mudah untuk disadari. Kesadaran yang terhanyut dalam aliran pikiran juga dapat kembali diarahkan kepada obyek meditasi misalnya napas tanpa
reaksi negatif sehingga kemunculan pemikiran-pemikiran negatif dapat dicegah.
3. Perubahan yang berangsur terjadi sesudah mempraktikkan meditasi mindfulness
Praktik meditasi mindfulness secara berlanjut dan berkepanjangan yang dilakukan oleh meditator mendatangkan pengaruh positif terhadap
pikiran. Dengan berlatih menerima diri saat mempraktikkan meditasi mindfulness, pikiran menjadi lebih relaks. Hal ini konsisten dengan
penjelasan Grabovac dalam BPM 2011. Efek relaksasi dalam pikiran ternyata juga dirasakan pada tubuh meditator secara otomatis sehingga para
meditator merasa tubuh mereka menjadi lebih sehat dan nyaman. Para meditator dapat merasakan manfaat meditasi
mindfulness terhadap
kesehatan fisik karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kabat- Zinn 2001, meditasi mindfulness dapat meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga tubuh menjadi lebih sehat. Menurut Baer 2003, meskipun praktik mindfulness memberi pengaruh relaksasi, tujuan dari mindfulness bukanlah
relaksasi. Dengan pikiran yang lebih relaks, para meditator dapar berpikir
dengan lebih fleksibel. Grabovac et al. 2011 menjelaskan bahwa selain dengan kemampuan untuk menerima diri, fleksibilitas pikiran juga
berkontribusi pada kemampuan untuk menyadari sensasi-sensasi serta segala hal yang terjadi di pikiran. Dengan kata lain, pikiran yang fleksibel
membuat para meditator menjadi lebih aware. Penelitian yang dilakukan oleh Coffey dan Hartman 2008 juga menemukan bahwa meditasi
mindfulness dapat meningkatkan awareness. Menurut Perls dalam Schultz, 1998, fleksibilitas ini tidak hanya berkembang karena kemampuan untuk
menerima diri, tetapi juga karena kemampuan untuk fokus pada momen here and now. Dengan fokus pada momen saat ini, para meditator menjadi
lebih terbuka terhadap lingkungan dan diri. Oleh karena itu, fleksibilitas ini dapat membantu meditator untuk berkembang secara lebih adaptif.
Para meditator juga mengalami perubahan sikap. Karena lebih dapat menyadari dan menerima segala hal yang terjadi di pikiran, sikap para
meditator menjadi lebih terkendali. Hal ini konsisten dengan penjelasan dalam BPM Grabovac et al., 2011 yang menyebutkan bahwa pengendalian
perilaku behavioral self-regulation merupakan hasil dari proses pengamatan dan penerimaan terhadap hal-hal yang terjadi di pikiran.
Dengan adanya pengendalian diri, gaya hidup para meditator menjadi lebih teratur.
Praktik meditasi mindfulness yang dijalani oleh para meditator mendorong hilangnya rasa jengkel yang dahulu dapat melanda. Secara
umum, praktik meditasi mindfulness memang dapat mengurangi afek negatif yang muncul dalam diri Collard et al., 2008. Coffey et al. 2008 juga
menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat mindfulness seseorang, maka semakin tinggi pula kemampuannya untuk mengelola emosi-emosi negatif.
Sikap yang lebih adaptif juga nampak dalam kemampuan untuk lebih menerima. Penelitian yang dilakukan oleh Baer 2003 menunjukkan bahwa
mempraktikkan meditasi mindfulness memang terbukti dapat meningkatkan kemampuan untuk menerima. Menurut Kabat-Zinn 2003, penerimaan
adalah landasan dari meditasi mindfulness. Karena para meditator menjadi lebih dapat menerima, maka mereka tidak terhanyut dalam kelekatan
maupun aversi. Dalam BPM Grabovac et al., 2011, kondisi ini disebut sebagai a balanced state of mind atau pikiran yang seimbang. Dengan
demikian, para meditator cenderung tidak memiliki kebutuhan akan banyak hal serta menjadi lebih mandiri di dalam kehidupan mereka.
Sikap yang lebih adaptif dalam diri para meditator juga memunculkan intensi yang lebih positif. Dengan adanya intensi positif
tersebut, orang lain yang berada di sekitar para meditator juga memunculkan sikap positif. Karena belum adanya referensi dari penelitian maupun sumber
empiris lain, maka hal ini perlu diperiksa keakuratannya pada penelitian- penelitian selanjutnya.
Para meditator menghayati fleksibilitas yang didapat dari mempraktikkan meditasi mindfulness sebagai tujuan hidup mereka.
Meditator juga memiliki tujuan hidup untuk mengalami trasformasi batin. Dalam BPM Grabovac et al., 2011, transformasi batin memang merupakan
tujuan dari praktik meditasi mindfulness. Transformasi batin dalam BPM
dijelaskan sebagai perubahan permanen dan radikal dalam persepsi yang dapat menghentikan proses identifikasi terhadap hal-hal di pikiran.
Transformasi batin dalam konteks ini juga terkadang disebut sebagai pencerahan atau enlightenment. Selain fleksibilitas dalam hidup dan
transformasi batin, para meditator juga menghayati kebahagiaan sebagai hal yang dituju, tentunya dengan pemaknaan yang spesifik berdasarkan
pengalaman mereka dalam menjalani praktik meditasi mindfulness. Melalui praktik meditasi mindfulness yang dijalani, para meditator
memaknai kebahagiaan dari beberapa sisi. Kebahagiaan dimaknai sebagai kondisi yang berada di pikiran. Karena berada di pikiran, maka kebahagiaan
tidak dapat dipenuhi oleh hal-hal eksternal. Dengan demikian, cara untuk mencapai kebahagiaan adalah melalui melatih pikiran, yaitu dengan
meditasi mindfulness. Grabovac et al. 2011 dalam BPM menjelaskan, pemahaman yang didapat melalui praktik ini dimaknai oleh para meditator
karena para meditator menyadari bahwa kelekatan mengejar kenikmatan, usaha memenuhi keinginan maupun aversi menghindari penderitaan tidak
dapat mendatangkan kebahagiaan karena sifatnya yang tidak permanen dan segala hal di pikiran hanyalah fenomena sensoris, bukan bagian dari diri.
Kebahagiaan juga dimaknai para meditator sebagai kondisi ketika individu dapat menerima realitas seutuhnya. Penerimaan seutuhnya terhadap
realitas dihayati oleh para meditator sebagai kondisi ketika individu tidak memiliki kelekatan maupun aversi, benar-benar berada pada momen saat
ini. Hal ini juga dimaknai para meditator sebagai kondisi ketika individu
tidak lagi memiliki kebutuhan dan dapat merasa nyaman dengan diri sehingga dapat menjalani kehidupan yang seimbang. Menurut Baumgardner
dan Crothers 2009, kebahagiaan seperti ini dapat dikategorikan sebagai kebahagiaan yang eudaimonis.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat dilihat bahwa praktik meditasi mindfulness yang dijalani para meditator nampak
mentranformasikan pemaknaan kebahagiaan. Kebahagiaan yang dahulu berorientasi pada kondisi mengejar dan mempertahankan sesuatu
berkembang menjadi kebahagiaan yang berorientasi pada penerimaan realitas dalam momen saat ini. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mogilner et al. 2011 yang menyebutkan bahwa memfokuskan diri pada momen saat ini dapat mengubah pemaknaan
kebahagiaan pada subyek dari kelompok usia muda menjadi kebahagiaan yang juga berorientasi pada momen saat ini, seperti makna kebahagiaan
pada subyek dari kelompok usia lebih tua. Meskipun dapat dilihat bahwa tejadi pergeseran pemaknaan kebahagiaan, penelitian ini belum dapat
menjelaskan apakah pergeseran ini terjadi karena praktik meditasi mindfulness yang dijalani oleh para meditator atau karena usia mereka
semata. Untuk itu, penelitian-penelitian selanjutnya perlu membandingkan pemaknaan kebahagiaan di antara kelompok meditator dari kelompok usia
yang berbeda.
Skema 1. Peran meditasi mindfulness terhadap pemaknaan kebahagiaan
Kondisi Sebelum Praktik
Tidak memiliki kendali atas pikiran Tergesa-gesa dan jengkel
Mudah panik dan tenggelam dalam masalah
Tidak bahagia Mencari pemenuhan dari hal-hal
eksternal Butuh fondasi hidup
Praktik Mindfulness
Pengamatan terhadap pikiran Konsentrasi terus menerus
Fokus pada napas Fokus pada here and now
Menerima diri
Kondisi Sesudah Praktik
Pikiran relaks lebih fleksibel
lebih aware Tubuh relaks
lebih sehat dan nyaman Sikap lebih menerima
lebih terkendali Intensi positif pada diri
Intensi positif dari orang lain
Makna Sebelum Praktik
Kebahagiaan = Mengejar dan
mempertahankan sesuatu
Makna Sesudah Praktik
Kebahagiaan = Ada di pikiran
dicapai dengan melatih pikiran
Tidak dipenuhi oleh hal eksternal Menerima realitas seutuhnya
Tidak memiliki kebutuhan Nyaman dengan diri
Keterangan: Hubungan kausalitas
Hubungan timbal-balik Kondisi meditator
Praktik mindfulness Makna Kebahagiaan
Proses perubahan makna Proses perubahan kondisi
meditator
91
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pemaknaan kebahagiaan mengalami perubahan setelah praktik meditasi
mindfulness. Perubahan dalam pemaknaan kebahagiaan tersebut dapat tercapai melalui mekanisme yang terjadi pada saat mempraktikkan meditasi
mindfulness. Melalui praktik meditasi mindfulness, para meditator belajar untuk tidak melekat pada pikirannya melalui pengamatan terhadap pikiran
yang terus mengalir, memfokuskan perhatian pada kualitas napas, serta menerima diri dan momen saat ini seutuhnya. Dengan dilakukannya hal ini,
pikiran dan sikap berkembang menjadi lebih adaptif. Selain itu, praktik meditasi mindfulness juga memberi pengaruh positif terhadap tubuh.
Sebelum mempraktikkan meditasi mindfulness, para meditator memiliki kecenderungan untuk memaknai kebahagiaan sebagai kondisi yang dicapai
ketika dapat mengejar dan mempertahankan sesuatu. Sesudah menjalani praktik meditasi mindfulness, secara berangsur kebahagiaan mengalami
pergeseran makna. Karena berorientasi pada momen saat ini, kebahagiaan dimaknai sebagai kondisi ketika individu dapat menerima realitas yang ada
pada momen saat ini sebagaimana adanya. Dari hasil yang didapat tidak ditemukan adanya perbedaan mengenai
mekanisme yang dijelaskan dalam BPM dengan pengalaman dari reponden