Analisis Persepsi Pelaku Usaha Terhadap Rencana Redenominasi

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERSEPSI PELAKU USAHA DI KOTA MEDAN

TERHADAP RENCANA REDENOMINASI

OLEH

ARIF HARDIYANTO

110523004

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI PELAKU USAHA DI KOTA MEDAN TERHADAP RENCANA REDENOMINASI

Pecahan mata uang yang terlalu besar berdampak pada ketidak efisienan dalam sistem pembayaran. Penyederhanaan angka nol pada mata uang membuat proses transaksi dan sistem akuntansi lebih sederhana. Redenominasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat. Rencana redenominasi harus dilakukan dengan perencanaan sebaik mungkin dari Bank Indonesia. Ketidaksiapan kebijaksanaan tersebut akan berdampak pada terjadinya gejolak ekonomi dan kepanikan masyarakat. Sosialisasi sangat diperlukan karena masih banyaknya masyarakat kita yang belum memahami makna redenominasi. Sukses redenominasi bisa dilakukan ketika perekonomian suatu negara relatif stabil.


(3)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF BUSINESSES PERCEPTION ABOUT REDENOMINATION IN MEDAN

Fractional currency that is too big an impact on inefficiencies in the payment system. Simplification of zeros on the currency makes transaction processing and accounting system simpler. Redenomination will not reduce purchasing power. Redenomination plan to do with the best possible plan of Bank Indonesia. Unpreparedness of the policy will have an impact on the economic turmoil and public panic. Socialization is very necessary because there are many people we do not understand the meaning of redenomination. Successful redenomination can be done when a country's economy is relatively stable. Keywords: Redenomination, Bank Of Indonesia.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirohiim.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapakan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam

menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Persepsi Pelaku Usaha Terhadap Rencana Redenominasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara.

Selama proses studi dan pengerjaan penelitian ini penulis telah banyak menerima saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kepada kedua orang tua dan keluarga besar penulis yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac.Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Ibu Dr. Murni Daulay, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dan selalu memberikan arahan dan motivasi bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah memberikan masukan, petunjuk serta nasehat dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi yang telah mendidik mahasiswa/i dengan penuh dedikasi, loyalitas, dan profesionalitas.

8. Seluruh Staff dan Pegawai di Fakultas Ekonomi Sumatera Utara untuk semua jasa-jasa nya dalam memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan.

9. Kepada Pelaku Usaha UMKM di Medan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan kegiatan observasi dalam pengerjaan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkenan untuk membacanya dan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga masih memiliki keterbatasan dan kekurangan, penulis dengan kerendahan hati menerima saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan di masa depan.


(6)

Medan, Juni 2013 Penulis

Arif Hardiyanto NIM. 110523004


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Definisi Uang ... 8

2.1.2 Kriteria Uang ... 8

2.1.3 Fungsi Uang ... 10

2.1.4 Jenis-jenis Uang ... 11

2.1.5 Mekanisme Penciptaan Uang ... 13

2.1.6 Teori Permintaan Uang ... 14

2.1.7 Sejarah Jenis-jenis uang di Indonesia ... 14

2.2 Definisi Redenominasi ... 15

2.3 Redenominasi Bukan Sanering ... 18

2.4 Dampak Redenominasi ... 19

2.4.1 Dampak Positif Redenominasi ... 22

2.4.2 Dampak Negatif Redenominasi ... 23

2.5 Tahap-tahap Redenominasi ... 25

2.6 Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) ... 26

2.7 Sistem Keuangan Konvensional dan Inflasi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 31

3.2 Penentuan Lokasi dan Sampel ... 31

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Pengolahan Data ... 33

3.6 Model Analisis Data ... 33


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden ... 37

4.2 Persepsi Pelaku Usaha di Kota Medan yang Memahami redenominasi dan yang Setuju/ Tidak Setuju Terhadap Rencana Redenominasi ... 42

4.2.1 Pelaku Usaha Paham Redenominasi ... 45

4.2.2 Pelaku Usaha Tidak Paham Redenominasi ... 48

4.2.3 Pelaku Usaha Setuju Redenominasi ... 52

4.2.4 Pelaku Usaha Tidak Setuju Redenominasi ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

5.2.1 Bank Indonesia ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 68


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Dampak Positif Redenominasi Rupiah ... 24 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karaktersitik Pelaku

Usaha di Kota Medan ... 38 4.2 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan (dalam orang) ... 40 4.3 Distribusi Tingkat Pemahaman Pelaku Usaha di Kota

Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terhadap

Redenominasi ... 43 4.4 Distribusi Tingkat Pendidikan Persepsi Pelaku Usaha di

Kota Medan Terhadap Rencana Redenominasi ... 44 4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karaktersitik Pelaku

Usaha di Kota Medan yang Paham Redenominasi ... 46 4.6 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan Yang Paham Redenominasi ... 46 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karaktersitik Pelaku

Usaha di Kota Medan yang Tidak Paham Redenominasi . 49 4.8 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan Yang Tidak Paham Redenominasi 50 4.9 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karaktersitik Pelaku

Usaha di Kota Medan yang Setuju Redenominasi ... 53 4.10 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan Yang Menyetujui Redenominasi ... 54 4.11 Distribusi Frekuensi dan Persepsi Pelaku Usaha di Kota

Medan Terhadap Rencana Redenominasi ... 58 4.12 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karaktersitik Pelaku

Usaha di Kota Medan yang Tidak Setuju Redenominasi.. 60 4.13 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan Yang Tidak Menyetujui


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dan Moneter ... 27 4.1 Persentase Karaktersitik Pelaku Usaha di Kota Medan

berdasarkan umur ... 39 4.2 Persentase Karaktersitik Pelaku Usaha di Kota Medan

berdasarkan jenis kelamin ... 39 4.3 Persentase Karaktersitik Pelaku Usaha di Kota Medan

berdasarkan tingkat pendidikan ... 39 4.4 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan ... 41 4.5 Persentase Tingkat Pemahaman Pelaku Usaha di Kota

Medan Terhadap Redenominasi ... 43 4.6 Persentase Pelaku Usaha di Kota Medan Yang Setuju

Terhadap Redenominasi ... 44 4.7 Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan

Yang Paham Terhadap Redenominasi ... 46 4.8 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha di Kota Medan Yang Paham Terhadap

Redenominasi ... 48 4.9 Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan

Yang Tidak Paham Terhadap Redenominasi ... 50 4.10 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha Yang Tidak Paham Terhadap Rencana

Redenominasi di Kota Medan ... 52 4.11 Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan

Yang Setuju Terhadap Redenominasi ... 54 4.12 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha Yang Setuju Terhadap Redenominasi di Kota

Medan ... 56 4.13 Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan

Yang Tidak Setuju Terhadap Redenominasi ... 59 4.14 Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku

Usaha Yang Tidak Setuju Terhadap Rencana


(11)

ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI PELAKU USAHA DI KOTA MEDAN TERHADAP RENCANA REDENOMINASI

Pecahan mata uang yang terlalu besar berdampak pada ketidak efisienan dalam sistem pembayaran. Penyederhanaan angka nol pada mata uang membuat proses transaksi dan sistem akuntansi lebih sederhana. Redenominasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat. Rencana redenominasi harus dilakukan dengan perencanaan sebaik mungkin dari Bank Indonesia. Ketidaksiapan kebijaksanaan tersebut akan berdampak pada terjadinya gejolak ekonomi dan kepanikan masyarakat. Sosialisasi sangat diperlukan karena masih banyaknya masyarakat kita yang belum memahami makna redenominasi. Sukses redenominasi bisa dilakukan ketika perekonomian suatu negara relatif stabil.


(12)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF BUSINESSES PERCEPTION ABOUT REDENOMINATION IN MEDAN

Fractional currency that is too big an impact on inefficiencies in the payment system. Simplification of zeros on the currency makes transaction processing and accounting system simpler. Redenomination will not reduce purchasing power. Redenomination plan to do with the best possible plan of Bank Indonesia. Unpreparedness of the policy will have an impact on the economic turmoil and public panic. Socialization is very necessary because there are many people we do not understand the meaning of redenomination. Successful redenomination can be done when a country's economy is relatively stable. Keywords: Redenomination, Bank Of Indonesia.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Uang merupakan alat yang digunakan untuk membayar barang atau jasa yang dibeli atau diterima. Keberadaan uang harus dijamin pemerintah agar memperoleh kepercayaan dari masyarakat luas. Guna melancarkan proses transaksi, uang dibagi ke dalam satuan unit tertentu dengan berbagai nominal, dari nominal terkecil hingga nominal terbesar.

Bank Indonesia mempunyai peranan penting dalam mengedarkan uang di Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara independen, terbebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lainnya.

Tujuan Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dalam tingkat inflasi yang rendah dan nilai mata uang negara lain yang tercermin dari stabilitas kurs valuta asing. Oleh karena itu, nilai rupiah harus dijaga agar tidak menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya inflasi yang merugikan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, Bank Indonesia mempunyai tugas, yaitu : (a). Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, (b). Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan (c). Mengatur dan mengawasi bank.

Pelaksanaan dari ketiga tugas tersebut mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui


(14)

pengendalian jumlah uang beredar dan pengaturan suku bunga yang didukung oleh sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal.

Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal memerlukan sistem perbankan yang sehat. Sistem perbankan yang sehat selain mendukung kinerja sistem pembayaran, juga mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter dan efektifitasnya mempengaruhi kegiatan ekonomi dan mencapai kestabilan nilai rupiah (FE, 2011).

Dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal inilah Bank Indonesia melakukan suatu kebijakan yang disebut redenominasi. Redenominasi mata uang rupiah merupakan suatu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga sistem pembayaran di Indonesia. Kebijakan ini tidak boleh diintervensi oleh pihak-pihak lain.

Alasan Bank Indonesia melakukan kebijakan redenominasi mata uang rupiah salah satunya karena ketidak efisienan dan ketidak nyamanan dalam melakukan transaksi karena pecahan uang yang terlalu besar sehingga diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung, dan membawa uang. Selain daripada itu, redenominasi juga untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015 mendatang.

Namun dalam pelaksanaannya, kebijakan redenominasi tidaklah semudah yang diperkirakan. Redenominasi bisa dilakukan ketika kondisi ekonomi suatu negara relatif stabil dan laju inflasi tidak tinggi. Dalam konteks sejarah di Indonesia, pada tahun 1959-1965, perekonomian Indonesia menghadapi


(15)

permasalahan yang besar. Pada kurun waktu tersebut, pemerintah bahkan melakukan pemotongan nilai rupiah atau sanering dari pecahan Rp. 5 keatas sehingga nilainya separuh. Tahun 1966, Indonesia mengalami inflasi yang sangat parah, yakni mencapai 635,5 persen. Pada krisis moneter 1997-1998, nilai rupiah sempat anjlok ke posisi terendah, Rp 14.950 per dollar AS. Tahun 2001 dan 2009, rupiah juga sempat terjun ke level Rp 11.000-an per dollar sehingga, setelah melewati 68 tahun, rupiah sekarang ada di level Rp 9.700 per dollar AS. Karena nilai rupiah yang terus merosot itulah, Bank Indonesia melakukan redenominasi, walaupun kebijakan tersebut dibutuhkan waktu yang lama.

Perlu adanya sosialisasi kepada publik karena ketidakpahaman tentang kebijakan tersebut akan menimbulkan gejolak ekonomi yang timbul di masyarakat. Sebagian kalangan khawatir akan ketidaksiapan masyarakat menghadapi rencana redenominasi atau penyederhanaan angka rupiah. Redenominasi jelas sangat berbeda dengan sanering yaitu pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Redenominasi tidak akan merugikan masyarakat karena nilai uang terhadap barang tidak akan berubah, yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit nol.

Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang memiliki populasi cukup besar. Luasnya sekitar 265,10 km2 dan populasinya sebanyak 2.109.330 jiwa membuat Kota Medan saat ini kelebihan jumlah penduduk daripada luasnya.Industri di Medan sangat berkembang pesat. Terdapat Kawasan Industri Medan (KIM) dan Kawasan Industri Baru (KIB) yang


(16)

diproyeksikan oleh pemerintah kota untuk mengantisipasi perkembangan industri di Kota Medan.

Pada saat ini, Kota Medan adalah salah satu kota penyumbang terbesar PDRB di Sumatera Utara. Masyarakat yang heterogen dan multikultur selalu mempunyai pola pikir yang berbeda, tidak terkecuali akan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang menyangkut tatanan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Redenominasi yang dilakukan akan menimbulkan beberapa dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat di Kota Medan terutama bagi pelaku usaha. Terdapat antusiasme maupun pesimisme dari masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Tidaklah mudah memahami konsep redenominasi dan bagaimana nantinya masyarakat menggunakan mata uang baru di masa transisi.

Setelah banyaknya kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam perekonomian Indonesia, munculah beberapa pertanyaan di benak kita. Mengapa Bank Indonesia perlu melaksanakan redenominasi? Bagaimana pendapat masyarakat terhadap kebijakan tersebut? Apakah redenominasi benar-benar bermanfaat bagi masyarakat?

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas persoalan redenominasi untuk dijadikan skripsi dan skripsi ini diberi judul “Analisis Persepsi Pelaku Usaha Di Kota Medan Terhadap Rencana Redenominasi”.


(17)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Sejauh mana pengetahuan pelaku usaha di Kota Medan terhadap redenominasi?

2. Perlukah redenominasi dilakukan?

3. Apa yang seharusnya dilakukan Bank Indonesia agar sosialisasi redenominasi berhasil?

1.3Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang dibuat penulis adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan redenominasi yang dilakukan pemerintah belum banyak diketahui oleh masyarakat, terutama pelaku usaha di Kota Medan.

2. Redenominasi perlu dilakukan ketika kondisi ekonomi dan laju inflasi di suatu negara stabil. Di Indonesia redenominasi dilakukan karena pada saat ini, nilai pecahan uang rupiah sudah terlalu besar sehingga kurang efektif dalam kegiatan jual beli.

3. Dalam mensukseskan kebijakan redenominasi, pihak Bank Indonesia melakukan sosialisasi terhadap masyarakat agar masyarakat benar-benar memahami bahwa redenominasi bukanlah sanering.


(18)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis seberapa besar persentase pelaku usaha di Kota Medan mengetahui rencana redenominasi.

2. Untuk menganalisis apakah kebijakan redenominasi perlu dilakukan di Indonesia pada saat ini atau tidak.

3. Untuk menganalisis langkah apa yang seharusnya dilakukan Bank Indonesia untuk mensosialisasikan kebijakan redenominasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi Bank Indonesia yang akan melaksanakan kebijakan redenominasi.

2. Sebagai bahan studi dan wawasan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.

4. Sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik membahas redenominasi di Indonesia.


(19)

1.6Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, sistematika penulisan disusun berdasarkan bab demi bab yang akan diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bersisi tentang latar belakang, rumusan masalah, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori, kerangka konseptual, dan hipotesis penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi tentang definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yang telah ditetapkan untuk selanjutnya diadakan pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran dari hasil penelitian.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Uang

Awal mula dikenalnya uang adalah akibat dari kesulitan masyarakat dalam melakukan tukar-menukar di masa lalu. Kendala utama dalam melakukan barter adalah sulitnya mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan seperti yang sedang dibutuhkan. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka para ahli menciptakan sebuah alat yang bisa digunakan untuk tukar menukar barang dan jasa secara efektif dan efisien. Alat tersebut dinamakan dengan uang.

Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan kata lain, bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu (Kasmir, 2011:13).

2.1.2 Kriteria Uang

Menurut Kasmir (2011), agar diterima dimasyarakat, uang harus mempunyai beberapa kriteria uang. Kriteria uang haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.


(21)

1. Ada jaminan

Setiap uang harus dijamin oleh pemerintah Negara tertentu agar mendapat kepercayaan oleh masyarakat luas.

2. Disukai umum

Uang harus dapat diterima secara umum penggunaannya apakah sebagai alat tukar, atau sebagai standar pencicilan utang.

3. Nilai yang stabil

Nilai uang harus memiliki kestabilan dan ketetapan serta diusahakan fluktuasinya sekecil mungkin. Apabila sering terjadi ketidakstabilan, maka akan sulit untuk dipercaya oleh yang menggunakannya.

4. Mudah disimpan

Uang harus mudah disimpan di berbagai tempat termasuk dalam tempat yang kecil namun dalam jumlah yang besar. Artinya uang harus memiliki fleksibilitas.

5. Mudah dibawa

Uang harus mudah dibawa ke mana pun dengan kata lain mudah untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.

6. Tidak mudah rusak

Uang hendaknya tidak mudah rusak dalam berbagai kondisi, seperti robek atau luntur terutama kondisi fisiknya mengingat frekuensi pemindahan uang dari satu tangan ke tangan lainnya sangatlah besar.


(22)

7. Mudah dibagi

Uang mudah dibagi ke dalam satuan unit tertentu dengan berbagai nominal yang ada guna kelancaran dalam melakukan transaksi, mulai dari nominal kecil sampai dengan nominal yang besar.

8. Suplai harus elastis

Agar perdagangan dan usaha menjadi lancer jumlah uang yang beredar di masyarakat haruslah mencukupi. Tersedianya uang dalam jumlah yang cukup disesuaikan dengan kondisi usaha atau kondisi perekonomian di suatu wilayah.

2.1.3 Fungsi Uang

Pada awalnya fungsi uang hanyalah sebagai alat guna memperlancar pertukaran. Namun, seiring dengan perkembangan zaman fungsi uang pun sudah beralih ke fungsi yang lebih luas.

Fungsi-fungsi dari uang secara umum adalah sebagai berikut. 1. Alat tukar-menukar

Uang digunakan sebagai alat untuk membeli atau menjual suatu barang maupun jasa. Dengan kata lain, uang dapat digunakan untuk membayar terhadap barang yang akan dibeli atau diterima sebagai dari penjualan barang dan jasa.

2. Satuan hitung

Fungsi uang sebagai satuan hitung menunjukkan nilai dari barang dan jasa yang dijual atau dibeli. Besar kecilnya nilai yang dijadikan sebagai satuan hitung dalam menentukan harga barang dan jasa secara mudah.


(23)

3. Penimbun kekayaan

Uang yang disimpan menjadi kekayaan dapat berupa uang tunai atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening.

4. Standar pencicilan utang

Dengan adanya uang akan mempermudah menentukan standar pencicilan uatang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai maupun secara angsuran.

2.1.4 Jenis-jenis Uang

Adapun jenis-jenis uang yang dapat dilihat dari berbagai sisi adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan bahan

Jika dilihat dari bahan untuk membuat uang, makan jenis uang terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat dari logam. Biasanya uang logam mempunyai nominal yang kecil.

b. Uang kertas, merupkan uang yang bahannya terbuat dari kertas. Uang kertas biasanya mempunyai nominal yang besar. Uang jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu tahan air, tidak mudah robek atau luntur.

2. Berdasarkan nilai

Jenis uang ini dilihat dari nilai yang terkandung pada uang tersebut, apakah nilai intrinsiknya (bahan uang) atau nilai nominalnya (nilai yang tertera dalam uang tersebut). Uang jeni ini terbagi dua, yaitu :


(24)

a. Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya.

b. Tidak bernilai penuh (representative full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya lebih kecil dari nilai nominalnya. Kadangkala nilai intrinsiknya jauh lebih rendah dari nilai nominal yang terkandung di dalamnya.

3. Berdasarkan lembaga

Berdasarkan lembaga maksudnya adalah badan atau lembaga yang menerbitkan atau mengeluarkan uang. Jenis uang yang diterbitkan berdasarkan lembaga terdiri dari ;

a. Uang kartal, merupakan uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral baik uang logam maupun uang kertas.

b. Uang giral, merupakan uang yang diterbitkan oleh bank umum seperti cek, bilyet giro, traveller cheque, dan credit card.

4. Berdasarkan kawasan

Uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu uang. Jenis uang berdasarkan kawasan adalah sebagai berikut.

a. Uang lokal, merupakan uang yang berlaku di suatu Negara tertentu, seperti Rupiah di Indonesia.

b. Uang regional, merupkan uang yuang berlaku di kawasan tertentu yang lebih luas dari uang lokal, seperti mata uang tunggal Eropa, yaitu EURO.


(25)

c. Uang internasional, merupakan uang yang berlaku antar Negara seperti US Dollar dan menjadi standar pembayaran internasional.

2.1.5 Mekanisme Penciptaan Uang

Terjadinya uang giral dan uang kuasi dapat melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut.

1. Melalui Substitusi, seseorang menyetorkan uang kartal ke Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) untuk dimasukan ke rekening giro, atau sebagai deposito berjangka maupun tabungan.

2. Melalui Transformasi, BPUG mendiskonto wesel atau membeli surat-surat berharga dan kemudian membukukan harga wesel yang di diskonto/ surat-surat berharga yang dibeli ke rekening giro atas nama bersangkutan atau membukukannya sebagai deposito berjangka maupun tabungan.

3. Melalui Pemberian Kredit, BPUG memberikan kredit kepada nasabahnya dan membukukan kredit yang diberikan ke rekening giro atas nama debitur.

Kemampuan untuk menciptakan uang giral dapat terjadi karena sebagian dana simpanan yang diterima BPUG dapat dipinjamkan kepada masyarakat dan sebagian lainnya dipelihara sebagai alat-alat likuid. Jumlah yang dipinjamkan tersebut akan masuk kembali ke bank-bank sebagai uang simpanan. Sebagian dari simpanan ini dipinjamkan lagi. Demikian seterusnya. Apabila bagian yang harus dipelihara sebagai alat-alat likuid sesuai dengan ketentuan bank sentral sebesar 20% dan sisanya 80% dipinjamkan seluruhnya, maka akan tercipta uang giral sebesar lima kali simpanan pertama (Pohan, 2008:18).


(26)

2.1.6 Teori Permintaan Uang

Menurut Keynes, motif permintaan masyarakat akan uang adalah sebagai berikut.

1. Permintaan Uang untuk Transaksi, apabila penerimaan uang tunai seseorang atau sebuah perusahaan, baik jumlah maupun saat terjadinya selalu sama dengan jumlah dan saat terjadi pengeluaran, tentunya mereka tidak perlu memiliki uang untuk kegiatan transaksi yang mereka adakan. 2. Permintaan Uang untuk Spekulasi, selain dipengaruhi oleh motif transaksi,

permintaan uang juga dipengaruhi oleh motif spekulasi dalam melakukan transaksi surat-surat berharga khususnya obligasi. Untuk memperoleh keuntungan, pembelian obligasi dilaksanakan pada waktu harga obligasi murah dan penjualan dilakukan pada waktu harga obligasi mahal (Pohan, 2011:30).

2.1.7 Sejarah Jenis-jenis Uang di Indonesia

Perkembangan jenis mata uang yang beredar di Indonesia setelah kemerdekaan 1945 beragam. Hal ini dikarenakan adanya gejolak dan situasi pasca kemerdekaan. Namun, setelah berlakunya Hukum Darurat No. 20 Tahun 27 September 1951, ditetapkan alat pembayaran yang sah, kecuali Irian Barat, adalah rupiah. Kemudian diperkuat dengan adanya Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 13 Tahun 1968 yang menetapkan satuan hitung uang Indonesia adalah Rupiah dan disingkat Rp.

Adapun jenis-jenis mata uang sebelum keluarnya kedua peraturan tersebut adalah sebagai berikut.


(27)

1. ORI, yaitu Uang Republik Indonesia yang berlaku hanya di pulau Jawa saja, di samping ada mata uang lainnya.

2. URIDAB, yaitu Uang Republik Indonesia hanya di daerah Banten.

3. URIPS, yaitu Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera yang berlaku di sebagian pulau Sumatera.

4. URITA, yaitu Uang Republik Indonesia Tapanuli yang berlaku di daerah Tapanuli.

5. URIPSU, yaitu uang Republik Indonesia yang berlaku di Propinsi Sumatera Utara.

6. URIBA, yaitu Uang Republik Indonesia yang berlaku di daerah Aceh. 7. UDMP, yaitu Uang Dewan Mandat Pertahanan daerah Palembang yang

berlaku di Palembang. 2.2 Definisi Redenominasi

Redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap harga barang dan/ atau jasa. Redenominasi merupakan penyederhanaan nilai atau nominal yang tertera pada mata uang tertentu tanpa memotong nilai tukar uang itu sendiri. Misalnya adalah penyederhanaan mata uang Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. penyederhanaan nilai mata uang tersebut dengan cara mengurangi tiga angka nol. Hal ini berlaku menyeluruh terhadap harga barang atau jasa di suatu Negara (FE, 2011).

Redenominasi tidak sama dengan sanering karena redenominasi tidak akan mengurangi daya beli. Sanering adalah pemotongan nilai uang sekaligus


(28)

mengurangi daya beli terhadap barang dan jasa. Sanering terjadi pada saat kondisi perekonomian di suatu negara tidak sehat.

Untuk melakukan redenominasi, ada dua cara yang harus dipertimbangkan. Pertama, pemerintah harus memperbaiki kinerja perekonomian, antara lain memperbesar surplus perdagangan, surplus transaksi berjalan, dan menarik banyak modal asing sehingga berujung penguatan cadangan devisa. Bila ini dilakukan berkelanjutan, rupiah pun akan menguat melalui mekanisme pasar. Kedua, penghapusan beberapa nol (sesuai kebutuhan dan kelayakan) sehingga kurs rupiah lebih ramping (Prasetiantono, 2013).

Tujuan redenominasi adalah untuk mengefisiensikan perhitungan dalam sistem pembayaran di Indonesia. Redenominasi hanya bias dilakukan pada saat inflasi stabil. Pada intinya, redenominasi adalah sebagai penyederhanaan sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak bagi ekonomi. Keberhasilan redenominasi adalah persepsi dan pemahaman masyarakat yang mendukung, didasarkan akan kebutuhan ril masyarakat.

Kebijakan redenominasi tidak terlepas dari kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang mana memiliki tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperluan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal sehingga memerlukan sistem perbankan yang sehat. Redenominasi mata uang rupiah merupakan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia. Latar belakang Bank Indonesia melakukan redenominasi adalah :


(29)

1. Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp. 100.000,- yang merupakan pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Vietnam yang pernah mencetak 500.000 Dong.

2. Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dari pada mata uang Negara lain, seperti terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya. Bukan soal substansi tetapi soal identitas karena kekuatan mata uang rupiah relatif stabil, cadangan devisa yang aman, inflasi terjaga, dan kinerja ekonomi yang baik.

3. Pecahan uang Indonesia yang terlalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.

4. Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.

5. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa dimasa lalu, suatu Negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik (Kesumajaya, 2011).

Penerapan redenominasi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Dibutuhkan waktu transisi sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang, yaitu uang lama dan uang baru


(30)

(redenominasi) sehingga kontrol publik dapat tercipta. Redenominasi di Indonesia akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pada 2013-2015 diberlakukan dua denominasi, yakni uang lama dan uang baru. Uang lama dengan digit tiga nol, dan uang baru dengan menghilangkan tiga digit nolnya dengan memberikan

tulisan “rupiah baru”. Tahap berikutnya, pada 2016-2018, secara berangsur-angsur dalam tiga tahun uang lama akan habis. Selanjutnya, pada 2019-2020, pemerintah

menghilangkan tulisan “baru” pada uang yang beredar, sehingga seluruh uang

yang beredar di masyarakat adalah uang baru setelah diredenominasi. Namun, pemerintah memberikan waktu 3 (tiga) tahun hingga tahun 2023 untuk menukarkan uang lama menjadi uang baru.

2.3 Redenominasi Bukan Sanering

Redenominasi sangat berbeda dengan sanering. Sanering merupakan uapaya memotong rupiah karena melejitnya angka inflasi yang tak kunjung turun atau inflasi tidak terkendali. Indonesia pernah mengalami beberapa kali melakukan kebijakan mata uang. Pertama, peristiwa “Gunting Syafruddin” dilakukan pada awal 1950, yaitu dengan memotong uang kertas menjadi dua bagian. Guntingan uang kertas sebelah kiri merupakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan separuh nilainya dari yang tertera. Sedangakan guntingan sebelah kanan ditukarkan dengan obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kedua, sanering dilakukan pada 25 Agustus 1959 dengan memangkas Rp. 1000 menjadi Rp. 100, dan Rp. 500 menjadi Rp 50, sedangkan pecahan uang lainnya tetap. Pemerintah melakukan kebijakan sanering dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar yang melonjak akibat


(31)

kebijakan fiskal yang ekspansif yang dibiayai dari mencetak uang. Ketiga, redenominasi dilakukan pada 13 Desember 1965 dengan mengubah Rp. 1000 menjadi Rp. 1. Kebijakan redenominasi tersebut dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presidan No. 27 Tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk Irian Barat.

Pengalaman tersebut sangat merugikan masyarakat Indonesia. Masyarakat harus memahami bahwa sanering bukan redenominasi. Sanering dilakukan dilakukan pada saat angka inflasi tinggi, sedangkan redenominasi diterapkan saat angka inflasi rendah. Sanering dilakukan saat kenerja ekonomi memburuk, sedangkan redenominasi dijalankan saat kinerja ekonomi berjalan dengan baik. 2.4 Dampak Redenominasi

Bank Indonesia merasa pecahan rupiah sudah terlalu besar karena jumlah nolnya sudah terlalu banyak. Jumlah nol yang banyak berdampak pada biaya transaksi tidak efisien. Pihak perbankan menilai, Bank Indonesia harus berhati-hati dalam melakukan redenominasi mata uang rupiah. Hal ini dikarenakan redenominasi akan memiliki efek yang besar bagi industri perbankan.

Rencana redenominasi rupiah memakan biaya yang sangat tinggi. Setidaknya, perbankan harus berinvestasi lagi di bidang teknologi informasi (TI). Teknologi informasi tersebut perlu penyesuaian terhadap berapa banyak angka nol uang tersebut. Bank Indonesia juga harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengganti dan mencetak uang baru.

Redenominasi rupiah harus dibarengi dengan pembangunan persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Masyarakat harus paham bahwa


(32)

redenominasi bukanlah pemotongan nilai mata uang, karena persepsi tersebut membuat masyarakat menarik dana mereka dari bank dan melakukan investasi ke luar negeri. Redenominasi dilakukan dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada saat itu, Indonesia bisa menyetarakan nilai rupiah dengan mata uang negara-negara ASEAN.

Pada dasarnya, redenominasi sangatlah baik, tetapi harus dipahami jika kesiapan masyarakat menjadi hal utama sehingga Bank Indonesia harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Kesiapan masyarakat menjadi poin terpenting bagi Bank Indonesia. Bank Indonesia bisa mensosialisasikan kebijakan tersebut melalui seminar dan pemberitahuan terlebih dahulu ke masyarakat. Apabila masyarakat belum siap namun Bank Indonesia tetap menjalankan kebijakan tersebut, maka akan timbul gejolak ekonomi seperti meningkatnya laju inflasi sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan.

Sebelum melakukan redenominasi, Bank Indonesia harus meyakinkan semua infrastruktur terkait agar disesuaikan sedemikian rupa dengan mata uang baru yang nolnya sedikit. Seluruh sistem penghitungan computer di Indonesia, termasuk akuntansi, elektronik data processing, cash flow, dan sebagainya harus diubah, dan perubahan tersebut mengakomodasi hasil tahun-tahun sebelumnya. Tanpa persiapan yang matang, perdagangan di pasar saham akan kacau karena tidak akan jelas perusahaan mana yang sehat dari segi keuangan, tidak jelas mana yang untung dan mana yang rugi.

Redenominasi hanya akan memberikan efek psikologis ke pasar saham. Jika rencana tersebut tersosialisasi dengan baik, maka pasar saham tidak akan


(33)

terpengaruh dan bias bergerak normal lagi. Jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpuruk maka redenominasi digabungkan dengan sentiment tingginya inflasi membuat investor memilih keluar dari pasar saham. Redenominasi bisa berdampak negatif kepada pasar modal apabila inflasi tinggi.

Secara teori, redenominasi tidak akan memberikan efek negatif terhadap perekonomian. Ketakutan akan adanya kemungkinan inflasi akan meyebabkan orang cenderung memegang barang, terutama barang yang tidak terpengaruh oleh inflasi seperti emas. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap laju pertumbuhan ekonomi karena berpotensi akan mengurangi konsumsi. Apabila terjadi penukaran rupiah ke mata uang lain yang lebih kuat, maka akan terjadi penurunan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain.

Jika pelaku bisnis meyakini bahwa ekonomi berjalan dengan baik, maka redenominasi bisa berjalan dengan lancar. Akan tetapi, apabila pelaku bisnis berpendapat bahwa redenominasi mengakibatkan angka inflasi meningkat, maka daya beli masyarakat akan berkurang. Di samping itu, stabilitas politik sangat dibutuhkan untuk memunculkan dampak psikologis yang positif kepada pelaku bisnis dalam menanggapi redenominasi.

Bagi pelaku usaha, redenominasi Rupiah menghadirkan peluang dan tantangan. Peluang yang ditawarkan sudah jelas, bahwa redenominasi akan meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli barang dan jasa. Pelaku usaha tinggal mencari cara untuk memastikan keinginan membeli tersebut menjadi pembelian yang sebenarnya. Sementara, tantangan yang dihadapi adalah


(34)

memutakhirkan strategi pricing yang digunakan. Strategi pricing yang sebelumnya digunakan mungkin menjadi tidak relevan lagi (Mahardika, 2013). 2.4.1 Dampak Positif Redenominasi

Melalui redenominasi, maka nilai rupiah akan meliki kekuatan karena nilainya hampir mendekati dolar AS. Frekuensi pencetakan uang lama menjadi lebih jarang. Karena dengan redenominasi tiga digit angka nol setiap pecahan rupiah uang kertas ribuan akan diganti dengan satu rupiah uang logam yang lebih awet sehingga pencetakannya relatif lebih jarang.

Redenominasi diperlukan untuk membangun infrastruktur pembayaran non-tunai di masa depan, sebab semakin besar digit angka, maka sistem pencatatan dan akuntansi semakin sulit. Redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat sehingga memberikan kebangsaan untuk memegang uang rupiah.

Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, redenominasi atau penyederhanaan nilai nominal rupiah mempunyai beberapa manfaat, di antaranya kebanggaan sebagai bangsa. Dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih besar, terdapat penilaian bahwa perekonomian Indonesia masih terbelakang. Kebijakan redenominasi juga akan memberikan manfaat ekonomis kepada masyarakat. Manfaat paling utama adalah kebanggaan (pride) (Purwanto, 2013).


(35)

2.4.2 Dampak Negatif Redenominasi

Penggantian mata uang secara serentak membutuhkan biaya operasional yang sangat besar karena para pengusaha harus berinvestasi lagi untuk mengganti pembukuan, harus menyesuaikan sistem teknologi informasi dan untuk penyesuaian materi cetak.

Bagi Bank Indonesia, redenominasi akan membutuhkan dana yang besar karena Bank Indonesia harus melakukan pencetakan uang kembali untuk mengganti uang lama yang akan diredenominasi.

Selain itu, Bank Indonesia harus mewaspadai dampak sosial yang akan terjadi setelah terjadi kebijakan itu diterapkan, berupa terjadinya trauma di masyarakatseperti kebijakan sanering pada jaman Orde Lama, sehingga masyarakat tidak percaya pada rupiah.

Berikut ini adalah dampak positif dan negatif lainnya dari redenominasi yang tertera dalam tabel 2.1.


(36)

Tabel 2.1

Dampak Positif Redenominasi Rupiah

Aspek Dampak Negatif Denominasi Besar

Dampak Positif Redenominasi Inefesiensi

Perekonomian

1. Waktu dan biaya transisi cukup besar.

2. Kebutuhan pengembangan infrastruktur untuk sistem pembayaran non-tunai di masa mendatang dengan biaya yang cukup signifikan. 3. Meningkatnya biaya

pengadaan uang baru dengan pecahan yang lebih besar untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran tunai yang semakin meningkat.

1. Perekonomian menjadi lebih efisien.

2. Ekspektasi inflasi lebih rendah.

3. Penghematan biaya pengadaan uang dalam jangka panjang.

Rupiah dipersepsikan bernilai sangat rendah

1. Level nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing termasuk yang terendah diantara negara ASEAN. 2. Nilai uang rupiah sangat

rendah diukur dari transaksi untuk membeli keperluan masyarakat.

1. Meningkatkan kebanggaan terhadap Rupiah. 2. Memfasilitasi

ASEAN Economic Community 2015.

Kendala teknis akibat semakin banyaknya digit angka

1. Keterbatasan alat transaksi sehari-hari lainnya (a.l argo taxi, pompa bensin, mesin kasir) .

2. Keterbatasan beban penyimpanan, pengolahan data statistik.

3. Keterbatasan kapasitas penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai, antara lain sistem ATM, sistem kartu kredit, sistem Real Time Gross Setlement (RTGS) .

1. Tidak perlu penyesuaian

infrastruktur dan aplikasi dari waktu ke waktu.

2. Berkurangnya risiko human error.

Sumber : http://aijgeneva.files.wordpress.com/2013/02/materi-konsultasi-publik-redenominasi.pdf diakses pada 10 April 2013


(37)

2.5 Tahap-tahap Pelaksanaan Redenominasi

Rencana redenominasi di Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama. Ada beberapa tahapan mulai dari sosialisasi, hingga penciptaan mata uang baru setelah redenominasi. Adapun tahapan rencana redenominasi rupiah adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2011-2012, pada tahun-tahun tersebut dilakukan sosialisasi.

2. Tahun 2013-2015, periode ini merupakan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua mata uang rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Pada masa transisi ini masyarakat juga menggunakan dua jenis mata uang. Pada masa transisi itu juga, Bank Indonesia akan mencetak uang baru yang diredenominasi. Contohnya Bank Indonesia akan mencetak uang Rp. 10,- yang akan menggantikan uang pecahan Rp. 10.000,-

3. Tahun 2016-2018, pada periode ini, pemerintah menargetkan uang saat ini (rupiah lama) akan benar-benar tidak beredar lagi. Bank Indonesia akan melakukan penarikan uang lama secara perlahan pada masa transisi.

4. Tahun 2019-2020, redenominasi dilaksanakan. Bank Indonesia akan mengedarkan mata uang baru sebagai pengganti uang lama dan saat itu semua masyarakat akan melakukan transaksi jual beli dengan uang baru yang telah diredenominasi.

Masa transisi adalah masa yang penting. Harus ada tanda khusus pada mata uang yang menunjukkan bahwa uang tersebut uang jenis redenominasi. Para penjual barang juga harus menempelkan dua jenis harga pada label harga: dengan


(38)

harga apabila dibeli dengan uang bukan redenominasi, dan harga jika dibeli dengan uang redenominasi. Seperti di toko-toko luar negeri, juga ada banyak konversi dalam mata uang asing pada satu label harga, misalnya harga dalam USD, dalam EURO, atau mata uang lain (Nurullah,2013).

2.6 Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

Sistem keuangan secara prinsip diartikan sebagai kumpulan pasar, institusi, peraturan dan teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat suku bunga ditentukan, jasa keuangan dihasilkan dan ditawarkan kesuluruh dunia. Sistem keuangan dalam perekonomian memiliki fungsi pokok, yaitu fungsi tabungan, fungsi peyimpangan kekayaan, fungsi likuiditas, fungsi kredit, fungsi pembayaran, fungsi resiko, dan fungsi kebijakan.

Sesuai Undang-Undang No. 23 tahun 1999 Undang-Undang Bank Indonesia secara tegas dinyatakan bahwa tujuan pokok Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai kestabilan nilai rupiah harus didukung oleh tiga bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu : menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran, mengatur dan dan mengawasi bank.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum mempunyai definisi yang baku. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi SSK yang pada intinya mengatakan bahwa sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil lada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Sistem keuangan yang stabil yaitu sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi


(39)

intermediasi, melaksanakan pembayaran dan meyebar resiko secara baik. Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi

Gambar 2.1

Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas Moneter

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat fordward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin

Ekonomi Makro

Rumah Tangga

Korporasi

Probability of default

Probability of default

Bank

Lembaga keuangan non Bank

Pasar Keuangan

Infrastruktur Sistem Keuangan

Profitabilitas Permodalan

Profitabilitas Permodalan

IHSG, Yield curve, PUAB

Produk Domestik

Bruto Inflasi

Stabilitas Sistem Keuangan

Stabilitas Moneter

- Risiko Kredit - Risiko Likuiditas - Risiko Pasar

- Intermediasi - Mekanisme

transmisi Internasional dan domestik :

- Faktor Ekonomi - Faktor non Ekonomi

Kondisi Keuangan


(40)

membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

Sumber utama dari instabilitas sistem keuangan adalah adanya informasi yang asimetri yaitu situasi dimana satu pihak dalam kesepakatan keauangan tidak memiliki informasi yang akurat disbanding pihak lain (Nasution, 2003). Berdasarkan teori, ketidaksamaan informasi ini akan menimbulkan apa yang disebut sebagai tindakan moral hazard dan adverse selection. Moral hazard merupakan tindakan penyelewengan amanah atau tanggung jawab karena adanya kesempatan untuk melakukan hal tersebut tanpa diketahui oleh pihak lain (Miskhin, 2001). Adverse selection adalah adanya bias dalam pemilihan untuk mendapatkan pilihan yang tepat (Miskhin, 2001).

Stabilitas sistem keuangan penting untuk meminimalisasi permasalahan diatas. Pertama, sistem keuangan yang stabil akan menciptakan kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah penyimpan dan investor untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk menjamin kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil. Kedua, sistem keuangan yang stabil akan mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kestabilan sistem keuangan akan mendorong beroperasinya pasar dan memperbaiki alokasi sumber daya dalam perekonomian.

Stabilitas sistem keuangan bergantung pada lima elemen yang saling berkaitan, yaitu :

1. Lingkungan makro ekonomi


(41)

3. Pasar keuangan yang efisien

4. Kerangka pengawasan prudensial yang sehat

5. Sistem pembayaran yang amal dan handal. (MacFarlane, 1999) 2.7Sistim Keuangan Konvensional dan Inflasi

Inti dari permasalahan yang menyebabkan turunnya nilai mata uang terhadap barang adalah inflasi. Karena itu, permasalahan pokok dari kekhawatiran Bank Indonesia terhadap nilai uang rupiah kedepan adalah menyangkut penyebab tingginya nilai rupiah yaitu inflasi. Menurut Budiono (1995) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.

Secara teoritis, ada 2 (dua) penyebab utama inflasi itu yaitu :

1. Demand Full Inflation, inflasi bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hamper mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full employement) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah menaikkan harga saja. 2. Cost Push Inflation, inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta

turunnya produksi. Inflasi dibarengi dengan resesi. Keadaan seperti ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi.

Terjadinya inflasi di Indonesia saat ini bukan karena tarikan permintaan tetapi lebih banyak karena desakan biaya dan sistim keuangan serta sistem ekonomi yang berlaku saat ini yaitu sistim kapitalis.


(42)

Kelemahan utama dari sistim kapitalis saat ini adalah menjadikan uang sebagai komoditi dan alat spekulasi dalam perekonomian. Karena uang sebagai komoditi maka, nilai uang tidak lagi sesuai dengan nilai riilnya. Inilah penyebab mengapa nilai uang selalu merosot terhadap barang. Selain itu uang mempunyai fungsi sebagai alat produksi (uang dapat menghasilkan uang) melalui bunga (interest) yang dilakukan oleh bank. Bank merupakan mesin utama dalam sistim ekonomi kapitalis (Dwi Condro Triono. 2008). Mesin kedua dari sistim ekonomi kapitalis adalah pasar modal yang notabene lebih bersifat spekulatif (judi), dan nilai saham lebih banyak ditentukan oleh opini pemilik modal. Pasar bursa selama ini tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap sektor riil, bahkan cenderung bersifat semu sehingga pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh pasar bursa menjadikan pertumbuhan ekonomi seperti balon (bubble economic) yang setiap saat mudah pecah (Amir, 2011).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis persepsi masyarakat di Kota Medan terhadap rencana redonominasi.

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Ridwan & Kuncoro, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku usaha terutama pengusaha UMKM di Kota Medan yang berjumlah 242.890. sampel adalah sebagian/ himpunan bagian dari unit populasi yang mewakili seluruh objek penelitian. Dalam menentukan sampel menggunakan metode pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling yaitu proses pemilihan beberapa objek atau unsur dalam populasi untuk digunakan sebagai sampel yang akan diteliti sifat-sifatnya. Sampel yang diambil merupakan bagian dari populasi dan harus dapat mewakili populasinya sehingga dapat menggambarkan karakteristik atau sifat-sifat populasi yang bersangkutan (Suparmoko, 1999:33). Dimana dalam menentukan ukuran sampel minimum, penulis menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut :

N 1 + Ne2 n =


(44)

Dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas kesalahan) yang diinginkan

n =

n =

n = 99,9

Dari rumus di atas, jumlah sampel minimum dalam penelitian ini adalah berjumlah 99 orang. Berdasarkan rumus tersebut, maka penulis menetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan (questioner) kepada pada pelaku usaha di Kota Medan.

2. Data sekunder, merupkan data yang diperoleh dari pihak atau instansi yang terkait dengan penelitian ini, dalam hal ini adalah Badan Pusat Statistik. Selain itu, informasi data juga diperoleh melalui buku-buku referensi, media internet serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

242.890 1 + 242.890 (10%)2

242.890 1 + 2428,9


(45)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Wawancara dengan menggunakan kuesioner, yaitu penulis melakukan wawancara dan membuat daftar pertanyaan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Wawancara dan kuesioner ini ditujukan kepada pelaku usaha yang ada di Kota Medan.

3.5 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 untuk mengolah data. Disamping itu penulis juga menggunakan program Microsoft Office Word 2010 dalam penulisan sebagai program pembantu, dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.6 Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan adalah analisis deskripstif. Metode Analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2009:21).

Selain itu, penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang; siapa, apa, kapan, dimana dan


(46)

bagaiman yang berkaitan dengan karakteristik populasi atau fenomena tersebut (Erlina, 2011:20).

Metode analisis deskriptif terbagi dua, yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak. Penelitian kualitatif juga bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Teknik pengumpulan data kualitatif diantaranya adalah interview (wawancara), quesionere (pertanyaan-pertanyaan/kuesioner), schedules (daftar pertanyaan), dan observasi (pengamatan, participant observer technique), penyelidikan sejarah hidup (life historical investigation), dan analisis konten (content analysis). Metode kualitatif ada 4 macam :

1. Metode Historis, yaitu metode yang menggunakan analisa atau peristiwa-peristiwa dalam masa silam kemudian dijadikan sebagai prinsip-prinsip yang bersifat umum.

2. Metode Komparatif/ Metode Perbandingan, yaitu metode yang mempergunakan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dalam persamaan-persamaan, kemudian untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perikelakuan manusia dalam masyarakat.


(47)

3. Metode Historis Komparatif, yaitu metode yang dipergunakan untuk meneliti masyarakat pada masa silam dan masa sekarang.

4. Metode Case Study/ Studi Kasus, yaitu metode yang dipergunakan dengan tujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Obyeknya adalah keadaan kelompok-kelompok dalam masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, maupun individu-individu dalam masyarakat. (Sri dan Mulya, 2007).

Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif adalah penelitian bermula dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan.

Erlina (2011) menyatakan bahwa penelitian deskripsi paling sederhana hanya menaruh perhatian pada satu variabel dan bila ada hipotesis, maka hipotesisnya hanya berusaha menyatakan ukuran, bentuk distribusi, atau eksistensi suatu variabel. Walaupun penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapatkan gambaran, tetapi akura merupakan hal terpenting yang harus diutamakan dalam penelitian. Tujuan penelitian deskriptif adalah :

a. Mencari informasi faktual yang detail tentang objek tertentu.

b. Mengidentifikasikan masalah atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung.

c. Membuat evaluasi.

d. Mengetahui apa yang dikerjakan individu lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama agar dapat belajar dari mereka untuk


(48)

kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang.

3.7 Defenisi Operasional

1. Redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap harga barang dan/ atau jasa.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis persepsi pelaku usaha di Kota Medan terhadap rencana redenominasi. Penelitian telah dilaksanakan mulai tanggal 25 April sampai dengan 4 Mei 2013 di Lapangan Merdeka Medan, Pasar Sentral, Jalan Djamin Ginting, Jalan Dr. Mansyur, dan Jalan Setia Budi dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Responden adalah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dimana diantara mereka mempunyai berbagai macam usaha seperti pengerajin kayu, usaha kuliner, catering, toko buku, toko pakaian, otomotif, biro perjalanan, kedai kelontong dan lain-lain. Responden adalah mereka yang pernah mendengar atau mengetahui tentang penyederhanaan angka nol pada rupiah tanpa mengurangi daya beli masyarakat (redenominasi) melalui berbagai media.

Hasil penelitian ini dibagi dua bagian yaitu hasil mengenai karakteristik responden dan hasil mengenai persepsi pelaku usaha di Kota Medan terhadap rencana redenominasi yang diidentifikasi melalui kuisioner.

4.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, mayoritas usia pelaku usaha pada rentang 25–29 tahun yaitu 18 orang (18%) dan diikuti rentang 20-24 tahun sebanyak 15 orang (15%), rentang 40-44 tahun sebanyak 14 orang (14%), rentang >50 tahun sebanyak 13 orang (13%), rentang 30-34 tahun sebanyak 12 orang (12%), rentang 35-39 tahun sebanyak 10 orang (10%), rentang 15-19 tahun sebanyak 9 orang (9%), rentang 45-49 tahun sebanyak 9 orang (9%). Sebagian besar responden adalah laki-laki


(50)

sebanyak 56 orang (56%) lebih banyak dari perempuan yaitu 44 orang (44%). Latar belakang pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SMA sebanyak 59 orang (59%), diikuti tamat D3 sebanyak 19 orang (19%), tamat S1 sebanyak 17 orang (17%), tamat SMP sebanyak 4 orang (4%), dan tamat SD sebanyak 1 orang (1%).

Berikut ini merupakan distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (tabel 4.1).

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan, 2013

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1 Umur

15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun >50 tahun

9 15 18 12 10 14 9 13

9 15 18 12 10 14 9 13 2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

56 44

56 44 3 Pendidikan

SD SMP SMA D3 S1

1 4 59 19 17

1 4 59 19 17

Berikut ini adalah diagram karakteristik responden yang tersaji dalam gambar 4.1, gambar 4.2, dan gambar 4.3.


(51)

Gambar 4.2

Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 berdasarkan jenis kelamin

Gambar 4.3

Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 berdasarkan tingkat pendidikan

15 - 19

0.09 20 - 24 0.15

25 - 29 0.18

30 - 34 0.12 35 - 39

0.10 40 - 44

0.14 45 - 49

0.09 > 50 0.13

56% 44%

Laki-laki Perempuan

1% 4%

59% 19%

17% 0%

SD SMP SMA D3 S1 S2

Gambar 4.1

Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 berdasarkan umur


(52)

Untuk memperluas analisis distribusi diatas, berikut disajikan tabulasi silang antara umur dan latar belakang pendidikan pelaku usaha sehingga variabel tersebut saling berhubungan.

Hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan pada 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha di Kota Medan, 2013 (dalam orang dan persen)

No Umur Pendidikan Jumlah Persentase

SD SMP SMA D3 S1 S2

1 15 - 19 0 0 9 0 0 0 9 9%

2 20 - 24 0 0 8 5 2 0 15 15%

3 25 - 29 0 0 11 3 4 0 18 18%

4 30 - 34 0 0 8 2 2 0 12 12%

5 35 - 39 0 0 4 3 3 0 10 10%

6 40 - 44 0 2 7 0 5 0 14 14%

7 45 - 49 0 0 5 3 1 0 9 9%

8 > 50 1 2 7 3 0 0 13 13%

Jumlah 1 4 59 19 17 0 100 100%

Berikut adalah grafik hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan tahun 2013 yang tersaji dalam Gambar 4.4.


(53)

Gambar 4.4

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha di Kota Medan, 2013 (dalam orang)

Berdasarkan tingkat pendidikan dan rentang umur dari tabel diatas, pelaku usaha adalah :

1. Tamat SD sebanyak 1 orang yakni pada rentang >50 tahun.

2. Tamat SMP sebanyak 4 orang yakni pada rentang 40-44 tahun sebanyak 2 orang dan rentang >50 tahun sebanyak 2 orang.

3. Tamat SMA sebanyak 59 orang yakni pada rentang 25–29 tahun sebanyak 11 orang, rentang 15–19 tahun sebanyak 9 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 8 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 8 orang, rentang 40-44 tahun sebanyak 7 orang, rentang >50 tahun sebanyak 7 orang, rentang 45-49 tahun sebanyak 5 orang, dan rentang 35-39 tahun sebanyak 4 orang. 4. Tamat D3 sebanyak 19 orang yaitu pada rentang 20-24 tahun sebanyak 5

orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 3 oran, rentang 35-39 tahun 0

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 > 50

SD SMP SMA D3 S1 S2 Jumlah


(54)

sebanyak 3 orang, rentang 45-49 tahun sebanyak 3 orang, rentang >50 tahun sebanyak 3 orang, dan rentang 30-34 tahun sebanyak 2 orang. 5. Tamat S1 sebanyak 17 orang yaitu rentang 40-44 tahun sebanyak 5 orang,

rentang 25-29 tahun sebanyak 4 orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 3 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 2 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 2 orang, rentang 45-49 tahun sebanyak 1 orang.

Berdasarkan rentang usia dan latar belakang pendidikan dari keseluruhan responden (n=100), rentang 15-19 tahun sebanyak 9 orang (9%), rentang 20-24 tahun sebanyak 15 orang (15%), rentang 25-29 tahun sebanyak 18 orang (18%), rentang 30-34 tahun sebanyak 12 orang (12%), rentang 35-39 tahun sebanyak 10 rang (10%), rentang 40-44 tahun sebanyak 14 orang (14%), rentang 45-49 tahun sebanyak 9 orang (9%), dan rentang >50 tahun sebanyak 13 orang (13%).

4.2 Persepsi Pelaku Usaha di Kota Medan yang Memahami redenominasi dan yang Setuju/ Tidak Setuju Terhadap Rencana Redenominasi

Tidak semua responden memahami makna redenominasi. Dari 100 orang responden, sebanyak 56 orang (56%) paham redenominasi dan sisanya 44 orang (44%) tidak paham redenominasi. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan usia responden. Sebagian besar responden hanya pernah mendengar istilah redenominasi tetapi mereka tidak mengetahui makna redenominasi sebenarnya sebelum dijelaskan oleh peneliti tentang istilah tersebut. Berikut adalah persentase responden yang paham/ tidak paham terhadap redenominasi yang disajikan dalam gambar 4.5 dan distribusi tingkat pemahaman responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap redenominasi yang tersaji dalam tabel 4.3.


(55)

Gambar 4.5

Persentase Tingkat Pemahaman Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 Terhadap Redenominasi

Tabel 4.3

Distribusi Tingkat Pemahaman Pelaku Usaha di Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terhadap Redenominasi, 2013

No Tingkat Pendidikan

Kategori Penilaian

Paham Tidak Paham

f % f %

1 SD 0 0 1 1

2 SMP 3 3 1 1

3 SMA 24 24 35 35

4 D3 12 12 7 7

5 S1 17 17 0 0

Dari hasil penelitian yang diperoleh sebanyak 68 orang pelaku usaha (68%) yang menyetujui redenominasi. Sedangkan sisanya sebanyak 32 orang pelaku usaha (32%) tidak setuju terhadap rencana redenominasi. Pelaku usaha menilai redenominasi sudah tepat dilakukan di Indonesia pada saat ini mengingat angka nominal rupiah sudah sangat besar. Dengan adanya redenominasi, maka diharapkan memudahkan proses jual beli. Sebaliknya, sebagian pelaku usaha tidak menyetujui redenominasi. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang tidak

56% 44%


(56)

kenaikan harga-harga yang berujung kepada terjadinya inflasi. Munculnya uang baru di tengah masyarakat juga akan memicu dampak yang besar terhadap proses pembayaran. Setidaknya, perusahaan harus menginvestasikan dana yang besar untuk memperbarui sistem pembayaran yang sesuai dengan pembayaran setelah terjadi redenominasi. Berikut adalah gambar persentase persepsi pelaku usaha terhadap rencana redenominasi yang tersaji pada Gambar 4.6 dan distribusi tingkat pendidikan persepsi pelaku usaha di Kota Medan yang tersaji pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Gambar 4.6

Persentase Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 yang Setuju Terhadap Rencana Redenominasi

Tabel 4.4

Distribusi Tingkat Pendidikan Persepsi Pelaku Usaha di Kota Medan Terhadap Rencana Redenominasi, 2013

No Tingkat Pendidikan

Kategori Penilaian

Setuju Tidak Setuju

f % f %

1 SD 0 0 1 1

2 SMP 2 2 2 2

3 SMA 39 39 20 20

4 D3 14 14 5 5

5 S1 13 13 4 4

68% 32%


(57)

4.2.1 Pelaku Usaha Paham Terhadap Redenominasi

Tidak semua responden paham terhadap redenominasi. Setelah dilakukan penelitian, hanya 56 orang (56%) paham terhadap redenominasi. Dari 56 orang pelaku usaha diantaranya berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 24 orang (43%), S1 sebanyak 17 orang (30%), D3 sebanyak 12 orang (22%), dan SMP sebanyak 3 orang (5%). Pelaku usaha tersebut mayoritas berada pada rentang usia rentang 20-24 tahun yaitu 10 orang (18%), diikuti rentang 40-44 tahun sebanyak 9 orang (16%), dan rentang >50 tahun sebanyak 9 orang (16%), rentang 15-19 tahun sebanyak 8 orang (14%), rentang 25-29 tahun sebanyak 7 orang (13%), rentang 35-39 tahun sebanyak 6 orang (11%), rentang 30-34 tahun sebanyak 4 orang (7%), dan rentang 45-49 tahun sebanyak 3 orang (5%). Sebagian besar pelaku usaha adalah laki-laki sebanyak 32 orang (57%) dan perempuan sebanyak 24 orang (43%).

Berikut ini adalah gambar persentase jenis kelamin dan tabel distribusi frekuensi persentase karakteristik pelaku usaha di Kota Medan yang paham terhadap redenominasi yang tersaji pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.5.

Gambar 4.7

Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 yang Paham Terhadap Redenominasi

Laki-laki 57% Peremp

uan 43%


(58)

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan Yang Paham Redenominasi

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1 Umur

15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun >50 tahun 8 10 7 4 6 9 3 9 14 18 13 7 11 16 5 16 2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 32 24 57 43 3 Pendidikan

SD SMP SMA D3 S1 0 3 24 12 17 0 5 43 22 30

Hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan yang paham redenominasi pada 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha di Kota Medan Yang Paham Redenominasi, 2013 (dalam orang dan persen)

No Umur Pendidikan Jumlah Persentase

SD SMP SMA D3 S1 S2

1 15 - 19 0 0 8 0 0 0 8 14%

2 20 - 24 0 0 4 4 2 0 10 18%

3 25 - 29 0 0 0 3 4 0 7 13%

4 30 - 34 0 0 1 1 2 0 4 7%

5 35 - 39 0 0 2 1 3 0 6 11%

6 40 - 44 0 2 2 0 5 0 9 16%

7 45 - 49 0 0 0 2 1 0 3 5%


(59)

Berdasarkan tingkat pendidikan dan rentang umur dari tabel diatas, dari 56 orang pelaku usaha yang paham redenominasi adalah sebagai berikut.

1. Tamat SMP sebanyak 3 orang yakni pada rentang 40-44 tahun yaitu 2 orang dan rentang >50 tahun yaitu 1 orang.

2. Tamat SMA sebanyak 24 orang yakni pada rentang 15–19 tahun yaitu 8 orang, rentang >50 tahun yaitu 7 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 4 orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 2 orang, rentang 40-44 tahun sebanyak 2 orang, dan rentang 30-34 tahun sebanyak 1 orang.

3. Tamat D3 sebanyak 12 orang yaitu pada rentang 20-24 tahun sebanyak 4 orang, rentang 25-29 tahun sebanyak 3 orang, rentang 45-49 tahun sebanyak 2 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 1 orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 1 orang, dan rentang >50 tahun sebanyak 1 orang.

4. Tamat S1 sebanyak 17 orang yaitu rentang 40-44 tahun sebanyak 5 orang, rentang 25-29 tahun sebanyak 4 orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 3 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 2 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 2 orang, dan 45-49 tahun sebanyak 1 orang.

Berdasarkan rentang usia dari pelaku usaha yang paham redenominasi (n=56), rentang 15-19 tahun sebanyak 8 orang (14%), rentang 20-24 tahun sebanyak 10 orang (18%), rentang 25-29 tahun sebanyak 7 orang (13%), rentang 30-34 tahun sebanyak 4 orang (7%), rentang 35-39 tahun sebanyak 6 orang (11%), rentang 40-44 tahun sebanyak 9 orang (16%), rentang 45-49 tahun sebanyak 3 orang (5%), dan rentang >50 tahun sebanyak 9 orang (16%).


(60)

Berikut adalah grafik hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan yang paham redenominasi tahun 2013 yang tersaji dalam Gambar 4.8.

Gambar 4.8

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha Yang Paham Redenominasi di Kota Medan, 2013 (dalam orang)

4.2.2 Pelaku Usaha Tidak Paham Terhadap Redenominasi

Pelaku usaha yang tidak paham redenominasi sebanyak 44 orang (44%). Dari 44 orang pelaku usaha diantaranya berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 35 orang (80%), D3 sebanyak 7 orang (16%), SD sebanyak 1 orang (2%), dan SMP sebanyak 1 orang (2%). Pelaku usaha tersebut mayoritas berada pada rentang usia rentang 25-29 tahun sebanyak 11 orang (25%), rentang 30-34 tahun sebanyak 8 orang (18%), rentang 45-49 tahun sebanyak 6 orang (15%), rentang 20-24 tahun yaitu 5 orang (11%), diikuti rentang 40-44 tahun sebanyak 5 orang (11%), rentang 35-39 tahun sebanyak 4 orang (9%), rentang >50 tahun

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 > 50

SD SMP SMA D3 S1 S2


(61)

sebanyak 4 orang (9%), danj rentang 15-19 tahun sebanyak 1 orang (2%). Sebagian besar pelaku usaha adalah laki-laki sebanyak 24 orang (55%) dan perempuan sebanyak 20 orang (45%).

Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi persentase karakteristik dan gambar persentase jenis kelamin pelaku usaha di Kota Medan yang tidak paham terhadap redenominasi yang tersaji pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.9.

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan Yang Tidak Paham Redenominasi

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1 Umur

15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun >50 tahun

1 5 11

8 4 5 6 4

2 11 25 18 9 11 15 9 2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

24 20

55 45 3 Pendidikan

SD SMP SMA D3 S1

1 1 35

7 0

2 2 80 16 0


(62)

Gambar 4.9

Persentase Jenis Kelamin Pelaku Usaha di Kota Medan 2013 yang Tidak Paham Terhadap Redenominasi

Hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan yang tidak paham redenominasi pada 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha di Kota Medan yang Tidak Paham Redenominasi, 2013 (dalam orang dan persen)

No Umur Pendidikan Jumlah Persentase

SD SMP SMA D3 S1 S2

1 15 - 19 0 0 1 0 0 0 1 2%

2 20 - 24 0 0 4 1 0 0 5 11%

3 25 - 29 0 0 11 0 0 0 11 25%

4 30 - 34 0 0 7 1 0 0 8 18%

5 35 - 39 0 0 2 2 0 0 4 9%

6 40 - 44 0 0 5 0 0 0 5 11%

7 45 - 49 0 0 5 1 0 0 6 15%

8 > 50 1 1 0 2 0 0 4 9%

Jumlah 1 1 35 7 0 0 44 100 %

Berdasarkan tingkat pendidikan dan rentang umur dari tabel diatas, dari 44 orang pelaku usaha yang tidak paham redenominasi adalah sebagai berikut.

1. Tamat SD sebanyak 1 orang yakni pada rentang >50 tahun. Laki-laki

55% Perempu

an 45%


(63)

2. Tamat SMP sebanyak 1 orang yakni pada rentang >50 tahun.

3. Tamat SMA sebanyak 35 orang yakni pada rentang 25-29 tahun sebanyak 11 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 7 orang, rentang 40-44 tahun sebanyak 5 orang, rentang 45-49 tahun sebanyak 5 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 4 orang, rentang 35-39 tahun sebanyak 2 orang, dan rentang 15–19 tahun yaitu 1 orang.

4. Tamat D3 sebanyak 7 orang yaitu pada rentang 35-39 tahun sebanyak 2 orang, rentang >50 tahun sebanyak 2 orang, rentang 20-24 tahun sebanyak 1 orang, rentang 30-34 tahun sebanyak 1 orang, dan rentang 45-49 tahun sebanyak 1 orang.

Berdasarkan rentang usia dari pelaku usaha yang tidak paham redenominasi (n=44), rentang 15-19 tahun sebanyak 1 orang (2%), rentang 20-24 tahun sebanyak 5 orang (11%), rentang 25-29 tahun sebanyak 11 orang (25%), rentang 30-34 tahun sebanyak 8 orang (18%), rentang 35-39 tahun sebanyak 4 orang (9%), rentang 40-44 tahun sebanyak 5 orang (11%), rentang 45-49 tahun sebanyak 6 orang (15%), dan rentang >50 tahun sebanyak 4 orang (9%).

Berikut adalah grafik hubungan antara umur dan tingkat pendidikan pelaku usaha di Kota Medan yang tidak paham redenominasi tahun 2013 yang tersaji dalam Gambar 4.10.


(64)

Gambar 4.10

Hubungan antara Umur dan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha Yang Tidak Paham Redenominasi di Kota Medan, 2013 (dalam orang)

4.2.3 Pelaku Usaha Setuju Terhadap Rencana Redenominasi

Tidak semua pelaku usaha yang menyetujui rencana redenominasi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia. Dari 100 responden sekitar 68 orang (68%) yang setuju terhadap redenominasi. Dari 68 orang pelaku usaha diantaranya berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 39 orang (57%), D3 sebanyak 14 orang (21%), S1 sebanyak 13 orang (19%), dan SMP sebanyak 2 orang (3%). Pelaku usaha tersebut mayoritas berada pada rentang usia 25-29 tahun sebanyak 13 orang (19%), diikui rentang 20-24 tahun yaitu 12 orang (18%), rentang 35-39 tahun sebanyak 10 orang (15%), rentang 15-19 tahun sebanyak 8 orang (12%), rentang 40-44 tahun sebanyak 8 orang (12%), rentang >50 tahun sebanyak 6 orang (9%), rentang 30-34 tahun sebanyak 6 orang (9%), dan rentang 45-49 tahun

0 2 4 6 8 10 12

15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 > 50

SD SMP SMA D3 S1 S2


(65)

sebanyak 5 orang (7%). Sebagian besar pelaku usaha adalah laki-laki sebanyak 41 orang (60%) dan perempuan sebanyak 27 orang (40%).

Di bawah ini adalah tabel distribusi frekuensi dan persentase karakteristik dan gambar persentase jenis kelamin pelaku usaha di Kota Medan yang setuju terhadap rencana redenominasi yang tersaji pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.11.

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pelaku Usaha di Kota Medan Yang Setuju Redenominasi

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1 Umur

15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun >50 tahun

8 12 13 6 10

8 5 6

12 18 19 9 15 12 7 9 2 Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

41 27

60 40 3 Pendidikan

SD SMP SMA D3 S1

0 2 39 14 13

0 3 57 21 19


(1)

Lampiran I Data dan tanggapan responden (lanjutan) Keterangan :

1 Jenis Kelamin (1= laki-laki; 2= perempuan) 2 Umur (tahun)

3 Pendidikan (1= SD; 2= SMP; 3= SMA; 4= D3; 5= S1) 4 Pendapatan (Rp)

5 Pengeluaran (Rp)

6 Menabung di bank (1= pernah; 2= tidak pernah) 7 Jumlah tanggungan (orang)

8 Lama usaha (tahun)

9 Tanggapan terhadap redenominasi (1= setuju; 2= tidak setuju)


(2)

(3)

ANALISIS PERSEPSI PELAKU USAHA DI KOTA MEDAN TERHADAP RENCANA REDENOMINASI

Petunjuk Pengisian

1. Setiap responden wajib mengisi semua jawaban dari pertanyaan dalam kuisioner ini.

2. Tulislah jawaban yang sesuai dengan kondisi dan pendapat Bapak/Ibu/Sdra/I di tempat yang telah disediakan.

Nomor : ……….……… (diisi oleh petugas) Nama : ……… Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Umur : ……. tahun

Alamat : ……… Nama Usaha : ……… Jenis Usaha : ………

Tingkat Pendidikan

1. Apakah pendidikan terakhir Bapak/Ibu/Sdra/i?

Tidak sekolah SD SMP SMA D3 S1 S2 S3

Pendapatan

2. Berapa jumlah pendapatan rata-rata keluarga Bapak/Ibu/Sdra/i dalam satu bulan?

Rp ……… /bulan

3. Berapa pengeluaran rata-rata keluarga Bapak/Ibu/Sdra/i dalam satu bulan? Rp ……… /bulan

4. Pernahkah Bapak/Ibu/Sdra/i menabung, mengambil uang, mengirim uang atau meminjam uang di Bank atau lembaga keuangan lainnya?

Pernah Tidak pernah

Jumlah Tanggungan

5. Berapa jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan Bapak/Ibu/Sdra/i?

……… orang

Pengalaman Berwirausaha

6. Berapa lama kira-kira usaha Bapak/Ibu/Sdra/i didirikan? ……… tahun

I. IDENTITAS RESPONDEN

II. KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI RESPONDEN


(4)

Redenominasi adalah penyederhanaan angka nol pada mata uang tanpa

mengurangi nilai uang itu sendiri. Contoh : Rp. 1000,- menjadi Rp.1,-. Harga barang/jasa tersebut tidaklah berubah, namun redenominasi hanya menghilangkan angka nol sehingga tidak mengurangi nilai uang tersebut. Di Indonesia, redenominasi akan dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

1. Apakah Bapak/Ibu/Sdra/i pernah mendengar istilah redenominasi? Pernah Tidak pernah

2. Dari mana Bapak/Ibu/Sdra/i mendengar/mengetahui istilah redenominasi? ………. 3. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdra/i terhadap rencana redenominasi?

………. 4. Setujukah Bapak/Ibu/Sdra/i terhadap rencana redenominasi?

Setuju

Alasan : ………

………

Tidak Setuju

Alasan : ……… ……… 5. Perlukah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap rencana

redenominasi? Perlu

Alasan : ……… ……… Tidak Perlu

Alasan : ……… ……… 6. Bagaimana yang seharusnya dilakukan Bank Indonesia untuk

mensosialisasikan rencana redenominasi kepada masyarakat?

………. ………. 7. Perlukah Bank Indonesia mensosialisasikan redenominasi terhadap pelaku

usaha di Indonesia khususnya di Kota Medan? Perlu

Alasan : ………

………

Tidak Perlu

Alasan : ……… ……… III. PERSEPSI RESPONDEN


(5)

8. Sebagai pelaku usaha, sosialisasi seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh Bank Indonesia kepada Bapak/Ibu/Sdra/i?

………. ………. ………. ………. 9. Sosialisasi seperti seminar, berita di TV, Radio, Media Cetak, Internet

akan membantu pengetahuan masyarakat terhadap rencana redenominasi? Setuju

Alasan : ………

………

Tidak Setuju

Alasan : ………

………

10.Sudah tepatkah redenominasi dilakukan di Indonesia pada saat ini? Tepat

Alasan : ……… ……… Tidak Tepat

Alasan : ………

………

11.Apabila rencana redenominasi kurang tepat dilakukan, apa yang menjadi kekhawatiran Bapak/Ibu/Sdra/i jika redenominasi tetap terlaksana?

………. ………. ………. ………. 12.Menurut Bapak/Ibu/Sdra/i, bagaimana pengaruh redenominasi terhadap

produksi dan pendapatan perusahaan?

………. ………. ………. ………. 13.Apabila perusahaan Bapak/Ibu/Sdra/i adalah perusahaan ekspor/impor,

bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdra/ pengaruh redenominasi terhadap barang ekpor/impor?


(6)

………. ………. ………. ………. 14.Apa yang menjadi kendala/kesulitan Bapak/Ibu/Sdra/I jika redenominasi

dilakukan?

………. ………. ………. ………. 15.Apa kesimpulan Bapak/Ibu/Sdra/i terhadap rencana redenominasi yang

akan dilakukan di Indonesia?

………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ………. ……….