Perilaku Kewirausahaan Pelaku Usaha Pempek Skala Industri Mikro Dan Kecil Di Kota Palembang.

i

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PELAKU USAHA PEMPEK
SKALA INDUSTRI MIKRO DAN KECIL
DI KOTA PALEMBANG

NIA NURFITRIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Perilaku Kewirausahaan
Pelaku Usaha Pempek Skala Industri Mikro dan Kecil di Kota Palembang” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 20 Juni 2016

Nia Nurfitriana
NIM I351130011

RINGKASAN
NIA NURFITRIANA. Perilaku Kewirausahaan Pelaku Usaha Pempek Skala
Industri Mikro dan Kecil di Kota Palembang. Dibimbing oleh ANNA
FATCHIYA dan DJOKO SUSANTO.
Pempek merupakan makanan khas Kota Palembang yang telah
mendapatkan hak paten dari Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),
Kementerian Hukum dan HAM. Sentra usaha pempek skala Industri Mikro dan
Kecil di Kota Palembang berada di wilayah Seberang Ulu. Pelaku usaha pempek
di wilayah tersebut didominasi oleh skala usaha rumah tangga atau mikro. Usaha
mereka belum dapat berkembang karena belum adanya keinginan mereka untuk
mengembangkan usaha. Bagi mereka yang terpenting usaha tersebut dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menganalisis ciri-ciri
perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek, (2) Menganalisis hubungan
karakteristik responden dan faktor pendukung dengan perilaku kewirausahaan
pelaku usaha pempek, dan (3) Menganalisis hubungan perilaku kewirausahaan
dengan keberhasilan usaha pempek. Penetapan lokasi penelitian berada di
Wilayah Seberang Ulu yang terdiri dari Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang
Ulu II Kota Palembang. Pemilihan daerah ini dilakukan secara sengaja
(purposive) karena pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan Sentra Industri
Mikro dan Kecil Makanan Khas Palembang termasuk pempek. Penelitian dan
pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni 2015. Contoh populasi
ditetapkan secara sengaja (purposive) berjumlah 50 orang dari 150 pelaku usaha
pempek yang terdiri dari Kecamatan SU I terdiri dari Kelurahan 1 Ulu, 2 Ulu, 3/4
Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu, 8 Ulu, 9/10 Ulu dan Kecamatan SU II terdiri dari Kelurahan 11
Ulu dan 12 Ulu. Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu jenis penelitian untuk
mendeskripsikan dan menguji hubungan antar peubah dengan mengacu pada
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan metode korelasi Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kewirausahaan pelaku usaha
pempek yang meliputi kepercayaan diri, berorientasi tugas dan hasil,

kepemimpinan, dan keorisinilan berada pada kategori rendah. Berani mengambil
resiko dan berorientasi masa depan berada pada kategori sedang cenderung
rendah. Karakteristik pelaku usaha pempek berupa pendidikan formal, pendidikan
non formal, dan dukungan keluarga yang semakin tinggi mendukung peningkatan
perilaku kewirausahaan. Faktor pendukung yang berupa dukungan lingkungan
tempat usaha serta pembinaan dan pendampingan oleh pemda yang semakin
tinggi mendorong peningkatan perilaku kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan
yang semakin tinggi mendorong peningkatan keberhasilan usaha. Rendahnya
keberhasilan usaha menggambarkan rendahnya kualitas perilaku kewirausahaan
pelaku usaha pempek.
Kata kunci: industri mikro dan kecil, kewirausahaan, pelaku usaha, pempek,
perilaku.

SUMMARY
NIA NURFITRIANA. Behavioural Enterpreneurship of Pempek Bussiness Actors
in Micro and Small Industry Scale in Palembang City. Supervised by ANNA
FATCHIYA and DJOKO SUSANTO.
Pempek is traditonal meal of Palembang city which have already received a
patent from Directorate General of Intellectual Property, Ministry of Law and
Human Rights. Center of business pempek in micro and small scale in the

Palembang city being in the Seberang Ulu region. Pempek business actors in this
region is dominated by home scale industries or micro scale .Their businesses
hardly have developed because of the absence a willingness to develop business.
For most important is able to fulfill daily needs.
The purpose of this research were to analyze: 1) characteristics of
behavioral entrepreneurship business actors pempek, 2) relations respondents
characteristics and supporting factors with the behavioral entrepreneurship 3)
relations the success of pempek business with behavioral entrepreneurship..
Location of research sets in the Seberang Ulu, consisting of Seberang Ulu I and
Seberang Ulu II in Palembang city. Local elections is a purposive because this
location is central industry micro and small of special meal in Palembang included
pempek. Research and data acquision be held on May-June 2015. Example of
population sets in purposive that 50 respondents from 150 bussiness actors
pempek is consisted of Seberang Ulu 1 district which is consisted 1 Ulu, 2 ulu, 3/4
Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu, 8 Ulu, 9/10 Ulu sub districts and Seberang Ulu II districts that
consisted of 11 Ulu and 12 Ulu districts. Based on research objectives, the kind of
research used is descriptive quantitative research that is the kind of research to
described and test relations with reference to a hypothesis that has been
formulated before. Data in this research proccessed by using Pearson correlation.
The result of research showed that behavioral entrepreneurship of pempek

business actors included self confidence, oriented duties, leadership, and
originally in low category. Dare to take risk and future oriented are included in
medium category tend to low. Characteristics of business actors with the
behavioral entrepreneurship included formal education, non formal education, and
family supported were higher supporting the increase of behavioral
entrepreneurship. Supporting factors included business place support and
assistance and guidance local government were higher supporting the increase of
behavioral entrepreneurship. Behavioral entrepreneurship was higher supporting
the increase success of business. The success of business in low was describing
the low quality of behavioral entrepreneurship business actors pempek.
Keywords: behaviour, bussiness actor, entrepreneurship, pempek, micro and small
industry

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PELAKU USAHA PEMPEK
SKALA INDUSTRI MIKRO DAN KECIL
DI KOTA PALEMBANG

NIA NURFITRIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Pang S Asngari, MEd

Judul Tesis : Perilaku Kewirausahaan Pelaku Usaha Pempek Skala Mikro dan
Kecil di Kota Palembang
Nama
: Nia Nurftriana
NIM
: I351130011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fatchiya, MSi
Ketua

Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Mei 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Perilaku Kewirausahaan Pelaku Usaha Pempek Skala Industri Mikro dan Kecil
di Kota Palembang.” Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Anna Fatchiya, MSi dan
Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM selaku komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan, saran, serta senantiasa memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Prof Dr Drh
Pang S Asngari, MEd selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Sumardjo,
MS selaku moderator dalam ujian tesis yang telah memberikan beragam masukan
dan saran konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan
Koperasi (Disperindagkop) Kota Palembang dan Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan data dan informasi selama
penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta
Rochmad Adi Kristiawan dan putra-putra tercinta Androino Daffa Nur Adynia
dan Savano Tegar Nur Adynia. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
orang tua tercinta Papa Aliumi Prawira Kusuma dan Mama Sri Dewi Titisari
tersayang yang telah mengantarkan penulis hingga ke jenjang Magister dengan
segala kasih sayang, doa, dan motivasi yang diberikan, serta kepada kakakku
tersayang Aryo Wiman Nur Ibrahim dan Sitta Nur Hanif. Ucapan terima kasih
kepada teman-teman seangkatan PPN 2012 dan 2013 khususnya Azwar, Aan,
Nurul, Siti, Nila, Riana, dan Cici atas bantuan dan motivasi yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, 20 Juni 2016

Nia Nurfitriana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

ii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
5
Perilaku Kewirausahaan
5
Industri Kecil Menengah
6
Keberhasilan Usaha
8
Karakteristik Responden dan Faktor Pendukung yang Berhubungan dengan
Perilaku Kewirausahaan
9
Karakteristik Responden
9
Faktor Pendukung
12
Kerangka Berpikir
13
Hipotesis Penelitian
15
3 METODE PENELITIAN
Rancangan dan Pendekatan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Jenis dan Pengumpulan Data
Uji Validitas dan Reliabilitas
Teknik Analisis Data
Definisi Operasional dan Pengukurannya

16
16
16
17
17
17
18
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
24
Gambaran Umum Lokasi penelitian
24
Karakteristik Responden
25
Faktor Pendukung Perilaku Kewirausahaan Pelaku Usaha Pempek
30
Perilaku Kewirausahaan
31
Keberhasilan Usaha
39
Hubungan antara Karakteristik Responden dan Faktor Pendukung dengan
Perilaku Kewirausahaan
40
Hubungan Perilaku Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha
43
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

50

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden pelaku usaha
pempek
Distribusi responden berdasarkan faktor pendukung pelaku usaha
pempek
Distribusi responden berdasarkan tingkat kategori ciri-ciri perilaku
kewirausahaan pelaku usaha pempek
Distribusi responden berdasarkan kepercayaan diri
Distribusi responden berdasarkan berorientasi tugas dan hasil
Distribusi responden berdasarkan keberanian mengambil resiko
Distribusi responden berdasarkan kepemimpinan
Distribusi responden berdasarkan keorisinilan
Distribusi responden berdasarkan orientasi masa depan
Distribusi nilai rata-rata omset dan rata-rata keuntungan berdasarkan
kondisi penjualan
Rata-rata jumlah tenaga kerja berdasarkan kondisi penjualan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi karakteristik responden dan
faktor pendukung dengan perilaku kewirausahaan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi karakteristik responden dengan
perilaku kewirausahaan
Nilai koefisien korelasi dan signifikansi faktor pendukung dengan
perilaku kewirausahaan

26
30
32
34
35
36
37
38
39
40
40
41
42
43

DAFTAR GAMBAR
1 Alur kerangka Berpikir Penelitian
2 Lama Usaha Responden

14
29

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
3. Hasil Analisis Korelasi
4. Dokumentasi Penelitian

50
56
58
60

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara poros maritim dan kepulauan terbesar di dunia,
dikaruniai kekayaan sumber daya perikanan yang sangat melimpah dan tersebar di
hampir seluruh wilayah. Kekayaan sumber daya perikanan tersebut antara lain
dapat dilihat dari jumlah potensi lestari sumber daya perikanan tangkap sebesar
6,4 juta ton serta lahan budidaya laut, kolam dan tambak seluas 17,7 juta hektar
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Potensi sumberdaya perikanan yang
begitu besar diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) salah satunya ditentukan melalui asupan pangan. Ikan merupakan sumber
protein murah dan terbaik dibandingkan daging dan ayam dengan kandungan
Omega 3 yang tinggi dan berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan manusia
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Berbagai macam olahan ikan
banyak beredar di masyarakat, salah satunya pempek yang diolah menggunakan
bahan baku ikan laut maupun tawar.
Pempek atau empek-empek adalah makanan khas Kota Palembang yang
terbuat dari ikan dan tepung tapioka (sagu). Makanan khas tersebut juga telah
dipatenkan oleh Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum
dan HAM (Disperindagkop Kota Palembang, 2011). Masyarakat Indonesia
mengenal pempek berasal dari Kota Palembang, namun pada kenyataannya
hampir di seluruh wilayah di Provinsi Sumatera Selatan memproduksi pempek.
Penyajian pempek ditemani oleh saus berwarna hitam kecoklat-coklatan yang
disebut cuka atau cuko (Bahasa Palembang). Pempek dapat ditemukan dengan
mudah di seluruh wilayah Kota Palembang, ada yang menjual di restoran, di
gerobak, dan juga dipikul. Selain itu, kantin sekolah juga menjual pempek. Tahun
1980 an, sebagian besar penjual pempek biasa memikul dagangannya sambil
berjalan kaki menjajakan pempeknya.
Menurut sejarah pempek telah ada di Palembang sejak masuknya para
perantau Cina ke Palembang yaitu sekitar abad ke 16 dan saat Sultan Mahmud
Baharuddin II berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam. Nama empekempek atau pempek diyakini berasal dari sebutan “apek” yaitu sebutan untuk
lelaki tua keturunan Cina. Berdasarkan cerita rakyat sekitar tahun 1617 seorang
apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi)
merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan berlimpah di Sungai Musi yang
belum seluruhnya dimanfaatkan atau diolah dengan baik, hanya sebatas digoreng
dan dipindang. Ia kemudian mencoba alternatif pengolahan lain dengan
mencampur daging giling dan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan
olahan baru. Makanan tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling
kota, karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek...apek” maka makanan
tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek atau pempek. Saat ini, ikan yang
biasanya digunakan untuk pembuatan pempek biasanya ikan kakap atau ikan
parang-parang karena bahan baku ikan tersebut tergolong murah. Selain itu, ikan
gabus dan ikan tenggiri juga menjadi alternatif bahan baku ikan dalam pembuatan
pempek walaupun harganya masih tergolong mahal. Kepala Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Sumsel menyatakan bahwa ikan Patin juga mulai digunakan

sebagai bahan baku pembuatan pempek namun belum terlalu digemari dan dikenal
oleh masyarakat Kota Palembang.
Terdapat berbagai jenis pempek di antaranya lenjer, kapal selam, panggang,
lenggang, kulit, otak-otak, tahu, keriting, telur, pastel, adaan maupun pempek
kreasi seperti pempek sosis sapi, pempek baso sapi, dan pempek lenggang keju
(Disperindagkop Kota Palembang, 2011). Kuliner khas ini disajikan sebagai
santapan sehari-hari terutama pada saat hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri
dan Idul Adha. Bahkan, pempek juga akan selalu disajikan di berbagai acara yang
diadakan oleh masyarakat Palembang seperti pernikahan, khitanan, aqiqahan,
syukuran, pengajian dan sebagainya. Berbagai merek dagang pempek di Kota
Palembang bermunculan baik dalam skala industri rumah tangga, kecil, menengah
maupun besar.
Pempek merupakan pangan tradisional olahan berbahan baku ikan yang
berasal dari Palembang dengan wilayah pemasaran yang cukup luas baik domestik
maupun luar negeri. Bahkan, pesanan pempek online melalui PT Pos Kota
Palembang terhitung awal Desember 2013 mengalami peningkatan. Sebelum
Desember 2013, pemesanan pempek rata-rata 100 kg per bulan menjadi rata-rata
2.5-3,5 ton pada tahun 2014. Saat ini pemesanan pempek online mencapai 8 ton
per bulan baik tujuan domestik maupun mancanegara khususnya negara-negara
ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Produksi ikan air tawar
termasuk hasil tangkapan alam di Sumsel tahun 2013 secara keseluruhan
mencapai 601.950 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Selatan,
2014). Produksi ikan air tawar dan wilayah pemasaran yang luas semakin
memberikan peluang peningkatan jumlah pelaku usaha pempek di Kota
Palembang khususnya industri mikro dan kecil.
Perkembangan indusri mikro dan kecil yang pesat di Kota Palembang
ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah industri makanan skala mikro dan
kecil sebesar 871.898 dan 70.712 pada tahun 2012 menjadi 1.008.890 dan 158.651
pada tahun 2013. Industri mikro dan kecil ditandai dalam pertumbuhan Industri
Kecil dan Menengah (IKM) yang pesat dan pada akhirnya banyak menciptakan
lapangan kerja sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja
di sektor industri sebesar 15.37 juta jiwa dari 118 juta jiwa angkatan kerja dan
IKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar sekitar 61,57 % (BPS, 2012-2013).
Wilayah Kota Palembang terbagi dua yaitu wilayah Seberang Ulu dan
Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Jembatan Ampera. Sentra Industri industri
mikro atau rumah tangga dan industri kecil makanan khas Kota Palembang
termasuk pempek terdapat di wilayah Seberang Ulu. Menurut Keputusan Walikota
Nomor 815 Tahun 2007 sentra makanan khas Kota Palembang terdapat di
Kecamatan Seberang Ulu 1 yang terdiri dari Kelurahan 1 Ulu, Kelurahan 3 dan 4
Ulu, dan Kelurahan 10 Ulu.
Perkembangan industri mikro dan kecil yang semakin pesat setiap tahunnya
merupakan indikator bahwa permintaan produk olahan pempek semakin
meningkat. Peningkatan permintaan produk tersebut karena Kota Palembang
merupakan salah satu Kota Metropolitan di Indonesia yang memiliki potensi
pariwisata yang banyak diminati oleh wisatawan domestik maupun luar negeri.
Bahkan, Kota Palembang dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggara event
internasional mulai dari Sea Games 2011, 3rd Islamic Solidarity Games (ISG)
2013 yang diikuti oleh 44 negara, dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)

3

International 2014 yang diikuti oleh 54 negara. Berbagai acara internasional
tersebut merupakan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung ke
Kota Palembang khususnya wisata kuliner pempek sebagai makanan khas Kota
Palembang yang biasanya dijadikan sebagai oleh-oleh untuk dibawa ke daerah
ataupun negara asalnya.
Peluang pasar pempek yang begitu besar di Kota Palembang tidak
diimbangi dengan kemampuan industri mikro dan kecil pelaku usaha pempek di
Wilayah Seberang Ulu. Hal ini disebabkan berbagai kendala di antaranya adalah
(1) total produksi berkisar 5-10 kg perhari (2) sarana pengolahan salah satunya
freezer yang masih terbatas (3) jaringan pemasaran yang masih sangat terbatas
hanya mengandalkan para pelanggan dan pedagang eceran lokal yang berkisar di
Kota Palembang dan Provinsi Sumsel (4) promosi yang masih sangat terbatas
sekedar promosi dari mulut ke mulut (5) variasi produk olahan pempek yang
terbatas dan (6) motivasi yang rendah untuk lebih mengembangkan usaha karena
bagi pelaku usaha pempek yang terpenting dapat memenuhi kebutuhan seharihari. Berbagai kendala tersebut menjadi penyebab pelaku usaha pempek skala
mikro dan kecil tidak dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih baik.
Keberlanjutan usahanya bukan berarti mengembangkan usaha menjadi skala yang
lebih besar, tetapi yang terpenting hanya cara usaha tersebut dapat bertahan dan
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, perilaku
kewirausahaan pelaku usaha pempek yang berhubungan langsung dengan
keberhasilan usaha merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti. Selain itu,
karakteristik responden meliputi umur, jumlah tanggungan keluarga, motif usaha,
sumber belajar, pendidikan formal, pendidikan non formal, lama usaha, dan
dukungan keluarga serta faktor pendukung yang terdiri dari dukungan bahan baku,
kondisi lingkungan tempat usaha, dan pendampingan dan pembinaan usaha oleh
pemda termasuk hal-hal penting untuk diteliti hubungannya dengan perilaku
kewirausahaan.
Masalah Penelitian
Realisasi angka konsumsi ikan di Provinsi Sumsel yang tinggi mencapai
35,31 kg/kap/thn melebihi realisasi rata-rata angka konsumsi ikan nasional sebesar
33,89 kg/kap/tahun di tahun 2012 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013).
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Palembang masih memilih ikan sebagai
sumber protein terbaik yang artinya bahwa konsumsi masyarakat Sumsel
khususnya Kota Palembang terhadap ikan masih dikategorikan tinggi. Konsumsi
ikan tersebut dapat dilihat dari konsumsi olahan berbahan baku ikan sekaligus
sebagai icon kuliner khas Kota Palembang yaitu pempek. Jenis Olahan Pempek
adalah sebesar 484.73 ton dan pempek kering adalah sebesar 59.18 ton perbulan
pada tahun 2010 (DKP Provinsi Sumsel, 2012).
Angka konsumsi ikan Provinsi Sumsel termasuk dalam kategori tinggi dan
berada pada zona hijau. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan banyaknya
jumlah industri mikro dan kecil pempek di Kota Palembang khususnya pada
sentra pelaku usaha pempek skala industri mikro dan kecil di wilayah Seberang
Ulu dan Seberang Ilir Kota Palembang.
Perkembangan industri skala mikro dan kecil pelaku usaha pempek saat ini
semakin menjamur di Kota Palembang, tidak hanya di Kecamatan Seberang Ulu 1

dan Seberang Ulu 2 saja tetapi juga di Kecamatan Ilir Barat I dan Ilir Barat II. Hal
ini juga selaras dengan peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia termasuk
industri skala mikro dan kecil per Februari 2014, mencapai 44.2 juta orang dari
118.17 juta orang meningkat dibandingkan bulan Februari 2013 sebesar 44.01 juta
orang (BPS, 2014). Pelaku usaha pempek di Kecamatan Seberang Ulu I dan
Seberang Ulu II memilih untuk tidak meningkatkan skala usahanya, karena belum
dapat bersaing dengan pelaku usaha pempek skala menengah dan besar seperti
pempek dengan merek Pak Raden, Vico, Cek Noni, dan Candy. Hal ini
disebabkan sebagian besar usaha tersebut sebagai penghasilan utama untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan sebagai usaha tambahan.
Selain itu, kegiatan pendampingan ataupun penyuluhan yang dilakukan oleh
pemerintah kota maupun provinsi kepada pelaku usaha pempek belum dilakukan
secara maksimal, khususnya pelaku usaha pempek skala industri mikro dan kecil.
Sehingga, perilaku kewirausahaan untuk mengembangkan usahanya dalam
pencapaian tujuan untuk menjadi wirausaha sukses masih rendah. Terdapat enam
ciri-ciri wirausaha sukses yaitu kepercayaan diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
keberanian mengambil resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke
masa depan (Meredith, 1996) Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa rendahnya kemandirian usaha merupakan salah satu ciri-ciri
wirausaha yang sukses (perilaku kewirausahaan) berhubungan positif dengan
rendahnya karakteristik responden (karakteristik pribadi) dan faktor pendukung
(dukungan lingkungan usaha) pelaku usaha sebagai pengrajin kulit di Sidoarjo dan
Magetan, Jawa Timur (Sumardjo dan Utami, 2006). Menurut Firmansyah dan
Bachtiar (2010), rendahnya kreativitas dan inovasi (perilaku kewirausahaan) yang
termasuk salah satu ciri wirausaha sukses berhubungan positif dengan rendahnya
keberhasilan usaha kecil pelaku usaha sebagai pengrajin perak di Kotagede dan
Kasongan Yogyakarta.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini mengkaji lebih jauh
perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek di Kota Palembang. Oleh karena
itu, masalah penelitian ini meliputi:
(1) Bagaimana ciri-ciri perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek?
(2) Bagaimana hubungan karakteristik responden dan faktor pendukung dengan
perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek?
(3) Bagaimana hubungan perilaku kewirausahaan dengan keberhasilan usaha
pelaku usaha pempek?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan
tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
(1) Menganalisis ciri-ciri perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek.
(2) Menganalisis hubungan karakteristik responden dan faktor pendukung dengan
perilaku kewirausahaan pelaku usaha pempek.
(3) Menganalisis hubungan perilaku kewirausahaan dengan keberhasilan usaha
pelaku usaha pempek.

5

Manfaat Penelitian
(1)

(2)

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
Kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan ilmu penyuluhan khususnya yang berkaitan dengan
perilaku kewirausahaan.
Kegunaan praksis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi para pelaku usaha pempek skala industri mikro dan kecil di Kecamatan
Seberang Ulu 1 dan Seberang Ulu 2 dalam upaya meningkatkan
keberhasilan usaha dan melakukan perbaikan-perbaikan dalam usahanya.
Bagi pemda setempat dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan
dalam mengadakan kegiatan pendampingan ataupun penyuluhan yang
bertujuan untuk melakukan perubahan perilaku kewirausahaan pelaku usaha
pempek sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Provinsi Sumsel khususnya Kota Palembang,

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Kewirausahaan
Mustofa (1996) menyatakan bahwa secara etimologis wiraswasta
merupakan istilah yang berasal dari kata “wira” dan “swasta.” Wira adalah berani,
utama, dan perkasa. Sedangkan, swasta merupakan panduan dari dua kata “swa”
dan “sta.” “Swa” berarti sendiri dan “sta” berarti berdiri. Swasta dapat diartikan
sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri. Bertolak dari segi etimologis pengertian
wiraswasta adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada
diri sendiri.
Miller (1983) menjelaskan bahwa perilaku kewirausahaan merupakan
kegiatan untuk menjalankan gagasan, meningkatkan daya saing, menyesuaikan
organisasi terhadap perubahan lingkungan serta upaya mencapai kinerja yang
lebih baik. Perilaku kewirausahaan merupakan hasil suatu stimulus dan respon
seseorang yang dipengaruhi oleh karakteristik responden dan faktor pendukung
dalam menjalankan usaha atau bisnisnya. Seorang wirausaha harus memiliki
perilaku-perilaku dasar yang spesifik yaitu perilaku bertekad bulat ingin
berwirausaha, bukan karena adanya paksaan. Namun, ada keinginan untuk
mandiri dan berhasil serta tidak gentar dalam menghadapi kegagalan dengan terus
belajar dari pengalaman. Selain itu, seorang wirausaha juga berani mandiri dan
memimpin. Wijandi (1988) menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan mencakup
empat hal yaitu pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan serta sikap
kewaspadaan yang merupakan perpaduan unsur pengetahuan dan sikap mental
terhadap masa yang akan datang. Pengetahuan didefinisikan sebagai tingkat
kemampuan berpikir seseorang. Pada umumnya kemampuan berpikir lebih
banyak ditentukan oleh tingkat pendidikan baik formal maupun non formal,
meskipun secara langsung tidak ada kaitan antara pengetahuan ataupun
pendidikan dengan semangat berusaha; dalam menjalankan usahanya seorang

wirausaha perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar yang memadai agar
usahanya berhasil. Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan berkembang seiring
dengan majunya zaman, sebagai pelaku usaha maka pengetahuan yang terkini
harus didapat dan diikuti agar usahanya maju.
Kepribadian menunjukkan watak seseorang atau sikap mental yang relatif
mantap dan tetap (Wijandi, 1988). Pambudy (1999) menjelaskan sikap dasar
seorang wirausaha adalah kemauan, kemampuan dan memiliki kesempatan untuk
selalu memperhatikan usahanya. Keterampilan adalah suatu kemauan dan
kemampuan serta kesempatan yang ada pada diri seseorang untuk selalu
menggunakan semua organ fisiknya dalam mengembangkan usahanya tersebut,
unsur ini berhubungan dengan kerja fisik anggota badan terutama tangan, kaki
dan mulut (suara) untuk bekerja.
Allport (1961) menjelaskan bahwa perilaku adalah keadaan dan kesiapan
mental yang terorganisasi melalui pengalaman, yang secara langsung
mempengaruhi respon manusia terhadap semua obyek atau semua situasi yang
berhubungan dengan dirinya. Zimmerer et al (1996) menyatakan bahwa
kewirausahaan adalah hasil suatu proses pengaplikasian kreativitas dan inovasi
secara sistematis dan disiplin dalam rangka pemenuhan kebutuhan menangkap
berbagai peluang di pasar. Perilaku kewirausahaan adalah keadaan dan kesiapan
mental yang terorganisasi melalui pengalaman dalam rangka pemenuhan
kebutuhan menangkap berbagai peluang di pasar atau kesiapan seseorang untuk
berespon secara konsisten terhadap enam ciri-ciri wirausaha sukses yaitu
kepercayaan diri, berorientasi pada tugas dan hasil, keberanian mengambil resiko,
kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi ke masa depan (Meredith, 1996).
Ciri-ciri wirausaha sukses tersebut dijabarkan dalam sepuluh ciri-ciri
seseorang yang memiliki perilaku kewirausahaan yaitu (a) fleksibel dan supel
dalam bergaul, (b) mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada, (c)
memiliki pandangan ke depan, cerdik, dan lihai, (d) tanggap terhadap situasi yang
berubah-ubah tidak menentu, (e) mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja
mandiri, (f) mempunyai pandangan yang optimis serta mempunyai jiwa
kepemimpinan, (g) mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan tugasnya
dengan baik dan teguh dalam pendiriannya, (h) sangat mengutamakan prestasi dan
memperhitungkan faktor penghambat dan faktor penunjang, (i) memiliki disiplin
yang tinggi, dan (j) berani mengambil resiko dengan memperhitungkan tingkat
kegagalan. Namun, Tjakrawerdaya (1997) menyatakan bahwa sebagian besar
pelaku usaha kecil di Indonesia belum dapat memenuhi ciri kewirausahaan yang
ideal. Pada sejumlah penelitian hanya sebesar 10 % dari potensi kewirausahaan
yang secara alamiah terwujud di dalam masyarakat, sebagian besar potensi
kewirausahaan masih berupa “sleepy enterpeneur” atau belum bangkit.
Industri Kecil Menengah (IKM)
Pelaku usaha pempek di Kecamatan Seberang Ulu 1 dan Seberang Ulu 2
didominasi pelaku usaha skala industri mikro dan kecil. Skala industri tersebut
termasuk ke dalam skala Industri Kecil dan Menengah (IKM). Menurut pengertian
Pasal 1 Butir 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen bahwa “pelaku usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

7

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Undang-undang No. 3 tahun 2004 menjelaskan bahwa industri adalah
“kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.”
Pengertian Industri Kecil Menengah (IKM) sangat beragam di Indonesia terutama
oleh pihak-pihak atau lembaga pemerintahan yang menggunakan konsep yang
berbeda dalam mendefinisikan IKM.
Batasan mengenai skala usaha menurut BPS berdasarkan kriteria jumlah
tenaga kerja bahwa Industri Mikro atau Rumah Tangga memiliki tenaga kerja 1-4
orang, Industri Kecil memiliki tenaga kerja sebanyak 5-19 orang dan Industri
Menengah memiliki tenaga kerja sebanyak 20-99 orang. Adapun kriteria industri
mikro atau rumah tangga, industri kecil, menengah, dan besar berdasarkan UU
No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Kriteria Industri Rumah Tangga atau
Mikro adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak 5 juta rupiah tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kriteria Industri Kecil adalah
memiliki kekayaan bersih lebih dari 5 juta rupiah sampai dengan paling banyak
200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kriteria Industri
Menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari 200 juta rupiah sampai
dengan paling banyak 10 miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Kriteria Industri Besar adalah memiliki kekayaan bersih lebih 10 miliar
rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Disperindagkop Kota Palembang menyatakan bahwa batasan pengertian
IKM dan UMKM pada dasarnya sama, namun perbedaan yang mendasar adalah
UMKM hanya memasarkan hasil produksinya saja sedangkan IKM menghasilkan
dan memasarkan hasil produksinya. Berdasarkan kriteria tersebut pelaku usaha
pempek termasuk dalam skala IKM. Sebagian besar usaha pempek di Kecamatan
Seberang Ulu 1 dan Seberang Ulu 2 termasuk IKM berskala industri rumah tangga
atau mikro dan industri kecil.
Tambunan (2012) menyatakan bahwa di saat krisis ekonomi, Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) termasuk sektor industri di dalamnya memiliki tingkat
kompetisi yang lebih baik dari pada usaha besar. Pangsa output usaha besar terus
mengalami penurunan yaitu dari 62 persen pada tahun 1996 menjadi 45.7 persen
pada tahun 2000. Penurunan terbesar terjadi saat krisis ekonomi sebesar 58.4
persen pada 1997 menjadi 49.8 persen pada 1998. Pangsa output usaha kecil dan
usaha menengah, masing-masing mengalami peningkatan dari 17.7persen dan
20.3 persen pada tahun 1996 menjadi 29 persen dan 25.3 persen pada tahun 2000.
Hal ini mengindikasikan bahwa usaha kecil dan menengah memiliki tingkat
efisiensi dan produktivitas yang lebih baik dari usaha besar, sehingga Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) merupakan sektor yang memiliki ketahanan terhadap
gejolak krisis ekonomi dan perlu mendapat perhatian utama dalam pembangunan
ekonomi Indonesia.
Tambunan (2012) menyatakan bahwa perlu adanya penerapan strategi
industri berbasis UKM. Industri besar seharusnya mampu bersinergi dengan IKM,
sehingga kinerja perekonomian Indonesia mungkin tidak akan terpuruk terlalu
dalam ketika krisis ekonomi melanda. Terdapat tiga alasan yang diperlukan

perubahan menuju strategi berbasis IKM. Pertama, IKM memiliki sumber
pertumbuhan yang memenuhi syarat untuk mengejar pertumbuhan dan
pemerataan. Kedua, strategi ini memungkinkan penyebaran industri ke berbagai
lokasi, termasuk aset riil dalam sistem ekonomi ke banyak pulau. Ketiga, kedua
faktor di atas akan membentuk proses industrialisasi yang menyebar dan
berkesinambungan.
Keberhasilan Usaha
Luk (1996) menjelaskan bahwa keberhasilan usaha berkaitan dengan faktor
penentu keberhasilan Industri Kecil dan Menengah (IKM) bahwa keberhasilan
usaha kecil ditandai oleh inovasi serta perilaku mau mengambil resiko. Berbagai
faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil hasil identifikasi penelitian Luk
tersebut pada dasarnya adalah cerminan dari kemampuan usaha (pengetahuan,
perilaku dan keterampilan), pengalaman yang relevan, motivasi kerja dan tingkat
pendidikan seseorang pelaku usaha, sehingga keberhasilan usaha dapat
dipengaruhi oleh kemampuan usaha yang tercermin di antaranya melalui
pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dari pelaku usaha. Primiana (2009)
mengemukakan bahwa keberhasilan usaha adalah permodalan sudah terpenuhi,
penyaluran yang produktif dan tercapainya tujuan organisasi. Suryana (2011)
menyatakan bahwa indikator keberhasilan usaha terdiri dari modal, pendapatan,
volume penjualan, output produksi, dan tenaga kerja
Algifari (2003) mengemukakan bahwa keberhasilan usaha dapat dilihat dari
efisiensi proses produksi yang dikelompokkan berdasarkan efisiensi secara teknis
dan efisiensi secara ekonomis. Dari pengertian keberhasilan usaha di atas dapat
disimpulkan bahwa keberhasilan usaha dipengaruhi oleh kemampuan usaha atau
perilaku kewirausahaan yang meliputi pengetahuan, perilaku, dan keterampilan
dan terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan usaha diantaranya
permodalan, pendapatan, volume penjualan, output dan efisiensi produksi, dan
tenaga kerja.
Nasution (2005) menyatakan bahwa indikator keberhasilan usaha adalah
berdasarkan lima hal yaitu jumlah penjualan meningkat, hasil produksi meningkat,
keuntungan atau profit bertambah, kepuasan pelanggan, perkembangan dan
pertumbuhan usaha berkembang cepat dan memuaskan. Ukuran keberhasilan
usaha dalam menerapkan strategi pemasarannya adalah mampu memberikan
kepuasan kepada pelanggan. Semakin banyak pelanggan yang menerima produk
atau jasa yang ditawarkan, maka mereka semakin puas. Hal ini berarti strategi
yang dijalankan sudah cukup berhasil. Ukuran mampu meraih pelanggan
sebanyak mungkin hanya merupakan salah satu ukuran bahwa strategi yang
dijalankan sudah cukup baik.
Penelitian ini menggunakan peubah pendapatan/jumlah penjualan (omset),
jumlah tenaga kerja, dan presentase keuntungan (NPM). Menurut hasil penelitian
Dwiangga (2013), jumlah tenaga kerja menentukan jumlah produksi yang secara
langsung akan menentukan pendapatan atau upah yang diterima tenaga kerja
maupun pendapatan pemilik usaha industri pengolahan tahu Poo di Kota Kediri.
Van Horne (2002) menyatakan bahwa keberhasilan usaha dapat dilihat dari
kemampuan untuk menghasilkan laba atau profitabilitas. Profitablitas dapat di
ukur dengan dua tipe yaitu rasio profitabilitas dalam hubungan jumlah

9

penjualan/pendapatan (omset) dan profitabilitas dalam hubungan dengan investasi
(modal). Penelitian ini menggunakan profitabilitas dengan NPM (Net Profit
Margin). Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), Net Profit Margin adalah
perbandingan antara laba bersih dengan penjualan/pendapatan. Dengan demikian,
NPM dapat dikatakan sebagai presentase keuntungan yang dihasilkan dari
perbandingan antara keuntungan dengan pendapatan/jumlah penjualan (omset).
Karakteristik Responden dan Faktor Pendukung yang Berhubungan dengan
Perilaku Kewirausahaan
Rogers dan Shoemaker (1987) menyatakan bahwa perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh: (1) kemampuan membaca dan menulis, (2) sifat
kosmopolit, (3) tingkat pendidikan, (4) status sosial ekonomi, dan (5) umur.
Suryana (2011) meyatakan bahwa perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh fakor
internal dan faktor pendukung. Karakteristik responden meliputi hak kepemilikan,
kemampuan/kompetensi, dan insentif serta faktor pendukung yaitu lingkungan.
Bygrave (1996) menjelaskan bahwa proses kewirausahaan dipengaruhi oleh
inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik responden yaitu faktor
pribadi diantaranya umur, pendidikan, pengalaman, pengambil resiko, dan
komitmen dan faktor pendukung yaitu sosiologi (jaringan kelompok, orang tua,
keluarga, dan model peranan), organisasi (kelompok, strategi, produk, budaya,
dan struktur) dan lingkungan (pesaing, pelanggan, pemasok, investor, pemasok,
kompetisi, sumberdaya, inkubator, dan kebijakan pemerintah).
Siregar dan Pasaribu (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan
yang dipakai untuk mengidentifikasi karakteristik individu yaitu pendekatan
geografis, sosiografis, dan psikografis. Halim (1992) menyatakan bahwa
karakteristik individu meliputi peubah seperti umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama, dan sebagainya.Dari beberapa
konsep tentang karakteristik pelaku usaha pempek, beberapa karakteristik tertentu
yang diteliti, yaitu karakteristik responden yang terdiri dari (1) umur, (2) jumlah
tanggungan keluarga, (3) motif usaha, (4) sumber belajar, (5) pendidikan formal,
(6) pendidikan non formal, (7) lama usaha, dan (8) dukungan keluarga dan faktor
pendukung yang terdiri dari (1) dukungan bahan baku, (2) dukungan lingkungan
tempat usaha, dan (3) pendampingan dan pembinaan usaha oleh pemda.
Karakteristik Responden
Umur
Anggraini (1995) menyatakan bahwa usia berhubungan nyata dengan
tumbuh sikap kewirausahaan pengusaha kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menjelaskan bahwa umur produktif berada pada umur 15-64 tahun. Namun dalam
hal pekerjaan, Napitupulu (1975) mengemukakan bahwa umur 15–40 tahun
memiliki produktivitas tinggi.
Dahama dan Bhatnagar (1980) menjelaskan bahwa umur seseorang
berkaitan erat dengan kapasitas belajarnya yang terus meningkat mulai dari anak
mengenal lingkungannya hingga awal usia dewasa 25-28 tahun kemudian
menurun. Setiawan et al. 2006 mengungkapkan bahwa kemampuan fisik,
psikologis dan biologis seseorang berhubungan dengan umur dari orang tersebut.

Psikologis seseorang tersebut termasuk perilaku kewirausahaan pelaku usaha
dalam menjalankan usahanya.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga memberikan sumbangan yang besar dalam
membantu mejalankan usaha, akan tetapi di lain pihak dapat pula menyebabkan
semakin tingginya beban ekonomi dalam keluarga. Pambudy (1999) menyatakan
bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan karakteristik personal peternak
untuk mengukur perilaku kewirausahaan. Jumlah tanggungan keluarga disini
adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan pelaku usaha yang
bersangkutan atau orang lain yang tinggal satu atap dan menjadi tanggungan
pelaku usaha pempek.
Mantra (2003) menjelaskan bahwa jumlah anggota keluarga adalah seluruh
jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur
dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja.
Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan
sehari-hari dikelola bersama-sama menjadi satu, sehingga yang termasuk dalam
jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan
sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non produktif) sehingga
membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua).
Motif Usaha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motif adalah alasan atau penyebab
seseorang melakukan sesuatu. Menurut Madura (2007), bisnis atau usaha
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.
Selain itu, bisnis atau usaha dapat didefinisikan sebagai kegiatan usaha yang
terorganisasi untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dan bertujuan menghasilkan keuntungan (profit) dan laba tersebut
digunakan untuk usaha meningkatkan laba yang lebih besar lagi. Pengertian motif
bisnis adalah dorongan seseorang melakukan kegiatan atau usaha yang
menyediakan produk atau jasa sesuai keinginan konsumen untuk mendapatkan
keuntungan (profit).
Sumber Belajar
Menurut Anggani (2006) sumber belajar adalah segala macam bahan yang
dapat digunakan untuk memberikan informasi maupun keterampilan kepada siswa
maupun guru. Aspek manfaat dari sumber belajar tidak hanya berfokus pada anak
melainkan juga terhadap guru. Pemanfaatan sumber belajar selain bermanfaat
untuk anak juga memiliki nilai manfaat bagi guru. Guru juga memperoleh
informasi dan juga keterampilan sdengan memanfaatkan berbagai sumber belajar.
Menurut Association Educational Comunication and Tehnology AECT (!977)
sumber belajar yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan
wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah
maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan
belajar.

11

Sumber belajar tersebut meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan
tata tempat. Sumber belajar pelaku usaha pempek memiliki pengertian bahwa
pelaku usaha tersebut terinspirasi memulai usaha pempek dan pengolahan pempek
yang lebih dikhususkan kepada seseorang di antaranya orang tua, kerabat, dan
teman.
Pendidikan
Pendidikan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan
ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan diterima oleh
masyarakat (Padmowihardjo 1994). Slamet (2002) mengungkapkan bahwa
pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku individu baik dari segi
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Pendidikan pada hakekatnya adalah
usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang melalui
sekolah atau luar sekolah dan dapat dialami selama hidup yang dapat memberikan
nilai tertentu pada manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima halhal baru dan juga cara berpikir secara ilmiah. Melalui pendidikan, pengetahuan
dan keterampilan seseorang bertambah baik itu pendidikan formal maupun
pendidikan non formal. Pendidikan formal di Indonesia menerapkan wajib belajar
12 tahun terhitung bulan Juni 2015. Namun sebelumnya, menurut PP No.47 tahun
2008 yang mengatur pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar adalah 9
tahun. Hasil penelitian Sapar (2006) menunjukkan bahwa pendidikan formal dan
non formal memiliki hubungan yang nyata dengan perilaku kewirausahaan
pedagang kaki lima gerobak makanan di Bogor.
Lama Usaha
Dahama dan Bhatnagar (1980) mengatakan bahwa pengalaman seseorang
akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih
banyak. Pengalaman belajar sebagai interaksi antara yang belajar dengan
lingkungannya sehingga yang belajar tersebut dapat memberi reaksi terhadap
stimulus yang diterimanya (Soekanto 1986). Dahama dan Bhatnagar (1980)
mengatakan bahwa pengalaman seseorang memberikan kontribusi terhadap minat
dan harapannya untuk belajar lebih banyak. Pengalaman berusaha dalam perilaku
kewirausahaan dapat diukur dari lamanya pelaku usaha yang bersangkutan
menjalankan usahanya. Semakin lama pelaku usaha yang bersangkutan
menjalankan usahanya semakin banyak juga pengalaman kewirausahaan yang
diperoleh.
Dukungan Keluarga
Sardiman (2006) menjelaskan bahwa motif merupakan daya penggerak dari
dalam untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. Hamalik (2003)
menjelaskan bahwa motivasi merupakan perubahan energi dalam diri (pribadi)
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya “feelling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan.
Sapar (2006) menyatakan bahwa keluarga dapat memberikan motivasi atau
dukungan bagi rumah tangga yang bersangkutan untuk lebih banyak menggali
sumber pendapatan lainnya. Ayah sebagai kepala rumah tangga mempunyai

kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anggota keluarga lainnya. Ibu juga
sering membantu Ayah dalam memperoleh penghasilan untuk keberlangsungan
hidup berumah tangga. Mustofa (1996) mengatakan bahwa pengalaman masa
kecil, serta pola asuh keluarga, tuntutan keluarga, kemungkinan besar ikut
berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan meskipun hal ini kadang-kadang tidak
disadari oleh individu yang bersangkutan.
Faktor Pendukung Perilaku Kewirausahaan
Pelaku Usaha Pempek
Dukungan Bahan Baku
Bahan baku merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha. Bahan
baku seharusnya kualitasnya baik, mudah diperoleh, mudah didapat, dan mudah
diolah. Bahan baku dalam penelitian ini difokuskan pada kemudahan pelaku usaha
untuk mendapatkan bahan baku di pasar tradisional maupun pasar yang
berdekatan dengan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Jakabaring Kota Palembang.
Bahan baku tersebut berupa ikan tawar (gabus) dan ikan laut (tenggiri, kakap,
parang-parang, dan ekor kuning) serta tepung tapioka atau sagu. Hasil penelitian
ini juga mendeskripsikan jenis ikan yang digunakan oleh pelaku usaha pempek
dan berbagai alasan pelaku usaha pempek menggunakan jenis ikan tersebut.
Dukungan Lingkungan Tempat Usaha
Menurut Soedjono (1993), bahwa kemampuan afektif mencakup sikap,
nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi yang semuanya sangat bergantung pada
kondisi lingkungan yang ada, sehingga dimensi kemampuan afektif dan kognitif
merupakan bagian dari pendekatan kewirausahaan yang merupakan fungsi dari
perilaku kewirausahaan. Bygrave (1996) menjelaskan bahwa lingkungan usaha
(environmental) merupakan faktor yang harus diperhatikan sebelum menjalankan
usaha. Lingkungan tempat usaha ini lebih dititikberatkan pada kondisi lingkungan
sekitar dan keterlibatan warga setempat dalam mendukung usaha pempek.
Pendampingan dan Pembinaan Usaha oleh Pemda
Suryana (2011) menyatakan bahwa faktor pemicu kewirausahaan yang
berasal dari lingkungan yaitu model peran, peluang, aktivitas, pesaing, inkubator,
sumberdaya, dan kebijakan pemerintah. Mardikanto (2009) menjelaskan bahwa
peran penyuluh diantaranya adalah sebagai fasilitasi atau pendampingan.
Pendampingan ini bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh
klien. Fungsi fasilitasi tidak harus selalu dapat mengambil keputusan,
memecahkan masalah, dan atau memenuhi sendiri berbagai kebutuhan klien,
namun seringkali hanya sebagai penengah atau mediator. Selain itu, peran
penyuluh sebagai supervisi atau pembinaan merupakan upaya bersama dengan
klien untuk melakukan penilaian kemudian memberikan saran alternatif perbaikan
atau pemecahan masalah yang dihadapi. Namun, supervisi seringkali
disalahartikan sebagai pengawasan.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Palembang
melakukan pendampingan dan pembinaan kepada pelaku usaha pempek skala
industri mikro dan kecil. Pendampingan biasanya dalam wujud pemberian bantuan
sarana yang menunjang dalam menjalankan usaha pempek khususnya proses

13

pengolahan pempek, sedangkan pembinaan adalah berupa kegiatan-kegiatan
pertemuan seperti bimbingan teknis, seminar dan sosialisasi.
Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang pembinaan dan
pengembangan usaha kecil menjelaskan bahwa pembinaan adalah suatu perlakuan
agar usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan. Upaya untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan melalui pembinaan. Adapun sasaran pembinaan yang
dilakukan terhadap pelaku usaha IKM adalah mengurangi bahkan menghilangkan
berbagai kelemahan dan hambatan serta meningkatkan dan memanfaatkan
keunggulan dan peluangnya.
Berkembangnya skala usaha,