Nilai-nilai Dasar Kemanusiaan Hasil dan Pembahasan 1 Motif Cerita

6 peristiwa tersebut. Atas peristiwa tersebut, ayah mempelai wanita bersumpah untuk tidak memakan kepala ayam hingga beberapa keturunannya. Motif cerita yang tertuang dalam Cadu Mahi “Pantang Berkecukupan” adalah ketabuan karena perasaan tidak nyaman. Seorang petani kaya merasa sering terganggu dengan tetangganya yang terus menerus datang ke rumahnya untuk meminjam beras. Perasaan terganggunya semakin ia rasakan manakala aktivitas makannya pun sering terganggu. Karena sangat kesalnya, ia pun bersumpah untuk tidak lagi menjadi orang kaya. Adapun pada ketiga cerita Cadu Nuang Tikukur “Pantang Memakan Tekukur”, Cadu Nuang Mencek “Pantang Memakan Rusa”, dan Cadu Nuang Puter “Pantang Memakan Perkutut”, motif di dalamnya sama-sama menunjukkan adanya ketabuan sebagai wujud hormat dan terima kasih kepada leluhur. Ketiga cerita tersebut sama-sama memunculkan peristiwa di mana tokoh-tokoh merasa tertolong oleh seekor binatang atas kepungan dari pihak musuh. Motif-motif cerita yang dimaksud mengindikasikan sejumlah nilai dasar kemanusiaan yang dapat ditelusuri melalui modus jalan mencapai tujuan dan keadaan terakhir yang hendak dicapai oleh seseorang atau subjek kolektif yang memberlakukan ketabuan dan mewariskannya.

3.2 Nilai-nilai Dasar Kemanusiaan

Seperti yang Rokeach nyatakan perihal delapan belas nilai-nilai dasar kemanusian yang dipilah ke dalam instrumen Value dan terminal value, ketujuh cerita yang bermotif ketabuan mengdikasikan sejumlah nilai dasar kemanusiaan. Pada cerita Cadu Nyieun Susukan, tokoh penguasa melalui sikap tenggang rasanya terhadap anaknya yang sudah menjadi mayat di sebuah selokan, ia mengeluarkan sumpahnya dengan maksud menghindarkan hal serupa dan menjaga keselamatan keluarga dan warganya. Pada cerita Cadu Melak Suuk, penyesalan tokoh mengimplikasikan adanya nilai dasar kemanusiaan menyangkut keruntutan nalar sebagai modus mencapai tujuan. Adapun modus tersebut mengindikasikan adanya tujuan untuk meraih kepuasan hidup. Modus lain yang muncul dalam cerita tersebut menyangkut kemampuan yang mengindikasikan adanya kepuasan menyelesaikan tugas sebagai tujuan akhirnya. Walaupun fakta teks menunjukkan bahwa tokoh baru 7 menyadarai kesalahannya setelah musibah terjadi, secara implisit nilai-nilai dasar kemanusiaannya dapat ditelusuri melalui pemikiran ulang tokoh atas tindakan yang seharusnya dia lakukan. Dengan demikian, modus yang menonjol dalam cerita ini adalah keruntutan nalar. Adapun terminal value-nya dalah kepuasan hidup. Cerita Cadu Nuang Hulu Hayam menunjukkan adanya modus pengendalian diri dengan tujuan akhirnya adalah kearifan. Pada cerita ini, tokoh- tokoh di dalamnya tampak tidak dapat mengendalikan diri karena kesalahpahaman dan kecembuaruan yang berlebihan. Akibat dari kondisi tersebut terjadilah pertikaian yang berakhir dengan peristiwa pembunuhan. Dengan demikian, modus di dalamnya menyangkut masalah pengendalian diri yang berimpilkasi kepada tindakan yang arif. Pengendalian diri menjadi bagian penting manakala tokoh- tokoh tidak ingin terjebak dalam kesalahapahaman yang mengakibatkan petaka pembunuhan. Cerita Cadu Mahi memuat nilai dasar kemanusian menyangkut pengendalian diri yang berimplikasi kepada kearifan sebagai nilai akhirnya. Tokoh utama di dalam cerita tersebut menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengendalikan diri. Perasaan tidaknyamannya karena gangguan tetangganya ia wujudkan ke dalam pengucapan sumpah yang ia tujukan kepada dirinya untuk hidup melarat. Pada ketiga cerita, Cadu Nuang Tikukur, Cadu Nuang Mencek, dan Cadu Nuang Puter, yang memuat motif ketabuan sebagai wujud penghormatan dan rasa terimakasih kepada leluhur, nilai-nilai dasar kemanusiaan yang menonjol adalah cinta kasih sebagai modusnya dan kehidupan abadi sebagai nilai akhirnya. Persepsi tokoh atas kemampuan seekor binatang menyelamatkan diri tokoh dari kepungan lawan telah membuahkan keyakinan bahwa perlindungan yang terjadi adalah wujud perhatian dan cinta kasih leluhur. Dengan demikian, konsep penghormatan dan rasa terima kasih yang diwujudkan melalui ketabuan untuk memakan daging tekukur, rusa, atau perkutut diekpresikan melalui tindakan pewarisan pacaduan yang dimaksud kepada keturunannya. Pewarisan dan kebertahanan ketabuan tersebut mengindikasikan adanya citra baik leluhur yang abadi bagi keturunannya. Beranjak dari uraian menyangkut nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tertuang di dalam tiap cerita, praktik pewarisan pacaduan dapat ditelusuri lebih 8 lanjut melalui perspektif strukturasi sosial. Strukturasi sosial yang dimaksud mengarah kepada pemahaman struktur dasar teks dihubungkan dengan struktur yang lebih luas, yaitu struktur sosial subjek kolektif yang terikat oleh aktivitas pewarisan pacaduan.

3.3 Strukturasi Pacaduan dalam Praktik Pewarisan