Pendahuluan Pewarisan Pacaduan Di Daerah Cadasngampar Sumedang.

2

1. Pendahuluan

Pewarisan tradisi etnik terhadap generasi yang lebih muda adakalanya dihadapkan pada sebuah dilema. Di satu sisi, para pendahulu mengikatkan tradisi etniknya agar tetap berada pada konteks kelampauan yang luhur tanpa upaya membangun kesadaran bahwa perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri. Di sisi lain, generasi yang lebih muda adakalanya berorientasi jauh ke depan dan dengan mudah meninggalkan atau bahkan melupakan tradisi etniknya dengan sejumlah pertimbangan untuk kepentingan tertentu. Adakalanya pewarisan tidak dengan sendirinya menuntut suatu penjelasan manakala pihak yang diwarisinya menganggap itu sebagai sebuah keharusan alamiah yang patut mereka terima. Adakalanya pula, sebuah pewari san budaya dipertanyakan manak ala kedudukannya dipusatkan pada kepentingan modernitas. Tentu saja kondisi di atas secara potensial menarik untuk diteliti. Selalu ada titik kontinum yang mempertemukan dua kondisi di atas. Pewarisan pacaduan ketabuan misalnya, cukup merepresentasikan dua kondisi tersebut. Pacaduan selalu berada dalam upaya dipertahankan dan dilenyapkan. Akan tetapi ketika pada satu perspektif ditemukan bahwa dalam tataran yang signifikan pacaduan diterima oleh masyarakat pendukungnya, maka dalam perspektif folklor, pacaduan telah menempati fungsinya. Sehubungan dengan fungsinya di masyarakat, penelitian terhadap pacaduan tentu penting untuk dilakukan mengingat kenyataan di sebagai daerah di tatar Sunda, pacaduan menjadi praktik yang seolah alamiah harus diwariskan dan diterima dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda. Di Kecamatan Cadasngampar Sumedang, misalnya, sejumlah indikator menunjukkan adanya pelekatan tradisi pacaduan yang cukup kuat. Pelekatan tradisi pacaduan di daerah Cadasngampar Sumedang menarik untuk diteliti dengan alasan selalu ada peristiwa lampau yang menjadi latar belakang diwariskannya pacaduan tersebut. Tidak saja dilatarbelakangi kehidupan leluhur Sumedang pada masa kejayaan Sumedang Larang, juga tradisi pacaduan di daerah tersebut erat kaitannya dengan potensi alam. Dan yang lebih menarik, tradisi pewarisan pacaduan diturunkan melalui sejumlah cerita legenda. Dengan demikian, sejumlah permasalah yang melingkupi tradisi pewarisan pacaduan menjadi penting untuk diteliti. Dalam tahap awal ini, penelitian diarahkan kepada deskripsi dan persepsi menyangkut 1 motif-motif pacaduan, 2 nilai-nilai dasar 3 kemanusiaan yang terkandung dalam pacaduan, dan 3 strukturasi pacaduan dan praktik pewarisan, Pemikiran teoritis yang behubungan dengan folklor lisan bersedia mempelajari semua unsur kebudayaan manusia asalkan diwariskan secara lisan. Kelompok ahli ini memperlakukan antara folk ‘ masyarakat pendukungnya atau anggota kolektifnya’ dan lore ‘tradisi kelisanannya’ secara seimbang. Faham struktur-genetik pun dapat dijadikan pijakan dalam kerangka penelusuran fungsi tradisi dalam penelitian ini. Menurut pendekatan struktur- genetik, penelitian harus diarahkan kepada pemaknaan karya-karya itu sendiri dalam pembicaraan mengenai tempatnya di masyarakat Wolff dalam faruk, 1994: 116. Artinya, penelitian terhadap cerita rakyat diarahkan kepada penelusuran muatan teks dan kedudukannya di lingkungan masyarakat pendukungnya. Herder menegaskan bahwa setiap karya sastra berakar pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu. Dalam lingkungan itulah karya tersebut menjalankan fungsinya yang khas Damono, 1979: 19. Dalam kerangka penganalisisan, dengan merujuk pendapat Maranda, Yus Rusyana mengemukakan bahwa penganalisisan terhadap cerita rakyat harus mempertimbangkan pendukung tradisi dan pendengarnya, tingkah laku dan reaksi masyarakatnya, serta keseluruhan budaya kelompoknya 1981: 44. Adapun Grebstein berpendapat bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya Damono, 1979: 4. Demikian juga dengan Goldmann; ia berpendapat setiap karya sastra adalah suatu keutuhan yang hidup yang dapat dipahami lewat anasirnya. Karya sastra merupakan kesatuan dinamis yang bermakna sebagai perwujudan nilai-nilai dan peristiwa-peristiwa penting jamannya Damono, 1979: 43. Oleh karenanya, pemaknaan terhadap teks tidak boleh dilepaskan dari pemahaman konvensi-konvensi yang melingkupi karyanya. Dan tentunya, hanya dengan bekal pemahaman makna secara memadai terhadap teks suatu karya, maka penginterpretasian dapat dilakukan secermat dan sebaik mungkin. Sejalan dengan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1 mendeskripsikan motif-motif pacaduan yang cukup dominan tersebar di daerah Cadasngampar Sumedang, 2 mendeskripsikan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang terjandung dalam pacaduan, dan 3 mengungkap strukturasi pacaduan dan praktik pewarisannya dalam lingkup strukutr sosial yang lebih luas. 4

2. Metode Penelitian