Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

PENGGUNAAN ARCH/GARCH DALAM PENANGANAN
HETEROSKEDASTISITAS RAGAM SISAAN
(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

SITI HASANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan
ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi
Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Siti Hasanah
NIM G14100015

ABSTRAK
SITI HASANAH. Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan
Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun
Kalijati). Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan DIAN KUSUMANINGRUM.
Pencatatan curah hujan yang telah dilakukan oleh BMKG termasuk dalam
data deret waktu karena data diamati berdasarkan interval waktu yang sama.
Permasalahan seperti korelasi serial, ketidakstasioneran pada data baik dalam
ragam dan nilai tengah, serta adanya heteroskedastisitas sisaan dari model ARIMA
sering ditemukan terutama pada data curah hujan yang sangat fluktuatif.
Ketidakstasioneran dalam ragam mengakibatkan terjadinya heteroskedastisitas
ragam sisaan pada model ARIMA sehingga diperlukan model ARCH/GARCH
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Data curah hujan bulanan
Kabupaten Subang pada Stasiun Kalijati dari tahun 1991 hingga 2012 adalah data
yang tidak stasioner dalam ragam. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan

metode ARCH/GARCH untuk menangani heteroskedastisitas ragam sisaan yang
terdapat pada model ARIMA dari data tersebut. Pemodelan ragam sisaan dengan
ARCH/GARCH menghasilkan nilai MAD yang lebih kecil dibandingkan dengan
pemodelan ARIMA. ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) adalah model
simultan terbaik yang tidak mengandung heteroskedastisitas pada ragam sisaannya.
Peramalan dengan model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) menunjukkan
rata-rata curah hujan per bulan untuk tahun 2013 adalah 279 mm dengan puncak
curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari 2013 sebesar 454 mm.
Kata kunci: ARCH, ARIMA, GARCH

ABSTRACT
SITI HASANAH. The use of ARCH/GARCH to Handle Heteroscedasticity
in the Residual Variance (Case Study: Monthly Rainfall of Kalijati Station).
Supervised by ANANG KURNIA and DIAN KUSUMANINGRUM.
Rainfall data collected by BMKG are classified as time series data because
the data is observed in the same time interval. Some problems such as serial
correlation, nonstationarity in variance and mean of the data, and heteroscedasticity
in the residual of the ARIMA model are frequently found particularly in the
fluctuated rainfall data. The nonstationarity of variance can cause variance
heteroscedasticity in ARIMA model, therefore a more sufficient ARCH/GARCH

model is needed to overcome this problem. The variance of the monthly rainfall
data in Kalijati Station from 1991 to 2012 was not stationary. Therefore this study
used ARCH/GARCH method to handle heteroscedasticity problem which was
found in ARIMA model of the rainfall data. Modeling the residual variance using
ARCH/GARCH method obtained a smaller MAD value than ARIMA modeling.
ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) was the best simultaneous model which
did not contain heteroscedasticity in the residual variance. The ARIMA (0,1,1) x
(0,1,1)12 – GARCH (1,1) model forecasted that the monthly rainfall average in 2013
year was 279 mm with the highest monthly rainfall occuring on January 2013,
which was 454 mm.
Keywords: ARCH, ARIMA, GARCH

PENGGUNAAN ARCH/GARCH DALAM PENANGANAN
HETEROSKEDASTISITAS RAGAM SISAAN
(Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)

SITI HASANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan Heteroskedastisitas
Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun Kalijati)
Nama
: Siti Hasanah
NIM
: G14100015

Disetujui oleh

Dr. Anang Kurnia, MSi

Pembimbing I

Dian Kusumaningrum, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Anang Kurnia, MSi
Ketua Departemen Statistika

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam Tugas Akhir ialah Penggunaan ARCH/GARCH dalam Penanganan
Heteroskedastisitas Ragam Sisaan (Studi Kasus: Curah Hujan Bulanan Stasiun
Kalijati).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Anang Kurnia dan Ibu Dian
Kusumaningrum selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian tugas
akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Statistika 47
atas kebersamaanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Siti Hasanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Peramalan Curah Hujan

2

Analisis Deret Waktu

4

ARIMA

4

Asumsi dalam ARIMA

5

ARCH / GARCH


6

Validasi Model

7

METODE

8

Data

8

Metode

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data


9
9

Pemodelan ARIMA

10

Pemodelan ARCH/GARCH

13

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15


Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kelayakan model
Tabel 2 ARCH LM Test

12
13

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Rata-rata jumlah curah hujan bulanan tahun 1991-2012
Gambar 2 Fluktuasi curah hujan bulanan
Gambar 3 Plot deret waktu data curah hujan
Gambar 4 Plot ACF dan PACF

9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses Pembentukan Model
Lampiran 2 Hasil Uji ADF
Lampiran 3 Signifikansi dugaan parameter model ARIMA
Lampiran 4 ACF dan PACF Sisaan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12
Lampiran 5 Hasil estimasi dugaan parameter model GARCH
Lampiran 6 Uji ARCH LM

17
18
18
18
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencatatan curah hujan yang dilakukan oleh BMKG termasuk dalam data
deret waktu. Hal tersebut dikarenakan data curah hujan diamati berdasarkan interval
waktu yang sama dan berurutan. Data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang
tercatat pada Stasiun Kalijati ditandai oleh fluktuasi yang tinggi pada musim
penghujan. Karakteristik lain dari data tersebut adalah terdapat perbedaan yang
signifikan pada jumlah curah hujan antar musim. Fluktuasi ekstrim pada musim
penghujan maupun kemarau dapat menyebabkan banjir maupun kekeringan.
Informasi mengenai besarnya curah hujan diperlukan untuk mengantisipasi efek
dari fluktuasi curah hujan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu model curah
hujan yang dapat memprediksi dan memberikan informasi mengenai besarnya
curah hujan pada waktu yang akan datang.
Data curah hujan dapat dimodelkan dengan model AR, MA, maupun
ARMA. Model tersebut dapat digunakan apabila data memenuhi asumsi
kestasioneran dalam nilai tengah dan ragam. Data yang tidak memenuhi asumsi
kestasioneran dalam nilai tengah dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Model
ARIMA menggunakan proses pembedaan pada data yang dapat menyebabkan data
menjadi stasioner dalam nilai tengah. Kelemahan pemodelan ARIMA adalah
terkadang tidak dapat mengakomodir adanya heteroskedastisitas sisaan yang
ditandai dengan adanya ketidakstasioneran dalam ragam. Ketidakstasioneran ragam
dapat menimbulkan adanya pelanggaran asumsi homoskedastisitas pada sisaan.
Homoskedastisitas adalah suatu asumsi yang menggambarkan keadaan sisaan yang
acak dan memiliki nilai ragam yang konstan, sedangkan heteroskedastisitas
menunjukkan adanya ragam sisaan yang berubah-ubah seiring dengan
bertambahnya amatan. Data curah hujan bulanan Stasiun Kalijati tahun 1991 hingga
2012 adalah data yang tidak stasioner dalam ragam sehingga jika dimodelkan
dengan ARIMA mengakibatkan terjadinya heteroskedastisitas pada ragam sisaanya.
Pelanggaran asumsi heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA
menyebabkan pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Hal ini dikarenakan
adanya penduga parameter lain yang memiliki nilai simpangan baku lebih kecil.
Oleh karena itu adanya heteroskedastisitas pada sisaan perlu diatasi agar pemodelan
yang dihasilkan memiliki penduga parameter yang efisien. Pemodelan yang lebih
kompleks dari model ARIMA diperlukan untuk mengatasi permasalahan
heteroskedastisitas pada sisaan. Pada tahun 1982 Robert Engle mengaplikasikan
metode pemodelan ragam sisaan ARCH/GARCH pada data keuangan. Metode
tersebut digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas sisaan yang
terdapat pada pemodelan data deret waktu dengan ARIMA. Menurut Harris dan
Sollis (2003), model ragam sisaan ARCH/GARCH dapat mengatasi permasalahan
seperti korelasi serial, ketidakstasioneran pada ragam, dan heteroskedastisitas pada
sisaan. Penelitian ini akan mengaplikasikan model ARCH/GARCH pada data curah
hujan. Model simultan ARIMA ARCH/GARCH diharapkan mampu mengatasi
masalah heteroskedastisitas sisaan dan ketidakstasioneran ragam yang terdapat
pada data sehingga hasil peramalan yang didapatkan akan lebih baik dan mendekati
data aktual.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Memodelkan data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang tercatat pada
Stasiun Kalijati menggunakan ARCH/GARCH untuk mengatasi
permasalahan data yang tidak stasioner dalam ragam dan mengalami
heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA.
2.
Melakukan peramalan hingga satu tahun berikutnya yaitu pada tahun 2013.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi adanya heteroskedastisitas ragam
sisaan pada model ARIMA dari data curah hujan. Hasil dari pemodelan dapat
digunakan oleh instansi untuk mengetahui pola dan besarnya curah hujan pada
tahun berikutnya, sehingga efek dari fluktuasi ekstrim curah hujan yang dapat
menyebabkan banjir atau kekeringan dapat diantisipasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Peramalan Curah Hujan
Penelitian mengenai peramalan curah hujan sudah banyak dilakukan untuk
berbagai kepentingan. Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan
permasalahan yang sering muncul pada data curah hujan. Peramalan curah hujan
untuk menganalisa periode banjir terdapat pada penelitian yang berjudul Aplikasi
Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan Harian (Tua 2014).
Penelitian ini menggunakan CPA untuk memprediksi titik-titik ekstrim perubahan
rata-rata curah hujan, kemudian pemodelan ARIMA digunakan untuk peramalan
curah hujan tersebut. Kejadian banjir besar Jakarta pada tahun 1996, 1999, 2002,
2007, dan 2008 terdeteksi oleh analisis CPA namun peramalan dengan metode
ARIMA belum memberikan hasil optimal. Hasil plot peramalan menunjukkan pola
yang konstan oleh karena itu titik ekstrim perubahan curah hujan belum bisa
diprediksi. Salah satu permasalahan yang sering muncul pada pemodelan data deret
waktu terutama pada data curah hujan adalah adanya pelanggaran asumsi
heteroskedastisitas pada ragam sisaan. Permasalahan ini dapat diatasi oleh
pemodelan ragam sisaan ARCH/GARCH. Aulia (2012) mengaplikasikan metode
tersebut pada penelitiannya yang berjudul Penerapan Model ARCH/GARCH pada
Data Perubahan Curah Hujan Harian di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat,
Periode 2010-2011. Hasil penelitian tersebut menunjukkan AR(1) adalah model
rataan terbaik namun bermasalah pada ragam sisaannya. AR(1)-GARCH(1,1)
adalah model simultan terbaik yang tidak dipengaruhi lagi oleh komponen ARCH.
Metode berbasis algoritma komputasi dapat pula dimanfaatkan untuk
peramalan curah hujan, salah satunya adalah model Jaringan Saraf Tiruan (JST).
Metode JST meniru struktur dan cara kerja otak untuk memproses data. Metode
JST memiliki kelebihan yaitu mampu menyelesaikan prediksi yang bersifat
nonlinier dan mampu mengatasi adanya data hilang. Penelitian mengenai

3
peramalan curah hujan dengan JST telah dilakukan oleh Sarwoko (2013). Penelitian
tersebut berjudul Pemodelan Prediksi Total Hujan pada Musim Hujan
Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan dan Support Vector Regression. Kelebihan
dari metode SVR adalah dapat mengatasi overfitting sehingga dapat menghasilkan
kinerja yang baik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kinerja SVR lebih baik
dibandingkan dengan kinerja JST dalam peramalan curah hujan.
Peramalan besarnya curah hujan dapat dipengaruhi oleh adanya peubah lain.
VAR (Vector Autoregressive) adalah metode yang dapat digunakan untuk
menentukan besarnya curah hujan karena adanya korelasi curah hujan antar stasiun
dalam satu wilayah. Pengembangan metode VAR yaitu dengan penambahan
peubah eksogen dinamakan metode VARX (Vector Autoregressive Exogenous).
Peubah eksogen yang dipilih adalah peubah yang paling berpengaruh terhadap
besarnya curah hujan. Penelitian mengenai VARX telah dilakukan Saputro (2012)
pada peramalan curah hujan Kabupaten Indramayu.
Besarnya curah hujan dapat diketahui dari data empirik berdasarkan
pengamatan dengan alat ukur hujan maupun dari data satelit. Data satelit dapat
menjadi solusi disaat peneliti ingin memperoleh data curah hujan pada wilayah
yang sangat luas dan tidak terjangkau oleh peralatan konvensional (Gunawan 2008).
Warawati (2013) telah melakukan kajian peramalan curah hujan berbasis data
satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Metode prediksi curah hujan
yang digunakan berbasis statistical downscalling yaitu Regresi Kuadrat Terkecil
Parsial (RKTP), Regresi Kuadrat Terkecil Terboboti (RKTT), dan Regresi
Komponen Utama (RKU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja RKU lebih
baik dibandingkan metode RKTP dan RKTT dalam memprediksi besarnya curah
hujan. Besarnya curah hujan sebagai peubah respon dapat dipengaruhi oleh banyak
peubah prediktor. Kendala yang sering muncul disaat peubah prediktor lebih dari
satu yaitu adanya multikolinearitas. Permasalahan multikolinearitas muncul ketika
peubah prediktor saling berkorelasi. Projection Pursuit Regression (PPR) adalah
salah satu metode yang dapat mengatasi multikolinearitas pada pemodelan curah
hujan berbasis statistical downscalling. Wigena (2006) telah menerapkan metode
PPR untuk peramalan curah hujan di daerah Indramayu. Hasil dari penelitian ini
adalah peramalan curah hujan dengan metode PPR lebih baik dibandingkan dengan
metode RKU.
Data curah hujan bulanan yang tercatat pada Stasiun Kalijati dari tahun 1991
hingga 2012 adalah data yang tidak stasioner dalam ragam sehingga jika
dimodelkan dengan ARIMA mengakibatkan terjadinya heteroskedastisitas pada
ragam sisaanya. Penelitian yang dilakukan oleh Aulia pada tahun 2012
membuktikan bahwa metode ARCH/GARCH mampu mengatasi permasalahan
heteroskedastisitas ragam sisaan pada model AR dari data perubahan curah hujan
harian. Oleh karena itu penelitian ini akan mengaplikasikan metode
ARCH/GARCH pada model ARIMA dari data curah hujan bulanan. Metode
ARCH/GARCH diharapkan mampu mengatasi adanya heteroskedastisitas ragam
sisaan pada model tersebut sehingga peramalan yang dihasilkan akan lebih baik
serta mendekati data aktual.

4
Analisis Deret Waktu
Data deret waktu adalah rangkaian data berupa nilai pengamatan yang
diukur selama kurun waktu tertentu dengan interval yang sama (Bowerman 1987).
Suatu data deret waktu dapat dimodelkan oleh pemodelan sederhana jika terdapat
kestasioneran nilai tengah dan ragam pada data tersebut. Namun kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa cukup sulit mendapatkan data yang stasioner dalam
ragam maupun nilai tengah. Bila asumsi kestasioneran tidak terpenuhi maka data
tersebut kurang tepat dimodelkan oleh pemodelan sederhana seperti AR, MA,
maupun ARMA. Data deret waktu yang stasioner dapat diramalkan hanya dengan
metode pemulusan sedangkan data yang tidak stasioner dimodelkan dengan metode
yang lebih kompleks.
Pola data deret waktu dapat berupa trend, siklis, horisontal, dan musiman.
Pola trend menunjukkan gerak data yang berkala pada waktu yang cukup panjang.
Gerak siklis terjadi berulang namun tidak periodik di sekitar garis trend yang
menunjukkan pola siklis. Bila data berfluktuasi di sekitar nilai tengah yang konstan
maka data tersebut berpola horisontal. Pola musiman menunjukkan gerak yang
lebih teratur dibanding pola siklis dan biasanya dipengaruhi oleh iklim dan
kebiasaan. Faktor musiman ini dapat terjadi jika terdapat pola prilaku yang sama,
berulang pada titik waktu tertentu (Cryer dan Chan 2008). Pola musiman ini dapat
terlihat pada plot Autocorrelation Function (ACF) maupun Partial Autocorrelation
Function (PACF) yang membentuk siklus pada data. Selain itu, ACF dan PACF
dapat digunakan untuk mengidentifikasi model dari data deret waktu. ACF adalah
sekumpulan nilai koefisien autokorelasi yang nilainya simetrik di sekitar nol
(Montgomery 1990). Nilai koefisien autokorelasi ini mengukur asosiasi perubahan
deret waktu dengan dirinya sendiri. Fungsi autokorelasi dapat dirumuskan sebagai
berikut:

rk =

∑nt=k+1 (Yt -Ȳ)(Yt-k -Ȳ)
∑nt=1 Yt -Ȳ

β

,

dengan rk adalah nilai autokorelasi pada lag ke-k, Yt adalah peubah bebas Y pada
waktu ke-t, Ȳ adalah nilai rataan Y, n adalah banyaknya amatan, k adalah
banyaknya lag yang diamati, dan t adalah waktu amatan (1,2,3,....n).
PACF dapat didefinisikan sebagai fungsi dari lag k dengan korelasi (Yt, Yt-k)
setelah pengaruh Y1, Y2, Yk-1 ditiadakan (Cryer dan Chan 2008). ACF dan PACF
dapat digunakan untuk mengidentifikasi model pada data deret waktu. Pemodelan
data deret waktu dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu pemodelan
deret waktu untuk data yang stasioner dan tidak stasioner. Model Autoregressive
AR(p), Moving Average MA(q), dan kombinasi keduanya, ARMA (p,q) dapat
digunakan untuk memodelkan data deret waktu yang stasioner. Autoregressive
Integrated Moving Average (ARIMA) adalah pemodelan untuk data deret waktu
yang tidak stasioner dalam nilai tengah.
ARIMA
ARIMA menggunakan proses pembedaan agar data stasioner dalam nilai
tengah. Model ARIMA terdiri atas gabungan model ARMA yang mengalami proses
pembedaan sebagai berikut:
Øp (B) (1-B)d Yt = Өq (B) εt

5
dengan Øp adalah parameter AR, Өq adalah parameter MA, d adalah lag pembedaan
unsur reguler, B adalah Backshift operator, dan εt adalah komponen acak ke-t.
Suatu model ARIMA dapat dipengaruhi oleh efek musiman sehingga model
yang terbentuk berpola musiman. Pola musiman akan memperlihatkan nilai ACF
yang nyata pada lag ke-k, lag ke- k+c, lag ke-k+2c dan seterusnya. Perumusan
model ARIMA musiman secara umum adalah sebagai berikut:
Øp (B)Φp (Bs ) Yt = Өq (B)Θq (Bs ) εt
proses pembedaan pada model menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Y = Өq (B)Θq (Bs ) εt
Øp (B)Φp (Bs )(1-B)d (1-B)D
s t
dengan s adalah periode musiman dan D adalah banyaknya pembedaan pada unsur
musiman. Proses mendapatkan model umum sama dengan proses generalisasi
rumus model ARIMA biasa.
Pemodelan dengan ARIMA disebut juga dengan pemodelan Box-Jenkins.
Langkah pertama dalam pemodelan dengan Box-Jenkins adalah mengidentifikasi
data melalui pola ACF dan PACF dari data lalu menentukan model tentatif. Model
tentatif yang nyata selanjutnya dievaluasi autokorelasi dan sisaanya (Montgomery
et al. 1990).
Asumsi dalam ARIMA
Data deret waktu dapat dimodelkan dengan pemodelan sederhana jika
stasioner dalam ragam maupun nilai tengah. Suatu data dikatakan stasioner dalam
nilai tengah apabila data berfluktuasi disekitar nilai tengah yang tetap dari waktu ke
waktu (Harris dan Sollis 2003). Kestasioneran dalam nilai tengah dapat diuji
menggunakan uji fomal yaitu uji ADF (Aughmented Dckey Fuller- test). Uji ADF
adalah pengembangan dari uji DF untuk mendeteksi adanya ketidakstasioneran
dalam nilai tengah. Perbedaan uji ADF dan uji DF adalah uji ADF memasukkan
unsur lag yang tidak diketahui pada proses pembedaan sehingga spesifikasi sisaan
lebih tepat (Harris dan Sollis 2003). Rumus umum uji ADF adalah sebagai beriut:
p-

ΔYt = 1 + β t+αYt-1 +αi ∑ ΔYt-1 +εt
i=1

dengan ΔYt adalah Yt - Yt-1 , 1 β adalah Konstanta, α adalah Koefisien
autoregressif, p adalah banyaknya lag autoregressif, dan εt adalah Komponen acak
ke-t. Hipotesis nol dari uji ADF adalah adanya ketidakstasioneran pada data.
Hipotesis nol ditolak saat statistik uji MacKinnon lebih kecil dari nilai kritis ADF.
Kenormalan sisaan pada data deret waktu dapat dilihat secara deskriptif
maupun dapat diuji secara formal. Secara deskriptif sisaan dapat diplotkan dengan
histogram. Sisaan dikatakan menyebar normal jika bentuk histogram simetris atau
mendekati simetris. Secara formal pengujian kenormalan sisaan dapat dilakukan
dengan uji Jarque-Bera. Hipotesis nol dari uji Jarque-Bera adalah sisaan menyebar
normal. Hipotesis nol akan ditolak jika statistik uji lebih besar dari nilai khi kuadrat
pada alpha tertentu. Adapun statistik uji Jarque-Bera adalah sebagai berikut:
(k-γ)β
n
)
JB= (sβ +
4
6
dengan s adalah kemenjuluran, k adalah kurtosis, dan n adalah banyaknya amatan.
Autokorelasi sisaan pada data deret waktu artinya terdapat hubungan antara
sisaan periode sekarang dengan sisaan pada periode sebelumnya. Secara deskriptif

6
autokorelasi dapat dilihat dari grafik antara sisaan dengan waktu yang membentuk
pola siklus. Selain itu, keberadaan autokorelasi dapat dideteksi oleh Uji LM. Rumus
Uji LM adalah:
LM=nRβ
dengan n adalah banyaknya jumlah amatan dan � adalah koefisien determinasi
dari regresi kuadrat sisaan dengan kuadrat sisaan sebelumnya. Uji ini sangat baik
digunakan pada sampel dengan ukuran besar yaitu diatas 100 amatan.
Suatu model dikatakan layak untuk digunakan sebagai model peramalan
jika memenuhi asumsi white noise. Asumsi ini menunjukkan model memiliki sisaan
yang acak sehingga model layak digunakan. Uji Portmanteu digunakan untuk
menguji asumsi white noise. Hipotesis nol dari uji ini adalah model telah white noise
(Box et al. 2008). Uji Portmanteu dirumuskan sebagai berikut:
K

Q = n ∑ rβk
k=1

dengan n adalah jumlah data setelah proses pembedaan, K adalah banyaknya lag
dan rk adalah autokorelasi pada lag ke-k. Hipotesis nol ditolak ketika Q > χβ (K-p-q).
ARCH / GARCH
Data yang tidak stasioner dalam ragam dan dimodelkan oleh ARIMA
sehingga melanggar asumsi heteroskedastisitas sisaan dapat diatasi oleh pemodelan
ragam sisaan ARCH/GARCH. Model ARCH diperkenalkan oleh Engle pada tahun
1982. Kelebihan dari metode ARCH (Autoregressive conditional heteroscedastic)
adalah dapat memodelkan ragam sisaan yang tidak konstan. Model umum ARCH
maupun GARCH sama, yaitu :
εt = vt √ βt
vt adalah white noise yang memiliki rataan nol dan ragam satu. Ragam sisaan pada
metode ARCH terdiri atas komponen ragam tetap dan ragam yang bergantung pada
volatilitas periode sebelumnya (Harris dan Sollis 2003). Sebagai contoh, suatu
proses AR dengan model ARCH dirumuskan sebagai berikut:
p

Yt = ∑ Øi Yt-i +εt
i=1

σt ≡var (εt |εt- , εt-

,… )=E

εt |εt-

t-1

t-β

,εt-

q

=σ + ∑ γi εt-i
i=

Secara umum model ARCH(q) yang memiliki lag sampai q yaitu:
β
β
+ 1 εβ + β εβ +…+ q εβ
t=
t-q

dengan �� adalah ragam kondisional pada waktu ke-t, � adalah ragam tetap, dan
�� adalah konstanta ARCH lag ke-i. Efek ARCH ini dapat diuji dengan ARCH LM
test. Hipotesis nol dari uji ini adalah tidak ada efek ARCH pada sisaan sampai ordo
ke- k (Harris dan Sollis 2003).
Kondisi yang sering ditemukan pada model ARCH adalah ragam saat ini
(ragam kondisional) dipengaruhi oleh kuadrat sisaan beberapa periode sebelumnya.
Hal tersebut menyebabkan banyaknya koefisien dari komponen ARCH (parameter
ARCH) yang harus diduga. Padahal cukup sulit untuk melakukan pendugaan

7
parameter dengan presisi tepat. Oleh karena itu Bollerslev (1986) memperkenalkan
metode General Autoregressive Heteroscedasticity (GARCH) yang terdiri atas
komponen ragam tetap, suku ARCH, dan suku GARCH. Model GARCH (p,q)
dapat dituliskan sebagai berikut:
β
t=

β

+

1 εβt-1

+

β εβt-β

+…+

q εβt-q

+

1 βt-1 +…+ p βt-p

dengan 1 β adalah suku GARCH. Metode GARCH ini dapat diterapkan untuk
t-1
data dengan ordo ARCH yang tinggi sehingga pendugaan parameter lebih efisien.
Kelebihan dari metode ARCH/GARH adalah metode ini mampu mengatasi
fenomena volatility clustering sehingga menjadikan peramalan lebih realistis
(Gujarati 2004). Volatility clustering menandakan data sangat fluktuatif, perubahan
pada data cenderung menggerombol. Perubahan besar pada data ke-t akan diikuti
oleh perubahan besar pada periode data berikutnya. Keunggulan lain dari metode
ARCH/GARCH yaitu metode ini tidak menganggap heteroskedastisitas sisaan
sebagai masalah namun justru mampu memodelkannya. Adanya heteroskedastisitas
sisaan seperti yang diketahui, dapat menyebabkan pendugaan parameter menjadi
tidak efisien.
Selain memiliki keunggulan, metode pemodelan ragam sisaan
ARCH/GARCH juga memiliki beberapa kelemahan. Metode ini hanya mampu
menghitung efek sisaan yang simetri. Artinya sisaan yang positif maupun negatif
dianggap sama pengaruhnya terhadap volatilitas data. Kelemahan lainnya yaitu
bentuk sebaran sisaan dari model tidak terlalu simetri dan akan sedikit menyimpang
dari sebaran normal. Menurut Lo (2003), data yang dipengaruhi oleh komponen
ARCH/GARCH akan memiliki keruncingan yang lebih dari tiga. Hal ini
menandakan sisaan dari model akan bersifat fat tailed, bentuk sebaran dari sisaan
memiliki ekor yang lebih panjang dari sebaran normal.

Validasi Model
Model terbaik adalah model yang memiliki dugaan parameter yang signifikan
dan memenuhi asumsi white noise. Model tersebut selanjutnya dievaluasi nilai
AICnya. Akaike’s Information Criterion (AIC) digunakan untuk pemilihan kriteria
model. Kriteria ini memilih model yang meminimumkan nilai AIC (Montgomery
et al. 1990). Model dikatakan baik jika memiliki nilai AIC yang kecil. Adapun
rumus umum dari AIC adalah:
jumlah kuadrat sisaan β
AIC= ln
+ r
n
n
dengan r adalah jumlah total parameter dalam model.
Validasi model dilakukan untuk memberikan gambaran apakah model yang
dibuat memang cukup baik dan dapat mewakili data aktual. Ukuran yang dapat
dipakai dalam validasi model adalah MAD. Sebelum melakukan validasi model
oleh MAD, model terlebih dahulu dilihat nilai AIC sebagai indikator pemilihan
model yang baik. Model umum ARIMA yaitu,
ΔYt = Ø1 Yt-1 + Øβ Yt-β +…+Øp Yt-p -Ө1 εt-1 -Өβ εt-β -…-Өq εt-q +εt

8
sedangkan model umum ARCH/GARCH adalah εt = vt √ βt . Nilai �� didapatkan
dari perumusan yang berbeda pada model ARCH dan GARCH. Maka Mean
Absolute Deviation (MAD) dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑nt=1 |Yt -Ŷt |
MAD=
n
dengan �� adalah nilai sebenarnya pada waktu ke-t, 9� adalah dugaan pada waktu
ke-t, dan n adalah banyaknya amatan.
METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan
Kabupaten Subang yang tercatat pada Stasiun Kalijati dari tahun 1991 hingga tahun
2012. Data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data untuk pemodelan dari Januari
1991 hingga Desember 2010. Sisanya adalah data untuk validasi yang terdiri atas
24 amatan (bulan Januari 2011 hingga Desember 2012). Peramalan dilakukan untuk
periode Januari 2013 hingga Desember 2013.
Metode
1.
2.

3.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Melakukan eksplorasi data curah hujan
a. Pembedaan data jika tidak stasioner dalam rataan
b. Transformasi data jika tidak stasioner dalam ragam
Melakukan pemodelan ARIMA
a. Mengidentifikasi model ARIMA dengan pola ACF dan PACF serta
menentukan model tentatif.
b. Menduga parameter model sementara.
c. Mendiagnosa model dengan memeriksa signifikansi parameter dan
pemenuhan asumsi white noise. Apabila model tidak memenuhi asumsi
maka harus dilakukan overfitting atau kembali ke tahap identifikasi model.
Model yang memenuhi asumsi white noise akan dievaluasi nilai AIC nya.
Model yang dipilih adalah model dengan nilai AIC minimum.
d. Memeriksa keberadaan komponen ARCH pada model yang didapat. Jika
terdapat komponen ARCH pada model maka dilanjutkan dengan langkah
3. Apabila model tidak dipengaruhi oleh komponen ARCH maka model
yang didapatkan pada poin d adalah model terbaik.
Melakukan pemodelan ARCH/GARCH
a. Mengidentifikasi model ARCH. Ordo yang tinggi pada model ARCH
dapat diatasi dengan model GARCH. Ordo ARCH terlihat dari banyaknya
lag yang signifikan dipengaruhi komponen ARCH.
b. Menduga parameter model ARCH/GARCH pada model.

9

4.
5.

c. Mendiagnosa model apakah masih dipengaruhi keberadaan ARCH. Jika
pengaruh ARCH masih ada, maka kembali ke langkah 3a. Jika sudah tidak
ada pengaruh ARCH, maka hitung nilai AIC dari model. Model terbaik
adalah model yang memiliki nilai AIC minimum.
Melakukan validasi model dan membandingkan nilai MAD model ARIMA
dan ARIMA ARCH/GARCH.
Melakukan peramalan.
Diagram alir dari metode terdapat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Kabupaten Subang memiliki iklim hujan tropik yang ditandai dengan musim
kemarau yang singkat. Musim kemarau jatuh pada bulan kering yaitu pada bulan
Juli dan Agustus. Jumlah curah hujan pada bulan kering menunjukkan angka yang
kurang dari 60 mm per bulan, sedangkan pada bulan basah jumlah curah hujan per
bulan ditunjukkan oleh angka diatas 100 mm. Gambar 1 menunjukkan rata-rata
jumlah curah hujan per bulan selama 22 tahun. Selama 22 tahun, rata-rata jumlah
curah hujan yang tercatat pada Stasiun Kalijati didominasi oleh angka diatas 100
mm per bulan. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Februari, kemudian diikuti
oleh bulan Januari dan Maret. Hal ini disebabkan oleh adanya angin muson barat
yang bersifat lembab dan basah. Angin muson barat yang bertiup pada bulan
Oktober-April menyebabkan daerah-daerah di Indonesia mengalami musim
penghujan. Fluktuasi ekstrim sering kali terjadi pada masa peralihan antar musim.
Terdapat perbedaan jumlah curah hujan yang cukup tinggi antara bulan April dan
bulan Juni. Begitu pula pada peralihan antara bulan Agustus dan Oktober, terdapat
peningkatan curah hujan sebesar 220%.
400

Curah Hujan (mm/bulan)

350
300
250
200
150
100
50
0
Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

Bulan

Gambar 1 Rata-rata jumlah curah hujan bulanan tahun 1991-2012

10

Tahun

Kabupaten Subang memiliki panjang waktu bulan basah yang lebih lama dari
bulan kering, oleh karena itu rata-rata curah hujan per tahunnya berada di atas angka
1200 mm. Hanya pada tahun 2005 rata-rata curah hujan per tahun berada dibawah
angka 1200 mm yaitu sebesar 1078 mm. Satu tahun sebelumnya, yaitu pada tahun
2004 curah hujan mengalami peningkatan ekstrim. Hal ini disebabkan terjadinya
La Nina pada tahun 2004. La Nina mengakibatkan daerah-daerah di Indonesia
mengalami peningkatan curah hujan. Secara umum curah hujan yang tercatat pada
stasiun Kalijati memiliki pola pergerakkan yang sama. Pola pergerakkan curah
hujan tahunan dapat dilihat pada Gambar 2. Tahun 1992 curah hujan mengalami
peningkatan disetiap bulannya dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Begitu
pula pada tahun 1997, 2005, dan 2007 curah hujan mengalami penurunan yang
serempak disetiap bulannya. Pada tahun 1994 hingga tahun 2002 selalu terjadi
penurunan curah hujan dari bulan Januari menuju bulan Februari kemudian akan
meningkat kembali pada bulan Maret. Fenomena sebaliknya mulai terjadi pada
tahun 2003. Keragaman curah hujan terbesar terdapat pada tahun 2004 dan bulan
Februari adalah bulan basah dengan keragaman curah hujan tertinggi.
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
jan

feb

mar

apr

mei

jun

jul

agt

sept

okt

nov

des

Bulan

Gambar 2 Fluktuasi curah hujan bulanan

Pemodelan ARIMA
Data curah hujan yang digunakan utuk pemodelan adalah data pada bulan
Januari 1991 hingga bulan Desember 2010. Plot deret waktu data curah hujan terdiri
atas 240 titik yang merepresentasikan observasi data curah hujan bulanan. Sumbu
X menunjukkan waktu amatan dan sumbu Y menunjukkan besarnya curah hujan.

11
Plot deret waktu dapat dilihat pada Gambar 3 . Amatan dengan nilai curah hujan
ekstrim terjadi pada bulan Februari tahun 2003 dan 2004, serta pada bulan Januari
2009. Secara grafik data curah hujan bulanan terlihat tidak stasioner. Pemeriksaan
kestasioneran secara formal menggunakan uji ADF. Hasil uji ADF pada Lampiran
2 menunjukkan bahwa nilai-p sebesar 0.4881 yang lebih besar dari taraf nyata (α)
5%, hal ini menunjukkan bahwa data tidak stasioner. Proses pembedaan pada data
dilakukan agar data menjadi stasioner. Data yang sudah dilakukan pembedaan
sebanyak satu kali diuji kembali kestasionerannya dengan uji ADF dan hasilnya
menunjukkan bahwa data sudah stasioner dengan nilai-p sebesar 0.000.

Gambar 3 Plot deret waktu data curah hujan
Data yang telah stasioner akan dimodelkan dengan model ARIMA. Tahap
pertama dari pemodelan ARIMA adalah identifikasi model dengan melihat pola
dari plot ACF dan PACF data yang dapat dilihat pada Gambar 4. ACF dari data
menunjukkan autokorelasi cuts off pada lag pertama. Koefisien autokorelasi
kembali melewati garis batas kepercayaan (garis putus-putus) pada lag keenam dan
ke-12. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh pola musiman pada data.
Pengaruh musiman dapat terjadi karena adanya musim kemarau dan penghujan.
Telah diketahui bahwa faktor pencatatan data yang dilakukan per bulan juga dapat
menjadi pengaruh musiman. PACF dari data menunjukkan autokorelasi cuts off
pada lag pertama. Hanya saja terdapat lebih dari tiga lag yang nyata autokorelasinya
setelah lag pertama. Hal ini mengindikasikan adanya ketidakstasioneran pada pola
musiman. Oleh karena itu perlu adanya pembedaan pada unsur musiman dari data.
ACF yang cuts off pada lag pertama menunjukkan proses MA (1), sedangkan PACF
menunjukkan proses AR. Model tentatif yang memungkinkan adalah ARIMA
(0,1,1) x (2,1,0)6, ARIMA (0,1,1) x (0,1,2)6, ARIMA (0,1,1) x (1,1,0)12, dan
ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12.

1,0

1,0

0,8

0,8

0,6

0,6
Partial Autocorrelation

A utocorrelation

12

0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4

0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4

-0,6

-0,6

-0,8

-0,8
-1,0

-1,0
1

5

10

15

20

25

30
Lag

35

40

45

50

55

1

5

10

15

20

25

30
Lag

35

40

45

50

55

Gambar 4 Plot ACF dan PACF
Seluruh model tentatif selanjutnya diduga signifikansi parameternya.
Ringkasan hasil pendugaan parameter model-model tentatif terdapat pada
Lampiran 3. Seluruh dugaan parameter dari model tentatif memiliki nilai-p yang
lebih kecil dari taraf nyata 5%, artinya seluruh model nyata. Tahap selanjutnya
adalah pemilihan model dengan mendiagnosa model yang nyata. Proses diagnosa
model meliputi pemeriksaan asumsi white noise dan kehomogenan ragam.
Pemeriksaan asumsi kehomogenan ragam dilakukan melalui eksplorasi pola ACF
dan PACF dari sisaan. Plot ACF dan PACF dari sisaan dapat dilihat pada Lampiran
4. Adanya beberapa lag yang nyata pada ACF dan PACF sisaan menunjukkan
asumsi kehomogenan ragam terlanggar. Hal ini menandakan terjadi
heteroskedastisitas pada sisaan.
Tabel 1 menunjukkan nilai AIC dan asumsi white noise bagi model. Model
dikatakan memenuhi asumsi white noise jika nilai-p lebih besar dari taraf nyata 5%.
Hanya satu model yang memenuhi asumsi white noise yaitu ARIMA (0,1,1) x
(0,1,1)12. Asumsi white noise menunjukkan model memiliki sisaan yang acak dan
model tersebut layak digunakan sebagai model untuk prediksi. Model yang dipilih
adalah model yang memenuhi asumsi white noise dan memiliki nilai AIC yang
paling kecil. Model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 adalah model terbaik meskipun tidak
memenuhi asumsi kehomogenan ragam. Oleh karena itu pemodelan ragam sisaan
menggunakan ARCH/GARCH perlu dilakukan untuk menangani ragam sisaan
yang tidak homogen (mengalami heteroskedastisitas).
Tabel 1 Kelayakan model
Model

Nilai ChiSquare

Nilai-p

ARIMA (0,1,1) x (2,1,0)6

68

0.012*

ARIMA (0,1,1) x (0,1,2)6

166.7

0.000*

ARIMA (0,1,1) x (1,1,0)12

66.3

0.021*

ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12

36.5

0.813

* Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

White
noise
Tidak
terpenuhi
Tidak
terpenuhi
Tidak
terpenuhi

AIC
3016.13
3017.49
3011.41

Terpenuhi 2877.38

13
Pemodelan ARCH / GARCH
Ketidakhomogenan ragam sisaan dari model ARIMA dapat diatasi oleh
model ragam sisaan ARCH/GARCH. Model ragam sisaan ARCH/GARCH mampu
mengatasi permasalahan heteroskedastisitas sisaan. Keberadaan komponen ARCH
pada sisaan dapat dideteksi oleh uji ARCH LM. Hasil uji ARCH LM pada model
rataan (model ARIMA) menunjukkan bahwa terdapat komponen ARCH pada
sisaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai-p yang kurang dari taraf nyata 5%. Tabel 2
memperlihatkan terdapat 5 lag yang dipengaruhi oleh komponen ARCH. Artinya
terdapat 5 koefisien ARCH yang harus diduga nilainya. Banyaknya komponen
ARCH yang terdeteksi menyebabkan model menjadi tidak efisien karena banyak
parameter yang harus diduga nilainya.
Tabel 2 ARCH LM Test
No
1

Lag ke1

Nilai-p
0.0008*

2

2

0.0034*

3

3

0.0096*

4

4

0.0228*

5

5

0.0432*

6
6
0.0562*
* Signifikan pada taraf nyata (α) 5%
Ketidakefisienan model ARCH mengakibatkan harus digunakannya model
GARCH sebagai perluasan dari model ARCH. Model tentatif yang memungkinkan
adalah GARCH (1,1), GARCH (1,2), GARCH (2,1), dan GARCH (2,2). Indeks
pertama menunjukkan suku GARCH dan indeks kedua menunjukkan suku ARCH.
Ringkasan hasil estimasi dugaan parameter model GARCH terdapat pada Lampiran
5. Model GARCH (1,1) memiliki dugaan parameter yang signifikan dan nilai AIC
yang paling kecil dibandingkan semua model tentatif lainnya. Sehingga model yang
digunakan adalah ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1). Langkah selanjutnya
adalah mendiagnosa model apakah masih terdapat unsur ARCH. Maka uji
keberadaan komponen ARCH dilakukan kembali untuk memeriksa apakah masih
terdapat unsur ARCH pada model. Nilai-p yang lebih besar dari taraf nyata 5%
menunjukkan bahwa tidak terdapat lagi komponen ARCH pada model (Lampiran
6). Pemeriksaan kenormalan sisaan dilakukan dengan uji Jarque Bera. Nilai-p yang
kurang dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa sisaan tidak menyebar normal.
Ketidaknormalan sisaan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pemodelan karena
adanya penyimpangan terhadap asumsi kenormalan menunjukkan bahwa data
memiliki volatilitas yang sangat acak. Model untuk data curah hujan bulanan
adalah:
�� = . + ��− + ��− − ��− + . ε�− − .
ε�− + .
ε�− + ε�
dengan model ragam kondisional adalah:
� =
. + .
ε �− + .
σ �−

14
Model menunjukkan jumlah curah hujan pada waktu ke- t dipengaruhi oleh jumlah
curah hujan 1 bulan sebelumnya, 12 bulan sebelumnya, dan 13 bulan sebelumnya.
Ragam dari sisaan dipengaruhi oleh kuadrat sisaan 1 bulan sebelumnya dan ragam
sisaan 1 bulan sebelumnya. Nilai MAD untuk model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12
adalah 177. 976. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai MAD model
ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) yaitu 78.97. Nilai MAD yang lebih
kecil menunjukkan model semakin baik dan hasil prediksi akan semakin mendekati
data aktual. Namun nilai MAD pada model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH
(1,1) masih tergolong besar. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya jarak yang
cukup besar antara plot data peramalan dari model dengan plot data aktual pada
data ekstrim.
1400
1200
1000
800
600
400
200

Aktual

ARIMA (0,1,1) (0,1,1)12

Feb-13

Feb-12

Feb-11

Feb-10

Feb-09

Feb-08

Feb-07

Feb-06

Feb-05

Feb-04

Feb-03

Feb-02

Feb-01

Feb-00

Feb-99

Feb-98

Feb-97

Feb-96

Feb-95

Feb-94

Feb-93

Feb-92

0

ARIMA (0,1,1) (0,1,1)12 – GARCH (1,1)

Gambar 5 Plot peramalan
Gambar 5 menunjukkan puncak curah hujan berada di sekitar bulan Februari
setiap tahunnya. Musim kering dengan curah hujan per bulan kurang dari 60 mm
terjadi secara berulang di sekitar bulan Juli dan Agustus. Peramalan dengan model
simultan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) memperlihatkan plot yang
cukup mendekati data aktual. Terdapat beberapa amatan ekstrim yang belum bisa
didekati oleh model peramalan. Hal ini dikarenakan data curah hujan begitu volatil
dengan fluktuasi ekstrim. Pencataatan besarnya curah hujan bulanan dapat
mencapai nilai di atas 1000 mm pada bulan basah, sedangkan pada bulan-bulan
lainnya terjadi kekeringan. Plot hasil peramalan dengan model simultan
menghasilkan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA. Hal
tersebut ditunjukkan oleh jarak antara data aktual dengan data hasil peramalan dari
model simultan lebih kecil dibandingkan jarak dengan data hasil peramalan model
ARIMA. Hasil penelitian Aulia pada tahun 2012 menunjukkan hal yang serupa.
Model simultan AR (1) – GARCH (1,1) menghasilkan peramalan yang lebih baik
dibandingkan model AR (1). Namun perbedaan hasil peramalan diantara kedua
model tersebut tidak berbeda jauh.
Hasil validasi (Januari 2011 hingga Desember 2012) menunjukkan rata-rata
curah hujan pada model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 adalah 313 mm sedangkan

15
model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) menghasilkan rata-rata curah
hujan sebesar 253 mm. Hasil validasi ini sesuai dengan analisis sifat curah hujan
yang dilakukan oleh BMKG Dramaga yang menyebutkan bahwa rata-rata curah
hujan untuk wilayah Subang berkisar antara 151 hingga 300 mm. Peramalan curah
hujan periode Januari 2013 hingga Desember 2013 dapat dilihat pada Gambar 5.
Curah hujan ekstrim terjadi pada bulan Januari dan Maret 2013 dengan jumlah
curah hujan per bulan sebesar 454 mm dan 426 mm. Gambar menunjukkan adanya
fluktuasi curah hujan yang cukup tinggi dari bulan Desember 2012 menuju bulan
Januari 2013. Bulan Juli adalah bulan dengan jumlah curah hujan terendah untuk
tahun 2013 yaitu sebesar 117 mm. Selama 23 tahun curah hujan ekstrim selalu
berkisar pada bulan Januari hingga bulan Maret, sedangkan curah hujan terendah
terdapat pada bulan Juli atau Agustus. Antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya
banjir pada 3 bulan basah di atas perlu dilakukan.
Hasil peramalan menunjukkan rata-rata curah hujan per bulan sepanjang
tahun 2013 adalah 279 mm. Nilai rata-rata yang cukup tinggi ini menyebabkan
beberapa daerah di Kecamatan Kalijati dan Subang bagian tengah serta utara
mengalami hujan deras disertai angin kencang (BMKG 2013). Bencana banjir tidak
terjadi di sekitar Kecamatan Kalijati namun terjadi di sekitar Subang bagian utara
pada bulan Januari 2013. Banjir tersebut mengakibatkan genangan air hingga dapat
merendam mesin kendaraan. Satu orang warga Kecamatan Pabuaran Subang (dekat
Kecamatan Kalijati) yang tewas akibat banjir yang terjadi pada tanggal 18 januari
2013 (www.KOTASUBANG.com). Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan
kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya banjir terutama pada bulan Januari
hingga Maret.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Data curah hujan bulanan Kabupaten Subang yang tercatat pada Stasiun
Kalijati adalah data yang mengalami heteroskedastisitas pada ragam sisaanya jika
dimodelkan dengan model ARIMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
ragam sisaan ARCH/GARCH mampu mengatasi heteroskedastisitas pada sisaan.
Model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) adalah model yang lebih baik
dari model ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12. Hal ini dikarenakan model tersebut tidak
mengandung heteroskedastisitas pada sisaanya dan memiliki nilai MAD yang lebih
kecil. Peramalan (periode Januari 2013 hingga Desember 2013) dengan model
ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12 – GARCH (1,1) memperlihatkan puncak curah hujan
tertinggi terdapat pada bulan Januari 2013 yaitu sebesar 454 mm, sedangkan jumlah
curah hujan terendah (117 mm) terdapat pada bulan Juli. Rata-rata jumlah curah
hujan untuk tahun 2013 adalah 279 mm. Nilai rata-rata curah hujan yang cukup
tinggi menyebabkan beberapa daerah di sekitar Subang bagian utara mengalami
banjir.

16
Saran
Nilai MAD yang dihasilkan oleh model masih tergolong besar. Hal ini
disebabkan tingginya volatilitas dari data curah hujan. Penggunaan dekomposisi
musiman maupun penanganan pencilan pada data ekstrim dapat dilakukan pada
penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Kaleidoskop Subang 2013. [Internet]. [diunduh 08 Juli 2014].
Tersedia pada: http://www. KOTASUBANG.com.
Aulia H. 2012. Penerapan Model ARCH/GARCH pada Data Perubahan Curah
Hujan Harian, di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Periode 2010-2011
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Prak-Jabar-Januari2013-B. Bogor (ID): BMKG.
Bowerman, Bruce L. 1987. Time Series Forecasting Unified Concepts and
Computer Implementation. Ohio (US): PWS.
Box EP, Jenkins, Reinsel. 2008. Time Series Analysis Forecasting and Control.
New York (US): Wiley.
Cryer JD, Chan KS. 2008. Time Series Analysis 2nd edition. New York (US):
Springer.
Gujarati DN. 2004. Basic Econometric 4th edition. New York (US) : McGraw-Hill.
Gunawan D. 2008. Perbandingan Curah Hujan Bulanan dari Data Permukaan,
Satelit TRMM, dan Model Permukaan NOAH. [Internet]. [diunduh 18 Maret
2013]. Tersedia pada: http://www. bmkg.go.id/Puslitbang.
Harris R, Sollis R. 2003. Applied Time Series Modelling and Forecasting. England
(UK): J Wiley.
Lo MS. 2003. Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic Time
Series Models [tesis]. Spanyol (ES): Simon Fraser University.
Montgomery DC, Jennings CL, Kulachi M. 2008. Introduction to Time Series
Analysis and Forecasting. New Jersey (US) : J Wiley.
Sarwoko D. 2013. Pemodelan Prediksi Total Hujan pada Musim Hujan
Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan dan Support Vector Regression [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tua MB. 2014. Aplikasi Change Point Analysis (CPA) pada Data Curah Hujan
Harian [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tukidi. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia. [Internet]. [diunduh 4 februari
2014]. Tersedia pada: http://www. journal.unnes.ac.id/nju/index.php.
Warawati AD. 2013. Prakiraan Curah Hujan Stasiun Sukadana dengan Teknik
Statistical Downscaling berdasarkan Data Satelit TRMM [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wigena AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regression
Projection Pursuit untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan: Kasus Curah
Hujan Bulanan di Indramayu [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

17
Lampiran 1 Proses Pembentukan Model

Eksplorasi data

Tidak

Stasioner rataan dan
ragam

Pembedaan, transformasi

Ya
Identifikasi model

Pendugaan Parameter

Diagnosa model (asumsi
white noise, signifikansi
parameter, AIC minimum)

Tidak

Ya
Model ARIMA terbaik

Tidak terdapat efek ARCH
Uji LM
Terdapat efek ARCH
Identifikasi model. Jika ordo
ARCH > 3 Gunakan GARCH

Pendugaan parameter

Masih terdapat efek ARCH
Diagnosa model (uji LM
kembali, AIC minimum)
Tidak terdapat efek ARCH
Model ARIMA ARCH/GARCH

Validasi model

Peramalan

18
Lampiran 2 Hasil Uji ADF
Taraf nyata (α)

Metode

Nilai-t

Nilai-p

Uji Augmented Dickey-Fuller
σilai kritis pada taraf nyata (α) :

-0.514566
-2.575.144
-1.942.224
-1.615.772

0.4881

Uji Augmented Dickey-Fuller
Nilai kritis pada taraf nyata (α) :

-1.144.255
-2.575.144
-1.942.224
-1.615.772

0.0000*

0.01
0.05
0.1
Pembedaan Pertama
0.01
0.05
0.1

*Signifikan pada taraf nyata (α) 5%
Lampiran 3 Signifikansi dugaan parameter model ARIMA
Model

Parameter yang diduga

Nilai-p

ARIMA (0,1,1) x (2,1,0)6

θ


θ

0.000*
0.000*
0.029*
0.000*
0.000*
0.007*

θ


0.000*
0.000*

ARIMA (0,1,1) x (0,1,2)6

ARIMA (0,1,1) x (1,1,0)12
ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12
*Signifikan pada taraf nyata (α) 5%




θ


Lampiran 4 ACF dan PACF Sisaan ARIMA (0,1,1) x (0,1,1)12

0.000*
0.000*

19
Lampiran 5 Hasil estimasi dugaan parameter model GARCH
Model

Parameter

Koefisien

kesalahan baku

z-Statistik

Model

Parameter

GARCH (1,1)

C

Coefficient
0.180

Standard error
0.388

z-Statistic
0.460

Nilai-p
Prob
0.044*

MA(1)

0.960

0.009

104.293

0.000*

SMA (1)

0.244

0.063

3.876

0.000*

C

Persamaan varian (Variance equation)
14927.6
2135
6.990

0.000*

Resid (-1)^2

0.732

0.133

5.400

0.000*

GARCH (-1)

0.036

0.015

2.310

0.020*

AIC

12.820

C

7268

3569

20.350

0.042*

MA(1)

-0.708

0.060

-117.5

0.000*

SMA(1)

0.135

0.093

14.450

0.148

C

Persamaan varian (Variance equation)
24525.29
5919.9
4.142

0.000*

RESID(-1)^2

0.618

0.118

5.237

0.000*

RESID(-2)^2

0.452

0.114

3.948

0.000*

GARCH(-1)

-0.609

0.226

-2.695

0.007*

AIC

12.966

C

0.386

7.187.046

0.053

0.957

MA(1)

-0.391

0.16384

-2.387

0.017*

SMA(1)

-0.048

0.17623

-0.272

0.785

C

Persamaan varian (Variance equation)
22817.6
5313
4.294

0.000*

RESID(-1)^2

0.398

0.134

2.974

0.003*

GARCH(-1)

0.256

0.102

2.503

0.012*

GARCH(-2)

-0.239

0.102

-2.318

0.020*

AIC

13.025

C

3208.9

2860.74

1.121

0.262

MA(1)

-0.719

0.052787

-1.362

0.000*

SMA(1)

0.221

0.11242

1.968

0.049*

C

Persamaan varian (Variance equation)
24055.8
16539.43
1.454

0.146

RESID(-1)^2

0.460

0.163

2.824

0.005*

RESID(-2)^2

0.185

0.445

0.415

0.678

GARCH(-1)

-0.255

1.016

-0.251

0.801

GARCH(-2)

-0.045

0.222

-0.204

0.837

GARCH (1,2)

GARCH (2,1)

GARCH (2,2)

AIC
*Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

13.000

20
Lampiran 6 Uji ARCH LM
No
1

Lag ke1

Nilai-p

2

2

0.9711

3

3

0.9626

4

4

0.9737

5

5

0.9564

0.8215

6
6
0.9641
* Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Hasanah, lahir di Bogor pada 25 November 1991.
Penulis merupakan anak dari pasangan Hendi S. dan Ai Rohaetin. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN Baranang Siang Bogor
dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis melanjutkan studinya di SMPN 3
Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 3
Bogor dan menempuh pendidikan perguruan tinggi di IPB dengan bidang studi
yang diambil adalah Statistika. Beberapa kepanitiaan yan