Penggunaan Metode Klasifikasi Oldeman Untuk Simulasi Komputasi Pemetaan Curah Hujan Di Sumatera Utara

(1)

   

PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK

SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

NANI SRI REZEKI

097026021/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

   

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis

: PENGGUNAAN

METODE

KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK

SIMULASI KOMPUTASI

PEMETAAN CURAH HUJAN DI

SUMATERA UTARA

Nama Masiswa

: NANI SRI REZEKI

Nomor Induk Mahasiswa : 097026021

Program Studi

: Magister Fisika

Fakultas

:

Matematika dan Ilmu pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc) (Prof. Dr. Muhammad Zarlis,

M.Sc)

Anggota

Ketua

Ketua Program Studi,

Dekan,


(3)

   

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK

SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN

DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2011

NANI SRI REZEKI

NIM.

097026021

       


(4)

   

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

N a m a : Nani Sri Rezeki N I M :

097026021

Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengenmbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN

UNTUK SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH

HUJAN DI SUMATERA UTARA”

Beserta perangkat yang ada (jika diperkirakan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pwmilik hak cipta.

Dengan pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2011

NANI SRI REZEKI


(5)

    Tanggal lulus : 23 Juni 2011

Telah diujikan pada Tanggal : 23 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc 2. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc 3. Dr. Anwar Darma Sembiring, MS 4. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 5. Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill


(6)

   

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Nani Sri Rezeki, SPd

Tempat dan Tanggal Lahir : Meulaboh, 28 Maret 1981

Alamat Rumah : Jln. Garu VI Gg. Gagak No.20 J Medan

Telepon/Faks : 08126533261

E-mail : srirezekinani@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : SMA Al-Ulum

Alamat Kantor : Jl. Amaliun/Cemara No. 10 Medan 20215

Telepon/Faks : (061) 7364083 – 7343982/ 7365124

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 2 Meulaboh Tamat : 1993

SMP : SMPN 1 Meulaboh Tamat : 1996

SMA : SMAN 1 Meulaboh Tamat : 1999

Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan Tamat : 2004

Pendidikan Fisika


(7)

   

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan Puji syukur kehadiran Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Dekan Fakutas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman,

M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nashruddin MN, M.Eng.Sc

Sekretaris Program Studi Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS dan seluruh staf

Pengajar pada Program Studi Magister Fisika sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika,

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku

Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan

dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng,

Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan

membimbing kami, pihak BAPPEDASU sebagai pemberi beasiswa serta Kepala dan Staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan atas bimbingan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat selesai.

Kepada yang tersayang Ayahanda Risman dan Ibunda Erni, Kakakku

Haervi Yunira-Bahruddin dan Abangku Dedi Meriphal serta ponakan-ponakan yang selalu mampu membuat suasana ceria Fani Afnan Jannati dan Fina Alfin Nur Dina. Terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juni 2011

Nani Sri Rezeki 


(8)

   

PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK

SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN

DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang sangat khas, dimana Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman. Dari hasil analisis klasifikasi Sumatera Utara di bagi atas 7 (tujuh) tipe iklim antara lain: Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3. Umumnya masin-masing tipe iklim di Sumatera Utara berpola Equatorial.


(9)

   

OLDEMAN CLASSIFICATION METHOD FOR MAPPING COMPUTATION SIMULATION RAINFALL

IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

North Sumatra Province is an area that has a very distinctive characteristics, which the North Sumatra flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean on the west and is traversed by the Bukit Barisan Mountains which stretch from north to south. This condition greatly affects weather patterns and climate dynamics of the area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall made territorial division based on the classification Oldeman rain. From the analysis of classification in North Sumatra for over 7 (seven) among other climate types: Type A1, C1, D1, D2, E1, E2 and E3. Generally, each type of salty climate of the North Equatorial patterned.

Keywords : Rainfall, Classification, Oldeman, Weather and Climate ii 


(10)

   

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim 5

2.2 Proses Pembentukan Hujan 14

2.2.1 Ukuran partikel Awan 14

2.2.2 Pertumbuhan Partikel Awan 14

2.2.3 Mekanisme Proses Penggabungan 15

2.3 Hujan 15

2.3.1 Pengertian Hujan 16

2.3.2 Tipe Hujan 18

2.3.3 Distribusi Hujan 19

iii 


(11)

   

2.4 Sistem Komputer 20

2.4.1 Klasifikasi Komputer 21

2.4.2 Hardware (perangkat keras) 23

2.4.3 Software (perangkat lunak) 24

2.4.4 Brainware (perangkat pikir) 24

2.5 Bahasa Pemograman 24

2.6 Konsep Dasar Model Simulasi 25

2.7 Simulasi Komputasi 26

2.8 Sistem Informasi Geografis (Gis) 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 30

3.1 Pelaksanaan Dan Waktu Penelitian 30

3.2 Bahan-Bahan 30

3.3 Rancangan Umum Penelitian 30

3.4 Variabel yang Diamati 31

3.5 Proses Analisis dan Pemetaan 31

3.5.1 Proses Analisis Model Oldeman 31

3.5.2 Proses Pemetaan 34

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 41

4.1 Analisis Klasifikasi Oldeman 41

4.2 Pembahasan Klasifikasi Oldeman 41

4.2.1 Klasifikasi Oldeman Tipe A1 41

4.2.2 Klasifikasi Oldeman Tipe C1 42

4.2.3 Klasifikasi Oldeman Tipe D1 42

4.2.4 Klasifikasi Oldeman Tipe D2 42

4.2.5 Klasifikasi Oldeman Tipe E1 42

4.2.6 Klasifikasi Oldeman Tipe E2 42

4.2.7 Klasifikasi Oldeman Tipe E3 43


(12)

   

4.3 Karaktiristik Hujan 43

4.3.1 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe A1 43

4.3.2 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe C1 44

4.3.3 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D1 45

4.3.4 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D2 46

4.3.5 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E1 47

4.3.6 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E2 48

4.3.7 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E3 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1 Kesimpulan 51

5.2 Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN L-1


(13)

   

DAFTAR TABEL

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Kriteria Penentuan Tipe Iklim Oldeman 10

2.2 Zona Agroklimat Oldeman 11

2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim

Schmidth-Fergusson

12

2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson 13

2.5 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah

Hujan

17

2.6 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan 18


(14)

   

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Siklus Hidrologi 5

2.2 Segitiga Oldeman 10

2.3 Diagram Segitiga Schmidth-Fergusson 13

3.1 Alur Penelitian 31

3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 4.1

Tampilan Pos Hujan

Tampilan Pos Hujan dan Koordinat Tampilan Format Analisis

Tampilan Aplikasi Arc View di Destop Tampilan Folder Aplikasi Arc View Tampilan Awal Aplikasi Arc View

Tampilan Folder dalam Aplikasi Arc View Tampilan Pemerosesan dalam Aplikasi ArcView Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe A1

Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe C1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D2 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E1 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E2 Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E3 Tampilan Layout Klasifikasi Oldeman

Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe A1

32 33 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 39 40 40 44

4.2 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe C1 45

4.3 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe D1 46

4.4 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe D2 47

4.5 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E1 48


(15)

   

4.6 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E2 49

4.7 Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Tipe E3 50


(16)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Di

Sumatera Utara

L – 1

B Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe A1

Di Sumatera Utara

L – 2

C Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe C1

Di Sumatera Utara

L – 3

D Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe D1

Di Sumatera Utara

L – 4

E Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe D2

Di Sumatera Utara

L – 5

F Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E1

Di Sumatera Utara

L – 6

G Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E2

Di Sumatera Utara

L – 7

H Peta Klasifikasi Iklim Oldeman Tipe E3

Di Sumatera Utara

L – 8

I Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe A1

L – 9

J Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe C1

L – 10

K Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe D1

L – 11

L Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe D2

L – 12

M Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe E1

L – 13

N Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe E2

L – 14

O Data Curah Hujan Bulanan Klasifikasi

Iklim Tipe E3

L – 15


(17)

   

PENGGUNAAN METODE KLASIFIKASI OLDEMAN UNTUK

SIMULASI KOMPUTASI PEMETAAN CURAH HUJAN

DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang sangat khas, dimana Sumatera Utara diapit oleh 2 (dua) perairan antara lain: Selat Malaka di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat serta dilalui oleh Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca dan iklim daerah tersebut. Untuk menganalisis karekteristik kondisi cuaca dan iklim, khususnya curah hujan dilakukan pembagian wilayah hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman. Dari hasil analisis klasifikasi Sumatera Utara di bagi atas 7 (tujuh) tipe iklim antara lain: Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3. Umumnya masin-masing tipe iklim di Sumatera Utara berpola Equatorial.


(18)

   

OLDEMAN CLASSIFICATION METHOD FOR MAPPING COMPUTATION SIMULATION RAINFALL

IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

North Sumatra Province is an area that has a very distinctive characteristics, which the North Sumatra flanked by two (2) waters, among others: the Strait of Malacca in the east and the Indian Ocean on the west and is traversed by the Bukit Barisan Mountains which stretch from north to south. This condition greatly affects weather patterns and climate dynamics of the area. To analyze the characteristics of weather and climate conditions, particularly rainfall made territorial division based on the classification Oldeman rain. From the analysis of classification in North Sumatra for over 7 (seven) among other climate types: Type A1, C1, D1, D2, E1, E2 and E3. Generally, each type of salty climate of the North Equatorial patterned.

Keywords : Rainfall, Classification, Oldeman, Weather and Climate ii 


(19)

    BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iklim dunia yang tidak menentu saat ini, mengakibatkan perubahan-perubahan diberbagai sektor. Salah satu sektor yang sangat merasakan dampak dari perubahan ini adalah sektor pertanian dimana cuaca ekstrim mengakibatkan para petani mengalami gagal panen atau keterlambatan melakukan penanaman akibat cuaca yang sering tidak sesuai dengan perkiraan yang ada.

Wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang mana secara administrasi dibagi atas 33 kabupaten/kota. Posisi Sumatera Utara terletak pada garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudra Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini yang nantinya sangat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca di daerah tersebut.

Pada tulisan ini akan diklasifikasikan iklim di Sumatera Utara dengan menggunakan Metode Oldemann. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan data curah hujan dari beberapa titik pengamatan. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membantu sektor pertanian dalam menentukan masa tanam, dimana wilayah Sumatera Utara ini mempunyai pola hujan yang sama dan pola hujan kelompok

yang satu dengan yang lainnya mempunyai variasi yang cukup signifikan.  

Di daerah tropis, unsur cuaca utama yang sangat berpengaruh terhadap keragaman produksi tanaman ialah hujan karena keragamannya baik menurut waktu maupun lokasi sangat besar. Oleh karena itu sebagian besar studi yang berkaitan dengan masalah cuaca dan produksi tanaman membahas tentang hubungan hujan atau ketersediaan air/hujan dengan produksi tanaman. Unsur


(20)

   

cuaca lain yang cukup penting ialah radiasi dan suhu. Radiasi sangat berperan sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis. Daerah yang mempunyai radiasi tinggi dan ketersediaan air yang cukup mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Suhu sangat erat kaitannya dengan perkembangan tanaman (fenologi). Konsep yang sering digunakan berkaitan dengan fenologi tanaman ialah konsep satuan panas (degree days). Setiap tanaman membutuhkan sejumlah satuan panas untuk menyelesaikan satu fase pertumbuhannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya satuan panas yang diperlukan tanaman mulai dari tanam sampai panen dapat diduga dari ketinggian tempat. Ada indikasi bahwa semakin tinggi ketinggian tempat jumlah satuan panas yang dibutuhkan cendrung menurun (Boer et al., 1998).

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan antara lain : Sistem Klasifikasi Koppen, Sistem Klasifikasi Mohr, Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson, Sistem Klasifikasi Oldeman dan Sistem Klasifikasi Iklim Thorntwaite. Klasifikasi dari Mohr, Schmidt-Ferguson dan Koppen klasifikasinya sesuai bagi iklim yang berlaku di Indonesia. Sedangkan klasifikasi Oldeman dan Thorntwaite berlaku umum, yang sesuai untuk iklim dunia termasuk di Indonesia (Kartasapoetra, 2004). Di Indonesia pada umumnya menggunakan klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidth-fergusson, sedangkan di Sumatera Utara selama ini menggunakan Sistim Klasifikasi Iklim Oldeman (Sudrajat, A. 2009)

Sumatera Utara mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar khususnya dibidang pertanian. Klasifikasi iklim yang cocok untuk sektor pertanian dan perkebunan adalah klasifikasi iklim Oldeman yang memang membagi tipe iklim berdasarkan kesesuaian curah hujan untuk tanaman pertanian dan perkebunan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian pemetaan klasifikasi iklim oldeman sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya iklim dalam pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Utara.

Dari hasil pengelompokan akan didapat gambaran secara umum distribusi hujan di Sumatera Utara, sehingga dapat memudahkan untuk melakukan evaluasi dan validasi. Hasil pengelompokan pengelompokan hujan tersebut akan di divisualisasikan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.


(21)

     

1.2 Perumusan Masalah

Wilayah Sumatera Utara akan kita bagi menjadi beberapa kelompok wilayah yang memiliki pola curah hujan bulanan yang sama dan secara signifikan berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain sehingga dapat dengan jelas pembagian wilayah yang berdasarkan Metode Oldeman dan dipetakan secara spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan diteliti antara lain:

1. Wilayah studi adalah Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan.

2. Pembagian pengelompokan curah hujan berdasarkan metode

Oldeman.

3. Melakukan pemetaan spasial berdasarkan pengelompokan yang telah

di analisis.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Membagi wilayah Sumatera Utara menjadi beberapa wilayah dimana

tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan berdasarkan klasifikasi Oldeman,

2. Membuat peta wilayah hujan sebagai acuan dalam pengembangan

pembuatan informasi prakiraan iklim khususnya wilayah Sumatera Utara,

3. Mengetahui pola-pola dan karakteristik hujan yang terjadi di wilayah

Sumatera Utara.

4. Mengetahui distribusi curah hujan tahunan dan bulanan di beberapa

wilayah di Sumatera Utara. 2 


(22)

    1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Hasil analisis pengelompokan hujan, wilayah Sumatera Utara dapat

dibagi menjadi beberapa pewilayah hujan dimana tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan.

2. Klasifikasi Oldeman dapat bermanfaat untuk bidang pertanian

khususnya wilayah Sumatera Utara.

3. Dapat menghasilkan peta kesesuaian lahan dan yang bermanfaat untuk

pertanian dan kehutanan.  

                         


(23)

    BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim

Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air: 97,5% adalah air laut,

1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar(outflow).

Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah (Sosrodarsono,2003).

Siklus air atau siklus hidrologi adalah merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi


(24)

   

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut.

Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runnof = limpasan air tanah) (Sosrodarsono, 2003).

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

 Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di

tanaman, dan sebagainya. Kemudian akan menguap ke angkasa ( dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

 Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

 Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran

utama dan danau; makin datar lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah perpindahan. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.


(25)

   

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002 dalam Sudrajat, A.2009).

Tanah merupakan modal utama bagi para petani untuk dapat memproduksi pangan. Bukan hanya untuk menjamin keberlangsungan hidupnya sendiri melainkan juga untuk keberlangsungan hidup orang banyak.

Tanah yang menjadi modal utama para petani itu keadaannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembapan, dan pengaruh tersebut kadang-kadang menguntungkan tetapi sering pula merugikan.

Yang membedakan dua tipe tanah, yaitu climate soil type dan aclimate soil type.

a. Climate soil type adalah pembentukan tanah yang disebabkan karena

pengaruh curah hujan dan temperatur.

Yang membuat istilah yang disebut dengan faktor hujan dengan rumus : R =

t r

dimana, R = faktor hujan

r = curah hujan tahunan (mm) t = temperatur ( )


(26)

   

b. Aclimate soil type adalah pembentukan tanah bukan disebabkan oleh faktor

iklim, melainkan oleh keadaaan batuan.

Hukum dan zat makanan lain yang terdapat pada tanah di daerah yang bercurah tinggi, pada waktu hujan akan mengalami dua alternatif, dihanyutkan oleh air hujan ke daerah yang lebih rendah atau diserap lapisan dibawah permukaan tanah.

Thornthwaite (1933) dalam Bayong (2004) menyatakan bahwa tujuan

klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama, mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim (Sudrajat, A.2009).

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:

a. Sistem Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.

Oldeman et al. (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk

tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75%, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan


(27)

   

diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Bayong, 2004).

Oldeman et al.(1980) membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman et al., 1980).

Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan segitiga Oldeman pada Gambar 2.2, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(28)

   

Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman Zone Klasifikasi Bulan Basah Bulan Kering

A1 10-12 Bulan 0-1 Bulan

A2 10-12 Bulan 2 Bulan

B 1 7-9 Bulan 0-1 Bulan

B 2 7-9 Bulan 2-3 Bulan

B 3 7-9 Bulan 4-5 Bulan

C 1 5-6 Bulan 0-1 Bulan

C 2 5-6 Bulan 2-3 Bulan

C 3 5-6 Bulan 4-6 Bulan

C 4 5 Bulan 7 Bulan

D1 3-4 Bulan 0-1 Bulan

D2 3-4 Bulan 2-3 Bulan

D3 3-4 Bulan 4-6 Bulan

D4 3-4 Bulan 7-9 Bulan

E1 0-2 Bulan 0-1 Bulan

E2 0-2 Bulan 2-3 Bulan

E3 0-2 Bulan 4-6 Bulan

E4 0-2 Bulan 7-9 Bulan

E5 0-2 Bulan 10-12 Bulan

A

B

C

D

E

Sumber : (Oldeman et al., 1980)

Gambar 2.2. Segitiga Oldeman Sumber : (Oldeman et al., 1980)


(29)

    Tabel 2.2 Zona Agroklimat Oldeman

Tipe Iklim Penjabaran

A Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena

fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah.

B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim

yang baik.

B2-B3 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek

dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.

C1 Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun.

C2-C4 Setahuan hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman

palawija jangan tanam dimusim kering.

D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup.

D2-D4 Hanya mugkin tanam padi sekali dan palawija sejali. Perlu adanya

irgasi.

E Satu kali menanam tanam palawija

b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto et al. (2000) dalam (Sudrajat.A. 2009) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-Fergusson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidth-Fergusson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Menurut As-Syakur (2008) pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan.

Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson didasarkan kepada perbandingan antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut :


(30)

   

Bulan Kering (BK) : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm

Bulan Basah (BB) : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm

Bulan Lembab (Q) : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.

Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :

% 100 x BB jumlah rata Rata BK jumlah rata Rata Q  

 ………(2.1)

Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.

Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe iklim menurut Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.3, untuk zone agroklimatnya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson (Tabel Q)

Tipe Iklim Kriteria

A ( Sangat Basah ) B ( Basah )

C ( Agak Basah ) D ( Sedang ) E ( Agak kering ) F ( Kering )

G ( Sangat kering ) H ( Luar Biasa Kering )

0 ≤ Q < 0,143 0,143 ≤ Q < 0,333 0,333 ≤ Q < 0,600 0,600 ≤ Q < 1,000 1,000 ≤ Q < 1,670 1,670 ≤ Q < 3,000 3,000 ≤ Q < 7,000 7,000 ≤ Q


(31)

   

Gambar 2.3 Diagram segitiga Schmidth-Fergusson

Tabel 2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson

Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Zona Agroklimat

A Hutan hujan tropis

B Hutan hujan tropis

C

Hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya

dimusim kemarau

D Hutan musim

E Hutan savana

F Hutan savana

G Padang ilalang

H Padang ilalang

   


(32)

    2.2 Proses Pembentukan Hujan 2.2.1 Ukuran Partikel Awan

Tetes air terbentuk pada inti-inti kondensi dari berbagai tipe dan ukuran Pertikel awan (tetes air) yang ada di dalam atmosfer dibedakan dalam tiga golongan berdasarkan ukurannya yaitu :

 Inti biasa, dengan garis tengah < 0,1μ

 Inti sedang, dengan garis tengah < 0,1 – 1,0 μ

 Inti besar, dengan garis tengah > 1,0 μ

Inti besar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan inti sangat besar dan

memegang peranan dalam pembentukan awan. Konsentrasi inti kondensasi di atas daratan umumnya lebih rapat dari pada di atas lautan, sehingga partikel-partikel diatas lautan memiliki ukuran yang lebih besar.

Partikel awan di atas daratan rata-rata bergaris tengah 2-10 μ , sedangkan

di atas lautan berkisar antara 3-22 μ. Inti-inti kondensasi sangat besar yang terdiri

dari inti-inti garam dapat membentuk partikel atau tetes air dengan garis tengah

antara 20-30 μ , dan konsentrasinya umumnya hanya satu inti tiap satu liter udara

yang ditemui baik di atas daratan maupun di atas lautan.

Tetes air ini untuk dapat jatuh dari dasar awan harus mencapai ukuran

tertentu, sehingga arus udara naik tidak dapat menahan lagi berat tetes air tersebut.

Ukuran yang sesuai untuk dapat jatuh sebagai hujan adalah sekitar 100μ dan

menghasilkan kecepatan akhir 1 meter per detik (Darsilawarni Ika. S, 2010).

2.2.2 Pertumbuhan Partikel Awan

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan partikel awan, diantaranya adalah kelembaban udara disekitarnya, tegangan permukaan, sifat inti kondensasinya, dan cepatnya pemindahan panas latent ke dalam udara sekitarnya.

Pada saat permulaan, proses kondensasi pada inti-inti berlangsung sangat

cepat sampai pada suatu ukuran yang dapat dilihat dalam sekejap mata, kemudian proses selanjutnya akan belangsung secara perlahan. Dan hasil proses kodensasi sendiri, tidak akan menghasilkan tetes-tetes air yang garis tengahnya bisa melebihi

30 μ Dengan demikian, untuk mengetahui terjadinya tetes-tetes air yang lebih


(33)

   

besar di dalam awan dapat diterangkan dengan metode benturan dan

penggabungan diantara tetes-tetes air yang ada (Darsilawarni Ika. S, 2010).

2.2.3 Mekanisasi Proses Penggabungan

Tetes awan yang terangkat oleh arus udara naik akan terjatuh kembali

sedikit ke bawah. Pada kejadian ini, maka tetes-tetes awan yang lebih besar akan jatuh menimpa tetes-tetes awan yang lebih kecil di sekitarnya. Tetes air ini baru dapat berbenturan antara satu dengan lainnya apabila garis tengahnya sudah lebih dari sekitar 18 μ.

Proses benturan dan penggabungan ini sangat perlu untuk perkembangan

hujan dan awan-awan panas yang suhunya diatas 00C dan seluruhnya terdiri dari

tetes air. Tetes air juga didapati (terjadi) dalam awan dingin yang suhunya kurang dari 0° C dan terdiri dari tetes-tetes air super dingin. Tetes air super dingin ini dapat pula berkernbang besar dalam proses benturan dan penggabungan. Beberapa awan dingin dapat juga mengandung kristal-kristal es (Bayong, T. 2004).

2.3 Hujan

Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi (Sosrodarsono,2003).

Hujan memainkan peranan penting dalam turun kemb sungai untuk mengulangi

Jumlah air hujan diukur menggunakan sebagai kedalaman lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan me penyingkatan dari liter per meter persegi.


(34)

   

Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi sema lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.

Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pembagai peralatan seperti juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asam

Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa phenomena, antara lain sitem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal (Ian J. Partridge, Mansur Mak’shum). Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun (Ferranti, 1997 dalam Aldrian, 2003). Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003) sedangkan phenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia

2.3.1 Pengertian Hujan

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1


(35)

   

(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman (Subagyo, S.1990).

Tabel 2.5 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sosrodarsono,2003)

No Keadaan Curah

Hujan

Intensitas Curah Hujan 1 Jam (mm)

Intensitas Curah Hujan 24 Jam (mm)

1 Hujan Sangat Ringan < 1 < 5

2 Hujan Ringan 1-5 5-20

3 Hujan Normal 5-20 20-50

4 Hujan Lebat 10-20 50-100

5 Hujan Sangat Lebat > 20 > 100

Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.2 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.


(36)

   

Tabel 2.6 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan(Sosrodarsono,2003)

No Jenis Diameter Bola

(mm)

Massa (mg) Kecepatan

Jatuh (m/det)

1 Hujan Gerimis 0.15 0.0024 0.5

2 Hujan Halus 0.5 0.065 2.1

3 Hujan Normal Lemah 1 0.52 4.0

4 Hujan Normal Deras 2 4.2 6.5

5 Hujan Sangat Deras 3 14 8.1

Sifat awan yang dapat mengakibatkan hujan oleh manusia dikembangkan dan digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat hujan diberikan zat-zat yang higroskopis yang berguna sebagai inti kondensasi zat-zat tersebut

antara lain: perak iodida, kristal es, es kering atau CO2 padat, zat tersebut

ditaburkan diudara dengan menggunakan pesawat terbang.

2.3.2 Tipe Hujan

Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut:

a. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.

b. Hujan Konvektif

Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh


(37)

   

sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.

c. Hujan Frontal

Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.

d. Hujan Siklon Tropis

Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak terkaitan denga front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya (Darsilawarni Ika. S, 2010).

2.3.3 Distribusi Hujan

o Equatorial

Tipe ini terdapat pada daerah sekitar equator. Ciri-ciri dari pada tipe ini adalah mempunyai dua puncak maksimum dan minimum. Hujan maksimum terjadi pada bulan bulan dimana matahari berada diatas daerah tersebut. Hujan minimum terjadi pada waktu matahari berada paling jauh dari tempat tersebut.

o Tropik

Tipe ini terjadi di daerah tropik pada lintang 0°-3,5° lintang utara dan selatan. Tipe ini mempunyai satu puncak maksimum yaitu terjadi pada bulan dimana matahari berada didaerah tesebut.


(38)

   

o Monsun

Tipe ini terjadi didaerah-daerah yang dilalui angin muson. Tipe ini mempunyai hujan maksimum pada musim barat bersamaan dengan musim hujan dan minimum pada waktu musim timuran bersamaan denga musim kemarau.

o Continent/Lokal

Tipe ini terjadi hujan pada musim panas. Pada musim panas daerah daratan suhunya tinggi sehingga tekanan udara rendah dan udara sekitarnya mempunyai tekanan yang tebih tinggi sehingga angin akan bertiup kedaerah tersebut sehingga terbentuk konveksi dan terjadi hujan. Sebaliknya musim dingin daerah tersebut menjadi pusat anti siklon sehingga hujan jarang terjadi.

o Maritim

Hujan terjadi merata sepanjang tahun. Tipe ini biasanya dimiliki oleh pulau-pulau yang terletak di tengah Samudra.

o Tropik

Tipe ini terjadi di daerah sub tropik. Tipe ini mempunyai satu curah hujan minimum yang terjadi pada pertengahan tahun (Darsilawarni Ika. S, 2010).

2.4 Sistem Komputer

Sistem adalah Suatu kesatuan elemen yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu kelompok dalam melaksanakan suatu tujuan pokok yang ditargetkan.

Sistem komputer adalah elemen-elemen yang terkait untuk menjalankan suatu aktifitas dengan menggunakan komputer.

Tujuan pokok dari sistem komputer adalah untuk mengolah data menjadi informasi.


(39)

    2.4.1 Klasifikasi Komputer

Klasifikasi Komputer dibagi dalam beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan :

 Jenis data yang diolah

a. Komputer analog (Analog computer)

Komputer analog digunakan untuk memproses data secara terus-menerus. Keluaran dari komputer jenis ini adalah dalam bentuk dial atau grafik, contohnya besaran arus listrik. Keuntungan dari komputer analog adalah dapat langsung memproses data dalam besaran fisik tanpa harus dikonversikan terlebih dahulu. Dan kerugiannya adalah komputer jenis ini kecepatannya sangat lambat.

b. Komputer Digital (Digital Computer)

Komputer digital digunakan untuk memproses diskrit data (bilangan/angka yang terputus-putus) dan akan mengenali data sebagai sinyal diskrit dari tinggi rendahnya tegangan listrik. Keluaran dari komputer jenis ini bisa dalam bentuk angka,huruf dan grafik atau gambar. Komputer jenis ini sangat cocok untuk aplikasi bisnis. karena dapat menyimpan data, proses data lebih cepat, dan dapat melakukan perhitungan dengan logika.

c. Komputer Hybrid (Hybrid Computer)

Komputer hybrid adalah kombinasi antara komputer analog dengan komputer digital, sehingga komputer jenis ini dapat melakukan pengolahan data kualitatif dan kuantitatif. Komputer hybrid lebih cepat lagi di bandingkan komputer jenis digital.

 Berdasarkan Kemampuan Komputer

a. Small Scale Computer

- Disebut small scale mainframe computer - Kapasitas memori antara 64 KB s/d 8 MB

- Dapat menangani puluhan terminal computer yang terpisah dari pusat computer


(40)

    b. Medium Scale Computer

- Disebut medium scale mainframe computer. - Kapasitas memori antara 512KB s/d 8 Mb

- Dapat menangani ratusan terminal komputer yang terpisah dari pusat computer

c. Large Scale Computer

- Disebut large scale mainframe computer atau mainframe computer - Bentuknya besar

- Kapasitas memori antara 512 KB s/d 8 MB

- Kecepatan tinggi dan dapat menggunakan time sharing, yaitu pengguna komputer dapat menggunakan komputer secara serentak dalam waktu bersamaan.

 Berdasarkan Ukuran Fisik

a. Komputer mini (Mini Computer)

- Kapasitas memori antara 8 MB s/d 128 MB

- Menggunakan register 8 bit, 16 bit, 32 bit, dan 64 bit

- Bersifat multi user, yaitu sebuah komputer mini dapat digunakan bersama-sama oleh banyak pemakai

b. Komputer mikro (Micro Computer) - Disebut personal computer (PC) - Kapasitas memori 16 KB s/d 1 MB

- Menggunakan register 8 bit, 16 bit, dan 32 bit - Umumnya di gunakan untuk single user.

 Berdasarkan Bidang Masalah

a. Special Purpose Computer

Komputer jenis ini hanya dapat menyelesaikan satu masalah saja, sehingga hanya program tertentu saja yang dimasukkan dalam komputer ini, misalnya komputer perbankan dan komputer yang digunakan pada kilang minyak.


(41)

    b. General Purpose Computer

Komputer jenis ini dapat menyelesaikan bermacam-macam masalah. Komputer yang termasuk dalam jenis ini adalah komputer digital dan analog, namun yang umum adalah komputer digital misalnya komputer untuk pendidikan dan komputer untuk bisnis

Sebelum mempelajari komputer lebih jauh ada baiknya anda mengetahui konfigurasi dasar komputer karena konfigurasi dasar komputer ini sangat berguna bagi anda yang baru belajar komputer dan konfigurasi dasar computer ini sejak pertama dibuatnya komputer hingga komputer saat ini . Komputer yang kita kenal saat ini terbagi menjadi 3 bagian.

[

2.4.2 Hardware (perangkat keras)

Hardware yaitu peralatan dalam bentuk fisik yang menjalankan sistem komputer. Hardware digunakan sebagai media untuk menjalankan software. Perangkat keras terdiri dari:

a. Input device

Alat yang digunakan untuk memasukkan data atau instruksi ke dalam computer. Input device sesuai dengan namanya hanya digunakan untuk memasukkan data atau instruksi ke dalam CPU.

Contoh: keyboard, mouse, dll b. Process device

Alat yang digunakan untuk melaksanakan kumpulan-kumpulan instruksi yang akan ditujukan untuk menghasilkan suatu hasil tertentu yang dikehendaki. Process device dapat melakukan tugasnya jika ada masukan dari input device baik berupa data atau instruksi.

Alat pada proses ini disebut CPU (Central processing Device)


(42)

    c. Output device

Alat yang digunakan digunakan untuk menampilkan laporan hasil pengolahan dari input baik ditampilkan pada layar monitor ataupun cetak pada media lain.

Contoh: monitor, printer, dll

2.4.3 Software (perangkat lunak)

Yaitu rangkaian prosedur dan dokumentasi program yang berfungsi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dikehendaki. Perangkat lunak ini dijalankan pada process device jika mendapatkan respon massukan dari input device dan hasil proses yang dilakukan oleh perangkat lunak dikeluarkan dengan output devise.

Contoh: DOS, Microsoft Windows, Unix, dan Linux 2.4.4 Brainware (perangkat pikir)

Yaitu orang yang menggunakan komputer. Orang tersebut harus mempunyai kemampuan minimal dapat memasukkan data dan mengeluarkan informasi. Perangkat fikir sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses yang dilakukan pada process device, karena computer hanya akan bekerja jika mendapatkan instruksi yang diberikan oleh perangkat fikir.

Contoh: operator, programmer, dan system analyst (...2011a. Komputer)

2.5 Bahasa Pemograman

Bahasa pemrograman, atau sering diistilahkan juga dengan bahasa komputer, adalah teknik komando/instruksi standar untuk memerintah komputer. Bahasa pemrograman ini merupakan suatu himpunan dari aturan sintaks dan semantik yang dipakai untuk mendefinisikan program komputer. Bahasa ini memungkinkan seorang programmer dapat menentukan secara persis data mana yang akan diolah oleh komputer, bagaimana data ini akan disimpan/diteruskan, dan jenis langkah apa secara persis yang akan diambil dalam berbagai situasi.


(43)

   

Menurut tingkat kedekatannya dengan mesin komputer, bahasa pemrograman terdiri dari:

 Bahasa Mesin, yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan

memakai kode bahasa biner, contohnya 01100101100110

 Bahasa Tingkat Rendah, atau dikenal dengan istilah bahasa rakitan

(bah.Inggris Assembly), yaitu memberikan perintah kepada komputer dengan memakai kode-kode singkat (kode mnemonic), contohnya MOV, SUB, CMP, JMP, JGE, JL, LOOP, dsb.

 Bahasa Tingkat Menengah, yaitu bahasa komputer yang memakai

campuran instruksi dalam kata-kata bahasa manusia (lihat contoh Bahasa Tingkat Tinggi di bawah) dan instruksi yang bersifat simbolik, contohnya {, }, ?, <<, >>, &&, ||, dsb.

 Bahasa Tingkat Tinggi, yaitu bahasa komputer yang memakai instruksi

berasal dari unsur kata-kata bahasa manusia, contohnya begin, end, if, for, while, and, or, dsb.

Sebagian besar bahasa pemrograman digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Tinggi, hanya bahasa C yang digolongkan sebagai Bahasa Tingkat Menengah dan Assembly yang merupakan Bahasa Tingkat Rendah. (...2011b. Pemograman).

2.6 Konsep Dasar Model Simulasi

Model merupakan suatu rekayasa sistem untuk menentukan penggambaran optimal tentang suatu obyek tertentu. Secara sederhana model adalah contoh, yaitu sesuatu yang mewakili atau menggambarkan yang dicontoh. Jadi model meliputi contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat sistem yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama dengan sistem. Model dikembangkan dengan tujuan untuk studi tingkah-laku sistem melalui analisis rinci tentang komponen sistem dengan interaksi antara satu dengan yang lain.

Sistem adalah suatu kumpulan elemen atau unsur sebagai penyusun dunia nyata dengan pengelompokkan studi yang saling berhubungan. Seleksi dilakukan terhadap unsur penyusun sistem berdasarkan tujuan studi, karenanya sistem hanya


(44)

   

merupakan wakil dari bentuk sederhana realita. Model dapat dibatasi sebagai konsep (matang atau masih dalam tahap pengembangan) dari sistem yang disederhanakan. Jadi model dapat dianggap sebagai substitusi (pengganti) untuk sistem yang dipertimbangkan dan digunakan apabila lebih mudah bekerja dengan substitut tersebut dari sistem sesungguhnya.

Model yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari biasanya adalah model informal. Suatu pekerjaan pasti selalu didahului dengan konsep dalam pikiran (khayalan/imajinasi) sebagai representasi sederhana dari suatu sistem yang kompleks. Dalam kayalan tersebut, beberapa perhitungan sederhana dapat terlibat. Tetapi pada hakekatnya, model tidak harus kuantitatif dengan melibatkan banyak rumus matematika, tapi dapat berupa model mental. Senge (1990) menguraikan model mental sebagai “generalisasi asumsi yang melekat secara mendalam, atau bahkan gambaran serta bayangan yang mempengaruhi bagaimana cara memahami dunia dan bagaimana bertindak”(2011b.Pemograman).

2.7 Simulasi Komputasi

Sebuah simulasi komputer, model komputer, atau model komputasi adalah sebuah program komputer , atau jaringan komputer, yang mencoba untuk mensimulasikan abstrak model dari sebuah sistem tertentu. Simulasi komputer telah menjadi bagian yang berguna pemodelan matematika sistem alam yang banyak di fisika (fisika komputasi), astrofisika , kimia dan biologi , sistem manusia dalam ekonomi , psikologi , ilmu sosial , dan rekayasa . Simulasi dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan mendapatkan wawasan baru ke dalam baru teknologi , dan untuk memperkirakan kinerja sistem terlalu kompleks untuk solusi analitis .

Secara tradisional, pembentukan model besar sistem telah m dengan demikian memungkinkan prediksi perilaku sistem dari satu set parameter dan kondisi awal. Sedangkan simulasi komputer mungkin menggunakan beberapa algoritma dari model matematika murni, komputer dapat menggabungkan


(45)

   

simulasi dengan realitas atau peristiwa aktual, seperti menghasilkan respon masukan, untuk mensimulasikan subjek tes yang tidak lagi hadir. Sedangkan subjek percobaan hilang sedang dimodelkan/disimulasikan, sistem yang mereka gunakan bisa menjadi alat yang sebenarnya, mengungkapkan membatasi kinerja atau cacat pada penggunaan jangka panjang oleh pengguna simulasi.

Perhatikan bahwa istilah simulasi komputer lebih luas daripada model komputer, yang berarti bahwa semua aspek yang dimodelkan dalam representasi komputer. Namun, simulasi komputer juga mencakup masukan menghasilkan dari pengguna simulasi untuk menjalankan perangkat lunak komputer atau peralatan yang sebenarnya, dengan hanya bagian dari sistem yang dimodelkan : contoh akan penerbangan yang sebenarnya.

Simulasi komputer digunakan di berbagai bidang, term 2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis adalah mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.

Teknologi Sistem Informasi Geogr perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat me digunaan untuk mencari wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari


(46)

   

Teknologi informasi dan komputer berkembang dengan pesat dan mampu menangani data dasar (data base) dan menampilkan gambar maupun grafik,merupakan salah satu alternatif untuk menyajikan suatu peta. Sistem yang dapat dikembangkan berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software)untuk kepentingan pemetaan, agar fakta wilayah dapat disajikan dalam

satu sistem berbasis komputer (Darsilawarni Ika. S, 2010).

Sistem tersebut kita kenal dengan istilah Sistem Informasi Geografis (SIG). Meskipun demikian SIG tidak boleh hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional (tradisional) ke bentuk peta digital, sebab SIG juga mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan, menampilkan,memanipulasi, dan memadukan informasi dari berbagai sektor, sehingga dapatmenghasilkan informasi berharga yang diperoleh dari mengkorelasikan dan menganalisis data

spasial dari fenomena geografis suatu wilayah (Darsilawarni Ika. S, 2010).

Berikut ini, beberapa definisi SIG menurut para ahli:

a. Menurut Aronaff, 1989.

SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi uraian.

b. Menurut Barrough, 1986.

SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia.

c. Menurut Marble et al, 1983.

SIG merupakan sistem penanganan data keruangan.

d. Menurut Berry, 1988.

SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan.

e. Menurut Calkin dan Tomlison, 1984.

SIG merupakan sistem komputerisasi data yang penting.


(47)

   

f. Menurut Linden, 1987.

SIG adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.

g. Menurut Petrus Paryono

SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, manipulasi dan menganalisis informasi geografi.


(48)

    BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pelaksaan dan Waktu Penelitian

Untuk mendapatkan data pendukung beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Klas I Medan.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

1. Komputer/Laptop untuk membantu dalam mengolah data.

2. Software Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc View 3.3.

3. Data curah hujan bulanan 150 stasiun hujan yang tersebar diwilayah Sumatera

Utara.

3.3 Rancangan Umum Penelitian

Rancangan umum penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Melakukan pengumpulan data sebagai data pendukung dalam melakukan

pengolahan.

2. Melakukan klasifikasi data curah hujan berdasarkan Klasifikasi Iklim

Oldeman,

3. Melakukan digitasi klasifikasi Oldeman dengan Arc View 3.3,

4. Melakukan pemetaan berdasarkan klasifikasi yang ada.


(49)

   

Gambar 3.1. Alur Penelitian

3.4 Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah curah hujan bulanan 150 stasiun/pos pengamat curah hujan di Sumatera Utara. Data yang digunakan merupakan data terbaru Normal tahunan dari tahun 1986-2010. Sumber data dari Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan (BMKG)


(50)

    3.5 Proses Analisis dan Pemetaan 3.5.1 Proses Analisis Model Oldeman

 Menyiapkan data curah hujan bulanan periode 1986-2010, sebanyak 150

stasiun dan pos hujan yang tersebar di Sumatera Utara.

Gambar 3.2. Tampilan Pos Hujan

 Mengkoreksi posisi lintang dan bujur stasiun dan pos hujan yang ada.

 Mengubah kordinat sistem yang ada dari satuan menit dan detik menjadi

derajat, sehingga dapat di tampilkan di aplikasi ARC View 3.3. 32 


(51)

   

Gambar 3.3. Tampilan Pos Hujan dan Koordinat

 Tiap-tiap stasiun dan pos hujan yang ada di Sumatera Utara

masing-masing data curah hujannya di rata-rata secara bulanan dan langsung di klasifikasikan berdasarkan klasifikasi Oldeman.


(52)

   

Gambar 3.4. Tampilan Format Analisis

 Setelah masing-masing wilayah telah di bagi berdasarkan Klasifikasi

Oldeman akan di lanjutkan pada proses pemetaan.

3.5.2 Proses Pemetaan

 Membuka aplikasi Arc View 3.3.

Gambar 3.5. Tampilan Aplikasi Arc View di Destop


(53)

   

 Klik dua kali untuk membuka aplikasi

Gambar 3.6. Tampilan Folder Aplikasi Arc View

 Tampilan awal aplikasi Arc View 3.3

Gambar 3.7. Tampilan Awal Aplikasi Arc View


(54)

   

 Membuka Project untuk manganalisis data curah hujan yang telah di

Klasifikasi.

Gambar 3.8. Tampilan Folder dalam Aplikasi Arc View

 Distribusi stasiun dan pos hujan yang ada di Sumatera Utara di tandai

dengan titik-titik hitam,

Gambar 3.9. Tampilan Pemerosesan dalan Aplikasi Arc View


(55)

   

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe A1

Gambar 3.10. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe A1

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe C1

Gambar 3.11. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe C1


(56)

   

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe D1

Gambar 3.12. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D1

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe D2

Gambar 3.13. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe D2


(57)

   

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E1

Gambar 3.14. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E1

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E2

Gambar 3.15. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E2


(58)

   

 Distribusi titik dengan klasifikasi oldeman tipe E3

Gambar 3.16. Tampilan Klasifikasi Oldeman Tipe E3

 Setelah masing-masing wilayah telah di klasifikasi dan di petakan maka

dilakukan pendigitasian sehingga menghasilkan peta yang terintegrasi secara utuh berdasarkan klasifikasi.

Gambar 3.17. Tampilan Layout Klasifikasi Oldeman


(59)

    BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Klasifikasi Oldeman

Data curah hujan bulanan sebanyak 150 stasiun/pos hujan yang mewakili wilayah Sumatera Utara dari tahun 1986-2010 yang telah di rata-ratakan akan di analisis berdasarkan klasifikasi Oldeman. Hasil pengukuran koordinat di Sumatera Utara untuk masing-masing stasiun/pos hujan menunjukkan perbedaan wilayah yang ada sehingga mempermudah untuk melakukan digitasi wilayah masing-masing tipe iklim.

4.2. Pembahasan Klasifikasi Oldeman

Dari hasil analisis pengklasifikasian hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman menghasilkan 7 (tujuh) yaitu: Tipe A1, Tipe C1, Tipe D1, Tipe D2, Tipe E1, Tipe E2 dan Tipe E3, wilayah hujan yang mempunyai perbedaan yang signifikan, dimana hasil pengklasifikasian titik-titik pewilayah hujan maka dihasilkan pembagian wilayah hujan di Sumatera Utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran A. Sedangkan hasil pembagian titik-titik hasil pembagian kan menghasilkan suatu pembagian wilayah hujan berdasarkan Klasifikasi Oldeman yang memiliki karakteristik yang sama dan sangat berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lainnya.

4.2.1 Klasifikasi Oldeman Tipe A1

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe A1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Sebahagian Kabupatan Tapanuli Selatan dan Kabupataen Nias. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran B.


(60)

    4.2.2 Klasifikasi Oldeman Tipe C1

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe C1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang, Sebahagian Kota Medan, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu, Sebahagian Kabupaten Humbahas, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran C.

4.2.3 Klasifikasi Oldeman Tipe D1

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe D1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu dan Sebahagian Kabupaten Serdang Bedagai . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran D.

4.2.4 Klasifikasi Oldeman Tipe D2

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe D2 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Langkat, Sebahagian Kabupaten Deli Serdang dan Sebahagian Kota Medan . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran E.

4.2.5 Klasifikasi Oldeman Tipe E1

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E1 meliputi beberapa kabupaten antara lain: sebahagian Kabupaten Dairi, Sebahagian Kabupaten Pak-pak Bharat, Sebahagian Kabupaten Samosir, Sebahagian Kabupaten Humbahas, Sebahagian Kabupaten Toba Samosir, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara, Sebahagian Kabupaten Labuhan Batu dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran F.

4.2.6 Klasifikasi Oldeman Tipe E2

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E2 meliputi beberapa kabupaten antara lain: Sebahagian Kabupaten Karo, Sebahagian Kabupaten Dairi,


(61)

   

Sebahagian Kabupaten Mandailing Natal, Sebahagian Kabupaten Samosir, Sebahagian Kabupaten Serdang Bedagai, Sebahagian Kabupaten Toba Samosir, Sebahagian Kabupaten Tapanuli Utara, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Simalungun, Sebahagian Kabupaten Asahan, dan Sebahagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran G.

4.2.7 Klasifikasi Oldeman Tipe E3

Pembagian Klasifikasi Oldeman Tipe E3 meliputi beberapa kabupaten antara lain: Sebahagian Kabupaten Deli Serdang dan Sebahagian Kabupaten Asahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran H.

4.3 Karakteristik Hujan

Hasil pembagian Klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara yang terdiri atas 7 (tujuh) wilayah hujan yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda untuk masing-masing wilayah antara lain:

4.3.1 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe A1

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe A1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe A1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Maret-April dan puncak kedua terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe A1 rata-rata sebesar 4500 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 378 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 548 mm minimum pada bulan Juni 251 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.1.


(62)

   

Gambar 4.1.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe A1

4.3.2 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe C1

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe C1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe C1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Mei-Juni dan puncak kedua terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe C1 rata-rata sebesar 2200 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 183 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Oktober sebesar 288 mm serta minimum pada bulan Pebruari sebesar 93 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.2.


(63)

   

Gambar 4.2.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe C1

4.3.3 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D1

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe D1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe D1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Maret-April dan puncak kedua terjadi antara bulan Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe D1 rata-rata sebesar 2100 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 182 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 255 mm serta minimum pada bulan Juni 111 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.3.


(64)

   

Gambar 4.3.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe D1

4.3.4 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe D2

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe D2 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe D2 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Mei-Juni dan puncak kedua terjadi antara bulan September-Oktober. Nilai curah hujan tahunan di Tipe D2 rata-rata sebesar 1900 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 165 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan September sebesar 277 mm serta minimum pada bulan Pebruari 79 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.4.


(65)

   

Gambar 4.4.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe D2

4.3.5 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E1

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe E1 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe E1 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan April-Mei dan puncak kedua terjadi antara bulan Oktober-Nopember. Nilai curah hujan tahunan di Tipe E1 rata-rata sebesar 2100 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 179 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Nopember sebesar 265 serta minimum pada bulan Pebruari sebesar 95 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.5.


(66)

   

Gambar 4.5.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe E1

4.3.6 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E2

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe E2 termasuk kedalam pola curah hujan Lokal, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe E2 memiliki beberapa puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Januari, April-Mei dan puncak kedua terjadi antara bulan September-Oktober. Nilai curah hujan tahunan di Tipe E2 rata-rata sebesar 1700 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 147 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Oktober sebesar 254 serta minimum pada bulan Pebruari 86 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.6.


(67)

   

Gambar 4.6.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe E2

4.3.7 Karakteristik Klasifikasi Oldeman Tipe E3

Berdasarkan analisis hasil kajian menunjukkan klasifikasi Oldeman tipe E3 termasuk kedalam pola curah hujan Equatorial, yaitu curah hujan rata-rata setiap wilayah yang berada di Tipe E3 memiliki dua puncak hujan maksimum dimana dicirikan dengan terjadinya puncak hujan tertinggi pertama antara bulan Mei-Juni dan puncak kedua terjadi antara bulan September-Oktober. Nilai curah hujan tahunan di Tipe E3 rata-rata sebesar 1700 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 149 mm. Demikian pula dengan rata-rata curah hujan maksimum bulanannya terjadi pada bulan Oktober sebesar 247 mm serta minimum pada bulan Pebruari 68 mm. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar 4.1.


(68)

   

Gambar 4.7.Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tipe E3


(69)

    BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan :

1. Hasil analisis Pengklasifikasian curah hujan berdasarkan Klasifikasi

Oldeman dibeberapa stasiun dan pos hujan di Sumatera Utara, menunjukkan bahwa terdapat 7 (tujuh) klasifikasi hujan, antara lain Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3.

2. Umummya Pengklasifikasian hujan berdasarkan Klasifikasi Oldeman di

Sumatera Utara berpola hujan Equatorial yang mengalami dua puncak hujan dalam setahun, kecuali Klasifikasi Tipe E2 yang mengalami pola hujan Lokal.

3. Rata-rata curah hujan tahunan tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada

Klasifikasi hujan Tipe A1 dengan curah hujan berkisar 4500 mm per tahun, sedangan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada Tipe E2 dan E3 dengan curah hujan berkisar 1700 mm per tahun.

4. Puncak hujan di Sumatera Utara untuk masing-masing Klasifikasi hujan

terjadi pada bulan Maret, April dan Mei, untuk puncak hujan pertama dan September, Oktober dan Nopember untuk puncak hujan kedua.

5. Puncak hujan bulanan tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada daerah

Klasifikasi hujan Tipa A1 dengan curah hujan rata-rata maksimum mencapai 548 mm.


(70)

    5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dapat dituliskan sebagai berikut :

1. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melakukan pengklasifikasian

hujan dengan menggunakaan klasifikasi iklim lainnya, sehingga mendapatkan perbandingan dengan beberapa meteode yang ada.

2. Perlu dilakukan survei ke daerah untuk melihat batas pengelompokan

hujan, untuk mengetahui sejauh mana pengaruh batas pewilayah hujan terhadap kondisi geografi, vegetasi dan tata guna lahan.

3. Batas-batas wilayah iklim yang ada dijadikan acuan untuk kesesuaian

lahan untuk pertanian, perkebunan serta beberapa aspek lainnya.


(1)

LAMPIRAN J      L‐10  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE C1         

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

1986 346 152 131 128 80 66 77 16 135 272 171 112

1987 73 23 87 71 34 116 86 269 358 242 204 241 1988 167 208 87 111 140 120 127 332 256 233 409 234 1989 455 63 67 159 330 128 21 187 257 314 242 232 1990 34 102 19 8 79 57 108 82 111 179 295 175 1991 105 41 39 19 106 260 120 243 204 215 317 210

1992 108 92 8 92 126 55 75 159 244 193 142 350

1993 179 27 109 171 83 167 325 255 162 187 381 187 1994 48 334 143 180 135 183 28 252 344 224 426 143 1995 69 78 79 16 133 102 45 323 320 221 377 417 1996 23 69 94 180 189 88 176 289 100 362 248 292

1997 30 62 170 119 10 126 173 180 88 267 187 185

1998 47 14 110 82 101 195 297 397 404 302 356 567 1999 374 398 204 261 223 305 159 215 398 460 347 363 2000 202 97 294 92 133 132 21 178 537 452 243 119 2001 259 48 224 174 465 274 197 364 147 426 281 381 2002 161 97 112 116 158 159 63 47 209 185 142 124 2003 211 68 26 143 227 148 168 59 186 457 176 216 2004 50 48 177 87 143 164 224 115 376 224 240 118 2005 162 61 94 79 158 97 122 249 135 325 322 297 2006 162 49 149 116 271 438 134 210 253 291 275 248 2007 283 8 49 147 158 113 201 200 332 375 275 248 2008 127 17 127 147 174 62 277 196 295 364 410 248 2009 160 94 113 117 159 155 140 209 254 294 281 248 2010 130 66 27 47 69 198 129 188 148 145 281 248

SUMBER:  BMKG  STASIUN KLIMATOLOGI SAMPALI MEDAN  (Januari 2011)         


(2)

LAMPIRANK       L‐11  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE D1         

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

1986 180 139 368 158 159 74 57 21 437 158 264 153

1987 187 151 203 217 247 53 80 111 237 458 98 123

1988 157 142 230 360 120 19 101 30 133 0 233 461

1989 378 117 280 40 137 51 127 175 244 187 218 63

1990 172 55 51 127 15 16 72 4 164 155 196 56

1991 122 108 119 282 283 62 60 56 100 131 562 348

1992 79 177 131 174 214 34 159 107 196 42 308 226 1993 131 207 162 168 175 66 57 153 124 352 389 231

1994 293 156 254 153 117 106 2 145 108 174 286 93

1995 181 67 148 262 331 60 146 209 151 234 272 109

1996 76 267 238 229 120 180 155 153 63 240 139 145 1997 82 165 192 151 64 124 136 76 85 198 128 130 1998 163 201 136 139 167 106 120 306 157 87 35 231

1999 188 120 320 71 90 104 78 431 840 387 233 210

2000 158 83 86 150 80 22 113 50 291 141 171 297

2001 208 248 81 394 19 174 90 39 202 131 187 255

2002 166 173 191 252 272 109 28 56 271 143 446 211 2003 370 330 224 132 115 342 280 212 144 303 307 291

2004 247 426 123 225 118 78 127 56 345 464 332 392

2005 161 138 152 239 85 42 237 202 104 161 269 184

2006 297 106 143 101 142 125 46 131 223 208 254 210

2007 217 280 258 180 134 312 230 164 295 217 254 210 2008 376 84 260 330 141 267 211 270 162 376 274 212 2009 200 171 209 241 145 110 122 143 224 235 262 213

2010 175 142 177 136 66 147 81 436 405 226 255 211

SUMBER:  BMKG  STASIUN KLIMATOLOGI SAMPALI MEDAN        (Januari 2011)   


(3)

LAMPIRAN L      L‐12  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE D2         

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES 1986 171 84 95 141 224 150 62 62 269 187 121 226 1987 124 0 52 90 144 183 71 203 340 174 215 244 1988 101 200 81 57 180 68 350 238 267 202 342 153 1989 204 72 138 209 229 151 114 385 324 267 502 89

1990 133 92 122 28 173 73 99 90 302 287 340 268

1991 66 34 29 9 138 157 124 87 270 287 240 239 1992 68 38 20 168 110 114 55 185 253 265 147 209 1993 121 26 104 142 146 175 219 281 265 163 265 144 1994 16 137 124 80 156 124 43 182 327 189 362 72

1995 85 58 120 36 101 192 76 299 234 194 438 161

1996 42 56 19 162 143 196 186 203 231 274 227 136 1997 33 113 56 90 12 82 122 103 264 89 298 120

1998 106 0 3 10 105 120 81 96 160 155 151 162

1999 373 276 204 143 144 152 28 63 185 188 113 411 2000 80 110 144 62 118 99 77 232 214 319 151 74

2001 126 70 136 77 307 199 94 247 248 525 272 391

2002 31 65 39 56 98 69 80 84 341 235 199 125

2003 114 32 11 291 216 203 198 144 348 276 225 191 2004 66 191 218 51 52 186 141 137 502 227 128 180 2005 72 28 33 106 118 147 279 141 244 300 269 343 2006 120 157 124 321 249 237 141 206 331 313 166 311 2007 212 15 12 105 351 180 122 168 270 233 243 193 2008 53 16 122 153 121 62 219 257 204 438 215 202 2009 109 84 87 113 158 144 147 182 268 266 237 207

2010 395 13 285 58 54 128 76 178 277 252 244 202


(4)

LAMPIRAN M      L‐13  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE E1         

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES 1986 286 121 211 245 206 133 268 16 111 230 298 194 1987 103 11 121 148 66 53 107 212 215 353 261 268 1988 194 142 336 57 109 136 99 243 256 161 309 215 1989 154 66 144 119 111 88 88 145 122 189 34 147 1990 101 44 35 7 188 120 90 219 89 288 288 130 1991 97 28 32 127 195 86 30 116 197 135 135 123

1992 94 69 52 70 98 6 93 99 184 289 289 167

1993 130 93 81 127 298 245 168 110 280 393 393 171

1994 95 61 231 311 261 108 31 91 241 162 374 267

1995 207 154 170 182 111 265 118 311 147 514 387 75 1996 124 149 152 198 123 274 274 341 223 263 188 248 1997 70 138 205 115 79 68 66 34 62 161 219 168 1998 193 57 113 34 529 223 237 401 380 232 245 73 1999 291 118 211 167 211 79 181 173 249 217 191 163 2000 163 122 334 153 186 126 121 197 240 286 70 41 2001 52 94 43 115 94 129 121 201 233 447 245 270 2002 135 26 102 325 326 61 65 200 243 253 307 251

2003 157 94 162 33 66 41 68 69 122 370 306 192

2004 74 129 135 87 0 113 262 101 112 309 425 444 2005 42 50 83 148 70 42 175 127 55 143 121 114 2006 698 115 265 228 287 121 98 405 351 241 220 279 2007 146 145 240 497 265 111 192 531 103 149 281 121 2008 467 115 117 211 67 105 174 195 282 322 422 236 2009 177 101 174 161 172 119 146 183 292 295 294 234 2010 354 140 43 376 138 350 259 152 153 235 210 201


(5)

LAMPIRAN N      L‐14  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE E2       

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES 1986 151 32 126 105 225 239 34 117 122 107 25 78 1987 69 0 71 84 189 162 80 225 327 236 219 77 1988 118 211 107 47 129 113 310 339 338 144 116 120 1989 0 54 90 168 149 78 119 130 345 202 186 77

1990 188 86 102 140 58 99 98 96 235 411 70 137

1991 77 25 23 18 271 42 80 121 209 152 92 160 1992 62 7 0 31 70 135 78 49 286 186 0 166

1993 173 44 126 90 159 88 147 78 184 107 239 140

1994 6 58 99 119 172 80 21 71 132 225 267 80

1995 49 92 78 53 50 0 166 242 234 98 169 14 1996 13 87 27 117 209 183 130 119 100 203 175 96

1997 21 82 53 118 58 47 60 66 180 149 197 94

1998 99 32 85 79 52 124 0 225 236 380 205 148

1999 380 439 151 102 123 312 49 40 0 320 51 322

2000 0 114 211 292 144 204 104 440 484 471 398 272

2001 149 0 157 343 124 91 144 130 221 403 169 139 2002 237 44 58 38 53 93 115 172 223 158 0 111 2003 158 176 159 85 108 33 198 74 116 333 196 139

2004 107 107 77 127 217 107 187 128 126 211 131 257

2005 100 55 49 165 150 61 208 126 104 451 274 158

2006 97 113 97 217 226 165 127 116 165 370 169 139

2007 175 15 92 115 128 156 124 144 58 248 248 139

2008 2213 103 234 112 114 82 112 258 189 261 106 139

2009 96 83 92 115 128 110 119 147 217 281 175 128 2010 63 82 113 115 62 93 203 129 213 247 169 138 SUMBER:  BMKG  STASIUN KLIMATOLOGI SAMPALI MEDAN        (Januari 2011)     


(6)

LAMPIRAN O      L‐15  DATA CURAH HUJAN BULANAN KLASIFIKASI IKLIM TIPE E3         

       

Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES 1986 154 78 129 122 274 202 143 347 147 296 266 308

1987 111 64 88 124 54 72 60 364 504 340 227 397

1988 179 70 161 115 77 265 279 164 658 320 167 132 1989 170 66 155 135 140 136 78 272 250 258 340 164

1990 123 62 6 123 60 93 164 197 383 226 139 203

1991 102 21 82 45 203 154 145 269 388 288 228 399 1992 55 79 43 62 248 244 198 253 347 291 137 123 1993 13 52 45 93 110 43 119 181 368 467 362 397

1994 66 105 135 40 179 191 56 141 71 193 208 51

1995 42 30 5 30 0 72 60 363 116 253 166 52

1996 18 63 11 91 58 199 47 316 205 389 215 73 1997 6 24 69 63 62 34 7 41 55 32 223 209 1998 194 25 23 8 61 134 261 271 226 189 171 193

1999 155 190 189 180 71 197 72 418 0 210 26 118

2000 0 75 114 54 75 296 158 181 461 320 118 68

2001 153 94 328 117 224 49 158 17 116 274 115 110

2002 102 36 12 54 99 98 113 80 0 212 229 161

2003 157 94 162 33 66 41 68 69 122 105 100 76

2004 74 129 135 87 0 113 262 101 286 257 176 242 2005 42 50 83 148 70 42 175 127 55 143 121 114 2006 48 114 73 118 263 180 145 105 227 304 181 104 2007 157 21 21 127 154 130 181 181 142 180 198 199 2008 96 69 94 94 124 133 140 198 289 117 180 173 2009 112 69 94 94 124 133 129 196 272 285 228 170

2010 114 10 51 273 174 251 99 151 226 234 182 173