Skripsi Jurnal Internet Searching

Suyatna, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Syani, Abdul. 1987. Sosiologi, Kelompok, dan Masalah Sosial. Jakarta : Fajar Agung. Taneko, Soleman B. 1984. Struktur dan Proses Sosial : Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta : CV Rajawali. Wibowo, dkk. 2011. Psikologi Komunitas. Depok : LPSP3 UI.

B. Skripsi

Indratmoko, Yudha Febriandhi. 2006. Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung. Bandung : UNISBA. Nurlaela. 2007. Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen Arvin Zaenullah Dengan Penyanyi PSM Unpad. Bandung : UNISBA Wijianti, Retno. 2012. Gaya Komunikasi Penggunaan BBM -Blackberry Messenger- Studi Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya : IAIN Sunan Ampel.

C. Jurnal

Martin, Anne-Marie, dkk. 2010. Non Verbal Communication Between Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature Komunikasi Non Verbal Antara Perawat dan Orang dengan Kecacatan Intelektual : Sebuah Tinjauan Dari Literatur. Irlandia : St. Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick dan University of Limerick.

D. Penelusuran Data Online

Diakses pada Rabu 20 Maret 2013, pukul 20:47 WIB  http:xa.yimg.comkqgroups229992041713648536nameto Diakses pada Rabu 27 Maret 2013, pukul 20:04 WIB  http:jid.sagepub.comcontent144303.full.pdf+html Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 12:27 WIB  http:puslit.petra.ac.idfilespublishedjournalsHOTHOT060202HO T06020205.pdf Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 13:02 WIB  http:digilib.sunan- ampel.ac.idgdl.php?mod=browseop=readid=jiptiain--retnowijia- 10268 Diakses pada Minggu 12 Mei 2013, pukul 20:04 WIB  http:teddyandreas.blogspot.com201101simpati-sosial.html 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

“Silver Man” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti manusia perak ini mulai santer terdengar dan terlihat di Kota Bandung sejak awal 2012 lalu. Para manusia perak ini kerap berkeliaran di beberapa persimpangan jalan – jalan protokol maupun pusat – pusat keramaian di Kota Bandung. Berbekal tampilan serba perak dan kardus yang bertuliskan “Peduli Yatim Piatu”, mereka menghampiri satu persatu masyarakat yang melintas di sekitar kawasan “pangkalan” mereka guna menghimpun dana sumbangan bagi para yatim piatu. Kehadiran manusia serba perak yang acapkali disebut dan terkenal dengan panggilan “Silver Man” ini ternyata cukup menarik perhatian masyarakat di Kota Bandung baik itu warga Bandung sendiri hingga wisatawan lokal maupun mancanegara yang tengah mencicipi manisnya kota kembang. Tak heran banyak masyarakat terutama wisatawan yang tengah berkunjung ke parisnya jawa ini menaruh atensi kepada “Silver Man” meski hanya sekedar memperhatikan sejenak. Sebutan “Silver Man” bagi mereka yang berpakaian serba perak ini dengan sendirinya berkembang di tengah masyarakat. Ini dimungkinkan lantaran tampilan kostum serba perak yang mereka kenakan dan kecenderungan masyarakat di daerah perkotaan untuk menggunakan bahasa asing yakni bahasa inggris sehingga 2 penyebutannya pun menggunakan istilah “Silver Man”. Tak hanya itu, penyebutan istilah ini oleh beberapa media pada pemberitaan terkait keberadaan mereka semakin mempopulerkan dan melabelkan mereka dengan istilah “Silver Man ”. Tertujunya atensi masyarakat akan para “Silver Man” ini tak terlepas dari tampilan dengan kostum serba perak yang menjadi ciri khasnya. Mereka tak segan melumuri tubuhnya menggunakan cat berwarna perak dari ujung rambut hingga ujung kaki serta menggunakan pakaian guna menutupi sebagian tubuh mereka dengan warna senada. Hampir setiap harinya mereka hadir di persimpangan jalan – jalan protokol di kota Bandung yang dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata kota yang bergelar Parijs Van Java ini maupun kawasan tujuan wisata itu sendiri seperti halnya Pusat Jajanan Ternama di Bandung yakni Kartika Sari Dago yang terletak di jalan Ir. H. Juanda yang juga berdekatan dengan persimpangan Dago – Cikapayang yang menjadi salah satu landmark Kota Bandung dengan spot D.A.G.O nya. Kawasan lain yang juga menjadi lokasi “mangkal” para manusia perak ini yakni di persimpangan – persimpangan yang terletak di bawah fly over Pasopati dari mulai persimpangan Dago – Cikapayang, Balubur, Cihampelas hingga Pasteur. Selain itu mereka juga kerap dijumpai di persimpangan Martanegara serta persimpangan Buah Batu yang dekat dengan markas besar mereka. Para “Silver Man” ini muncul bukanlah hanya sekedar mencari sensasi ataupun mencari keuntungan demi kepentingan mereka sendiri. Sesuai dengan 3 yang tertulis pada kardus yang menjadi tempat dana sumbangan yang didapat dari masyarakat yakni “Peduli Yatim Piatu”, mereka terkoordinir dalam suatu wadah kelompok masyarakat yang mempunyai tujuan mulia yakni untuk membantu sesama masyarakat yang lebih membutuhkan yaitu para yatim piatu yang menjadi target dalam visi misi mereka. Kelompok masyarakat ini melabelkan diri mereka dengan nama komunitas silver peduli. Komunitas yang terbentuk dan muncul sejak awal tahun 2012 silam ini memang menarik atensi masyarakat kota kembang maupun yang bersafari ke kota ini. Gambar 1.1 “Silver Man” Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2013 Dengan mengusung semboyan “Berawal dari meminta, lalu memberi”, mereka beraksi di beberapa lokasi di kota Bandung guna menghimpun dana bagi para yatim piatu yang belum terjamah oleh jaminan sosial dari pemerintah. 4 Alasannya pun sederhana, sebagai makhluk sosial tak ada salahnya untuk membantu sesama dengan berbagai upaya maupun cara selagi bisa dilakukan. Hal tersebut juga sebagai salah satu aksi kritikal terhadap pemerintah yang terkadang memberikan perhatian berupa bantuan tidak tepat sasaran. Namun, aksi mereka ini bukanlah tindakan untuk menentang pemerintah yang tengah berkuasa. Gerakan meminta lalu memberi yang mereka lakukan semata hanya untuk misi kemanusiaan yakni membantu sesama yang membutuhkan yang dalam hal ini adalah yatim piatu. Ini ditegaskan Dodi Ketua Komunitas Silver Peduli pada saat wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti awal Maret lalu. “Bukan berarti kita menentang pemerintah. Bukan sih. Kita hanya kritis aja terhadap pemerintah. Toh kita yang di jalanan bisa. Kenapa mereka yang sudah jelas ada anggarannya gak bisa sampai? Itu aja .” 1 Dodi, 2013 Kehadiran mereka pun sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut ketua komunitas ini, sejak dirinya masih menjadi ketua karang taruna kelurahan Pasirluyu para “Silver Man” ini kerap muncul pada acara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Awalnya pun bukan berwarna perak seperti sekarang ini. Mereka mencoba melumuri tubuh dengan berbagai warna seperti emas, biru, hijau dan berbagai warna lainnya. Partisipannya pun bukan hanya warga sekitar melainkan pula mahasiswa – mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia STSI Bandung yang tak hanya meramaikan jalannya acara peringatan 17an tetapi juga membawa visi misi 1 Wawancara Pra Penelitian, 5 Maret 2013 5 sebagai bentuk apresiasi karya seni dari pertunjukkan yang mereka lakukan dengan berkostum berbagai warna tersebut. Namun ternyata penggunaan warna cat selain perak menghasilkan efek negatif pada tubuh mereka. Hingga akhirnya pada perhelatan peringatan kemerdekaan RI selanjutnya, mereka memilih warna perak sebagai warna kostum untuk pertunjukkan peringatan kemerdekaan RI. Alasannya menurut mereka, pemilihan warna silver lantaran cat berjenis body painting yang digunakan ini dirasa cukup aman bagi tubuh karena tak menimbulkan efek samping seperti gatal – gatal dibandingkan warna cat body painting lainnya. Disinilah awal mula kemunculan para “Silver Man” hingga terkenal seperti sekarang ini. Berangkat dari kedekatan personal dan kesamaan visi misi serta tujuan untuk membantu sesama khususnya yatim piatu yang belum tersentuh perhatian pemerintah, mereka akhirnya bersatu dalam wadah Komunitas Silver Peduli. Operasi penghimpunan dananya yang dilakukan “Silver Man” mengharuskan mereka tampil dengan “kemasan” yang unik dan menarik yang menjadi ciri khas mereka yakni dengan kostum serba perak hingga tak pernah luput dari pandangan masyarakat atau pengguna jalan yang tengah melintas di beberapa persimpangan tempat mereka kerap mangkal maupun di beberapa pusat keramaian kota Bandung lainnya. Dalam rangka mencuri perhatian masyarakat inilah, para “Silver Man” yang tengah bertugas mempraktekkan beberapa gerakan – gerakan layaknya robot. Mereka berjalan dan menyodorkan kardus yang telah ditempelkan kertas yang 6 bertuliskan identitas serta semboyan mereka berikut lokasi markas mereka kepada masyarakat yang tengah berhenti di beberapa persimpangan maupun di beberapa pusat – pusat keramaian kota Bandung dengan gerakan – gerakan yang kaku serta tanpa berkata – kata. Bisa jadi gerakan – gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata ini dipengaruhi oleh pemilihan warna perak atau silver layaknya besi yang secara tak langsung mempersepsikan layaknya sebuah robot. Namun, terlepas dari hubungan antara pemilihan warna perak dengan gerakan kaku serta diam tanpa berkata – kata yang dilakukan anggota komunitas ini yang kerap disapa “Silver Man” merupakan suatu bentuk komunikasi yang menarik untuk diteliti dan dikaji. Gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dimunculkan para manusia perak ini guna menarik atensi dan simpati masyarakat bukanlah sekedar gaya ataupun aksi diam yang tak memiliki makna ataupun arti tersendiri. Hal tersebut adalah bentuk komunikasi yang secara kasat mata tak disadari keberadaannya. Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Verbal dan Non Verbal” menuturkan bahwa para ahli komunikasi berpendapat bahwa jika seseorang diam, diamnya merupakan satu bentuk komunikasi antar pribadi. Adapun pendapatnya mengenai diam adalah sebagai berikut : “Diam sama kuatnya dengan pesan – pesan verbal yang diucapkan dalam kata – kata. Dengan berdiam diri maka anda telah berkomunikasi secara non verbal. Terkadang mungkin tanpa suara, tanpa kata atau mungkin dengan suara bernada tinggi maupun rendah, dengan gerakan tubuhanggota tubuh, anda tetap melakukan komunikasi non verbal. Meskipun anda berdiam diri, namun pernyataan wajah anda pun bisa menunjukkan komunikasi antar pribadi dan memberikan pesan dengan makna tertentu terhadap orang lain” Liliweri,1994:88 7 Gerakan kaku layaknya robot ataupun diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun termasuk ke dalam kategori komunikasi non verbal dalam proses penarikan simpati dari masyarakat untuk menyumbang yang dilakukan “Silver Man”. Tanpa berinteraksi menggunakan bahasa verbal kepada masyarakat yang akan menyumbang, merupakan suatu bentuk komunikasi. Komunikasi non verbal sendiri dapat dipahami sebagai kegiatan yang dilakukan anggota tubuh yang tanpa disadari memancarkan makna untuk dimengerti oleh orang lain. Segala apapun yang ada di tubuh kita berpotensi melahirkan komunikasi non verbal. Termasuk didalamnya pakaian yang kita kenakan. Judee K. Burgoon dan Thomas J. Seine 1978 dalam bukunya “The Unspoken Dialoque : An Introduction to Nonverbal Communication ” yang dikutip oleh Sendjaja dalam bukunya yang bertajuk “Pengantar Ilmu Komunikasi” mendefinisikan komunikasi non verbal sebagai berikut : “Komunikasi nonverbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara umum sengaja dikirimkan dan diintrepretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik feed back dari yang menerimanya”. Sendjaja, 2004:6.4 Adapun definisi lain menurut Malandro dan Baker dalam Daryanto 2011 yakni : “Komunikasi non verbal adalah suatu mengenai ekspresi, wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku mata, dan lain - lain”. Daryanto, 2011:105 Dari kedua pengertian terkait komunikasi non verbal di atas, kian memperjelas bahwa gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dilakukan “Silver Man” adalah komunikasi non verbal yang merupakan bentuk komunikasi. Dari bentuk – bentuk komunikasi non verbal yang mereka perlihatkan inilah yang menjadi ciri 8 khas tersendiri mereka sehingga kemudian dapat diidentifikasi sebagai gaya komunikasi non verbal mereka yang menjadi fokus pada penelitian ini untuk dikaji. Gaya komunikasi sendiri didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim sender dan harapan dari penerima receiver. 2 Dari definisi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa gerakan diam tanpa berkata – kata yang dilakukan “Silver Man” saat tengah berhadapan dengan masyarakat yang akan menyumbang dimaksudkan pula untuk mendapatkan respon yang positif tentunya dari masyarakat calon penyumbang di persimpangan jalan raya serta memperlihatkan kesan positif di mata masyarakat. Gaya komunikasi yang ditunjukkan oleh “Silver Man” saat tengah bertugas erat kaitannya dengan komunikasi non verbal yang termasuk ke dalam tipe gaya animated seperti yang diungkapkan Norton 1983, dalam Liliweri, 2011:310 dimana tipe gaya komunikasi ini lebih didominasi oleh komunikasi non verbal yang secara potensial terjadi pada setiap gerak – gerik dan segala yang ada dalam tubuh mereka sehingga bisa juga disebut dengan gaya komunikasi non verbal. 2 Dikutip dari http:xa.yimg.comkqgroups229992041713648536nameto pada hari Rabu, 20 Maret 2013 pukul 21:07 9 Seperti halnya “kostum” serba perak yang mereka kenakan guna menarik perhatian. Gaya komunikasi non verbal yang disadari atau tidak terjadi menarik untuk diteliti. Terlebih sejak awal kemunculannya, “Silver Man” yang tergabung dalam komunitas silver peduli ini cukup mencuri perhatian masyarakat. Tidak hanya warga Bandung saja tetapi wisatawan yang berkunjung ke Bandung baik lokal maupun mancanegara cukup menaruh atensi pada mereka. Fenomena inilah yang coba diangkat dan dikaji peneliti ke dalam penelitian ini dengan menitikberatkan pada bentuk komunikasi yang terjadi pada proses interaksi antara anggota komunitas silver peduli yang familiar dengan sebutan “Silver Man” atau manusia perak ini dengan masyarakat calon penyumbang. Fenomena yang menarik untuk diketahui lebih mendalam mengingat ini adalah hal baru yang terjadi di masyarakat. Terlebih gaya komunikasi non verbal yang dipraktekkan para “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ini menjadi kajian komunikasi yang dirasa perlu oleh peneliti untuk diketahui, diteliti serta dikaji yang telah menjadi ciri khas mereka dalam rangka menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian terkait latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan pokok masalah yang diteliti sebagai berikut yang terbagi ke dalam pertanyaan makro umum serta pertanyaan mikro khusus. 10

1.2.1 Pertanyaan Makro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang diteliti oleh peneliti yaitu : “Bagaimana Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Adapun rumusan masalah mikro terkait masalah yang diteliti oleh peneliti yaitu : 1. Bagaimana Suasana Komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung? 2. Bagaimana Unsur Pernyataan Diri “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung? 3. Bagaimana Gerakan Tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya komunikasi non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli yang dilihat melalui dimensi – dimensi komunikasi non verbal . 11

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan tujuan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui suasana komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui unsur pernyataan diri “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui gerakan tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Didasari pada aspek teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya mengenai gaya komunikasi non verbal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini tidak hanya pada aspek teoritis saja tetapi juga pada kegunaan praktisnya yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah pada objek yang diteliti, yaitu :

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini selain sebagai prasyarat guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu komunikasi, diharapkan pula dapat berguna dan menambah pengalaman serta pengetahuan. Selain itu penelitian ini 12 merupakan bentuk pengaplikasian kajian keilmuan yaitu ilmu komunikasi khususnya mengenai kajian gaya komunikasi non verbal.

1.4.2.2 Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih informasi serta dijadikan literatur tentang kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai gaya komunikasi non verbal yang diteliti bagi universitas, program studi, dan mahasiswa – mahasiswa ilmu komunikasi baik yang sedang ataupun akan meneliti kajian yang sama.

1.4.2.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran serta informasi baru bagi masyarakat terkait kehadiran, keberadaan, tujuan serta visi dan misi dari “Silver Man” yang tergabung dalam komunitas silver peduli serta gaya komunikasi non verbal yang menjadi ciri khas mereka.

1.4.2.4 Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan selain memberikan sumbangsih informasi bagi pemerintah terkait perkumpulan masyarakat yang tergabung dalam sebuah komunitas yang memiliki visi dan misi untuk berkontribusi membangun lingkungan sekitarnya namun tetap berada pada koridor yang telah ditetapkan pemerintah dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku. 13

1.4.2.5 Bagi Komunitas Silver Peduli

Diharapkan penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi bagi para “Silver Man” yang merupakan anggota komunitas silver peduli serta dapat memberikan informasi bagi mereka terkait persepsi dan tanggapan masyarakat mengenai keberadaan mereka. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Penelitian Terdahulu Sebagaimana yang telah dijabarkan pada bab maupun sub bab sebelumnya bahwa judul dari penelitian ini adalah Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung dengan fokus penelitian yang akan dikaji yakni gaya komunikasi non verbal. Berpedoman pada judul penelitian tersebut, maka peneliti melakukan studi pendahuluan berupa peninjauan terhadap penelitian sejenis yang mengkaji hal yang sama ataupun serupa serta relevan dengan kajian yang diteliti oleh peneliti. Mengingat belum banyaknya penelitian yang mengkaji perihal gaya komunikasi non verbal, maka peneliti mencari referensi berupa penelitian – penelitian relevan yang mengkaji tentang gaya komunikasi maupun komunikasi non verbal. Adapun ringkasan penelitian – penelitian relevan yang dijadikan sumber referensi terkait kajian dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Aspek Nama Peneliti Retno Wijianti Yudha Febriandhi Indratmoko Nurlaela Anne – Marie Martin, dkk Universitas Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Universitas Islam Bandung Universitas Islam Bandung St. Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick Irlandia dan University of Limerick Irlandia Judul Penelitian Gaya Komunikasi Penggunaan BBM - Blackberry Messenger- Studi Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya. 1 Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen Arvin Zeinullah Dengan Penyanyi PSM Unpad . Non Verbal Communication Between Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature Komunikasi Non Verbal Antara Perawat dan Orang dengan Kecacatan Intelektual : Sebuah Tinjauan Dari Literatur 2 Jenis Penelitian Kualitatif Kualitatif dengan metode studi kasus Kualitatif dengan metode studi fenomenologi Kualitatif Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana Gaya berkomunikasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Untuk mendeskripsikan dan mengetahui pendekatan komunikasi, teknik komunikasi, komunikasi yang dilakukan dalam situasi formal maupun informal Untuk mengetahui bagaimana pesan gestural melalui kontak mata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh antara dirigen Untuk mengetahui komunikasi non verbal antara perawat dan orang dengan kecacatan intelektual, mengkritisi sumber 1 Diunduh dari http:digilib.sunan-ampel.ac.idgdl.php?mod=browseop=readid=jiptiain--retnowijia-10268 pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 13:02 WIB 2 Diunduh dari http:jid.sagepub.comcontent144303.full.pdf+html, pada hari Rabu, tanggal 27 Maret 2013, Pukul 20:04 WIB Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan sesama pengguna BBM Blackberry Messenger . serta bentuk komunikasi yang sering dilakukan pimpinan di kesekretariatan dalam menumbuhkan motivasi karyawan di DPRD tingkat II Kota Bandung. Arvin Zaenullah dengan penyanyi PSM Unpad. literatur yang relevan dengan kajian tersebut serta untuk menghadirkan tinjauan secara kritis dan rinci mengenai topik umum yang didiskusikan dari literatur tersebut. Hasil Penelitian Pengguna BBM Blackberry Messenger berkomunikasi dengan gaya melalui simbol cara bahasa khas yang mana sesama pengguna BBM Blackberry Messenger. Hal tersebut terlihat pada objek penelitian ini yang memperlihatkan gaya komunikasi lebih banyak menggunakan simbol- simbol bahasa seperti` simbol musik. Auto Text, Animasi, Fancy Smiley, menjadi ciri khas yang unik serta lucu. Gaya komunikasi yang dilakukan para pimpinan di kesekreariatan DPRD tingkat II kota Bandung baik dari pendekatan komunikasi, teknik komunikasi, komunikasi pada situasi formal dan informal serta bentuk komunikasi yang dilakukan berjalan baik. Akan tetapi, dalam hal memotivasi karyawan dirasa kurang. Kontak mata antara dirigen dan penyanyi mempunyai pengaruh besar. Kontak mata yang terjadi tak boleh putus karena akan mengganggu jalannya pertunjukan. Ekspresi wajah dan gerakan tubuh sebagai perantara untuk menunjukkan emosional dirigen serta petunjuk - petunjuk agar dapat dimengerti penyanyi pada saat pertunjukkan. Antara perawat maupun orang pasien yang memiliki kecacatan intelektual dapat saling memahami dengan baik pada proses komunikasi non verbal dibanding dengan yang tidak. Simbol – simbol non verbal dapat dimaknai dengan mudah antarsesama mereka dan bergantung pada komunikasi non verbal pada proses komunikasi. Sumber : Data Peneliti, April 2013 2.1.2 Tinjauan Tentang Gaya Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Gaya Komunikasi Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim sender dan harapan dari penerima receiver. 3 Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi. Soemirat, Ardianto, dan Suminar, 1999 4 Raynes 2001 dalam Liliweri 2011:309 mendefinisikan gaya komunikasi adalah sebagai berikut : “Gaya komunikasi dapat dipandang sebagai campuran unsur – unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesan – pesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan dalam kata – kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini termasuk nada, volume at as semua pesan yang diucapkan.” 3 Dikutip dari http:xa.yimg.comkqgroups229992041713648536nameto pada hari Rabu, tanggal 20 Maret 2013, pukul 21:07 WIB 4 Dikutip dari http:puslit.petra.ac.idfilespublishedjournalsHOTHOT060202HOT06020205.pdf pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 12:24 WIB Gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri atau model, tata cara, dan cara berekspresi dalam berkomunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi, ia tidak hanya memberikan informasi namun kita juga menyajikan informasi dalam bentuk tertentu kepada orang lain dan bagaimana memahami serta menanggapi suatu pesan. Sementara Norton 1983 dan Kirtley Weaver 1999 dalam buku “Komunikasi Serba Ada dan Serba Makna” Alo Liliweri, mengemukakan bahwa : “Gaya komunikasi adalah proses kognitif yang mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang lain. ” Liliweri, 2011:309 Manusia berkomunikasi dengan sekurang-kurangnya tiga gaya meskipun secara aktual setiap orang bisa saja mempunyai hampir 1.000 gaya komunikasi yang berbeda, tetapi semua komunikasi selalu dilakukan secara: 1 visual; 2 auditorium; dan 3 kinesika. Berarti setiap individu memiliki variasi preferensi gaya komunikasi dengan orang lain yang dalam prakteknya manusia tidak hanya mengandalkan satu gaya komunikasi tetapi lebih dari satu. Manusia mengombinasikan beberapa gaya komunikasi meskipun ada satu atau dua gaya komunikasi yang paling dominan. Gaya komunikasi ini dapat dilihat dan terasa dalam beberapa konsep sebagai berikut : 1. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut visual person maka mereka selalu berkomunikasi dengan bantuan gambar, image, dan grafik. Kata- kata seperti “lihatlah”, “pandanglah”, yang ada dalam kosakata mereka dapat berarti “saya melihat apa yang anda katakan,” “saya menggambarkan bahwa di pertemuan ini akan ada diskusi hebat”. 2. Jika anda berjumpa dengan seseorang sebagai seorang auditory person, maka mereka mengunakan suara untuk berkomunikasi. Kata-kata seperti click, hear digunakan untuk menjelaskan I hear you Dan sounds good. Mereka bicara dengan suara yang moderat dan dengan irama tertentu seperti musik. 3. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut kinesthetic person, maka mereka menggunakan perbedaan dan berbuat suatu tindakan untuk berkomunikasi, kata-kata seperti contact dan hold selalu digunakan dan selalu mereka bicara perlahan-lahan. Liliweri, 2011:308-309

2.1.2.2 Tipe Dasar Gaya Komunikasi Norton

1983 dalam Liliweri 2011:309-310 mengklasifikasikan gaya komunikasi individual menjadi sepuluh macam, yakni: a. Dominant style adalah gaya dimana seseorang memegang kontrol pada sebuah situasi sosial. b. Dramatic style adalah gaya dimana seseorang mampu menghidupkan sebuah pembicaraan. c. Contentious style adalah gaya dimana seseorang gemar berargumentasi untuk menantang orang lain. d. Animated style adalah gaya dimana seseorang lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal. e. Impression leaving style adalah gaya dimana seseorang cenderung membuat komunikasi yang mudah diingat dan menimbulkan kesan. f. Relaxed style adalah gaya dimana seseorang tidak mudah menunjukkan sikap yang gegabah dan cenderung santai. g. Attentive style adalah gaya dimana seseorang selalu berempati dan mendengarkan lawan bicaranya dengan seksama. h. Open style adalah gaya dimana seseorang sangat terbuka dalam sebuah pembicaraan, jujur dan cenderung blak-blakan. i. Friendly style adalah gaya dimana seseorang bersikap ramah dan selalu bersikap positif terhadap orang lain. j. Precise style adalah gaya dimana seseorang selalu meminta untuk dihargai dan cenderung mau membicarakan hal-hal yang penting saja. Sewaktu-waktu, seseorang dapat menggunakan open style dan dramatic style. Oleh karenanya, seseorang dapat memilih untuk menggunakan gaya yang berbeda-beda pada saat berinteraksi dengan orang lain. Gaya komunikasi dapat dimodifikasi atau dirubah. Seseorang bisa saja belajar untuk menggabungkan beberapa tipe gaya komunikasi agar perilakunya lebih interaktif. Kemampuan untuk mengubah gaya komunikasi ini adalah kunci untuk peningkatan komunikasi. Dalam praktek komunikasi sehari – hari memang ada banyak gaya berkomunikasi namun hasilnya ada empat yang utama seperti yang dikemukakan Alo Liliweri 2011. Keempat gaya tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Emotive Style Traits, yang menggambarkan gaya komunikasi seseorang yang selalu aktif namun lembut, dia mengambil inisiatif sosial, merangkum orang dengan informal, menyatakan pendapat secara emosional. 2. Director Style Traits, yang menyampaikan pendapatnya sebagai orang sibuk, kadang – kadang mengirimkan informasi tetapi tidak memandang orang lain, yang tampil dengan sikap serius dan suka mengawasi orang lain. 3. Reflective Style Traits, yang suka mengontrol ekspresi emosi mereka, yang menunjukkan pilihan tertentu dan memerintah, cenderung menyatakan pendapat dengan terukur, dan melihat kesulitan yang harus kita ketahui. 4. Supprotive Style Trait, yang diam dan tenang penuh perhatian, melihat orang dengan perhatian penuh, cenderung menghindari kekuasaan, dan dia membuat keputusan dengan pertimbangkan semua pihak. Liliweri, 2011:311 2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Non Verbal Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam Mulyana, 2003:308 menuturkan bahwa : “Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesa potensial bagi pengirim atau penerima”. Definisi tersebut mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Kita mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan – pesan tersebut bermakna bagi orang lain. Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” silent language dan “dimensi tersembunyi” hidden dimension. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.”Mulyana, 2003:309 Senada dengan apa yang diungkapkan T. Hall perihal silent language terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian 1981 didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7 peryataan verbal, 38 bentuk vokal, dan 55 ekspresi wajah. Sendjaja, 2004:6.1 Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson 1976 dalam bukunya “The Functions of Human Communication: A Theoritical Approach ” menawarkan satu definisi tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. Sendjaja, 2004:6.3-6.4. Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad 2002:130 menyebutkan bahwa : “Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal acapkali disebut : komunikasi tanpa kata karena tidak berkata – kata. Liliweri, 1994:89 Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita tidak dapat tidak berkomunikasi; setiap perilaku punya potensi untuk ditafsirkan. Jadi meskipun anda dapat menutup saluran linguistik anda untuk berkomunikasi dengan menolak berbicara atau menulis, anda tidak mungkin menolak berperilaku non verbal. Mulyana, 2003:313

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal Asente

dan Gundykust 1989 dalam Liliweri 1994:97-100 mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan meanings merujuk pada cara interpretasi suatu pesan sedangkan fungsi functions merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis penulis : sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan lain – lain seperti teori sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi. Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness. Yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik komunikator baikburuk, positifnegatif, jauh dekat. Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif hingga ke negatif. Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya. Pendekatan terakhir adalah pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang berada di sekelilingnya. Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu. Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog dengan pemaknaan verbal dari Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas. Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non verbal. Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek – aspek penting yang diperhatikan adalah informasi, keteraturan, pernyataan keintimankeakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal. Dari pemahaman kita tentang hakikat komunikasi non verbal tersebut di atas dapat dirumuskan karakteristik komunikasi non verbal sebagai berikut: 1. Prinsip umum komunikasi antar pribadi adalah manusia tidak dapat menghindari komunikasi. Demikian pun anda tidak mungkin tidak menggunakan pesan non verbal. Itulah prinsip pertama. Diam juga adalah komunikasi. 2. Pernyataan Perasaan dan Emosi Komunikasi non verbal merupakan model utama, bagaimana anda menyatakan perasaan dan emosi. Anda selalu mengkomunikasikan tentang isi dan tugas melalui komunikasi non verbal. Bahasa verbal biasanya mengacu pada pernyataan informasi kognitif, sedangkan non verbal mengacu pada pertukaran perasaan, emosi dengan orang lain dalam proses human relations. 3. Informasi Tentang Isi dan Relasi Komunikasi non verbal selalu meliputi informasi tentang isi dan pesan verbal. Komunikasi non verbal memberi saya suatu tanda bahwa anda memerlukan penjelasan terhadap pesan verbal. Dengan tanda yang sama untuk menjelaskan isis suatu katam dengan tanda yang sama anda dapat menunjukkan keinginan mendapatkan relasi. 4. Reliabilitas Dari Pesan Non Verbal Pesan verbal ternyata dipandang lebih reliable daripada pesan non verbal. Dalam beberapa situasi antar pribadi pesan verbal ternyata tidak reliabel sehingga perlu komunikasi non verbal. 2.1.3.3 Jenis Komunikasi Non Verbal Menurut Anita Taylor, dkk 1983 dalam bukunya yang bertajuk “Communicating” yang dikutip Sendjaja 2004 memberikan gambaran tentang aneka ragam bentuk komunikasi nonverbal. Dari hasil penelitian para psikolog diperkirakan gerak dan mimik wajah manusia mampu menghasilkan lebih dari 20.000 ekspresi yang berlainan. Disamping itu, ada 7.777 isyarat atau gesture yang berbeda dan sejumlah 1.000 sikap yang berbeda pula. Dari jenis dan jumlah yang digambarkan, pembagian tentang komunikasi nonverbal yang diberikan oleh para ahli juga bervariasi. Adapun jenis-jenis komunikasi nonverbal dibagi kedalam lima kelompok, yaitu : 1. Komunikasi Tubuh a. Komunikasi Gestura b. Ekspresi Wajah c. Komunikasi Mata d. Komunikasi Sentuhan 2. Komunikasi Ruang a. Proxemics atau Komunikasi Jarak b. Teritorial c. Estetika dan Warna 3. Diam a. Memberi Kesempatan Berpikir b. Menyakiti c. Mengisolasi diri sendiri d. Mencegah komunikasi e. Mengkomunikasi perasaan f. Tidak menyampaikan sesuatupun 4. Paralanguage a. Paralanguage dan Perasaan b. Paralanguage dan Percakapan 5. Komunikasi Temporal Waktu a. Menunjukkan Status b. Waktu dan Kesesuaian. Sendjaja, 2004:6.22-6.31 Sementara itu, Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar ” membagi jenis – jenis komunikasi non verbal berdasarkan jenis – jenis pesan yang digunakannya. Dari jenis komunikasi non verbal yang pernah diberikan oleh para ahli sangat beragam. Adapun jenis-jenis komunikasi non verbal yaitu sebagai berikut: 1. Bahasa tubuh a. Isyarat tangan b. Gerakan tangan c. Postur tubuh dan posisi kaki d. Ekspresi wajah dan tatapan mata 2. Sentuhan 3. Parabahasa 4. Penampilan Fisik a. Busana b. Karakteristik fisik 5. Bau-bauan 6. Orientasi ruang dan jarak pribadi a. Ruang pribadi dan ruang publik b. Posisi duduk dan pengaturan ruangan 7. Konsep waktu 8. Diam 9. Warna 10. Artefak. Mulyana, 2010:317-383

2.1.3.4 Dimensi Komunikasi Non Verbal Barker

dan Collins 1983, dalam Liliweri,1994:107 telah mengidentifikasikan 18 unsur komunikasi non verbal yang secara jelas memisahkan dengan komunikasi verbal. Kedelapan belas unsur komunikasi non verbal yang diungkapkan Larry Barker dan Nancy Collins ini kemudian dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal. Adapun pengelompokkan dimensi – dimensi komunikasi non verbal adalah sebagai berikut : 1 Suasana komunikasi - Ruangspace - Suhu, cahaya, warna 2 Unsur – unsur pernyataan diri - Pakaian - Sentuhanperabaan - Waktu 3 Gerakan tubuh - Bentuk – bentuk gerakan tubuh - Kontak mata - Ekspresi wajah - Gerakan anggota tubuh - Penggunaan gerakan tubuh 4 Unsur paralinguistik - Karakteristik suara - Gangguan suara. Liliweri,1994:113-114 2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas Kebanyakan orang sering mengartikan “masyarakat” dan “komunitas” sebagai dua hal yang sama, padahal sebenarnya tidak demikian. Pada tahun 1957, seorang sosiolog, Ferdinand Tonnies menggolongkan masyarakat menjadi dua golongan, yaitu 1 gemeinschaft, dan 2 gesellschaft. Gemeinschaft paguyuban adalah masyarakat yang didasarkan pada tradisi dan adat istiadat, dimana tiap anggota merasa memiliki kewajiban dan berpartisipasi di dalamnya, contoh adanya solidaritas komunal dalam masyarakat di pedesaan. Sedangkan gesellchaft adalah bentuk masyarakat berupa sekumpulan orang yang saling berhubungan satu sama lain berdasarkan kontrak yang sudah disepakati bersama, contohnya kehidupan masyarakat di Jakarta, orang – orang suatu kelurahan tidak saling berhubungan, walaupun terdaftar sebagai penduduk dalam RTRW di lingkungan kelurahan tersebut, interaksi diantara mereka terikat berdasarkan kontrak kependudukan di kelurahan setempat. Sarason 1974 dalam Wibowo, dkk 2011:10 mendefinisikan komunitas sebagai suatu jaringan hubungan yang tersedia, saling mendukung, dan di dalamnya orang – orang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, komunitas memiliki makna yang lebih terbatas dibandingkan masyarakat. Menurut Duffy dan Wong 2003, dalam Wibowo, dkk. 2011:10, pengertian komunitas yakni : 1. Merujuk ke suatu tempat atau daerah seperti pemukiman warga neighbourhood. 2. Komunitas merupakan interaksi relaksional atau ikatan sosial yang menghubungnkan individu dalam suatu kebersamaan. Misalnya komunitas Moge pengendara pemilik motor gede, filatelis pengumpul perangko, kuliner yang berhubungan dengan penggemar makanan atau masakan. 3. Komunitas dimaknai juga sebagai kekuatan kolektif. Contoh bentuk komunitas yang ada dalam kehidupan kita sehari – hari, misalnya rukun tetangga RT, rukun warga RW, karang taruna, majelis taklim, paroki gereja, organisasi profesional dan peminatan seperti Ikatan Psikologi Seluruh Indonesia IPSI dan Ikatan Dokter Indonesia IDI.

K. Heller 1989 dalam Wibowo, dkk 2011:11 membedakan 2 dua

jenis komunitas, yaitu community as localty komunitas lokal dan communuty as a relational group komunitas relasional. Komunitas lokal adalah komunitas yang berkembang berdasarkan kedekatan tempat tinggal anggotanya. Mereka menjadi satu komunitas karena kedekatan fisik berada dalam satu wilayah, misalnya komunitas penghuni rumah susun Tanah Abang Jakarta. Komunitas relasional adalah hubungan antar manusia membentuk suatu komunitas yang tidak terbatas pada wilayah tempat tinggal saja, melainkan karena ada hubungan antar pribadi, seperti kelompok pertemanan di lingkungan rumah dan sekolah, atau memiliki hobi, minat, dan kepentingan yang sama. Misalnya komunitas pecinta alam, klub bowling, klub motor gede moge, dll. Dalam suatu komunitas, masing – masing anggota memiliki ikatan hubungan emosional yang disebut sense of community. Suatu ikatan emosional di antara mereka untuk saling berbagi, kebutuhan mereka dapat terpenuhi karena adanya ikatan ini. Menurut Sarason 1974, dalam Wibowo, dkk. 2011:12, sense of community adalah persepsi tentang adanya kesamaan atau kemiripan dengan anggota lain; pengakuan atas interdependensi dengan anggota lain dan kesediaan anggota untuk menjaga perasaan saling ketergantungan tadi dengan memberikan atau melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang lain anggota komunitas tersebut. Sense of community merupakan perasaan bahwa dirinya merupakan bagian dari struktur kelompok yang lebih besar, yaitu komunitasnya. Menurut Dalton 2001 dalam buku “Psikologi Komunitas” karya Wibowo dkk , sense of community meliputi empat elemen, yaitu: 1. Keanggotaan membership Individu merasa menjadi bagian dalam komunitasnya. Terdapat lima atribut keanggotaan, yaitu 1 batasan yang membedakan anggota dan yang bukan anggota dan yang bukan anggota, baik secara fisik maupun non fisik, 2 sistem simbol yang umum digunakan, 3 keamanan emosional, 4 menjadi bagian dan mengidentifikasikan diri dengan komunitas, dan 5 investasi personal, komitmen jangka panjang diberikan untuk komunitas. 2. Pengaruh influence Suatu komunitas mempunyai daya kekuatan saling pengaruh – mempengaruhi di antara anggota. Suatu dinamika hubungan antar anggotanya untuk saling berbagi memenuhi kebutuhan mereka. 3. Integrasi integration dan pemenuhan kebutuhan fulfillment of needs. Individu bergabung dalam komunitas meyakini bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi oleh sumberdaya yang ada dalam komunitas tersebut. 4. Hubungan emosional emotional connection Anggota komunitas mempunyai ikatan emosional tertentu, berkaitan dengan latar belakang sejarah, waktu, tempat dan pengalaman bersama. Wibowo dkk, 2011:13

2.1.5 Tinjauan Tentang Simpati

Simpati adalah suatu proses kejiwaan dimana seseorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannva yang sedemikian rupa. Dikatakan sedemikan rupa, karena bagi sebagian orang, sikap, penampilan, wibawa atau perbuatannya itu biasa-biasa saja. Proses Simpati ini mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan interaksi sosial yang di bangun oleh individu maupun kelompok masyarakat. 5 5 Dikutip dari http:teddyandreas.blogspot.com201101simpati-sosial.html pada hari Minggu, tanggal 12 Mei 2013, Pukul 20:04 WIB Sementara, menurut Gerungan 2010 dalam bukunya yang bertajuk “Psikologi Sosial” merumuskan simpati sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba – tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan – akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu, melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain; sebaliknya, perasaan antipati cenderung menghambat atau menghilangkan sama sekali pergaulan antar orang. Dalam perasaan antipati, seseorang tidak suka bergaul menolak dalam perasaannya kepada orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua atau lebih orang. Hubungan cinta kasih antarmanusia itu biasanya didahului pula oleh hubungan simpati yang terus- menerus memegang peranan dalam hubungan cinta kasih itu. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba. Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal – balik itu, akan dihasilkan suatu hubugan kerja sama dimana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan – akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan dimana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi yang menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat – sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar. Simpati hanya dapat berkembang dalam suatu relasi kerja sama antara dua atau lebih orang, yang menjamin terdapatnya saling mengerti itu. Justru karena adanya simpati itu dapatlah diperoleh saling mengerti yang lebih mendalam. Mutual understanding tidak dapat dicapai tanpa adanya simpati. Pada pihak lain, simpati menyebabkan terjadinya relasi kerja sama tadi, dimana kedua pihak lebih memperdalam saling mengertinya. Jadi, faktor simpati dan hubungan kerja sama yang erat itu saling melengkapi yang satu dengan yang lainnya. Tujuan simpati baru terlaksana apabila ada hubungan kerja sama tadi. 2.1.6 Tinjauan Tentang Masyarakat 2.1.6.1 Definisi Masyarakat Abdul Syani 1987 dalam bukunya “Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial ” berpendapat bahwa diduga perkataan masyarakat mendapat pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, masyarakat asal mulanya dari kata “musyarak” yang kemudian berubah menjadi “musyarakat” dan selanjutnya mendapatkan kesepakatan dalam bahasa Indonesia, yaitu “Masyarakat. “Musyarak”, artinya bersama-sama, lalu musyarakat, artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan Masyarakat. Masyarakat dalam pengertian societas mengandung ciri pluralistik, komplek dan bersifat rasional ekonomis. Abu Ahmadi 1985 menyebutnya sebagai community secundair secondary-group, yaitu suatu group di mana hubungan di antara para anggotanya kurang erat, bersifat porair dan tidak kontinyu. Kelompok ini banyak dijumpai pada masyarakat modern, di mana para anggotanya kurangtidak saling mengenal satu sama lain dan tidak mempunyai hubungan langsung. Sebagaimana ciri masyarakat perkotaan yang di dalamnya terdapat berbagai kebudayaan, suku bangsa, kompleksitas sektor usaha dan berbagai jenis perjuangan yang menunjuk kepada kepentingan individu. Luasnya interaksi, hubungan social serta berbagai perbedaan lapangan kerja antar individu dan kelompok merupakan ciri utamadari kehidupan masyarakat dalam pengertian society. Dalam hal ini Dirdjosisworo 1985 menyebutnya sebagai masyarakat majemuk, yaitu masyarakat komplek yang mempunyai ciri yang berkaitan dengan luasnya hubungan, baik mengenai aspek ekonomi, budaya dan politik. Ciri-ciri masyarakat majemuk ini menurut Dirdjosisworo banyak ditemukan pada kehidupan masyarakat kota, yaitu: 1. Warga masyarakat kota relatif lebih besar dari penduduk masyarakat desa. 2. Komunikasi intim kurang atau telah banyak memudar. Banyak diterapkan komunikasi dan teknologi elektronika dan sarana komunikasi lain untuk mengatasi kurang intimnya pergaulan dilakukan melelui lembaga-lembaga atau institusi seperti lembaga RT, RW. 3. Interest kepada materi telah mewarnai watak warga kota yang relatif individualistis dan materialistis. 4. Diferensiasi kerja dan profesi relatif jauh lebih banyak dan bervariasi lebih luas. 5. Profesi dan mata pencaharian beraneka ragam, industri merupakan ciri menonjol yang tidak ditemukan pada masyarakat perdesaan. 6. Kota merupakan pusat pemerintahan dan lembaga pendidikan tinggi serta pusat transformasi serta memberi warna budaya dan perubahan sosial yang relatif cepat. Sementara itu, banyak ahli yang berpendapat beragam mengenai definisi dari masyarakat. Berikut adalah beberapa pendapat sosiologi seperti yang dikutip Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” : a. Mac Iver dan Page, yang mengatakan bahwa: Masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata-cara, dari wewenang dan kerjasama antar berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan – kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah. b. Ralph Linton: Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas. c. Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Soekanto, 1982:25-26 Soleman B. Taneko 1984 berpendapat secara sosiologis masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Ringkasnya, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut sebagai sistem kemasyarakatan.

2.1.6.2 Unsur – unsur Masyarakat

Dalam buku “Sosiologi Suatu Pengantar”, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu sebagai berikut: a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak atau pun angka yang pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritas, angka minimnya adalah dua orang. b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan keinginan untuk menyampaikan kesan- kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. Soerjono, 1982:26-27 Dari keempat unsur tersebut, maka dapat diketahui bahwa masyarakat sebagai obyek studi Sosiologi, secara makro mencakup segala aktivitas yang menyangkut hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, maka banyak definisi masyarakat yang pernah dipaparkan oleh para ahli terhadap istilah masyarakat, relatif sama dengan definisi-definisi sosiologi. Jadi, pada dasarnya definisi masyarakat dan sosiologi mempunyai kandungan yang sama tentang aspek-aspek sosial kemasyarakat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sekelompok manusia baru bisa disebut sebagai masyarakat, yaitu: 1. Ada sekelompok manusia yang mempunyai pertalian, baik secara batiniah maupun lahiriah. 2. Adanya dinamika hubungan secara timbal balik diantara anggota kelompok. 3. Adanya pedoman bersikap dan bertindak, yaitu nilai-nilai dan norma- norma. 4. Kehidupan kelompok berlangsung cukup lama pada daerah yang sama satu daerah tempat tinggal. 5. Terdapat dan tumbuhnya perasaan kelompok. 6. Terdapat adaptasi kehendak hasrat, cita-cita.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran adalah sebuah alur pikir peneliti sebagai dasar – dasar pemikiran untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Peneliti mencoba menguraikan masalah pokok penelitian dengan menggabungkan teori dengan masalah yang akan diangkat dan diteliti dalam penelitian ini.

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui, menguraikan, mendeskripsikan serta menganalisa bagaimana gaya komunikasi non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung . Dalam hal ini berdasarkan paradigma peneliti, permasalahan yang diteliti terkait “Silver Man” yang berdasar pada arahan mengenai gaya komunikasi non verbalnya. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus penelitian terkait masalah yang diteliti adalah gaya komunikasi non verbal yang dilihat dari sub fokus yakni suasana komunikasi, unsur pernyataan diri serta gerakan tubuh. Gaya komunikasi merupakan suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi. Soemirat, Ardianto, Suminar 6 Gaya komunikasi juga dapat dipandang sebagai meta – messages yang mengkontekstualisasikan bagaimana pesan – pesan verbal diakui dan diinterpretasi communication styles can also be viewed as a meta – messages which contextualizes how verbal messages should be acknowledged and interpreted Gudykunst Ting – Toomey, 1988. Definisi ini menjelaskan mengapa seseorang berkomunikasi, tidak lain berkomunikasi sebagai upaya untuk merefleksikan identitas pribadinya yang dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap identitas ini. Liliweri, 2011:309 Sementara berdasarkan 10 tipe dasar gaya komunikasi individual yang dikemukakan Norton 1983 dalam Liliweri 2011:309-310 mendefinisikan 6 Dikutip dari http:puslit.petra.ac.idfilespublishedjournalsHOTHOT060202HOT06020205.pdf pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 12:24 gaya komunikasi non verbal atau animated style sebagai gaya dimana seseorang lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal. Hal ini tentunya senada dengan apa yang dilakukan dan dipraktekkan “Silver Man” komunitas silver peduli dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat untuk yatim piatu sehingga disebut juga gaya komunikasi non verbal. Unsur – unsur non verbal yang dilihat pada gaya komunikasi non verbal “Silver Man” komunitas silver peduli ini dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh Barker dan Collins 1983. Keduanya telah mengidentifikasikan 18 unsur komunikasi non verbal yang secara jelas memisahkan dengan komunikasi verbal. Liliweri,1994:107 Kedelapan belas unsur komunikasi non verbal yang diungkapkan Larry Barker dan Nancy Collins dalam Liliweri 1994 yang dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal verbal adalah sebagai berikut : 1 Suasana komunikasi - Ruangspace - Suhu, cahaya, warna 2 Unsur – unsur pernyataan diri - Pakaian - Sentuhanperabaan - Waktu 3 Gerakan tubuh - Bentuk – bentuk gerakan tubuh - Kontak mata - Ekspresi wajah - Gerakan anggota tubuh - Penggunaan gerakan tubuh 4 Unsur paralinguistik - Karakteristik suara - Gangguan suara. Liliweri,1994:113-114 Mengingat fokus dari penelitian ini yakni gaya komunikasi non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli yang pada aktivitasnya tidak melakukan komunikasi secara verbal melainkan non verbal, maka unsur paralinguistik dalam dimensi – dimensi komunikasi non verbal tidak diikutsertakan peneliti ke dalam kerangka pemikiran serta unsur sentuhanperabaan dalam dimensi unsur pernyataan diri lantaran jarangnya terjadi unsur ini dalam aktivitas mereka ketika berinteraksi dengan masyarakat. Selain itu, guna menghindari terjadinya tumpang tindih pada hasil penelitian, maka unsur bentuk – bentuk gerakan tubuh serta penggunaan gerak tubuh pada dimensi gerakan tubuh dikombinasikan dan tergabung dalam unsur gerakan anggota tubuh. Berikut adalah penjelasan mengenai dimensi – dimensi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh Barker dan Collins 1983, dalam Liliweri,1994:116-155. 1. Suasana Komunikasi Barker dan Collins 1983, dalam Liliweri, 1994:116 mengemukakan bahwa pada hakikaktnya komunikasi non verbal dilakukan secara otomatis sehingga efek komunikasinya tidak terkontrol. Meskipun tindakan komunikasi itu tak terkontrol namun ada beberapa suasana yang pada umumnya melibatkan manusia; yaitu spaceruang-jarak; suhu, cahaya, warna. a SpaceRuang Littlejohn 1978, dalam Liliweri, 1994:116 mengemukakan bahwa ruang space adalah area yang disediakan secara khusus dalam berkomunikasi antar manusia. Ruang yang berbeda di sekeliling pribadi memungkinkan orang berkomunikasi secara leluasa. Kajian yang berhubungan dengan ruang antar peserta komunikasi disebut proksemik. Analisis proksemik dapat diperluas dengan mengajukan delapan kategori utama jarak antar pribadi seperti dikutip Liliweri 1991 dari Littlejohn 1978 dalam buku “Komunikasi Verbal dan Non Verbal” Alo Liliweri 1994 sebagai berikut : - Posture-sex factor Adalah jarak antar pribadi ketika berhubungan seks. Jarak fisik ketika berhubungan seks biasanya merupakan jarak intim. Tidak ada batas ruang di antara mereka yang melakukan hu- -bungan seks. Variasi ke jarak yang lebih lias hanya terjadi jika terjadi perubahan posisi. - Sociofugal-sociopetal axis Sociopetal axis adalah hambatan jarak atau ruang ketika orang berkomunikasi. Sebaliknya sociofugal axis adalah kebebasan jarak dan ruang tidak ada hambatan dalam berkomunikasi. Dimensi ini ingin menerangkan bahwa jarak dan ruang yang relatif yang harus dipelihara waktu berkomunikasi antar pribadi biasanya sepanjang satu bahu. Jarak itu pada posisi berhadapan atau membelakangi satu sama lain pada satu radius tertentu. - Kinesthetic factors Faktor kinesik merupakan bagian dari proksemik atau bahasa jarak. Kinesik membahas jauh dekatnya sentuhan harus dilakukan. Perilaku ini berkaitan dengan perilaku menyentuh. - Perilaku meraba dan menyentuh Pada setiap budaya telah diajarkan seberapa jauh kontak fisiksentuhan dapat dilakukan. Apakah harus merangkul, sekedar bersinggungan, terus bersentuhan untuk satu waktu tertentu. Setiap sentuhan, objek tubuh yang disentuh, lamanya waktu menyentuh, menentukan tingkat keakraban antar pribadi. - Visual code Visual code adalah perilaku non verbal yang berkaitan dengan penglihatan. Jarak antar pribadi ditentukan oleh jarak pandang yang diperkenankan. Misalnya sejauh mana kita dapat saling memandang dan tidak boleh memandang satu sama lain. - Thermal code Thermal code merupakan bidang yang mempelajari jarak atau ruang antar pribadi yang menggambarkan suasana kehangatan antara komunikator dan komunikan. - Olfactory code Bentuk proksemik terlihat sebagai bentuk, jenis, tingkat kehangatan ketika orang bercakap – cakap. - Voice loudness Voice loudness merupakan bidang yang mempelajari kekuatan suara disaat terjadinya komunikasi. Pada jarak dan ruang antar pribadi mana suatu volume suara tertentu diperkenankan. b Suhu, Cahaya dan Warna Menurut Verdeber 1980, dalam Liliweri, 1994:130-131 ada tiga faktor komunikasi non verbal yang mengontrol komunikasi antar pribadi yaitu : - Suhu Suhu dapat bertindak sebagai perangsang atau pencegah dalam berkomunikasi. Suhu yang terlalu panas ataupun dingin menyebabkan orang semakin jauh dan mendekat dalam posisi berdiri atau duduk. Patokan suhu juga menentukan bentuk arsitektur rumah, kantor, ruang pertemuan umum, ruang khusus. Jika terjadi penyesuaian terhadap suhu maka ruang dirancang dengan alat – alat pendingin atau pemanas. Suhu juga mempengaruhi bentuk, mode, ukuran, warna, jenis, mutu pakaian. - Cahaya Dalam komunikasi non verbal dianggap sebagai perangsangpenghambat komunikasi. Terdapat perbedaan kekuatan cahaya di ruang sekolah, bar dan restorant, hotel, bioskop, ruang pertemuan. Di sekolah atau ruang pertemuan biasanya cahaya lebih terang daripada di bar dan restorant. Di bar, restorant, bioskop cahaya biasanya remang – remang dengan lampu berkelap – kelip. Para penata rumah biasanya memilih cahaya yang sesuai dengan fungsi ruang. - Warna Warna merupakan simbol komunikasi non verbal yang dapat memberikan pesan tertentu kepada orang lain. Variasi warna yang kacau atas pakaian, warna dinding dan perabot rumah tangga memberikan kesan impression akan pribadi yang kacau dan tidak bisa diatur. Warna – warna kepahlawanan dan perjuangan pada militer dilambangkan dengan hijau; warna merah melambangkan kedamaian dan ketenangan; warna kuning melambangkan sorak sorai dan periang; ungu dan hitam melambangkan kedukaan dan penantian. Warna dapat memberikan ketenangan baik kepada komunikator maupun kepada komunikan dalam komunikasi. 2. Unsur – unsur Pernyataan Diri Ketika anda berkomunikasi maka banyak orang mempelajari diri anda melalui pernyataan diri. Pernyataan diri dapat dilakukan melalui tanda dan simbol yang memberikan pesan tertentu. Ada tiga bentuk pernyataan diri yaitu : pakaian, perabaan dan waktu. a Pakaian Salah satu faktor yang ikut menentukan komunikasi antar pribadi adalah daya tarik. Pakaian merupakan salah satu bentuk daya tarik fisik yang melekat pada tubuh seseorang.

K. Gibbins dalam bukunya :

Communication Aspect of Woman’s Clothes and their Relation in Fasionability dalam Myers,1982 yang dikutip Liliweri 1994:131-132 mengungkapkan bahwa ada hubungan antara warna dengan pakaian. Disebutkannya bahwa daya tarik seseorang dapat ditentukan oleh bentuk dan warna pakaian. Biasanya, kata Gibbins kesan pertama terhadap seseorang antara lain terletak pada pakaiannya. Pakaian mempunyai banyak fungsi bagi mereka yang memandangnya. Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan melalui pakaian. Warna – warna terang melambangkan bahwa anda seseorang yang kuat, sementara kelabu dan gelap melambangkan suasana hati yang murung dan duka, mungkin juga tenang, dan pribadi yang tertutup. Hasil penelitian Gibbins menunjukkan bahwa pendapat seseorang terhadap orang lain seringkali didasarkan pada pakaian yang mereka pakai. b Waktu Edward T. Hall dan William Foote Whyte melalui tulisannya berjudul : Komunikasi antar budaya suatu tinjauan antropologis dalam kumpulan karangan Wayne Austin Shrope Experiences in Communication - 1974 artikel mana yang telah diterjemahkan oleh Rakhmat dan Mulyana 1990, dalam Liliweri, 1994:136-140 menyebutkan terdapat lima dimensi waktu yang umumnya dikenal dalam kalangan bisnis. Ada waktu 1 bertemu; 2 berdiskusi; 3 berkenalan; 4 berkunjung; 5 penjadwalan waktu. Perbedaan pemaknaan terhadap konsep waktu terjadi dalam setiap budaya yang melingkupi seseorang. Konsep tentang waktu termasuk dalam perilaku non verbal pernyataan diri. Konsep waktu pun dapat ditinjau sebagai bahagian dari ulasan mengenai konteks yaitu suatu kondisi, situasi dimana komunikasi berlangsung. Waktu berhubungan dengan konteks temporal. Akibatnya kita pun mengetahui bahwa dalam budaya tertentu ada aturan dan tata nilai yang berhubungan dengan penggunaan waktu untuk melaksanakan suatu kegiatan. Ternyata waktu memperngaruhi perilaku seseorang. Liliweri, 1994:140 3. Gerakan Tubuh Sebagai perilaku non verbal termasuk yang anda miliki dapat disampaikan melalui simbol komunikasi kepada orang lain. Perilaku itu sangat bergantung dari erat tidaknya hubungan dengan orang lain. a Kontak Mata Kontak mata juga mengacu ada sesuatu yang disebut dengan gaze yang meliputi suatu keadaan penglihatan secara langsung antar orang selalu pada wilayah wajah di saat sedang berbicara. Kontak mata sangat menentukan kebutuhan psikologis dan membantu kita memantau efek komunikasi antar pribadi. Melalui kontak mata anda dapat menceriterakan kepada orang lain suatu pesan sehingga orang akan memperhatikan kata demi kata melalui tatapan. Liliweri, 1994:143 b Ekspresi Wajah Ekspresi wajah meliputi pengaruh raut wajah yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Wajah ibarat cermin dari pikiran, dan perasaan. Melalui wajah menjadi masalah ketika 1 ekspresi wajah tidak merupakan tanda perasaan; atau 2 ekspresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnyatidak secara total merupakan tanda pikiran dan perasaan. Liliweri, 1994:145 c Gerakan Anggota Tubuh Disebut juga gestures yang merupakan bentuk perilaku non verbal pada gerakan tangan, bahu, jari – jari. Kita sering menggunakan gerakan anggota tubuh secara sadar maupun tidak sadar untuk menekankan suatu pesan. Ketika anda berkata : pohon itu tinggi, atau rumahnya dekat; maka anda pasti menggerakkan tangan untuk menggambarkan deskripsi verbalnya. Pada saat anda mengatakan : letakkan barang itu lihat pada saya maka yang bergerak adalah telunjuk yang menunjukkan arah. Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakkan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan tangan saja. Liliweri, 1994:147-148 Tanpa diobservasi sekalipun, ternyata setiap anggota tubuh mengkomunikasikan fungsi tertentu. Ekman dan Friesen yang dikutip Alo Liliweri dalam bukunya yang be rjudul “Komunikasi Verbal dan Non Verbal” mengkategorikannya sebagai emblem, ilustrator, affect display, regulator, adaptor. - Emblem Emblem merupakan terjemahan pesan non verbal yang melukiskan suatu makna bagi suatu kelompok sosial. Emblem harus dipelajari melalui proses yang mungkin saja merupakan bentuk lain dari arbitrari, iconic dalam perlambangan saja. - Ilustrator Ilustrator merupakan tanda – tanda non verbal dalam komunikasi. Tanda ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan contoh sesuatu. - Affect Display Perilaku affect display selalu menggambarkan perasaan dan emosi. Wajah merupakan media yang paling banyak digunakan untuk menunjukkan reaksi terhadap pesan yang direspons. Bentuk affect display bersifat instrinsik yang digunakan untuk fungsi interaktif dan informatif. - Regulator Regulator adalah gerakan yang berfungsi mengarahkan, mengawasi, mengkoordinasi interaksi dengan sesama. Sebagai contoh, kita menggunakan kontak mata sebagai tanda untuk memperhatikan orang lain yang sedang berbicara dan mendengarkan orang lain. Regulator merupakan tanda utama yang bersifat interaktif, bentuknya ikonik dan intrinsik. - Adaptor Adaptor merupakan gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik. Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau membagi ketegangan anggota tubuh, misalnya meliuk – liukkan tubuh, memulas tubuh, menggaruk kepala, loncatan kaki. Ada beberapa jenis adaptor yaitu : a self adaptor misalnya menggaruk kepala untuk menunjukkan kebingungan; b alter adaptor; gerakan adaptor yang diarahkan kepada orang lain, mengusap – usap kepala orang lain sebagai tanda kasih sayang; c obyek adaptor; adalah gerakan adaptor yang diarahkan kepada obyek tertentu. Gerakan adaptor sebenarnya gerakan seseorang yang menggambarkan perilaku ikonik dan intrinsik yang kadang – kadang secara sadar dilakukan terhadap dirinya sendiri ; kecuali untuk orang lain maka adaptor bertujuan menumbuhkan interaksi dan komunikasi. Liliweri, 1994:148-152

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah peneliti jabarkan pada sub bab sebelumnya, peneliti bermaksud untuk mengetahui, menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya komunikasi non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung . Bersumber pada paradigma yang dipahami peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji guna mengetahui permasalahan terkait “Silver Man” yang berdasar pada arahan mengenai gaya komunikasi non verbalnya sebagaimana yang menjadi fokus pada penelitian ini. Bertolak dari maksud penelitian yang akan dilakukan peneliti, dalam kerangka pemikiran konseptual ini peneliti mengaplikasikan apa yang peneliti jabarkan dalam kerangka pemikiran teoritis. Pada prinsipnya kegiatan yang dilakukan “Silver Man” dalam mengajak masyarakat untuk peduli kepada yatim piatu dengan memberikan santunannya melalui mereka merupakan suatu bentuk komunikasi. Namun, pada pengaplikasian komunikasi yang dilakukan para Silver Man ” ini menarik untuk diketahui dan dikaji dalam hal gaya komunikasi mereka guna menarik simpati masyarakat untuk menyisihkan sedikit rezeki yang mereka peroleh melalui unsur – unsur non verbal yang mereka tampilkan sehingga peneliti menganggap perlu untuk mengkaji lebih dalam gaya komunikasi non verbal yang “dibuat” oleh mereka. Didasarkan pada kerangka pemikiran teoritis yang telah peneliti jabarkan pada sub bab sebelumnya, maka peneliti mengaplikasikan gaya komunikasi non verbal yakni suasana komunikasi, unsur pernyataan diri serta gerakan tubuh berdasarkan kategorisasi dimensi – dimensi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh Larry Barker dan Nancy Collins 1983, dalam Liliweri. 1994:116-152. 1. Suasana Komunikasi Suasana komunikasi merupakan dimensi komunikasi non verbal yang menjadi kajian dalam penelitian ini guna melihat gaya komunikasi non verbal “Silver Man”. Dimana dalam menjalankan visi dan misinya terjadi beragam bentuk komunikasi mengingat lingkup aktivitas “Silver Man” ini memiliki unsur suasana komunikasi yang berpotensi melahirkan bentuk – bentuk komunikasi untuk dikaji secara mendalam. - Ruang Space Ruang space termasuk ke dalam unsur non verbal yang diteliti dan dikaji pada penelitian ini dimana peneliti akan mengkaji suasana komunikasi berdasarkan unsur ruang space ini yang terlihat pada gaya komunikasi non verbalnya mengingat lingkup ruang space tempat “Silver Man” beraksi yakni di ruang terbuka yang merupakan ruang publik seperti persimpangan jalan raya di kota Bandung maupun pusat – pusat keramaian di kota Bandung serta mencakup pula jarak atau proksemik pada saat “Silver Man” berinteraksi dengan masyarakat. - Suhu, Cahaya dan Warna Gaya komunikasi non verbal “Silver Man” berikutnya akan dilihat berdasarkan suhu, cahaya dan warna. Penjelasan mengenai aplikasi ketiga unsur tersebut yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : o Suhu Pengaruh suhu pada suasana komunikasi yang terjadi pada “Silver Man” dalam menarik simpati masyarakat untuk menyumbang menjadi unsur komunikasi non verbal yang akan dikaji pada penelitian ini. Ini lantaran umumnya “Silver Man” beroperasi pada siang hari dengan kondisi panas matahari yang cukup terik. Sementara kondisi tubuh anggota komunitas yang dipenuhi cat berwarna silver dirasa peneliti akan cukup mengganggu kenyamanan dari manusia silver ini sehingga akan terlihat pada gaya komunikasi non verbalnya. o Cahaya Dalam hal ini, cahaya berkaitan pula dengan suhu lantaran warna perak yang cukup mencolok serta cahaya yang dipancarkan dari warna tersebut pada kondisi siang hari dengan sinar matahari yang terik menjadi sebuah atensi tersendiri bagi masyarakat yang melihat aksi dari para anggota komunitas silver peduli ini. o Warna Sama halnya dengan suhu dan cahaya yang berkaitan, warna pun memegang peranan dalam gaya komunikasi non verbal yang akan dikaji pada penelitian ini. Seperti yang telah diutarakan peneliti pada penjelasan sebelumnya, bahwa warna perak mencolok yang dipilih oleh komunitas yang kemudian menjadi ciri khasnya sehingga menjadi identitasnya yang termasuk dalam suasana komunikasi guna mendeskripsikan gaya komunikasi non verbalnya. 2. Unsur – unsur Pernyataan Diri Pengaplikasian unsur – unsur pernyataan diri yang terlihat pada gaya komunikasi non verbalnya “Silver Man” yang akan dikaji pada penelitan ini yang berkaitan dengan keunikan komunitas dengan warna perak mencoloknya dan pada akhirnya menjadi identitas dari komunitas ini sendiri. Adapun pengaplikasian dari setiap unsur – unsur pernyataan diri adalah sebagai berikut : - Pakaian Umumnya yang menjadi “Silver Man” yang mayoritas adalah pria. Mereka kerap tidak mengenakan atasan ketika beroperasi di persimpangan jalan raya. Sehingga warna perak yang menutupi tubuh mereka terlihat begitu mencolok dan menjadi daya tarik tersendiri di mata masyarakat yang melihatnya. Namun, terkadang mereka menggunakan atasan untuk menutupi tubuh mereka. Tetapi pemilihan warna pada atasan atau pakaian yang mereka kenakan cenderung terlihat kusam guna “menghidupkan” warna perak yang menjadi ciri khas mereka juga menjadi salah satu unsur dalam dimensi komunikasi non verbal yang menarik untuk dikaji yang terlihat pada gaya komunikasi non verbalnya. - Waktu Unsur dalam dimensi komunikasi non verbal guna mengetahui gaya komunikasi non verbal “Silver Man” komunitas silver peduli selanjutnya yakni waktu. Waktu memegang peranan lantaran kemunculan mereka di persimpangan jalan raya maupun pusat keramaian di kota Bandung yang umumnya siang hingga sore hari penting pula untuk dikaji dalam penelitian ini. 3. Gerakan Tubuh Gerakan tubuh menjadi dimensi komunikasi non verbal yang menjadi aspek penting dalam kajian penelitian ini. Gerakan - gerakan kaku dan diam yang dipraktekkan oleh “Silver Man” dalam menarik simpati masyarakat untuk menyumbang merupakan gaya komunikasi non verbal yang mereka terapkan. Adapun penjelasan terkait pengaplikasian dari unsur – unsur komunikasi non verbal yang terdapat dalam dimensi gerakan tubuh adalah sebagai berikut : - Kontak Mata Kontak mata menjadi unsur komunikasi non verbal yang terlihat gaya komunikasi non verbal “Silver Man” komunitas silver peduli pada saat berhadapan dengan masyarakat yang akan menyumbang lantaran proses interaksi yang terjadi di antara keduanya memungkinkan terjadinya kontak mata. - Ekspresi Wajah Ekspresi wajah yang ditampilkan oleh “Silver Man” dapat terlihat pada gaya komunikasi non verbal mereka. Ini lantaran ekspresi wajah memberikan andil dalam penciptaan image di depan masyarakat yang menjadi kajian menarik untuk ditelisik. - Gerakan Anggota Tubuh Dikenal juga dengan sebutan gestures, gerakan anggota tubuh juga terlihat pada gaya komunikasi non verbal “Silver Man” komunitas silver peduli dalam menarik simpati masyarakat untuk menyumbang. Gerakan – gerakan yang dipraktekkan baik secara sadar ataupun tidak juga akan memberikan persepsi tersendiri dari masyarakat calon penyumbang yang menjadi perhatian untuk dikaji pada penelitian ini termasuk pula bagaimana gerakan anggota tubuh tersebut dipergunakan untuk menarik simpati masyarakat di kota Bandung. Didasarkan pada kerangka pemikiran baik secara teoritis maupun konseptual yang telah peneliti jabarkan pada sub bab kerangka pemikiran, maka peneliti merumuskan dan mendesain kerangka pemikiran tersebut ke dalam sebuah model atau desain penelitian. Adapun model atau desain penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut. Sumber : Analisa Peneliti, April 2013 Gambar 2.1 Model Desain Penelitian Interaksi Kehadiran “Silver Man” Komunitas Silver Peduli di Kota Bandung Masyarakat Gaya Komunikasi Non Verbal Unsur Pernyataan Diri Suasana Komunikasi Gerakan Tubuh Dimensi Komunikasi Non Verbal 60 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 OBJEK PENELITIAN 3.1.1 Profil Komunitas Silver Peduli Secara resmi kelompok masyarakat yang melabelkan diri dengan sebutan Komunitas Silver Peduli ini berdiri sejak 25 Januari 2012. Komunitas yang diketuai oleh Dodi ini digagas dengan visi, misi serta tujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan yang dikhususkan pada anak yatim piatu. Mengusung motto “Berawal dari meminta lalu memberi”, komunitas ini mantap melangkah. Meski hanya berstatus komunitas, kelompok masyarakat yang hadir dengan keunikan warna peraknya yang mencolok ini berstatus legal dengan memiliki akta notaris pendirian komunitas organisasi yang dikeluarkan oleh kantor Notaris A. Badrutaman, SH dengan No. 4 pada 4 Desember 2012 lalu. Gambar 3.1 Kotak Santunan Komunitas Silver Peduli Sumber : Dokumentasi Peneliti, Juni 2013 Kehadiran para “Silver Man” ini sejatinya bukanlah sesuatu hal yang baru. Dahulu orang – orang yang mempunyai satu visi dan misi sebelum mengukuhkan diri dalam wadah komunitas silver peduli ini kerap terlibat dalam berbagai kegiatan karang taruna di kelurahan Pasirluyu yang ketika itu dipimpin oleh ketua Komunitas Silver Peduli saat ini. Awalnya kemunculan mereka yang belum “seheboh” saat ini, hanyalah sebatas kegiatan meramaikan peringatan hari kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus di kelurahan Pasirluyu Bandung. Mereka yang dulunya tanpa terikat dalam satu komunitas melumuri tubuh mereka dengan beragam cat guna menarik perhatian serta menghibur dalam peringatan hari kemerdekaan. Cat yang digunakan pun pada saat itu bukanlah cat khusus body painting. Warna yang dipilih pun beragam, tidak hanya perak saja tetapi juga warna emas dan lain sebagainya. Namun dari sekian cat dan warna yang dipilih untuk melumuri tubuh mereka, warna silver lah yang dirasa aman dan nyaman untuk digunakan sehingga pada akhirnya mereka lebih sering menggunakan warna cat ini ketika “beraksi”. Seiring berjalannya waktu dan adanya kedekatan yang terjadi antara Dodi dan Sulaeman yang menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Sekolah Tinggi Seni Indonesia STSI Bandung ketika itu, kegiatan ini kemudian menjadi pengaplikasian seni. Mahasiswa – mahasiswa STSI kerap terlibat dalam kegiatan ini yang tidak hanya terpusat pada meramaikan peringatan hari kemerdekaan saja, tetapi juga kegiatan – kegitan lainnya. Bahkan pada saat terjadi bencana alam seperti gempa Yogyakarta dan meletusnya gunung merapi, mereka turun ke jalan melakukan aksi penggalangan dana dengan berkostum unik yang menonjolkan warna perak mencolok guna menarik atensi masyarakat agar menyisihkan sebagian rezeki yang diperoleh untuk membantu korban gempa dan gunung meletus. Berangkat dari pengalaman dan keinginan untuk membantu sesama yang membutuhkan serta adanya kesamaan visi, misi, tujuan serta pandangan maka mereka sepakat untuk bergabung dalam suatu wadah komunitas yang diberi nama Komunitas Silver Peduli berkat warna silver perak yang telah mereka gunakan sejak hadir pada 2008 lalu dalam kegiatan karang taruna kelurahan Pasirluyu yang akhirnya menjadi identitas mereka. Komunitas yang kini hanya berjumlah 30 orang dan bermarkas di sebuah bangunan yang terbengkalai di kawasan jalan Buah Batu Bandung ini dipimpin oleh Ketua yakni Dodi yang bertugas untuk memimpin, mengkoordinasi, dan mengontrol jalannya kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan anggota komunitasnya. Dalam menjalankan tugasnya, Dodi dibantu oleh rekannya sejak duduk di bangku sekolah dasar yang pernah menjabat sebagai ketua BEM STSI yakni Sulaeman yang berperan sebagai koordinator yang merangkap pula sekretaris dan bendahara komunitas yang bertugas mengatur sirkulasi keuangan serta segala hal yang berkaitan dengan keperluan anggota komunitas termasuk ke dalamnya penyediaan cat yang akan digunakan anggota untuk melumuri tubuhnya. Keduanya yang merupakan sahabat lama inilah yang menggagas pembentukan komunitas ini. Selain itu, keduanya juga dibantu oleh Yayang dan Cecep sebagai koordinator lapangan yang bertugas untuk mengontrol dan mengatur persebaran anggota komunitas guna menghimpun dana bagi para yatim piatu di beberapa persimpangan jalan raya kota Bandung maupun pusat – pusat keramaian di kota Bandung. Ia mengkoordinir kurang lebih 30 anggota yang tergabung dalam komunitas ini. Kesemuanya berkoordinasi dan berintegrasi guna mewujudkan visi, misi, serta tujuan mereka yakni membantu para yatim piatu yang belum terjamah bantuan pemerintah akibat tidak tepat sasarannya jaminan sosial yang dijanjikan dan diberikan oleh pemerintah. Selain itu, komunitas ini juga memberikan lapangan pekerjaan kepada anggotanya yang seharian “beraksi” di jalanan guna menghimpun dana bagi para yatim piatu.

3.1.2 Deksripsi Kegiatan Komunitas Silver Peduli

Seperti yang telah diutarakan pada sub bab sebelumnya, kegiatan komunitas ini adalah menghimpun dana di jalanan dari masyarakat yang ingin membantu para yatim piatu yang belum terjamah oleh bantuan pemerintah melalu program jaminan sosialnya. Para anggota yang tersebar di beberapa persimpangan jalan raya maupun pusat – pusat keramaian di kota Bandung dikoordinir oleh Yayang yang bertindak sebagai koordinator lapangan. Mereka mulai beroperasi pada pukul 09.00 pagi dan berakhir pada pukul 17 .00 sore. Daerah persimpangan jalan raya yang menjadi tempat “mangkal” mereka tersebar di sepanjang jalan di bawah fly over pasopati yakni Cikapayang, Balubur, Cihampelas, dan Pasteur serta persimpangan gasibu. Selain itu mereka juga beraksi di persimpangan Buah Batu yang dekat dengan basecamp mereka serta beberapa pusat – pusat keramaian kota Bandung seperti toko cake bakery yang menjadi oleh – oleh khas Bandung yakni Kartika Sari Dago, Warung Nasi Bancakan Trunojoyo hingga Jalan Riau. Setelah selesai menghimpun dana, mereka kemudian berkumpul di markas guna menyetorkan bantuan yang nantinya akan disalurkan kepada anak – anak yatim piatu. Meski begitu, mereka yang seharian telah “beraksi” di jalanan juga mendapatkan upah dari hasil penghimpunan dana dari masyarakat tersebut. Dalam rangka mencuri atensi masyarakat yang melihat kehadiran mereka dan agar masyarakat menyisihkan rezekinya untuk para yatim piatu, mereka kerap berlakon layaknya robot dengan gerakan – gerakan kaku yang mereka praktekkan. Inilah yang kemudian menarik perhatian peneliti untuk mengkaji secara mendalam gaya komunikasi non verbal mereka melalui gerakan – gerakan kaku tersebut. Beralih kepada kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini, setiap tanggal 25 mereka akan menyalurkan bantuan kepada anak – anak yatim piatu seperti yang menjadi visi, misi dan tujuan mereka serta sebagai bentuk realisasi kegiatan mereka pada masyarakat yang telah menyumbang melalui mereka. Sistem pembagian santunan yang dilakukan berupa pembagian dengan menggunakan sistem kupon. Setiap anak yatim, piatu maupun yatim piatu yang telah mereka survei akan diberikan kupon untuk kemudian diberikan dana santunan sebesar Rp. 50.000,00 per anak. Pendataan anak – anak yatim piatu yang menjadi sasaran bantuan dilakukan sendiri oleh komunitas mereka melalui anggota – anggota komunitas yang disebar guna melakukan pendataan tersebut. Setelah data didapatkan dan disurvei kembali oleh struktural komunitas dan dinyatakan layak, maka anak tersebut berhak memperoleh bantuan dari masyarakat yang disalurkan melalui komunitas mereka setiap bulannnya. Sejauh ini pembagian bantuan masih berbentuk dana tunai, namun menurut ketua komunitas ini kedepannya mereka akan mencoba untuk melakukan pemberdayaan kepada anak yatim piatu tersebut ataupun salah satu orang tua dari anak tersebut yang masih hidup agar memiliki bentuk usaha yang bisa berkembang sehingga tidak menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan masyarakat melalui komunitasnya. Pembagian dana pun dilakukan di persimpangan Jalan Buah Batu tepatnya di areal parkir restoran cepat saji Pizza Hut Cabang Buah Batu yang bertujuan agar dilihat masyarakat bahwa bantuan yang mereka berikan benar – benar sampai kepada anak yatim piatu yang membutuhkan. Seperti yang pernah diutarakan oleh M. Sulaeman Sekretaris Komunitas Silver Peduli bahwa penghimpunan dana yang mereka lakukan yakni di jalanan maka sudah seharusnya pembagian santunannya pun demikian agar masyarakat dapat melihat bukti dari usaha mereka agar tak dipandang sebelah mata. Tentunya dengan satu tujuan untuk membantu anak – anak yatim piatu yang membutuhkan yang luput dari jaminan sosial pemerintah dengan motto yang mereka usung “Berawal dari meminta lalu memberi”. 3.2 METODE PENELITIAN

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu metode deskriptif. Seperti yang dikemukakan Bogdan dan Taylor 1975 dalam Moleong, 2007:4, pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Deddy Mulyana mengatakan : “Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas kuantitatif. ” Mulyana, 2003:150 Adapun penelitian kualitatif menurut Furchan 1992:21-22, menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif, penulis dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Maka penelitian kualitatif selalu mengandaikan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks penelitian. Bagi peneliti kualitatif, satu-satunya realita atau kenyataan adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. Penulis melaporkan realita di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan. Definisi lain dari Nelson, dkk 1992:4 menyebutkan bahwa : “Penelitian kualitatif merupakan bidang antar – disiplin, lintas – disiplin, dan kadang – kadang kontra – disiplin. Penelitian kualitatif menyentuh humaniora, ilmu – ilmu sosial, dan ilmu – ilmu fisik. Penelitian kualitatif bermakna banyak hal pada saat yang sama. Ia memiliki fokus perhatian dengan beragam paradigma. Para praktisinya peka dengan nilai pendekatan aneka – metode. Mereka teguh dengan sudut pandang naturalistik sekaligus kukuh dengan pemahaman interpretif mengenai pengalaman manusia”. Denzin dan Lincoln, 2009:5 Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli Bogdan dan Taylor, 1975:5; Bogdan dan Biglen, 1990:2; Miles dan Huberman, 1993:15; Brannen, 1997:1 dalam Denzin dan Lincoln, 2009:5, metode penelitian kualitatif sangat bergantung pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya oleh peneliti. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah berupaya untuk mengetahui, menguraikan, menganalisa serta mendeskripsikan kemunculan komunitas silver peduli yang belakangan menjadi topik perbincangan di Kota Bandung berkat keunikan yang ditonjolkan yang menjadi identitasnya. Penelitian ini juga berupaya menjawab mengapa dan bagaimana mereka memilih serta menjalankan kegiatan yang bertujuan sosial tersebut. Berangkat dari judul penelitian ini yakni Gaya Komunikasi Non verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung menggunakan metode deskriptif guna menjawab rumusan masalah pada penelitian ini. Pendekatan deskriptif, yaitu mengambarkan dan menganalisis data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan yang nyata. Adapun definisi metode atau pendekatan deksriptif yakni : “Pendekatan deskriptif, yaitu dengan cara mempelajari masalah- masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi- situasi tertentu dengan tujuan penelitian yaitu menggambarkan fenomena secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau didang tertentu secara faktual dan cermat”. Rakhmat, 2002 : 22. Dengan demikian didasarkan pada penjabaran mengenai pengertian pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, maka pengaplikasian kajian pada penelitian ini yang bertajuk Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung akan menjawab bagaimana gaya komunikasi non verbalnya guna menarik simpati masyarakat.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dipahami sebagai langkah – langkah maupun cara yang ditempuh oleh peneliti guna mendapatkan data – data dari beragam sumber untuk keperluan penelitian yang tengah dikaji yang dalam penelitian ini adalah beragam sumber data terkait gaya komunikasi non verbal “Silver Man”. Teknik pengumpulan data sendiri terbagi ke dalam dua jenis yakni studi pustaka dan studi lapangan yang akan dijelaskan pada sub bab berikut.

3.2.2.1 Studi Pustaka A. Studi Literatur

Dalam rangka memperoleh informasi serta referensi yang dapat menunjang penelitian ini, peneliti mencoba mengumpulkan informasi, referensi serta sumber – sumber rujukan mengenai penelitian yang diteliti. Salah satunya adalah mencari informasi dan referensi melalui buku – buku, jurnal – jurnal penelitian serta bacaan – bacaan yang dikenal dengan istilah Studi Pustaka atau Studi Kepustakaan. Senada dengan hal tersebut, definisi yang dikemukakan M. Nazir, yaitu: “Studi Kepustakaan adalah mengadakan survey terhadap data yang ada dan menggali teori-teori yang berkembang dalam ilmu, mencari data yang pernah peneliti terdahulu”. Nazir, 1985:111. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data – data berdasar pada studi pustaka yakni melalui referensi bacaan penelitian skripsi S-1 yang sejenis dan relevan terkait gaya komunikasi serta komunikasi non verbal mengingat masih jarangnya penelitian yang mengkaji secara langsung perihal gaya komunikasi non verbal. Oleh karena itu peneliti mengambil referensi penelitian yang relevan dari dua kajian tersebut. Selain itu peneliti juga menjadikan jurnal internasional mengenai komunikasi non verbal sebagai referensi pada penelitian ini, serta buku – buku bacaan baik itu terkait gaya komunikasi, komunikasi non verbal, komunitas, simpati, masyarakat, serta metodologi yang berkaitan dengan kajian penelitian ini.

B. Internet Searching

Internet searching atau pencarian data menggunakan internet adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan internet dalam rangka mencari data – data pendukung yang dibutuhkan peneliti pada saat melakukan penelitian. Teknik pengumpulan data melalui internet searching digunakan peneliti untuk menambah data dan informasi terkait kemunculan “Silver Man” Komunitas Silver Peduli di kota Bandung yang terfokus pada gaya komunikasi non verbalnya. Meski begitu, data dan informasi yang didapat melalui teknik pengumpulan data ini hanya dijadikan sebagai data sekunder atau yang bersifat menambah saja. Bukan data primer seperti yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam, observasi partisipatif pasif serta dokumentasi.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Teknik pengumpulan data yang selanjutnya akan dilakukan peneliti dalam penelitian ini selain studi pustaka adalah studi lapangan. Studi lapangan merupakan informasi baik itu berupa data – data, keterangan dan berbagai macam informasi terkait penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang diperoleh peneliti ketika peneliti melakukan penelitian di lapangan. Adapun studi lapangan yang dilakukan peneliti dalam teknik pengumpulan data ini adalah sebagai berikut ini.

A. Wawancara Mendalam