TEMA-TEMA RESPONDEN I R
A. Adanya kehampaan dalam diri
1. Mudah panik dan tenggelam dalam masalah 2. Hal-hal eksternal berpotensi menjadi sumber stressor
3. Alienasi dengan diri 4. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
5. Ketidakpuasan terhadap pendekatan Barat yang lebih
modern
B. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi
1. Mengenal diri 2. Mengenal hidup
3. Mengamati pikiran 4. Meregulasi pikiran
C. Respons terhadap pikiran
1. Waspada terhadap pikiran
D. Perubahan pikiran menjadi lebih positif
1. Lebih fleksibel 2 . Lebih terkendali
3. Lebih rileks karena hilangnya kelekatan 4. Lebih rileks karena tubuh yang rileks
E. Perubahan sikap menjadi lebih positif
1. Lebih terkendali 2. Lebih dapat menerima
3. Lebih tenang
F. Kondisi fisik yang membaik
1. Tubuh menjadi lebih rileks 2. Tubuh menjadi lebih nyaman
3. Tubuh menjadi lebih sehat
G. Pengahayatan tujuan hidup
1. Menjalani hidup dengan mengalir 2. Menjalani hidup dengan fleksibel
3. Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa 4. Menemukan kebahagiaan
Nomor 16
6 2
1, 3 4
5 7
22 24
38
40 17, 23
30 29
11 34
21
26 27
28
31 42
35 36
H. Pemaknaan kebahagiaan
1. Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang
2. Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang 3. Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak
melekat pada masalah 37
39 32
VERBATIM RESPONDEN II A
No Catatan
Verbatim Tema Spesifik
1 A memiliki rasa
ingin tahu
yang besar
sejak usia
muda
Apa yang membuat bapak melakukan
meditasi?
Mungkin waktu itu SMA atau SMP ya, sekitar itu.
Saya sama sekali tidak paham soal meditasi, sama
sekali tidak paham soal hal- hal
spiritual, eee...
Walaupun waktu
itu pembawaan saya sejak kecil
memang curious, banyak
pingin tahu... dan untuk orang seusia saya, seusia itu
waktu itu, katakanlah usia sebelas-dua belas tahun itu
pertanyaan-pertanyaan saya sudah agak filosofis, gitu.
Enggak lazim untuk anak seusia itu... dan itu keluar
secara
genuine, lebih ke sifatnya curiousity, logika.
Rasa ingin tahu sejak usia muda
2 A kagum dengan
ekspresi rileks dan tenang dari patung
Buddha
yang dilihatnya
Terus di masa itu, ketika SMP saya jalan-jalan di
Malioboro, ketemu patung Buddha kecil. Nah, saya
hanya lihat, apa, patung Buddha yang murahan itu,
belakangan saya baru tahun bahwa
itu modelnya
Kamakura, model Jepang, Kamakura. Saya lihat, “ini
wajahnya kok cakep dan teduh”. Saya pikir itu adalah
perjumpaan saya pertama tentang ekspresi teduh. Oke.
Jadi, sebelumnya saya tuh... itu tidak masuk dalam opsi,
atau tidak masuk dalam memori, atau tidak masuk di
dalam
katalog, vocab,
kosa... apa, perbendaharaan Kekaguman
pada ekspresi rileks dan
tenang
hidup saya,
gitu lho,
ekspresi bahwa “oh, ono wong
teduh”, gitu lho... Wajah yang teduh, yang
ketoke ki
tersenyum, matanya setengah terpejam,
seolah-olah, bukan seolah- olah ya, tapi ada rasa self-
content, puas. Dia merasa ekspresinya
itu enggak
risau. “Aku cukup kok”, gitu. Walaupun saya enggak
paham apa-apa
soal meditasi, tapi waktu itu saya
beli patung kecil itu yang mana saya pikir itu adalah
perjumpaan
pertama. Setelah itu ya ora mudeng,
blas ora mudeng opo-opo. 3
A kagum dengan figur dan cara hidup
monastik Kemudian ketika SMA, di
de Britto, saya merasa sangat
beruntung, untuk
pertama kali saya dalam hidup
melihat figur
monastik. Biarawan, gitu. Frater, atau pastur, atau
romo. Sekali lagi itu juga di dalam
perbendaharaan pengalaman saya sejak SD-
SMP tidak masuk. Opsi itu enggak pernah terlintas. Hal
yang baru ya?
Hal yang betul-betul baru. Lihat orang
beneran, daging
tulang beneran, itu adalah baru.
Figur yang...
kendati belakangan saya sadari tidak
sempurna, tapi tetap spirit- nya ‘kan spirit unselfish.
Spirit yang hidupnya bukan untuk
nglumpukke, untuk nglumpukke nggo aku, aku,
aku, semakin kaya, atau semakin itu lah. Spirit-nya
unselfish,
atau bahkan
ascetic. Maksud’e mungkin Kekaguman
pada figur dan cara hidup
monastik
dia kepemilikan pribadinya minim, cara hidupnya juga
bersahaja, plus
cerdas. Pastur-pastur Jesuit itu ‘kan
pendidikannya bagus. 4
A menemukan cara pandang hidup yang
baru Ya.
Cerdas itu
adalah sesuatu yang baru juga bagi
saya. Maksudku,
kalau konco sing pinter matematik
atau... cerdas di sini maksud saya wisdom, bijak, gitu.
Bukan sekedar cerdas pinter matematik
atau pinter
Bahasa Inggris. Di SMP ada ya orang yang pinter ini, itu,
tapi cara pandangnya hidup yang cerdas, gitu lho. Itu
baru bagi saya, “oh, ono wong koyo ngene yo”
Menemukan sudut
pandang baru
5 Pengalaman
meditasi pertama
yang buruk, karena diliputi
ketidaktenangan dan kejenuhan
Terus, menjelang kelas 3 SMA de Britto, atau di
perguruan tinggi
tahun pertama...
karena saya
ngambil agamanya Katolik, pembimbingnya ya frater
waktu itu. Waktu itu pupuler di
kalangan frater-frater
Kotabaru, bukunya Anthony de Mello, Burung Berkicau,
Doa Sangata, terus buku meditasi sadana. Sadanya
karyanya Anthony de Mello. Pengalaman pertama saya,
disuruh
nyoba meditasi
waktu itu di... apa itu? Di de Britto ono pasturan, opo?
Ngarep, cedak...
Dekat pasturan itu?
‘kan ada kapel. Di situ disuruh nyoba
meditasi. Di situ kalau enggak
salah pelajaran
agama di tingkat satu ya, tahun
pertama, jadi
pesertanya tidak banyak. Cuma lima atau sepuluh
orang, gitu. Disuruh njajal, Pengalaman
buruk saat meditasi pertama
kali
panduannya pakai sadana itu,
eee... Wah,
pengalamannya buruk. Saya suruh duduk cuma lima
menit atau sepuluh menit, setelah selesai ditanya sama
pasturnya,
“gimana rasanya?”, “wah, rasanya
sumpek, mau
meledak”. Rasanya jengkel, disuruh
diam itu jengkel, sumpek. Buruk, pengalaman itu.
6 Pengalaman
meditasi pertama
yang buruk karena kurang
mendapat pemahaman
Mungkin karena
si pembimbingnya
kurang memberi
pendahuluan, kurang memberi penjelasan,
pendahuluan, guidance, atau perspektif, tujuan meditasi
opo,
terus filosofinya
gimana. Mungkin
penjelasannya kurang,
begitu. Tapi
pokoknya pengalamannya
buruk tentang meditasi.
Pemahaman yang
kurang menghambat
meditasi
7 Ketertarikan
terhadap Zen
muncul karena
adanya kisah-kisah yang
menabrak norma umum
Tapi, buku-buku Anthony de Mello itu memikat bagi
saya. Memukau, memikat, menantang. Jadi, terutama
yang cerita-cerita tentang Zen.
Bahkan disamping
chalenging itu juga kisah- kisah
Zen itu
‘kan ikonoklas. Ngerti ikonoklas?
Ikonoklas ki
ugal-ugalan. Jadi, patung dibakar, patung
Buddha dibakar,
dikencingin, misalnya
begitu. Nabrak
kaidah- kaidah standar, gitu. Berani
nabrak kaidah-kaidah
standar. Dan bagi orang seusia saya waktu itu, itu
seksi, memikat. Merasa
tertantang secara intelektual
8 A merasa tertantang
secara intelektual
Tapi ya, kalau saya tanya ke sana ke mari tentang itu
Merasa tertantang
secara intelektual
dengan kisah-kisah Zen
kalau mau tanya lebih lanjut, saya tidak menjumpai orang
yang bisa
menjelaskan waktu itu. Terus lupa... Ya
seneng baca-baca
neng donge
mung menarik,
cerdas, tapi donge ora tek mudeng. Tapi justru karena
ora mudeng kui jadi seksi. Barangkali karena menjadi
menantang,
gitu lho.
Maksud’e, aku ki merasa, “aku ki sekolahe pinter’e,
opo-opo mudeng. Tapi iki kok ora mudeng?” Jadi itu
menjadi,
malah menjadi
tantangan, jadi seksi. 9
Dalam dunia kerja, A belajar bahwa
kebahagiaan dan
kesuksesan dicapai dengan sikap yang
keras dan kejam Terus eeee... lulus sekolah,
lulus kuliah... sudah lupa, urusan-urusan
itu wis
enggak pernah membahas lagi. Terjun di dunia kerja,
saya kerja
di bisnis
konstruksi selama
tiga tahun. Bisnis konstruksi tu
keras, banyak tantangan, eee...
kendati waktunya
cuman tiga
tahun tapi
jamnya tinggi. Jam kerja per harinya tinggi dan intens.
Intens maksudnya padat, intens,
tantangannya banyak,
sehingga dalam
waktu singkat saya belajar banyak,
atau ngehadapi
persoalan banyak. Nah... kira-kira sehabis tiga tahun
kerja, tiga-empat
tahun kerja,
eee... timbul
pertanyaan bagi
saya, pertanyaan pribadi. Kira-
kira pertanyaannya gini, dari pengalaman
saya Konflik
dalam pemaknaan:
kebahagiaan dicapai
ketika individu tidak memedulikan
orang lain
menyaksikan orang di dunia bisnis, di dunia kerja lah...
Saya menyaksikan beberapa mentor saya di dunia bisnis
ngajari saya untuk... di dunia bisnis itu tega, tegel. Tough,
tapi dalam artian lebih negatif lah. Tega,
tegel.
Dalam hal apa biasanya, pak?
Eee... ya, dalam mencari profit,
dalam mensikapi
relasi kerja. Harus keras, begitu ya?
Harus keras, harus tega. Kalau perlu ya...
atau pokoknya
kaidah- kaidah moral tidak masuk
dalam pertimbangan. Itu pertimbangan
yang ke
sekian, atau bahkan enggak masuk dalam pertimbangan.
Saya menyaksikan
dari sudut pandang mata saya
pada saat itu, kemudian juga sudut pandang orang pada
umumnya yang saya kenal pada
saat itu.
Saya menyaksikan bahwa, dengan
sudut pandang pada saat itu, orang yang keras, yang
kejam, tega ki maksud’e ekstrem’e kejam lah... orang
yang kejam, yang tega, bahkan dalam artian yang
negatif,
yang bersedia
melanggar kaidah-kaidah
moral, acapkali lebih sukses ketimbang
orang yang
lemah lembut, yang baik. Wis, kasarane sing jahat
luwih sukses
‘mbangane sing apik. Kasarane gitu
lho. Di dalam bisnis, waktu itu kesan yang saya tangkap
pada saat itu adalah sing jahat, sing tegel kuwi lebih
sukses dibanding yang baik. Oke.
Tidak sekedar lebih sukses, bahkan. Yang saya
jumpai, sing jahat, sing
tegel kuwi lebih “bahagia”, lebih
“beruntung” ketimbang
yang baik...
dalam tanda kutip. Sekali lagi saya bilang, sudut
pandang saya pada saat itu, gitu ya. Ya itu given fact
situasiku pada saat itu, gitu lho. Itu yang saya alami.
Orang lain mungkin bisa punya
pengalaman yang
lain. Ya, tentu saja
10 A mempertanyakan
figur diri
ideal untuknya
Nah, sehingga sebagai orang muda, timbul pertanyaan
untuk diri saya sendiri, lha aku ki... terus berikutnya
saya mau jadi orang seperti apa?
Kebutuhan untuk
mencari fondasi hidup
11 A
berkomitmen untuk
mengikuti jalan apapun yang
nanti ditemukannya Background
saya bukan
orang yang relijius, saleh, gitu lho. Jadi, nek memang
ketentuan’e kudune kejam, tega, jahat itu adalah yang
sukses, saya ya bersedia untuk
ngikutin kaidah-
kaidah seperti itu lho. Komitmen
untuk mengikuti jalan hidup
yang akan ditemukan
12 A mencari prinsip
hidup Tapi seperti sebelum ngikuti
kaidah-kaidah itu,
saya mencoba
untuk mengevaluasi,
belajar, menganalisis,
mempertanyakan, sebelum menyimpulkan, gitu lho.
Jadi saya memutuskan untuk belajar dulu, terus saya
melakukan pencarian atau riset. Risetnya yang paling
gampang
ya ke
perpustakaan. Riset tentang apa,
pak? Risetnya
pertama-tama saya
tu mempertanyakan lagi, sing
Kebutuhan untuk
mencari fondasi hidup
jenenge baik ki opo to? Terus sing jenenge buruk
atau jahat ki opo to? Saya ingin kembali ke basis
definisinya, gitu lho. Sak tenane sing jenenge apik ki
opo to? Sing jenenge buruk ki opo to? Terus, bagaimana
saya
harus menjalankan
kehidupan saya? Apakah saya jadi orang baik? Kalau
tentang begitu
kenapa? Apakah saya jadi orang
jahat? Kalau
memang begitu, kenapa alasan’e?
Pertanyaan itu yang muncul pada saat itu. Katakanlah
waktu itu mungkin usia 27, sekitar itu lah.
13 A
berkomitmen untuk
mengikuti jalan apapun yang
nanti ditemukannya Nah, eee... dan waktu itu
saya bertekad untuk, nanti kalau
saya sudah
menyimpulkan, ya
saya bersedia konsisten dengan
kesimpulan saya
itu. Andaikata
kesimpulannya adalah, “ woo, sing bener ki,
sing logis ki dadi wong jahat”, ya saya bersedia
untuk konsisten dengan hasil pencarian saya, atau hasil
riset, hasil logika tersebut. Komitmen
untuk mengikuti jalan hidup
yang akan ditemukan
14 A
menemukan prinsip
hidupnya pada kajian etika
dalam filsafat
Oke. Nah, saya baca buku,
tanya sana-sini,
kadang tanya-tanya ke pastur, tanya
sana-sini lah. Nah, kebetulan nemunya
mungkin di
Gramedia atau di mana ya, saya lupa. Intinya saya beli
buku tipis. Karena tertarik kemudian
saya jadi
ngumpul-ngumpulke buku
filsafat, buku opo, opo... Ketemu satu buku tipis yang
sangat sederhana. Judul’e Pengantar Etika. Buku’ne
Menemukan prinsip
hidup dalam kajian etika dan filsafat
gur tipis. Terbitan Kanisius, sing ngarang Romo Franz
Magnis-Suseno SJ.
Pengantar Etika, jadi gur pengantar,
ibarat’e gur
pembukaan, buku
“pra”, ngono lho. Nah, waktu itu,
bahkan kata etika itu aku wae ora mudeng. Saya pikir
waktu itu sing jenenge etika tu
sama dengan
sopan santun. Adalah lazim di
masyarakat kalau lihat orang enggak sopan, dikatakan
wong ora ndue etika. Oh ya, sering ya...
Ya... Ketika baca itu saya baru paham,
gitu lho, bahwa etika ki ra ono urusane karo sopan
santun. Etika itu adalah suatu cabang ilmu filsafat
yang mempelajari tentang “baik”, apakah baik itu...
“buruk”, apakah buruk itu... terus definisi’ne opo, terus
kepiye satu filsuf dengan lainnya, terus tentang wong
urip ki kudune piye... itu etika. Ya mungkin ada
kaitannya
dengan sopan
santun karena sopan santun ki etiket, jadi mungkin akar
katanya sama. Tapi kalau ngomongin sopan santun tu
etiket, bukan etika. Nah, waktu itu baru paham saya
kalau etika tu begitu... “woh, lha iki cocok banget karo
karepku”, gitu lho. Ini yang saya cari-cari, pertanyaan
yang saya cari-cari. Terus saya beli lagi yang lebih,
bukan pengantar, yang lebih detil, antara lain mungkin
Dua Belas Tokoh Etika. Kebetulan ya buku-bukunya
Franz Magnis-Suseno, terus buku etikanya Carl Belton,
belakangan agak lama saya buku yang Bahasa Inggris,
Aristoteles, Ethics, beberapa buku etika. Tapi yang paling
menggetarkan
bagi saya
pertama ki yo cuman buku pengantar kui.
15 Berdasarkan
risetnya melalui
kajian tentang etika, A
menemukan bahwa tujuan hidup
adalah untuk
menjadi orang baik dengan
pertimbangan rasional
Eee... simple-nya
dari belajar, riset, mikir-mikir,
menganalisis, nimbang-
nimbang sendiri, nguji di lapangan, dicocoke
karo pengalaman, di-cross check,
direnung-renung sendiri...
itu akhirnya
saya berkesimpulan eee... satu,
wong urip ki sing bener dadi wong apik, jadi orang baik.
Orang menjadi orang baik, itu bukan karena takut dosa,
takut
hukuman, bukan...
karena itu adalah pilihan cerdas
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang
baik
16 Menurut A, orang
baik adalah orang yang lebih bahagia
Kenapa? Karena jadi wong apik ki luwih happy, luwih
penak. Jadi orang bahagia ketika
ia menjadi orang baik? Orang
baik itu
adalah tindakan bahagia
Orang baik
adalah orang yang bahagia
17 A merasa bahwa
tindakan yang baik membuat
fisik terasa lebih baik
secara seketika Artinya,
ketika Anda
melakukan tindakan yang baik, itu kan physically wae
luwih penak kok neng awak, ketimbang tindakan yang
buruk, immediately lah. Sak dek, sak nyet, pada saat itu,
misal’e saya nawari “mas, monggo
minum”, dengan “ojo, ngko ora diombe”...
Pada saat itu immediately di badan itu lebih enak, kalau
saya bilang... “monggo mas diunjuk”,
ketimbang Fisik yang terasa lebih
baik karena perbuatan baik
“ojooo....”. Atau misalnya saya bilang, “mas, monggo
dijunjuk” tapi sak tenane ora rela, itu terus enggak
enak, gitu lho. Jadi, efeknya itu immediate.
18 A berpikir bahwa
perbuatan baik
adalah pilihan
cerdas Jadi, kalau saya bertindak
baik itu donge bukan karena saya orang baik, bukan
karena saya gawa’ane orang baik, tapi saya cerdas. Jadi,
ini adalah pilihan cerdas. Perbuatan baik adalah
perbuatan yang cerdas
19 Perbuatan
baik yang
dilakukan akan
memberikan manfaat
ke diri
sendiri terlebih
dahulu Jadi saya baik ni sak tenane
adalah pilihan yang tanda kutip “selfish”, egois, tapi
egois yang cerdas. Artinya, iki donge nggolek penaku
dewe. Sing pertama-tama oleh penak ki aku, donge.
Dudu wong liyo. Itu akarnya begitu lah.
Fisik yang terasa lebih baik karena perbuatan
baik
20 A
meyimpulkan bahwa
tujuan hidupnya
adalah menjadi orang baik
Jadi ada dua yang saya simpulkan. Satu,
kudune dadi wong apik...
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang
baik
21 A menjadi lebih
yakin bahwa tujuan hidupnya
adalah kebahagiaan
Dua... ini berkaitlah, topik ini.
Dua adalah,
kalau ngomong
tujuan hidup
karena itu juga merupakan pertanyaan yang mencekam
bagi saya... Tujuan hidup apa
ya, tujuan
hidup... intuitively
ngerti. Tujuan hidup donge happy. Tapi
terlalu confused, otak saya waktu itu terlalu ruwet. Nah,
belajar etika itu saya jadi paham, clear bahwa “oh iyo,
tujuan hidup tu adalah kebahagiaan”...
Adanya tujuan hidup untuk
menemukan kebahagiaan
22 Kebahagiaan layak
menjadi tujuan
hidup, karena
kebahagiaan adalah Lho kok bisa begitu? Nah,
penjelasannya Aristoteles
betul-betul mengena bagi saya. Kenapa kebahagiaan
Kebahagiaan adalah
akhir dari
segala kebutuhan
akhir dari segala tujuan
tu layak menjadi tujuan hidup? Karena kebahagiaan
itu bisa menjadi the end by itself.
Maksudnya “
the end”?
“The end by itself” tu maksudnya
itu menjadi
akhir bagi tujuan, bagi dirinya sendiri.
23 Hal-hal
eksternal tidak bisa menjadi
tujuan akhir bagi A Sedang tujuan-tujuan yang
lain, misal’e rumah bagus, atau duit, atau istri cantik,
atau
jabatan, kekuasaan,
terkenal, kesehatan, apapun lah... itu tidak bisa menjadi
“the end by itself”. Nek kono punya duit, mesti duit meh
nggo opo, nek kono punya sehat pasti sehat meh nggo
opo, nek kono punya istri cantik, pasti istri cantik nggo
opo. Kebahagiaan
tidak bisa dipenuhi oleh hal-
hal eksternal
24 Ketika
sudah bahagia,
orang- orang
tidak memerlukan
apa- apa lagi
Tapi kalau kamu bilang bahagia... wis, selesai. The
end by itself. Kamu udah enggak perlu apa-apa yang
lain, wong sudah happy kok. Kebahagiaan
adalah akhir
dari segala
kebutuhan
25 Menurut A, banyak
orang tidak
memahami hal ini karena
terlalu sederhana
Saya pikir tidak semua orang
bisa paham
ini. Walaupun...
ini terlalu
simple, gitu lho. Terlalu simple malah jadi, wong ora
mudeng. Konsep kebahagiaan
yang terlalu sederhana
26 Ketika
sudah bahagia,
orang- orang
tidak memerlukan
apa- apa lagi
Karena lha jelas to, nek wis happy ki wis ora butuh opo-
opo. Kebahagiaan
adalah akhir
dari segala
kebutuhan
27 Menurut A, banyak
orang tidak
memahami hal ini karena
terlalu sederhana
Itu terlalu simple, orang
biasanya enggak paham. Konsep kebahagiaan
yang terlalu sederhana
28 Tujuan hidup A
adalah kebahagiaan Jadi kesimpulan saya... satu,
happiness layak dijadikan tujuan hidup. Jadi, tujuan
Adanya tujuan hidup untuk
menemukan kebahagiaan
hidup adalah
happy, bahagia.
29 A merasa bahagia
jika ia merasa puas atas hidupnya
Walaupun definisi bahagia, sing jenenge bahagia itu
masih cerita panjang, gitu lho... tapi intuitively, dewe
mudeng
lah, jenenge
bahagia berarti
content, puas, kecukupan, mungkin
semacam itulah pada saat itu pemahaman saya. Jadi itu
kesimpulan sementara. Kebahagiaan
adalah akhir
dari segala
kebutuhan
30 Menjadi orang baik
juga menjadi tujuan hidup A
Bahagia, terus dadi wong apik.
Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang
baik
31 A
tidak setuju
dengan salah satu ahli filsafat yang
dipelarinya ketika
melakukan riset
tentang etika Karena alasannya begini,
tidak semua orang, atau tidak
semua filsuf
sebetulnya memberi
jawaban yang sesederhana itu. Ono sing rodo ugal-
ugalan, misalnya seperti Nietzsche
dan lain
sebagainya. Eee... Misalnya dari Dua Belas Tokoh Etika,
Nietzsche sing
rodo nyempal.
Jawabannya... mungkin
karena saya
enggak paham, tapi dia mungkin bahkan malah rodo
sinis atau mengritik tindakan baik.
Penangkapan saya
begitu waktu
itu. Aku
enggak sempat baca lagi lebih lanjut. Dia nganggap
orang baik itu hanya orang lemah.
Oh... Oke. Ya.
Orang-orang yang lemah. Waktu itu saya enggak
sempat... itu, apa itu tafsirku yang keliru, enggak sempat
belajar lebih lanjut. Tapi, dari dua belas tokoh etika
itu, yo gur siji kui sing nyempal. Yah, aku bodon-
bodone, gur statistik rolas, Skeptis
sewelas banding
siji, mungkin ngono. Itu Satu.
32 A
tidak ingin
hidupnya berantakan
Dua, memang
kesannya gagah, macho, si Nietzsche
itu, berontak
terhadap kemapanan. Tapi terus, tak
delok wae sejarah
uripe Nietzsche koyo ngopo, uripe
deknen dewe koyo ngopo. Lah, Nietzsche
ki uripe
berantakan. Berakhir
di rumah sakit jiwa, sinting,
stres, terus sedeng
karo seneng
karo mbakyune
dewe. Terus aku wegah, urip kok koyo ngono. Walaupun
kamu punya definisi yang brilian, aku wegah kiro-kiro
tiru urip koyo Nietzsche. Mati, akhire dadi sinting
neng
rumah sakit jiwa, mosok
jatuh cinta karo
saudara sedarah
daging barang, itu aku wis ora
minat karo
biografi-ne Nietszche.
Menghindari kehidupan
yang berantakan
33 A tidak ingin hidup
tanpa prinsip yang jelas
Karena saya
toh harus
mengambil keputusan, dan dalam hidup saya, saya
enggak mau
ngambang. Saya
harus mengambil
kesimpulan lah. Kebutuhan
untuk mencari fondasi hidup
34 Tujuan hidup untuk
menjadi orang baik adalah pilihan yang
cerdas, logis, dan rasional
Iki meh tak apake uripku? Jadi, yo aku sepakat karo
filsuf sing sebelas wae. Jadi, urip baik… dan itu logis
bagi saya, karena itu sudah pilihan
cerdas, dan
seterusnya. Adanya tujuan hidup
untuk menjadi orang baik
35 A
menyimpulkan bahwa kebahagiaan
adalah tujuan
hidupnya Terus,
tujuannya adalah
bahagia. Itu
fondasi-ne ngono. Fondasi, background
filosofis saya begitu. Adanya tujuan hidup
untuk menemukan
kebahagiaan 36
A mencari
cara untuk
mencapai tujuan hidupnya
Nah, terus
pertanyaane, tujuan jelas, perilakunya ya
rodo jelas, dadi wong apik, Kebutuhan
untuk mencari fondasi hidup
gitu ya, tapi detail-e ki ora jelas. Yo wis, setuju wis
dadi wong apik. Tapi terus ngko sore dikon ngopo?
Sesuk isuk dikon ngopo? Sesuk awan aku suruh apa?
Minggu depan saya suruh apa? Besok bangun pagi tuh
saya suruh ngerjakan apa? Agar selaras dengan nilai-
nilai yang saya yakini tu jongklang ra ono.
37 Beberapa cara yang
sudah ditemukan A tidak
dapat diterapkan di jaman
sekarang Saya baca ini, filsuf ini,
masing-masing… bahkan
Aristoteles yang
saya kagumi pun juga jawabane
kadang lucu-lucu, enggak up-to-date, cuma berlaku di
jaman itu. Ketika diterapke di jaman sekarang, itu lucu,
ngono lho… Menemukan
fondasi hidup yang tidak bisa
diterapkan di jaman sekarang
38 A membaca buku-
buku Zen,
meskipun pada
awalnya tidak
mengerti Nah, saya mulai cari-cari
lagi, baca ini, baca itu. Terus, jadi teringat neh Zen
kui mau.
Ketika sudah membaca,
nanti perilakunya seperti apa,
kemudian jadi teringat tentang Zen?
Teringat soal Zen sing ceritane nggone
Anthony de Mello, dan terus mungkin ada banyak faktor
lah. Antara lain, waktu itu aku
suka travelling
ke Amerika, dan karena saya
sukanya baca buku. Jaman itu dollarnya murah. Kalau
saya pergi ke kota-kota besar di Amerika, saya pasti
mampir
ke buku-buku
second. Kalau di sana, buku second tu murah banget.
Jaman itu paling enggak, gur sak dollar, dua dollar.
Dollare
waktu itu mung
rongewu, sewu pitungatus. Membaca buku Zen
Sangat murah. Nah, setiap kali saya pergi, saya cari
buku-buku sing aku seneng. Waktu itu antara lain saya
jalan-jalan ke San Fransisco, ke Berkeley. Di Berkeley tu,
satu kota kecil yang koyo Jogja gini, toko bukune
bekas,
gede-gede, pirang lantai,
bukune murah-
murah, banyak. Ono sak dalan koyo Pakuningratan
kene, ono limo, po enem, po pitu ngono. Wis to, pesta
pora aku, koyo bazaar kae pokoke. Aku pesta. Mrono,
angger lungo bawa tas besar kosong loro. Dadi mulih tak
kebaki buku. Nah, waktu itu buku
yang populer,
di etalase banyak, itu buku
tentang Zen. Tahun berapa itu, pak? Kira-kira….
Itu mungkin tahun ’96 ya. 16
tahun lalu
lah. Jadi…
walaupun ora
mudeng, waton tak tuku beberapa.
39 A merasa terkesan
dengan salah satu buku
Zen yang
dibacanya Ada buku-buku dari penerbit
Buddhist karangannya yang Bahasa Indonesia. Saya beli,
ada beberapa. Ada satu buku yang berkesan. Waktu itu
saya baca… ya sekitar proses
pencarian itu,
bersama-sama. Judule…
kalau Bahasa Inggrisnya itu judulnya
The Sword of Wisdom,
pengarangnya Master Sheng Yen. Di sini
diterjemahkan sebagai
Pedang Pusaka
Kebijaksanaan. Intine saya belajar sendiri, moco-moco
ra mudeng, tapi intine satu, buku
Bahasa Indonesia
meskipun terjemahane
Merasa terkesan
kurang kadar,
Pedang Pusaka
Kebijaksanaan, terjemahane enggak persis,
alakadarnya, tapi
itu berkesan bagi saya. Ini
adalah buku Zen sing aku paling mudeng ketimbang
yang lain-lain
40 A
menemukan bahwa kebahagiaan
dapat dicapai
melalui proses
latihan
Oke… dan kenapa buku ini menimbulkan kesan
bagi bapak? Penjelasane
lebih jelas, kemudian ada satu hal sing di buku-buku
Zen lain itu, paling tidak buku Zen yang pernah saya
baca di jaman itu, ada satu yang beda. Bedanya, saya
baru tahu bahwa keadaan happy
atau keadaan
tercerahkan itu
ada prosesnya. Sedangkan kalau
cerita-cerita di Anthony de Mello tu kejadiannya kan
pas peristiwa pencerahane kuwi tok. Diiing... ngono
tok… enggak menceritakan prosesnya berlatih gimana
tu, bahkan kata “berlatih” pun mungkin enggak ada
waktu itu. Nah, di buku Pedang
Pusaka Kebijaksanaan itu banyak
membicarakan soal praktik, soal berlatih. Saya baru
mudeng bahwa,”oh… ngono kui
ono prosese,
ono
latihane” Berupa praktik itu
ya? Walaupun
praktiknya kayak apa juga belum jelas pada saat itu…
tapi ternyata, kui ora ujug- ujug, gitu lho.
Kebahagiaan dicapai
dengan melatih
pikiran
41 A merasa bahagia
ketika mengetahui bahwa
ada cara
untuk mencapai
Waktu itu aku happy banget rasanya…
berarti itu
accessable. Bisa dilatih, bisa diakses, bukan sesuatu yang
Merasa bahagia ketika menemukan
cara untuk
mencapai kebahagiaan
kebahagiaan seolah-olah given, langsung
jliing….. ora ono udan, ora ono angin, gur hoki. Jadi,
bukan
sesuatu yang
random… jadi, accessable. Nah, eee… itu mungkin
sekitar tahun ‘90an.
42 Adanya
situasi tertentu mendorong
A untuk
serius menekuni meditasi
Terus, eee… Ya intine ada suatu situasi yang akhirnya
saya berkesimpulan, “wah, aku harus mengambil step
yang serius, yang drastis, gitu…
untuk terjun
ke praktik
meditasi”… ada
suatu situasi yang membuat saya
eee… mengambil
langkah serius lah, saya harus serius. Bukan sekedar
baca-baca, bukan sekedar wacana…
Terdorong oleh situasi
43 A
tidak bisa
menemukan orang yang
bisa mengajarinya
meditasi Zen di Indonesia
dan dalam
proses, katakanlah,
tujuh-delapan tahun mencari tu tanya-
tanya di sini juga enggak ada orang yang menjelaskan
soal Zen… ya memang enggak ada pada jaman itu.
Tanya ke mana-mana juga enggak ada.
Tidak bisa
menemukan tempat
untuk belajar
44 Dari risetnya, A
menyimpulkan bahwa kebahagiaan
terjadi di pikiran kita sendiri
Kenapa situasi tersebut
membuat akhirnya bapak ingin fokus praktik ke
meditasi? Eee…
Oh, gampangnya gini… Dari
proses belajar, ada satu hal yang penting sing terkait
dengan ini, dengan riset ini. Dari proses belajar, saya
akhirnya
berkesimpulan, yakin,
convinced banget
bahwa “oh, uripku ki happy, atau
enggak happy
itu tergantung…”
tak baleni, tak ulang ya… Satu, saya
berkesimpulan, jelas bahwa Kebahagiaan ada di
pikiran
“oh, sing jenenge happy, bahagia, itu terjadinya di
pikiran. Sing
bahagia ki terjadine ora nang mobil,
nang ngomah, nang duit, nang dengkul, opo nang,
tangan, wajah… enggak. Terjadinya di pikiran”. Sing
iso ngrasakke happy ‘kan pikiran. Pikiran itu ‘kan ora
jempol, jenthik, mobil, duit, opo omah, opo anak, istri,
teman,
pegawai, bapak,
simbok. Ora ono kaitane, gitu lho. Kalo kita ngomong
saklek, saklek tenan, happy terjadinya di mana? Di
pikiran.
Pikirane sopo?
Pikiranmu dewe.
Dudu pikirane kamu, pikirane si
A, si B, si C… ora ono kaitane, gitu lho. Happy
terjadinya di pikiran. Saya pikir tidak semua orang
paham ini: Happy itu terjadi dipikiran; pikirane
sopo? Pikiranmu dewe. Itu satu.
45 A
merasa tidak
bahagia Terus… nyatanya, aku ora
happy. Tidak bahagia
46 Pikiran yang tidak
dikelola bisa
mencelakakan diri sendiri
Lha, carane piye ben happy? Pikirannya
itu harus
dikelola. Kalau
enggak dikelola,
dia bakal
mencelakakan diri
saya sendiri.
Waspada terhadap
pikiran
47 Meditasi
adalah cara
untuk mengelola pikiran
Itu poin yang kedua. Nah, sing jenenge ngelola kui
adalah meditasi. Ngelola pikiran kui yo meditasi.
Meditasi adalah cara untuk
mengelola pikiran
48 A
menyimpulkan bahwa kebahagiaan
terjadi di pikiran kita sendiri
Meditasi ini, dalam hal ini… dalam hal praktik
ya? Ya, dalam hal praktik.
Ini pemahamannya masih pemahaman intelektual pada
saat itu. Aku belum praktik, hanya
kesimpulan yang
Kebahagiaan ada di pikiran
jelas, bahwa
happy tu
terjadinya di
pikiranku sendiri.
49 A merasa tujuan
hidupnya sudah
jelas: bahagia Tujuane
urip wis ceto:
happy Adanya tujuan hidup
untuk menemukan
kebahagiaan 50
Kebahagiaan terjadi di
pikiran kita
sendiri Happy terjadinya di mana?
Di pikiranku dewe. Kebahagiaan ada di
pikiran
51 A
merasa tidak
bahagia Terus, nyatane
aku ora happy…
Tidak bahagia 52
Kebahagiaan dapat dicapai
dengan mengelola pikiran
meditasi Ya,
agar bisa
happy, pikirane kudu dikelola ben
happy, gitu. Nah, saya sudah tahu, pikiran dikelola itu,
sama dengan meditasi. Kebahagiaan dicapai
dengan melatih
pikiran
53 A
mengalami situasi
yang menimbulkan
penderitaan Terus, ada situasi yang
susah. Suatu
situasi suffering
yang lumayan
intens, terjadi pada saya selama hampir sekian bulan,
sekian tahun... Tidak bahagia
54 A
merasa penderitaan
yang dirasakannya ada di
pikirannya yang
mana waktu
itu, dengan kesimpulan seperti
itu, aku akhirnya “lha iki kan pikiran-pikiranku dewe
to? Waspada
terhadap pikiran
55 A
merasa tidak
berdaya atas
pikirannya sendiri ...Susah, susahku dewe. Tak
gawe dewe. Ning, aku ora iso opo-opo”.
Tidak adanya kendali atas pikiran
56 A mencari tempat
untuk melatih
pikirannya Pemecahannya gimana? Ya
harus dilatih. Latihane piye? Ya makane digoleki… cari
tempat yang bisa untuk belajar di mana…
Mencari tempat untuk melatih pikirannya
57 A merasa terpaksa
mencari jalan untuk mengatasi
penderitaannya Akhirnya, “ah, aku wis ora
tahan tenan dengan situasi ini. Saya harus serius”.
Situasi setahun, dua tahun, tiga tahun terakhir ini betul-
betul berat banget. Iki nek ora
segera tak
carikan pemecahan,
bakal rekoso
sak lawas-lawase uripku. Merasa tertekan
58 A
tidak bisa
menemukan orang Jadi
yo gek pemecahan.
Pemecahane, “aku sinau
Kebutuhan untuk
belajar
yang bisa
mengajarinya meditasi Zen di
Indonesia meditasi neng ndi yo?”. Sing
cocok karo aku Zen, style yang saya cocok Zen. Saya
cari di sini enggak ada.
59 A pergi ke New
York untuk belajar meditasi Zen
Akhirnya saya kembali ke buku
Pedang Pusaka
Kebijaksanaan itu,
pengarangnya Master Sheng Yen. Waktu itu tahun ’96,
’97 mungkin… sudah ada jaman internet. Tak cari-cari
di internet, ketemu, terus, oh, wonge ngajar nang New
York. Jadi, saya berangkat ke New York.
Pergi belajar ke New York
60 A belajar meditasi
secara intensif
Dan sesudah itu, bapak kemudian
praktik meditasi terus menerus?
Ya… Jadi, dari itu terus belajar,
terus belajar
tekniknya, melu
latihan intensif, retret, disamping
latihan intensif, itu juga semacam
proses… opo
jenenge? Training,
workshop, nang
dunia sehari-hari,
semacam learning by doing.
Mempelajari meditasi secara intensif
61 A
merasa pemahaman
dan latar
belakang dalam
melakukan meditasi
merupakan hal yang penting
untuk mendorong
individu terus
berlatih
Jadi itu, fondasi yang mendasari kenapa bapak
melakukan meditasi… Saya pikir, dari pengalaman
saya
sharing, belajar,
berlatih bersama
dengan banyak orang… saya bahkan
berani ngomong fondasi itu lebih
penting ketimbang
latihannya sendiri. Karena, orang
tanpa fondasi
pemahaman, background
seperti itu, biasanya ya kalaupun belajar, berlatih
gitu enggak bisa kontinyu… dia hanya onoff, gitu…
Pemahaman membantu
individu dalam
praktik meditasi
62 Pada
tahun-tahun pertama
awal
Oke… Jadi tadi bapak juga mengatakan bahwa
Tidaka danya efek yang dirasakan pada
latihan meditasi, A hampir
tidak merasakan
efek yang signifikan
ada pemahaman fondasi, kemudian belajar praktik,
ikut
workshop, mempelajari
teknik- teknik, dan cara berlatih,
ikut
retret… dan
kemudian sesudah
melakukan hal-hal itu, apa yang bapak rasakan dari
meditasi
yang bapak
lakukan?
Eee… Kalau yang dirasakan
artinya itu
adalah… kalau
pertanyaanmu dirasakan itu adalah apakah luwih penak,
apakah luwih tenang, apakah luwih happy, gitu, atau nang
awak, nang pikiran luwih penak, gitu… sebetulnya…
lima tahun training saya pertama itu boleh dibilang
nyaris enggak ada rasa apa- apa. Nyaris enggak ada
bonus, enggak ada insentif, enggak ada hadiah sing
betul-betul
“woooah…. hore”,
boleh dibilang
enggak ada. tahun
pertama meditasi
63 Pada
tahun-tahun awal
latihan, A
merasa lebih tenang
Boleh dibilang lima tahun pertama belum ada efek
yang
signifikan? Ya…
Ibaratnya orang berlatih, sedikit banyak ada lebih
tenang. Lebih tenang
64 Pada
tahun-tahun awal
latihan, A
merasa semakin
yakin pada
pemahaman dan
prinsip hidupnya Tapi mungkin, kalau mau
dibilang efek, itu adalah… ada suatu sense of direction,
ada rasa arah dalam hidup yang dibangun berdasarkan
logika,
filsafat, praktik,
psikologi, sing
jernih… kesimpulan
yang jelas,
sehingga uripku
mantap. Mantapnya bukan karena
takut sama dogma-dogma, bukan karena manut melu
Semakin yakin pada pemahaman
dan prinsip hidup
wong, jarene nganu, jarena iku… bukan karena ngikut
sana, ngikut sini, tapi karena saya
cari sendiri,
saya akhirnya
mendapat kesimpulan
sendiri yang
logis dan siap diuji di setiap waktu selama lima tahun tuh
dari minggu ke minggu kan siap diuji. Prosesnya siap
diuji… setting ulang, di- review,
diterapkan, diuji
lagi, belajar lagi, cross
check. Nah, eee… ada suatu sense of kemantapan, rasa
“oh, uripku
ngene. Iki
keputusanku. Tak lakoni dewe”.
65 Dengan keyakinan
terhadap prinsip
dan pemahaman
hidupnya, A merasa lebih percaya diri
Buahnya boleh
dibilang kalaupun ada, minim. Tapi,
kemantapan ketika
melakukan itu, ya… tidak tertandingi.
Maksudnya, boleh
dibilang, rasanya
mantap lah… Uripki dadi confident, “iki ki wis tak
simpulke, aku wis sinau, wis riset. Pun, aku juga siap
berubah kok. Ketika dalam perjalanan, aku menemui
hambatan, aku harus siap ganti jalan atau ganti arah”,
arahnya tuh jelas, bagi saya, ngono lho. Itu katakanlah
lima tahun pertama. Lebih
percaya diri
karena adanya
pemahaman
66 Efek
meditasi terhadap tubuh dan
pikiran mulai terasa sesudah lima tahun
pertama latihan Eee… mungkin selepas lima
tahun pertama, efek ke tubuh dan pikiran baru
mulai
agak signifikan.
Mungkin lho. Efek
meditasi yang mulai dapat dirasakan
setelah lima tahun
67 Meditasi membuat
gaya hidup
A menjadi
lebih teratur
Bisa diceritakan? Mungkin
karena bukan
sekedar latihan, tapi setting life style-
nya tu mulai jadwal hidup harian, bulanan, tahunan,
cara saya berelasi dengan Hidup menjadi lebih
teratur
orang… Jadi, setelah lima tahun praktik itu, ternyata
kemudian
meditasi mempengaruhi
life style juga?
Ya jelas… artinya, ini kan mengubah life style, gitu
lho… Jadi lebih teratur. 68
A mengalami efek meditasi
terhadap fisik, pikiran, dan
gaya hidup setelah latihan
bertahun- tahun
Otomatis itu
memberi dampak secara psikologis
yang anggaplah… Ini aku simplifikasi. Lima tahun
barang
itu adalah
simplifikasi, orang
lain mungkin punya pengalaman
lain. Kalau mau dampak itu ibaratnya
terukur, mau
diukur, ya lima tahun itu, kira-kira…
Saya yakin
bilangannya bukan bulanan atau
mingguan, pasti
tahunan… aku
mau ngomong begitu… yang bisa
ngefek ke
pola pikir,
psikologis, gaya
hidup, physically. Yang punya efek
terukur, jangkanya
pasti tahunan.
Meditasi berpengaruh pada fisik, pikiran dan
gaya hidup setelah latihan bertahun-tahun
69 Pemahaman
akan prinsip
meditasi lebih
penting daripada praktiknya
sendiri Makanya saya bilang, sense
of direction atau fondasi, pemahaman,
pemikiran, view, pandangan sebelum
mulai praktik itu lebih penting
ketimbang praktiknya sendiri, karena
praktik itu bakal tahunan, begitu.
Prosesnya bakal
tahunan, tanpa bonus, tanpa hadiah.
Pemahaman akan
meditasi mendasari
praktik
70 A berpikir bahwa
teori perlu diketahui sebelum praktik
Ya, oke.
Tadi bapak
bilang, praktik ‘kan bakal tahunan.
Dibutuhkan fondasi,
view, dan prinsip untuk
melatarbelakangi praktik. Nah, kenapa bisa
seperti
itu? Orang
membutuhkan fondasi,
Landasan meditasi
perlu dipahami
sebelum praktik
view, supaya bisa praktik. Eee... Satu; ya wajar to,
kamu mau
melakukan sesuatu kan mestinya ngerti
teorine sikik, ngerti teknike. Misale
kamu mau
mengoperasikan mobil,
ideale kamu ya tahu sedikit manualnya,
pernah baca
manualnya... atau
mengoperasikan handphone, sedikit banyak kamu belajar
soal manualnya,
kaidah- kaidahnya,
perawatannya, fungsi-fungsinya untuk apa,
cara pengoperasiannya yang benar gimana. Nah, itu
adalah suatu hal yang wajar kita perlu tahu itu. Sedikit,
paling enggak.
71 Dengan
pemahaman yang
jelas, orang akan mampu mengatasi
hal-hal di hidupnya Dua; saya mau ngutip kata-
katanya Nietzsche
yang dikutip
oleh satu
psikoterapis terkemuka,
Viktor Frankl: orang yang paham akan why, kenapa,
maksude kenapa
dia melakukan sesuatu, dia akan
mampu menanggung any
how. Orang yang paham kenapa atau punya alasan
yang jelas untuk melakukan sesuatu, dia akan mampu
menanggung situasi yang seperti apapun, kalau dia
punya alasan yang jelas. Ya, saya pikir itulah.
Segala hal di hidup dapat
dipahami dengan
adanya pemahaman
72 Meditasi membuat
A lebih menyadari pikiran dan gerak
pikirannya Oke... dan kemudian tadi
bapak juga bilang setelah kira-kira
lima tahun,
meditasi mempengaruhi
life style. Life style jadi lebih teratur... dan itu
otomatis ya? Kemudian, dalam
life style itu... Efek
psikologis juga, maksudnya Pikiran menjadi lebih
aware
kita jadi lebih... yang paling utama, lebih mindful, lebih
awas terhadap reaksi-reaksi batin kita sendiri. Kita
menjadi lebih awas terhadap pikiran kita sendiri, terhadap
gerak pikiran kita sendiri.
73 Beberapa kebiasaan
mental yang buruk berkurang
Kemudian, beberapa
kebiasaan buruk susut atau tersembuhkan.
Beberapa kebiasaan
mental yang
buruk susut
atau tersembuhkan.
Tidak mudah jengkel
74 Meditasi membuat
A lebih menyadari pikiran dan gerak
pikirannya Jadi yang pertama tadi lebih
awas terhadap reaksi-reaksi pikiran,
terhadap gerak
pikiran kita sendiri. Pikiran menjadi lebih
aware
75 Beberapa kebiasaan
mental yang buruk berkurang
Dua; kebiasaan
buruk mental susut atau bahkan
tersembuhkan. Tidak mudah jengkel
76 Meditasi membuat
A tidak larut dalam pikirannya sendiri
Yang ketiga; eee... dengan demikian
kita menjadi
semakin “tidak percaya” dalam tanda kutip. Tidak
percaya pada pikiran kita sendiri. Skeptis? Ya, Anda
boleh sebut skeptis... tidak mudah dikecoh oleh pikiran
kita sendiri. Jadi kalau pikiran kita muni “sikat”,
“eh, sik, sik... didelok sik, ojo kesusu”. Atau “Oh, si
anu kae ngene”, “sik, sik”. Itu... atau misale “oh, kae
ngene”, “oh yo? Tenane?” Jadi tidak langsung “si anu
kae ngene...”, “ oh iyo Aku ngerti
Mesti ngene...”,
enggak. Jadi lebih awas, lebih... tiga hal itu lah.
Lebih terkendali
77 Dulu,
A sering
mudah merasa
jengkel dalam
menghadapi hal-hal di lingkungannya
Lha nek njenengan tanya contohnya, gampang. Misale
contoh sederhana
yang sering saya pakai: nyupir
mobil, berkendara. Pertama; saya dulu punya kebiasaan
Mudah merasa jengkel
dan itu lazim di lingkungan saya,
kawan-kawan atau
sedulur, atau di lingkungan saya.
Punya kebiasaan,
misale lihat orang naik
kendaraan ugal-ugalan,
ngebut... tidak harus ugal- ugalan, pokoke ngebut atau
berisik, bising. Itu timbul jengkel langsung.
78 Dulu, rasa jengkel
yang dirasakan A dapat
berubah menjadi
perilaku yang merugikan diri
sendiri dan orang lain secara otomatis
Jengkel, setelah
jengkel, timbul niat buruk, bahkan
mungkin tindakan buruk. Jadi, jengkel, terus timbul
niat buruk, terus mungkin sampai terjadi ucapan atau
tindakan buruk. Buruk di sini jangan diartikan sebagai
dosa. Buruk artinya tidak sehat, yang merugikan diri
sendiri, maupun orang lain. Nah, contohne misale gini...
Kita duduk-duduk di sini deh, terus di luar ada orang
naik sepeda motor ngebut, berisik.
“wreeeeeng, wreeeeeng, wreeeeeng”. Di
dalam sini, pikiran, langsung jengkel.
Terus langsung
timbul niat buruk. “Nabrak o,
nabrak o”.
Terus misalnya saya kedengaran,
“wreeeeeng, wreeeeweeeeng...
ciiiiiit, dueeeees”, “sukur”, saya
bilang. Itu otomatis, gitu lho. Itu reaksi otomatis
yang...
kebiasaan saya
begitu. Tidak adanya kendali
atas pikiran
79 A
hidup dalam
lingkungan yang
terbiasa merespons hal-hal
secara reaktif
Dan itu lazim. Teman-teman saya,
sedulur saya juga
begitu, masyarakat saya, tempat saya dibesarkan, itu
polanya ya begitu. Hidup
dalam lingkungan
yang reaktif
80 Setelah
belajar meditasi, A belajar
Nah, setelah saya belajar meditasi,
perlahan-lahan Lebih terkendali
untuk mengatur
pola pikir
dan sikapnya
saya belajar untuk... karena paham mana yang sehat,
mana yang eee... kalau Bahasa Inggrisnya bukan
sekedar
healthy, tapi
wholesome. Wholesome
versus unwholesome.
Wholesome tu bajik, sehat. Nek
panjenengan tahu
makanan sehat, misale beras brown rice itu whole grain.
Atau kalau roti sing kasar kae,
whole bread. Jadi whole ki utuh... apik, sehat
lah. Nah, saya mencoba untuk
meng-adjust pola
pikir, sikap saya... dan ini memerlukan praktik. Misale
sekarang dengar “wreeeeeng wreeeeweeeeng”, pertama-
tama saya, “oh iyo, ono jengkel”.
Timbul rasa
enggak enak. Saya tidak menekan, tapi juga tidak
menolak, tapi juga tidak menuruti, gitu lho. Tidak
nuruti jadi “nabrak o...”, gitu,
ora. Jengkel atau enggak enak, ini enggak
enak... Soal tindakan itu ‘kan
keputusane nang
tanganku. Respons
saya terhadap jengkel ‘kan di
tangan saya.
Saya sebenarnya
berkuasa terhadap keputusan itu, gitu
lho. Choice-nya di saya, decision-nya di saya.
81 Karena
memiliki kendali
atas pikiranya, intensi A
berubah menjadi
lebih positif Jengkel, ya ngerti jengkel,
atau enggak
enak lah,
enggak sampai jengkel. Tapi terus, sing keluar adalah
“mugo-mugo selamet”. Ada rasa harapan ojo ciloko lah,
mugo-mugo selamet. Adanya intensi positif
82 Dulu,
A tidak
punya kendali atas pikiran negatifnya
Terus bahkan kalau di jalan misalnya
sudah gelap,
malam, gitu. Misalnya dari belakang, dari sebelah ada
orang ngebut... Mungkin lampunya enggak terang dia.
Terus saya lihat di depan, jauh di sana ada orang
nyebrang,
atau becak
nyebrang. Nek
mbiyen, “jarne, mugo-mugo nabrak
o”. Tidak adanya kendali
atas pikiran
83 Sikap A berubah
menjadi lebih
positif dengan
adanya intensi
positif Kalau sekarang, saya tahu,
dari jauh ada orang nyalip, ngebut,
lampunya dia
enggak terang, cepat-cepat saya dim lampu mobil saya.
Saya dim, mugo-mugo yang sana juga lihat bahwa ini ada
orang ngebut, yang ngebut pun juga jadi lihat, ada
orang nyebrang. Itu
wis otomatis. Saya akan begitu
otomatis. Adanya intensi positif
84 Setelah
praktik meditasi, A merasa
lebih nyaman atas dirinya
Nah, itu setelah dipraktikkan sekian bulan, itu cukup
bulanan aja. Jadi lebih sehat ya, lebih nyaman gitu lho.
Tubuh menjadi lebih nyaman
85 Setelah
praktik meditasi, A merasa
hampir tidak pernah merasa jengkel
Enggak gampang jengkel saya. Atau bahkan sekarang
wis, disalip wong, ngono kui, saya di jalan nyaris
enggak pernah jengkel. Ada orang motong, aku nyaris
enggak pernah jengkel. Tidak mudah jengkel
86 Setelah
praktik meditasi, A merasa
lebih sering
mendapat perlakuan positif dari orang
lain Terus,
eee... Lucunya,
paradoksnya, pengalaman
bagus terjadi. Misale, si Yoko kadang suka tanya
saya, “Koe nek nyupir kok sering dikeki dalan karo
wong yo?” Aku yo enggak tahu, gitu loh. Maksudnya,
kalau saya nyebrang, aku enggak pernah tergesa-gesa
ngerebut jalan, gitu, enggak. Adanya
perlakukan positif dari orang lain
Santai wae lah. Kalau diberi jalan ya syukur... Bukan
malas ya, tapi tidak berusaha menyerobot. Nah, sering
kali kok malah dikeki dalan. Berulang kali. Sangat sering.
87 Dulu,
A sering
merasa tergesa-
gesa, saling berebut dengan orang lain
Dan di
jaman dahulu,
sebelum saya
latihan meditasi, rasanya aku kok
enggak pernah ingat ya aku dikeki dalan karo wong.
Rasanya saya mau berebut saja, mau serobot-serobotan.
Sering tergesa-gesa
88 Setelah
praktik meditasi, A merasa
lebih sering
mendapat perlakuan positif dari orang
lain Sekarang sering sekali saya
jalan, dikasih jalan sama orang. Mau jalan, diberi
jalan lebih dulu. Adanya
perlakukan positif dari orang lain
89 Dulu,
A sering
merasa tergesa-
gesa, saling berebut dengan orang lain
Nah, di
rumah saya,
Jambon, jalannya
kecil. Orang suka bilang, sedulur-
sedulur suka
bilang “omahmu ra enak, dalane
cilik. Nek mlebu, lewat, ora enak, dalane cilik”. Saya
enggak pernah ada masalah di
situ. Nyaris
enggak pernah ada masalah. Karena
setiap kali saya masuk jalan itu, mungkin karena saya
hapal rumah saya sendiri. Tahu mana celah-celah yang
saya bisa minggir. Kalau ada lihat orang dari jauh, nek
jaman dulu cepet-cepetan, rebutan dalan.
Sering tergesa-gesa
90 Setelah
praktik meditasi, A lebih
sering memberi
kesempatan kepada orang lain terlebih
dahulu Sekarang
enggak. Kalau
saya lihat, saya akan kasih jalan kalau dia lewat dulu.
Saya akan cari celah untuk menepi. Minggir, agar lawan
saya bisa lewat lebih dulu. Lebih dapat menerima
91 A merasa, dengan
kondisi rileks
ternyata bisa
Nah, lucunya, apakah karena hawanya, atau gelagatnya
itu... lawan kita itu mungkin Orang lain menjadi
lebih rileks
membuat orang lain menjadi lebih rileks
juga bisa merasakan situasi emosi
kita, gerak supir kita sing biyayakan atau rileks, itu
mungkin lawan kita itu bisa nyetrum,
bisa terasa.
Lucunya, dia juga jadi rileks, gitu lho. Kalau kita
beri jalan, dia juga lebih rileks, lebih santai, enggak
berebut jarak. Saya ketemu sampai orang yang gelap
mata jadi jarang, gitu lho. Sering kali dia juga jadi
rileks. Dia juga kasih jalan ke
kita, gitu
lho. Itu
menurutku contoh sederhana sing fenomenal.
92 Setelah
praktik meditasi, A dapat
melihat suatu
fenomena dengan
lebih jelas Di traffic light, misalnya.
Misalnya, tempatnya
ramai... Ini hijau, kurang mungkin lima, empat, tiga,
dua, satu... Sebenarnya saya masih punya kesempatan
untuk lewat. Tapi saya lihat, di
perempatan tersebut
padat. Kalaupun saya lewat, wong aku yo ra iso bablas,
malah mandek nang tengah- tengah.
Saya akan
mengganggu arus
yang bersilangan.
Aku weruh
ijone isih tiga, dua, satu... ‘kan aku lewat donge iso.
Tapi ini, mobil ini merayap pelan di traffic ini. Nek aku
melu njujul neng kene, iki engko nek misale giliran
kene ijo, ini saya bakal nutup-nutupi,
gitu lho.
Walaupun secara hukum aku enggak salah. Wis lewat iki.
Posisinya aku
melewati traffic dalam kondisi hijau.
Tapi nek tak lewatkan, aku bakal nutup-nutupi
traffic yang di sini.
Pikiran menjadi lebih aware
93 A menjadi lebih
santai, tidak
tergesa-gesa Saya pilih berhenti. Dengan
demikian, dia lancar. Wong aku yo ngopo to, cepet-cepet
nyemplung,
blung, tetep
harus nunggu. Jadi, saya pilih berhenti. Saya pilih
berhenti walaupun kurang satu, dua, tiga detik. Itu kok,
eee.... Lebih tenang
94 A merasa, dengan
kondisi rileks
ternyata bisa
membuat orang lain menjadi lebih rileks
juga ya poinnya saya mau bilang
lawan kita tu keroso. Dia jadi lebih tenang, enggak
biyayakan, enggak panik. Kalau itu cukup latihan
bulanan,
enggak usah
tahunan. Orang lain menjadi
lebih rileks
95 Dengan meditasi, A
menjadi lebih
toleran
Oke. Jadi tadi kalau saya bisa simpulkan, efek dari
meditasi
yang bapak
lakukan, yang pertama di faktor pikiran, jadi lebih
awas, terus lebih
mindful, terhadap pikiran-pikiran
yang
muncul. Terus
kemudian, dari
aspek emosi, jadi lebih sabar,
terus lebih sering dalam tanda kutip “ngalah”...
Ya, lebih toleran. Tidak harus
ngalah. Luwih jembar lah, luwih
toleran. Luwih
perspektif mungkin, luwih toleran,
Lebih dapat menerima
96 Meditasi membuat
A menjadi lebih sadar, lebih aware
terhadap dirinya ngerti
kapan harus
bertindak, enggak
gelap mata, gitu. Jarang sampai
lost, gelap gitu, jarang. Lebih aware
97 Dalam mempelajari
meditasi, A
sekaligus mempelajari
etika, metode, dan nilai-
nilai kebijaksanaan dari meditasi
...dan yang ingin saya tanyakan itu, bagaimana
meditasi
bisa mempengaruhi
sampai seperti itu? Dari aspek
pikiran dan perasaan. Jadi, gini... yang disebut
meditasi itu terdiri dari tiga training atau tiga studi: sila,
Mempelajari etika,
metode, dan nilai-nilai kebijaksanaan
dari meditasi
samadhi, prajna. Sila ini ethic. Samadhi itu adalah
training-nya meditasi itu sendiri. Semacam nganune...
kita
mengerjakan suatu
praktik... ada suatu metode yang harus kita kerjakan.
Prajna ini adalah wisdom.
98 Dalam
belajar meditasi, A juga
belajar etika; cara hidup yang baik
Nah, misalnya ethic. Tadi saya sudah cerita soal ethic
atau etika. Etikanya jelas. Urip
sing bajik,
dan seterusnya.
Itu menguntungkan bagi kita.
Sori, etika tu jelas, bajik. Mempelajari etika
99 Pengertian tentang
etika adalah
kebijaksanaan Tapi pengertian bahwa etika
tu mengungtungkan bagi kita dan seterusnya, itu
adalah satu wisdom. Pengertian
tentang etika
adalah kebijaksanaan
100 Praktik meditasi
yang dilakukan A didasari oleh gaya
hidup yang baik Jadi, meditasi ki mestinya
dilandasi etika uripe, urip sing bajik, terus lakukan
olah pikiran, terus di-guide, dipandu
oleh wisdom,
pengertian, kecerdasan,
intelijen, dan seterusnya. Hidup menjadi lebih
teratur
101 Latihan meditasi
mengubah intensi A menjadi
lebih positif
Nah, kalau yang bajik, tadi saya sudah cerita. Aku pilih
ketimbang ngojeke “nabrak o”, aku pilih “mugo-mugo
selamet”. Itu yang bajik. Itu juga menyangkut training.
Training
merubah dari
“nabrak o”, di-switch jadi “mugo-mugo selamet”. Itu
training pikiran.
Itu menyangkut
transformasi, menyangkut training. Tapi
nek sing
jawaban sing
simple, sori, aku mbalik... dari “mugo-mugo nabrak o”,
jadi “mugo-mugo selamet”... ini
landasannya adalah
kebajikan, tindakan
ini bajik.
Terus yang
kita lakukan ini adalah teknik
Adanya intensi positif
meditasi sebenernya. Ini kan termasuk teknik meditasi,
artinya ada change, switch, dari “nabrak o”, “mugo-
mugo selamet”.
102 Meditasi membuat fisik A terasa lebih
nyaman Nah, terus, hasilnya juga
Anda bisa lihat, “weh, ternyata kok yo luwih penak
yo ning awak”, itu wisdom. Tubuh menjadi lebih
nyaman
103 Meditasi membuat pikiran A menjadi
lebih jernih Anda bisa melihat “kok aku
dadi luwih jembar yo? Luwih jernih yo?”
Pikiran menjadi lebih aware
104 Dengan belajar
meditasi, A belajar untuk memfouskan
perhatiannya pada momen
di sini-
sekarang here and now
Tapi ini contoh kedua yang menurut aku luwih simple.
Bagaimana meditasi kok bisa ngefek, misale luwih
sabar, atau lebih awas, gampangane
ngene... Teknik meditasi ki misale
obyeke memperhatikan rasa tubuh yang sedang duduk di
sini-sekarang. Sadar bahwa tubuh ini sedang duduk di
sini-sekarang.
Menyadari, memperhatikan, merasakan
tubuh kita ini yang sedang duduk di ruangan ini, di sini,
sekarang. Katakanlah kita meditasi
formal. Aku
lingguh neng kene mungkin 20 menit. Mungkin pikiran
grambyang, mengembara.
“Aduh, urusan proyek urung beres...
Tagihane urung
beres. Eh, sik... Aku saiki meh meditasi”. Kita sudah
sepakat, commit
ke diri sendiri, 20 menit atau 30
menit, aku wis tekade seko setengah tiga sampai jam
tiga
ini mau
meditasi. “Relakanlah,
sing urusan
kantor kuwi
sementara relakan. 30 menit wae, atau
15 menit... urusan kantor, rileks... kembali di sini-
Fokus pada momen here and now
sekarang... tubuh sedang duduk”,
atau “wah,
kemarin... kembali ke tubuh sedang
duduk, rasanya
gimana...” Nah, pada saat kita
ngalami satu
aksi tersebut, misale “eh, nang
kene urung beres. Iki nang kene ono opo? Ra ono opo-
opo,
‘kan awak
lagi lingguh”.
105 Dengan latihan
meditasi, A
menyadari bahwa
pikiran adalah hal yang
tidak bisa
diandalkan Pada saat itu juga Anda
menyaksikan dan
mengalami sendiri bahwa pikiran ini ilusi, gitu lho.
Tidak bisa
diandalkan, nggugu karepe dewe. Wong
tekade, komitmene
meh meditasi 30 menit di sini
kok. Iki kok mlayu karepe dewe, ngono lho. Jadi Anda
akan menyaksikan betapa unreliable-nya si pikiran
kita sendiri Wasapda
terhadap pikiran
106 Meditasi membuat adanya kendali atas
pikiran sehingga semakin
dilatih, Anda
semakin tidak
gampang percaya. Ketika dia mau begini, “yo sikik, iki
saiki karepku ngopo neng kene”.
Itu penjelasan,
kenapa kok bisa ngefek. Lebih terkendali
107 Sikap yang positif membuat
badan menjadi lebih rileks
Bapak tadi juga bilang, meditasi membuat badan
jadi lebih sehat ya? Bisa dijelaskan
bagaimana maksudnya?
Satu; yo nek contoh tadi saya bilang
“mugo-mugo selamet”, itu kan neng awak yo luwih
penak to? Lebih rileks. Nek Anda “modyar o”, dari
ekspresi saja Anda sudah bisa lihat ini orang jadi lebih
tegang,
jengkel... Ketika
“mugo-mugo selamet” kan ekspresi wajahnya saja Anda
Tubuh menjadi lebih rileks
sudah bisa lihat bahwa luwih kepenak neng awak. Itu satu.
108 Dengan gaya hidup yang lebih sehat,
fisik menjadi lebih sehat
Ya, plus yang lain-lain, maksudnya,
pola kita,
jadwal hidup kita, respons- respons kita terhadap orang
lain, lingkungan,
dan seterusnya lebih baik lah,
lebih sehat. Tubuh menjadi lebih
sehat
109 Sesudah belajar
meditasi, A merasa memiliki
lebih banyak
perspektif dan lebih realistis
Oke... dan tadi bapak bilang, sebelum praktik
meditasi, hal-hal seperti tujuan hidup, dan pondasi
hidup itu sebelum praktik meditasi ya? Kemudian
sesudah praktik meditasi, apakah ada perubahan
terhadap fondasi itu, atau mungkin
ada perkembangan?
Adjustment saja, tapi enggak ada perubahan. Adjustment
itu, ibarate eee... saya mau pergi ke kantor Perusahaan
A,
katanya di
Jakarta. Setelah sampai di Jakarta
saya baru tahu rupanya dia bukan di Jakarta, tapi di
Tangerang.
Setelah saya
sampai di Tangerang saya baru tahu rupanya itu bukan
kantor A, tapi lebih tepatnya anak perusahaane. Kira-kira
begitu. Jadi, apa yang kita tuju mungkin tidak berubah,
tapi gambare mungkin agak berubah, perspektifnya lebih
kaya,
lebih realistik.
Mungkin kalau dulu kita agak romantik, rodo naif.
Dalam perjalanan kita jadi lebih realistik.
Lebih realistis
110 Sesudah
belajar meditasi, A merasa
lebih sehat
Bagaimana dengan tujuan hidup?
Ya, sama... kalau seorang
meditator ya
disebutnya ya
tujuannya Adanya tujuan hidup
untuk mengalami
transformasi batin
mencapai pencerahan... atau pencerahan yang mendalam.
Mungkin yang lebih cocok saya
mau bilang
transformasi batin... menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih
cerdas, lebih realistik.
111 Bagi
A, kebahagiaan adalah
kemampuan batin
untuk melihat
segala sesuatu
sebagaimana sebenarnya,
tidak kurang, tidak lebih
tambahan Kebahagiaan itu adalah kemampuan batin
kita untuk melihat segala sesuatu
sebagaimana sebenarnya. Kebahagiaan itu
misalnya sekarang...
keberadaannya ya begini. Ini tidak kurang, tidak lebih,
gitu. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang kelebihan.
Kalau kita bilang ada yang lebih, ada yang kurang...
Pikiran kita itu sudah tidak sebagaimana
adanya. Pikiran kita sudah lari. “Oh,
alangkah baiknya kalau ada A.C.
Alangkah baiknya
kalau ada lotek”. Itu kan pikiran kita sudah ke mana-
mana Kebahagiaan dicapai
dengan menerima
realitas sebagaimana adanya
TEMA-TEMA RESPONDEN II A A. Adanya kehampaan dalam diri
1. Tidak adanya kendali pikiran 2. Tergesa-gesa
3. Jengkel 4. Tidak bahagia
5. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup
B. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness