Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita (Studi Deskriptif perilaku Komunkasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Subang)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh,

MICHIGAN REO GANOVAL NIM : 41809766

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

254 Data Diri

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Michigan Reo Ganoval

Tempat & Tanggal lahir : Subang, 30 Oktober 1991

Alamat Rumah : Jl. A.Yani no 11 Rt. 06/02 Paska Subang Alamat Di Bandung : Jl. Siliwangi no 33, Bandung

Telepon : 089620051801


(3)

Pendidikan

2010 - Sekarang : Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia Bandung

2009 – 2010 : Teknik Komputer UNIKOM Bandung 2006 - 2009 : SMA PGRI 1 Subang

2003 - 2006 : SMP Pasundan, Subang-Jawa Barat

1997 - 2003 : SDN Pangeran Kornel, Subang-Jawa Barat

1996 - 1997 : TK. Kartika Candra/Siliwangi, Subang-Jawa Barat

Kursus dan Seminar

Sertifikat Temu Kenal Mahasiswa Baru 2010 FISIP Tabel Manner Hotel Amarossa 2010

Seminar Spirit of Communication Science Student “Opportunities and

Challenges in Broadcasting and Mass Media”

Numberone Broadcasting School “One Day Workshop MC & Radio

Announcer”

Sertifikat Windows7


(4)

256

Prestasi

Juara 1 Pencak Silat tingkat Kabupaten Subang (2000)

Juara 1 Pencak Silat Tingkat SD Se-Kabupaten Subang (1999) Juara 2 Pramuka Tingkat SD Se-Jawa Barat (2001)

Pengalaman Berorganisasi

Anggota OSIS SMP Pasundan Subang (2003– 2006)

Anggota Dewan Penggalang Pramuka SMP Pasundan Subang

Wakil Ketua Karang Taruna Di Pasirkareumbi Rt.06/02 Subang (2011)

Panitia Penyelenggara Acara 17 Agustus (2012) Anggota Tim Motor Honda Karisma Subang (2004) Anggota Tim Kicau Mania Subang (2013)

Saya menyatakan bahwa data di atas benar Bandung, Mei 2014


(5)

(6)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 7

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9


(7)

x

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Studi Penelitian Terdahulu ... 11

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 13

2.1.2.1 Definisi Komunikasi ... 14

2.1.2.2 Komponen Komunikasi ... 16

2.1.2.3 Tujuan Komunikasi ... 17

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi... 17

2.1.2.5 Proses Komunikasi ... 18

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi... 20

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi ... 20

2.1.3.2 Jenis Komunikasi Antarpribadi ... 20

2.1.3.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 21

2.1.3.4 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi ... 24

2.1.4 Tinjauan Tentang Perilaku Komunikasi ... 25

2.1.4.1 Pengertian Tentang Perilaku Komunikasi ... 25

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal ... 27

2.1.5.1 Definisi Komunikasi Verbal... 27

2.1.5.2 Jenis-jenis Bahasa Verbal... 28


(8)

xi

2.1.5.4 Keterbatasan Bahasa ... 31

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal ... 33

2.1.6.1 Definisi Komunikasi Non Verbal ... 33

2.1.6.2 Ciri-ciri Umum Pesan Non Verbal ... 34

2.1.6.3 Klasifikasi Pesan Non Verbal ... 35

2.1.6.4 Fungsi Komunikasi Non Verbal ... 38

2.1.6.5 Tujuan Komunikasi Non Verbal ... 39

2.1.6.6 Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal ... 40

2.1.7 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik ... 41

2.1.8 Tinjauan Tentang Wanita ... 46

2.1.9 Tinjauan Tentang Narapidana ... 47

2.2 Kerangka Pemikiran ... 48

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 56

3.1.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2A Subang ... 56

3.1.1.1 Sejarah LAPAS Kelas IIA Subang ... 56

3.1.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan ... 57

3.1.1.3 Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan ... 58

3.1.1.4 Struktur Organisasi LAPAS Kelas IIA Subang ... 60

3.1.2 Narapidana Wanita ... 61

3.2 Metode Penelitian ... 66


(9)

xii

3.2.2.3 Internet Searching ... 77

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 77

3.2.4 Proses Pendekatan ... 80

3.2.5 Teknik Analisa Data ... 83

3.2.6 Uji Keabsahan Data ... 85

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian... 87

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 87

3.3.2 Waktu Penelitian ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

4.1 Profil Informan Penelitian ... 91

4.2 Profil Informan Pendukung ... 103

4.3 Hasil Penelitian ... 110

4.3.1 Penggunaan Komunikasi Verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang ... 128

4.3.2 Penggunaan Komunikasi Non Verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang ... 134

4.4 Pembahasan Penelitian ... 145

4.4.1 Penggunaan Komunikasi Verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang ... 148


(10)

xiii

4.4.2 Penggunaan Komunikasi Non Verbal Narapidana Wanita di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang ... 157

4.4.3 Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang ... 168

4.4.4 Penggunaan Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Subang dalam Interaksionisme Simbolik . 173 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 178

5.2 Saran ... 180

5.2.1 Saran Untuk Narapidana Wanita ... 180

5.2.2 Saran Untuk Petugas ... 181

5.2.3 Saran Untuk Peneliti Selanjutnya ... 181

DAFTAR PUSTAKA ... 182

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 184


(11)

vi

Assalamua’laikumWr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya serta doa dan dukungan kedua orang tua Bapak Ganimin (Alm) & Ibu Siti Juwati yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kabupaten Subang”. Skripsi ini diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Ilmu Humas di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik studi penulis di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

2. Yth. Drs. Manap Solihat, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia, terimakasih atas ilmu yang diberikan pada saat proses pembelajaran dan nasehat yang telah diberikan. 3. Yth. Melly Maulin P, S.Sos.,M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi, terimakasih yang telah memberikan dorongan serta masukan yang bermanfaat bagi penulis.


(12)

vii

4. Yth, Sangra Juliano P, S.I.Kom., M.I.Kom selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan nasehat kepada saya dalam melaksanakan penelitian dan juga penyelesaian Skripsi Tahun Ajaran 2013/2014.

5. Yth, Inggar Prayoga S.I.kom, selaku Dosen Wali, yang selalu memberikan semangat, nasehat, dan masukan-masukan yang sangat berarti bagi peneliti.

6. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Khususnya Konsentrasi Humas, yang telah membantu penulis dalam setiap perkuliahan sehingga dapat diterapkan dalam skripsi ini.

7. Yth. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia, terimakasih untuk Mba Astri, Amd.Kom Yang telah banyak membantu.

8. Kakakku Tercinta Desy Anggraeni & adikku tercinta Michael Gan yang selalu memberikan semangat, dorongan motivasinya serta do’anya.

9. Kekasihku Alodia Idllal Istiqomah yang selalu menghibur penulis, memberi semangat dan motivasi membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta doanya.

10.Yth. Bapak Endang Irawan yang telah memberikan nasehat, semangat serta motivasinya.

11.Informan yang sangat luar biasa “teteh Dewi”, “ teteh Rohyati”, “teteh Maria Ulfa”, “Mamah dedeh(Cabe)”, “Bapak Uan Kurniawan”, “Ibu


(13)

viii dalam membantu peneliti.

13.Temen-temen Seperjuangan IK-6 yang telah mendoakan dan mendukung penulis.

14.Temen-temen Seperjuangan IK HUMAS 2 yang telah banyak membantu penulis.

15.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih banyak. Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihakakan sangat membantu bagi penulis di masa yang akan datang. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Wassalamua’laikumWr. Wb.

Bandung, Agustus 2014


(14)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikumWr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya serta doa dan dukungan kedua orang tua Bapak Ganimin (Alm) & Ibu Siti Juwati yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kabupaten Subang”. Skripsi ini diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Ilmu Humas di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik studi penulis di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

2. Yth. Drs. Manap Solihat, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia, terimakasih atas ilmu yang diberikan pada saat proses pembelajaran dan nasehat yang telah diberikan. 3. Yth. Melly Maulin P, S.Sos.,M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi, terimakasih yang telah memberikan dorongan serta masukan yang bermanfaat bagi penulis.


(15)

vii 2013/2014.

5. Yth, Inggar Prayoga S.I.kom, selaku Dosen Wali, yang selalu memberikan semangat, nasehat, dan masukan-masukan yang sangat berarti bagi peneliti.

6. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Khususnya Konsentrasi Humas, yang telah membantu penulis dalam setiap perkuliahan sehingga dapat diterapkan dalam skripsi ini.

7. Yth. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia, terimakasih untuk Mba Astri, Amd.Kom Yang telah banyak membantu.

8. Kakakku Tercinta Desy Anggraeni & adikku tercinta Michael Gan yang selalu memberikan semangat, dorongan motivasinya serta do’anya.

9. Kekasihku Alodia Idllal Istiqomah yang selalu menghibur penulis, memberi semangat dan motivasi membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta doanya.

10.Yth. Bapak Endang Irawan yang telah memberikan nasehat, semangat serta motivasinya.

11.Informan yang sangat luar biasa “teteh Dewi”, “ teteh Rohyati”, “teteh Maria Ulfa”, “Mamah dedeh(Cabe)”, “Bapak Uan Kurniawan”, “Ibu


(16)

viii

Tintin”,dan Ibu “Sri Mastani”. Terimakasih untuk semua bantuannya yang diberikan untuk skripsi ini.

12.Semua Teman-teman Kicau Mania Subang terimakasih atas bantuaannya dalam membantu peneliti.

13.Temen-temen Seperjuangan IK-6 yang telah mendoakan dan mendukung penulis.

14.Temen-temen Seperjuangan IK HUMAS 2 yang telah banyak membantu penulis.

15.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih banyak. Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihakakan sangat membantu bagi penulis di masa yang akan datang. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Wassalamua’laikumWr. Wb.

Bandung, Agustus 2014


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana wanita di Indonesia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan narapidana umum lainnya, yang menjadi pembeda adalah penanganan dalam proses tindak pemidanaan terhadap narapidana wanita. Narapidana wanita yang telah divonis pidana akan menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan. Permasalahan baru timbul ketika seorang narapidana wanita menjalani hari demi harinya di Lembaga Pemasyarakatan, dalam menjalani hari-hari di Lembaga Pemasyarakatan seorang narapidana wanita memerlukan komunikasi yang efektif untuk menunjang kelangsungan hidup di tempatnya yang baru. Kondisi dari lembaga pemasyarakatan yang berbeda dengan kondisi tempat tinggal narapidana wanita sebelumnya dan arus komunikasi yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan menjadi permasalahan bagi perubahan perilaku dan komunikasi seorang narapidana wanita.

Melalui proses komunikasi yang terjalin antara narapidana wanita yang satu dengan narapidana yang lainnya, dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan, serta kerabat yang datang untuk sekedar menjenguk dan keluarga yang ingin mengetahui perkembangan kepribadian salah satu keluarganya berindikasi terhadap segala bentuk proses perubahan perilaku komunikasi seorang narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan.


(18)

2

Dalam perilaku komunikasi tidak terlepas dari peran komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. komunikasi verbal adalah semua jenis interaksi yang menggunakan satu kata atu lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal atau tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi non verbal ternyata jauh lebih dipakai daripada komunikasi verbal dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu komunikasi non verbal bersifat tetap dan selalu ada (Hardjana,2003:26). Dalam hal ini perilaku komunikasi seorang narapidana wanita di Lembaga Pemsayarakatan diklasifikasikan melalui komunikasi verbal dan non verbal yang saling mengungkapkan perasaan emosi, pendapat, dan tujuan, sehingga terjalin komunikasi yang efektif di dalamnya.

Peneliti ingin meneliti bagaimana komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan oleh narapidana wanita ketika berinteraksi dengan lingkungan, baik itu dengan narapidana wanita yang satu dengan narapidana wanita yang lainnya, dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan, dan kelurga yang sedang kunjungan dan ingin mengetahui perkembangan kepribadian salah satu kelurganya. Maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana perilaku komunikasi narapidana wanita yang mereka jalani setiap harinya, dan yang paling utama adalah untuk mengetahui komunikasi verbal dan non verbal dalam perilaku komunikasinya.


(19)

Peneliti tertarik berdasarkan asumsi peneliti bahwa stiap individu memiliki perilaku yang berbeda dengan individu lainnya. Seperti bagaimana perilaku seorang narapidana wanita yang sedang berinteraksi dengan lingkungannya, tata cara berbahasanya, dan gestur tubuhnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan terfokus kepada bagaimana perilaku komunikasi narapidana wanita dan bagaimana proses komunikasi yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

Dalam sistem pemasyarakatan berpandangan bahwa lembaga pemasyarakatan tidak lagi semata-mata sebagai tujuan dari penjara, melainkan juga merupakan suatu sistem serta cara pembinaan terhadap narapidana dengan cara pendekatan dan pengembangan potensi yang ada dalam masyarakat, individu narapidana sehingga nantinya narapidana memiliki keterampilan. Aturan mengenai sistem pemasyarakatan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995. Dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan sebagai berikut :

“Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Saat ini ada Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita, yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang dikhususkan bagi wanita yang melakukan pelanggaran


(20)

4

terhadap hukum dan salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang. Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang ini menjadi satu-satunya Lembaga Pemasyarakatan wanita yang ada di Subang. Setiap wanita yang memiliki masalah dengan hukum dan telah divonis pidana khususnya di daerah Subang akan menjalani masa tahanannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang ini. Hal tersebut yang menjadi alasan kenapa peneliti melaksanakan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

Berdasarkan hal tersebut peneliti beranggapan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang sesuai untuk dijadikan tempat penelitian mengenai perilaku komunikasi narapidana wanita yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

Dari hal yang telah dipaparkan diatas, maka perlu diketahui bagaimana sikap optimisme masa depan narapidana wanita yang masih menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang dalam menghadapi masa kebebasan atau setelah menjalani hukuman. Pada hakikatnya manusia tidak hidup sendirian atau tidak bisa hidup sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia pasti akan membutuhkan orang lain untuk bisa berkembang, saling berkebutuhan, dan berkomunikasi.

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi


(21)

apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. (Effendy,2003:30)

Sementara itu menurut Stephen R. Covey komunikasi merupakan keterampilan yang paling penting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi.kita menghabiskan sebagian besar jam disaat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernapasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif. (Mufid,2009:129)

Perilaku komunikasi narapidana wanita juga dapat dilihat dari pandangan interaksi simbolik. Diakui bahwa teori interaksi simbolik yang dicetuskan Goerge Herbert Mead (1863-1931) di Amerika mirip dengan tradisi sosiologi Eropa yang dipelopori oleh Weber (1864-1920).

“Perspektif interaksi simbolik mengandung dasar pemikiran yang sama dengan teori tindakan sosial tentang “makna subjektif” (subjective meaning) dari perilaku manusia, proses sosial dan pragmatismenya. Meskipun terdapat beberapa versi interaksionisme simbolik, dalam pemaparan yang bersumber dari pemikiran fenomenologisnya, dikenal Herbert Blumer, seorang mahasiswa Mead yang mengumpulkan bahan kuliah Mead dan dialah yang mengukuhkan teori interaksi simbolik sebagai satu kajian ilmiah tentang berbagai aspek subjektif manusia dalam kehidupan sosial”. (Kuswarno,2013:113)

Interaksi simbolik memandang bagaimana cara kita menginterpretasikan dan memberi makna pada lingkungan di sekita kita melalui cara kita berinteraksi dengan orang lain. Teori interaksi simbolik berfokus pada cara orang berinteraksi melalui simbol yang berupa kata, gerak tubuh, peraturan, dan peran. Perspektif


(22)

6

interaksi simbolik mendasarkan pandangannya pada asumsi bahwa manusia mengembangkan satu set simbol yang kompleks untuk memberi makna terhadap dunia. Karenanya maka muncul melalui interaksi manusia dengan lingkungannya.

Inti dari penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara narapidana wanita menggunakan simbol-simbol yang menginterpretasikan apa yang mereka sampaikan dalam proses komunikasi yaitu pada saat berkomunikasi dengan orang lain yang ada lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga tercapainya suatu pemahaman diantara pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai perilaku komunikasi narapidana wanita, peneliti beranggapan dengan metode deskriptif peneliti berharap untuk memperoleh pemahaman tentang kebenaran yang esensial dari pengalaman hidup seorang narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah pada dua bentuk pertanyaan yaitu pertanyaan Makro dan pertanyaan Mikro. Pengertian dari pertanyaan makro adalah inti dari permasalahan yang peneliti ingin teliti, lalu pertanyaan mikro merupakan pertanyaan permasalahan yang berdasarkan teori sebagai landasan penelitian ini.


(23)

1.2.1 Pertanyaan Makro

Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu “Bagaimana Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan pertanyaan mikro guna membatasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang?

2. Bagaimana komunikasi non verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah yang peneliti bagi menjadi dua pertanyaan yaitu makro dan mikro, maka penelitipun mendapati maksud dan tujuan dari penelitian ini yaitu:


(24)

8

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendeskripsikan bagaimana perilaku komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komunikasi verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

2. Untuk mengetahui komunikasi non verbal Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

3. Untuk mengetahui perilaku komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegiatan penelitian ini diharapkam dapat menjadi sarana untuk pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya komunikasi interpersonal yaitu perilaku komunikasi.


(25)

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah untuk memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang fenomena narapidana wanita dan perilaku komunikasi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kec. Subang Kab. Subang.

2. Kegunaan Bagi Universitas

Kegunaan utama bagi universitas, khususnya Program Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu untuk pengembangan disiplin ilmu bersangkutan. Juga menjadi referensi para mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya, baik memperbaiki ataupun sebagai panduan pembelajaran.

3. Untuk masyarakat

Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat untuk bisa lebih memahami permasalahan kondisi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan khususnya Lembaga Pemasyarakatan wanita. Agar masyarakat memahami permasalahan yang terjadi pada narapidana wanita, sehingga setelah wanita kembali ke lingkungan masyarakat bisa melanjutkan kehidupannya dengan lebih baik lagi.


(26)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, tinjauan pustaka berisikan tentang data-data sekunder yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian pihak lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti.

2.1.1 Studi Penelitian Terdahulu

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai subjek-subjek tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.


(27)

Peneliti terdahulu yang diangap relevan oleh peneliti dan dijadikan sebagai bahan acuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Yang Digunakan Hasil Penelitian Perbedaan Dengan Penelitian Skripsi ini 1 Perilaku komunikasi Sales Promotion Girl Provider XL Axiata

Ria Dwi Mutiara

Pendekatan kualitatif,

dengan desain studi kasus

Perilaku komunikasi Sales Promotion Girl Provider XL Axiata dibagi kedalam dua bagian besar, yaitu perilaku komunikasi yang menggunakan komunikasi verbal dan perilaku komunikasi yang menggunakan komunikasi non verbal ketika sedang memberikan pelayanan terhadap konsumen.

Penelitian Ria untuk

mengetahui perilaku komunikasi sales promotion girl provider XL Axiat di Dukomsel kota Bandung.


(28)

12

Selain itu, adanya motif yang melatari perilaku komunikasi dari seorang Sales Promotion Girl tersebut. 2 Perilaku Komunikasi Narapidana Anak Johan Iskandars yah Metode penelitian

kualitatif dengan desain studi Fenomenologi.

Hasil penelitian diperoleh bahwa perilaku komunikasi narapidana anak dilihat dari komunikasi verbal berupa bahasa Sunda, bahasa Indonesia, bahasa kasar dan Bahasa prokem, serta nama alias. sedangkan komunikasi non verbal berupa bahasa tubuh terdapat ekspresi wajah, tatap mata, dan gerakan tangan, serta penampilan fisik berupa pakaian khusus

Penelitian Johan Objek yang digunakan adalah

narapidana anak dan studi yang digunakan fenomenologi sedangkan peneliti objeknya narapidana wanita dan menggunakan studi deskriptif.


(29)

narapidana anak, pakaian muslim, dan pakaian bebas.

.

3

Perilaku Komunikasi Suami Istri Pelayar Dalam Membina Keharmonis an Rumah Tangga di Kec.Suli Kab Luwu

Ismawati Metode penelitian deskriptif kualitatif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, dalam hubungan rumah tangga seperti yang terjadi pada suami istri pelayar, komunikasi adalah salah satu hal yang paling utama

untuk dapat

mempertahankan suatu hubungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku komunikasi suami istri pelayar dalam membina

keharmonisan rumah tangga di Kec. Suli Kab Luwu

Sumber: Peneliti 2014

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat perlu untuk melakukan komunikasi. Tanpa adanya komunikasi dalam kehidupan manusia, maka kelangsungan hidup manusia tidak akan bisa berlangsung. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk faktor


(30)

14

kepentingan dengan orang lain, menyampaikan informasi, dan mempengaruhi orang lain. Komunikasi ada dalam setiap aspek kehidupan manusia, “ketika manusia ada maka terciptalah komunikasi”.

2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Pengertian komunikasi secara epistimologi berasal dari perkataan latin “communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terjadi kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. (Effendy,2003:30)

Para ahli mendefinisikan istilah komunikasi dengan paradigma yang berbeda-beda. Dimana definisi komunikasi yang berbeda-beda diberikan berdasarkan paradigma dan sudut pandang setiap ahli.

“Komunikasi adalah proses hal mana suatu ide dalihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud merubah perilaku”, demikian dikatakan Everett M. Rogers. Definisi ini menekankan bahwa dalam komunikasi adalah sebuah proses pengoperan (pemrosesan) ide, gagasan, lambang, dan didalam proses itu melibatkan orang lain. (Nurudin,2008:26)


(31)

Menurut Carl I.Hovland yang dikutip oleh Hikmat dalam buku Komunikasi Politik Teori dan Praktik menyatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

Menurut Bernard Berelson dan Barry A. Stainer komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan bahasa, gambar-gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain. (Effendy, 1992:48)

Sedangkan definisi komunikasi juga diungkapkan oleh Berelson dan Steiner memfokuskan pada unsur penyampaian. Shanon dan Weaver juga menerina unsur penyampaian ini, tetapi mereka menambahkan unsur inheren lainnya pada waktu mereka mendefinisikan komunikasi, mencakup semua prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lainnya. (Hikmat,2010:5)

Dari banyaknya definisi komunikasi tersebut, untuk lebih memahami komunikasi, para peminat komunikasi seringkali mengutip paradigma komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya The Stucture and Function of Communication in Society. Menurutnya pendekatan yang tepat


(32)

16

untuk memahami komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Dalam paradigma Lasswell, dijelaskan bahwa dalam upaya memahami komunikasi harus dapat menjawab lima unsur komunikasi, yakni komunikator (communicator, sender, source), pesan (message), media (chaneel), komunikan (communicant, communicate, reciver, recipient) dan efek (effect, impact, influence). Berdasarkan lima unsur tersebut persepsi komunikasi menurut Lasswell adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang akan menimbulkan efek tertentu. (Hikmat,2010:6)

2.1.2.2 Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik, menurut Lasswell komponen-komponen komunikasi adalah:

1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh suatu pihak kepada pihak lain. 3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan


(33)

antar pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.

4. Penerimaan atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan (protokol).1

2.1.2.3 Tujuan Komunikasi

Adapun Tujuan dari komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy yang dikutip dalam buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi adalah:

1. Mengubah sikap (to change the attitude) 2. Mengubah perilaku (to change behavior) 3. Mengubah masyarakat (to change the society)

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi

Dalam kajian ilmu komunikasi banyak ahli mengemukakan pendapatnya tentang fungsi-fungsi komunikasi. Secara lebih terperinci fungsi-fungsi komunikasi yang dikemukakan Harold D. Lasswell adalah sebagai berikut:


(34)

18

1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the environment)

2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk melengkapi lingkungannya (correlation of the part of society in responding to the environment)

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transmission of the social heritage)

Charles R. Wright menambahkan satu fungsi, yakni entertainment (hiburan) yang menunjukan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya. (Nurudin,2004;16)

2.1.2.5 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada dasarnya merupakan proses pertukaran informasi atau penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan.

Menurut Onong Uchjana Effendi dikutip dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi proses komunikasi terbagi dalam dua sisi, yaitu proses komunikasi secara primer dan sekunder.


(35)

1. Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang (simbols) sebagai media atau saluran. Lambang ini umumnya bahasa, tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak anggota tubuh, gambar, warna, dan lain sebagainya. 2. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media kedua ini karena komunikan yang dijadikan sasaran komunikasinya jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya, jauh dan banyak. Komunikasi dalam, proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didiukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi. (Effendy,2003:33,38)


(36)

20

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication) merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan berlangsung secara tatap muka.

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam buku nya “The Interpersonal Communication Book”. Adalah sebagai berikut:

“Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika “. (The process of sending and receiving messages between two person, or among a small group persons, with some effect and some immediate feedback). (Effendy,2003:59)

2.1.3.2 Jenis Komunikasi antarpribadi

Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yaitu:

1. Komunikasi Diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang


(37)

adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu. 2. Komunikasi Triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi triadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

2.1.3.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut:


(38)

22

1. Menemukan diri sendiri

Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita adalah sangat menarik dan mengasyikan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

2. Menemukan dunia luar

Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal. Meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu sering kali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal.


(39)

Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.

4. Beruban sikap dan tingkah laku

Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita boleh mengizinkan mereka memilih cara tertentu, misalnya membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu, dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah.

5. Untuk bermain dan kesenangan

Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Hal ini bisa member suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan, dan lainnya.

6. Untuk membantu pengarahan

Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan professional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita


(40)

24

semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari2.

2.1.3.4 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi

Menurut Kumar efektivitas komunikasi antarpribadi mempunyai lima ciri, sebagai berikut:

1. Keterbukaan (openness)

Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi.

2. Empati (empathy)

Merasakan apa yang diarsakan orang lain. 3. Dukungan (supportiveness)

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.

4. Rasa positif (positiveness).

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan (equality)

Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.


(41)

2.1.4 Tinjauana Tentang Perilaku Komunikasi

2.1.4.1 Pengertian Tentang Perilaku Komunikasi

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, dengan kata lain perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Tujuan spesifik tidak selamanya diketahui dengan sadar oleh yang bersangkutan. Dorongan yang memotivasi pola perilaku individu yang nyata dalam kadar tertentu berada dalam alam bawah sadar(Hersey& Blanch, 2004:68).

Rogers menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau kelompok di dalam menerima dan mencari informasi yang diindikasikan dengan adanya pertisipasi hubungan dengan sistem sosial, kekosmopolitan, hubungan dengan agen perubahan, keterdedahan dengan media, keaktifan dalam mencari informasi, pengetahuan mengenai hal-hal yang baru dalam inovasi.

Rogers (1993) mengungkapkan ada tiga perubahan perilaku komunikasi yang sudah teruji secara empiris signifikan yaitu pencarian informasi, kontak dengan penyuluh, dan keterdedahan pada media massa. Peubah pertama yaitu pencarian informasi masih perlu didampingi dengan penyampaian informasi, sesuai dengan model transaksional yang bersifat saling menerima dan memberi informasi cara bergantian.


(42)

26

Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998),

“perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu”.

Berdasarkan definisi perilaku yang telah diungkapkan sebelumnya,

“perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, atau dengan kata lain perilaku komunikasi adalah cara berfikir, berpengetahuan, berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang dianut seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang ada di dalam jaringan komunikasi masyarakat setempat” (Hapsari 2007:36).

Di dalam mencari dan menyampaikan informasi, seyogyanya juga mengukur kualitas (level) dari komunikasi. Berlo (1960:40) mendeskripsikan level komunikasi adalah mengukur


(43)

derajat kedalaman mencari dan menyampaikan informasi yang meliputi (1), sekadar bicara ringan, (2), saling ketergantungan (independen), (3), tenggang rasa (empaty), (4), saling interaksi (interaktif). Kebutuhan seseorang akan informasi mampu menggerakannya secara aktif melakukan pencarian informasi.

Lebih lanjut Berlo (1960:45), mengungkapkan bahwa perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi. Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka hal-hal yang sebaiknya perlu dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi sesuai dengan kebutuhannya.

Halim (1992:39) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan situasional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunikasi tentang masalah tertentu. 4

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal

2.1.5.1 Definisi Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan


(44)

28

simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan (Devito, 2011:51)

2.1.5.2 Jenis-jenis Bahasa Verbal

Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan sebagai aspek realitas individual kita. Adapun macam bahasa verbal yang digunakan adalah :


(45)

1. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia yang dipakai untuk memperlancar hubungan komunikasi dan merupakan lambang kebangsaan bangsa Indonesia (Buku Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan & Kebudayaan).

2. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan pada suatu daerah tertentu dan memiliki ciri khas tertentu di bidang kosa kata, peristilahan, struktur kalimat dan ejaannya. Bahasa daerah merupakan lambang kebanggaan daerah yang bersangkutan (Buku Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan & Kebudayaan).

Tata bahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.

2.1.5.3 Fungsi Bahasa

Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana, 2005) bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan


(46)

30

menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

1. Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.

2. Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.


(47)

3. Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

2.1.5.4 Keterbatasan Bahasa

Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek. Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.

Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

1. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual

Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula.

2. Kata-kata mengandung bias budaya

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan sub


(48)

32

budaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketika mereka menggunakan kata yang sama. Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

3. Percampur adukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.

Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim


(49)

disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalah pahaman.

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal

2.1.6.1 Definisi Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan non verbal. Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi non verbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Sebagaimana yang diungkapkan Arni Muhammad memberikan definisi komunikasi non verbal sebagai berikut :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata,


(50)

34

ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. (Suranto, 2010:146)

Sedangkan menurut Edward T.Hall mengartikan komunikasi non verbal sebagai berikut :

“Komunikasi non verbal adalah sebuah bahasa diam (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension) karena pesan non verbal yang tertanam dalam konteks komunikasi”. (Mulyana, 2010:344).

2.1.6.2 Ciri-ciri Umum Pesan Non Verbal

Devito (2011:54) mengemukakan bahwa pesan-pesan non verbal mempunyai ciri-ciri umum, yaitu :

1. Perilaku komunikasi bersifat komunikatif, yaitu dalam situasi interaksi, perilaku demikian selalu mengkomunikasikan sesuatu.

2. Komunikasi non verbal terjadi dalam suatu konteks yang membantu menentukan makna dari setiap perilaku non verbal.

3. Pesan non verbal biasanya berbentuk paket, pesan-pesan non verbal saling memperkuat, adakalanya pesan-pesan ini saling bertentangan.


(51)

4. Pesan non verbal sangat di percaya, umumnya bila pesan verbal saling bertentangan, kita mempercayai pesan non verbal.

5. Komunikasi non verbal di kendalikan oleh aturan.

6. Komunikasi non verbal seringkali bersifat metakomunikasi, pesan non verbal seringkali berfungsi untuk mengkomentari pesan-pesan lain baik verbal maupun non verbal.

2.1.6.3 Klasifikasi Pesan Non Verbal

Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan non verbal sebagai berikut:

1. Pesan kinesik. Pesan non verbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

1) Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a) Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi


(52)

36

komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk

b) Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan

c) Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi-situasi

d) Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

2) Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

3) Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah:

a) Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif

b) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah


(53)

c) Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

2. Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

3. Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik. 4. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang

berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda.

5. Pesan sentuhan dan bau-bauan.

1) Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.


(54)

38

2) Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis

2.1.6.4 Fungsi Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal bisa dikatakan hanya menggunakan isyarat atau tidak menggunakan kata-kata yang lisan, tapi tetap saja memiliki fungsi dalam penggunaannya. Menurut Mark Knapp (1978) menyebutkan bahwa penggunaannya komunikasi non verbal memiliki fungsi untuk :

1. Meyakinkan apa yang diucapkannya (repletion)

2. Menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution)

3. Menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)

4. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempat. (Cangara, 2011:106)

Fungsi dari komunikasi non verbal dapat menjelaskan maksud dari penyampain pesan itu sendiri. Menurut Mark L. Knapp fungsi-fungsi tersebut yaitu:


(55)

1. Repetisi

Mengulang kembali gagasan yang sebelumnya sudah disajikan secara verbal.

2. Subtitusi

Menggantikan lambang-lambang verbal. 3. Kontradiski

Menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal.

4. Komplemen

Melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal. 5. Aksentuasi

6. Menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya (Suranto, 2010:173)

2.1.6.5 Tujuan Komunikasi Non Verbal

Ketika kita melakukan komunikasi, baik itu melakukan komunikasi verbal terlebih dahulu yang kemudian diiringi dengan komunikasi non verbal atau sebaliknya. Bahkan keduanya seringkali berbarengan dalam melakukannya ataupun penyampaiannya. Setiap penyampaian pesannya baik secara verbal ataupun non verbal sebenarnya memiliki tujuan-tujuan tertentu didalam pesan tersebut.


(56)

40

Adapun tujuan dari komunikasi non verbal diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan atau memberikan informasi. 2. Mengatur alur suara percakapan.

3. Mengekspresikan emosi.

4. Memberikan sifat, melengkapi, menentang, atau mengembangkan pesan-pesan dari komunikasi verbal.

5. Mengendalikan atau mempengaruhi orang lain.

6. Mempermudah tugas-tugas khusus yang memerlukan komunikasi non verbal.

2.1.6.6 Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal yang kita anggap cukup penting ternyata dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis pesan yang digunakannya. Dari jenis komunikasi non verbal yang pernah diberikan oleh para ahli sangat beragam. Adapun jenis-jenis komunikasi non verbal yaitu sebagai berikut :

1. Bahasa tubuh :

a. Isyarat tangan


(57)

c. Postur tubuh dan posisi kaki

d. Ekspresi wajah dan tatapan mata

2. Sentuhan

3. Parabahasa

4. Penampilan fisik :

a. Busana

b. Karakteristik fisik

5. Bau-bauan

6. Orientasi ruang dan jarak pribadi :

a. Ruang pribadi dan ruang publik

b. Posisi duduk dan pengatutan ruangan

7. Konsep waktu

8. Diam

9. Warna

10. Artefak (Mulyana, 2006:353-433).

2.1.7 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.


(58)

42

(Mulyana,2006:68). Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. (Mulyana,2006:70)

Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan suatu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide dan hubungannya dengan msyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini. Ralph LaRoss dan Donald C Reitez dalam West-Turner telah mempelajari Teori Interaksi simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai Keluarga. Mereka mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari interaksi simbolik dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar, yaitu:

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya dikonstruksi secara interpretif oleh individu


(59)

melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, makna diciptakan dalam interaksi antar manusia dan makna dimodifikasi melalui interpretif.

2. Pentingnya konsep mengenai diri

Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lain dengan cara antara lain individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku. Mead sering kali menyatakan hal ini sebagai “The particular kind of role thinking imagining how welook to another person or ability to see ourselves in

the reflection of another glass”.

3. Hubungan antada individu dengan masyarakat

Tema ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individualnya, tapi pada akhirnya tiap individu sendiri yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatan. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keturunan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.5


(60)

44

Menurut Ralph Larossa dan Donal C. Reitzes dalam West-Turner (2008:96), Interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia bersama dengan orang lain mencipakan dunia simbolik dan bagaimana cara membentuk perilaku manusia.

Penganut interaksionsime simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut teori behavioristik atau teori structural. Alih-alih perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.

Joel M. Charon dalam bukunya “Simbolic interactionism” mendefinisikan interaksi sebagai “aksi sosial bersama; individu-individu

berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan dengan mengorientasikan kegiatannya kepada diri masing-masing.

Interaksionisme merupakan pandangan-pandangan terhadap realitas sosial yang muncil pada akhir dekade 1960-an dan awal dekade 1970, tetapi para pakar beranggapan bahwa pandangan tersebut tidak bisa dikatakan baru. Stephen W. Littlejhon dalam bukunya yang berjudul

“Theories of Human Communication” mengatakan bahwa, yang

memberikan dasar adalah George Herbert Mead yang diteruskan oleh George Herbert Blumer. (Mufid,2010:152).


(61)

Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolis, karena pemikirannya yang luar biasa. Pemikiran Mead terangkum dalam konsep pokok mengenai “mind”,”self” dan “society” sebagaimana dijelaskan berikut ini. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa yang dialaminya, menerangkan benda-benda dan peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal muasalnya dan meramalkannya. Pikiran manusia merebos dunia luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Ia juga menerobos dirinya sendiri dan membuat hidupnya sendiri menjadi objek pengenalannya yang disebut self yang dapat kita terjemahkan menjadi aku atau diri. Self dikatakan Mead memiliki ciri-ciri dan status tertentu. Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran dan diri menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunia dan dia sendiri, Mead mengatakan bahwa, pikiran (mind) dan diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau aksi sosial (social act). Berdasarkan pemaparan diatas, maka interaksi simbolik erat kaitannya dengan pikiran (mind), diri (self) dan masyarakat (society):

1. Mind (pikiran)

Kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus


(62)

46

mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.

2. Self (diri)

Kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksi simbolik adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya. 3. Society (masyarakat)

Hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

2.1.8 Tinjauan Tentang Wanita

Wanita adalah singkatan dari bahasa jawa (wani ditoto)sebutan yang digunakan untuk homo sapiens berjenis kelamin dan mempunyai alat repproduksi. Lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki .

Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak bisa dilakukan oleh pria ini yang disebut dengan tugas perempuan/wanita/ibu. Wanita berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita yang ditata atau diatur oleh laki-laki atau suami pada


(63)

umumnya terjadi pada kaum patriarki. Arti kata wanita sama dengan perempuan, perempuan atau wanita memiliki wewenang untuk bekerja dan menghidupi keluarga bersama dengan sang suami. Tidak ada pembagian peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, pria dan wanita sama-sama berkewajiban mengasuh anak hingga usia dewasa.Jika ada wacana perempuan harus di rumah menjaga anak dan memasak untuk suami maka itu adalah konstruksi peran perempuan karena laki-laki juga bisa melakukan hal itu, contoh lain misalnya laki-laki yang lebih kuat, tegas dan perempuan lemah lembut ini yang kemudian disebut dengan gender.

2.1.9 Tinjauan Tentang Narapidana

Pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu “nara” yang artinya orang dan pidana yang artinya hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba, korupsi da sebagainya). Jadi pengertian narapidana menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai orang hukuman (orang yang menjalani hukuman) karena melakukan tindak pidana.

Dalam pengertian sehari-hari narapidana adalah orang-orang yang telah melakukan kesalahan menurut hukum dan harus dimasukan ke dalam penjara. Menurut ensiklopedia Indonesia, status narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat mengajukan banding, pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak permohonan agrasi kepada presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan. Status terdakwa menjadi status


(64)

48

terhukum dengan sebutan narapidana sampai terhukum selesai menjalani hukuman (penjara) atau dibebaskan.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatann. Selanjutnya Harsono mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teoritis

Pada bagian kerangka teoritis peneliti akan menjelaskan mengenai perilaku komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Subang dapat dilihat dari pandangan teori Interaksi Simbolik. Bahwa interaksi simbolik manusia selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi tersebut terjadi pertukaran simbol – simbol baik itu verbal maupun non verbal. Dalam simbol – simbol atau lambang – lambang tersebut terdapat makna yang hanya di dipahami oleh anggotanya saja.

Makna ini sangat akan mempengaruhi individu bertingkah laku atau berperilaku. Pendekatan atau teori yang mengkaji mengenai interaksi ini adalah interaksi simbolik.


(65)

Interaksional simbolik sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu-ilmu social, khususnya ilmu-ilmu komunikasi ( termasuk sub ilmu-ilmu komunikasi : public relations, jurnalistik, periklanan, Pen.). Lebih dari itu, interaksional simbolik juga memberikan inspirasi bagi kecendrungan masih menguatnya pendekatan kualitatif dalam studi penelitian komunikasi. Pengaruh itu terutama dalam hal cara pandang secara holistis terhadap gejala komunikasi sebagai konsekuensi dari berubahnya konsep berpikir sistemik menjadi prinsip interaksional simbolik.

Prinsip ini menempatkan komunikasi sebagai suatu proses menuju kondisi-kondisi interaksional yang bersifat konvergensif untuk mencapai pengertian bersama ( mutual understanding ) diantara para partisipan komunikasi. Informasi dan pengertian bersama menjadi konsep kunci dalam pandangan konvergensif terhadap komunikasi (Roger dan Kincaid, dalam Pawito. 2007: 66-67). Informasi pada dasarnya berupa simbol atau lambang-lambang yang saling dipertukarkan oleh atau diantara partisipan komunikasi.

Interaksional simbolik memandang bahwa makna (meanings) diciptakan dan dilanggengkan melalui interaksi dalam kelompok-kelompok sosial. Interaksi social memberikan, melanggengkan, dan mengubah aneka konvensi, seperti peran, norma, aturan, dan makna-makna yang ada suatu kelompok social. Konvensi-konvensi yang ada pada gilirannya mendefenisikan realitas kebudayaan dari masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini, bahasa dipandang sebagai pengangkut realita (informasi) yang karenanya menduduki posisi sangat penting. Interaksional simbolik


(66)

50

merupakan gerakan cara pandang terhadap komunikasi dan masyarakat yang pada intinya berpendirian bahwa struktur social dan makna-makna diciptakan dan dilanggengkan melalui interaksi social (Pawito, 2007:67).

Dalam melihat suatu realitas, interaksionisme simbolik mendasarkan pada tiga premis: pertama, dalam bertindak terhadap sesuatu – baik yang berupa benda, orang maupun ide – manusia mendasarkan tindakannya pada makna yang diberikannya kepada sesuatu tersebut. kedua, makna tentang sesuatu itu diperoleh, dibentuk – termasuk direvisi – melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, pemaknaan terhadap sesuatu dalam bertindak atau berinteraksi tidak berlangsung secara mekanistik, tetapi melibatkan proses interpretasi (Upe dan Dasmid, 2010:121).

Manusia selalu melakukan interaksi simbolik dan juga tindakan kepada dirinya ataupun dengan orang lain yang berada di sekitarnya. Dimana dalam hubungan sosial, setiap individu akan menggunakan simbol-simbol yang digunakan dan dimaknai oleh individu sehingga bisa membentuk tingkah laku individu. Tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari pengembangan posisi individu dalam lingkungan masyarakat.

Dalam hubungan sosial, proses pertukaran simbol-simbol atau lambang-lambang yang diberi makna ini disebut interaksi simbolik. Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni proses komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna yang hanya dipahami oleh anggota kelompok yang hanya ada di dalamnya.


(67)

Perspektif interaksi simbolik memfokuskan pada perilaku seseorang. Hal ini karena interaksi simbolik memandang bahwa seseorang akan merespon suatu situasi simbolik tertentu. Simbol tersebut bisa berupa verbal maupun nonverbal, selanjutnya simbol tersebut akan diberi makna tertentu. Makna yang merupakan hasil dari interaksi akan melekat dan membentuk konsep diri seseorang.

Ralph LaRossa dan Donald C Reitez mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari interaksi simbolik dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar, yaitu:

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Pentingnya konsep mengenai diri

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat

Secara teoritis interaksi simbolik adalah interaksi yang di dalamnya terjadi pertukaran simbol-simbol yang mengandung makna. Sedangkan interaksi simbolik menurut Mead mengatakan bahwa Kemampuan manusia untuk dapat merespon simbol-simbol diantara mereka ketika berinteraksi, membawa penjelasan interaksionisme simbolik kepada konsep tentang diri (self). (Kuswarno,2013:114)

Selain itu, mead juga memberikan penjelasan mengenai pengertian interaksi simbolik yang terkait dengan konsep dan asumsi dasar interaksi simbolik.


(68)

52

Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunai dan dia sendiri, bahwa pikiran (mind) dan diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau proses-proses interaksi. (Effendy,2003:293)

Bertolak pada uraian diatas, maka dalam interaksi simbolik terdapat tiga ide yang menjadi dasar dalam interaksi simbolik. Adapun tiga ide dasar tersebut adalah pikiran (mind), diri (self), dan msayarakat (society). Pikiran (mind) merupakan penunjuk diri. Pikiran dalam hal ini akan menunjukan sejauhmana seseorang memahami dirinya sendiri. Manusia selalu melakukan interaksi dengan berbeda-beda. Melalui pikiran (mind) maka manusia dituntut untuk memahami dan memaknai simbol yang ada.

Perkembangan diri (self) mengarah pada sejauhmana seseorang akan mengambil peran. Pengambilan peran ini akan merujuk pada bagaimana seseorang memahami dirinya dari perspektif orang lain.

Menurut Mead, sebagai suatu proses sosial, diri terdiri dari dua fase, yaitu “I” (aku) dan “Me” (daku). “Aku” merupakan kecenderungan individu yang implusif, spontan, pengalaman tidak terorganisasikan atau dengan kata lain merepresentasikan kecenderungan individu yang tidak searah. Sedangkan “Daku” menunjukan individu yang bekerjasama dengan orang lain, meliputi seperangkat sikap dan definisi berdasarkan pengertian dan harapan dari orang lain atau yang dapat diterima dalam kelompok. Dalam beberapa situasi, “Daku” melibatkan


(69)

generalized other dan sesekali beberapa orang tertentu. “Aku” karena spontanitasnya, potensial untuk menciptakan aktifitas yang baru dan kreatif; sedangkan “Daku” sebagai pengatur memunculkan individu kepada aktivitas yang terarahkan dan serasi (goal-directed activity and conformity). (Kuswarno,2013:115)

Dalam proses sosial akan melibatkan masyarakat. Masyarakat merupakan sebuah kelompok individu yang sering melakukan tindakan sosial dan juga proses sosial. Masyarakat (society) inilah yang mempengaruhi terbentuknya pikiran (mind) dan diri (self). Proses sosial dilihat sebagai kehidupan kelompok yang membentuk aturan-aturan dan bukan aturan yang membentuk kelompok. Proses sosial atau realitas sosial mengacu pada perilaku individu di lingkungan sosial. Dalam realitas sosial individu akan merepresentasikan pada habit atau kebiasaan. Dengan kebiasaan ini orang bisa menginterpresentasikan dan juga memberikan pandangan mengenai bagaimana kita bertindak.

2.2.2 Kerangka Konseptual

Perspektif interaksi simbolik memfokuskan pada perilaku manusia harus dipahami dari sudut pandang subjek. Hal ini karena interaksi simbolik memandang bahwa kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol tersebut bisa berupa verbal maupun nonverbal. Selanjutnya simbol tersebut akan diberi makna tertentu.


(1)

3.4 Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Subang dalam Interaksionisme Simbolik

Peneliti berpegangan pada pemikiran dari George Herbert Mead (1863-1931). Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.

Manusia selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi tersebut, terjadi pertukaran simbol-simbol baik itu verbal ataupun nonverbal. Dalam simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut terdapat makna yang hanya dipahami oleh anggotanya saja. Makna ini akan sangat mempengaruhi individu bertingkah laku atau berperilaku. Interaksi simbolik dalam hal ini merupakan sebuah perspektif.

Jadi, pada dasarnya teori interaksi simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna-makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.

Berdasarkan paparan diatas, maka munculah dua asumsi dasar yang mendasari interaksi simbolik.

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Hubungan antara individu dengan masyarakat.


(2)

IV. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas mengenai Perilaku Komunikasi Narapidana Wanita (Studi Deskriptif Tentang Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Subang). Maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa hal tentang penggunaan komunikasi verbal dalam Perilaku komunikasi narapidana wanita. Perbedaan yang terjadi meliputi simbol-simbol yang narapidana wanita gunakan ketika berkomunikasi. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan bahasa yang digunakan narapidana wanita ketika berkomunikasi dengan sesama narapidana wanita menggunakan bahasa indonesia, gaul dan bahasa sunda namun sebagai bahasa utamanya yaitu bahasa indonesia. Berbeda ketika narapidana wanita berkomunikasi dengan petugas yang sedang kunjungan piket blok, mereka menggunakan bahasa Sunda campuran dengan bahasa Indonesia dan sunda yang lebih sopan, menyesuaikan dengan lawan bicaranya. Hal tersebut dimaksudkan agar komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif. Narapidana wanita juga menggunakan bahasa gaul dan bahasa alay dalam kesehariannya. Ketika berkomunikasi narapidana juga menggunakan istilah-istilah atau nama alias sebagai ciri khas mereka ketika berkomunikasi dan itu hanya berlaku untuk sesama narapidana wanita.

2. Peneliti juga menemukan beberapa hal tentang penggunaan komunikasi non verbal dalam komunikasi narapidana wanita. Dalam Bahasa tubuh narapdiana wanita berbeda-beda penggunaanya tergantung kondisi yang dialami pada saat itu. Seperti narapidana wanita yang sudah lama tinggal di Lembaga Pemasyarakatan dan narapidana wanita yang baru menempati Lembaga Pemasyarakatan, kemudian dengan siapa narapidana wanita berkomunikasi. Narapidana wanita tidak memiliki peraturan tertentu dalam penggunaan pakaian


(3)

yang terpenting rapih dan sopan, terkecuali pada hari senin yang akan dilaksanakan upacara dan hari jumat yang akan dilaksanakan aktifitas olahraga rutin dan narapidana Wanita memakai seragam khusus warga binaan dan harus mematuhi peraturan ini, tapi narapidana wanita mengeluhkan tentang jumlah pakaian khusus yang diberikan. Pakaian yang digunakan narapidana juga berfungsi sebagai penunjuk identitas dan aktifitas yang sedang dijalani.

3. Perilaku komunikasi narapidana wanita bertujuan untuk memaknai simbol-simbol verbal dan simbol-simbol non verbal yang muncul ketika berinteraksi, sehingga menghasilkan interaksi simbolik yang berujung terhadap kesamaan makna dan pemahaman yang terjadi ketika narapidana wanita berinteraksi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Cangara. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers.

Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antar Manusia (Edisi 5). Kharisma Publishing.

Djamali, R Abdul. 1984. Psikologi Hukum. Bandung: Armico.

Effendy, Onong.U. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : CV Mandar Maju.

Effendy, Onong.U. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Remaja.

Elvinaro, Ardianto. 2011. Metode Penelitian Untuk Public Relation. Bandung : Sembiosa Rekatama Media

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : Widya Padjadjaran.

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Moeleong, Lexy J. 1980. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(5)

Morissan, 2013. Teori Komunikasi, Individu Hingga Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Mulyana, Deddy. 2001. Komunikasi Organisasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suranto, Aw. 2010. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

B. Sumber karya Ilmiah

- PERILAKU KOMUNIKASI NARAPIDANA ANAK

(Studi Fenomenologi Tentang Perilaku Komunikasi Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Sukamiskin Bandung) 2014, Skripsi : Universitas Komputer Indonesia


(6)

- PERILAKU KOMUNIKASI DALANG SANDIWARA

(Studi Fenomenologi mengenai Perilaku Komunikasi Dalang Sandiwara di Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu) 2014, Skripsi : Universitas Komputer Indonesia

C. Sumber Online

http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/03/teori-pelayanan-narapidana.html di

akses pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 22. 12

http://panzqueen.blogspot.com/2010/11/komponen-dan-proses-komunikasi.html

di akses pada tanggal 16 Maret 2014 pukul 20.15

http://dittanisa.blogspot.com/2012/07/ciri-dan-tujuan-komunikasi-antar-pribadi.html di akses pada tanggal 16 Maret 2014 pukul 00.15

http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidana.html di akses

pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 21.56

http://id.wikipedia.org/wiki/Wanita di akses pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 01:04