open House

UNIKOM 2012 HIMA IK & PR Periode 2011 – 2012 Kerjasama Dengan BEM UNIKOM

Bersertifikat

15. 2012

Penanggung Jawab Workshop

Sinematografi “Communi(a)ction” HIMA IK & PR Periode 2011 - 2012

Bersertifikat

16. 2012

Sie. Mobilisasi Seminar Pilgub Jabar 2013 “Harapan Rakyat Jawa Barat” Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kerjasama Dengan PRFM News Channel

Bersertifikat

PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009

Peserta Workshop “Pembuatan Program TV” BIRAMA UNIKOM kerjasama dengan Zahwa Production

Bersertifikat

2. 2010 Peserta Table Manner Course Banana

– Inn Hotel & Spa Bandung Bersertifikat

3. 2010

Peserta Mentoring Agama Islam Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM kerjasama dengan LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

4. 2010

Peserta Pelatihan Public Speaking

Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

5. 2010

Peserta Seminar Fotografi, Lomba Foto Essay dan Apresiasi Seni

“Teknik dan Bahasa Foto” HIMA IK

& PR UNIKOM Periode 2010-2011

Bersertifikat

6. 2010

Peserta Seminar BudayaPreneurship “Mengangkat Budaya Bangsa Melalui


(5)

Inkubator Bisnis (PIB) Mahasiswa UNIKOM

7. 2011

Peserta Orientasi Pelatihan Jurnalistik (OPJ)“Menumbuhkan Profesionalisme Insan Pers” HIMA Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Bersertifikat

8. 2011

Peserta Muslimah Exhibition 2011 Saatnya Mahasiswi Bicara Politik “Islam, Women, and Politic : Membangun Tren Baru Kontribusi Politik Perempuan” LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

9. 2011

Peserta Study Tour Media Massa 2011 oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

10. 2011

Peserta Public Speaking Seminar

Building Confidence in Delivering Public Speech” HIMA Sastra Inggris

UNIKOM

Bersertifikat

11. 2012

Peserta WorkshopEntrepreneurial Journalism IMIKI Cabang Bandung kerjasama dengan UNISBA

Bersertifikat

12. 2012

Peserta Seminar “Menggairahkan Penelitian Bertema Gender Dalam Kajian Komunikasi” Forum Peneliti Muda (FPM) FIKOM UNPAD

Bersertifikat

13. 2012

Peserta Seminar Hari Pers Nasional “Reorientasi Peran Media Massa” HIMA Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Bersertifikat

14. 2012

Peserta Workshop & Kompetisi News AnchorJournalight “Pekan

Komunikasi 2012 UI” HIMA Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Depok

Bersertifikat

15. 2012

Peserta Workshop SCTV Goes To Campus 2012 “Liputan 6 In New Media” 8-9 Maret 2012, Universitas Padjajaran Bandung

Bersertifikat

16. 2012

Peserta Seminar Akademi Indosiar 2012 “Sukses Berkarir Di Dunia Televisi” 26 April 2012, Universitas Padjajaran Bandung

Bersertifikat

17. 2012

Peserta Kampanye United Nations For

You “UN4U” 9 Oktober 2012, Institut

Teknologi Bandung


(6)

18. 2013

Peserta Workshop Hardware

“Pelatihan Membuat Toko Online” 25 Juni 2013, Universitas Komputer Indonesia

Bersertifikat

PENGALAMAN KERJA

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2012 Praktek Kerja Lapangan di Divisi

News PJTV Bandung - 2. 2012 Sekretaris Redaksi di Divisi News

PJTV Bandung -

Bandung, Juli 2013 Hormat Saya