Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pentingnya Konsumsi Serat Makanan di Desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara

Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pentingnya Konsumsi Serat Makanan di Desa Aras Kecamatan Air Putih
Kabupaten Batu Bara
Juliandi Harahap*, Michelle H.D**, Sri Kumala S**, Sheila M.K**, Steffie S**, Sri Melinda**
*Departemen Kedokteran Komunits FK USU ** Alumni Fakultas Kedokteran USU
Abstrak Latar belakang:Berdasarkan hasil riset Puslitbang Gizi Depkes RI 2001 rata-rata konsumsi serat makanan penduduk Indonesia di atas 20 tahun adalah 10,5 gram/hari. Faktor yang mempengaruhi kurangnya konsumsi serat yaitu kebiasaan makan yang sulit diubah karena kesibukan dan kesukaan makanan tertentu. Tujuan riset ini untuk mengetahui hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang serat makanan dengan konsumsinya di Desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara. Metode: Penelitian ini bersifat survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi merupakan seluruh kepala keluarga (KK) di Desa Aras (904 KK). Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dengan besar sampel 97 orang. Hasil: Dari hasil penelitian terhadap 97 responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang (82,5%) dan laki-laki hanya sebanyak 17 orang (17,5%) didapati tingkat pendidikan, ≤ SD dan ≥ SMA masing-masing sebanyak 33 orang (34%) dan tingkat pendidikan SMP sebanyak 31 orang (32%). Dari pendapatan, responden dengan pendapatan > Rp. 965.000,- sebanyak 52 orang (53,6%) dan pendapatan < Rp. 965.000,- sebanyak 45 orang (46,4%). Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa dari 97 responden tingkat pengetahuan responden yang terbanyak adalah baik yaitu sebanyak 65 orang (67%) dan tingkat konsumsi serat makanan yang paling banyak adalah kurang dari DRI (Dietary Reference Intake) yaitu sebanyak 75 orang (77,3%). Hasil uji statistik terhadap hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan tingkat pengetahuan dengan tingkat konsumsi serat didapati nilai p-value berturut-turut adalah p=0,755, p= 0,548, p=0,041 dan p=0,517. Kesimpulan: Dari hasil analisa data didapati bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan dengan tingkat konsumsi serat makanan. Sedangkan dari hasil analisa data didapati hubungan antara pendapatan dengan tingkat konsumsi serat makanan. Kata kunci: serat makanan, konsumsi, pengetahuan
Abstract Background: Based on the result of research of Puslitbang Gizi Depkes RI 2001, the average dietary fiber consumption of Indonesian citizens above 20 years old is 10,5 gram/day. The factor that affect the low dietary fiber consumption is the difficulties to change the eating habit that are caused by busy daily activities and food preverences. The aim of this study is to analizye the relationship of the characteristics of respondents and the knowledge of dietary fiber of the community toward its consumpsion in Desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara. Method: This research was an analytical survey with cross sectional approach. The population was all of the head of household in Desa Aras (904 heads of household).
Universitas Sumatera Utara

The sample collecting was done by using consecutive sampling technic with the number of respondents 97 people. Results: Out of 97 respondents, 80 women (82,5%) and 17 men (17,5%), there were 33 respondents (34%) with the education level of under elementary school and above senior high school, and 31 respondents (32%) with the education level of junior high school. Regarding income, 52 respondents (53,6%) received more than Rp. 965.000,and 45 respondents (46,4%) received less. The research result also showed that most of the 97 respondents’ knowledge were good in 65 respondents (67%) and 75 respondents (77,3%) consumed dietary fiber less than DRI (Dietary Reference Intake). By using statictial test, the result of p value of the relationships between sex, education level, income and knowledge with dietary fiber consumption were p=0,755, p=0,548, p=0,041 and p=0,517 consecutively. Conclusions: There was no relationship between sex, education level and knowledge with dietary fiber consumption. On the other hand, there was relationship between income and dietary fiber consumption. Key words: dietary fiber, consumption, knowledge

PENDAHULUAN

Serat atau roughage adalah

komponen makanan yang berasal dari

tumbuhan yang resisten terhadap

enzim pencernaan manusia di usus halus.1

Serat dapat diklasifikasikan


menjadi serat yang larut dalam air

(soluble fibre) dan serat yang tidak larut dalam air (insoluble fibre).2

Sumber makanan yang tinggi

serat antara lain sayur-sayuran, buah-

buahan, sereal, biji-bijian, kacangkacangan, dan polong-polongan,.3

Untuk kebutuhan serat perhari,

seseorang membutuhkan minimal 25

gram/hari

untuk kesehatan

pencernaannya. Hal ini sesuai dengan


DRI (Dietary Reference Intake) baik

pada pria ataupun wanita, dimana

konsumsi serat dibutuhkan ≥ 25 gram/hari.4

Meskipun tidak dikategorikan

sebagai zat gizi, serat makanan

(dietary fiber) terbukti sangat

bermanfaat bagi kesehatan. Serat

makanan bermanfaat menjaga

kesehatan tubuh, mencegah penyakit,

salah satunya dapat mencegah konstipasi.5


Seseorang dikatakan konstipasi bila frekuensi defekasi kurang dari atau sama dengan tiga kali per minggu ataupun mengedan minimal 25% dari seluruh frekuensi defekasi.6 Konstipasi juga menjadi masalah di Amerika Serikat dengan prevalensi berkisar antara 2 – 20 %. Sementara di Indonesia sendiri berdasarkan International Database US Census Bureau pada tahun 2003 prevalensi konstipasi sebesar 3.857.327 jiwa.5
Penyebab-penyebab konstipasi antara lain gaya hidup, obat-obatan, anorectal outlet disorder, abnormalitas struktural, slow colonic transit, penyebab ginekologik, dan kelainan sistemik 5
Beberapa akibat konstipasi yaitu haemorrhoid, penyakit divertikular, kanker kolon, ensefalopati hepatik, dan intestinal toxemia.7
Menurut survei American Dietetic Association (ADA) tahun 1997 rata-rata konsumsi serat makanan penduduk Amerika Serikat adalah 11 gram setiap hari dan rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia dewasa di atas 20 tahun adalah 10,5 gram per hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan serat makanannya sekitar ⅓ dari kebutuhan ideal rata-rata di atas usia 20 tahun adalah 30 gram setiap hari.8
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pentingnya serat makanan dengan konsumsi serat makanan di desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara.
METODE Penelitian ini bersifat survei
analitik dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh kepala keluarga (KK) di Desa Aras yang berjumlah 904 KK. Kriteria inklusi responden adalah KK atau yang mewakili KK, usia ≥ 20 tahun, bersedia menjadi responden, responden berada di tempat pada saat pengumpulan data.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan consecutive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 97 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang berisi data karakteristik responden, pertanyaan tentang serat makanan, serta food recall 24 jam. Untuk menentukan tingkat pengetahuan dilakukan penilaian terhadap setiap pertanyaan kemudian dikonversi menjadi kategori baik dan kurang. Dikatakan baik apabila ≥ 40%, dan kurang apabila < 40%.9 Sementara untuk tingkat konsumsi serat makanan, data serat makanan responden yang diperoleh dari food recall 24 jam dikonversi menjadi kandungan serat dalam satuan gram sesuai dengan Ukuran Rumah Tangga (URT). Tingkat konsumsi serat makanan kemudian dikategorikan sebagai sesuai DRI ( ≥ 25 gram/hari) dan tidak sesuai DRI ( < 25 gram/hari).4

HASIL Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara, dari 97 orang responden data dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram sebagai berikut:

Distribusi Karakteristik Responden Gambaran umum karakteristik
sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin, pendidikan dan pendapatan.


Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persen

Laki-laki Perempuan

17 17.5 80 82.5

Total

97 100.0

Dari tabel 1, terlihat bahwa dari keseluruhan responden yang terbanyak adalah perempuan sebanyak 80 orang atau 82,5% dibandingkan dengan lakilaki hanya sebanyak 17 orang atau 17,5%.

Tabel 2.


Distribusi responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan SD SMP SMA Total

Frekuensi 33 31 33 97

Persen 34.0 32.0 34.0 100.0

Dari tabel 2, terlihat bahwa dari keseluruhan tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah tingkat pendidikan ≤ SD dan ≥ SMA yaitu masing-masing sebanyak 33 orang atau 34% diikuti oleh tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 31 orang atau 32%.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pendapatan

Pendapatan

Frekuensi

Persen

> Rp. 965.000,-


52 53.6

< Rp. 965.000,-

45 46.4

Total

97 100.0

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel 3, terlihat bahwa dari keseluruhan tingkat pendapatan responden yang terbanyak adalah > Rp. 965.000,- sebanyak 52 orang atau 53,6% sedangkan responden yang memiliki pendapatan < Rp. 965.000,sebanyak 45 orang atau 46,4%.

Tabel 4.

Distribusi responden berdasarkan tingkat

pengetahuan mengenai serat makanan


Tingkat

Frekuensi Persen

Pengetahuan

Baik

65 67.0

Kurang

32 33.0

Total

97 100.0

Dari tabel 4, terlihat bahwa tingkat pengetahuan responden yang terbanyak adalah tingkat pengetahuan baik sebanyak 65 orang atau 67%, dan diikuti dengan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang sebanyak 32 orang atau 33%.


Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat konsumsi serat makanan
Tingkat Konsumsi Frekuensi Persen

Kurang dari DRI

75 77.3%

Sesuai dengan DRI

22 22.7%

Total

97 100

Dari tabel 5, terlihat bahwa masih banyak responden yang memiliki tingkat konsumsi serat makanan yang kurang dari DRI (Dietary Reference Intake) yaitu sebanyak 75 orang atau 77,3%, dan diikuti dengan responden yang memiliki tingkat konsumsi serat makanan yang sesuai dengan DRI sebanyak 22 orang atau 22,7%.

Tabel 6. Hubungan karakteristik responden dengan tingkat konsumsi serat makanan


Tingkat Konsumsi Jenis Kelamin

Laki-laki

< DRI 14
(82.4%)

≥ DRI 3
(17.6%)

Total 17

Perempuan

61 19 (61.9%) (23.8%)

80

Fisher’s Exact Test


p: 0,755

Dari hasil analisa hubungan jenis kelamin dengan tingkat konsumsi serat makanan dengan menggunakan Fisher’s Exact Test yaitu p value = 0.755 dimana nilainya adalah > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat konsumsi serat makanan.

Tabel 7.

Hubungan pendidikan dengan tingkat konsumsi

serat makanan

Pendidikan Tingkat Konsumsi Total

Serat Makanan

≤ SD

< DRI 25
(75,8%)

≥ DRI 8

(24,2%)

33

SMP 26 5 31

≥ SMA

(83,9) 24
(72,7%)

(16,1%) 9
(27,3%)

33

chi square

p: 0,548

Dari hasil analisa chi square, hubungan pendidikan dengan tingkat konsumsi serat makanan didapatkan nilai p > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan tingkat konsumsi serat makanan.

Tabel 8. Hubungan pendapatan dengan tingkat konsumsi serat makanan

Pendapatan

Tingkat Konsumsi Serat Makanan

Total

> Rp. 965.000,< Rp. 965.000,-

< DRI 36
(69,2%) 39
(86,7%)

≥ DRI 16
(30,8%) 6
(13,3%)

52 45

Chi square

p: 0,041

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil analisa chi square, hubungan pendapatan dengan tingkat konsumsi serat makanan didapatkan niali p < 0.05) yang berarti ada hubungan antara pendapatan dengan tingkat konsumsi serat makanan.

Tabel 9. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat

konsumsi serat makanan

Tingkat

Tingkat Konsumsi

Pengetahuan

Serat

Total

Baik Kurang

< DRI 49
(75,4%) 26
(81,2%)

≥ DRI 16
(24,6%) 6
(18,8%)

65 32

Chi square

p: 0,517

Dari hasil analisa chi square, hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat konsumsi serat makanan didapatkan nilai p > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat konsumsi serat makanan.
DISKUSI Dari data food recall 24 jam
yang didapatkan dari 97 responden di Desa Aras, dapat dilihat bahwa ratarata konsumsi serat makanan masyarakat Desa Aras adalah 15,8 gram/hari (masih di bawah jumlah serat makanan yang dianjurkan menurut National Academy of Sciences yaitu ≥ 25 gram/hari).4 Selain itu food recall 24 jam juga menunjukkan bahwa responden yang sama sekali tidak mengkonsumsi serat makanan dalam 1 hari (0 gram/hari) sebanyak 1 orang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan makan yang masih sulit diubah karena menyangkut faktor kesibukan, kebiasaan, dan kesukaan akan makanan tertentu.8
Food recall 24 jam menunjukkan tiga jenis sayur-sayuran yang paling digemari oleh masyarakat Desa Aras yaitu:

- bayam: kadar serat totalnya adalah 2,45 gram dengan URT ¾ gelas. 10
- daun singkong: kadar serat totalnya adalah 4,2 gram dengan URT ¼ gelas. 10
- kacang panjang: kadar serat totalnya adalah 3,74 gram dengan URT ¾ gelas. 10
Menurut tabel daftar kadar serat bahan makanan (dalam satu satuan penukar II), sayuran yang memiliki kadar serat total paling tinggi adalah10:
- cabe hijau besar: kadar serat totalnya adalah 17,5 gram dengan URT 7 biji.
- tomat: kadar serat totalnya adalah 9,375 gram dengan URT 1 buah sedang.
- ketimun: kadar serat totalnya adalah 8,25 gram dengan URT 2 biji sedang. Food recall 24 jam juga
menunjukkan tiga jenis buah-buahan yang paling digemari oleh masyarakat Desa Aras yaitu:
- pisang: kadar serat totalnya adalah 3,4 gram dengan URT 2 buah. 10
- pepaya: kadar serat totalnya adalah 4,75 gram dengan URT 1 potong sedang. 10
- jeruk : kadar serat totalnya adalah 0,275 gram dengan URT 2 buah sedang. 10 Menurut tabel daftar kadar
serat bahan makanan (dalam satu satuan penukar II), buah-buahan yang memiliki kadar serat total paling tinggi adalah:10
- jambu biji: kadar serat totalnya adalah 22,5 gram dengan URT 1 buah besar.
- manggis: kadar serat totalnya adalah 20,4 gram dengan URT 2 buah sedang.

Universitas Sumatera Utara

- markisa: kadar serat totalnya adalah 19,95 gram dengan URT ¾ buah sedang.
Dari hasil analisa yang dilakukan didapatkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat konsumsi serat makanan sementara pendapatan memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat konsumsi serat makanan (nilai p = 0,041). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh James Blaylock, David Smallwood, dan Jayachandran N. Variyam pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa wanita mengkonsumsi serat makanan 0,3 gram lebih banyak daripada laki-laki serta pendapatan tidak mempengaruhi pola makan lima sampai enam sajian sayur-sayuran, buah-buahan, dan produk gandum per hari.11 Dari hasil analisa juga didapatkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat konsumsi serat makanan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bjarne Koster Jacobsen dan Hugo Nilsen dari Institute of Community Medicine, University of Tromsø, Tromsø pada tahun 2000 yang menyatakan bahwa subjek dengan tingkat pendidikan yang tinggi mengkonsumsi lebih banyak makanan yang berserat dan lebih sedikit makanan berlemak (nilai p < 0,001).12 Demikian juga dengan hasil analisa mengenai tingkat pengetahuan, dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan tingkat konsumsi serat makanan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriana Wulandari pada tahun 2009 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan konsumsi serat pada remaja SMA Muhammadiyah I Klaten (nilai p = 0,218).13

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat

diambil kesimpulan bahwa jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan

tingkat pengetahuan tidak memiliki

hubungan yang bermakna dengan

tingkat konsumsi serat makanan.

Sedangkan pendapatan memiliki

hubungan yang bermakna dengan

tingkat konsumsi serat makanan.

Diharapkan dari penelitian ini

dapat diperoleh gambaran distribusi

karakteristik

(jenis

kelamin,

pendidikan, pendapatan), tingkat

pengetahuan tentang serat makanan

untuk mencegah sembelit, dan

gambaran konsumsi serat makanan

masyarakat di desa Aras serta

hubungan antara karakteristik

masyarakat dan tingkat pengetahuan

tentang serat makanan untuk mencegah

sembelit dengan konsumsi serat

makanan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Robbins, G., Burgess, S., 1997. A
Welness Way of Life. USA: Brown & Benchmark Publishers, 189 – 190.

2. Buchanan, C., 1999. Nutrition Secrets. Missouri: Hanley & Belfus, Inc., 29 – 31.

3. Winter, R. E., 1983. Executive Nutrition and Diet. USA: McGraw – Hill, 193 – 204.

4. Drummond, K., Brefere, L., 2007.
Nutrition for Food Service and Culinary Professionals. 6th ed.
USA: John Wiley & Sons, Inc.

5. Friedman, S. L., Grendell, J. H., 2003. CURRENT Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. Singapore: McGraw – Hill, 21 – 26.

Universitas Sumatera Utara

6. Rigas, B., Spiro, H. M., 1995.

Clinical

Gastroenterology.

Singapore: McGraw – Hill, 274 –

275.

7. Hadi, S., 1995. Gastroenterologi. Edisi 6. Bandung: PT Alumni.

8. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada, 34 – 37.

9. Pratomo, Sudarti, 1986. Pedoman

Pembuatan Usulan Penelitian

Bidang Kesehatan Masyarakat

dan Keluarga Berencana/

Kependudukan.

Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI

PMU Pengembangan FKM di

Indonesia.

10. Almatsier. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

11. Blaylock, J., Smallwood D., Variyam J. 1996. Dietary Fiber : Is Information the Key? In Moving Toward Healthier Diets. Available at : http://www.ers.usda.gov/gov/publi cations/foodreview/jan1996/frjan9 6d.pdf

12. Jacobsen, B. K., Nilsen H. 2000. High Education is Associated with Low Fat and High Fiber, BetaCarotene and Vitamin C. Norway : Institute of Community Medicine, University of Tromsø.

13. Wulandari, P. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Serat pada Remaja SMA Muhammadiyah I Klaten. Diunduh dari: http://etd.eprints.ums.ac.id/

Universitas Sumatera Utara