Peranan Grant Sultan Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Dikaitkan Dengan Konversi Hak Atas Tanah

(1)

1

PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI

KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI

HAK ATAS TANAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SHEILA WIYASIH ELANG NIM : 110200402

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERTA UTARA


(2)

ABSTRAK

PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH

*) Sheila Wiyasih Elang **) Zaidar, S.H., M.Hum

***) Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N

Grant Sultan diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja. Hak ini dapat dikonversikan menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan peruntukannya. Grant adalah sebentuk surat keterangan tentang kepemilikan sebidang tanah. Sedangkan Grant Sultan adalah surat keterangan tentang kepemilikan atas yang diberikan oleh Sultan bagi kaulanya. Grant Sultan digunakan sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan hak atas tanah.Hingga kini grant sultan tetap menjadi masalah walaupun keberdaannya tetap diakui.

Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak, bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai bukti hak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang mengacu pada penelitian yuridis normatif. Sumber dalam penelitian adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Data diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu studi

kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Analisa data yang digunakan

dalam penenlitian ini adalah analisa data kualitatif.

Keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, secara pasti oleh konstitusi. Hak tersebut dengan tanah Grant Sultan. Pada fakta yang lain tanah Grant Sultan tetap diakui keberadaannya. Terbukti apabila berkaitan dengan penggunaan tanah Kesultanan Deli harus memiliki izin pada kerajaan yang bersangkutan seperti kehutanan. Kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak adalah sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan. Banyaknya tanah Grant Sultan yang secara fisik tidak dikuasai langsung oleh pemegang Grant Sultan, tetapi diduduki oleh pihak penggarap, bahkan secara turun temurun, sehingga menghambat konversi hak atas tanah Grant Sultan. Kurangnya pengetahuan pemegang Grant Sultan mengenai konversi hak atas tanah. Prosedur yang lama dalam pengurusan sertifikat dan berbelit-belit serta Kurangnya penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat. Tidak jarang ditemukan bahwa ada oknum tertentu yang berusaha untuk memalsukan Grant Sultan, akan tetapi sejauh ini usaha pemalsuan tersebut dapat segera diantisipasi oleh pihak BPN. Upaya dalam


(3)

mengatasi kendala dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah maka yang utama dilakukan oleh pihak kantor BPN adalah mengkoordinir pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, yaitu dengan meningkatkan segi mutu pelayanan yang terbaik bagi terselenggaranya konversi tanah Grant Sultan. Sedangkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan terhadap bukti hak Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini dengan baik.

Adapun skripsi ini berjudul ―Peranan Grant Sultan Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Dikaitkan Dengan Konversi Hak Atas Tanah‖ yang merupakan salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan.

Penulis menyadari bahwa hasil Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karenanya, Penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka diharapkanPenulis dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara Penulisannya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat,


(5)

serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu

Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.

6. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program

Kekhususan Hukum Agraria serta Dosen Pembimbing II. Dalam kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang dibagikan Beliau baik pada saat perkuliahan maupun sewaktu memberikan bimbingan bagi Penulisan skripsi ini. Bagi Penulis, Beliau merupakan figur yang teladan, tekun, dan objektif dalam mendidik mahasiswa. Penulis sangat mengagumi dedikasi Beliau dalam mengajarkan beberapa mata kuliah hukum agraria. Penulisan skripsi ini


(6)

tidaklah mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau.

7. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan semangat dan perhatian penuh dalam penulisan skripsi ini. 


8. Bapak Sugeng Karyono dan Bapak Syafruddin Chandra selaku Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan yang telah membantu memberi data dan

informasi yang diperlukan. 


9. Keluargaku yang tercinta yang telah mendukung penulis hingga menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan. 


10.Teman-teman di jurusan Agraria serta semua pihak yang karena keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut

mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. 
 Mengingat skripsi ini masih

membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan. 


11. Orang tua tercinta, tersayang dan terkasih, terima kasih atas cinta, kasih,

doa, perhatian, nasihat, dan bantuan yang sangat berarti dan tak terhingga nilainya, serta dukungan baik moril dan materil yang tiada pernah habis.


(7)

membahagiakan dan membalas atas pengabdian dan dedikasi orang tua selama ini.

12.Kakak Penulis tercinta, Fiona, yang selama ini banyak mendukung dan

memotivasi Penulis dalam proses Penulisan skripsi ini

13.Teman-teman mahasiswa stambuk 2010, Senior dan Junior yang tidak bisa

Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas dukungan yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

14.Semua pihak yang membantu Penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat

disebut satu-persatu.

Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmad dan Karunia-Nya, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 18 April 2015

Penulis,

Sheila Wiyasih Elang Nim : 100200402


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI SEBAGAI BUKTI HAK ATAS TANAH A. Sejarah Grant Sultan di Deli Sumatera Utara ... 14

B. Pengertian Grant Sultan ... 18

C. Kedudukan Tanah Grant Sultan dalam Hukum Tanah Indonesia ... 24

BAB III KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR PERTANAHAN DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH JIKA GRANT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK A. Pengertian konversi dan objek konversi ... 27


(9)

C. Kendala dalam Pelaksanaan konversi Grant Sultan ... 39

BAB IV UPAYA DALAM MENGATASI KENDALA DALAM KONVERSI GRANT SEBAGAI BUKTI HAK A. Upaya yuridis dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 58

B. Upaya teknis dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 67

C. Upaya personil dalam mengatasi masalah dalam konversi grant sultan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(10)

ABSTRAK

PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH

*) Sheila Wiyasih Elang **) Zaidar, S.H., M.Hum

***) Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N

Grant Sultan diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja. Hak ini dapat dikonversikan menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan peruntukannya. Grant adalah sebentuk surat keterangan tentang kepemilikan sebidang tanah. Sedangkan Grant Sultan adalah surat keterangan tentang kepemilikan atas yang diberikan oleh Sultan bagi kaulanya. Grant Sultan digunakan sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan hak atas tanah.Hingga kini grant sultan tetap menjadi masalah walaupun keberdaannya tetap diakui.

Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak, bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai bukti hak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang mengacu pada penelitian yuridis normatif. Sumber dalam penelitian adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Data diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu studi

kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Analisa data yang digunakan

dalam penenlitian ini adalah analisa data kualitatif.

Keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, secara pasti oleh konstitusi. Hak tersebut dengan tanah Grant Sultan. Pada fakta yang lain tanah Grant Sultan tetap diakui keberadaannya. Terbukti apabila berkaitan dengan penggunaan tanah Kesultanan Deli harus memiliki izin pada kerajaan yang bersangkutan seperti kehutanan. Kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak adalah sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan. Banyaknya tanah Grant Sultan yang secara fisik tidak dikuasai langsung oleh pemegang Grant Sultan, tetapi diduduki oleh pihak penggarap, bahkan secara turun temurun, sehingga menghambat konversi hak atas tanah Grant Sultan. Kurangnya pengetahuan pemegang Grant Sultan mengenai konversi hak atas tanah. Prosedur yang lama dalam pengurusan sertifikat dan berbelit-belit serta Kurangnya penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat. Tidak jarang ditemukan bahwa ada oknum tertentu yang berusaha untuk memalsukan Grant Sultan, akan tetapi sejauh ini usaha pemalsuan tersebut dapat segera diantisipasi oleh pihak BPN. Upaya dalam


(11)

mengatasi kendala dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah maka yang utama dilakukan oleh pihak kantor BPN adalah mengkoordinir pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, yaitu dengan meningkatkan segi mutu pelayanan yang terbaik bagi terselenggaranya konversi tanah Grant Sultan. Sedangkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan terhadap bukti hak Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan, telah diupayakan sedapat mungkin untuk menjamin keamanan register Grant Sultan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala aspek kehidupan manusia itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani kehidupan didunia. Oleh sebab itu, tanah dibutuhkan oleh setiap individu sehingga sering timbul konflik di antara sesama masyarakat, terutama yang menyangkut tanah. Maka dari itulah diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.

Tanah merupakan tempat anggota masyarakat untuk menjalani kehidupannya. Selain tanah juga merupakan sumber daya alam yang memberi kehidupan bagi setiap makluk hidup. Selain itu, tanah sebagai tempat setiap makluk hidup bertempat tinggal, bahkan seorang meninggalpun akan dimakamkan dan menjadi tempat kediaman arwahnya.1Selain menjadi tempat tinggal tanah juga dapat dijadikan sebagai investasi. Banyaknya masyarakat yang memerlukan tanah mengakabitkan tingginya harga tanah sehingga hal ini dapat menguntungkan para investor dalam jangka panjang.

Menurut Mr. B. Ter Haar Ban, mengenai hubungan masyarakat dengan tanah, membagi dalam hubungan antara masyarakat dengan tanah baik ke luar maupun ke dalam, dan hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan atas berlakunya ke luar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil

1Soetomo, Jual Beli Tanah (peralihan hak dan sertifikat), (Malang: Universitas Brawijaya, 1981), hal 11


(13)

dari tanah, dan menolak lain-lain orang luar masyarakat tersebut berbuat sedemikian itu sebagai kesatuan juga bertanggungjawab terhadap orang luaran masyarakat atas perbuatan dan pelanggaran di bumi masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut Hak Yasan Komunaal dan oleh Van Vollenhoven diberi nama beschikgrecht (hak pertuanan).2

Tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu negara, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Sifat yang khusus dari hak pertuanan atau persekutuan terletak pada daya timbal-balik daripada hak itu terhadap hak-hak yang melekat pada orang perorangan atau individu. Semakin kuat hubungan individu dengan tanah, makin memperdalam hubungannya dengan hukum perseorangan (terhadap tanah itu), dan makin kecillah hak yang dimiliki masyarakat terhadap sebidang tanah itu.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), di Indonesia terdapat dualisme sistim hukum tanah yang belaku yakni Sistim Hukum Tanah Barat yang mana peraturan pokoknya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya KUHPerdata) dan hukum tanah barat itu bersifat kapital individualis, serta sistim hukum tanah adat yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip hukum penduduk asli bangsa Indonesia dimana sistim ini mempunyai ciri khusus yang bersifat kemasyarakataan.

Keadaan dualisme ini sangat merugikan bangsa Indonesia dikarenakan Belanda tidak mengakui hak-hak adat, sehingga status tanah adat tidak menjadi

2Mr. B. Ter Haar Bzn, Beginselon en stelsel van het adat recht (terjemahan K, Ng. Soebekti Poespnoto), (Jakarta: Negara Pradnya HIR Walter), 1999, hal 66-67


(14)

jelas.3 Selain itu menurut pendapat A.P Parlindungan, filisofi dan teori hukum agraria penjajah tidak sesuai dengan cita-cita bangsa dan lebih banyak memberi kesengsaraan kepada bangsa Indonesia dan tidak menjamin kepastian hukum.4 Menghapus dualisme hukum tersebut harus dibentuk suatu hukum agraria yang unifikasi bagi seluruh tumpah dara Indonesia. Hal tersebut tercapai dengan diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960. Dengan lahirnya UUPA maka berlaku status quo hak-hak tanah terdahulu dimaksudkan bahwa berlakunya UUPA tidak dibenarkan lagi menerbitkan hak-hak atas tanah baik berdasarkan hukum adat apalagi hukum perdata barat5. Guna mewujudkannya kesatuan dalam hal pengaturan hak-hak atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA maka pada bagian kedua dari UUPA diatur mengenai ketentuan konversi dari hak-hak atas tanah. Pengaturan tersebut dimaksudkan agar hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA dapat masuk dalam sistim UUPA.

Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Oleh sebab itu, pada tanggal 24 September 1960 lahir UUPA disebutkan bahwa ―Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak yang

bertentangan dengan kepentingan nasional negara.‖6

3Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006), hal. 14

4A.P Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1998), hal 25

5Tampil Ansari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Cetakan Ketiga Studi Hukum dan Masyarakat, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 2004), hal 287.


(15)

Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal bersifat ‗dualisme‘, yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa di satu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, di pihak lain.³

Terkait dengan hal itu, di wilayah Sumatera Utara yang dulu disebut dengan Sumatera Timur memiliki karakteristik tersendiri sebagai akibat pembukaan konsesi perkebunan di wilayah ini. Penduduk yang bermukim di wilayah kesultanan seperti Golongan Eropa dan Timur Asing pada waktu tertentu tunduk pada peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernem, sedangkan daerah Swaparaja mempunyai pemerintahan sendiri. Sesuai prinsip hukum antar golongan tanah mempunyai status tersendiri yang terpisah dari status personal yang menguasai tanah tersebut.7

Di Sumatera Timur khususnya bekas daerah-daerah keswaparajaan seperti Kerajaan Deli, Serdang, Asahan, Kualuh, Bilah, Langkat dan lain-lain memiliki status tanah yang tunduk kepada kesultanan. Wilayah-wilayah tersebut saat ini adalah Kotamadya Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kotamadya Binjai, Kotamadya Tebing Tinggi, Kabupaten Asahan, Kabupaten Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu. Di daerah-daerah tersebut dikenal

adanya Grant Sultan yakni kurnia raja atas sebidang tanah kepada kawulanya

untuk diusahai.8

7Badan Pertanahana Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Grant Sultan dan Permasalahannya di Sumatera Utara (Bahan Diskusi Pada Kunjungan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimanta Timur di Medan Tanggal 31 Agustus 1999), hal. 1


(16)

Bentuk Grant Sultan yang diberikan bermacam-macam seperti Seorat Penentoean Milik yang berarti mengaruniakan sebidang tanah untuk menjadi

miliknya. Geran Menentoekan Haq Kebon yakni memberikan perizinan untuk

mempunyai hak satu kebun atau Soerat Penjerahan Hak Memperoesahai Tanah

yakni menyerahkan hak menguasai sebidang tanah.9

Semula keterangan yang menjadi jaminan bagi penentuan hak tanah diberikan oleh Kepala Urung dengan pemberitahuan secara tertulis bahwa kepala urung mengetahui yang bersangkutan mendapatkan konsesi atas sebidang tanah di

daerahnya. Dokumen-dokumen ini yang diberi stempel Kepala Oeroeng dengan

Soerat Kampoeng atau juga disebut Geran Datoek.10

Grant-grant sultan ini diberikan terutama di dataran-dataran rendah, sedangkan untuk daerah perbukitan Grant ini hanya diberikan untuk daerah-daerah yang penting saja. Pada bagian-bagian yang dihuni orang Melayu yang

berada di bawah empat oeroeng tersebut di atas, maka grant-grant itu dikeluarkan

oleh Kepala Oeroeng dengan tanda tangan dan materai; grant kemudian

dikirimkan kepada Sultan yang juga menandatangani dan memberikan materainya.11

Pada mulanya penguasaan sebidang tanah oleh penduduk tidak didukung dengan bukti tertulis pada masa itu yang dikarenakan tanah yang tersedia masih luas. Kemudian setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan yang memerlukan tanah dan kepastian tentang batas-batas tanah maka timbul keinginan

9Ibid

10Ibid


(17)

dari penduduk agar penguasaannya atas tanah mendapat penetapan dari penguasa. Sehingga oleh sultan diberika tanda bukti yang disebut dengan grant sultan.12

Pada saat sekarang, grant sultan menjadi permasalahan ketika UUPA di sahkan. Banyak para pemilik tanah grant sultan sangat sulit untuk diberikan bukti kepemilikannya, padahal masyarakat tersebut benar-benar memiliki grant sultan tersebut. Namun untuk mempermudah hal tersebut, pemerintah memberlakukan konversi sebagai bentuk untuk menentukan kepemilikan grant sultan itu.

Adapun mengenai hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada hukum barat ketentuan konversinya telah diatur hanya berlaku sampai dengan tanggal 24 Septembar 1980 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen. Agraria No. BTU 8/356/8/79 dan juga dalam Keputusan Presiden 32 Tahun 1979.Dan untuk hak-hak tanah yang tunduk kepada hukum adat teleh diadakan ketentuan khusus yaitu dengan SK 26/DDA/1970, bahwa konversi dari hak-hak tanah adat yang tidak ada batas waktu konversi karena pertimbangan khusus , biaya, prosedur dan ketidak pedulian dari rakyat untuk mensertifikasi tanahnya13. Dan oleh karena itu mengenai pendaftaran konversi hak-hak tanah adat masih dibuka sampai sekarang.

Hal yang penting dalam pendaftaran konversi ini adalah terletak dalam proses pembuktian haknya, karena sebagaimana yang diuraikan oleh A.P Pelindungan, dalam bukunya Komentar Atas UUPA, bahwa hak-hak atas tanah tidak mempunyai bukti tertulis atau hanya berdasarkan keadaan tertentu di akui

12Ibid, hal. 2

13 A.P Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 19


(18)

sebagai hak-hak seseorang berdasarkan kepada hak-hak dasar adat dan diakui oleh yang empunya sepadan tanah tersebut.

Penjelasan singkat di atas merupakan bagian gambaran singkat terhadap keberadaan grant sultan saat ini yang masih banyak dipermasalahkan terkait dengan pembuktian atas kepemilikannya. Tanah grant sultan yang saat ini kembali

disengketakan dianggap menjadi asset yang cukup besar untuk dimiliki bahkan

sangat disayangkan apabila dibiarkan begitu saja, bahkan upaya untuk memalsukan bukti tertulis pun dilakukan agar mendapatkan tanah grant sultan tersebut. Berdasarkan permasalahan inilah diangkat skripsi yang berjudul PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang antara lain:

1. Bagaimana keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah?

2. Bagaimana kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam

konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak?

3. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai

bukti hak?

C. Tujuan Penulisan


(19)

1. Untuk mengetahui keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah.

2. Untuk mengetahui kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam

konversi hak atas tanah jika grant sebagai alat bukti hak.

3. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant

sebagai bukti hak.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Secarateoritis, skripsi ini diharapkan dapat mampu memperkaya khasanah perkembangan Ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya, serta dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan informasi sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran guna membangun argumentasi ilmiah mengenai peranan grant sultan sebagai alat bukti kepemilikan tanah.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan pemberian, permasalahan yang timbul terhadap peranan grant sultan sebagai alat bukti kepemilikan tanah.


(20)

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai PERANAN GRANT SULTAN SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN TANAH DIKAITKAN DENGAN KONVERSI HAK ATAS TANAH.

Adapun beberapa tulisan yang memiliki kesamaan akan tetapi judul dan dan pembahasannya berbeda. Berikut para penulis dan judulnya tersebut:

1. Skripsi berjudul ―Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat: Studi Mengenai Konversi Hak Atas Tanah Grant Sultan di Kota Medan‖ oleh Henny Suryani. 2. Tesis berjudul ―Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak atas Tanah Grant

Sultan di Kota Medan‖ oleh Aprillyani.

3. Tesis berjudul ―Pelaksanaan konservasi Tanah Grant Sultan di Kota Medan‖ oleh Emri.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, maka penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

F. Metode Penelitian


(21)

dipergunakan dalam penelitian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmuan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris yakni implementasi ketentuan hukum dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat yang khususnya dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul ―Peranan grant sultan

sebagai alat bukti kepemilikan tanah dikaitkan dengan konversi hak atas tanah.‖

Adapun sifat penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.14 Jenis penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan penelusuran dokumen atau lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

2. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini metode pengumpulan data dengan studi

dokumen dengan penulusuran lapangan (field research). Field research memiliki

arti teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara atau korespondensi dengan masyarakat yang ada


(22)

hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Sumber data adalah subjek dari mana data yang diperoleh.15

a. Bahan hukum primer

Diperoleh melalui wawancara dengan beberapa pihak yang dianggap memiliki kepentingan terkait dengan pembahasan skripsi ini, UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi lapangan (field research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui wawancara dengan pegawai Badan Pertahanan Nasional Kota Medan yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis data

15Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal.172.


(23)

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan metode deduktif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan.16

G. Sistematikan Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI SEBAGAI

BUKTI HAK ATAS TANAH.

16Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 54.


(24)

Berisikan sejarah Grant Sultan di Deli Sumatera Utara, pengertian grant sultan, kedudukan tanah Grant.

BAB III KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR

PERTANAHAN DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH JIKA GRANT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK.

Bab ini berisikan pengertian konversi dan objek konversi, prosedur konversi Grant Sultan serta kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas tanah.

BAB IV UPAYA DALAM MENGATASI KENDALA DALAM

KONVERSI GRANT SEBAGAI BUKTI HAK.

Berisikan upaya yuridis, teknis dan personil dalam mengatasi kendala pelaksanaan konversi Grant Sultan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


(25)

BAB II

KEBERADAAN GRANT SULTAN SAAT INI SEBAGAI BUKTI HAK ATAS TANAH

A. Sejarah lahirnya atau diterbitannya Grant Sultan di Deli Sumatera Utara Di jaman kuno dimasa hidupnya Aristoteles, dia telah menyatakan bahwa dalam suatu negara selalu terdapat mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, danmereka yang berada ditengah-tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu membuktikan bahwa dimasa itu telah dikenal sistem lapis-berlapis dalam masyarakat dan besar kemungkinan dijaman sebelumnya orang sudah mengenal adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah keatas.17

Begitu juga kiranya bangsawan Melayu Serdang sebagai salah satu bagian dari lapis-berlapis dari masyarakat Melayu yang ada di Serdang mempunyai kedudukan lebih tinggi sedikit dari masyarakat Melayu di Serdang oleh karena

adanya semacam ―kontrak sosial‖ yang dilakukan penduduk setempat dengan

Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah bergelar Kejeruan junjongan (1703-1782) yang tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli dalam perebutan dengan saudaranya Panglima Gandar Wahid sewaktu terjadinya perang suksesi sekitar tahun 1720. Maka ia bersamaibundanya Tuanku Puan Sampali pindah dari Sampali dan mendirikan Kampung Besar (Serdang) disekitar tahun 1723. Kampung besar yang mereka dirikan itu dalam perkembangan selanjutnya menjadi negara dan mendaulatkan mereka sebagai bangsawan Serdang. Namun

17Muhammad Abduh ,et. al .Pengantar Sosiologi (Medan : Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara , 1984 ) , hal. 61


(26)

beberapa abad kemudian bangsawan Melayu Serdang itu dipaksa melepaskan

kekuasaannya atas warisan berkuasa yang mereka terima secara turun – temurun

dari pendahulu terdahulunya melalui suatu revolusi.18

Revolusi itu bermula dari kejatuhan imprealisme Jepang kemudian disusul olehadanya pendeklarasian kemeredekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Deklarasikemeredekaan inilah yang dikenal sebagai awal dari revolusi Indonesia. Dalam perkembangan selajutnya revolusi Indonesia di Sumatera Timur ini tidak hanya menuntut pembentukan pemerintahan nasional tetapi juga mengarah kepada ―pemebersihan‖ antek – antek Belanda. Pembersihan antek – antek Belanda ini

lebih mengarah kepada bangsawan – bangsawan Melayu yang juga imabsan

―pembersihan‖ itu diarahkan juga kepada bangsawan Melayu Serdang. Bagian

dari pembersihan ini secara resminya lebih dikenal dengan sebagai ―Maret

Kelabu‖ atau revolusi sosial 1946 di Sumatera Timur tersebut.

Berbeda dari penulisan sejarah – sosial ekonomi di jurusan sejarah pada

fakultas sastra USU , penulisan sejarah revolusi kurang begitu banyak

dibandingkan dengan penulisan sejarah sosial–ekonomi tersebut. Padahal menurut

keyakinan bahwa pengkajian sejarah itu tidak hanya menganalisa tentang sejarah sosial ekonomi saja ,tetapi ada semacam yang terlupa oleh kita bahwa ilmu

sejarah yang mengkhususkan.19

Grant Sultan pada mulanya dikenal di masa pemerintahan Kolonial Belanda dimana pada saat itu daerah Singaraja mempunyai hak pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah Singaraja adalah meliputi daerah Sumatera Timur yang

18Ibid

19Luckman. Sari Sejarah Serdang (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 ) hal.18.


(27)

terdiri dari kerajaan-kerajaan melayu. Oleh sebab itu dapat dilihat dahulu sejarah kerajaan melayu di Sumatera Timur.

Grant Sultan diberikan kepada kaula Swapraja.20 Pada mulanya orang tidak memerlukan surat, sebab tanah banyak dan luas. Setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan, yang memerlukan tanah yang luas dan kepastian tentang batas-batas tanah, yang diserahkan kepada mereka maka timbul sesuatu faktor baru dalam penguasaan tanah, yaitu, orang tidak lagi dapat bebas bertualang, berpindah-pindah secara bebas menggarap tanah yang disukainya. Dengan demikian, kebiasaan berpindah-pindah mulai berkurang dan diambil tempatnya oleh keinginan menetap diatas sebidang tanah tertentu dan serentak dengan itu timbul pula keinginan, supaya hak atas tanah itu mendapat penetapan atau pengakuan dari penguasa,21 terlebih-lebih lagi berhubung dengan bertambahnya peristiwa-peristiwa jual-beli tanah, disebabkan kedatangan orang-orang dari daerah lain yang memerlukan pertapakan rumah.

Berdasarkan fakta-fakta tertera diatas, pada mulanya oleh Kepala-Kepala Urung dikeluarkan surat keterangan yang diberi nama ―Grant-Datuk‖ atau ―Surat Kampung‖ yang berisikan pengakuan Kepala Urung yang bersangkutan, bahwa ia mengetahui seseorang A adalah menguasai sebidang tanah tertentu. Kadang-kadang surat keterangan semacam itu dibuat dibagian bawah dari sesuatu surat jual-beli.

20Mahadi, Sedikit ― Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di

Sumatera Timur‖ (Tahun 1800-1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, diedarkan Penerbit Alumni, Bandung, 1976,hal.256


(28)

Baru kira-kira dalam tahun 1890 Sultan Deli mengeluarkan surat keterangan penyerahan tanah kepada seseorang sebagai ―Kurnia‖, ditulis tangan dengan mempergunakan huruf Arab. Dalam surat-surat keterangan itu ditambahkan ketetapan, bahwa hak yang diberikan itu akan gugur, apabila tanah tidak dipergunakan dengan baik dan bahwa pengalihan hak kepada orang lain harus dengan seizing Sultan.22

Grant Sultan diurung-urung, sepanjang mengenai bagian Melayunya, dikeluarkan oleh Kepala-Kepala Urung (XII Kota, Serbanyaman, Sukapiring dan Senembah Deli). Setelah ditanda-tangani oleh Kepala Urung dan diberi cap Grant dikirim kepada Sultan untuk diberi tanda tangan Sultan dan cap.23

Didaerah-daerah dimana dahulunya terdapat Kerajaan-Kerajaan Melayu seperti Percut Sungai Tuan, Padang dan Bedagai, prosedur yang serupa diikuti juga. Didaerah-daerah yang diperintah langsung oleh Sultan seperti disekitar Medan (Kota Matsum, P. Brayan, Titipapan, Glugur, Labuhan dan daerah Medan Sendiri). Grant Sultan langsung ditanda-tangani oleh Sultan Deli.

Dari Uraian tertera diatas, Nampak, bahwa daerah Kota Madya Medan sekarang berasal dari :

a. Urung XII Kota, misalnya Medan Baru.

b. Urung Serbanyaman (sesudah Medan mendapat perluasan).

c. Urung Sukapiring, misalnya bidang tanah yang terletak diantara Sungai

Deli dengan Sunga Babura, Kampung baru.

d. Urung Senembah, sesudah Medan mendapat perluasan.

22Ibid,hal.258


(29)

e. Percut.

f. Daerah yang langsung diperintah oleh Sultan (Kota Matsum, Glugur, P.

Brayan dll)

B. Pengertian Grant Sultan

Grant Sultan berasal dari kata grant yang berarti diperuntukkan perizinan hak tanah bagi pembangunan rumah.24 Grant sultan diberikan kepada hamba

sahaya raja-raja pribumi terkait dengan hak—hak pribumi atas pertanahan. Dasa

utama hak atas tanah ini adalah tanah itu milik seluruh suku dan pada prakteknya penduduk sebuah desa.25 Secara pengertian, Grant Sultan adalah hak milik untuk mengusahakan tanah yang diberikan oleh sultan kepada para kaula swaparaja.26 Sendangkan menurut Abdul Rahim Lubis, Grant sultan adalah bukti hak atas tanah yang dilaksanakan kepada kaula swaparaja yang diterbitkan oleh Sultan yang ada diwilayah sumatera timur termasuk Sultan Deli yang diberikan kepada kaulanya. Umumnya untuk tanah kebun dan ladang.27

Grant sultan merupakan hak yang dapat dikonversikan menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subjek hak dan peruntukannya.28 Sehingga grant Sultan dapat disimpulkan sebagaisurat keterangan tentang hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh warga pribumi

24Gerard Jansen, Hak-Hak Grant di Deli, (Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van Sumatra-Instittuut, 1925), hal. 3

25Ibid, hal. 34

26H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1. (Jakarta: Pustaka, 2004) hal.129

27Wawancara dengan Abdul Rahim Lubis, Kepala sesksi hak tanah dan pendaftaran tanah di kabupaten asahan sekaligus staf pengajar pada program Mkn di USU.


(30)

atas izin, pemberian, maupun pengakuan sultan terhadap hak-hak atas tanah yang diberikan kepda kaulanya.

Pada tahun 1889 oleh gubernamen Belanda telah ditetapkan satu contoh akta yang kemudian disebut Grant. Kemudian pada tahun 1890, dikeluarkan surat keterangan oleh Sultan tentang pemberian sebidang tanah yang disebut sebagai kurnia, yang artinya sultan menyerahkan sebidang tanah kepada kaulanya sebagai suatu hadiah pemberian kepada kaulanya.29

Jadi Grant Sultan, sebagai bukti kepemilikan, yaitu bukti-bukti hak-hak atas tanah. Pada masa kesultanan, grant diperlukan terutama dalam hal peralihan hak atas tanah. Awal mulanya bukti hak atas tanah tidak terlalu dipermasalahkan, disebabkan tanah yang tersedia masih sangat luas, dikarenakan jumlah penduduk masih sangat sedikit, sehingga orang tidak terlalu mempermasalahkan bukti hak-hak atas tanah seiring dengan bertambahnya penduduk maka tanah grant sultan banyak dipermasalahkan terutama bagi perusahaan perkebunan asing di daerah Swapraja, maka kebutuhan akan lahan baik untuk perkebunan maupun permukiman penduduk semakin bertambah, karena dirasa perlu untuk menetapkan bentuk hak-hak atas tanah, jika terjadi peralihan hak atas tanah.

Pembagian golongan penduduk yang termasuk kaula Swapraja maupun yang termasuk kaula Gubemenen Belanda, agar dapat dengan jelas dibedakan yang termasuk kaula Sultan Deli adalah:

1. Pribumi Deli sendiri

2. Pribumi dari Swapraja lain di Sumatera Timur yang tinggal di Deli


(31)

3. Keturunan dari imigrasi yang sudah tercampur dengan pribumi itu sedemikian rupa sehingga mereka dianggap sudah berbaur ke dalamnya.30

Sedangkan yang termasuk kaula Gubermenem Belanda adalah :

1. Golongan Eropa

2. Golongan Timur Asing

3. Pribumi bukan kaula raja Sultan31

Grant Sultan pada dasarnya diterbitkan untuk 4 (empat) golongan, yaitu:32

1. Putra Deli

2. Bangsa Minangkabau

3. Bangsa Jawa

4. Bangsa Mandailing

Tidak ada klasifikasi tertentu terkait dengan untuk siapa grant sultan ini diberikan karena grant sultan diterbitkan bagi penduduka pribumi sebagai bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang telah dikuasai masyarakat tersebut. Adapun tujuan dari diterbitkannya grant sultan adalah sebagai bukti kepemilikan tanah bagi masyarakat pribumi. Luas wilayah grant sultan adalah sekitar wilayah pinggir kota medan di luar wilayah yang telah diperjanjikan antara pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Deli.33

Sebagai lampiran dari bagian ini diikutkan satu contoh Grant Sultan sebagai berikut:

30Dikutip dari Tesis Aprilliyani, Op.cit. hal.80 31Ibid, hal.259

32Hasil wawancara dengan Barun 33Hasil wawancara dengan barun


(32)

SRIPADOEKA TOENKAO SULTAN DELI GERAN, JAITOE MENENTOEKAN HAK KEBOEN

NOMBER (125)

1. Bahwa kita Sripadoeka Toenkoe Sultan Maamoen Alrasjid Perkasa

Alamsjah jang bertachta kerajaan didalam negeri Deli serta daerah djadjahan rantau ketaaloekkannja telah member perizinan kepada ini kepada seorang Islam bernama (Oedjoeng) bangsa (Melajoe Deli) jang mempoenjai hak satoe keboen dikampong (Gloegoer), terhak itoe dengan sebab dibelinya kepada SImpit yang bertanggal kepada (13 hari boelan Januari Tahoen 1897). Maka peringgan itoe keboen berikoet sebagaimana jang diterangkan dibawah ini :

Peringgan sebelah Selatan (Keboen Ahmad).

pandjangnja Selatan Oetara sebelah Barat (78.60) meter; Peringgan Sebelah Oetara (keboen Hadji Ismail),

pandjangnya Selatan Oetara sebelah Timoer (83.50) meter; Peringgan sebelah Barat (seongei Deli),

pandjangnja Barat Tiomer sebelah Selatan (110.30) meter; Peringgan sebelah Timoer (pasar besar),

pandjangnja Barat Timoer sebelah Oetara (121.30) meter;

2. Maka adapoen kita member izin ini kepada jang empenja hak misti

menoeroet perintah dari pada kita atau wakil kita,

3. Siapa jang menerima ini soerat mendjadi keterangan dan hak kepadanja.

Selama beloem teroebah ganti peratoeran dari pada kita terletaknja keboen itoe dengan peroesahaannja. Dan kalau nanti terpatoet membajar hasil kemoedian hari


(33)

atas kadar jang ditentoekan masa itoe maka berlakoelah atoeran itoe sepanjangnja. Dan manakala hak ini maoe dipindahkan dengan sebab djoeal atau gadai dan lain-lain tiada boleh kalau beloem lebih dahoeloe menerangkan kepada kita atau wakil kita. Demikianlah baroe sah tiap-tiap kali berpindah hak itoe.

4. Sjahdan jang poenja hak ini soedah mengakoe mengerjakan tanah itoe

dengan bersih selamanja, lagi bertanam pokok-pokok boeah-boehan. Serta tambahan poela kalau jang poenja hak kemana-mana wadjib baginja meninggalkan gantinja akan memliharakan haknja itoe. Manakala hak itoe tertinggal seberapa tanah kosong anam boelan atau satoe tahoen, atau tiada menoeroet sebagaimana kenjataan perizinan ini, maka kita memindahkan hak seberapa tanah kosong itoe kepada barang siapa jang boleh meneria pengakoean ini. Dan kerab kali mereka itoe jang mempoenjai hak melanggar atoeran ini maka mereka itoe dapat hoekoeman dari pada kita. Didalam halat perwatasan jang terseboet ditinggalkan lima depa dari djalan besar. Maka itoe tanah selama beloem digoenakan negeri boleh djoega jang empoenja hak didalam perwatasannja bertanam pohon-pohon, tetapi manakala ada pergoenannja maka termilik koeasa negeri djoe dengan tiada mengganti keroegian kepada jang empoenja oesaha adanja.

Termaktoeb di Medan, pada (30 hari boelan Juli 1923). Perlu dibuat catetan, bahwa syarat-syarat dibawah ini selalu dicantumkan dalam Grant Sultan:

1. Tahan yang bersangkutan harus dikerjakan, jika tidak, haknya dicabut.

2. Kadang-kadang ditentukan, bahwa sipemegang hak harus membuat rumah.


(34)

Izin yang dimaksud misalnya dituangkan dalam suatu formula sebagai berikut :34

―Adalah dari tanah yang tersebut disebelah kanan ini terang dari pada kita Padoeka Sri Tengkoe Besar Negeri Deli berpindah hak kepada‖ seorang bangsa Melajoe

Nama ……… dengan sebab djoeal dengan ………..

………Pada………hari

boelan………..tahoen……… Tanda tangan memindahkan

hak ………

Kita yang membenarkan pindahan ini

Padoeka Sri Tengkoe Besar Negeri Deli,

Tanda tangan saksi-saksi _________________________ _________________________ _________________________


(35)

C. Kedudukan Tanah Grant Sultan dalam Hukum Tanah Indonesia

Sejak diberlakukannya UUPA diberlakukan, di Indonesia terdapat dua macam tanah hak, yaitu tanah hak Indonesia dan tanah hak Barat Tanah hak Indonesia diatur menurut hukum adat, baik yang tertulis maupun tidak, dimana peraturan pertanahan tersebut diciptakan oleh pemerintahan Swapraja dan juga oleh Belanda yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia meliputi seluruh tanah yang tidak diatur oleh Hukum Tanah Barat.

Hukum Tanah Swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang khusus berlaku di daerah Swapraja. Contoh: Kesultanan Jogjakarta; Surakarta; Cirebon dan Deli. Dimana di dalam daerah Swaparaja tersebut hukum tanah diciptakan oleh Pemerintah Swaparaj dan sebagian oleh Belanda.Kesultanan Deli merupakan daerah yang memiliki suatu pemerintahan tersendiri termasuk ketentuan tersendiri tentang pertanahan dengan menggunakan Hukum Tanah Swapraja. Peraturan pertanahan yang terdapat di kesultanan Deli menggunakan peraturan pertanahan di Sumatera Timur itulah sebabnya Kesultanan Deli merupakan salah satu wilayah daerah Swapraja

Tanah-tanah di derah-daerah Swapraja di Sumatera Timur dipunyai dengan hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja. Di daerah Kesultanan Deli misalnya dikenal tanah-tanah yang dipunyai dengan apa yang disebut.35

1. Grant sultan, semacam hak milik Adat, diberikan oleh Pemerintah Swapraja,

khusus bagi para kaula Swapraja, didaftar di kantor Pejabat Swapraja.


(36)

2. Grant controleur, diberikan oleh Pemerintah Swapraja bagi bukan kaula Swaparaja, didaftar di kantor Controleur (Pejabat Pangreh Paraja Belanda);

3. Grant Deli Maatschappij, terdapat di kota Medan dan diberikan oleh Deli

Maatschappij, suatu perusahaan yang mempunyai usaha perkebunan besar tembakau dan bergerak juga di bidang Pelayanan Umum dan tanah, memperoleh tanah yang luas dari Pemerintah Swapraja Deli dengan grant. Tanah tersebut dipetak-petak dan diberikan kepada yang memerlukan oleh Deli Maatschappij juga dengan grant yang merupakan ―sub-grant‖, dikenal dengan sebutan ―grant D‖, singkatan dari ―grant Deli Maatschappi

4. Hak konsesi, untuk perusahaan kebun besar, diberikan oleh Pemerintah

Swapraja dan didaftar di kantor Residen.

Berdasarkan UUPA dalam bagian Kedua mengenai ketentuan-ketentuan Konversi, dalam Pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa: Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, grant sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah pertikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam Pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21.


(37)

Melihat dari pada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya UU no. 5 tahun 1960 tentang UUPA, maka secara otomatis, hak-hak atas tanah yang diperoleh dari Grant Sultan adalah menjadi Hak milik. Dengan demikian, secara otomatis, Tanah Grant Sultan No. 1 tahun 1935 tersebut menjadi milik dari Datuk M. Cheer.

Pada mulanya penguasaan sebidang tanah oleh penduduk tidak didukung dengan bukti tertulis sebab masa itu tanah yang tersedia masih luas. Kemudian setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan yang memerlukan tanah yang luas dan kepastian tentang batas-batas tanah maka timbul keinginan dari penduduk agar penguasaannya atas tanah mendapat penetapan dari penguasa, sehingga oleh sultan diberikanlah tanda bukti yang disebut dengan grant sultan.36

Berdasarkan perjanjian yang dibuat antara sultan deli dengan gubernemen belanda pada tanggal 2 Juni 1907 ditetapkan bahwa Kawula Sultan Deli adalah pribumi Deli sendiri, pribumi dari Swapraja lain di Sumatera Timur, keturunan dari imigran yang sudah bercampur dengan pribumi itu sedemikian rupa sehingga mereka dianggap sudah termasuk kedalamnya.37

36Badan Pertanahanan Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Loc.Cit, hal. 2 37Ibid


(38)

BAB III

KENDALA YURIDIS YANG DIHADAPI KANTOR PERTANAHAN DALAM KONVERSI HAK ATAS TANAH JIKA GRANT

SEBAGAI ALAT BUKTI HAK

A. Pengertian dan Objek Konversi

Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya UUPA berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UUPA) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sistem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.

Beberapa ahli hukum memberikan pengertian konversi yaitu: A.P. Parlindungan menyatakan : ―Konversi itu sendiri adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem dari UUPA‖.38

Boedi Harsono menyatakan : ―Konversi adalah perubahan hak yang lama menjadi satu hak yang baru menurut UUPA‖.39 Kata ‗konversi‘ berasal dari

bahasa latin convertera yang berarti membalikan atau mengubah nama dengan

pemberian nama baru atau sifat baru sehingga mempunyai isi dan makna yang

38A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 1

39Boedi Harsono, UUPA Bagian Pertama Jilid Pertama, (Kelompok Belajar ESA, Jakarta, 1968, hlm. 140


(39)

baru. Sedangkan pengertian konversi dalam hukum agraria adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak lama adalah hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud dengan hak-hak baru adalah hak-hak-hak-hak yang memuat UUPA khususnya Pasal 16 ayat 1.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hak-hak-hak-hak atas tanah dari status yang lama yaitu sebelum berlakunya UUPA menjadi status yang baru, sebagaimana diatur menurut UUPA itu sendiri, adapun yang dimaksud dengan hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA adalah hak-hak atas tanah yang diatur dan tunduk pada hukum adat dan KUHPerdata. Terhadap pelaksanaan konversi itu sendiri A.P. Parlindungan memberikan komentar, ―bahwa pelaksanaan konversi itu sendiri merupakan sesuatu yang boleh dikatakan sangat drastis, oleh karena sekaligus ingin diciptakan berkembangnya suatu unifikasi hukum keagrariaan di tanah air kita, sungguhpun harus diakui persiapan dan peralatan, perangkat hukum maupun tenaga trampil belumlah ada sebelumnya‖.

Pada kenyataannya UUPA telah merombak yang mendasar terhadap sistem-sistem agraria, terdapat dalam bagian kedua dari UUPA adalah merupakan suatu pengakuan terhadap adanya jenis-jenis hak atas tanah yang lama, walaupun hak tersebut perlu disesuaikan dengan hak-hak yang ada dalam UUPA, sehingga dengan demikian tidak bertentangan dengan jiwa dan filosofi yang terkandung dalam UUPA.

Landasan hukum konversi terhadap hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960 adalah bagian kedua dari UUPA


(40)

―tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdiri IX Pasal yaitu dari Pasal I

sampai dengan Pasal IX‖, khususnya untuk konversi tanah-tanah yang tunduk

kepada hukum adat dan sejenisnya diatur dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII ketentuan-ketentuan konversi, di samping itu untuk pelaksanaan konversi yang dimaksud oleh UUPA dipertegaskan lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26/DDA/1970 yaitu tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah.

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, masyarakat pola pikirnya agak sedikit berubah, dengan beralihnya suatu kepemilikan Hak Atas Tanah tersebut masyarakat mulai banyak yang memakai jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT) untuk dibuatkannya akta peralihan hak tetapi kebanyakan tidak didaftarkan untuk disertifikatkan ke BPN melainkan hanya membuat akta saja. Jadi, masyarakat beranggapan bahwa sudah mempunyai akta peralihan hak dari PPAT sudah kuat. Dalam rangka memenuhi Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, diundangkanlah Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1996 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 62 Tahun 1996 (selanjutnya disingkat UUHT).

Setelah diundangkannya UUHT maka hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan


(41)

hutang tertentu, memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain (Pasal 1 angka 1 UUHT). Di samping itu, dengan lahirnya UUHT tersebut maka untuk pemberian kredit oleh kreditur (Bank) kepada debitur dapat terpenuhi, artinya kepentingan para pihak terakomodir dengan jelas dan pasti, hal itu ditunjukkan pada tanah-tanah yang disinggung di atas yaitu tanah konversi/hak-hak adat yang memenuhi syarat untuk didaftarkan dapat diberikan kredit.Dengan diterimanya hak atas tanah belum terdaftar (hak adat) oleh Bank sebagai jaminan dalam memperoleh kredit maka menurut UUHT posisi kreditur akan kuat, yaitu sebagai kreditur preference (kreditur yang mempunyai kedudukan yang diutamakan daripada kreditur-kreditur lain) dan tidak khawatir pada suatu saat debitur akan wanprestasi.

Tujuan dari konversi hak–hak atas tanah tidak lepas dari tujuan yang

hendak dicapai UUPA yakni unifikasi dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan serta untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah dan terciptanya kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat. Secara lebih khusus konversi bertujuan untuk mengadakan unifikasi hak-hak atas tanah, sehingga kelak tidak ada lagi hak-hak atas tanah produk hukum yang lama yakni hak-hak atas tanah yang tunduk pada KUHperdata yang lebih mengutamakan kepentingan individu maupun hak-hak atas tanah menurut hukum adat dengan keanekaragamannya itu.

Hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA terdiri dari hak-hak yang tunduk pada hukumadat dan hak-hak yang tunduk pada hukum barat.


(42)

1. Hak agrarisch egeidom lembaga agrarisch egeidom ini adalah usaha dari Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat, baik yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangannya pada hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat pendukung hak ulayatnya, tanahnya dikonversikan menjadi agrarisch ageidom

2. Tanah hak milik, hak yasan, adar beni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,

pesini Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah ini merupakan istilah lokal yang terdapat di Jawa

3. Grant Sultan yang terdapat di daerah Sumatra Timur terutama di Deli yang

dikeluarkan oleh Kesultanan Deli term asuk bukti-bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. Di samping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli.

4. Landrerijen bezitrecat, altijddurende erfpacht, hak-hak usaha atas bekas tanah

partikeli

Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada Hukumadat ada juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan namaantara lain ganggan bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain40

Hak atas tanah yang tunduk pada hukum barat adalah :

1. Hak Eigendom adalah hak kebendaan (zakelijk recht) yang dipunyai

seseorang untuk secara bebas menikmati sebidang tanah dan dan menguasainya secara mutlak.

40 Erna Herlinda, Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan Konversi Dan PP No. 24/1997, Jurnal Fakultas Hukum USU: Medan, 2004


(43)

2. Hak Opostal adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung pekerjaan-pekerjaan (warken) dan tanaman-tanaman di atas tanah kepunyaan orang lain.

3. Hak erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati secara bebas

sebidang tanah, kepunyaan orang lain.41

B. Prosedur konversi Grant Sultan

Keberadaaan grant sultan pada saat sekarang ini masih diakui sebagai hak atas bukti kepemilikan sepanjang tanahnya tetap dikuasai oleh pemilik tanah tersebut. Apabila tanah tersebut tidak dikuasai, maka akan sangat sulit untuk membuktikan kepemilikan grant sultan tersebut.42

Grant Sultan, merupakan bukti kepemilikan tanah bekas milik adat yang diakui berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu berdasarkan bukti yang lama. Dengan demikian, pembuktian hak lama dan hak milik adat dilakukan melalui alat-alat mengenai adanya hak-hak tesebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.

Grant Sultan, yang merupakan bukti hak atas tanah, sampai saat sekarang banyak terdapat di Kota Medan. Sedangkan untuk dapat mengidentifikasi bahwa sebidang tanah adalah tanah Grant Sultan,‖sangat sulit untuk dilihat secara langsung di lapangan, karena sebagian besar tanah tersebut secara fisik dikuasai oleh penggarap. Jadi untuk dapat mengidentifikasi bahwa sebidang tanah adalah

41Mahadi, Op.cit., hal 240 42Hasil wawancara dengan Barun


(44)

tanah Grant Sultan hanya dapat dilihat jika ada bukti tertulis, yaitu berbentuk Grant Sultan‖.

Dalam kenyataannya konversi tanah Grant Sultan yang telah dilaksanakan berdasarkan keterangan data dan informasi yang ada di kantor Pertanahan, bahwa konversi yang telah dilaksanakan sejak masa berlakunya UUPA merupakan jenis konversi langsung. Jadi, konversi yang pernah dilaksanakan adalah masa sebelum berlakunya Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997. Konversi Tanah Grant Sultan pernah dilaksanakan dapat dilihat pada Grant Sultan yang terdaftar pada register yang terdapat di Kantor Pertanahan Kota Medan. Pada Grant Sultan tersebut yang menjelaskan perubahan hak ataupun pernyataan konversi hak atas tanah Grant Sultan.

Ada 2 perlakuan terhadap Grant Sultan:43

- Kalau terdaftar dan masih hidup, tanah dikuasai, GRANT SULTAN masih asli, tanah dikuasi makan cukup dilakukamn penegasan hak. Kalau dahulu di konversi, hanya dicap. Sekarang dilakukan penegasan hak , artinya ada ditemukan bukti-bukti GRANT SULTAN lalu setelah itu ditegaskan lah hak milik GRANT SULTAN dengan cara pengukuran, berita acara pengesahan data fisik dan yuridis terus diumumkan di media masa 2 bulan.

Apabila terdaftar, dilihat siapa pemiliknya , apabila masih ada pemilik Grant Sultan daftar. kalau tidak ada pemilik sudah diahlikan, lalu dibalik nama ahli waris. Apabila telah dialihkan maka tidak bisa penegasan hak tapi pengalihan hak.

43Wawancara dengan Abdul Rahim Lubis, Kepala sesksi hak tanah dan pendaftaran tanah di kabupaten asahan sekaligus staf pengajar pada program Mkn di USU.


(45)

- Kalau tidak ditemukan surat-surat GRANT SULTAN, dilakukan pengakuan hak, dengan surat pernyataam penguasaan fisik dimana tanah telah dikuasai selama 2 tahun berturut dan kemudian diukur , diperiksa oleh panitia A dan diumukan, lalu didaftarkan, dibukukan di BPN tanpa dipungut biaya pajak. Dan disertifikatkan. - Yang tidak terdaftar, maka diproses seperti biasa. Terhadap GRANT SULTAN

yang tidak dikuasai tentu tidak dapat diproses, harus diselesaikan semua hal di lapangan seperti pembebasan orang-orang yang masih menduduki. Bagi GRANT SULTAN yang palsu maka diproses melalui jalur hukum.

Mekanisme pelaksanaan konversi Tanah Grant Sultan yang pernah dilakukan, merupakan konversi langsung. Konversi langsung adalah adalah konversi yang dilakukan ketika pemilik Grant Sultan masih hidup.Cara pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang sudah pernah dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan, dengan cara sebagai berikut :

1. Pemohon diwajibkan membuat permohonan pendaftaran konversi dengan

melampirkan Grant Sultan yang dimiliki;

2. Objek tanah grant sultan kemudian direkondtruksi di lapangan untuk

meneliti data fisik tanah Grant Sultan;

3. Setelah dilakukan pengukuran data fisik, maka terhadap pemohon,

dibebankan biaya pengukuran;

4. Pemohon juga diwajibkan untuk membayar biaya pendaftaran.

Mekanisme pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Grant Sultan terbagi atas :

1. Terhadap Grant Sultan yang terdaftar, jika pemilik langsung masih hidup,


(46)

pemilik langsung grant sultan tersebut membuat permohonan ke kantor pertanahan atas nama pemilik. Jika syarat-syarat yang telah di tentukan sesuai perundang-undangan yang berlaku terpenuhi, maka terhadap pemohon konversi yaitu pemilik Grant Sultan dikenakan biaya pengukuran tanah, akan tetapi terhadap pemohon tidak dikenakan BPHTB dan uang pemasukan. Sehingga dikenakan biaya ukur, baru dapat diterbitkan sertifikat.

Grant Sultan yang terdaftar, akan tetapi pemilik langsung sudah meninggal dunia dan Grant Sultan telah beralih kepada pihak ketiga, maka upaya yang ditempuh untuk pelaksanaan konversi atau pengakuan hak dilakukan oleh ahli waris, sehingga ahli warislah yang mengajukan konversi, berdasarkan surat keterangan waris. Setelah syarat-syarat untuk melakukan konversi telah terpenuhi sesuai perundang-undangan yang berlaku, maka pemohon (dalam hal ini ahli waris) akan dikenakan biaya pembuatan daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah sebagai lampiran pengumuman. Kepala BPN akan membuat pengumuman tentang data fisik dan data yuridis terhadap pengakuan hak yang dimohonkan tersebut, baik di kantor pertanahan maupun dimuat di media massa, yaitu surat kabar. Pengumuman yang dibuat adalah dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada khalayak ramai atau masyarakat umum, yang bertujuan untuk memancing reaksi dari pihak yang lebih berhak.

Grant Sultan yang belum terdaftar tetapi sudah beralih kepada pihak ketiga, sebelum dilakukan konversi, berdasarkan hasil penelitian panitia A, dikategorikan sebagai tanah negara. Demikianlah dalam prakteknya,


(47)

Notaris maupun camat yang membuat akta pelepasan hak dan ganti rugi terhadap tanah Grant Sultan yang sudah beralih kepada pihak ketiga, berdasarkan kenyataan bahwa tanah tersebut sudah dianggap kembali menjadi tanah negara.

Pemohonan atas hak tanah, terhadap pemohon dikenakan biaya surat ukur yaitu, tentang daftar dan fisik tanh. Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi pemohon, maka akan di terbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak, selanjutnya pemohon hak atas tanah dikenakan BPHTB dan Uang Pemasukan Kepada Negara (UP). Uang pemasukan tersebut dibayar kepada Bendahara Khusus Penerimaan Uang pemasukan tersebut. Selanjutnya, apabila semua persyaratan telah dipenuhi baru kemudian dapat diterbitkan sertifikat

2. Terhadap Grant Sultan yang belum terdaftar, juga terdapat suatu kondisi,

dimana Grant Sultan yang terdaftar tersebut tidak lagi berada di tangan pemilik langsung ataupun pada ahli warisnya, melainkan sudah dialihkan kepada pihak lain, sebelum dilakukan upaya konversi. Peralihan hak yang dilakukan biasanya berbentuk pelepasan hak dan ganti rugi baik yang dilakukan oleh Notaris/PPAT ataupun oleh Camat. Dalam kondisi yang demikian, maka jika pemegang Grant Sultan hendak mengajukan permohonan konversi,ada beberapa tahapan yang harus dijalani yaitu sebagai berikut :

Pemohon konversi telah melengkapi persyaratan permohonan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, maka proses permohonan tersebut


(48)

selanjutnya ditentukan berdasarkan hasil penelitian Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A), yang terdiri dari:

1. Kepala Seksi hak-hak atas tanah atau staf hak-hak atas tanah yang

senior dari Kantor Pertanahan Kota, sebagai ketua merangkap anggota;

2. Kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi

pengukuran dan pendaftaran tanah atau staf seksi pengukuran dan pendaftaran tanah yang senior dari Kantor Pertanahan Kota, sebagai wakil ketua merangkap anggota;

3. Kepala seksi atau staf yang ditunjuk mewakili seksi pengaturan

penguasaan tanah, penatagunaan tanah kantor pertanahan kota, kepala desa/lurah/kelurahan yang ditunjuk untuk mewakili sebagai anggota;

4. Kepala sub seksi pengurusan hak atas tanah atau staf yang ditunjuk

sebagai sekretaris merangkap anggota.

Grant Sultan yang belum terdaftar dalam register di Kantor BPN, maka jika pemegang Grant Sultan bermaksud mengajukan permohonan konversi hak atas tanah, mekanisme yang harus di tempuh sama dengan prosedur permohonan atas tanah negara. Hanya saja Grant Sultan yang belum terdaftar pada register tersebut, kemudian dapat dijadikan tanda bukti hak atau bukti perolehan hak atas tanah. Meskipun demikian keabsahan bukti hak, yaitu Grant Sultan yang belum terdaftar tersebut terlebih dahulu diteliti. Bagaimanapun pemegang Grant Sultan yang tidak terdaftar, tentu berada pada posisi yang kurang menguntungkan, dikarenakan mekanisme yang ditempuh butuh waktu yang relatif lama


(49)

untuk pelaksanaan konversi. Artinya tidak sama sederhananya jika Grant Sultan tersebut terdaftar, apabila jika yang memegang bukti grant adalah pemilik langsung atau ahli warisnya yang telah meninggal.

Pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan yang telah dilakukan sejauh ini yaitu dengan cara diberi stempel, cap dan tanda tangan dari kepala kantor pertanahan. Sedangkan bentuk Grant Sultan tersebut tetap sedemikian rupa, tidak dilakukan perubahan terhadap klausula-klausula yang ada pada grant sultan, hanya saja dalam proses pengkuan hak, dinyatakan dengan menambah kalimat yang menjelaskan tentang dilakukannya pengakuan hak, kemudian pada grant dibubuhi stempel, cap dan tanda tangan dari Kepala Kantor BPN.

Menurut Permendagri No. SK 26/DDA/1970 (tentang penegasan konversi dan pendaftaran bekas hal-hal Indonesia atas tanah). Yang dianggap sebagai tanda bukti hak menurut PMPA No. 2/1962 Pasal 3a adalah ―Untuk daerah-daerah yang sebelum tanggal 24 September 1960 sudah ada Pajak Hasil Bumi (Landrente) atau Verponding Indonesia maka yang dianggap sebagai tanda bukti hak ialah

1. Surat Pajak hasil Bumi atau Verponding Indonesia. Girik, pipil, kekitir, petuk

dan sebagainya hanya dikeluarkan sebelum tanggal 24 September 1960. Jika antara tanggal 24 September 1960 sampai dengan tanggal diselenggarakannya pendaftaran tanah menurut PP 10 1961 terjadi jual beli, tukar menukar, hibah, maka asli surat-surat akta jual beli, tukar menukar, hibah yang sah yaitu dibuat dihadapan Kepala Desa/adat setempat, atau dibuat menurut hokum adat setempat, harus dilampirkan juga sebagai tanda bukti hak.


(50)

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas tanah Memperoleh hak milik atas sebidang tanah sebagai hasil dari pembagian warisan, membeli sebidang tanah atau hibah tidak memerlukan prosedur yang panjang, dapat dilakukan di muka Notaris/PPAT dalam pembuatan akta.

C. Kendala dalam pelaksanaan konversi Grant Sultan

Tanah Grant Sultan, sulit diidentifikasi di lapangan berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ditemukan di tanah tersebut, sebagai berkut:

1. Letak tanah bekas Grant Sultan yang masih banyak tidak terdaftar oleh

pemegang Grant sehingga tidak ada jumlah tertentu yang diketahui;

2. Banyaknya pihak yang menggarap tanah Grant Sultan dalam jumlah besar.

3. Letak tanah Grant Sultan sulit diidentifikasi dikarekan peta yang terdapat

dalam Grant Sultan telah berubah. Misalnya : adanya fungsi sosial bagi sebidang tanah untuk perlebaran jalan

Di dalam Pasal 19 Ayat 1 dikatakan bahwa : ―Untuk menjamin kepastian

hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik

Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan PP‖.Selanjutnya

dalam PP No. 24 Tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari PP No. 10 Tahun 1961 sebagai peraturan pelaksanaannya maka pelaksanaan pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemegang hak.

Adanya pendaftaran tanah akan memberi manfaat yaitu memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan


(51)

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan . Selain itu, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

Pemegang hak sangat membutuhkan kepastian hukum dan perlindungan hukum.Di Indonesia UUPA telah menentukan kepada pemerintah agar menyelenggarakan pendaftaran tanah dimana dalam pelaksanaan pendaftaraan tanah tersebut alat bukti kepemilikan tanah mempunyai peran yang sangat penting untuk menentukan kepastian hukum pemegang hak.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang diselenggarakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Dalam pendaftaran tanah adanya berbagai kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaran pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangaka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat.

Dalam melakukan pendaftaran tanah, akan timbul kendala-kendala dan permasalahan, baik yang dihadapi oleh masyarakat maupun pihak pemerintah khusunya Badan Pertanahan Nasional.

Konversi hak atas tanah Grant Sultan hanya dapat dilakukan terhadap Grant Sultan yang memenuhi persyaratan. Pelakasanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan dengan pemberian cap, stempel dan tanda tangan Kepala


(52)

Kantor Pertanahan. Setelah itu, pemohon diberi waktu selama tiga bulan untuk kemudian mendaftarkan kembali permohonan konversi tersebut. Untuk melanjutkan pelaksanaan konversi hak atas tanah hingga tuntas sesuai dengan

peraturan yang tertulis dalam Peraturan Perundang-undangan yang

berlakumembutuhkan waktu .

Beberapa kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan sebagai berikut:

1. Banyaknya tanah Grant Sultan yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kota

Medan.

Seperti telah dikemukakan bahwa di Kotamadya Medan hanya dijumpai 8(delapan) Buku Register Grant Sultan. Adanya opini yang berkembang ada register yang hilang yaitu Buku Register IX menimbulkan kesulitan untuk mengetahu kebenaran atau keabsahan Akta Grant Sultan tersebut. Keabsahan ini belum menyangkut kebenaran penguasaan dan obyek tanah yang dituntut.44

Tanah Grant Sultan yang tidak terdaftar adalah dengan memeriksa nomor yang tertera pada grant. Grant Sultan yang nomornya kosong dan tidak terdapat di dalam daftar, maka Grant tersebut pernah dikeluarkan, akan tetapi tidak terdaftar. Disamping itu, ada juga terdapat grant yang bernomor tetapi tidak terdaftar di dalam register. Hal itu antara lain disebabkan pada awalnya ketika grant diterbitkan, tidak diteliti terlebih dahulu atas tanah yang dituliskan sebagai Grant Sultan, padahal tanah tersebut telah dikerjakan atau digarap oleh pihak lain.


(53)

Untuk memastikan kebenaran bukti Grant Sultan tidak gampang.Sulitnya memebedakan Grant Sultan manakah yang merupakan Grant Sultan yang asli. Hal ini disebabkan oleh jumlah Grant Sultan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan jumlah yang dibukukan . Sehingga tidak dapat diketahui jumlah Grant Sultan yang sudah diterbitkan. Selain jumlah Grant Sultan yang tidak memiliki pencatatan yang jelas, letak objek tanah yang tertera di Grant Sultan tersebut juga tidak dapat diketahui secara rinci .

2. Pemilik grant Sultan tidak menguasai tanahnya dan sudah diduduki

masyarakat banyak

Tidaklah mudah untuk menentukan atau menemukan kembali objek tanah grant sultan yang sudah diduduki oleh masyarakat banyak apalagi dalam hal ini masing-masing orang telah memiliki sertifikat kepemilikan. Pemilik grant sultan dalam hal ini akan menghadapi kendala yang cukup besar di dalam penentuan objek tersebut.45

3. Sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan.

Administrasi Grant Sultan dilakukan dengan cara pembukuan dan pemetaan, pembukuan saja atau dengan registrasi saja. Oleh karena itu dijumpai adanya letak tanah dekat Grant yang masih dapat direkonstruksi karena detail-detail yang tergambar dalam peta seperti parit, jembatan atau bangunan lama yang masih terdapat dilapangan. 46

Grant Sultan yang tidak memiliki ukuran batas yang tidak akurat. Meskipun pada Grant ada dicantumkan batas-batasnya, namun pada kenyataannya

45Wawancara dengan Abdul Rahim Lubis, Kepala sesksi hak tanah dan pendaftaran tanah di kabupaten asahan sekaligus staf pengajar pada program Mkn di USU.


(54)

batas tanah di lapangan tidak sesuai dengan luas tanah yang tercantum di peta. Selain itu, tanah Grant Sultan tidak mempunyai ikatan ukur seperti uraian panjang dan lebar batas luas tanah tersebut.

Pada saat grant diterbitkan, orang tidak terlalu mempermasalahkan tentang batas dan ukuran tanah yang dimiliki karena jumlah penduduk pada masa itu masih sedikit dan banyaknya tanah yang luas dan belum dipergunakan. Disamping itu, belum dilakukannya pengukuran desa demi desa. Maka itu, batas ukuran tanah Grant tidak dapat diketahui dengan jelas selain jumlah yang tercantum di Grant itu sendiri.

Namun sebagian batas-batas tanah Grant Sultan masih dapat diperkirakan letaknya, akan tetapi sulit untuk ditata kembali karena rincian yang disebutkan pada Grant Sultan sudah banyak berubah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang, dengan adanya pelebaran jalan maupun perubahan pengunaan tanah. Sebaliknya, sebagian tanah Grant Sultan, letak tanahnya masih dapat direkontruksi karena detail yang disebutkan pada Grant Sultanmasih ada dan jelas.

4. Banyaknya tanah Grant Sultan yang dikuasai oleh pihak penggarap.

Banyaknya tanah Grant Sultan tidak dikuasai langsung oleh pemegang Grant Sultan, akan tetapi dikuasai oleh pihak penggarap, secara individu maupun secara turun temurun, sehingga menghambat konversi hak atas tanah Grant Sultan.

Pada umumnya tanah Grant Sultan banyak digarap oleh pihak lain dalam jumlah yang besar. Seperti diketahui tanah Grant Sultan pada umumnya sangat luas, sehingga kemungkinan untuk dimilik pihak lain sangat terbuka. Penggarapan


(1)

pendaftaran tersebut harus segera dilakukan. Adapun dalam melakukan permohonan tersebut harus melengkapi:64

a. Kartu penduduk b. Kartu keluarga c. SPPT PBD terakhir

d. Bukti kepemilikan tanah/grant sultan

e. Keterangan ahli waris apabila yang mengajukan permohonan merupakan ahli waris

3. Pemilik harus benar-benar menguasai tanah

Sangatlah penting dalam konversi grant sultan untuk menguasai tanah. Tidaklah sangat berguna apabila seseorang memiliki bukti tertulis terkait dengan grant sultan namun tidak menguasainya selama bertahun-tahun, maka dalam hal ini akan sangat sulit dalam pengurusan konversi tanah tersebut65

44. Melakukan pemasangan patok/tanda atas tanah grant sultan

Sangatlah penting untuk menentukan luas tanah grant sultan karena akan sangat sulit untuk melakukan konversi grant sultan namun luas tanah tersebut tidak dapat ditentukan. Oleh karena itu melakukan pemasangan tanah grant sultan sangatlah penting dan juga sebagi pertanda bahwa tanah tersebut benar-benar dikuasai.66

64Wawancara dengan barun 65 Hasil wawancara dengan Barun 66Hasil wawancara dengan Barun


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah, secara pasti oleh konstitusi. Hak tersebut dengan tanah Grant Sultan. Pada fakta yang lain tanah Grant Sultan masih tetap diakui keberadaannya sekarang ini . Terbukti apabila berkaitan konversi tanah masih dapat dilakukan di BPN 2. Kendala yuridis yang dihadapi kantor pertanahan dalam konversi hak atas

tanah jika grant sebagai alat bukti hak adalah Pemilik grant Sultan tidak menguasai tanahnya dan sudah diduduki masyarakat banyak, Sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan, Banyaknya tanah Grant Sultan yang dikuasai oleh pihak penggarap, ahli waris yang menguasai grant sultan tidak dapat menunjukkan bukti-bukti batas tanah, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sertifikat, Jangka waktu pengurusan


(3)

sertifikat yang memakan waktu lama, Adanya grant sultan palsu yang diterbitkan atas tanah-tanah kosong, Grant sultan telah dialihkan kepada pihak lain (jual beli) namun tidak terdaftar di BPN.

3. Penyuluhan, Sosialiasi konversi kepada masyarakat, penerangan yang

diberikan kepada masyarakat, meminimalisasi biaya konversi,

Mempercepat waktu penyelesaian pedaftaran konversi. Adapun upaya personil dalam mengatasi kendala tersebut adalah Pengecekan terlebih dahulu di BPN dalam buku register Grant Sultan, Melakukan permohonan hak/sertifikat ke kantor pertanahan, Pemilik harus benar-benar menguasai tanah, melakukan pemasangan patok/tanda atas tanah grant sultan

B. Saran

Setelah memperhatikan pmbahasan diatas, maka saran penulis adalah:

1. Keberadaan grant sultan saat ini sebagai bukti hak atas tanah sudah memang seharusnya tetap diakui apalagi keberadaannya sekarang ini sudah mulai dicari lagi oleh para pemiliknya. Oleh karena itu, pihak-pihak yang memilik kepentingan dalam hal ini para pemilik maupun pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh BPN dapat membantu masyarakat yang melakukan pencaharian grant sultan tersebut

2. Kendala-kendala dalam mengatasi konversi grant sebagai bukti hak sudah dapat diantisipasi sejak dini, apalagi keberdaan grant sultan memiliki wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, kendala-kendala tersebut dapat


(4)

diminimalisr bahkan dapat dihilangkan secara bertahap dengan memupuk kesadaran dan merasa berkepentingan untuk taat hukum

3. Upaya dalam mengatasi kendala dalam konversi grant sebagai bukti hak sudah dapat dilakukan secepat mungkin apalagi peran pemiliki grant sultan sangat diharapakan pelaksanannya. Dikarenakan grant sultan tersebut kepentingan individu pemilik, oleh karenanya upaya tersebut dapat disadari bahkan dilaksanakan secara kolektif bagi pemilik grant sultan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Abduh, Muhammad.et. Pengantar Sosiologi. Medan : Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara . 1984

Badan Pertanahana Nasional Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Grant Sultan dan Permasalahannya di Sumatera Utara (Bahan Diskusi Pada Kunjungan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimanta Timur di Medan Tanggal 31 Agustus 1999).

Bzn, Mr. B. Ter Haar. Beginselon en stelsel van het adat recht (terjemahan K. Ng. Soebekti Poespnoto).(Jakarta: Negara Pradnya HIR Walter1999

Chomzah, H. Ali Achmad. Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia). Jilid 1. Jakarta: Pustaka. 2004

Gerard Jansen. Hak-Hak Grant di Deli. Oostkust Van Sumatra: Oostkiust Van Sumatra-Instittuut. 1925

Harsono, Boedi. UUPABagian Pertama Jilid Pertama. Kelompok Belajar ESA. Jakarta. 1968

Herlinda, Erna. Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan

Ikhsan, Edy dan Mahmul Siregar. Metode penelitian dan Penulisan Hukum

Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. 2009

Mahadi. Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975). Badan Pembinaan Hukum Nasional. diedarkan Penerbit Alumni. Bandung. 1976.

Parlindungan, A.P. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju. 1998

__________A.P. Konversi Hak-Hak Atas Tanah. Bandung: Mandar Maju. 1994


(6)

Siregar, Tampil Ansari. Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan. Cetakan Ketiga Studi Hukum dan Masyarakat. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. 2004

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat Jakarta: RadjaGrafindo Persada 2015

Soetomo. Jual Beli Tanah (peralihan hak dan sertifikat). \Malang: Universitas Brawijaya. 1981.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum Jakarta: RadjaGrafindo Persada 2015

Tengku Luckman Sinar. Sejarah Medan Tempo Deoloe. Tidak dicantumkan. 1991.

Zaidar. Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2006

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah C. LAIN-LAIN

Penyerobotan Tanah, Akankah Terus Berlangsung? (Ketidakpahaman atau Keberpihakan Majelis Hakim),www.pemantauperadilan.com/ analisis% 20kasus/07.%20PENYERO BOTAN%20TANAH.pdf