Adanya kehampaan dalam diri Proses pengelolaan pikiran saat meditasi Respons terhadap pikiran Perubahan pikiran menjadi lebih positif Perubahan sikap menjadi lebih positif Kondisi fisik yang membaik Pengahayatan tujuan hidup Pemaknaan kebahagiaan

TEMA-TEMA RESPONDEN I R

A. Adanya kehampaan dalam diri

1. Mudah panik dan tenggelam dalam masalah 2. Hal-hal eksternal berpotensi menjadi sumber stressor 3. Alienasi dengan diri 4. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup 5. Ketidakpuasan terhadap pendekatan Barat yang lebih modern

B. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi

1. Mengenal diri 2. Mengenal hidup 3. Mengamati pikiran 4. Meregulasi pikiran

C. Respons terhadap pikiran

1. Waspada terhadap pikiran

D. Perubahan pikiran menjadi lebih positif

1. Lebih fleksibel 2 . Lebih terkendali 3. Lebih rileks karena hilangnya kelekatan 4. Lebih rileks karena tubuh yang rileks

E. Perubahan sikap menjadi lebih positif

1. Lebih terkendali 2. Lebih dapat menerima 3. Lebih tenang

F. Kondisi fisik yang membaik

1. Tubuh menjadi lebih rileks 2. Tubuh menjadi lebih nyaman 3. Tubuh menjadi lebih sehat

G. Pengahayatan tujuan hidup

1. Menjalani hidup dengan mengalir 2. Menjalani hidup dengan fleksibel 3. Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa 4. Menemukan kebahagiaan Nomor 16 6 2 1, 3 4 5 7 22 24 38 40 17, 23 30 29 11 34 21 26 27 28 31 42 35 36

H. Pemaknaan kebahagiaan

1. Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang 2. Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang 3. Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak melekat pada masalah 37 39 32 VERBATIM RESPONDEN II A No Catatan Verbatim Tema Spesifik 1 A memiliki rasa ingin tahu yang besar sejak usia muda Apa yang membuat bapak melakukan meditasi? Mungkin waktu itu SMA atau SMP ya, sekitar itu. Saya sama sekali tidak paham soal meditasi, sama sekali tidak paham soal hal- hal spiritual, eee... Walaupun waktu itu pembawaan saya sejak kecil memang curious, banyak pingin tahu... dan untuk orang seusia saya, seusia itu waktu itu, katakanlah usia sebelas-dua belas tahun itu pertanyaan-pertanyaan saya sudah agak filosofis, gitu. Enggak lazim untuk anak seusia itu... dan itu keluar secara genuine, lebih ke sifatnya curiousity, logika. Rasa ingin tahu sejak usia muda 2 A kagum dengan ekspresi rileks dan tenang dari patung Buddha yang dilihatnya Terus di masa itu, ketika SMP saya jalan-jalan di Malioboro, ketemu patung Buddha kecil. Nah, saya hanya lihat, apa, patung Buddha yang murahan itu, belakangan saya baru tahun bahwa itu modelnya Kamakura, model Jepang, Kamakura. Saya lihat, “ini wajahnya kok cakep dan teduh”. Saya pikir itu adalah perjumpaan saya pertama tentang ekspresi teduh. Oke. Jadi, sebelumnya saya tuh... itu tidak masuk dalam opsi, atau tidak masuk dalam memori, atau tidak masuk di dalam katalog, vocab, kosa... apa, perbendaharaan Kekaguman pada ekspresi rileks dan tenang hidup saya, gitu lho, ekspresi bahwa “oh, ono wong teduh”, gitu lho... Wajah yang teduh, yang ketoke ki tersenyum, matanya setengah terpejam, seolah-olah, bukan seolah- olah ya, tapi ada rasa self- content, puas. Dia merasa ekspresinya itu enggak risau. “Aku cukup kok”, gitu. Walaupun saya enggak paham apa-apa soal meditasi, tapi waktu itu saya beli patung kecil itu yang mana saya pikir itu adalah perjumpaan pertama. Setelah itu ya ora mudeng, blas ora mudeng opo-opo. 3 A kagum dengan figur dan cara hidup monastik Kemudian ketika SMA, di de Britto, saya merasa sangat beruntung, untuk pertama kali saya dalam hidup melihat figur monastik. Biarawan, gitu. Frater, atau pastur, atau romo. Sekali lagi itu juga di dalam perbendaharaan pengalaman saya sejak SD- SMP tidak masuk. Opsi itu enggak pernah terlintas. Hal yang baru ya? Hal yang betul-betul baru. Lihat orang beneran, daging tulang beneran, itu adalah baru. Figur yang... kendati belakangan saya sadari tidak sempurna, tapi tetap spirit- nya ‘kan spirit unselfish. Spirit yang hidupnya bukan untuk nglumpukke, untuk nglumpukke nggo aku, aku, aku, semakin kaya, atau semakin itu lah. Spirit-nya unselfish, atau bahkan ascetic. Maksud’e mungkin Kekaguman pada figur dan cara hidup monastik dia kepemilikan pribadinya minim, cara hidupnya juga bersahaja, plus cerdas. Pastur-pastur Jesuit itu ‘kan pendidikannya bagus. 4 A menemukan cara pandang hidup yang baru Ya. Cerdas itu adalah sesuatu yang baru juga bagi saya. Maksudku, kalau konco sing pinter matematik atau... cerdas di sini maksud saya wisdom, bijak, gitu. Bukan sekedar cerdas pinter matematik atau pinter Bahasa Inggris. Di SMP ada ya orang yang pinter ini, itu, tapi cara pandangnya hidup yang cerdas, gitu lho. Itu baru bagi saya, “oh, ono wong koyo ngene yo” Menemukan sudut pandang baru 5 Pengalaman meditasi pertama yang buruk, karena diliputi ketidaktenangan dan kejenuhan Terus, menjelang kelas 3 SMA de Britto, atau di perguruan tinggi tahun pertama... karena saya ngambil agamanya Katolik, pembimbingnya ya frater waktu itu. Waktu itu pupuler di kalangan frater-frater Kotabaru, bukunya Anthony de Mello, Burung Berkicau, Doa Sangata, terus buku meditasi sadana. Sadanya karyanya Anthony de Mello. Pengalaman pertama saya, disuruh nyoba meditasi waktu itu di... apa itu? Di de Britto ono pasturan, opo? Ngarep, cedak... Dekat pasturan itu? ‘kan ada kapel. Di situ disuruh nyoba meditasi. Di situ kalau enggak salah pelajaran agama di tingkat satu ya, tahun pertama, jadi pesertanya tidak banyak. Cuma lima atau sepuluh orang, gitu. Disuruh njajal, Pengalaman buruk saat meditasi pertama kali panduannya pakai sadana itu, eee... Wah, pengalamannya buruk. Saya suruh duduk cuma lima menit atau sepuluh menit, setelah selesai ditanya sama pasturnya, “gimana rasanya?”, “wah, rasanya sumpek, mau meledak”. Rasanya jengkel, disuruh diam itu jengkel, sumpek. Buruk, pengalaman itu. 6 Pengalaman meditasi pertama yang buruk karena kurang mendapat pemahaman Mungkin karena si pembimbingnya kurang memberi pendahuluan, kurang memberi penjelasan, pendahuluan, guidance, atau perspektif, tujuan meditasi opo, terus filosofinya gimana. Mungkin penjelasannya kurang, begitu. Tapi pokoknya pengalamannya buruk tentang meditasi. Pemahaman yang kurang menghambat meditasi 7 Ketertarikan terhadap Zen muncul karena adanya kisah-kisah yang menabrak norma umum Tapi, buku-buku Anthony de Mello itu memikat bagi saya. Memukau, memikat, menantang. Jadi, terutama yang cerita-cerita tentang Zen. Bahkan disamping chalenging itu juga kisah- kisah Zen itu ‘kan ikonoklas. Ngerti ikonoklas? Ikonoklas ki ugal-ugalan. Jadi, patung dibakar, patung Buddha dibakar, dikencingin, misalnya begitu. Nabrak kaidah- kaidah standar, gitu. Berani nabrak kaidah-kaidah standar. Dan bagi orang seusia saya waktu itu, itu seksi, memikat. Merasa tertantang secara intelektual 8 A merasa tertantang secara intelektual Tapi ya, kalau saya tanya ke sana ke mari tentang itu Merasa tertantang secara intelektual dengan kisah-kisah Zen kalau mau tanya lebih lanjut, saya tidak menjumpai orang yang bisa menjelaskan waktu itu. Terus lupa... Ya seneng baca-baca neng donge mung menarik, cerdas, tapi donge ora tek mudeng. Tapi justru karena ora mudeng kui jadi seksi. Barangkali karena menjadi menantang, gitu lho. Maksud’e, aku ki merasa, “aku ki sekolahe pinter’e, opo-opo mudeng. Tapi iki kok ora mudeng?” Jadi itu menjadi, malah menjadi tantangan, jadi seksi. 9 Dalam dunia kerja, A belajar bahwa kebahagiaan dan kesuksesan dicapai dengan sikap yang keras dan kejam Terus eeee... lulus sekolah, lulus kuliah... sudah lupa, urusan-urusan itu wis enggak pernah membahas lagi. Terjun di dunia kerja, saya kerja di bisnis konstruksi selama tiga tahun. Bisnis konstruksi tu keras, banyak tantangan, eee... kendati waktunya cuman tiga tahun tapi jamnya tinggi. Jam kerja per harinya tinggi dan intens. Intens maksudnya padat, intens, tantangannya banyak, sehingga dalam waktu singkat saya belajar banyak, atau ngehadapi persoalan banyak. Nah... kira-kira sehabis tiga tahun kerja, tiga-empat tahun kerja, eee... timbul pertanyaan bagi saya, pertanyaan pribadi. Kira- kira pertanyaannya gini, dari pengalaman saya Konflik dalam pemaknaan: kebahagiaan dicapai ketika individu tidak memedulikan orang lain menyaksikan orang di dunia bisnis, di dunia kerja lah... Saya menyaksikan beberapa mentor saya di dunia bisnis ngajari saya untuk... di dunia bisnis itu tega, tegel. Tough, tapi dalam artian lebih negatif lah. Tega, tegel. Dalam hal apa biasanya, pak? Eee... ya, dalam mencari profit, dalam mensikapi relasi kerja. Harus keras, begitu ya? Harus keras, harus tega. Kalau perlu ya... atau pokoknya kaidah- kaidah moral tidak masuk dalam pertimbangan. Itu pertimbangan yang ke sekian, atau bahkan enggak masuk dalam pertimbangan. Saya menyaksikan dari sudut pandang mata saya pada saat itu, kemudian juga sudut pandang orang pada umumnya yang saya kenal pada saat itu. Saya menyaksikan bahwa, dengan sudut pandang pada saat itu, orang yang keras, yang kejam, tega ki maksud’e ekstrem’e kejam lah... orang yang kejam, yang tega, bahkan dalam artian yang negatif, yang bersedia melanggar kaidah-kaidah moral, acapkali lebih sukses ketimbang orang yang lemah lembut, yang baik. Wis, kasarane sing jahat luwih sukses ‘mbangane sing apik. Kasarane gitu lho. Di dalam bisnis, waktu itu kesan yang saya tangkap pada saat itu adalah sing jahat, sing tegel kuwi lebih sukses dibanding yang baik. Oke. Tidak sekedar lebih sukses, bahkan. Yang saya jumpai, sing jahat, sing tegel kuwi lebih “bahagia”, lebih “beruntung” ketimbang yang baik... dalam tanda kutip. Sekali lagi saya bilang, sudut pandang saya pada saat itu, gitu ya. Ya itu given fact situasiku pada saat itu, gitu lho. Itu yang saya alami. Orang lain mungkin bisa punya pengalaman yang lain. Ya, tentu saja 10 A mempertanyakan figur diri ideal untuknya Nah, sehingga sebagai orang muda, timbul pertanyaan untuk diri saya sendiri, lha aku ki... terus berikutnya saya mau jadi orang seperti apa? Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup 11 A berkomitmen untuk mengikuti jalan apapun yang nanti ditemukannya Background saya bukan orang yang relijius, saleh, gitu lho. Jadi, nek memang ketentuan’e kudune kejam, tega, jahat itu adalah yang sukses, saya ya bersedia untuk ngikutin kaidah- kaidah seperti itu lho. Komitmen untuk mengikuti jalan hidup yang akan ditemukan 12 A mencari prinsip hidup Tapi seperti sebelum ngikuti kaidah-kaidah itu, saya mencoba untuk mengevaluasi, belajar, menganalisis, mempertanyakan, sebelum menyimpulkan, gitu lho. Jadi saya memutuskan untuk belajar dulu, terus saya melakukan pencarian atau riset. Risetnya yang paling gampang ya ke perpustakaan. Riset tentang apa, pak? Risetnya pertama-tama saya tu mempertanyakan lagi, sing Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup jenenge baik ki opo to? Terus sing jenenge buruk atau jahat ki opo to? Saya ingin kembali ke basis definisinya, gitu lho. Sak tenane sing jenenge apik ki opo to? Sing jenenge buruk ki opo to? Terus, bagaimana saya harus menjalankan kehidupan saya? Apakah saya jadi orang baik? Kalau tentang begitu kenapa? Apakah saya jadi orang jahat? Kalau memang begitu, kenapa alasan’e? Pertanyaan itu yang muncul pada saat itu. Katakanlah waktu itu mungkin usia 27, sekitar itu lah. 13 A berkomitmen untuk mengikuti jalan apapun yang nanti ditemukannya Nah, eee... dan waktu itu saya bertekad untuk, nanti kalau saya sudah menyimpulkan, ya saya bersedia konsisten dengan kesimpulan saya itu. Andaikata kesimpulannya adalah, “ woo, sing bener ki, sing logis ki dadi wong jahat”, ya saya bersedia untuk konsisten dengan hasil pencarian saya, atau hasil riset, hasil logika tersebut. Komitmen untuk mengikuti jalan hidup yang akan ditemukan 14 A menemukan prinsip hidupnya pada kajian etika dalam filsafat Oke. Nah, saya baca buku, tanya sana-sini, kadang tanya-tanya ke pastur, tanya sana-sini lah. Nah, kebetulan nemunya mungkin di Gramedia atau di mana ya, saya lupa. Intinya saya beli buku tipis. Karena tertarik kemudian saya jadi ngumpul-ngumpulke buku filsafat, buku opo, opo... Ketemu satu buku tipis yang sangat sederhana. Judul’e Pengantar Etika. Buku’ne Menemukan prinsip hidup dalam kajian etika dan filsafat gur tipis. Terbitan Kanisius, sing ngarang Romo Franz Magnis-Suseno SJ. Pengantar Etika, jadi gur pengantar, ibarat’e gur pembukaan, buku “pra”, ngono lho. Nah, waktu itu, bahkan kata etika itu aku wae ora mudeng. Saya pikir waktu itu sing jenenge etika tu sama dengan sopan santun. Adalah lazim di masyarakat kalau lihat orang enggak sopan, dikatakan wong ora ndue etika. Oh ya, sering ya... Ya... Ketika baca itu saya baru paham, gitu lho, bahwa etika ki ra ono urusane karo sopan santun. Etika itu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang “baik”, apakah baik itu... “buruk”, apakah buruk itu... terus definisi’ne opo, terus kepiye satu filsuf dengan lainnya, terus tentang wong urip ki kudune piye... itu etika. Ya mungkin ada kaitannya dengan sopan santun karena sopan santun ki etiket, jadi mungkin akar katanya sama. Tapi kalau ngomongin sopan santun tu etiket, bukan etika. Nah, waktu itu baru paham saya kalau etika tu begitu... “woh, lha iki cocok banget karo karepku”, gitu lho. Ini yang saya cari-cari, pertanyaan yang saya cari-cari. Terus saya beli lagi yang lebih, bukan pengantar, yang lebih detil, antara lain mungkin Dua Belas Tokoh Etika. Kebetulan ya buku-bukunya Franz Magnis-Suseno, terus buku etikanya Carl Belton, belakangan agak lama saya buku yang Bahasa Inggris, Aristoteles, Ethics, beberapa buku etika. Tapi yang paling menggetarkan bagi saya pertama ki yo cuman buku pengantar kui. 15 Berdasarkan risetnya melalui kajian tentang etika, A menemukan bahwa tujuan hidup adalah untuk menjadi orang baik dengan pertimbangan rasional Eee... simple-nya dari belajar, riset, mikir-mikir, menganalisis, nimbang- nimbang sendiri, nguji di lapangan, dicocoke karo pengalaman, di-cross check, direnung-renung sendiri... itu akhirnya saya berkesimpulan eee... satu, wong urip ki sing bener dadi wong apik, jadi orang baik. Orang menjadi orang baik, itu bukan karena takut dosa, takut hukuman, bukan... karena itu adalah pilihan cerdas Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik 16 Menurut A, orang baik adalah orang yang lebih bahagia Kenapa? Karena jadi wong apik ki luwih happy, luwih penak. Jadi orang bahagia ketika ia menjadi orang baik? Orang baik itu adalah tindakan bahagia Orang baik adalah orang yang bahagia 17 A merasa bahwa tindakan yang baik membuat fisik terasa lebih baik secara seketika Artinya, ketika Anda melakukan tindakan yang baik, itu kan physically wae luwih penak kok neng awak, ketimbang tindakan yang buruk, immediately lah. Sak dek, sak nyet, pada saat itu, misal’e saya nawari “mas, monggo minum”, dengan “ojo, ngko ora diombe”... Pada saat itu immediately di badan itu lebih enak, kalau saya bilang... “monggo mas diunjuk”, ketimbang Fisik yang terasa lebih baik karena perbuatan baik “ojooo....”. Atau misalnya saya bilang, “mas, monggo dijunjuk” tapi sak tenane ora rela, itu terus enggak enak, gitu lho. Jadi, efeknya itu immediate. 18 A berpikir bahwa perbuatan baik adalah pilihan cerdas Jadi, kalau saya bertindak baik itu donge bukan karena saya orang baik, bukan karena saya gawa’ane orang baik, tapi saya cerdas. Jadi, ini adalah pilihan cerdas. Perbuatan baik adalah perbuatan yang cerdas 19 Perbuatan baik yang dilakukan akan memberikan manfaat ke diri sendiri terlebih dahulu Jadi saya baik ni sak tenane adalah pilihan yang tanda kutip “selfish”, egois, tapi egois yang cerdas. Artinya, iki donge nggolek penaku dewe. Sing pertama-tama oleh penak ki aku, donge. Dudu wong liyo. Itu akarnya begitu lah. Fisik yang terasa lebih baik karena perbuatan baik 20 A meyimpulkan bahwa tujuan hidupnya adalah menjadi orang baik Jadi ada dua yang saya simpulkan. Satu, kudune dadi wong apik... Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik 21 A menjadi lebih yakin bahwa tujuan hidupnya adalah kebahagiaan Dua... ini berkaitlah, topik ini. Dua adalah, kalau ngomong tujuan hidup karena itu juga merupakan pertanyaan yang mencekam bagi saya... Tujuan hidup apa ya, tujuan hidup... intuitively ngerti. Tujuan hidup donge happy. Tapi terlalu confused, otak saya waktu itu terlalu ruwet. Nah, belajar etika itu saya jadi paham, clear bahwa “oh iyo, tujuan hidup tu adalah kebahagiaan”... Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan 22 Kebahagiaan layak menjadi tujuan hidup, karena kebahagiaan adalah Lho kok bisa begitu? Nah, penjelasannya Aristoteles betul-betul mengena bagi saya. Kenapa kebahagiaan Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan akhir dari segala tujuan tu layak menjadi tujuan hidup? Karena kebahagiaan itu bisa menjadi the end by itself. Maksudnya “ the end”? “The end by itself” tu maksudnya itu menjadi akhir bagi tujuan, bagi dirinya sendiri. 23 Hal-hal eksternal tidak bisa menjadi tujuan akhir bagi A Sedang tujuan-tujuan yang lain, misal’e rumah bagus, atau duit, atau istri cantik, atau jabatan, kekuasaan, terkenal, kesehatan, apapun lah... itu tidak bisa menjadi “the end by itself”. Nek kono punya duit, mesti duit meh nggo opo, nek kono punya sehat pasti sehat meh nggo opo, nek kono punya istri cantik, pasti istri cantik nggo opo. Kebahagiaan tidak bisa dipenuhi oleh hal- hal eksternal 24 Ketika sudah bahagia, orang- orang tidak memerlukan apa- apa lagi Tapi kalau kamu bilang bahagia... wis, selesai. The end by itself. Kamu udah enggak perlu apa-apa yang lain, wong sudah happy kok. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan 25 Menurut A, banyak orang tidak memahami hal ini karena terlalu sederhana Saya pikir tidak semua orang bisa paham ini. Walaupun... ini terlalu simple, gitu lho. Terlalu simple malah jadi, wong ora mudeng. Konsep kebahagiaan yang terlalu sederhana 26 Ketika sudah bahagia, orang- orang tidak memerlukan apa- apa lagi Karena lha jelas to, nek wis happy ki wis ora butuh opo- opo. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan 27 Menurut A, banyak orang tidak memahami hal ini karena terlalu sederhana Itu terlalu simple, orang biasanya enggak paham. Konsep kebahagiaan yang terlalu sederhana 28 Tujuan hidup A adalah kebahagiaan Jadi kesimpulan saya... satu, happiness layak dijadikan tujuan hidup. Jadi, tujuan Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan hidup adalah happy, bahagia. 29 A merasa bahagia jika ia merasa puas atas hidupnya Walaupun definisi bahagia, sing jenenge bahagia itu masih cerita panjang, gitu lho... tapi intuitively, dewe mudeng lah, jenenge bahagia berarti content, puas, kecukupan, mungkin semacam itulah pada saat itu pemahaman saya. Jadi itu kesimpulan sementara. Kebahagiaan adalah akhir dari segala kebutuhan 30 Menjadi orang baik juga menjadi tujuan hidup A Bahagia, terus dadi wong apik. Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik 31 A tidak setuju dengan salah satu ahli filsafat yang dipelarinya ketika melakukan riset tentang etika Karena alasannya begini, tidak semua orang, atau tidak semua filsuf sebetulnya memberi jawaban yang sesederhana itu. Ono sing rodo ugal- ugalan, misalnya seperti Nietzsche dan lain sebagainya. Eee... Misalnya dari Dua Belas Tokoh Etika, Nietzsche sing rodo nyempal. Jawabannya... mungkin karena saya enggak paham, tapi dia mungkin bahkan malah rodo sinis atau mengritik tindakan baik. Penangkapan saya begitu waktu itu. Aku enggak sempat baca lagi lebih lanjut. Dia nganggap orang baik itu hanya orang lemah. Oh... Oke. Ya. Orang-orang yang lemah. Waktu itu saya enggak sempat... itu, apa itu tafsirku yang keliru, enggak sempat belajar lebih lanjut. Tapi, dari dua belas tokoh etika itu, yo gur siji kui sing nyempal. Yah, aku bodon- bodone, gur statistik rolas, Skeptis sewelas banding siji, mungkin ngono. Itu Satu. 32 A tidak ingin hidupnya berantakan Dua, memang kesannya gagah, macho, si Nietzsche itu, berontak terhadap kemapanan. Tapi terus, tak delok wae sejarah uripe Nietzsche koyo ngopo, uripe deknen dewe koyo ngopo. Lah, Nietzsche ki uripe berantakan. Berakhir di rumah sakit jiwa, sinting, stres, terus sedeng karo seneng karo mbakyune dewe. Terus aku wegah, urip kok koyo ngono. Walaupun kamu punya definisi yang brilian, aku wegah kiro-kiro tiru urip koyo Nietzsche. Mati, akhire dadi sinting neng rumah sakit jiwa, mosok jatuh cinta karo saudara sedarah daging barang, itu aku wis ora minat karo biografi-ne Nietszche. Menghindari kehidupan yang berantakan 33 A tidak ingin hidup tanpa prinsip yang jelas Karena saya toh harus mengambil keputusan, dan dalam hidup saya, saya enggak mau ngambang. Saya harus mengambil kesimpulan lah. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup 34 Tujuan hidup untuk menjadi orang baik adalah pilihan yang cerdas, logis, dan rasional Iki meh tak apake uripku? Jadi, yo aku sepakat karo filsuf sing sebelas wae. Jadi, urip baik… dan itu logis bagi saya, karena itu sudah pilihan cerdas, dan seterusnya. Adanya tujuan hidup untuk menjadi orang baik 35 A menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidupnya Terus, tujuannya adalah bahagia. Itu fondasi-ne ngono. Fondasi, background filosofis saya begitu. Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan 36 A mencari cara untuk mencapai tujuan hidupnya Nah, terus pertanyaane, tujuan jelas, perilakunya ya rodo jelas, dadi wong apik, Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup gitu ya, tapi detail-e ki ora jelas. Yo wis, setuju wis dadi wong apik. Tapi terus ngko sore dikon ngopo? Sesuk isuk dikon ngopo? Sesuk awan aku suruh apa? Minggu depan saya suruh apa? Besok bangun pagi tuh saya suruh ngerjakan apa? Agar selaras dengan nilai- nilai yang saya yakini tu jongklang ra ono. 37 Beberapa cara yang sudah ditemukan A tidak dapat diterapkan di jaman sekarang Saya baca ini, filsuf ini, masing-masing… bahkan Aristoteles yang saya kagumi pun juga jawabane kadang lucu-lucu, enggak up-to-date, cuma berlaku di jaman itu. Ketika diterapke di jaman sekarang, itu lucu, ngono lho… Menemukan fondasi hidup yang tidak bisa diterapkan di jaman sekarang 38 A membaca buku- buku Zen, meskipun pada awalnya tidak mengerti Nah, saya mulai cari-cari lagi, baca ini, baca itu. Terus, jadi teringat neh Zen kui mau. Ketika sudah membaca, nanti perilakunya seperti apa, kemudian jadi teringat tentang Zen? Teringat soal Zen sing ceritane nggone Anthony de Mello, dan terus mungkin ada banyak faktor lah. Antara lain, waktu itu aku suka travelling ke Amerika, dan karena saya sukanya baca buku. Jaman itu dollarnya murah. Kalau saya pergi ke kota-kota besar di Amerika, saya pasti mampir ke buku-buku second. Kalau di sana, buku second tu murah banget. Jaman itu paling enggak, gur sak dollar, dua dollar. Dollare waktu itu mung rongewu, sewu pitungatus. Membaca buku Zen Sangat murah. Nah, setiap kali saya pergi, saya cari buku-buku sing aku seneng. Waktu itu antara lain saya jalan-jalan ke San Fransisco, ke Berkeley. Di Berkeley tu, satu kota kecil yang koyo Jogja gini, toko bukune bekas, gede-gede, pirang lantai, bukune murah- murah, banyak. Ono sak dalan koyo Pakuningratan kene, ono limo, po enem, po pitu ngono. Wis to, pesta pora aku, koyo bazaar kae pokoke. Aku pesta. Mrono, angger lungo bawa tas besar kosong loro. Dadi mulih tak kebaki buku. Nah, waktu itu buku yang populer, di etalase banyak, itu buku tentang Zen. Tahun berapa itu, pak? Kira-kira…. Itu mungkin tahun ’96 ya. 16 tahun lalu lah. Jadi… walaupun ora mudeng, waton tak tuku beberapa. 39 A merasa terkesan dengan salah satu buku Zen yang dibacanya Ada buku-buku dari penerbit Buddhist karangannya yang Bahasa Indonesia. Saya beli, ada beberapa. Ada satu buku yang berkesan. Waktu itu saya baca… ya sekitar proses pencarian itu, bersama-sama. Judule… kalau Bahasa Inggrisnya itu judulnya The Sword of Wisdom, pengarangnya Master Sheng Yen. Di sini diterjemahkan sebagai Pedang Pusaka Kebijaksanaan. Intine saya belajar sendiri, moco-moco ra mudeng, tapi intine satu, buku Bahasa Indonesia meskipun terjemahane Merasa terkesan kurang kadar, Pedang Pusaka Kebijaksanaan, terjemahane enggak persis, alakadarnya, tapi itu berkesan bagi saya. Ini adalah buku Zen sing aku paling mudeng ketimbang yang lain-lain 40 A menemukan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui proses latihan Oke… dan kenapa buku ini menimbulkan kesan bagi bapak? Penjelasane lebih jelas, kemudian ada satu hal sing di buku-buku Zen lain itu, paling tidak buku Zen yang pernah saya baca di jaman itu, ada satu yang beda. Bedanya, saya baru tahu bahwa keadaan happy atau keadaan tercerahkan itu ada prosesnya. Sedangkan kalau cerita-cerita di Anthony de Mello tu kejadiannya kan pas peristiwa pencerahane kuwi tok. Diiing... ngono tok… enggak menceritakan prosesnya berlatih gimana tu, bahkan kata “berlatih” pun mungkin enggak ada waktu itu. Nah, di buku Pedang Pusaka Kebijaksanaan itu banyak membicarakan soal praktik, soal berlatih. Saya baru mudeng bahwa,”oh… ngono kui ono prosese, ono latihane” Berupa praktik itu ya? Walaupun praktiknya kayak apa juga belum jelas pada saat itu… tapi ternyata, kui ora ujug- ujug, gitu lho. Kebahagiaan dicapai dengan melatih pikiran 41 A merasa bahagia ketika mengetahui bahwa ada cara untuk mencapai Waktu itu aku happy banget rasanya… berarti itu accessable. Bisa dilatih, bisa diakses, bukan sesuatu yang Merasa bahagia ketika menemukan cara untuk mencapai kebahagiaan kebahagiaan seolah-olah given, langsung jliing….. ora ono udan, ora ono angin, gur hoki. Jadi, bukan sesuatu yang random… jadi, accessable. Nah, eee… itu mungkin sekitar tahun ‘90an. 42 Adanya situasi tertentu mendorong A untuk serius menekuni meditasi Terus, eee… Ya intine ada suatu situasi yang akhirnya saya berkesimpulan, “wah, aku harus mengambil step yang serius, yang drastis, gitu… untuk terjun ke praktik meditasi”… ada suatu situasi yang membuat saya eee… mengambil langkah serius lah, saya harus serius. Bukan sekedar baca-baca, bukan sekedar wacana… Terdorong oleh situasi 43 A tidak bisa menemukan orang yang bisa mengajarinya meditasi Zen di Indonesia dan dalam proses, katakanlah, tujuh-delapan tahun mencari tu tanya- tanya di sini juga enggak ada orang yang menjelaskan soal Zen… ya memang enggak ada pada jaman itu. Tanya ke mana-mana juga enggak ada. Tidak bisa menemukan tempat untuk belajar 44 Dari risetnya, A menyimpulkan bahwa kebahagiaan terjadi di pikiran kita sendiri Kenapa situasi tersebut membuat akhirnya bapak ingin fokus praktik ke meditasi? Eee… Oh, gampangnya gini… Dari proses belajar, ada satu hal yang penting sing terkait dengan ini, dengan riset ini. Dari proses belajar, saya akhirnya berkesimpulan, yakin, convinced banget bahwa “oh, uripku ki happy, atau enggak happy itu tergantung…” tak baleni, tak ulang ya… Satu, saya berkesimpulan, jelas bahwa Kebahagiaan ada di pikiran “oh, sing jenenge happy, bahagia, itu terjadinya di pikiran. Sing bahagia ki terjadine ora nang mobil, nang ngomah, nang duit, nang dengkul, opo nang, tangan, wajah… enggak. Terjadinya di pikiran”. Sing iso ngrasakke happy ‘kan pikiran. Pikiran itu ‘kan ora jempol, jenthik, mobil, duit, opo omah, opo anak, istri, teman, pegawai, bapak, simbok. Ora ono kaitane, gitu lho. Kalo kita ngomong saklek, saklek tenan, happy terjadinya di mana? Di pikiran. Pikirane sopo? Pikiranmu dewe. Dudu pikirane kamu, pikirane si A, si B, si C… ora ono kaitane, gitu lho. Happy terjadinya di pikiran. Saya pikir tidak semua orang paham ini: Happy itu terjadi dipikiran; pikirane sopo? Pikiranmu dewe. Itu satu. 45 A merasa tidak bahagia Terus… nyatanya, aku ora happy. Tidak bahagia 46 Pikiran yang tidak dikelola bisa mencelakakan diri sendiri Lha, carane piye ben happy? Pikirannya itu harus dikelola. Kalau enggak dikelola, dia bakal mencelakakan diri saya sendiri. Waspada terhadap pikiran 47 Meditasi adalah cara untuk mengelola pikiran Itu poin yang kedua. Nah, sing jenenge ngelola kui adalah meditasi. Ngelola pikiran kui yo meditasi. Meditasi adalah cara untuk mengelola pikiran 48 A menyimpulkan bahwa kebahagiaan terjadi di pikiran kita sendiri Meditasi ini, dalam hal ini… dalam hal praktik ya? Ya, dalam hal praktik. Ini pemahamannya masih pemahaman intelektual pada saat itu. Aku belum praktik, hanya kesimpulan yang Kebahagiaan ada di pikiran jelas, bahwa happy tu terjadinya di pikiranku sendiri. 49 A merasa tujuan hidupnya sudah jelas: bahagia Tujuane urip wis ceto: happy Adanya tujuan hidup untuk menemukan kebahagiaan 50 Kebahagiaan terjadi di pikiran kita sendiri Happy terjadinya di mana? Di pikiranku dewe. Kebahagiaan ada di pikiran 51 A merasa tidak bahagia Terus, nyatane aku ora happy… Tidak bahagia 52 Kebahagiaan dapat dicapai dengan mengelola pikiran meditasi Ya, agar bisa happy, pikirane kudu dikelola ben happy, gitu. Nah, saya sudah tahu, pikiran dikelola itu, sama dengan meditasi. Kebahagiaan dicapai dengan melatih pikiran 53 A mengalami situasi yang menimbulkan penderitaan Terus, ada situasi yang susah. Suatu situasi suffering yang lumayan intens, terjadi pada saya selama hampir sekian bulan, sekian tahun... Tidak bahagia 54 A merasa penderitaan yang dirasakannya ada di pikirannya yang mana waktu itu, dengan kesimpulan seperti itu, aku akhirnya “lha iki kan pikiran-pikiranku dewe to? Waspada terhadap pikiran 55 A merasa tidak berdaya atas pikirannya sendiri ...Susah, susahku dewe. Tak gawe dewe. Ning, aku ora iso opo-opo”. Tidak adanya kendali atas pikiran 56 A mencari tempat untuk melatih pikirannya Pemecahannya gimana? Ya harus dilatih. Latihane piye? Ya makane digoleki… cari tempat yang bisa untuk belajar di mana… Mencari tempat untuk melatih pikirannya 57 A merasa terpaksa mencari jalan untuk mengatasi penderitaannya Akhirnya, “ah, aku wis ora tahan tenan dengan situasi ini. Saya harus serius”. Situasi setahun, dua tahun, tiga tahun terakhir ini betul- betul berat banget. Iki nek ora segera tak carikan pemecahan, bakal rekoso sak lawas-lawase uripku. Merasa tertekan 58 A tidak bisa menemukan orang Jadi yo gek pemecahan. Pemecahane, “aku sinau Kebutuhan untuk belajar yang bisa mengajarinya meditasi Zen di Indonesia meditasi neng ndi yo?”. Sing cocok karo aku Zen, style yang saya cocok Zen. Saya cari di sini enggak ada. 59 A pergi ke New York untuk belajar meditasi Zen Akhirnya saya kembali ke buku Pedang Pusaka Kebijaksanaan itu, pengarangnya Master Sheng Yen. Waktu itu tahun ’96, ’97 mungkin… sudah ada jaman internet. Tak cari-cari di internet, ketemu, terus, oh, wonge ngajar nang New York. Jadi, saya berangkat ke New York. Pergi belajar ke New York 60 A belajar meditasi secara intensif Dan sesudah itu, bapak kemudian praktik meditasi terus menerus? Ya… Jadi, dari itu terus belajar, terus belajar tekniknya, melu latihan intensif, retret, disamping latihan intensif, itu juga semacam proses… opo jenenge? Training, workshop, nang dunia sehari-hari, semacam learning by doing. Mempelajari meditasi secara intensif 61 A merasa pemahaman dan latar belakang dalam melakukan meditasi merupakan hal yang penting untuk mendorong individu terus berlatih Jadi itu, fondasi yang mendasari kenapa bapak melakukan meditasi… Saya pikir, dari pengalaman saya sharing, belajar, berlatih bersama dengan banyak orang… saya bahkan berani ngomong fondasi itu lebih penting ketimbang latihannya sendiri. Karena, orang tanpa fondasi pemahaman, background seperti itu, biasanya ya kalaupun belajar, berlatih gitu enggak bisa kontinyu… dia hanya onoff, gitu… Pemahaman membantu individu dalam praktik meditasi 62 Pada tahun-tahun pertama awal Oke… Jadi tadi bapak juga mengatakan bahwa Tidaka danya efek yang dirasakan pada latihan meditasi, A hampir tidak merasakan efek yang signifikan ada pemahaman fondasi, kemudian belajar praktik, ikut workshop, mempelajari teknik- teknik, dan cara berlatih, ikut retret… dan kemudian sesudah melakukan hal-hal itu, apa yang bapak rasakan dari meditasi yang bapak lakukan? Eee… Kalau yang dirasakan artinya itu adalah… kalau pertanyaanmu dirasakan itu adalah apakah luwih penak, apakah luwih tenang, apakah luwih happy, gitu, atau nang awak, nang pikiran luwih penak, gitu… sebetulnya… lima tahun training saya pertama itu boleh dibilang nyaris enggak ada rasa apa- apa. Nyaris enggak ada bonus, enggak ada insentif, enggak ada hadiah sing betul-betul “woooah…. hore”, boleh dibilang enggak ada. tahun pertama meditasi 63 Pada tahun-tahun awal latihan, A merasa lebih tenang Boleh dibilang lima tahun pertama belum ada efek yang signifikan? Ya… Ibaratnya orang berlatih, sedikit banyak ada lebih tenang. Lebih tenang 64 Pada tahun-tahun awal latihan, A merasa semakin yakin pada pemahaman dan prinsip hidupnya Tapi mungkin, kalau mau dibilang efek, itu adalah… ada suatu sense of direction, ada rasa arah dalam hidup yang dibangun berdasarkan logika, filsafat, praktik, psikologi, sing jernih… kesimpulan yang jelas, sehingga uripku mantap. Mantapnya bukan karena takut sama dogma-dogma, bukan karena manut melu Semakin yakin pada pemahaman dan prinsip hidup wong, jarene nganu, jarena iku… bukan karena ngikut sana, ngikut sini, tapi karena saya cari sendiri, saya akhirnya mendapat kesimpulan sendiri yang logis dan siap diuji di setiap waktu selama lima tahun tuh dari minggu ke minggu kan siap diuji. Prosesnya siap diuji… setting ulang, di- review, diterapkan, diuji lagi, belajar lagi, cross check. Nah, eee… ada suatu sense of kemantapan, rasa “oh, uripku ngene. Iki keputusanku. Tak lakoni dewe”. 65 Dengan keyakinan terhadap prinsip dan pemahaman hidupnya, A merasa lebih percaya diri Buahnya boleh dibilang kalaupun ada, minim. Tapi, kemantapan ketika melakukan itu, ya… tidak tertandingi. Maksudnya, boleh dibilang, rasanya mantap lah… Uripki dadi confident, “iki ki wis tak simpulke, aku wis sinau, wis riset. Pun, aku juga siap berubah kok. Ketika dalam perjalanan, aku menemui hambatan, aku harus siap ganti jalan atau ganti arah”, arahnya tuh jelas, bagi saya, ngono lho. Itu katakanlah lima tahun pertama. Lebih percaya diri karena adanya pemahaman 66 Efek meditasi terhadap tubuh dan pikiran mulai terasa sesudah lima tahun pertama latihan Eee… mungkin selepas lima tahun pertama, efek ke tubuh dan pikiran baru mulai agak signifikan. Mungkin lho. Efek meditasi yang mulai dapat dirasakan setelah lima tahun 67 Meditasi membuat gaya hidup A menjadi lebih teratur Bisa diceritakan? Mungkin karena bukan sekedar latihan, tapi setting life style- nya tu mulai jadwal hidup harian, bulanan, tahunan, cara saya berelasi dengan Hidup menjadi lebih teratur orang… Jadi, setelah lima tahun praktik itu, ternyata kemudian meditasi mempengaruhi life style juga? Ya jelas… artinya, ini kan mengubah life style, gitu lho… Jadi lebih teratur. 68 A mengalami efek meditasi terhadap fisik, pikiran, dan gaya hidup setelah latihan bertahun- tahun Otomatis itu memberi dampak secara psikologis yang anggaplah… Ini aku simplifikasi. Lima tahun barang itu adalah simplifikasi, orang lain mungkin punya pengalaman lain. Kalau mau dampak itu ibaratnya terukur, mau diukur, ya lima tahun itu, kira-kira… Saya yakin bilangannya bukan bulanan atau mingguan, pasti tahunan… aku mau ngomong begitu… yang bisa ngefek ke pola pikir, psikologis, gaya hidup, physically. Yang punya efek terukur, jangkanya pasti tahunan. Meditasi berpengaruh pada fisik, pikiran dan gaya hidup setelah latihan bertahun-tahun 69 Pemahaman akan prinsip meditasi lebih penting daripada praktiknya sendiri Makanya saya bilang, sense of direction atau fondasi, pemahaman, pemikiran, view, pandangan sebelum mulai praktik itu lebih penting ketimbang praktiknya sendiri, karena praktik itu bakal tahunan, begitu. Prosesnya bakal tahunan, tanpa bonus, tanpa hadiah. Pemahaman akan meditasi mendasari praktik 70 A berpikir bahwa teori perlu diketahui sebelum praktik Ya, oke. Tadi bapak bilang, praktik ‘kan bakal tahunan. Dibutuhkan fondasi, view, dan prinsip untuk melatarbelakangi praktik. Nah, kenapa bisa seperti itu? Orang membutuhkan fondasi, Landasan meditasi perlu dipahami sebelum praktik view, supaya bisa praktik. Eee... Satu; ya wajar to, kamu mau melakukan sesuatu kan mestinya ngerti teorine sikik, ngerti teknike. Misale kamu mau mengoperasikan mobil, ideale kamu ya tahu sedikit manualnya, pernah baca manualnya... atau mengoperasikan handphone, sedikit banyak kamu belajar soal manualnya, kaidah- kaidahnya, perawatannya, fungsi-fungsinya untuk apa, cara pengoperasiannya yang benar gimana. Nah, itu adalah suatu hal yang wajar kita perlu tahu itu. Sedikit, paling enggak. 71 Dengan pemahaman yang jelas, orang akan mampu mengatasi hal-hal di hidupnya Dua; saya mau ngutip kata- katanya Nietzsche yang dikutip oleh satu psikoterapis terkemuka, Viktor Frankl: orang yang paham akan why, kenapa, maksude kenapa dia melakukan sesuatu, dia akan mampu menanggung any how. Orang yang paham kenapa atau punya alasan yang jelas untuk melakukan sesuatu, dia akan mampu menanggung situasi yang seperti apapun, kalau dia punya alasan yang jelas. Ya, saya pikir itulah. Segala hal di hidup dapat dipahami dengan adanya pemahaman 72 Meditasi membuat A lebih menyadari pikiran dan gerak pikirannya Oke... dan kemudian tadi bapak juga bilang setelah kira-kira lima tahun, meditasi mempengaruhi life style. Life style jadi lebih teratur... dan itu otomatis ya? Kemudian, dalam life style itu... Efek psikologis juga, maksudnya Pikiran menjadi lebih aware kita jadi lebih... yang paling utama, lebih mindful, lebih awas terhadap reaksi-reaksi batin kita sendiri. Kita menjadi lebih awas terhadap pikiran kita sendiri, terhadap gerak pikiran kita sendiri. 73 Beberapa kebiasaan mental yang buruk berkurang Kemudian, beberapa kebiasaan buruk susut atau tersembuhkan. Beberapa kebiasaan mental yang buruk susut atau tersembuhkan. Tidak mudah jengkel 74 Meditasi membuat A lebih menyadari pikiran dan gerak pikirannya Jadi yang pertama tadi lebih awas terhadap reaksi-reaksi pikiran, terhadap gerak pikiran kita sendiri. Pikiran menjadi lebih aware 75 Beberapa kebiasaan mental yang buruk berkurang Dua; kebiasaan buruk mental susut atau bahkan tersembuhkan. Tidak mudah jengkel 76 Meditasi membuat A tidak larut dalam pikirannya sendiri Yang ketiga; eee... dengan demikian kita menjadi semakin “tidak percaya” dalam tanda kutip. Tidak percaya pada pikiran kita sendiri. Skeptis? Ya, Anda boleh sebut skeptis... tidak mudah dikecoh oleh pikiran kita sendiri. Jadi kalau pikiran kita muni “sikat”, “eh, sik, sik... didelok sik, ojo kesusu”. Atau “Oh, si anu kae ngene”, “sik, sik”. Itu... atau misale “oh, kae ngene”, “oh yo? Tenane?” Jadi tidak langsung “si anu kae ngene...”, “ oh iyo Aku ngerti Mesti ngene...”, enggak. Jadi lebih awas, lebih... tiga hal itu lah. Lebih terkendali 77 Dulu, A sering mudah merasa jengkel dalam menghadapi hal-hal di lingkungannya Lha nek njenengan tanya contohnya, gampang. Misale contoh sederhana yang sering saya pakai: nyupir mobil, berkendara. Pertama; saya dulu punya kebiasaan Mudah merasa jengkel dan itu lazim di lingkungan saya, kawan-kawan atau sedulur, atau di lingkungan saya. Punya kebiasaan, misale lihat orang naik kendaraan ugal-ugalan, ngebut... tidak harus ugal- ugalan, pokoke ngebut atau berisik, bising. Itu timbul jengkel langsung. 78 Dulu, rasa jengkel yang dirasakan A dapat berubah menjadi perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain secara otomatis Jengkel, setelah jengkel, timbul niat buruk, bahkan mungkin tindakan buruk. Jadi, jengkel, terus timbul niat buruk, terus mungkin sampai terjadi ucapan atau tindakan buruk. Buruk di sini jangan diartikan sebagai dosa. Buruk artinya tidak sehat, yang merugikan diri sendiri, maupun orang lain. Nah, contohne misale gini... Kita duduk-duduk di sini deh, terus di luar ada orang naik sepeda motor ngebut, berisik. “wreeeeeng, wreeeeeng, wreeeeeng”. Di dalam sini, pikiran, langsung jengkel. Terus langsung timbul niat buruk. “Nabrak o, nabrak o”. Terus misalnya saya kedengaran, “wreeeeeng, wreeeeweeeeng... ciiiiiit, dueeeees”, “sukur”, saya bilang. Itu otomatis, gitu lho. Itu reaksi otomatis yang... kebiasaan saya begitu. Tidak adanya kendali atas pikiran 79 A hidup dalam lingkungan yang terbiasa merespons hal-hal secara reaktif Dan itu lazim. Teman-teman saya, sedulur saya juga begitu, masyarakat saya, tempat saya dibesarkan, itu polanya ya begitu. Hidup dalam lingkungan yang reaktif 80 Setelah belajar meditasi, A belajar Nah, setelah saya belajar meditasi, perlahan-lahan Lebih terkendali untuk mengatur pola pikir dan sikapnya saya belajar untuk... karena paham mana yang sehat, mana yang eee... kalau Bahasa Inggrisnya bukan sekedar healthy, tapi wholesome. Wholesome versus unwholesome. Wholesome tu bajik, sehat. Nek panjenengan tahu makanan sehat, misale beras brown rice itu whole grain. Atau kalau roti sing kasar kae, whole bread. Jadi whole ki utuh... apik, sehat lah. Nah, saya mencoba untuk meng-adjust pola pikir, sikap saya... dan ini memerlukan praktik. Misale sekarang dengar “wreeeeeng wreeeeweeeeng”, pertama- tama saya, “oh iyo, ono jengkel”. Timbul rasa enggak enak. Saya tidak menekan, tapi juga tidak menolak, tapi juga tidak menuruti, gitu lho. Tidak nuruti jadi “nabrak o...”, gitu, ora. Jengkel atau enggak enak, ini enggak enak... Soal tindakan itu ‘kan keputusane nang tanganku. Respons saya terhadap jengkel ‘kan di tangan saya. Saya sebenarnya berkuasa terhadap keputusan itu, gitu lho. Choice-nya di saya, decision-nya di saya. 81 Karena memiliki kendali atas pikiranya, intensi A berubah menjadi lebih positif Jengkel, ya ngerti jengkel, atau enggak enak lah, enggak sampai jengkel. Tapi terus, sing keluar adalah “mugo-mugo selamet”. Ada rasa harapan ojo ciloko lah, mugo-mugo selamet. Adanya intensi positif 82 Dulu, A tidak punya kendali atas pikiran negatifnya Terus bahkan kalau di jalan misalnya sudah gelap, malam, gitu. Misalnya dari belakang, dari sebelah ada orang ngebut... Mungkin lampunya enggak terang dia. Terus saya lihat di depan, jauh di sana ada orang nyebrang, atau becak nyebrang. Nek mbiyen, “jarne, mugo-mugo nabrak o”. Tidak adanya kendali atas pikiran 83 Sikap A berubah menjadi lebih positif dengan adanya intensi positif Kalau sekarang, saya tahu, dari jauh ada orang nyalip, ngebut, lampunya dia enggak terang, cepat-cepat saya dim lampu mobil saya. Saya dim, mugo-mugo yang sana juga lihat bahwa ini ada orang ngebut, yang ngebut pun juga jadi lihat, ada orang nyebrang. Itu wis otomatis. Saya akan begitu otomatis. Adanya intensi positif 84 Setelah praktik meditasi, A merasa lebih nyaman atas dirinya Nah, itu setelah dipraktikkan sekian bulan, itu cukup bulanan aja. Jadi lebih sehat ya, lebih nyaman gitu lho. Tubuh menjadi lebih nyaman 85 Setelah praktik meditasi, A merasa hampir tidak pernah merasa jengkel Enggak gampang jengkel saya. Atau bahkan sekarang wis, disalip wong, ngono kui, saya di jalan nyaris enggak pernah jengkel. Ada orang motong, aku nyaris enggak pernah jengkel. Tidak mudah jengkel 86 Setelah praktik meditasi, A merasa lebih sering mendapat perlakuan positif dari orang lain Terus, eee... Lucunya, paradoksnya, pengalaman bagus terjadi. Misale, si Yoko kadang suka tanya saya, “Koe nek nyupir kok sering dikeki dalan karo wong yo?” Aku yo enggak tahu, gitu loh. Maksudnya, kalau saya nyebrang, aku enggak pernah tergesa-gesa ngerebut jalan, gitu, enggak. Adanya perlakukan positif dari orang lain Santai wae lah. Kalau diberi jalan ya syukur... Bukan malas ya, tapi tidak berusaha menyerobot. Nah, sering kali kok malah dikeki dalan. Berulang kali. Sangat sering. 87 Dulu, A sering merasa tergesa- gesa, saling berebut dengan orang lain Dan di jaman dahulu, sebelum saya latihan meditasi, rasanya aku kok enggak pernah ingat ya aku dikeki dalan karo wong. Rasanya saya mau berebut saja, mau serobot-serobotan. Sering tergesa-gesa 88 Setelah praktik meditasi, A merasa lebih sering mendapat perlakuan positif dari orang lain Sekarang sering sekali saya jalan, dikasih jalan sama orang. Mau jalan, diberi jalan lebih dulu. Adanya perlakukan positif dari orang lain 89 Dulu, A sering merasa tergesa- gesa, saling berebut dengan orang lain Nah, di rumah saya, Jambon, jalannya kecil. Orang suka bilang, sedulur- sedulur suka bilang “omahmu ra enak, dalane cilik. Nek mlebu, lewat, ora enak, dalane cilik”. Saya enggak pernah ada masalah di situ. Nyaris enggak pernah ada masalah. Karena setiap kali saya masuk jalan itu, mungkin karena saya hapal rumah saya sendiri. Tahu mana celah-celah yang saya bisa minggir. Kalau ada lihat orang dari jauh, nek jaman dulu cepet-cepetan, rebutan dalan. Sering tergesa-gesa 90 Setelah praktik meditasi, A lebih sering memberi kesempatan kepada orang lain terlebih dahulu Sekarang enggak. Kalau saya lihat, saya akan kasih jalan kalau dia lewat dulu. Saya akan cari celah untuk menepi. Minggir, agar lawan saya bisa lewat lebih dulu. Lebih dapat menerima 91 A merasa, dengan kondisi rileks ternyata bisa Nah, lucunya, apakah karena hawanya, atau gelagatnya itu... lawan kita itu mungkin Orang lain menjadi lebih rileks membuat orang lain menjadi lebih rileks juga bisa merasakan situasi emosi kita, gerak supir kita sing biyayakan atau rileks, itu mungkin lawan kita itu bisa nyetrum, bisa terasa. Lucunya, dia juga jadi rileks, gitu lho. Kalau kita beri jalan, dia juga lebih rileks, lebih santai, enggak berebut jarak. Saya ketemu sampai orang yang gelap mata jadi jarang, gitu lho. Sering kali dia juga jadi rileks. Dia juga kasih jalan ke kita, gitu lho. Itu menurutku contoh sederhana sing fenomenal. 92 Setelah praktik meditasi, A dapat melihat suatu fenomena dengan lebih jelas Di traffic light, misalnya. Misalnya, tempatnya ramai... Ini hijau, kurang mungkin lima, empat, tiga, dua, satu... Sebenarnya saya masih punya kesempatan untuk lewat. Tapi saya lihat, di perempatan tersebut padat. Kalaupun saya lewat, wong aku yo ra iso bablas, malah mandek nang tengah- tengah. Saya akan mengganggu arus yang bersilangan. Aku weruh ijone isih tiga, dua, satu... ‘kan aku lewat donge iso. Tapi ini, mobil ini merayap pelan di traffic ini. Nek aku melu njujul neng kene, iki engko nek misale giliran kene ijo, ini saya bakal nutup-nutupi, gitu lho. Walaupun secara hukum aku enggak salah. Wis lewat iki. Posisinya aku melewati traffic dalam kondisi hijau. Tapi nek tak lewatkan, aku bakal nutup-nutupi traffic yang di sini. Pikiran menjadi lebih aware 93 A menjadi lebih santai, tidak tergesa-gesa Saya pilih berhenti. Dengan demikian, dia lancar. Wong aku yo ngopo to, cepet-cepet nyemplung, blung, tetep harus nunggu. Jadi, saya pilih berhenti. Saya pilih berhenti walaupun kurang satu, dua, tiga detik. Itu kok, eee.... Lebih tenang 94 A merasa, dengan kondisi rileks ternyata bisa membuat orang lain menjadi lebih rileks juga ya poinnya saya mau bilang lawan kita tu keroso. Dia jadi lebih tenang, enggak biyayakan, enggak panik. Kalau itu cukup latihan bulanan, enggak usah tahunan. Orang lain menjadi lebih rileks 95 Dengan meditasi, A menjadi lebih toleran Oke. Jadi tadi kalau saya bisa simpulkan, efek dari meditasi yang bapak lakukan, yang pertama di faktor pikiran, jadi lebih awas, terus lebih mindful, terhadap pikiran-pikiran yang muncul. Terus kemudian, dari aspek emosi, jadi lebih sabar, terus lebih sering dalam tanda kutip “ngalah”... Ya, lebih toleran. Tidak harus ngalah. Luwih jembar lah, luwih toleran. Luwih perspektif mungkin, luwih toleran, Lebih dapat menerima 96 Meditasi membuat A menjadi lebih sadar, lebih aware terhadap dirinya ngerti kapan harus bertindak, enggak gelap mata, gitu. Jarang sampai lost, gelap gitu, jarang. Lebih aware 97 Dalam mempelajari meditasi, A sekaligus mempelajari etika, metode, dan nilai- nilai kebijaksanaan dari meditasi ...dan yang ingin saya tanyakan itu, bagaimana meditasi bisa mempengaruhi sampai seperti itu? Dari aspek pikiran dan perasaan. Jadi, gini... yang disebut meditasi itu terdiri dari tiga training atau tiga studi: sila, Mempelajari etika, metode, dan nilai-nilai kebijaksanaan dari meditasi samadhi, prajna. Sila ini ethic. Samadhi itu adalah training-nya meditasi itu sendiri. Semacam nganune... kita mengerjakan suatu praktik... ada suatu metode yang harus kita kerjakan. Prajna ini adalah wisdom. 98 Dalam belajar meditasi, A juga belajar etika; cara hidup yang baik Nah, misalnya ethic. Tadi saya sudah cerita soal ethic atau etika. Etikanya jelas. Urip sing bajik, dan seterusnya. Itu menguntungkan bagi kita. Sori, etika tu jelas, bajik. Mempelajari etika 99 Pengertian tentang etika adalah kebijaksanaan Tapi pengertian bahwa etika tu mengungtungkan bagi kita dan seterusnya, itu adalah satu wisdom. Pengertian tentang etika adalah kebijaksanaan 100 Praktik meditasi yang dilakukan A didasari oleh gaya hidup yang baik Jadi, meditasi ki mestinya dilandasi etika uripe, urip sing bajik, terus lakukan olah pikiran, terus di-guide, dipandu oleh wisdom, pengertian, kecerdasan, intelijen, dan seterusnya. Hidup menjadi lebih teratur 101 Latihan meditasi mengubah intensi A menjadi lebih positif Nah, kalau yang bajik, tadi saya sudah cerita. Aku pilih ketimbang ngojeke “nabrak o”, aku pilih “mugo-mugo selamet”. Itu yang bajik. Itu juga menyangkut training. Training merubah dari “nabrak o”, di-switch jadi “mugo-mugo selamet”. Itu training pikiran. Itu menyangkut transformasi, menyangkut training. Tapi nek sing jawaban sing simple, sori, aku mbalik... dari “mugo-mugo nabrak o”, jadi “mugo-mugo selamet”... ini landasannya adalah kebajikan, tindakan ini bajik. Terus yang kita lakukan ini adalah teknik Adanya intensi positif meditasi sebenernya. Ini kan termasuk teknik meditasi, artinya ada change, switch, dari “nabrak o”, “mugo- mugo selamet”. 102 Meditasi membuat fisik A terasa lebih nyaman Nah, terus, hasilnya juga Anda bisa lihat, “weh, ternyata kok yo luwih penak yo ning awak”, itu wisdom. Tubuh menjadi lebih nyaman 103 Meditasi membuat pikiran A menjadi lebih jernih Anda bisa melihat “kok aku dadi luwih jembar yo? Luwih jernih yo?” Pikiran menjadi lebih aware 104 Dengan belajar meditasi, A belajar untuk memfouskan perhatiannya pada momen di sini- sekarang here and now Tapi ini contoh kedua yang menurut aku luwih simple. Bagaimana meditasi kok bisa ngefek, misale luwih sabar, atau lebih awas, gampangane ngene... Teknik meditasi ki misale obyeke memperhatikan rasa tubuh yang sedang duduk di sini-sekarang. Sadar bahwa tubuh ini sedang duduk di sini-sekarang. Menyadari, memperhatikan, merasakan tubuh kita ini yang sedang duduk di ruangan ini, di sini, sekarang. Katakanlah kita meditasi formal. Aku lingguh neng kene mungkin 20 menit. Mungkin pikiran grambyang, mengembara. “Aduh, urusan proyek urung beres... Tagihane urung beres. Eh, sik... Aku saiki meh meditasi”. Kita sudah sepakat, commit ke diri sendiri, 20 menit atau 30 menit, aku wis tekade seko setengah tiga sampai jam tiga ini mau meditasi. “Relakanlah, sing urusan kantor kuwi sementara relakan. 30 menit wae, atau 15 menit... urusan kantor, rileks... kembali di sini- Fokus pada momen here and now sekarang... tubuh sedang duduk”, atau “wah, kemarin... kembali ke tubuh sedang duduk, rasanya gimana...” Nah, pada saat kita ngalami satu aksi tersebut, misale “eh, nang kene urung beres. Iki nang kene ono opo? Ra ono opo- opo, ‘kan awak lagi lingguh”. 105 Dengan latihan meditasi, A menyadari bahwa pikiran adalah hal yang tidak bisa diandalkan Pada saat itu juga Anda menyaksikan dan mengalami sendiri bahwa pikiran ini ilusi, gitu lho. Tidak bisa diandalkan, nggugu karepe dewe. Wong tekade, komitmene meh meditasi 30 menit di sini kok. Iki kok mlayu karepe dewe, ngono lho. Jadi Anda akan menyaksikan betapa unreliable-nya si pikiran kita sendiri Wasapda terhadap pikiran 106 Meditasi membuat adanya kendali atas pikiran sehingga semakin dilatih, Anda semakin tidak gampang percaya. Ketika dia mau begini, “yo sikik, iki saiki karepku ngopo neng kene”. Itu penjelasan, kenapa kok bisa ngefek. Lebih terkendali 107 Sikap yang positif membuat badan menjadi lebih rileks Bapak tadi juga bilang, meditasi membuat badan jadi lebih sehat ya? Bisa dijelaskan bagaimana maksudnya? Satu; yo nek contoh tadi saya bilang “mugo-mugo selamet”, itu kan neng awak yo luwih penak to? Lebih rileks. Nek Anda “modyar o”, dari ekspresi saja Anda sudah bisa lihat ini orang jadi lebih tegang, jengkel... Ketika “mugo-mugo selamet” kan ekspresi wajahnya saja Anda Tubuh menjadi lebih rileks sudah bisa lihat bahwa luwih kepenak neng awak. Itu satu. 108 Dengan gaya hidup yang lebih sehat, fisik menjadi lebih sehat Ya, plus yang lain-lain, maksudnya, pola kita, jadwal hidup kita, respons- respons kita terhadap orang lain, lingkungan, dan seterusnya lebih baik lah, lebih sehat. Tubuh menjadi lebih sehat 109 Sesudah belajar meditasi, A merasa memiliki lebih banyak perspektif dan lebih realistis Oke... dan tadi bapak bilang, sebelum praktik meditasi, hal-hal seperti tujuan hidup, dan pondasi hidup itu sebelum praktik meditasi ya? Kemudian sesudah praktik meditasi, apakah ada perubahan terhadap fondasi itu, atau mungkin ada perkembangan? Adjustment saja, tapi enggak ada perubahan. Adjustment itu, ibarate eee... saya mau pergi ke kantor Perusahaan A, katanya di Jakarta. Setelah sampai di Jakarta saya baru tahu rupanya dia bukan di Jakarta, tapi di Tangerang. Setelah saya sampai di Tangerang saya baru tahu rupanya itu bukan kantor A, tapi lebih tepatnya anak perusahaane. Kira-kira begitu. Jadi, apa yang kita tuju mungkin tidak berubah, tapi gambare mungkin agak berubah, perspektifnya lebih kaya, lebih realistik. Mungkin kalau dulu kita agak romantik, rodo naif. Dalam perjalanan kita jadi lebih realistik. Lebih realistis 110 Sesudah belajar meditasi, A merasa lebih sehat Bagaimana dengan tujuan hidup? Ya, sama... kalau seorang meditator ya disebutnya ya tujuannya Adanya tujuan hidup untuk mengalami transformasi batin mencapai pencerahan... atau pencerahan yang mendalam. Mungkin yang lebih cocok saya mau bilang transformasi batin... menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih cerdas, lebih realistik. 111 Bagi A, kebahagiaan adalah kemampuan batin untuk melihat segala sesuatu sebagaimana sebenarnya, tidak kurang, tidak lebih tambahan Kebahagiaan itu adalah kemampuan batin kita untuk melihat segala sesuatu sebagaimana sebenarnya. Kebahagiaan itu misalnya sekarang... keberadaannya ya begini. Ini tidak kurang, tidak lebih, gitu. Tidak ada yang kurang, tidak ada yang kelebihan. Kalau kita bilang ada yang lebih, ada yang kurang... Pikiran kita itu sudah tidak sebagaimana adanya. Pikiran kita sudah lari. “Oh, alangkah baiknya kalau ada A.C. Alangkah baiknya kalau ada lotek”. Itu kan pikiran kita sudah ke mana- mana Kebahagiaan dicapai dengan menerima realitas sebagaimana adanya TEMA-TEMA RESPONDEN II A A. Adanya kehampaan dalam diri 1. Tidak adanya kendali pikiran 2. Tergesa-gesa 3. Jengkel 4. Tidak bahagia 5. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup

B. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness