Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999

(1)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI

POSISI DOMINAN MELALUI PEMILIKAN SAHAM

YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO.5/1999

SKRIPSI

Disusun dan diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh

gelar

Sarjana Hukum

OLEH:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

MANAHAN

NIM. 020200031


(2)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...i KATA PENGANTAR

...i i

DAFTAR ISI...

...i ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Perumusan Masalah

..10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

..10

D. Keaslian Penulisan

..12 E. Tinjauan

Kepustakaan...12 F. Metode

Penulisan...15

G. Sistematika Penulisan


(3)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERSAINGAN USAHA SECARA UMUM

A. Sejarah Hukum Persaingan Di

Indonesia...18

B. Pengertian Persaingan

Usaha...27

C. Instrumen Penegakan Hukum Persaingan Di

Indonesia...36

BAB III PENDEKATAN EKONOMI DALAM MEMAHAMI PERSAINGAN USAHA

A. Pandangan Ekonomi Dalam Memahami Persaingan Usaha……….46

B. Konsep Perse Illegal dan Rule of Reason Dalam Persaingan Usaha…...60

BAB IV PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN YANG BERTENTANGAN DENGAN UUNO.5 TAHUN 1999

A. Posisi Dominan Dalam Persaingan

Usaha...70

B. Pemilikan saham Dalam UU No.40 Tahun


(4)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

C. Pemilikan Saham Untuk Menjadi Posisi Dominan Yang Bertentangan

Dengan UU No.5 Thun 1999...85

D. Contoh Kasus Pemilikan Saham Untuk Menjadi Posisi Dominan Yang

Diperiksa Oleh KPPU...89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

...9 8

B. Saran

...1 00


(5)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa selama beberapa dekade belakangan ini negara kita telah banyak mencatat kemajuan yang cukup berarti dalam pemulihan ekonomi . Namun kondisi kesuksesan perekonomian Indonesia bersifat antithesis . Perekonomian yang terlihat maju pesat ternyata tidak lebih dari fatamorgana dan tidak memiliki fondasi yang kuat.1 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diimbangi dengan pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi yang telah ada sehingga terjadi ketimpangan dan kepincangan serta kecemburuan sosial di dalam masyarakat. Di samping itu kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah cenderung tidak mendukung timbulnya persaingan usaha yang sehat. Antara pelaku usaha dan penguasa, dalam hal ini pemerintah, dapat melahirkan hubungan yang merugikan masyarakat dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat karena pelaku usaha diberi berbagai fasilitas oleh penguasa. 2

Negara memang tidak dapat berjalan maju tanpa adanya dunia usaha yang berkembang secara cepat dan efisien. Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

1 James Soemijantoro Wilson, Why Foreign Aid fails: Lesson From Indonesia’s Economic

Collapse, Law and Policy in International Business, volume 33, Number 1,Fall 2001, hal

163-165(dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 3)


(6)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

dunia usaha ini. Keterlibatan pemerintah dalam hal ini adalah menyangkut peraturan-peraturan yang menjadi rambu-rambu yang mengatur dunia usaha. Namun terkadang rambu-rambu tersebut, baik yang terbentuk sebagai suatu aturan main perundang-undangan maupun hanya dalam bentuk-bentuk “kode etik” tertinggal dengan perkembangan dunia usaha.

Keberadaan perusahaan didalam masyarakat diperlukan untuk melakukan proses alokasi sumber daya ekonomi melalui produksi dan distribusi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Perusahaan akan memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat dan menggunakan sumber daya produksi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya produksi seperti modal, tenaga kerja, bahan mentah dan lain-lainnya, oleh perusahaan diproses menjadi barang. Perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama maupun dalam industri yang berlainan bersaing satu dengan yang lainnya dalam menjual barang tersebut.3

Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 kemudian diperburuk dengan kondisi perekonomian dunia yang menurun menjadi alasan pemicu reformasi dan restrukrurisasi dalam berbagai hal yang pada akhirnya turut mempengaruhi kehidupan bernegara. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi adalah pada kenyataannya pemerintah Indonesia selama ini dikenal tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas. Dalam kurun 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan perbuatan yang jelas bertentangan

2 Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Seri Hukum Bisnis, Anti Monopoli, Jakarta, PT. Rajawali Grafindo Perkasa,1999, hal 7


(7)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha. Disamping faktor krisis ekonomi maka Indonesia dalam waktu singkat dipaksa keadaan untuk melakukan berbagai deregulasi peraturan ekonomi untuk menyelesaikan masalah ekonominya.4

Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh berbagai pihak saja. Nurimansjah Hasibuan mengindentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan konsentrasi pemusatan ekonomi yang melahirkan ppraktek monopoli, yaitu:5

1. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi ini pasa satu sisi berguna untuk mengatasi rintangan-rintangan local dan peningkatan efisiensi. Namun disisi lain dapat meningkatkan konsentrasi tinggi. Sebab tidak semua pengusaha dapat menguasai kinerja efisiensi ini. Dengan demikian muncul akumulasi modal dan kekayaan ditangan beberapa orang atau kelompok. Dalam hal ini konsentrasi industri menyebabkan dicapainya kedudukan monopoli melalui persaingan dan efisiensi.

2. Perlindungan yang berlebihan.

3 Legowo, Persaingan Usaha dan Pengambilan Keputusan Manajerial, Jakarta UI Press, 1966, hal 3

4 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia UU no. 5/1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan;Pustaka Bangsa Press,2004, hal.5.

5 Nurimansjah Hasibuan, Ekonomi Industri : persaingan Monopoli dan Regulasi, Jakarta, PT.Pustaka LP3ES, 1993, hal 46-48


(8)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Konsentrasi pasar yang melahirkan monopoli juga muncul karena perlindungan yang berlebihan. Perlindungan ini diberikan oleh pemerintah dalam bentuk sebagai berikut:

(a) pasar barang jadi yang diproduksi dalam negeri dilindungi dengan tariff nominal atau efektif yang tinggi, sedangkan untuk bahan baku yang belum diproduksi atau masih kurang di dalam negeri tarifnya relative rendah. Kadang-kadang kedua jenis perlindungan ini didapat pula oleh suatu perusahaan;

(b) perlindungan pasar juga bisa dilakukan dengan penetapan harga jual oleh pemerintah. Tingkat harga yang ditetapkan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk melindungi konsumen, tetapi juga melindungi perusahaan-perusahaan yang tidak efisienagar terus dapat hidup;

(c) menetapkan captive market yang berarti memberikan kedudukan monopoli bagi suatu perusahaan, baik secara nasional, regional, maupun local. Pola captive market ini acapkali diklaim untuk melindungi yang lemah.

3. Menciptakan entry barrier (rintangan masuk)

Pemerintah memberikan ijin kepada perusahaan-perusahaan tertentu untuk memproduksi barang tertentu. Kemudian bila ada pihak lain yang ingin masuk ke jenis industri tersebut pemerintah akan menolak untuk memberikan ijin dengan alasan kapasitas sudah penuh.

4. Keringanan pajak dan subsidi.

Konsentrasi industri terjadi juga karena adanya perlindungan pemerintah berupa keringanan pajak dan subsidi, keringan pajak dan subsidi yang


(9)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

diberikan kepada perusahaan memungkinkan perusahaan itu memperoleh kesempatan untuk melakukan akumulasi modal dari perolehan laba yang tinggi.

5. Konsentrasi terjadi melalui merger diantara perusahaan yang sejenis

Merger yang berarti perusahaan yang lemah dipaksa atau terpaksa untuk bergabung dengan perusahaan sejenis yang lebih kuat dan dengan sendirinya mengurangi persaingan.

Konsentrasi pemusatan ekonomi oleh beberapa pelaku usaha memberikan pengaruh pada kepentingan umum dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pemusatan ekonomi secara langsung akan berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat pengontrolan pasar dan harga oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat membatasi keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena mereka tidak mendapat kesempatan berusaha yang sama. Demikian juga akibatnya terhadap masyarakat karena dapat kehilangan kesempatan untuk membeli suatu produk dengan harga yang bersaing dan terbatasnya akses pilihan untuk mendapatkan barang dengan kualitas terbaik, pasokan yang terbatas serta pilihan yang kurang beraneka ragam. Secara alamiah tentu setiap pelaku usaha akan berupaya menguasai pasar dalam proses ”survival

of the fittest”.6

Pada umumnya masyarakat dan pembuat kebijakan di Indonesia berasumsi bahwa masalah pasar yang terdistorsi selama ini adalah adalah karena sekelompok pengusaha memiliki keeratan hubungan dengan elit kekuasaan. Dari hubungan ini kemudian mereka mendapat fasilitas dan prioritas khusus dalam menjalankan


(10)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

usaha mereka. Maka muncullah konglomerasi yang mengeksploitasi kekuatan ekonomi mereka dengan biaya yang harus ditanggung oleh rakyat maupun kelompok usaha kecil. Para konglomerat ekonomi ini menguasai pangsa pasar yang sangat besar dan mampu mengontrol serta menguasai pasar. Akibatnya masyarakat memiliki persepsi yang tidak benar mengenai makna yang sebenarnya dari tindakan yang anti persaingan. Masyarakat berpikir bahwa perbuatan yang anti persaingan usaha sangat erat hubungannya dengan konglomerasi atau terjadinya konsentrasi pasar yang sangat tinggi. Hal ini dapat dipahami karena adanya ketidakjelasan kebijakan persaingan dari pihak pemerintah yang terbiasa memberikan kesempatan kepada konglomerasi tanpa mendukungnya dengan prinsip persaingan.

Di dalam masyarakat yang menjalankan ekonomi pasar, sistem ekonomi dalam memproduksi dan mengalokasikan barang dan jasa yang dihasilkan dilakukan melalui mekanisme pasar.7 Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy) produsen dalam berproduksi ditentukan oleh mekanisme ekonomi yang

ada. Hal ini lazim dikenal dengan teori keseimbangan pasar dimana jumlah permintaan akan berbanding terbalik dengan dengan jumlah penawaran, maka harga akan terbentuk dari keseimbangan proses ini.8

Prinsip dasar utama untuk keunggulan ekonomi pasar yang dikemukakan oleh Adam Smith adalah kemauan untuk mengejar keuntungan dan kebahagian terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melalui proses persaingan.9

7 Legowo, Op Cit,hal 4.

8 Tedy Herlambang, Ekonomi Manejerial dan Strategi Bersaing,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal.45.


(11)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

saling bersaing atau berkompetisi karena dapat menimbulkan upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan.10 Disamping itu Smith juga menekankan bahwa bila efisiensi pasar berjalan maksimum, maka intervensi pemerintah terhadap pasar sebenarnya tidak diperlukan.11 Namun akibat dari proses ekonomi pasar bisa menimbulkan beban kesulitan bagi masyarakat jika terjadi ekonomi pasar yang dilakukan demikian bebas yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Ekonomi pasar yang bebas menimbulkan kecenderungan perusahaan/kelompok perusahaan berusaha memperoleh kekuatan ekonomi yang berlebihan, memperbesar skala usaha untuk mencari keuntungan yang yang besar, melakukan konspirasi menentukan harga, membatasi produksi dan mengeksploitasi tenaga kerja. Semuanya itu akan merugikan masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai peranan untuk menghindarkan hal tersebut. Hakikat yang diharapakan dari adanya persaingan yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya ialah berusaha untuk berproduksi dengan lebih efisien (low cost production), sehingga sering dikatakan bahwa persaingan identik dengan efisensi. Di dalam negara yang menjalankan ekonomi pasar akan berusaha agar kondisi persaingan antara perusahaan di dalam negara itu bisa terpelihara dan berjalan dengan baik. Untuk itu umumnya dikendalikan melalui kebijakan persaingan yang bisa memberikan suasana yang kondusif untuk persaingan.12

9 Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, London, George Routlege,1900, hal 345.

10 Abdul R.Saliman, Ahmad Jalis, Hermansyah, Essensi Bisnis Indonesia: Teori dan Contoh

Kasus, Jakarta, Kencana, 2004, hal 170.

11 Giles H.Burges, Jr. The Economic of Regulation and Antitrust, Harper Collins College Publishers, 1995, hal 18.

Iklim persaingan yang sehat merupakan suatu condition sine qua non bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Karena itu Undang-Undang(UU)


(12)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan suatu kebutuhan dan menduduki posisi kunci dalam ekonomi pasar. UU ini akan memberikan aturan main yang jelas kepada pelaku dunia usaha dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka.13

1. Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian persaingan, dan

Dari penjabaran sebelumnya dapat kita lihat bahwa dalam ekonomi pasar yang bebas para pelaku usaha akan berusaha untuk dapat menguasai pasar.hal ini dilakukan dengan berbagai cara seperti: meningkatkan efisiensi perusahaan, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dalam struktur pasar yang kompetitif, penguasaan pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha akan menempatkan mereka pada posisi dominan atau memiliki market power yang berarti bahwa pelaku usaha tersebut menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar untuk suatu jenis produksi tertentu di suatu wilayah tertentu.

Batasan posisi dominan oleh sidang pengadilan masyarakat Eropa (CJEC) dan oleh CEC , terdiri atas:

2. Ketergantungan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi mereka perusahaan yang dominan merupakan rekan perdagangan yang wajib adanya.

Kebebasan perilaku dapat mengandung arti bahwa pelanggan (atau pemasok) tidak mempunyai alternatif untuk berdagang dengan perusahaan yang dipertanyakan, sehingga tambahan pada point b sebagai kriteria yang terpisah

12 Legowo, Op.Cit, hal 6

13 Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM & Benny K. Harman, SH, MH., Analisa dan


(13)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

mungkin tidak diperlukan bila point a dapat dibuktikan. Sebaliknya, mungkin bagi perusahaan dengan rekan dagang yang tergantung pada mereka dapat dihambat dengan persaingan. Misalnya pengecer besar dapat menjadi ‘dominan’ terhadap penyalur kecil yang baginya merupakan pelanggan besar.14

Dalam skripsi ini penulis menitikberatkan pada pasal 27 Undang Undang No.5 Tahun 1999 yaitu mengenai posisi dominant melalui pemilikan saham. Oleh karena itu skripsi ini diberi judul :

Ketentuan-ketentuan mengenai posisi dominan dalam hukum persaingan dimaksudkan untuk mencegah penguasaan kekuatan pasar secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lebih sederhana dan efektif mencegah penguasaan kekuatan pasar daripada mengawasi penyalahgunaannya setelah kekuatan pasar tersebut diambil. Oleh karena itu, pengaturan masalah posisi dominant dalam hukum persaingan di Indonesia bersifat rule of reason, dalam artian secara umum bahwa posisi dominan memang diperbolehkan asal jangan sampai menimbulkan monopoli.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai produk dari hukum persaingan yang telah berlaku hampir lebih dari tujuh tahun di Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru terutama dalam mengatur persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah praktek-praktek perdagangan dengan harapan berbagai masalah praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia dapat diselesaikan. Dalam Undang Undang No.5 Tahun 1999 mengenai posisi dominan terdapat dalam BAB V yang terdiri dari pasal 25 sampai dengan pasal 29.


(14)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

“PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN MELALUI PEMILIKAN SAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO. 5 / 1999”

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “ Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan Undang Undang No.5 Tahun 1999 “ maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana konsep mengenai Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha yang diatur dalam Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?

2. Bagaimana pengaturan tentang Pemilikan Saham dari sebuah perusahaan menurut Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Bagaimana pengaturan tentang Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi

Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 tahun 1999 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang dapat dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut :


(15)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

1. Untuk mengetahui konsep mengenai Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha Yang diatur dalam Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2. Untuk mengetahui mengenai Pemilikan Saham dalam sebuah perusahaan menurut Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perilaku Pelaku Usaha Untuk

menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham Yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai bahwa Perilaku Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya untuk memperoleh Posisi Dominan atau kekuatan pasar terutama melalui Pemilikan Saham suatu perusahaan harus memperhatikan pengaruhnya terhadap pasar dan dampaknya terhadap persaingan yang ada pada jenis usaha tersebut atau setidaknya tidak melanggar Undang Undang no. 5 tahun1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.

2. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai


(16)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha, khususnya tentang Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menguasai pasar yang bertentangan dengan Undang Undang anti Monopoli.

D. Keaslian Penulisan

“ Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 Tahun 1999 “ yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), terutama yang berkaitan dengan Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham dalam Persaingan Usaha yang bertentangan dengan Undang Undang no. 5 tahun 1999. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Kepustakaan

Definisi Pelaku Usaha menurut pasal 1 angka 5 Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu setisp perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.


(17)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

1. Orang perseorangan;

2. Badan Usaha Berbadan Hukum; 3. Badan Usaha Bukan Badan Hukum;

Dengan dimasukkannya badan usaha bukan badan hukum sebagai pelaku usaha, maka cakupannya menjadi luas. Yakni termasuk juga tentunya badan usaha berbentuk CV, Firma, Yayasan, dan berbagai bentuk perkumpulan lainnya.

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih melihat suatu pelaku usaha dalam artian suatu bentuk usaha, baik badan hukum atau tidak. Jadi, jika dalam suatu kelompok usaha ada dua badan hukum misalnya, maka hal tersebut danggap sebagai dua pelaku usaha.15

Selain itu, Undang-Undang No.5 tahun 1999 pasal 1 angka 6 juga memberikan arti kepada persaingan usaha tidak sehat sebagai suatu persaingan antar pelaku isaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Pasal 1 angka memberi arti kepada monopoli sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan ajsa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum

15

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung, PT.Aditya Citra Bakti, 1999, hal 6


(18)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan bahwa Posisi Dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan kepada akses pasukan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berartisurat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dwviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan.16 Pendapat yang lebih komperhensif disampaikan oleh John Downes dan Jordan Elliot Goodman yakni sahamadalah kepemilikan skuitas dalam suatu perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan dan pemilik saham.17

Rumusan yang lebih konkrit tentang saham dijabarkan dalam Surat Keputusan Dierksi Bank Indonesia No. 24/32/Kep/Dir, tanggal 12 Agustus 1991 Tentang

16 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal.861


(19)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham Dalam Pasal 1 Butir c disebutkan, saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan terbatas, baik yang diperjualbelikan di pasar modal maupun yang tidak.

F. Metode Penulisan

Adapun jenis penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang terdapat dalam berbagai sumber dan perangkat hukum ekonomi yang berkaitan dengan posisi dominan melalui pemilikan saham.

Metode penulisan yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu menjabarkan dan menguraikan secara sistematis mengenai hukum persaingan usaha yang menyangkut tentang posisi dominan yang dilakukan melalui pemilikan saham yang menjadi topik bahasan dalam skripsi ini.

Adapun mengenai data penelitian yang digunakan penulis adalah data yang dirangkum oleh penulis dari berbagai sumber yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Data primer yang digunakan adalah Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat dan Undang Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, baik yang berkaitan dengan posisi dominan maupun kepemilikan saham. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa rujukan dari beberapa buku, artikel koran, majalah wacana yang dikemukakan oleh para ahli hukum dan politik, keputusan KPPU dan yang terakhir melalui situs-situs internet. Sementara data tersier yang menjadi bahan penunjang terhadap penulisan skripsi ini adalah kamus, baik kamus bahasa maupun kamus istilah hukum.


(20)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan ( Library

research), baik untuk memperoleh data primer, sekunder dan tersier.

Analisa data yang digunakan dalam penulisan in adalah analisa kualitatif, dimana data-data yang telah dikumpulkan, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing, dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban dari permasalahan yang tertuang dalam tulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, oleh karena itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang ada di dalamnya diuraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan skripsi, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II : Merupakan tinjauan umum terhadap Hukum Persaingan Usaha di Indonesia yang meliputi Sejarah Hukum Persaingan di Indonesia, Pengertian Persaingan Usaha, dan Insrtumen Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.


(21)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

BAB III : Merupakan pembahasan mengenai Perndekatan Ekonomi dalam Persaingan Usaha, dimana di dalamnya akan dibahas mengenai Pandangan Ekonomi dalam Memahami Persaingan Usaha dan Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha.

BAB IV : Merupakan Pembahasan mengenai Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang bertentangan dengan UU no.5 tahun 1999, dimana akan dibahas mengenai Perse Illegal dan Rule of Reason dalam Persaingan Usaha , Pemilikan Saham dalam sebuah perusahaan yang diatur UU no.40 tahun 2007, mengenai Pemilikan Saham untuk menjadi Posisi Dominan yang bertentangan dengan Undang Undang No. 5 Tahun 1999, dan juga memberikan contoh kasus Posisi Dominan yang telah diputus oleh KPPU beserta pembahasannya.


(22)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN TERHADAP PERSAINGAN USAHA SECARA UMUM

A. Sejarah Hukum Persaingan di Indonesia

Undang-Undang dasar tahun 1945 baik sebelum atau sesudah amandemen konstitusi tahun 2002 menginstruksikan bahwa perekonomian disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan.18 Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.19

a. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,

UUD 1945 Pasal 33 mengatakan bahwa:

b. cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan, c. bumi, air dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar

besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia

Dalam Usaha mencapai tujuan tersebut maka negara memainkan peranan penting dalam menyusun laju perekonomian nasional dalam beberapa

18 Ningrum Natasya Sirait , Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 1

19 Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 2


(23)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

dekadeGBHN sejak tahun 1973, karaterristik perekonomian Indonesia memang dipersiapkan berdasarkan usaha bersama dengan orientasi kekeluargaan dimana cabang produksi yang vital adalah dikuasai oleh Negara. Perekonomian Indonesia berupaya menghindarkan diri dari sistem free fight liberalism yang mengeksploitasi manusia atau dominasi perekonomian oleh Negara serta persaingan curang dalam berusaha dengan melakukan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja. Praktek ini muncul dalam berbagai bentuk monopoli ataupun monopsoni yang merugikan serta bertentangan dengan instruksi Pasal 33 UUD’45.

GBHN yang disusun sejak tahun 1973 sampai tahun 1998 yang memberikan landasan normatif yang jelas mengenai peran serta pemerintah untuk mencegah terjadinya praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini secara eksplisit terlihat pada substansi beberapa ketetapan MPR yaitu TAP MPR RI no.IV/MPR/1973 pada bidang Pembangunan Ekonomi, TAP MPR RI no.IV/MPR/1978 tentang Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah, TAP MPR RI no.II/MPR/1983 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah, terutama pada TAP MPR RI no.II/MPR/1988 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional, dan TAP MPR RI no.II/MPR/1993 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional, serta TAP MPR RI no.II/MPR/1998 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional. Ketentuan diatas mengatur bahwa untuk mencapai tujuan perekonomian nasional maka haruslah melalui pemberian persamaan kesempatan berusaha bagi


(24)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Dorongan dan pemantapan kemitraan usaha tersebut dilakukan melalui penciptaan iklim persaingan yang sehat dalam pasar yang terkelola.

Kemajuan pesat dalam bidang perekonomian yang dialami Indonesia pada tahun 1970-an. Dimana industrialisasi berkembang dengan maju dan cepat dengan dukungan peran pemerintah yang cukup ekstensif dalam bidang perekonomian. Hanya saja dukungan itu diberikan oleh pemerintah dengan memberikan kemudahan, fasilitas atau dukungan regulasi yang memihak kepada beberapa pelaku usaha untuk melakukan monopoli dalam berusaha.

Gagasan akan perlunya Undang Undang Anti Monopoli dan Persaingan curang pernah disampaikan, oleh para pakar di bidang ekonomi dan hukum ekonomi, setidak-tidaknya sejak ditetapkannya Undang Undang no.5 tahun 1984 tentang Perindustrian. Pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), menyatakan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan tehadap industri untuk mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna; Mencegah pemusatan atau pengasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.20

Pada umumnya masyarakat maupun para pembuat kebijakan di Indonesia berasumsi bahwa masalah pasar yang terdistorsi selama ini adalah karena sekelompok pengusaha memiliki keeratan dengan elit kekuasaan. Dari hubungan inilah kemudian mereka mendapat prioritas serta fasilitas khusus dalam Dalam kenyataannya pelaksanaan pasal ini tidak pernah dilaksanakan atau dibuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan pasal tersebut diatas.


(25)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

menjalankan usaha mereka. Maka muncullah konglomerasi yang menguasai pangsa pasar sangat besar dan mampu mengontrol serta menguasai pasar.21

Selama 15 (lima belas) tahun terakhir, keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah tindakan yang bersifat monopolistik dan tindakan-tindakan persaingan usaha yang curang (Unfair business practices).

22

Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan merusak mekanisme pasar23 termasuk pula dalam hal ini tidak adanya kebijakan persaingan yang dapat mengimbangi fenomena ekonomi dan kegiatan usaha di Indonesia. Akibatnya, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan-perbuatan yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha.24

Hal tersebut tentu tidak terlepas dari pandangan ekonomi politik yang berlaku di dalam pemerintahan pada saat itu yang hanya memikirkan bagaimana membangun perekonomian meskipun dipenuhi dengan praktek persaingan tidak sehat yang menghambat proses persaingan itu sendiri. Bahkan secara ekstrim dikatakan bahwa pada saat itu negara dan pemerintah juga turut mensponsori

21 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 6 22 Munir Fuady, Op.Cit, hal 2

23

Achmad Shauki, “Masalah Persaingan di Indonesia” paper pada Seminar FEUI “Sumbangan Pemikiran FEUI pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi”, November 1998.

24


(26)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

praktek-praktek persaingan tidak sehat.25 Lebih jauh lagi, dikatakan bahwa pemerintah memberikan dukungan dan mempunyai peran ekstensif dalam bidang perekonomian yang terkadang bersifat sepihak. Peran dominan terlihat dalam campur tangan regulasi dengan memberikan kemudahan atau fasilitas persetujuan bagi beberapa pelaku usaha untuk melakukan praktek monopoli dalam berusaha.26

Akibatnya masyarakat memiliki persepsi yang tidak benar mengenai makna yang sebenarnya dari tindakan anti persaingan (anti competitive behavior). Masyarakat berpikir bahwa perbuatan yang anti persaingan usaha sangat erat kaitannya dengan konglomerasi atau terjadinya konsentrasi pasar yang tinggi. Perihal campur tangan pihak pemerintah yang terbiasa memberikan kesempatan kepada konglomerasi tanpa didukung dengan prinsip persaingan, dapat dilihat dari pengalaman Indonesia dengan tata niaga cengkeh melalui BPPC (Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh). BPPC dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga kestabilan serta pemasokan harga cengkeh di pasaran. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa semenjak BPPC dibentuk maka harga cengkeh justru jatuh dipasaran dalam waktu yang cepat dengan angka penurunan yang sangat drastis. Disamping itu mekanisme tata niaga cengkeh juga telah membentuk pasar monopoli sekaligus telah mengakibatkan terjadinya praktek monopsoni. Akibatnya adalah keengganan petani cengkeh terutama di Sulawesi untuk menanam cengkeh sehingga mengakibatkan penurunan dari hasil panen cengkeh. Komoditas cengkeh adalah salah satu contoh sederhana kebijakan serta

25 Didik J. Rachbini, Lima Tahun KPPU,

diakses pada tanggal 16 April 2007.

26 Kwiek Kian Gie, Saya Bermimpi Jadi Konglomerat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal 80-86.


(27)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

campur tangan pemerintah dan kepentingan politik suatu pihak telah mengakibatkan distorsi pasar.27

Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 sangat memukul dunia usaha yang ada di Indonesia dan kondisi pasar yang selama ini terdistorsi memperparah dampak yang yang dialami para pelaku usaha di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat dua penyebab distorsi perekonomian yang dapat menyebabkan pasar menjadi tidak sempurna, yang terdiri dari:

Disamping cengkeh, maka contoh pada pengaturan tata niaga komoditas jeruk, pala, kayu cendana, rotan, dan proyek mobil nasional (MOBNAS) yang memperoleh banyak fasilitas kemudahan. Semuanya itu dengan dalih untuk pembangunan dan menciptakan efisiensi namun pada kenyataannya tidak demikian dan merupakan gambaran tentang intervensi pemerintah yang sangat ekstensif dan berdampak pada persaingan usaha.

28

a) Eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak adil (unfair conduct);

b) Kebijakan/intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefisiensi perekonomian.

Dalam upaya untuk mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan januari 1998 Indonesia menandatangani Letter of Intent sebagai bagian dari

27 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 7

28 Faisal H. Basri dan Dendi Ramdani, Kebijakan Persaingan di Era Otonomi,


(28)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

program bantuan International Monetary Fund. Dari 50 butir memorandum maka serangkaian kebijakan deregulasi segera dilakukan pemerintah pada waktu itu. Dengan berakhirnya masa orde baru Mei 1998 semasa pemerintahan transisi B.J.Habibie terdapat beberapa perubahan yang dilakukan dalam hal perundang-undangan yang juga merupakan bagian dari rangkaian komitmen Indonesia terhadap pinjaman dari IMF.29

Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting dalam dalam mendorong pemerintah untuk melakukan deregulasi pada beberapa materi perundang-undangan baru khususnya yang menyangkut mengenai persaingan usaha. Walaupun ditentang sebagian pihak, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa peran IMF cukup signifikan dalam menentukan beberapa perubahan yang terjadi terutama dalam kebijakan perekonomian dan hukum. Salah satu diantaranya adalah untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha dengan memberlakukan Undang-undang No.5 Tahun 1999 atau yang dikenal dengan nama Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Substansi undang-undang ini mengatur tentang larangan melakukan praktek monopoli, persaingan usaha yang tidak sehat diantara pelaku usaha, adanya suatu komisi independent yang disebut dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan mengatur mengenai sanksi dan prosedur

Deregulasi dilakukan dalam bentuk mengeluarkan 7 Keputusan Presiden, 3 Peraturan Pemerintah, dan 6 Instruksi Presiden. Deregulasi yang dilakukan berupa instruksi penghentian tindakan yang mendistorsi pasar yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan golongan tertentu di Indonesia.


(29)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

penegakan hukun. dari undang-undang bukan hanya untuk melindungi konsumen atau pelaku usaha tetapi dalam jangka panjang justru memelihara proses persaingan itu sendiri.

Selama ini memang telah ada beberapa peraturan maupuin regulasi pemerintah yang mencoba mengatur tentang perlindungan terhadap persaingan yang sehat tetapi hal ini tidak terkodifikasi dengan teratur peraturan ini tersebar dalam berbagai undang-undang, misalnya dalam UU Koperasi No.5/1992, UU Tentang Usaha Kecil No.9/1995.

Disamping itu mengenai persaingan usaha dijumpai pada berbagai perundangan lainnya walaupun sifatnya masih sporadis dan tidak terkodifikasi seperti misalnya pada berbagai undang-undang di bawah ini :

a. Pasal 382 bis KUHP: ”barang siapa mendapatkan, melangsungkan, atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atrau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorangf tertentu, diancam karena persaingan curang, dengan pidana paling lam satu tahun atau denda paling banyak Rp. 13.500,- jika hal itu dapat menimbulkan suatu kerugian bagi saingannya sendiri atau orang lain”.

b. Pasal 1365 KUHPerdata: “Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian tersebut karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”.


(30)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

c. UU No.5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian pada pasal 7 : “pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap[ industri untuk :(1)………(2) mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur (3) mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat”.

d. Pasal 9 ayat (2) pengaturan dan Pembinaan Bidang Usaha Industri dilakukan dengan memperhatikan :……….(2) Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan peruahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat”.

e. UU No. 1 Tahun 1995 kihusus disinggung dalam mengatur perusahaan yang melakukan merger, akuisisi, dan konsolidasi. Hal ini dinyatakan Memori penjelasan UU No. 1/1995 bagian umum yaitu : “Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat akibat menumpuknya kekuatan ekonomi pada sekelompok kecil pelaku ekonomi serta sejauh mungkin mencegah monopoli dan monopsoni dalam segala bentuknya yang merugikan masyarakat, maka dalam undang-undang ini diatur pila


(31)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

persyaratan dan tata cara untuk melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan”.

f. UU No.1 tahun 1995, pasal 104, paragraph 91) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan perseroan harus memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Seluruh peraturan yang ada diatas masih berlaku dan tidak dengan otomatis digantikan oleh UU No.5/1999 karena pada dasarnya UU No.5/1999 mengatur tentang persaingan pasar dalam konteks yang lebih terperinci bahkan kompleks karena melibatkan teori ekonomi dan perhitungan yang rumit dan bukan hanya dibatasi pada persaingan curang saja. Tetapi bahkan sampai masuk pada konteks pasar yang menjadi terdistorsi akibat tidak berjalannya suatu proses persaingan dengan baik.

B. Pengertian Persaingan Usaha

Persaingan atau comperition dalam bahasa inggris oleh Webster didefinisikan sebagai “…a struggle or contest between two or more persons for the same

objects”.

Dengan memperhatikan terminology ‘persaingan’ di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

(a) Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. (b) Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.


(32)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Persaingan sering dikonotasikan negatif karena dianggap mementingkan kepentingan sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalm menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan. Oleh sebab itu pengertian kompetisi atau persaingan usaha dalam pengertian yang positif dan independent sebagai jawaban terhadap upaya mencapai equilibrium.30

1. Persaingan menunjukkan banyaknya pelaku usaha yang menawarkan/ memasok barang atau jasa tertentu ke pasar ysng bersangkutan. Banyak sedikitnya pelaku usaha yang menawarkan barang atau jasa ini menunjukkan struktur pasar (market structure) dari barang atau jasa tersebut.

Dalam konsepsi persaingan usaha, dengan asumsi bahwa faktor yang mempengaruhi mempengaruhi harga adalah permintaan dan penawaran, dengan kondisi lain berada dalam ceteris paribus, persaingan usaha akan dengan sendirinya menghasilkan barang atau jasa yang memilik daya saing yang baik, melalui mekanisme produksi yang efisien dan efektif, dngan mempergunakan seminimum mungkin factor-faktor produksi yang ada. Dalam sistem ekonomi pasar yang demikian, persaingan memiliki beberapa pengertian:


(33)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

2. persaingan merupakan suatu proses di mana masing-masing perusahaan berupaya memperoleh pembeli/pelanggan bagi produk yang dijualnya, yang antara lain dapat dilakukan dengan :

a. menekan harga (price competition)

b. persaingan bukan harga (non-price competition), misalnya yang dilakukan melalui diferensiasi produk, pengembangan hak atas kekayaan intelektual,promosi, pelayanan purna jual, dan lain-lain; c. berusaha secara lebih efisien (low-cost production)31

Secara garis besar, persaingan bisa membawa aspek positif apabila dilihat dari dua perspektif yaitu non ekonomi dan ekonomi.32

a. Perspektif non ekonomi

Selama ini memang orang lebih banyak mengajukan argumentasi ekonomi (efisiensi) untuk menyetujui keberadaan persaingan. Namun, dilihat dari perspektif non ekonomi akan didapati pula bahwa kondisi persaingan ternyata juga membawa aspek positif. Dari sisi politik, Arie Siswanto mengutip pendapat Scherer yang mencatat bahwa setidaknya ada tiga argumen untuk mendukung persaingan dalam bidang usaha. Pertama, dalam kondisi penjual maupun pembeli terstruktur secara atomistik (masing-masing berdiri sebagai unit-unit terkecil dan independen) yang ada dalam persaingan, kekuasaan ekonomi atau yang didukung oleh faktor ekonomi (economic or economic-supported power) menjadi tersebar dan terdesentralisasi.

31 Gunawan Widjaja, Merger dalam Perspektif Monopoli, Jakarta, PT.Raja Grafindo Perkasa, 1999, hal 10


(34)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Dengan demikian pembagian sumber daya alam dan pemerataan pendapatan akan terjadi secara mekanik, terlepas sama sekali dari campur tangan kekuasaan pemerintah maupun pihak swasta yang memegang kekuasaan. Kedua, berkaitan erat dengan hal di atas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara impersonal, bukan melalui personal pengusaha maupun birokrat. Dalam keadaan seperti ini, kekecewaan politis masyarakat yang usahanya terganjal keputusan penguasa tidak akan terjadi. Dalam kalimat yang lebih sederhana dalam kondisi persaingan, jika seseorang warga masyarakat terpuruk dalam bidang usahanya, ia tidak akan terlalu merasa sakit karena ia jatuh bukan karena kekuasaan orang tertentu tetapi karena suatu proses yang mekanistik (permintaan-penawaran). Ketiga, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama di dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada dasarnya setiap orang akan punya kesempatan yang sama untuk berusaha dan demikian hak setiap manusia untuk mengembangkan diri (the right to self development) menjadi terjamin.

b. Perspektif ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, argumentasi sentral untuk mendukung persaingan berkisar di seputar masalah efisiensi. Argumentasi efisiensi ini sebenarnya merupakan idealisasi teoritis dari mazhab ekonomi klasik tentang struktur yang terbaik. Mengikuti sumber daya ekonomi akan bisa dialokasikan dan didistribusikan secara paling baik, apabila para pelaku ekonomi dibebaskan untuk melakukan aktivitas mereka dalam kondisi bersaing dan bebas menentukan pilihan mereka sendiri.


(35)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Pada umumnya persepsi tentang persaingan juga selalu dikaitkan dengan kultur barat dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Diakuinya sistem kepemilikan individual, dimana seseorang diperbolehkan untuk membeli atau memiliki alat produksi dan berhak mendapatkan keuntungan darinya. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi komunis atau sosialis dimana pemerintahlah yang berhak memiliki modal dan menentukan apa yang diproduksi, menerima dan membagi penghasilan.

b) Kebebasan pilihan bagi konsumen untuk membeli dan menolak apa yang ditawarkan, pekerja bebas menentukan bekerja dimanapun dan investor bebas melakukan investasi dimanapun. Dengan kata lain maka setiap usaha bebas menentukan untuk masuk dan keluar dari pasar, bebas menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan masing-masing.

c) Persaingan dimana dalam konteks persaingan yang sempurna terdapat banyak produser yang memproduksi barang yang hampir sama sehingga mereka harus bersaing baik ditingkat produser maupun dalam tingkat pemilik modal sekalipun.

d) Ketergantungan terhadap pasar, dimana pasar yang dikenal dengan free

market atau pasar bebas adalah fungsi utamanya.33

33

Edwin Mansfield, Principles of Microeconomics, WW Norton & Company, New York, 3rd edition, 1980,hal 51-55 (dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak


(36)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Di samping itu, dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, persaingan juga membawa implikasi positif berikut:34

a) Persaingan merupakan sarana melindungi para pelaku ekonomi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Dalam kondisi tanpa persaingan, kekuatan ekonomi akan terealisasikan pada beberapa pihak saja. Kekuatan ini pada tahap berikutnya akan menyebabkan kesenjangan besar dalam posisi tawar-menawar (bargaining position) , serta pada akhirnya membuka peluang bagi penyalahgunaan dan eksploitasi kelompok ekonomi tertentu. Sebagai contoh sederhana, persaingan antarpenjual dalam industri tertentu akan membawa dampak protektif terhadap para konsumen/pembeli, karena mereka diperebutkan oleh para penjual serta dianggap sebagai sesuatu yang berharga.

b) Persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumber-sumber daya ekonomi sesuai dengan keinginan konsumen. Karena ditentukan oleh permintaan (demand), perilaku para penjual dalam kondisi persaingan akan cenderung mengikuti pergerakan permintaan para pembeli. Dengan demikian, suatu perusahaan akan meninggalkan bidang usaha yang tidak memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Singkatnya, pembeli akan menentukan produk apa yang dan produk yang bagaimana yang mereka sukai dan penjual akan bisa mengefisienkan

34 Ibid.


(37)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

alokasi sumber daya dan proses produksi seraya berharap bahwa produk mereka akan mudah terserap oleh permintaan pembeli.

c) Persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Dalam perusahaan yang bersaing secara bebas, maka mereka akan cenderung menggunakan sumber daya secara efisien. Jika tidak demikian, resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan adalah munculnya biaya berlebih (excessive cost) yang pada gilirannya akan menyingkirkan dia dari pasar.

d) Persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi. Dalam kondisi persaingan, setiap pesaing akan berusaha mengurangi biaya produksi serta memperbesar pangsa pasar (market share). Metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan itu diantaranya adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan, produk, proses produksi, serta inovasi teknologi. Dari sisi konsumen, keadaan ini akan memberikan keuntungan dalam hal persaingan akan membuat produsen memperlakukan konsumen secara baik.

Selain aspek positif tersebut diatas, persaingan juga diasumsikan sebagai solusi yang baik dalam perekonomian.35

35

Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., hal. 53.

Adam Smith mengemukakan bahwa prinsip dasar utama untuk keunggulan ekonomi pasar adalah kemauan untuk


(38)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

mengejar keuntungan dan kebahagiaan terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melalui proses persaingan.36

Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa aspek positif persaingan lebih menonjol, kondisi persaingan dalam beberapa hal juga memiliki aspek negatif. Beberapa aspek negatif yang dikemukakan Arie Siswanto dengan mengutip pendapat Anderson adalah sebagai berikut:37

a) Sistem persaingan usaha memerlukan biaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam sistem monopoli. Dalam keadaan persaingan, pihak penjual dan pembeli secara relatif akan memiliki kebebasan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Mereka masing-masing akan memiliki posisi tawar yang tidak terlalu jauh berbeda, sehingga konsekuensi logisnya adalah bahwa akan ada waktu yang lebih lama dan upaya yang lebih keras dari masing-masing pihak untuk mencapai kesepakatan. Biaya yang harus dibayar untuk hal ini adalah biaya kontraktual (contractual cost) yang tidak perlu ada seandainya para pihak tidak bebas bernegosiasi. b) Persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan dalam

industri tertentu. Salah satu sisi negatif dari persaingan adalah bahwa persaingan bisa mencegah koordinasi fasilitas teknis dalam bidang usaha tertentu yang dalam ruang lingkup sebenarnya diperlukan demi efisiensi. Sebagai misal, pengguna telepon produk

36

Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, London, Modern Library edition, 1937, hal 423 (dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan

Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., hal. 53). 37

Arie Siswanto, Op. Cit, hal. 14-17. .


(39)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

suatu perusahaan tertentu menjadi kesulitan menghubungi pengguna telepon produk perusahaan lain, apabila kedua perusahaan itu pesaing independen yang tidak mengkoordinasikan fasilitas teknis mereka.

c) Persaingan apabila dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur, bisa bertentangan dengan kepentingan publik. Risiko ekstrem dari persaingan yang sangat relevan dengan tulisan ini tentunya adalah kemungkinan ditempuhnya praktek-praktek curang (unfair

competition) karena persaingan dianggap sebagai kesempatan untuk

menyingkirkan pesaing dengan cara apapun.

Dengan ini sesungguhnya, dari sisi produsen, hakikat yang diharapkan dari adanya persaingan tersebut adalah tercapainya low-cost production, atau efisiensi. Agar pesaingan usaha di lingkungan produsn dapat terpelihara dan berjalan dengan baik, maka diberlakukanlah kebijakan persaingan (competition policy) yang dapat memberikan suasana yang kondusif untuk menciptakan persaingan yang baik. Dengan kebijakan persaingan yang baik ini diharapkan dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi lebih efisien guna melindungi kepentingan masyarakat.38

Indonesia cukup dikenal dengan budaya yang berorientasi pada harmoni, kebersamaan, gotong royong dan hal-hal seperti ini merupakan nilai-nilai yang hidup pada kehidupan masyarakat. Kultur budaya kita berasumsi bahwa persaingan menjadi sesuatu yang serta merta tidak parallel dengan nilai-nilai


(40)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

tersebut.39

Penegakan hukum dapat dimaknai sebagai suatu atau serangkaian tindakan yang bertujuan mewujudkan konsep yang ideal (das sein) menjadi suatu realitas (das sollen) yang terwujud dalam kenyataan sosiologis untuk itu tentu harus ada lembaga yang diorganisasikan untuk melaksanakan tugas ini.

Makna bersaing diartikan sebagai tindakan yang bersifat individualistis dan hanya berorientasi pada kepentingan sepihak dengan cara melakukan berbagai upaya semaksimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang sebesar besarnya, bersaing dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bisnis memiliki asumsi dan analogi, anggapan bersaing berarti bersifat individual serta tidak memperhatikan kepentingan orang lain tidaklah sepenuhnya benar. Pandangan tersebut menjadi salah apabila dilakukan dengan cara yang tidak jujur. Sebaliknya dengan kultur kita yang tidak terbiasa dengan persaingan dan bial kita hidup dengan tidak mengenal apakah persaingan itu, tentu kita tidak akan mengetahui makna dari cara bagaimana bersaing yang sehat. Kemungkinan lainnya adalah bahwa mungkin kita tidak akan mampu mengetahui hasil kita yang optimal karena tidak pernah mengetahui dan melihat kemampuan pesaing disekeliling kita.

C. Instrumen Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

40

Penegakan hukum pada umumnya selalu berada dalam 3 dimensi hukum yaitu dimensi hukum Administrasi, dimensi hukum Perdata dan dimensi hukum Pidana. Setiap dimensi hukum memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Walaupun memiliki pendekatan yang berbeda-beda tujuannya tetap sama yaitu tercapainya

39 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal. 14. 40 Arie Siswanto, Op Cit, hal 49


(41)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

atau terciptanya kondisi yang menjadi tujuan dari pembentukan suatu Undang Undang

Ketiga dimensi penegakan hukum diatas dapat dikategorikan sebagai pendekatan represif yang langsung menyediakan legal consequences atau akibat hukum yang berbentuk administratif, pidana, dan perdata. Dalam hukum persaingan usaha selain pendekatan represif dikenal juga pendekatan preventif. Pendekatan preventif ini bisa terwujud dalam berbagai aktivitas yang beberapa diantaranya dikemukakan dibawah ini :41

Dalam hal organ penegak hukum persaingan usaha menganggap telah tejadi pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha, beberapa Negara memberi kewenangan kepada organ penegak hukum persaingan usaha tersebut untuk memberikan rekomendasi. Rekomendasi ini merupakan perintah agar si pelaku tindakan pelanggaran hukum persaingan usaha segera menghentikan tindakannya. a. Konsultasi

Konsultasi merupakan sarana yang lazim disediakan oleh hukum persaingan usaha di banyak negara. Sarana ini diadakan dengan maksud supaya secara interaktif para pelaku bisa memperoleh klarifikasi tentang apakah langkah yang mereka ambil melanggar hukumk persaingan usaha atau tidak. Tanpa mekanisme konsultasi, bukan tidak mungkin seorang pelaku usaha mengambil langkah yang tanpa mereka sadari mengarah kepada pelanggaran hukum persaingan usaha. Kewenangan untuk memberikan knsultasi pada umumnya terletak pada organ penegak hukum persaingan usaha (competitive authority).

b. Rekomendasi


(42)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Sepanjang si pelaku mau menaati isi rekomendasi, prosedur hukum yang pernah dan bersifat represif tidak perlu dijalankan.

c. Izin Pembebasan (exemption)

Pada umumnya hukum persainganusaha mengenal apa yang disebut dengan “pembebasan” atau “exemption”, yakni pembolehan dilakukannya tindakan yang sebenarnya bersifat anti persaingan berdasarkan pertimbangan tertentu. Di banyak Negara kewenangan ini dimiliki oleh competition authority. Apabila seorang pelaku usaha telah memperolah persetujuan exemption, konsekuensi hukum yang bersifat represif tidak akan muncul meskipun secara substantif tindakan yang dilakukan mungkin merupakan pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha d. Pemberitahuan

Pemberitahuan juga merupakan mekanisme preventif penegakan hukum persaingan. Pemberitahuan sebenarnya adalah sarana bagi competition authority untuk secara praktis mereview tindakan atau struktur yang berpotensi mengganggu persaingan usaha. Dengan kewenangan yang dimiliki FTC Jepang bisa menilai dan mengeluarkan pemberitahuan tentang pembentukan asosiasi dagang serta kontrak-kontrak internasional yang diperkirakan bisa berpengaruh buruk terhadap persaingan

Untuk mengawasi pelaksanaan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan Lembaga Independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain.42 Hal ini dinyatakan di dalam Pasal 30, yang berbunyi :43

42 Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat (Tinjauan terhadap

Undang Undang No.5 Tahun 1999), Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hal.85


(43)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

(1) Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.

(2) Komisi adalah suatu lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.

(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 1 angka 18 menyatakan bahwa :44

Komisi persaingan usaha diharapkan dapat melaksanakan tugasnya secara independent terlepas dari pengaruh pemerintah walaupun komisi ini bertanggung jawab kepada Presiden dan biaya-biaya untuk pelaksanaan tugasnya dibebenkan Kepada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara.

“ Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

45

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 KPPU dibentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 34 yang mengatur mengenai susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden46

Pasal 36 mencantumkan tentang kewenangan komisi mulai dari memerima laporan dari masyarakat atau pelaku usaha hingga menjatuhkan sanksi administrative bagi pelanggar ketentuan undang-undang.

.

47

Secara lengkap KPPU memiliki kewenangan-kewenangan yang meliputi:48

44 Lihat Pasal 1 angka 18 UU No.5 Tahun 1999 45 Asril Sitompul, Op. Cit, hal 86

46 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hal 106 47 Arie Siswanto, Op.Cit, hal.94.


(44)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

1. Menerima Laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;

4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini;

6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;

8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;


(45)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

10.Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;

11.Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 12.Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasif kepada pelaku

usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Atas dasar kewenangannya yang besar tersebut maka Komisi memiliki beberapa tugas yang meliputi:49

a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi;

e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;


(46)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang nomor 5/1999;

g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Sebagaimana layaknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha di negara-negara lain, Komisi juga diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas meliputi wilayah eksekutif, yudikatif, legislatif serta konsultatif. Sehingga dari berbagai pendapat melihat bahwa KPPU dapat dikatakan bersfifat multifungsi kerena memiliki wewenang sebagai investigator (investigative function), penyidik, pemeriksa, penuntut (prosecuting function), pemutus (adjudication function) maupun fungsi konsultatif (consultative function).50

1. Peradilan Umum

Tetapi sebagaimana dengan karakter yang khas dalam Hukum Persaingan maka KPPU dikatakan sebagai lembaga quasi judicial yang artinya lembaga penegak hukum yang mengawasi persaingan usaha. Disamping itu banyak pihak juga memperdebatkan kedudukan KPPU baik sebagai badan independen dalam sistem ketatanegaraan maupun sebagai lembaga quasi judicial dalam sistem peradilan. Hal ini disebabkan karena dalam UU No. 14/1970 mengenai Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman hanya dikenal ada 4 lembaga peradilan yaitu:

2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara


(47)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Keempat lingkungan peradilan tersebut berada dalam pengawasan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Walaupun secara limitatif disebutkan hanya keempat lingkungan peradilan ini saja yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman, namun undang-undang memberikan kesempatan untuk dibentuknya suatu lembaga peradilan khusus yang harus berada di bawah lingkup peradilan umum sepanjang hal tersebut diatur oleh undang-undang. Dan juga peradilan khusus itu haruslah diatur dalam lingkup lembaga peradilan itu sendiri. Sebaliknya dengan melihat kedudukan KPPU yang ada maka sebenarnya kedudukannya relatif sama dengan lembaga pemutus administratif yang lain karena pada dasarnya kewenangan yang melekat pada KPPU adalah kewenangan yang bersifat administratif.51

Kewenangan Komisi yang cukup strategis adalah peran konsultatif ketika memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal berkaitan dengan keputusan suatu lembaga yang menyangkut kebijakan ekonomi. Kewenangan komisi yang menyerupai lembaga yudikatif adalah kewenangan komisi melakukan fungsi penyelidikan, memeriksa, memutus dan akhirnya menjatuhkan hukuman administrativ atas perkara diputusnya. Demikan juga kewenangannya menjatuhkan sanksi ganti rugi atau denda kepada terlapor. Kewenangan legislatif pada KPPU adalah kewenangan Komisi menciptakan peraturan baik secara internal mengikat para pekerjanya, maupunn eksternal kepada publik, misalnya guidelines, tata cara prosedur penyampaian laporan dan


(48)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

penanganan atau mengeksekusi kewenangan yang diberikan oleh UU No.5 Tahun 1999 dalam mengawasi jalannya undang-undang.52

a. Tahap Pengumpulan Laporan atau Indikasi Terjadinya Pelanggaran Dalam melakukan penegakan hukum Undang Undang no.5 tahun 1999 KPPU melalui beberapa tahap, yaitu:

Komisi dapat memulai pemeriksaan terhadap para pihak yang dicurigai baik dengan adanya laporan maupun berdasarkan atas inisiatif KPPU sendiri dari hasil penelitian para staff KPPU.53 Dari rumusan pasal 38 UU No.5 Tahun 1999dapat kita ketahui bahwa tidak hanya pihak yang dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini, yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPu dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, melainkan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran dapat melaporkannya secara tertulis kepada KPPU.54

b. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan

Sebelum langkah selanjutnya, KPPU dapat melakukan proses hearing atau dengar pendapat dalam upaya memutuskan apakah pemeriksaan selanjutnya diteruskan atau tidak.

Pemeriksaan pendahuluan adalah proses komisi untuk meneliti dan atau memeiksa apakah suatu laporan dinilai perlu atau tidak dilanjutkan kepada

52 Ibid, hal 111 53 Ibid, hal 115


(49)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

tahap pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan pendahuluan disebutkan dalam Pasal 39 ayat 1 UU No.5 / 1999, dimana jangka waktunya adalah tiga puluh hari sjak tanggal surat penetapan dimulainya suatu pemeriksaan pendahuluan.55

c. Tahap Pemeriksaan Lanjutan

Pada tahap pemeriksaan pendahuluan tidak hanya laporan yang diperiksa, namun pemeriksaan yang dilakukan atas inisiatif Komisi juga wajib melalui proses Pemeriksaan Pendahuluan ini.

Pemeriksaan Lanjutan pertama kali disebutkan di dalam Pasal 39 ayat 2 UU No.5/1999, dan djelaskan secara detail dalam Keputusan KPPU No.5/Kep/IX/2000 tentang tata cara penyampaian laporan dan penanganan dugaan pelanggaran terhadap UU No.5/1999.56

d. Tahap Eksekusi Putusan Komisi

Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau penyelidikan yang dilakukan oleh majelis sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Pendahuluan.

Apabila Keputusan Komisi menyatakan terbukti adanya perbuatan melanggar ketentuan UU No. 5/1999, maka proses selanjutnya akan berlanjut kepada tahap eksekusi putusan Komisi. Berdasarkan pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, Komisi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah penghentian suatu kegiatan, pembatalan merger konsolidasi, akuisisi, maupun penetapan pembayaran ganti rugi atau denda. Bila pihak terlapor

55 Destiavano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Hal 18


(50)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

tidak mengajukan keberatan, maka KPPU akan melakukan eksekusi putusannya.57

PENDEKATAN EKONOMI DALAM MEMAHAMI

PERSAINGAN USAHA

BAB III


(51)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

A. Pendekatan Ekonomi Dalam Persaingan

Ada tiga unsur utama yang menimbulkan kegiatan ekonomi, ialah: 1) keinginan atau keperluan manusia;

2)sumber-sumber yang tersedia, dan

3) teknologi/teknik produksi untuk mengubah sumber-sumber menjadi barang atau jasa yang dapat dipakai untuk memenuhi keinginan.58

Saat ini berbagai negara di dunia sedang melakukan perubahan menuju sistem ekonomi pasar (market economy). Dalam sistem ekonomi pasar maka persaingan merupakan suatu elemen yang menentukan karena pasar akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang terbuka. Artinya dalam memenangkan pasar dan konsumen, maka pelaku usaha akan melalui proses persaingan. Proses persaingan akan mengukur hasil optimal serta dengan melihat kemampuan pelaku usaha melakukan efisiensi, inovatif serta alokasi sumber daya yang tidak terbuang percuma melalui strategi yang baik.59

Persaingan sering dikonotasikan negatif karena dianggap mementingkan kepentingan diri sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalam menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan. Oleh

57 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hal 116

58 Kadariah, Teori ekonomi Mikro, Jakarta, Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1994, hal.1


(52)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

sebab itu pengertian kompetisi atau persaingan dalam ekonomi diartikan dalam pengertian yang positif dan independen sebagai jawaban terhadap upaya mencapai equilibrium.60

Demikian juga kehidupan ekonomi pada umumnya pelaku usaha bukan berupaya menempuh proses persaingan tetapi justru lebih sering berusaha mengurangi tingkat persaingan diantara mereka. Padahal melalui proses persaingan, produser akan memperhitungkan cara untuk meningkatkan kualitas, pelayanan dan berupaya mendapatkan perhatian konsumen terhadap produknya. Bila berhasil maka pelaku usaha tersebut akan berupaya mempertahankan penguasaan pasar atau bahkan menjadi monopolis pada pasar tersebut. Dilema yang umum terjadi adalah sesudah menjadi monopolis di suatu pasar, maka ada kemungkinan produser tersebut bertindak tidak efisisen dan justru berusaha meningkatkan hambatan masuk pasar (barrier to entry) kepada agi pesaingnya. Efek dari tindakan ini akan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan membuat pasar terdistorsi.61

Dalam bahasa sehari-hari, istilah perilaku kompetitif menunjukkan tingkat persaingan secara aktif dari masing-masing perusahaan satu sama lain. Semua perusahaan mempunyai kekuatan riil atas pasarnya. Setiap perusahaan dapat menaikkan harga-harganya dan masih dapat terus menarik pembeli. Setiap perusahaan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan dalam batas-batas yang ditentukan dalam selera pembeli dan harga-harga dari produk-produk

59 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal 21

60 Ibid, hal 23


(1)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan kepemilikan silang dan penguasaan pangsa pasar yang cukup besar itu, tidak membuat Telkomsel dan Indosat berkompetisi secara sehat dan efektif.

Setelah diketahui bahwa Temasek menguasai pasar di bidang telekomunikasi dan struktur kepemilikan saham Temasek diatas, maka dapat dikatakan Temasek berada dalam posisi dominan dalam bidang telekomunikasi. Karena, dengan menguasai mayoritas kepemilikan saham di bidang telekomunikasi itu, Temasek dapat mendominasi susunan anggota direksi dan komisaris. Akibatnya, Temasek berada dalam posisi sentral untuk mendorong dan mengarahkan rencana dan strategi perusahaan-perusahaan terkait. Keadaan demikian sangat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan yang tidak sehat.

Hal ini dapat dilihat sebagaimana dituangkan dalam Shareholder Agreement dalam divestasi saham PT Indosat Tbk. Disebutkan bahwa dalam pemilihan dewan komisaris dan direksi ditetapkan berdasarkan simple majority. Akibatnya, Kementrian Negara BUMN sebagai kuasa pemegang saham seri A atau saham golden share namun memiliki jumlah kepemilikannya kecil hanya dapat mencalonkan komisaris dan direksi masing-masing hanya satu orang. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa efektifnya kepemilikan atas saham seri A tersebut dan seberapa besar pengaruh satu orang direksi atau komisaris yang dicalonkan oleh Kementrian BUMN tersebut untuk dapat mengubah kebijakan PT Indosat Tbk tersebut apabila bertentangan dengan kebijakan dari STT?

Meskipun sebagai pemegang saham seri A Kementrian BUMN memiliki hak veto, tetapi dengan komposisi kepemilikan yang kecil tersebut dan pemilihan


(2)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

dewan komisaris dan dewan direksi ditentukan dengan simple majority, hak veto itu sulit untuk dapat dilaksanakan. Karena, memiliki saham golden share tanpa menjadi pemegang saham mayoritas maka saham golden share tersebut menjadi tidak berarti karena haknya hanya untuk pencalonannya satu orang direksi dan komisaris, pada akhirnya yang memutuskan adalah RUPS dengan simple majority.

Namun kepemilikan Temasek di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut tidak langsung karena yang membeli saham Telkomsel dan Indosat adalah dua perusahaan yang berbeda dan mandiri yang terafiliasi dengan Temasek dimana temasek memiliki saham mayoritas di keduanya, apakah kepemilikan secara tidak langsung melalui anak perusahaan sebuah perusahaan adalah seperti apa yang dimaksud dalam pengertian yang ada pada pasal 27 UU no. 5 Tahun 1999. KPPU sampai dengan saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut.


(3)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Posisi Dominan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan kepada akses pasukan atau penjualan, serta kemampuan untuk


(4)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Memiliki posisi dominant di pasar tidaklah dilarang namun bagi pelaku usaha yang memiliki posisi dominant pada suatu pasar dilarang mengunakan posisi dominant baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk :

g. Menetapakan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, dari segi harga maupun kualitas; atau

h. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

i. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

2. Pemilikan Saham dalam UU no.40 tahun 2007 menyangkut penyertaan modal pelaku usaha dalam sebuah perusahaan bahwa pemilik saham sebuah perusahaan dianggap juga sebagai bagian dari pemilik perusahaan itu dimana pemilik saham sebuah perusahaan mempunyai suara dalam menentukan segala sesuatu yang menyangkut perusahaan. Oleh karena itu dalam tiap-tiap akta pendirian suatui Perseroan Terbatas (PT) pasti disebutkan jumlah modal perseroan yang terbagi dalam jumlah saham-saham. Dalam rangka pengumpulan modal dalam jumlah besar sebuah PT mengeluarkan saham. PT pada permulaannya tidak menerima pamasukan dari uang langsung atau tenaga atau prestasi seseorang kecuali dalam bentuk saham. Jadi saham sebagai alat legitimasi, merupakan tanda bukti diri bagi orang yang namanya tercantum pada saham tersebut atau bagi orang yang memegangnya, untuk menuntut segala hak yang melekat pada surat saham itu. Adapun kewajiban utama dari pemegang saham ialah menyetor penuh harga saham yang telah


(5)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

diambil dan disanggupinya, ke dalam kas perseroan. Kewajiban-kewajiban lainnya biasanya ditetapkan dalam anggaran dasar atau khusus, tetapi hal ini tiodak boleh dipaksakan untuk ditetapkan atau datur walaupun dengan cara mengubah anggaran dasar. Dalam Pasal 52 UU No.40/2007 ditentukan bahwa kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.

3. Mengenai posisi dominant yang berkaitan dengan pemilikan saham diatur pada bagian Ketiga , pasal 27 dimana pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangakutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan (a) Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu .(b) Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pasal 27 tidak menganut pendekatan Rule Of Reason, karena hal ini tidak mensyaratkan terjadinya monopoli dan atau persaingan tidak sehat, jadi bila unsur-unsur penguasaan 50% atau 75% terpenuhi, maka tindakan tersebut sudah dapat dikenakan pasal pasal 27 ini. Jadi pasal27 ini termasuk dalam kategori perse illegal.

B. Saran


(6)

Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007.

USU Repository © 2009

1. Bahwa Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Yang ada sekarang ini belumlah sempurna masih banyak hal –hal yang belum diatur oleh undang-undang ini khususnya mengenai posisi dominan. Pasal yang mengatur tentang posisi dominant yang ada belumlah sempurna karena belumlah ada tentang standar yang jelas untuk mengukur jika pelaku usaha berada dalam posisi dominan.

2. Dan mengenai saham mayotitas perlu diatur lebih jelas lagi tentang saham mayoritas terutama menyangkut batasannya. Dengan munculnya kasus Temasek terlihat bahwa perlu diatur juga tentang kepemilikan silang yang dapat mengakibatkan posisi dominan.

3. Perlunysa Revisi Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan praktek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena setelah tujuh tahun berlaku dalam prakteknya masih banyak kelemahan dalam penegakan hukum persaingan usaha.