Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

(1)

DAMPAK STANDARDISASI BARANG BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: BRUNO SARAGIH

NIM: 110200296

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

DAMPAK STANDARDISASI BARANG BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: BRUNO SARAGIH

NIM: 110200296

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui/Diketahui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 197501122005012002 (Windha, S.H., M.Hum)

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

NIP. 1956003291986011001 NIP. 197302202002121001

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

DAMPAK STANDARDISASI BARANG BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN Bruno Saragih *)

Bismar Nasution **) Mahmul Siregar ***)

UMKMK sebagai pilar ekonomi kerakyatan tidak luput dari persaingan dalam perdagangan bebas. Di era perdagangan bebas, peranan standar sangat vital. Di samping untuk perlindungan konsumen, standar juga sangat mujarab untuk melindungi produk lokal. Pemberlakuan SNI terhadap semua produk khususnya bagi produk yang dihasilkan oleh UMKMK dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana aspek hukum dari standardisasi di Indonesia, kemudian bagaimana aspek hukum dari UMKMK, dan yang terakhir adalah bagaimana keberlangsungan UMKMK dengan adanya penerapan standardisasi barang.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, Perdagangan bebas memaksa produsen khususnya UMKMK menghadapi persaingan yang ketat, yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efesiensi dan menghasilkan produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar internasional; kedua, Pelaku usaha UMKM dan Koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan dihadapkan pada tantangan besar untuk membuat produk yang sesuai dengan SNI; ketiga bahwa standardisasi barang dapat menjadi senjata utama untuk meningkatkan daya saing UMKMK dalam perdagangan bebas, namun sekaligus dapat mematikan usaha karena tidak mampu menerapkan standardisasi barang untuk bersaing dalam pasar bebas.

Kata Kunci : Perdagangan Bebas, Standardisasi, UMKMK *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan sembah penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia yang Dia berikan kepada penulis hingga saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak mungkin penulis dapat melakukan sesuatu hal apapun tanpa berkat dan karunia yang hanya dari Tuhan Yesus Kristus.

Skripsi ini berjudul “DAMPAK STANDARDISASI BARANG BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN” merupakan tugas akhir bagi penulis dan juga merupakan syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu penulis sangat bangga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Secara khusus, penulis mengucap syukur dan terima kasih kepada keluarga penulis, Hadi Maja Saragih (Bapak), Nurtina Sinaga (Mama), Santa Marelda Saragih (kakak), Reinhard Hamonangan Saragih (abang), Indra Lesmana Saragih (abang). Terima kasih atas segala doa, dukungan, nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalankan masa perkuliahan hingga akhir. Dukungan dan doa dari keluarga merupakan motivasi besar bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan sehingga penulis menerima kritik dan saran yang membangun yang dapat digunakan untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Namun, terlepas dari segala kekurangan


(5)

yang ada di dalam skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Dan untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H., M.H., DFM. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Pak Hemat Tarigan, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik;

6. Ibu Windha S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

7. Bapak Ramli Siregar S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, saran dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, saran dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(6)

10. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Keluarga Besar penulis, yang telah memberikan dukungan dan nasihat kepada penulis.

12. Teman dekat penulis Yosephine Mathilda Hutabarat yang selalu memberikan dukungan kepada penulis … Trimakasih Banyak cooooo…..

13. Bung dan Sarinah (Senior) Komisariat GmnI FH USU, Bung Choky Pangaribuan, Bung Uber, Bung Joni, Bung Joshua, Bung Welson Rajagukguk, Bung Marshias Ginting, Bung Hotmarudur Tua Siringo-ringo, Bung Howard Limbong, Bung Joshua Hutabarat, Bung Samuel Lubis, Bung Agus Samosir, Bung Turedo Sitindaon, Bung Marthin Sembiring, Bung Prinst Parangin-angin, Sarinah Juliana Hutasoit, Sarinah Elyza, Bung OneSeptember Situmorang, Bung Apul G. Barus, Bung Derral Sihombing, Sarinah Rina Siburian, Sarinah Fenny Aritonang, Bung Lorenza Sianturi, Bung Oris Hulu, Bung Oren Malau, Bung Edu Tobing Bung Reynaldo, Bung Tito, Sarinah Henny Handayani, Terimakasih atas bimbingan selama ini abang dan kakak ku tersayang.

14. Bung dan Sarinah Stambuk 2011 Komisariat GmnI FH USU Bung Jenrico Hutabarat, Bung Maslon Ambarita, Bung Ardi Sianipar, Bung Natanael Nainggolan, Bung Yoko Chen, Bung Theo Patra, Bung Tumpal, Sarinah Vonny Simarmata, Sarinah Conny Laurenny, Sarinah Gelora Hutahaean, Sarinah Stevanny Sirait, Sarinah Gracia, Sarinah Erma Pangaribuan, Sarinah Sri Nita Pagit, Bung Pir Silaban Sarinah Fransisca Kosasih dan bung dan sarinah lain


(7)

yang tak bisa disebutkan satu per satu. Trimakasih untuk waktu yang bisa bung dan sarinah bagi bersama baik dalam dunia kampus, wamar, maupun dalam pergerakan.

15. Bung dan Sarinah (junior) Komisariat GmnI FH USU Bung Sa’ban Hutagaol (Komisaris 2015-2016), Bung Tamado Donmes, Bung Rendra Manalu, Bung Samuel Sitompul, Bung Ady May Simanjuntak, Bung Mardo Siregar, Sarinah Sandra Sinaga, Sarinah Yohana, Sarinah Friska, Bung Brenada Sihite, Bung Irvin, Bung Anggiatma, Bung Alex Manalu, Sarinah Regina Manik, Sarinah Purim Dachi, Sarinah Mifta, Sarinah Rina, Sarinah Pinta, Sarinah Novi Harefa, Sarinah Jesica, Bung Suend, Bung Edu, Bung Sahat, Sarinah Ninir, Sarinah Vera, dan bung dan sarinah lain yang tak bisa disebutkan satu per satu. Trimakasih telah menemani saya sebagai penyemangat dalam kehidupan perkuliahan maupun dalam percintaan…

16. Kepada Rindy Purnama Dewi yang telah mengisi hari-hariku dengan sedih, senang, dan telah mengingatkan tentang skripsi.

17. Kepada Penjaga Wamar Bou, Mami, Bang Iwan. Terimakasih atas pelayanannya selama ini.

18. Kepada Kak Carina Siahaan, Ari Pareme, Laura, Thresya, Juanda, dan Erick. Trimakasih untuk waktu yang sedikit banyak mengubahkan pandangan kekristenanku.

19. Kepada teman-teman Grup G (anggota Gaster), Grup B, teman-teman futsal Chandro Situmorang, Devid Juhendri Lubis, Tung Asido Rohana Malau, Juanda


(8)

Guntur Sukarno Gultom, Leider Tirta Silalahi , Rio Setiadi Silalahi , Antonio Romario Sidabutar, Choky Desrian Saragih, Syahputra Sibagariang, Arius Prima Lumbanbatu, Timoteus Banjarnahor, Iva Ferdinandu Halawa, Dani Christopher Sinaga, Richard TGS, Masmur Purba, Michael, M. Ikhwan Adabi, Lambok J.S Hutauruk, Susan Oktaviana, Rachel Sheila, Oong Damanik, dan teman-teman yang tak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan kenangan bagi penulis di masa perkuliahan. Terima kasih untuk kegembiraan yang telah kalian berikan.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila di dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan-kesalahan yang secara tidak sadar telah penulis, oleh karenannya mohon dimaafkan serta dikoreksi. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, 20 Agustus 2015

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Keaslian Penelitian ... 12

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

F. Metode Penelitian ... 22

G. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II ASPEK HUKUM STANDARDISASI BARANG DI INDONESIA A. Sejarah Standardisasi di Indonesia ... 27

B. Pengertian, Proses, dan Jenis Standardisasi di Indonesia... 31

C. Tujuan Standardisasi Barang di Indonesia ... 44

D. Penerapan Standardisasi Barang di Indonesia ... 46

BAB III USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI SEBAGAI PELAKU EKONOMI DI INDONESIA A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia ... 51


(10)

C. Peran Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Koperasi dalam Perekonomian Indonesia ... 62 D. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi di Indonesia

... 68 BAB IV DAMPAK STANDARDISASI BARANG TERHADAP USAHA KECIL,

MENENGAH DAN KOPERASI

A. Penetapan Standardisasi Barang terhadap Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi ... 74 B. Peran Pemerintah dalam Menunjang Penerapan Standardisasi terhadap

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi ... 84 C. Keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi sebagai

Akibat dari Standardisasi Barang ... 93 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAMPAK STANDARDISASI BARANG BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN Bruno Saragih *)

Bismar Nasution **) Mahmul Siregar ***)

UMKMK sebagai pilar ekonomi kerakyatan tidak luput dari persaingan dalam perdagangan bebas. Di era perdagangan bebas, peranan standar sangat vital. Di samping untuk perlindungan konsumen, standar juga sangat mujarab untuk melindungi produk lokal. Pemberlakuan SNI terhadap semua produk khususnya bagi produk yang dihasilkan oleh UMKMK dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana aspek hukum dari standardisasi di Indonesia, kemudian bagaimana aspek hukum dari UMKMK, dan yang terakhir adalah bagaimana keberlangsungan UMKMK dengan adanya penerapan standardisasi barang.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier yang terkait dengan permasalahan. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, Perdagangan bebas memaksa produsen khususnya UMKMK menghadapi persaingan yang ketat, yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efesiensi dan menghasilkan produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar internasional; kedua, Pelaku usaha UMKM dan Koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan dihadapkan pada tantangan besar untuk membuat produk yang sesuai dengan SNI; ketiga bahwa standardisasi barang dapat menjadi senjata utama untuk meningkatkan daya saing UMKMK dalam perdagangan bebas, namun sekaligus dapat mematikan usaha karena tidak mampu menerapkan standardisasi barang untuk bersaing dalam pasar bebas.

Kata Kunci : Perdagangan Bebas, Standardisasi, UMKMK *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perdagangan merupakan pilar pertumbuhan ekonomi seluruh Negara dunia. Perdagangan antar negara sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu yang antara lain dikenal dengan Imperium Transregional Asia. Imperium perdagangan pertama yang melakukan perdagangan transnasional adalah Spanyol yang menaklukkan peradaban Aztec. Pada perkembangannya Imperium Spanyol surut dan tergantikan oleh Pax Neerlandica1 yang dimotori Belanda dengan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang memonopoli nusantara dan menjadikannya sebagai Imperium modern pertama di dunia.2 Selain itu pula mulai muncul Pax Britania3 dan Pax America4

Keberadaan dari Pax Imperium tersebut merupakan cikal bakal konsep perdagangan dunia (liberalisasi perdagangan internasional) yang awal mulanya yang menandai imperium perdagangan modern di dunia pada awal abad ke- 4 yang sangat mempengaruhi konsep perdagangan dunia.

1

Pax Neerlandica adalah Penguasaan Hindia Belanda dan menjalankan sebagai satu kesatuan dengan induk kerajaan Hindia Belanda, (diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pukul 21.05).

2

Lemhanas, Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia guna Menghadapi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dalam rangka memperkokoh ketahanan Nasional, (Jakarta: Jurnal

Kajian Lemhanas RI edisi 14, 2012), hlm. 41.

3

Pax Britania adalah periode damai di Eropa dan dunia (1815-1914) selama Imperium Britania menguasai sebagian besar rute perdagangan maritime dan memperoleh kekuasaan lautan yang tak tertandingi, 21.10).

4

Pax Americana adalah sistem internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat melalui sistem ekonomi liberal,


(13)

diusung oleh World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO). Konsep perdagangan bebas secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan peradaban dan kesejahteraan negara-negara yang terlibat didalamnya.5

Manfaat perdagangan internasional, menurut Sadono Sukirno, adalah sebagai berikut:6

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor–faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya: kondisi geografi, iklim, tingkat peguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri;

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri;

3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan terkadang para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha

5

Lemhanas, Op.Cit, hlm. 42. 6

Apridar, Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam


(14)

dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

Perdagangan bebas dikatakan akan membawa keuntungan bagi para pesertanya dan akan mengurangi kesenjangan antar negara. Perdagangan bebas akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan membawa perbaikan standar kehidupan. Hal tersebut ditandai dengan kenaikan Gros Nasional Produk (GNP). Dalam kenyataannya hal itu adalah sebagian dari skenario. Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan disemua pasar yang berdasarkan persaingan, selalu ada yang menang dan yang kalah. Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara negara-negara maju dan negara-negara pinggiran (periphery), yang akan membawa akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Ini adalah kecenderungan sejak berakhirnya Perang Dunia II. Bertambahnya utang negara-negara dunia ketiga, tidak seimbangnya neraca perdagangan, buruknya kehidupan kondisi buruh, dan lingkungan hidup dan tiadanya perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala-gejala negeri-negeri yang kalah dalam perdagangan bebas.7

Negara Indonesia yang tergabung sebagai anggota WTO tidak bisa melepaskan diri dari perdagangan bebas. Indonesia dalam hal ini merupakan salah

7

Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 3.


(15)

satu negara pendiri WTO. Sesuai prinsip pacta sunt servanda bahwa pihak yang turut serta dalam pembuatan piagam atau perjanjian otomatis terikat dengan isi perjanjian tersebut disamping itu dalam hal ini Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.8

Perdagangan bebas memaksa produsen menghadapi persaingan yang ketat, yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efesiensi dan menghasilkan produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar internasional. Standar melalui pengukuran dan pengujian akan menghasilkan sertifikasi yang disahkan oleh lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi teknis sehingga menghasilkan produk siap masuk ke pasar internasional dan bersaing dengan produk negara lain.

Produksi industri Indonesia dihadapkan dalam pasar bebas antar negara. Mereka dipaksa bersaing dengan pemain-pemain besar antar negara. Terdapat banyak perjanjian perdagangan internasional yang meliputi antar negara di dunia maupun kawasan regional.

Dilakukannya penerapan mutu dan standar konsumen memperoleh kepastian kualitas dan keamanan produk. Sementara publik dilindungi dari segi keamanan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungannya. Masyarakat memiliki kepentingan sosial terhadap produk yang akan dikonsumsinya baik itu dari sisi

8

Ahmad Romi Riyadi, “WTO dan Posisi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia,” 31 Agustus 2015 pada pukul 16.00 WIB).


(16)

kesehatan manusia untuk sekarang dan masa depan serta keamanan (khususnya untuk anak-anak), maupun produk yang tidak merusak lingkungan. Dari sisi produsen, kepentingan bisnis dikedepankan khususnya kualitas produk yang akan menyangkut standar dan mutu mengingat konsumen sudah bergeser pola hidupnya dari orientasi harga ke orientasi kualitas.

Untuk menghindari penggunaan standardisasi sebagai hambatan dalam perdagangan internasional, di dalam berbagai forum internasional seperti Assosiation of South-East Asia Nation (selanjuitnya disebut dengan ASEAN) atau Asia Pacific Economic Cooperation (selanjutnya disebut dengan APEC) telah ada kesepakatan untuk menyelaraskan standar nasional masing-masing anggota dengan standar internasional, termasuk cara masukan terhadap penerapan standar untuk memudahkan tercapainya saling pengakuan kegiatan standardisasi.

Pada tingkat dunia, Tokyo Round 1973-1979 dan Uruguay Round of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 menghasilkan WTO Agreement on Technical Barriers to Trade (selanjutnya disebut dengan TBT) untuk menangani khususnya isu standar internasional untuk mempromosikan perdagangan bebas diantara penandatangan perjanjian tersebut. Selain itu juga menghasilkan Sanitary and Phytosanitary Measures (selanjutnya disebut dengan SPS) untuk keamanan pertanian. Dalam perjanjian TBT yang dapat menjadi hambatan teknis dalam perdagangan adalah standar dan peraturan teknis. Oleh karena itu bagi Negara angota WTO, apabila ingin menetapkan suatu standar atau peraturan teknis harus transparan,


(17)

yaitu sebelum standar dan peraturan teknis diberlakukan harus dinotifikasikan kepada negara-negara anggota untuk mendapatkan tanggapan/masukan.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (selanjutnya disebut dengan UU SPK) merupakan pengaturan standar di Indonesia yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. SNI adalah satu-satunya standar yang berlaku di Indonesia. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu: 9

1. Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;

2. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; 3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan consensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;

4. Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

9


(18)

5. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

6. Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Dilihat dari perspektif dunia, diakui bahwa Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (selanjutnya disebut UMKMK) memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB) tetapi juga di negara-negara maju (NM). Diakui secara luas bahwa UMKMK sangat penting karena karakteristik-karakteristik utama mereka yang membedakan mereka dari usaha besar (UB), terutama karena UMKMK adalah usaha-usaha padat karya, terdapat di semua lokasi terutama di perdesaan, lebih tergantung pada bahan-bahan baku lokal, dan penyedia utama barang-barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat berpendapatan rendah atau miskin. Dengan menyadari betapa pentingnya UMKMK tersebut, tidak heran kenapa pemerintah-pemerintah di hampir semua NSB mempunyai berbagai macam program, dengan skim-skim kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKMK. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Organisasi Dunia untuk Industri dan Pembangunan (UNIDO) dan banyak negara-negara donor melalui kerjasama-kerjasama bilateral juga sangat


(19)

aktif selama ini dalam upaya-upaya pengembangan (atau capacity building) UMKMK di negara sedang berkembang.10

Memahami pengaturan dalam perdagangan dunia, isu standardisasi barang menjadi penting bagi pelaku usaha khususnya bagi UMKMK. Kedudukan UMKMK sangat vital dalam perekonomian negara. Menurut Utara kedudukan UMKMK dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :11

1. kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor;

2. penyedia lapangan kerja yang terbesar;

3. pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat;

4. pencipta pasar baru dan inovasi; serta

5. sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.

Posisi penting ini sejak dilanda krisis tidak semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.

Negara dalam menghadapi perdagangan bebas global dan regional terdapat peluang yang besar bagi UMKMK untuk meraih potensi pasar dan peluang investasi harus dapat dimanfaatkan dengan baik. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka

10

Tambunan Tulus I, Pasar Bebas ASEAN: “Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia,” Infokop, Volume 21, Oktober 2012, hlm. 14.

11

Urata Shujiro, Policy Recommendation for SME Promotion in the Republik of Indonesia (Jakarta: JICA Report, 2000), hlm. 2.


(20)

tantangan yang terbesar bagi UMKMK menghadapi perdagangan bebas adalah bagaimana mampu menentukan strategi yang jitu guna memenangkan persaingan. Oleh karena itulah, mulai saat ini UMKMK harus mulai berbenah guna menghadapi perilaku pasar yang semakin terbuka di masa mendatang. Para pelaku UMKMK tidak boleh lagi mengandalkan buruh murah dalam pengembangan bisnisnya. Kreativitas dan inovasi melalui dukungan penelitian dan pengembangan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kerjasama dan pembentukan jejaring bisnis, baik di dalam dan di luar negeri sesama UMKMK maupun dengan pelaku usaha besar harus dikembangkan.12

Produk UMKMK mengalami tantangan besar dalam perdagangan internasional. Kesulitan yang dialami antara lain dalam memenuhi persyaratan dari negara pengimpor, terutama berkaitan dengan standar mutu yang ditetapkan. Di lain pihak pasar dalam Negara Indonesia kebanjiran produk impor yang lebih kompetitif dan lebih diminati oleh masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang rasional, termasuk produk agribisnis sehingga produk UMKMK tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Seiring dengan perkembangan globalisasi, standar mutu menjadi lebih kompleks dikaitkan dengan masalah SPS dan TBT yang umumnya dituangkan dalam peraturan teknis yang diterbitkan oleh suatu negara. Mutu produk dikaitkan

12

I Wayan Dipta, “Memperkuat UKM Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015,” Infokop Volume 21, Oktober 2012, hlm. 9.


(21)

dengan masalah keamanan pangan, keamanan bagi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, serta lingkungan13

Seringkali aspek SPS/TBT serta lingkungan digunakan oleh negara industri sebagai proteksi terselubung dalam perdagangan, untuk memperketat masuknya barang impor dan secara tidak langsung melindungi produk dalam negerinya, serta menekan harga produk impor. Perdagangan saat ini bukan lagi bisnis biasa, tetapi merupakan pertempuran ilmu dan teknologi yang tercermin pada produk peraturan teknis beraspek SPS/TBT, serta pertarungan efisiensi manajemen yang tercermin pada sistem tataniaga serta kebijakan perdagangan suatu negara. Beberapa contoh bentuk penerapan SPS/TBT oleh Australia dan Amerika Serikat adalah holding others, automatic detension, dan persyaratan Hazard Analisis Critical Control Point (HSCP). Standar produk menjadi lebih komplek dan tuntutan terhadap sertifikasi sistem manajemen mutu dan standar produk merupakan suatu keharusan.

.

14

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana dampak standardisasi barang terhadap usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut dengan UU Perdagangan).

13

Joko Sutrisno, “Standarisasi Produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Menghadapi Pasar Bebas,” Infokop Volume 21, Oktober 2012, hlm. 131.

14 Ibid.


(22)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana aspek hukum standarisasi di Indonesia?

2. Bagaimana peran usaha kecil, menengah dan koperasi dalam perdagangan di Indonesia?

3. Bagaimana dampak standarisasi barang bagi usaha kecil, menengah dan koperasi dalam aspek perdagangan bebas?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik sebagai mata kuliah studi guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun disamping Tujuan diatas terdapat tujuan – tujuan lainnya yaitu:

a. Mengetahui aspek hukum standardisasi barang di Indonesia dalam era perdagangan bebas.

b. Mengetahui peran UMKMK dalam perdagangan di Indonesia.

c. Mengetahui dampak standardisasi barang terhadap UMKMK dalam aspek perdagangan bebas.


(23)

2. Manfaat Penelitian

Sementara yang diharapkan menjadi manfaat dalam penelitian ilmiah ini adalah :

a. Secara teoritis

Dengan adanya skripsi ini diharapkan mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam ilmu pengetahuan dibidang hukum yang terkait dengan isi substansi penulisan skripsi ini, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya pengaturan dalam perdagangan dan dalam bidang hukum ekonomi secara umumnya.

b. Secara praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca , baik kalangan akademis, pelaku usaha khususnya bagi pelaku usaha mikro, menengah dan koperasi, maupun pemangku kebijakan agar dapat mengetahui dampak-dampak standardisasi bagi pelaku usaha mikro, menengah, dan koperasi sehingga dapat mengembangkan pelaku usaha mikro, menengah, dan koperasi di era perdagangan bebas. Serta dengan adanya penulisan skripsi ini para pihak tersebut terhindar dari kerugian.

D.Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penelusuran yang dilakukan, ditemukan salah satu penelitian skripsi


(24)

yang telah dilakukan oleh Alumni Fakultas Hukum USU terkait dengan Standardisasi yang berjudul Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National) oleh Roli Harni Yance S. Galingging. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut mengkaji aspek hukum perlindungan konsumen dalam Standar Nasional Indonesia terhadap industri elektronik rumah tangga. Sedangkan penelitian skripsi ini mengkaji dampak standardisasi barang terhadap usaha mikro, menengah dan koperasi.

Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 30 Januari 2015 yang menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ibu Windha, S.H, M.Hum dan Bapak Ramli Siregar, S.H, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang diajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.


(25)

E.Tinjauan Kepustakaan

Skripsi ini membahas tentang dampak standardisasi terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi dalam era perdagangan bebas. Adapun tinjauan pustaka tentang skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Perdagangan bebas

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.15

15

Suwono Eko, “Perdagangan Bebas, Pasar Bebas, Free Trade, Pasar Bebas antara ASEAN

dan China”,


(26)

Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir telah menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan perekonomian dunia baik dalam tatanan perekonomian dunia maupun perdagangan. Perubahan tersebut khususnya dalam sektor perdagangan telah memaksa sebagian besar negara dunia untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek perdagangan internasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan serta peraturan yang dikeluarkan suatu negara seringkali bertentangan dengan mekanisme pasar yang tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga menghambat penetrasi pasar bagi pelaku bisnis yang lain.16

Pendapat diatas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara globalisasi dan regionalisasi dan perlu diteliti lebih jauh mengenai penyelesaian sengketa yang tak dapat dihindarkan yang mucul dari adanya persaingan organisasi ekonomi regional, tidak hanya disatu pihak, melainkan juga dengan rezim hukum ekonomi global seperti General Agreement on Tariff and Trade (selanjutnya disebut dengan GATT) /WTO.

Semua teori perdagangan tersebut secara umum mempersiapkan bahwa perdagangan internasional yang bebas akan membawa manfaat bagi negara yang berdagang di dunia. Atas dasar pertimbangan tersebut sebagian besar negara dunia sepakat melakukan liberalisasi perdagangan internasional melalui perundingan dalam berbagai forum baik multilateral, regional, maupun bilateral. Paling tidak terdapat dua

16

Arifin Sjamsul dkk, Kerja Sama Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan bagi


(27)

keuntungan yang dapat ditarik dari adanya negoisasi perdagangan internasional sehingga liberalisasi perdagangan dapat lebih mudah dilakukan. Pertama, perundingan yang saling menguntungkan akan mendukung tercapainya perdagangan yang lebih bebas. Kedua, perjanjian yang dinegoisasikan akan membantu pemerintah menghindari terjadinya perang dagang yang sangat merugikan.

Kerjasama liberalisasi perdagangan tidak hanya menyangkut komoditi barang (goods) saja. Kontribusi perdagangan komoditi jasa (services) dalam perdagangan dunia dari waktu ke waktu semakin besar. Peran dan kontribusinya ke depan diyakini semakin strategis seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi di dunia.

Liberalisasi perdagangan dapat terwujud di dalam tiga bentuk kerjasama internasional. Pertama adalah pada perjanjian bilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh dua negara, bentuk lain adalah kerjasama regional, yaitu negara-negara dalam suatu kelompok negara-negara yang dibentuk dari persamaan geografi , bahasa, sejarah dan lainnya. Bentuk terakhir adalah perjanjian perdagangan multilateral, yaitu perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh banyak negara. Kelebihan dari sistem perjanjian multilateral adalah aturan yang lebih transparan, setara dan berlaku untuk semua negara. Namun demikian, implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk sepenuhnya diterapkan karena melibatkan banyak negara, maka banyak negara lebih memilih bentuk perjanjian bilateral dan regional dalam kerjasama perdagangan


(28)

bebasnya untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain.17

Melalui liberalisasi perdagangan tersebut, sejak tahun 1947 beberapa perjanjian perdagangan internasional yang penting telah disepakati oleh sebagian besar Negara-negara dunia. Dalam tataran multilateral, beberapa kesepakatan penting antara lain adalah GATT pada tahun 1947, yang diikuti dengan berbagai putaran perundingan dalam kerangka GATT dan putaran perundingan yang disebut Uruguay Round berhasil membentuk WTO berikut perjanjian-perjanjian yang menjadi lampirannya. Pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk membangun sistem perdagangan multilateral yang terintegrasi, dan bertahan lama. 18

2. Standardisasi

Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan.19

Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan hidup. Standar sebenarnya telah menjadi bagian dari Proses tersebut meliputi barang, jasa, sistem, proses, dan personal dalam konteks perdagangan di Indonesia.

17

ILO Office Of Indonesia, Analisis Simulasi Social Accounting Matrix (SAM) dan the SMART

Model, Dampak Liberalisasi Perdagangan pada Hubungan Bilateral Indonesia dan Tiga Negara (China, India, dan Australia) Terhadap Kinerja Ekspor-Impor, Output Nasional dan Kesempatan Kerja di Indonesia, (Jakarta: ILO, 2013), hlm. 4.

18

Arifin Sjamsul, Rae dkk, Op.Cit, hlm. 3. 19


(29)

kehidupan kita sehari-hari meskipun seringkali kita tak menyadarinya, tanpa juga pernah memikirkan bagaimana standar tersebut diciptakan ataupun manfaat yang dapat diperoleh. Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme” dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis atau standar pengukuran. Untuk membedakan definisi dari istilah standar tersebut, maka istilah “standard” diberi makna sebagai “norme”, sedangkan ‘etalon” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “measurement standard”.20

Standar kini merupakan salah satu sarana manajemen terpenting yang pernah dimunculkan dan perlu dipelajari dan dipahami secara menyeluruh oleh para cendikiawan, pelaku usaha, perencana dan ahli teknik saat merancang, memilih, menguji, atau mensertifikasi produk Standardisasi bukanlah suatu kegiatan yang statis, di seluruh dunia standardisasi mengalami perkembangan, baik mengenai ruang lingkup, prosedur perumusan maupun penerapannya. Oleh karena itu Lal Verman berpendapat bahwa standardisasi perlu dianggap sebagai suatu disiplin pengetahuan baru.21

Usaha untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) , yaitu ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

20

Purwanggono Bambang dkk, Pengantar Standardisasi (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009), hlm. 3.

21 Ibid.


(30)

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, bangsa Indonesia harus memiliki daya saing sehingga mampu mengambil manfaat dari perkembangan era globalisasi.22

Daya saing harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dapat melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, daya saing harus dipandang sebagai kemampuan mengoptimalkan sumber daya dalam memanfaatkan pasar global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut diperlukan standardisasi dan penilaian kesesuaian yang merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.

Kewajiban pemerintah, tentunya tidak berhenti sampai dengan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, tetapi harus mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia selanjutnya, yaitu “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan, hanya dapat dicapai bila pemerintah mampu menggerakkan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan pasar domestik maupun pasar global untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi dari pasar domestik maupun pasar global hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia

22


(31)

memiliki daya saing yang tinggi. Dari sudut pandang ekonomi, ukuran kesejahteraan adalah Product Domestic Bruto (PDB) dan Per-Capita Income (PCI), yang tentunya hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia dapat meningkatkan produktifitas nasionalnya.23

Untuk dapat bersaing di pasar bebas , Badan Standarisasi Nasional meminta setiap produk dan jasa Indonesia perlu diperkuat dengan label kelayakan seperti SNI atau ISO. Standardisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, yang mencakup metrologi teknik (standar nasional satuan ukuran dan kalibrasi), standar, pengujian, dan mutu. Konsep ini mengacu pada konsep internasional tentang Measurement, Standard, Testing, and Quality Management (MSTQ) Infrastructure.

Saat ini, konsep MSTQ infrastructure telah mengalami evolusi menjadi konsep National Quality Infrastructure (Infrastruktur Mutu Nasional) yang digunakan oleh berbagai negara dan organisasi internasional sebagai infrastruktur dasar yang diperlukan dalam memastikan keselamatan, keamanan, kesehatan warga negara, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta peningkatan daya saing nasional di tengah semakin pesatnya arus globalisasi. Oleh karena itu penetapan sistem standardisasi nasional pada tahun 2011, yang merupakan salah satu amanah

23

Badan Standardisasi Nasional, Draft Strategi Standardisasi 2015-2025 (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2013), hlm. 1.


(32)

dari Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, telah disusun berdasarkan konsep Infrastruktur Mutu Nasional tersebut.24

Infrastruktur Mutu Nasional diharapkan mampu menjadi penopang sistem mutu di sebuah negara sehingga mampu berperan secara efektif dalam melindungi kepentingan publik dan kelestarian lingkungan hidup, dan di saat yang sama mampu mendukung daya saing bangsa. Namun demikian, dalam menjalankan 2 (dua) peran utama tersebut secara efektif, diperlukan strategi yang berbeda. Dalam hal ini, kesalahan penerapan strategi dalam pemanfaatan infrastruktur mutu nasional dapat berakibat tidak tercapainya tujuan dari peran infrastruktur mutu nasional tersebut.25

Konsep perlindungan kepentingan publik dan lingkungan tersebut, yang mencakup perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan segenap bangsa Indonesia, serta pelestarian lingkungan hidup di wilayah tanah air Indonesia, merupakan konsep yang selaras dengan kewajiban dasar pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang telah ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia” dan “seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam konteks globalisasi, pemerintah harus dapat menjamin bahwa seluruh produk yang beredar di wilayah tanah air tidak membahayakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

24 Ibid. 25


(33)

F. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.26

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Pemilihan metode ini, sebagaimana yang ditulis Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang akan dihadapi. Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan. Metode penelitian yang dipakai dapat dipakai dapat diuraikan sebagai berikut:

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perundang-undangan yang akan dibahas dalam skripsi ini antara lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, serta peraturan lain yang berkaitan dengan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 1986), hlm.7.


(34)

penelitian yakni usaha kecil, menengah dan koperasi dalam perdagangan di Indonesia.

2. Data penelitian

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun non komersial. Data Penelitian tersebut antara lain :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

4) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier, mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.


(35)

3. Alat pengumpulan data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka (literature research) dan juga mengambil informasi dengan menggunakan media elektronik yaitu internet.

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan: a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier yang relevan.

b. Mengelompokkan bahan-bahan hukum yang relevan secara sistematis.

c. Mengolah bahan-bahan hukum tersebut sehingga dapat menjawab permasalahan yang telah disusun.

d. Memaparkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah diolah tersebut.

G.Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya suatu hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan.


(36)

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab I akan dijelaskan mengenai gambaran umum mengenai latar belakang masalah yang menjadi dasar Penulisan, pokok permasalahan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan , metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II ASPEK HUKUM STANDARDISASI DI INDONESIA

Bab II merupakan penjabaran dari permasalahan pertama penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tentang sejarah standardisasi di Indonesia pengertian, proses, dan jenis standardisasi di Indonesia, tujuan standardisasi barang di Indonesia, penerapan standardisasi barang di Indonesia.

BAB III USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Bab III diawali dengan menjelaskan usaha kecil dan menengah dalam perekonomian Indonesia, dilanjutkan dengan penjelasan koperasi dalam Perekonomian Indonesia, peran usaha kecil, menengah dan koperasi dalam perekonomian Indonesia serta pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi di Indonesia.

BAB IV DAMPAK STANDARDISASI BARANG TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI DI INDONESIA


(37)

Bab IV diawali dengan hal-hal yang berkaitan dengan penetapan standardisasi barang terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi, dilanjutkan dengan peran pemerintah dalam menunjang penerapan standardisasi terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi, keberlangsungan usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai akibat dari standardisasi barang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini, memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran-saran untuk Penerapan Standardisasi Barang bagi UMKMK.


(38)

BAB II

ASPEK HUKUM STANDARDISASI BARANG DI INDONESIA

A.Sejarah Standardisasi di Indonesia

Dewasa ini standardisasi secara terbuka diakui berperan dan berfungsi sebagai aktivitas yang memiliki dimensi luas, tidak semata-mata teknis menyangkut penetapan spesifikasi atau persyaratan-persyaratan pada barang dan jasa. Standardisasi telah menjadi solusi untuk merespon isu-isu global, seperti: perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, ketahanan energi, air bersih, pangan, dan lainnya. Kontribusi standardisasi menyentuh berbagai bidang, seperti: keamanan dan keselamatan produk, pelayanan konsumen, perdagangan, pangan, energi, transportasi, konstruksi, teknologi informasi, perlindungan kerahasiaan pribadi, tanggung jawab sosial, kesehatan dan lingkungan.

Kegiatan standardisasi di Indonesia bisa dikatakan sudah berlangsung cukup panjang. Sejak masa kolonial, kegiatan standardisasi telah berperan dalam kegiatan pembangunan seperti pembangunan jalan raya, kereta api, pelabuhan, pembukaan areal perkebunan, jaringan irigrasi, pendirian pabrik gula dan sebagainya. Di tahun 1928, dibentuk lembaga di bidang standardisasi yang fokus pada penyusunan standar untuk bahan bangunan, alat transportasi dilanjutkan dengan standar instalasi listrik dan persyaratan jaringan distribusi listrik. Lembaga tersebut adalah Stichting Fonds


(39)

voor de Normalisatie in Nederlands Indie dan Normalisatie Raad yang berkedudukan di Bandung.27

Setelah kemerdekaan sejumlah peristiwa penting dapat dicatat menyangkut kegiatan standardisasi. Di tahun 1951, dilakukan perubahan anggaran dasar Normalisatie Raad dan melalui perubahan itu dibentuk Yayasan Dana Normalisasi Indonesia (YDNI). YDNI bertindak sebagai wakil Indonesia menjadi anggota International Organization for Standardization (ISO) di tahun 1955 dan juga mewakili Indonesia sebagai anggota International Electrotechnical Commission (IEC) di tahun 1966.28

Pada tahun 1961, diterbitkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 yang dikenal dengan nama Undang-Undang Barang. Undang-undang ini memang tidak menyebut mengenai standar, namun di dalamnya secara tegas menyatakan hal-hal terkait standar, yaitu: susunan bahan, bentuk dan kegunaan dari barang, penyelidikan/pemeriksaan/pengawasan barang mengenai sifat, susunan bahan, bentuk kegunaan, pengolahan, penandaan serta kemasannya, kemasan barang, serta sifat susunan bahan, bentuk dan pemakaian alat kemasan.29

Pemerintah menyadari fungsi strategis standardisasi dalam menunjang pembangunan nasional. Ini ditandai dengan ditetapkan program Pengembangan sistem nasional untuk standardisasi sebagai prioritas pada tahun 1973. Pada tahun

27

Badan Standardisasi Nasional, “RUU SPK Jangan Sampai Kehilangan Momentum,” SNI

Valuasi No. 1, 2014, hlm. 6.

28 Ibid. 29


(40)

1976 dibentuk Panitia Persiapan Sistem Standardisasi Nasional. Pada tahun 1984 dengan SK Presiden RI dibentuk Dewan Standardisasi Nasional dengan tugas pokok menetapkan kebijakan standardisasi, melaksanakan koordinasi dan membina kerjasama di bidang standardisasi nasional.30

Kegiatan standardisasi di tanah air semakin mendapat tempat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 mengenai Badan Standardisasi Nasional (selanjutnya disebut dengan BSN). Keppres tersebut merupakan dasar hukum lahirnya kelembagaan BSN. Melalui Keppres tersebut, dinyatakan bahwa BSN bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan pengembangan dan pembinaan standardisasi di Indonesia, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 mengenai Badan Standardisasi Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional merupakan pilar hukum penting bagi kegiatan standardisasi di tanah air. Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut kegiatan standardisasi tidak dilaksanakan secara sektoral, kegiatan standardisasi dilaksanakan oleh berbagai kementerian, seperti: Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta beberapa lembaga atau instansi

30


(41)

pemerintah, seperti: LIPI, BATAN, Biro Klasifikasi Indonesia dan beberapa asosiasi.31

Negara Indonesia telah mengikatkan diri dalam kerjasama perdagangan bebas di antaranya: ASEAN Free Trade Area (AFTA), China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), dan ASEAN Economic Community (AEC). Di bawah kerjasama tersebut, arus pasar bebas dipastikan sudah tidak dapat dibendung lagi dan beragam produk akan bebas keluar masuk batas wilayah antar negara tanpa dapat dicegah. Sementara perlindungan dengan penetapan tarif sudah ditiadakan, yang ada untuk melindungi dari serbuan tersebut adalah penetapan non-tarif. Salah satu parameter non-tarif adalah standardisasi. Standardisasi menduduki peran dan arti penting yang vital dalam perdagangan bebas.

Harus diakui bahwa perdagangan bebas memiliki dinamika yang kompleks. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Indonesia, sebagai dasar hukum kegiatan standardisasi. Peraturan pemerintah ini dinilai belum mampu menyelesaikan permasalahan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian yang telah berkembang pesat. Untuk itu, kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian perlu diatur dalam suatu undang-undang yang menjamin adanya koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi, sehingga upaya standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia dapat dilakukan secara efisien, efektif, terpadu dan terorganisasi.

31 Ibid.


(42)

Undang-Undang Perdagangan lahir pada tahun 2014. UU Perdagangan ini dirasakan banyak pihak sangat penting dalam masa perdagangan bebas yang semakin berkembang. Dalam undang-undang ini terdapat pengaturan mengenai standardisasi. Pengaturan standardisasi terdapat pada Bab VII Bagian Kesatu tentang Standardisasi Barang Pasal 57 sampai dengan Pasal 59 serta Bagian Kedua tentang Standardisasi Jasa Pasal 60 sampai dengan Pasal 64. Meskipun tidak mengatur secara rinci terkait standardisasi, namun secara eksplisit undang-undang ini mengharuskan adanya standardisasi terhadap barang maupun jasa dalam proses perdagangan di Indonesia.

UU SPK lahir sebagai payung hukum standardisasi di Indonesia. Arti penting UU SPK adalah untuk memajukan kesejehteraan umum, melindungi kepentingan negara dan keselamatan, keamanan. Selain itu, juga akan melindungi kesehatan warga negara, perlindungan flora dan fauna serta pelestarian fungsi lingkungan hidup. Standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efesiensi produksi. Bahkan dengan standardisasi mampu memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.

B.Pengertian, Proses, dan Jenis Standardisasi

1. Pengertian standardisasi

Sepanjang sejarah manusia, penemuan dan penerapan teknologi telah didampingi dengan perkembangan standar. Pengertian dasar dari standar teknis yaitu persetujuan mengenai bentuk dan karakteristik dari suatu teknologi dapat


(43)

diperbandingkan. Standar didukung oleh kesesuaian dan perbedaan. Standar tidak dapat dielakkan dimana berbagai aspek dan kualiatas dari barang diperlukan. Standar juga dapat menjadi kodifikasi dari berbagai pengalaman teknologi.32

Makna kata standar dalam bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan sebuah dokumen yang berisikan persyaratan tertentu yang disusun berdasarkan consensus oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan disetujui oleh suatu lembaga yang telah diakui bersama. Definisi standar dan standardisasi yang digunakan BSN diacu dari Pasal 1 UU SPK adalah sebagai berikut :

Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.33

Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku Kepentingan.34

Definisi sesuai ISO/IEC Guide 2: 2004 adalah sebagai berikut : 35

“Standard is A document, established by consensus and approved by a recognized body, that provides, for common and repeated use, rules, guidelines or characteristics for activities or their results, aimed at the achievement of the optimum degree of order in a given context.”

32

M.Spifak Steven, F Cecil Brenner, Standardization Essential, Principle and Practice, (New York: Marcel Dekker Inc, 2001), hlm. 1.

33

Pasal 1 angka 3 UU SPK. 34

Pasal 1 angka 1 UU SPK. 35


(44)

Standardization is (The) activity of establishing, with regard to actual or potential problems, provisions for common and repeated use, aimed at the achievement of the optimum degree of order in a given context.

Terjemahan bebas :

Standar adalah Sebuah dokumen yang berisikan persyaratan tertentu yang disusun berdasarkan konsensus oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan disetujui oleh suatu lembaga yang telah diakui bersama.

Standardisasi adalah kegiatan merumuskan, berkaitan dengan masalah aktual atau potensial, ketentuan untuk pemakaian umum dan berulang, yang bertujuan untuk pencapaian derajat keteraturan optimum dalam konteks tertentu.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur terkait dengan standardisasi yaitu :

a. proses standardisasi; b. standar sebagai objek; c. pemangku kepentingan.

Standar dibuat sebagai alat untuk tukar menukar informasi, memastikan kualitas, dan mencapai keinginan publik. Sebagai contoh persyaratan standar emisi dan bensin dapat memberikan kontribusi agar udara tidak terpolusi. Standar dapat meningkatkan alur informasi antara produsen dan konsumen melalui karakteristik dan kualitas produk, sehingga dapat memfasilitasi transaksi dalam pasar. Proses standardisasi dapat mengurangi biaya yang tidak dapat diprediksi. Standar berguna bagi konsumen untuk membandingkan barang-barang yang memiliki kesamaan karakteristik. Selain itu standar juga berguna untuk meningkatkan elastisitas barang substitusi diantara produk yang sejenis.


(45)

2. Proses Standardisasi

Proses Standarisasi diatur secara jelas dalam UU SPK yang meliputi : a. Tahap Perencanaan

Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu Program Nasional Perumusan Standar (selanjutnya disebut dengan PNPS) yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala BSN.36 PNPS tersebut memuat program perumusan SNI dengan judul SNI yang akan dirumuskan beserta pertimbangannya.37 PNPS sebagaimana disusun dengan memperhatikan: 38

1) kebijakan nasional Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian; 2) perlindungan konsumen;

3) kebutuhan pasar;

4) perkembangan Standardisasi internasional; 5) kesepakatan regional dan internasional; 6) kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; 7) kondisi flora, fauna, dan lingkungan hidup;

8) kemampuan dan kebutuhan industri dalam negeri; 9) keyakinan beragama; dan

10) budaya dan kearifan lokal.

36

Pasal 10 ayat (1) UU SPK. 37

Pasal 10 ayat (2) UU SPK. 38


(46)

Penyusunan PNPS dilakukan setiap tahun oleh BSN bersama-sama dengan pemangku kepentingan.39 Dalam rangka meningkatkan mutu barang dan/atau jasa unggulan daerah, Pemerintah Daerah dapat mengajukan rencana perumusan SNI kepada BSN.40

b. Tahap perumusan

Perumusan SNI didasarkan pada PNPS yang dilakukan dengan memperhatikan waktu penyelesaian yang efektif dan efisien.41 Dalam hal keadaan luar biasa atau terjadinya bencana alam, atau untuk kepentingan nasional, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengusulkan perumusan SNI yang tidak termasuk dalam PNPS pada tahun berjalan.42 Usulan perumusan SNI disampaikan kepada BSN dengan disertai penjelasan yang mendukung.43 SNI dirumuskan dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya, kepentingan nasional, hasil penelitian, inovasi, dan/atau pengalaman.44 Dalam hal terdapat standar internasional, SNI dirumuskan selaras dengan standar internasional melalui: 45

1) Adopsi standar internasional dengan mempertimbangkan kepentingan nasional untuk menghadapi perdagangan global atau

39

Pasal 10 ayat (4) UU SPK. 40

Pasal 10 ayat (5) UU SPK. 41

Pasal 12 ayat (1) UU SPK. 42

Pasal 12 ayat (3) UU SPK. 43

Pasal 12 ayat (4) UU SPK. 44

Pasal 13 ayat (1) UU SPK. 45


(47)

2) Modifikasi standar internasional disesuaikan dengan perbedaan iklim, lingkungan, geologi, geografis, kemampuan teknologi, dan kondisi spesifik lain.

3) Untuk kepentingan nasional, SNI dapat dirumuskan tidak selaras dengan standar internasional.

Hasil perumusan SNI berupa rancangan SNI.46 Dalam melaksanakan perumusan SNI, BSN membentuk komite teknis yang terdiri atas unsur: 47

a) pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; b) pelaku Usaha dan/atau asosiasi terkait; c) konsumen dan/atau asosiasi terkait; dan d) pakar dan/atau akademisi.

Pembentukan dan ruang lingkup serta susunan keanggotaan komite teknis ditetapkan dengan Keputusan Kepala BSN.48 BSN melakukan jajak pendapat atas rancangan SNI yang dirumuskan oleh komite teknis.49 Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap rancangan SNI yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi komite teknis.50

46

Pasal 14 ayat (2) UU SPK. 47

Pasal 14 ayat (4) UU SPK. 48

Pasal 14 ayat (5) UU SPK. 49

Pasal 15 ayat (1) UU SPK. 50


(48)

c. Tahap penetapan

Rancangan SNI ditetapkan menjadi SNI dengan Keputusan Kepala BSN.51 SNI dipublikasikan melalui sistem informasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.52

d. Tahap penerapan dan pemberlakuan

Penerapan SNI dilakukan dengan cara menerapkan persyaratan SNI terhadap barang, jasa, sistem, proses, atau personal.53 Penerapan dilaksanakan secara sukarela atau diberlakukan secara wajib.54 Penerapan SNI dibuktikan melalui pemilikan sertifikat dan/atau pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian.55

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan SNI dilakukan untuk: 56

1) menjaga kesesuaian SNI terhadap kepentingan nasional dan kebutuhan pasar;

2) mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, inovasi, dan teknologi; 3) menilai kelayakan dan kekiniannya; dan

4) menjamin ketersediaan SNI.

Pemeliharaan SNI dapat dilakukan melalui kaji ulang SNI.57 Kaji ulang SNI dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan.58

51

Pasal 17 UU SPK.

52

Pasal 18 UU SPK. 53

Pasal 20 ayat (1) UU SPK. 54

Pasal 20 ayat (2) UU SPK. 55

Pasal 20 ayat (3) UU SPK. 56


(49)

f. Penelitian dan pengembangan

Dalam rangka perencanaan, perumusan, penerapan dan pemberlakuan, serta pemeliharaan SNI, BSN dan/atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian lainnya secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dapat melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan standardisasi.59

Semua proses standardisasi diatas diatur lebih rinci dengan peraturan pemerintah.

3. Jenis standardisasi

Dalam UU SPK tidak menerangkan secara jelas terkait dengan jenis standardisasi, namun pada pasal 4 UU SPK mengatakan bahwa : “standardisasi dan penilaian kesesuaian berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses, atau personal.” Dalam pasal tersebut terdapat pembatasan bidang yang dapat dilakukan proses standardisasi dan penilaian kesesuaian. Dengan kata lain pasal tersebut telah merumuskan jenis standardisasi. jenis standardisasi yang dimaksud adalah :

a. Standardisasi barang

Standardisasi barang merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar terhadap barang yang beredar dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud,

57

Pasal 28 ayat (1) UU SPK. 58

Pasal 28 ayat (2) UU SPK. 59


(50)

baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.60

b. Standardisasi jasa

Standardisasi jasa merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap jasa dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang disediakan oleh satu pihak ke pihak lain dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.61

c. Standardisasi sistem

Standardisasi sistem merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap sistem yang ada dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan untuk menjalankan suatu kegiatan.62

60

Pasal 1 angka 12 UU SPK. 61

Pasal 1 angka 13 UU SPK. 62


(51)

d. Standardisasi proses

Standardisasi proses merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap proses yang ada dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, proses adalah rangkaian tindakan, perbuatan, atau pengolahan yang mengubah masukan menjadi keluaran.63

e. Standardisasi personal

Standardisasi personal merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap personal yang ada dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, personal adalah perseorangan yang bertindak untuk diri sendiri yang berkaitan dengan pembuktian kompetensi.64

Untuk membuat SNI tidak hanya mengklasifikasikan standardisasi namun juga terdapat jenis/tipe standar, antara lain :

65

a. Standar istilah (vocabulary standards) seperti glosari, lambang dan tanda Standar istilah mencakup glosari dan definisi istilah. Standar ini bertujuan untuk memberikan pengertian seragam mengenai istilah yang digunakan dalam berbagai standar. Seringkali suatu standar memuat juga uraian mengenai istilah

63

Pasal 1 angka 15 UU SPK. 64

Pasal 1 angka 16 UU SPK. 65


(52)

yang digunakan dalam standar tersebut atau bila sudah ada suatu glosari tersendiri maka cukup dengan mengacu glosari tersebut. ISO telah menerbitkan sekitar 150 kosa kata (vocabulary). Sebagai contoh: kosa kata untuk industri plastik, industri refraktori (bahan tahan api), pemrosesan informasi dan untuk kertas dan lain-lain. Demikian pula IEC, telah menerbitkan kosa kata mencakup lebih dari 8,500 istilah dan definisi. Lambang dan tanda, mudah diterima dan merupakan cara canggih untuk mengatasi masalah perbedaan bahasa. Sebagai contoh: tanda lalu lintas, tanda di jalan tol atau di lapangan terbang. Di bidang “bahasa teknik” (bidang teknik menggambar) telah tersedia standar seperti: menggambar teknik, ukuran kertas gambar teknik, menggambar sambungan las; penyelesaian permukaan dan lain-lain.

b. Standar dasar

Standar dengan ruang lingkup yang luas atau yang memuat ketentuan umum untuk satu bidang tertentu. Contoh: standar pengujian sifat mekanik dan lain-lain. Standar dasar besaran fisik adalah suatu bentuk fisik/benda yang diwujudkan dari definisi satuan-satuan dasar bagi besaran panjang, massa, waktu, arus listrik, suhutermodinamika, kuat cahaya dan kuantitas zat (satuan SI).

c. Standar produk

Standar ini merupakan standar yang sangat banyak digunakan. Jenis standar ini mencakup: persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk, material setengah jadi dan material; pedoman untuk produksi, pemprosesan, penjualan, pembelian dan


(53)

penggunaan produk; dimensi, kinerja, metode sampling, metode pengujian, cara pengemasan dan cara penandaan. Standar spesifikasi memuat tiga kategori persyaratan, yaitu persyaratan wajib (karakteristik yang diperlukan untuk memastikan daya guna suatu produk); persyaratan bersifat rekomendasi (berguna untuk meningkatkan daya pakai produk atau untuk memenuhi persyaratan spesifik bagi pelanggan khusus) dan persyaratan yang bersifat informatif belaka.

d. Standar untuk metode pengujian dan analisa dan inspeksi metode sampling dan inspeksi seringkali sudah dicakup dalam suatu standar spesifikasi tertentu. Namun disamping itu ada standar terpisah seperti standar pengambilan contoh untuk komoditi curah seperti terigu, semen, beras, bijih besi dan batu bara. Metode pengujian dan analisis seringkali sudah dicakup dalam suatu standar spesifikasi tertentu. Namun disamping itu ada standar terpisah seperti standar pengujian sampel air, peralatan listrik, bahan pelumas dsbnya. Metode grading kadang-kadang dicakup dalam suatu standar spesifikasi tertentu. Tetapi untuk berbagai jenis material curah atau material setengah jadi terdapat metode grading terpisah; untuk grade umumnya dipakai notasi Grade A, Grade B dan sebagainya atau Kelas 1, Kelas 2 dan seterusnya untuk menggambarkan hirarki grade secara individual. Persyaratan pengemasan dan penandaan dapat menjadi bagian dari standar atau merupakan standar yang terpisah. Telah ada standar untuk berbagai jenis material pengemasan seperti kertas kantong, karton, plastik


(54)

(tetrapack) dll. Untuk kemasan sendiri seperti kaleng makanan dan minuman, drum, tabung gas, dsbnya telah tersedia standar tersendiri.

e. Standar dengan focus pada organisasi, seperti logistic, pemeliharaan, manajemen inventaris, manajemen mutu, manajemen proyek dan manajemen produksi tersedia standar seperti: QMS ISO 9000 (Manajemen mutu); EMS ISO 14000 (Manajemen lingkungan), OHSAS 18000 (Spesifikasi untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja); HACCP; QS 9000 (Sistem manajemen untuk pemasok otomotif) dsbnya.

Selain pengelompokan yang telah dijelaskan di atas, dikenal pula tipe standar berdasarkan fungsi. Tipe standar teknik berdasarkan fungsi : 66

a. standar Informasi dan standar referens (information and reference standards); b. standar pengurangan variasi (variety reducing standards);

c. standar kompatibilitas dan standar antar muka (compatibility and interface standards);

d. standar kualitas minimum dan standar keselamatan (minimum quality and safety standards).

Pengelompokan ini sering digunakan dalam berbagai analisis ekonomi mengenai standar dan standardisasi.

66


(55)

C.Tujuan Standardisasi Barang di Indonesia

Di era perdagangan bebas, peranan standar sangat vital. Di samping untuk perlindungan konsumen, standar juga sangat mujarab untuk melindungi produk lokal. Bahkan, standar dapat dijadikan senjata untuk menciptakan sentimen negatif terhadap suatu produk.67

Pemberlakuan standardisasi barang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Andaikata SNI ini diterapkan oleh semua produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini. Seperti halnya di negara-negara eropa yang produk-produknya memenuhi standar nasional bahkan internasional. Adanya standardisasi nasional maka akan membuat acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan atau jasa di dalam perdagangan, yaitu SNI, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Tujuan standardisasi barang yang dirumuskan UU SPK yaitu : 68

1. Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi;

2. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan

3. Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan barang di dalam negeri dan luar negeri.

67

Khesali Renald, “Perang Standar.” SNI Valuasi Volume 5 No. 2, 2011, hlm. 6. 68


(56)

Dengan mengutip uraian dari buku “The aims and principles of Standardization” yang diterbitkan oleh ISO maka tujuan standardisasi adalah sebagai berikut :69

1. kesesuaian untuk penggunaan tertentu; 2. mampu tukar (interchangeability);

3. pengendalian keanekaragaman (variety reduction); 4. kompatibilitas atau kesesuaian proses (compatibility); 5. meningkatkan pemberdayaan sumber daya;

6. komunikasi dan pemahaman yang lebih baik; 7. menjaga keamanan, keselamatan dan kesehatan; 8. pelestarian lingkungan;

9. menjamin kepentingan konsumen dan masyarakat; 10. mengurangi hambatan perdagangan.

Secara garis besar menurut Rob Steele, menegaskan bahwa standar itu merupakan aset yang sangat berharga bagi banyak pihak. Bagi negara dan masyarakat, standar ditujukan untuk menjadi sarana peningkatan daya saing ekonomi dan kunci dalam mengakses pasar dunia. Di sini, standar juga menjadi perangkat yang tidak terpisahkan dari suatu regulasi yang diberlakukan oleh pemerintah dalam melindungi keamanan, kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk juga memberikan perlindungan terhadap daya saing industri lokal. Selain itu, standar juga menjadi rujukan bagi pembelanjaan publik yang dilakukan oleh pemerintah.70

Standardisasi barang menjadi faktor penting dalam perlindungan konsumen juga direfleksikan dengan pola perilaku konsumen dalam menentukan pilihan sebuah produk. Selain pertimbangan harga yang murah, konsumen memilih suatu produk karena faktor mutu dan faktor lain yang terkait dengan produk seperti garansi,

69

Purwanggono Bambang dkk, Op. Cit, hlm. 12. 70

Rob Steele, “Standar: Solusi Tantangan Global,” SNI Valuasi Volume 5 No. 1, 2001, hlm, 6.


(57)

layanan purna jual, kenyamanan dan keamanan, keselamatan dan kesehatan, serta keramahan pada lingkungan (mulai dari bahan baku, proses produksi, kemasan produk sampai dengan pembuangan limbah). Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut instrumen utamanya adalah standar. Dalam hal ini standardisasi barang bertujuan untuk menjadi alat utama yang memberikan perlindungan kepada konsumen agar tidak memilih produk secara salah. Di Indonesia standardisasi barang digunakan sebagai referensi konsumen memilih dan membeli produk tertuang dalam SNI.71

D.Penerapan Standardisasi Barang di Indonesia

Standardisasi barang tidak lepas dari SNI. Penerapan standardisasi barang harus melihat penerapan dari SNI. SNI adalah dokumen berisi ketentuan teknis (merupakan konsolidasi iptek dan pengalaman, aturan, pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus (untuk menjamin agar suatu standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan) dan ditetapkan (berlaku di seluruh wilayah nasional) oleh BSN untuk dipergunakan oleh pemangku kepentingan dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu. Kini diusahakan agar SNI menjadi standar nasional yang efektif (harus setara dengan standar internasional) untuk memperkuat daya saing nasional, meningkatkan (keamanan produk) transparansi dan efisiensi pasar,

71

Badan Standardisasi Nasional, “Perlindungan Konsumen Melalui Standar,” SNI Valuasi Volume 5 No. 2, 2011, hlm. 14.


(58)

sekaligus melindungi (keamanan produk) keselamatan konsumen, kesehatan masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan dan keamanan.

Mengingat bahwa penerapan standar memiliki jangkauan yang luas maka standar perlu memenuhi kriteria berikut : 72

1. SNI tersebut harmonis dengan standar internasional dan pengembangannya didasarkan pada kebutuhan nasional, termasuk industri;

2. SNI yang dikembangkan untuk tujuan penerapan regulasi teknis yang bersifat wajib didukung oleh infrastruktur penerapan standar yang kompeten sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan kepentingan, keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau, pertimbangan ekonomi dapat tercapai secara efektif dan efisien;

3. infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang penerapan standar tersebut memiliki kompetensi yang diakui di tingkat nasional/regional/internasional.

Pengaturan mengenai penerapan dan pemberlakuan standardisasi dalam UU SPK mencakup 2 (dua) aspek penerapan standar yaitu:

1. Penerapan SNI dilaksanakan secara sukarela.

SNI dapat diterapkan secara sukarela oleh pelaku usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah.73

72

Purwanggono Bambang dkk, Op. Cit, hlm. 80.

Pelaku Usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah yang telah mampu menerapkan SNI dapat mengajukan

73


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku

Anoraga, Pandji dan H. Djoko Sudantoko. Koperasi Kewirausahaan dan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

Apridar. Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Arifin Sjamsul dkk. Kerja Sama Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan bagi Indonesia. Jakarta: P.T Elex Media Koputindo, Kelompok Gramedia, 2004.

Badan Standardisasi Nasional. Draft Strategi Standardisasi 2015-2025. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2013.

Badan Standardisasi Nasional. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2013. Jakarta: BSN, 2013.

Direktorat Jendral Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Laporan Akuntabilitas Kerja 2014. Jakarta: Kemendag RI, 2014.

Hasan, Asnawi. Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed). Jakarta: UI Press, 1987. ILO Office Of Indonesia. Analisis Simulasi Social Accounting Matrix (SAM) dan the

SMART Model, Dampak Liberalisasi Perdagangan pada Hubungan Bilateral Indonesia dan Tiga Negara (China, India, dan Australia) Terhadap Kinerja Ekspor-Impor, Output Nasional dan Kesempatan Kerja di Indonesia. Jakarta: ILO, 2013.


(2)

Kementrian Perdagangan RI. INSTRA: Indonesia Trade Inside. Jakarta: Kemendag RI, 2014.

Kementerian Perdagangan RI, Analisis Pengembangan SNI dalam Rangka Pengawasan Barang yang Beredar. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, 2013.

Partomo dkk. Ekonomi Skala Kecil/Menengah Dan Koperasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Primiana, Ina. Menggerakan Sektor Rill UMKM dan Industri. Bandung; Alfabeta, 2009.

Purwanggono Bambang dkk. Pengantar Standardisasi. (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009.

Sitio Arifin, Halomoan Tamba. Koperasi Teori dan Praktek. Jakarta: Erlangga, 2001.

Steven dkk. Standardization Essential, Principle and Practice. New York: Marcel Dekker Inc, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia-Press. 1986.

Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Mandar Maju, 2000.

Tambunan, Tulus. Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Kedepan: Masih Relevankah Koperasi dalam Era Modernisasi Ekonomi?. Jakarta: Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti, 2008.

Wilson, John S., Standard, Regulation and Trade (WTO Rules and Developing Country Concern). Development Trade and The WTO: A Hand Book. Washington DC: World Bank, Juni 2002.


(3)

Y. Harsoyo dkk. Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan. Tangerang: Pustaka Widyatama, 2006.

B.Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Undang-Undang No. 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana

Strategis badan Standardisasi Nasional tahun 2010-2014.

C.Jurnal

Badan Standardisasi Nasional, RUU SPK Jangan Sampai Kehilangan Momentum. SNI Valuasi No. 1, (2014).

Badan Standardisasi Nasional, Perlindungan Konsumen Melalui Standar. SNI Valuasi Volume 5 No.2, (2011).

BSN, Manfaat Standardisasi bagi Industri Nasional. SNI Valuasi Volume 4 No. 4, (2010).

BSN, UKM Ber-SNI, Siapa Takut dengan CAFTA?. SNI Valuasi, Volume 4, No. 1, (2010).


(4)

Hapsari, Pradnya Paramita, dkk, Pengaruh Pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi di Pemerintah Kota Batu., Wacana Volume 17 No. 2, UB Press, (2014).

Hamid, Edy Suandi, Pengembangan UMKM untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah. (Purworejo: disampaikan pada Simposium Nasional: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif), 2010.

Khesali, Renald, Perang Standar. SNI Valuasi Volume 5 No. 2, (2011).

Kristiyanti, Mariana, Peran Strategis Usaha Kecil Menengah (UKM) Dalam Pembangunan Nasional. Majalah Informatika Volume 3 No. 1, (Januari 2012). Kartasasmita, Ginandjar, Membangun Ekonomi Rakyat untuk Mewujudkan Indonesia

Baru yang Kita Cita-citaka., (Bandung: pidato Disampaikan di depan Gerakan Mahasiswa Pasundan Bandung, 27 September 2001).

Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Kebijaksanan dan Program Kementrian Koperasi dan UKM yang Mendukung Program Kewirausahaan Masyarakat. (Bandung: disampaikan pada Seminar Nasional di Bandung, 2010).

Lemhanas, Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia guna Menghadapi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dalam rangka memperkokoh ketahanan Nasional. Kajian Lemhanas RI, edisi 14, 2012.

Launa dan Azman Fajar, UMKM dan Ilusi Kesejahteraan. Sosial Demokrasi Volume 9 No. 3, (Juli-September 2010).

Prasetyo, Eko, Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran. AKMENIKA UPY, Volume 2, (2008).

Pratomo, Tiktik Sartika, Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi, Working Paper Series No. 9, Center For Industry and SME Studies Faculty of Economy Universityof Trisakti. (Juni 2004).


(5)

Sutrisno, Joko, Standarisasi Produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Menghadapi Pasar Bebas. Infokop Volume 21, (Oktober 2012).

Steele, Rob, Standar: Solusi Tantangan Global. SNI Valuasi Volume 5 No. 1, (2001). Tambunan, Tulus, Pasar Bebas ASEAN: Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi

UMKM Indonesia. Infokop Volume 21, (Oktober 2012).

Urata, Shujiro, Policy Recommendation for SME Promotion in the Republik of Indonesia. JICA Report, 2000.

D.Website

Komite Akreditasi Nasional, “Penguatan Peran Lembaga Sertifikasi Yang Kompeten Untuk Mendukung Pemberdayaan UKM Di Bidang Makanan”, 15.00 WIB).

Suwono Eko, “Perdagangan Bebas, Pasar Bebas, Free Trade, Pasar Bebas antara ASEANdanChina”

Sasongko Waskito Giri, Rezim Standardisasi Menguasai UU Perdagangan, WIB).

UKM Depok, “Strategi Pengembangan UKM Pada Era Otonomi Daerah Dan Perdagangan Bebas” 2015, pada pukul 16.00 WIB).

Juli 2015 pukul 21.05 WIB).


(6)

pukul 21.10).

http://web.bsn.go.id/sni/about_sni.php , (diakses pada tanggal 9 Juni 2015 pukul 15.35 WIB).

pada pukul 16.00 WIB).

pada tanggal 1 September 2015 pada pukul 12.45 WIB).

September 2015 pada pukul 13.05 WIB).


Dokumen yang terkait

Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

0 77 85

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 9 130

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

1 13 124

HARMONISASI UNDANG-UNDANG PERBANKAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH UNTUK MEMPEROLEH KEMUDAHAN MODAL USAHA BAGI PELAKU USAHA MIKRO.

0 0 1

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 2 10

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 1

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 26

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 24

Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 6

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

0 0 44