Perilaku Kewirausahaan pada Usaha Mikro Kecil (UMK) di Bogor, Jawa Barat

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PADA USAHA MIKRO
KECIL (UMK) TEMPE DI BOGOR
JAWA BARAT

TITA NURSIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
 
 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Perilaku
Kewirausahaan Usaha Mikro Kecil (UMK) Tempe di Bogor, Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir dari tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

September 2015

Tita Nursiah
NIM H351130471

 
 

RINGKASAN

TITA NURSIAH. Perilaku Kewirausahaan Usaha Mikro Kecil (UMK) Tempe di
Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI dan BURHANUDDIN.
Wirausaha diyakini sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi, serta
wirausaha juga dianggap sebagai inovator dalam pengembangan ekonomi.

Tingginya persentase jumlah wirausaha di suatu negara maka perekonomian
negara tersebut akan tumbuh dengan baik (Scumpeter dalam Casson et al 2006).
Data dari Kemenkop menyatakan bahwa pelaku usaha yang mendominasi di
Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil (UMK) dengan persentase 90 %. Namun
demikian, pemilik usaha ini tidak dihitung sebagai wirausaha sesuai dengan
penilaian Kemenkop. Hal ini dikaitkan dengan data bahwa jumlah wirausaha
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1,90 % dari seluruh jumlah penduduk di
Indonesia. Persentase tersebut masih sangat kecil dibandingkan negara Asia
lainnya, Mengacu pada definisi wirausaha adalah perorangan yang memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu, dengan bekerja sendiri, mampu
menghadapi risiko dengan memanfaatkan peluang yang ada (Casson et al 2006).
Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) menjadi sangat strategis,
karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi
masyarakat, serta menjadi tumpuan sumber pendapatan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Usaha mikro kecil merupakan usaha yang mampu
bertahan dari krisis, begitu juga dengan usaha mikro pembuatan tempe yang ada
di Indonesia. Usaha ini memiliki karakteristik yang unik, suplai bahan baku
usaha pembuatan tempe 100% diperoleh dari kedelai impor. Dengan demikian,
adanya perubahan harga kedelai akan berpengaruh langsung terhadap
perkembangan usaha serta perilaku pengrajin dalam menyiasati keadaan tersebut.

Usaha ini sebagian besar masih bersifat turun temurun, tradisional, serta dengan
skala usaha rumah tangga. Namun demikian, meskipun usaha ini terkendala
dengan harga bahan baku serta modal, para pelaku usaha tetap bertahan
menjalankan usaha hingga bertahun-tahun meskipun perkembangan usaha
tersebut tidak signifikan.
Berdasarkan uraian di atas, perilaku tersebut menjadi dasar yang
melatarbelakangi dari penelitian perilaku kewirausahaan pada UMK ini. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk (1) Mengidentifikasi karakteristik dan ciri
wirausaha pada UMK (2) Menganalisis pengaruh faktor karakteristik wirausaha
(internal factor) dan iklim bisnis (external factor) terhadap perilaku
kewirausahaan pada UMK, (3) Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan
UMK terhadap perspektif kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan di Bogor, Jawa
Barat dari bulan November 2014 sampai Juli 2015. Jumlah sampel yang diambil
sebanyak 121 responden, diambil dengan teknik purposive sampling. Data primer
diambil dengan cara wawancara langsung dengan bantuan kuesioner. Data
dianalisis dengan analisis deskriptif serta analisis multivariat dengan Structural
Equation Models (SEM). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis
karakteristik wirausaha, sementera SEM digunakan untuk menganalisis
hubungan variabel laten eksogen karakteristik wirausaha dan iklim bisnis dengan
variabel laten perilaku kewirausahaan dan perspektif kinerja usaha.


Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa Adanya karakteristik
wirusaha pada pelaku usaha mikro kecil, dan semakin besar skala produksi maka
karakteristik wirausahanya akan semakin kuat. Sementara untuk hasil analisis
SEM menghasilkan bahwa faktor internal karakteristik wirausaha (KW) memiliki
pengaruh kuat terhadap perilaku kewirausahaan pelaku (UMK). Variabel yang
paling besar mencerminkan karakter wirausaha pada pengrajin tempe adalah
inovatif. Karakteristik inovatif yang dilakukan oleh pengraijin tempe yaitu
dengan melakukan inovasi pada produk, melakukan perubahan ukuran, membuat
jenis tempe yang berkualitas super, atau membuat tempe dengan kemasan yang
berbeda-beda. Selain inovasi pada produk, inovasi dilakukan juga pada peralatan
yang digunakan, serta inovasi pada cara pemasaran.
Faktor eksternal iklim bisnis (IB) yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan, variabel yang mencerminkan iklim bisnis paling besar adalah
kekompakan antar pengrajin tempe. Kekompakan pengrajin tempe ini dilihat dari
kekompakan pada saat melakukan produksi bersama, kekompakan dalam
membentuk organisasi perkumpulan pengrajin tempe. Di samping itu perilaku
kewirausaahan pengrajin tempe mempengaruhi perspektif kinerja bisnis (PKB)
yang dijalankan. Variabel perilaku kewirausahaan paling besar dicerminkan oleh
kognitif (pengetahuan). Sementara untuk perspektif kinerja bisnis dicermikan

paling besar oleh variabel kemampuan bersaing. Persaingan antar pengrajin
tempe sangat tinggi, karena jumlah pengrajin tempe yang banyak dengan wilayah
pemasaran yang tidak terlalu banyak. Kemampuan bersaing antar pengrajin
tempe ditunjukkan dengan cara membuat tempe dengan kemasan yang beragam
sesuai keinginan konsumen, menggunakan bahan baku yang aman untuk
kesehatan, serta memberi merek pada produk yang dijual.
Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya peranan pemerintah dalam
mengatur regulasi dalam penentuan harga kedelai impor yang merupakan bahan
baku pada usaha ini. Di samping itu, peranan pemerintah juga diperlukan dalam
penyediaan tempat pemasaran yang layak. Peranan lain dari lembaga terkait
adalah adanya pengaktifan kembali keanggotaan pengrajin tempe pada koperasi.
Hal ini guna menunjang keberhasil usaha dengan adanya bantuan baik
penyuluhan dan pendampingan dari koperasi.

Kata kunci : industri tempe, karakteristik wirausaha, structural equation models
(SEM), usaha mikro kecil (UMK)

 
 


SUMMARY
TITA NURSIAH. Entrepreneurship Behavior in Micro Small Enterprises (MSEs)
Tempe in Bogor ,West Java. Supervised by NUNUNG KUSNADI and
BURHANUDDIN.
Entrepreneurial was believed as the wheel of economic growth, as well
as entrepreneur is also regarded as an innovator in economic development. The
high percentage of the number of entrepreneurs in a country have correlation with
the growing well economy (Schumpeter in Casson et al 2006). Data from
Kemenkop stated that dominant business in Indonesia is from Micro Small
Enterprises (MSEs) with a percentage of 90 %. Nevertheless, this business owner
is not counted as an entrepreneur in accordance with Kemenkop assessment. This
is associated with the accorded data of number entrepreneurs in Indonesia during
2013, only range about 1.90 % of the total population in Indonesia. This
percentage is still very small compared to other Asian countries, Referring to the
definition of entrepreneur as an individual who has the ability to create
something, to work alone, and to face the risk by leveraging existing
opportunities (Casson et al 2006).
Empowering the Micro Small Enterprises (MSEs) is one of the best
strategic plan because of it has not only great potential in activating economic
activities, but also for increasing source of income to improve the welfare of

community. Small micro-business is a business that is able to withstand the crisis,
as well as micro enterprises that produce tempe in Indonesia. This enterprises has
unique characteristics and supply raw materials for producing tempe 100 %
derived from soybean imports. Thus, the price change of soybeans will directly
influence to business development and also the behavior of producers in
negotiating for these circumstances. This enterprises was mostly hereditary,
traditional, and small scale home business. However, despite these enterprises are
constrained by prices of raw materials and capital, entrepreneurs persist to exist
for years despite business growth is not significant .
Thus, that behaviors underlying above are the basis on this
entrepreneurial behavior research in MSEs. The purpose of this study were (1)
identify the characteristics of entrepreneurs in MSE industry (2) analyze the effect of
entrepreneurial characteristics and the business climate for entrepreneurial behavior
(3) analyze the effect of entrepreneurial behavior on its performance. This research
was conducted in Bogor, West Java from November 2014 until July 2015. The
number of samples was 121 respondents, taken with purposive sampling
technique. Primary data was collected by direct interviews with questionnaire.
Data were analyzed with descriptive analysis and multivariate analysis with
Structural Equation Models (SEM). Descriptive analysis was used to analyze the
characteristics of entrepreneurs, while SEM is used to analyze the relationship

between exogenous latent variables of entrepreneurial characteristics and the
business climate with latent variables of entrepreneurial behavior and perspective
business performance.
Descriptive analysis showed that entrepreneurial characteristics was
found on the MSE, and increasing scale of production it will be influence on

entrepreneurial characteristics. The results of SEM analysis showed that internal
factors entrepreneurial characteristics (EC) has a strong influence on
entrepreneurial behavior of producer (MSEs). The most variable that reflecting
the entrepreneurial character tempe is innovative character. Innovative
characteristics that was conducted by producer is innovate on the product, change
the size, make a kind of super quality tempe, or make tempe with different
packaging. Beside innovation on products, the innovation also performed well on
the equipment for tempe producting, and innovations in the way of marketing .
External factors of business climate (BC) that affect entrepreneurial
behavior, the most reflected variable on the business climate is great relationship
among producers tempe. Compactness was shown with togetherness when
producing tempe and forming organizations of producers tempe association.
Beside that, behavior of tempe producers affect existend of the business
performance perspective (BPP). The greatest variable entrepreneurial behavior

was reflected by the cognitive (knowledge). As for business performance
perspective, the greatest variabel was reflected by variable ability to compete.
Competition among tempe producers is very high, because the supply of tempe is
greater that the market area. The ability to compete was demonstrated by tempe
producers with vary packaging product according to the wishes of consumers,
using raw materials that are safe for health, as well as provide brand on products.
The implication of this research is the need for the government's role in
regulating pricing regulation in soybean imports, because soybean are major raw
material for this enterprises. In addition, the role of government is also required
in the provision of a viable marketing. Another role of the relevant institutions is
the reactivation of tempe producers membership in the cooperative. This is to
support the outcomes on the business with the help of good counseling and
assistance from cooperative.

Keywords : entrepreneurial behavior, entrepreneurial characteristics micro small
enterprises (MSES), structural equation models (SEM), tempe
industrial
 

 

 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PADA USAHA MIKRO
KECIL (UMK) TEMPE DI BOGOR
JAWA BARAT

TITA NURSIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

Pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

 
 

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Rachmad Pambudy, MS

Penguji Program Studi

: Dr Ir Suharno, MAdev

Judul Tesis
Nama
NIM

: Perilaku Kewirausahaan pada Usaha Mikro Kecil (UMK) di
Bogor, Jawa Barat
: Tita Nursiah
: H351130471

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing,

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua

Dr Ir Burhanuddin, MM
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 20 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

 
 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak November 2014 sampai Agustus 2015 ini
adalah kewirausahaa, dengan judul “Perilaku Kewirausahaan pada Usaha Mikro
Kecil (UMK) Tempe di Bogor Jawa Barat”. Terima kasih penulis ucapan kepada
1. Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku
komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan hingga
terselesaikannya tesis ini.
2. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian
3. Dr Ir Rachmad Pambudy, MS dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen
penguji utama dan penguji wakil departemen pada sidang tesis yang telah
disusun.
4. Bapak Endang dari Primkopti Kabupaten Bogor, beserta seluruh pengrajin
tempe yang ada di Desa Citeureup, Cimanggu, Cilendek, Parung, Ciseeng,
serta Cibinong atas waktu dan informasi pada saatu pengambilan data
5. Teman-teman; Sarfina Nabila, Febrina Mahliza, Dwi Septarini, Muhamad
Arief Bangun Sanjaya, Silviasari dan Mbak Rina atas waktu, dan dukungan
yang telah diberikan selama pengumpulan data dan pengolahan data.
6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak H. Memed dan Ibu
Hj. Fatimah selaku orang tua dari penulis, Maryono SP, MSc kakak yang
telah memberikan saran hingga terselesaikannya tesis ini, serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya,
7. Seluruh teman-teman Magister Sains Agribisnis (MSA) Angkatan 4 IPB yang
tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih telah memberikan semangat
selama penelitian hingga penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

September 2015

Tita Nursiah

 
 

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAM

xvii

1  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian







2  TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan pada Industri Kecil
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha
Pendekatan SEM

6

10 
11 
13 

3  KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis Perilaku Kewirausahaan

14 
14 

4  METODE
Waktu dan Lokasi
Jenis dan Sumber Data
Metode Penarikan Sampel
Variabel Penelitian
Metode Analisis Data

20 
20 
21 
21
22 
24

5.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Usaha Mikro Kecil Pengrajin Tempe
Karakteristik Wirausaha UMK Pengrajin Tempe
Persepsi Pengrajin Tempe Terhadap Iklim Bisnis
Persepsi Pengrajin Tempe Terhadap Perilaku Kewirausahaan
Persepi Pengrajin Tempe Terhadap Kinerja Usaha
Analisis Perilaku Kewirausahaan UMK Pengrajin Tempe Dengan
Pendekatan SEM
Implikasi Kebijakan

28 
28 
29
34
43 
45 
47

6.  SIMPULAN DAN SARAN

65 

DAFTAR PUSTAKA

67 

LAMPIRAN

70 

RIWAYAT HIDUP

77

50 
63 

 
 

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Perkembangan jumlah UMKM RI tahun 2010-2012
Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan aset dan omset
Pada UU no 20 tahun 2008
Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan jumlah tenaga
kerja, pendapatan, dan aset
Jenis dan sumber data
Sebaran jumlah pengrajin tempe di Kabupaten Bogor
Variabel manifest faktor karateristik wirausaha
Variabel manifest faktor iklim bisnis
Variabel manifest perilaku kewirausahaan
Variabel manifest kinerja bisnis
Kriteria goodness of fit SEM
Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap iklim bisnis
Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap perilaku kewirausahaan
Bobot persepsi pengrajin tempe terhadap perspektif kinerja bisnis
Uji validitas model awal SEM sebelum respesifikasi
Uji reliabilitas model awal SEM (sebelum respesifikasi)
Uji validitas model SEM setelah respesikasi
Uji reliabilitas model SEM setelah respesifikasi
Hasil uji kecocokan model SEM (goodness of fit)
Ringkasan keseluruhan hasil analisis model SEM

2
8
9
21
22
22
23
24
24
27
43
46
48
51
52
54
54
55
62

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Persentase jumlah UMKM di Indonesia tahun 2012
Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Barat
Model Proses Kewirausahaan
Konsep Perilaku Kewirausahaan
Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis
Model perilaku kewirausahaan pada UMKM
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan usia tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan pendidikan tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan lama usaha tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan jumlah produksi tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan jumlah tenaga kerja tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan cara pemasaran tahun 2015

3
4
16
18
20
27
30
30
31
31
32
33
33

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Sebaran responden berdasarkan kepemilikan bangunan tahun 2015
Sebaran responden berdasarkan pengalaman
Sebaran responden berdasarkan pengambilan risiko
Sebaran responden berdasarkan inovasi
Sebaran responden berdasarkan ketekunan
Sebaran responden berdasarkan kepemimpinan
Sebaran responden berdasarkan motivasi
Sebaran responden berdasarkan karakteristik wirausaha
Standardized solution model awal SEM (sebelum respesifikasi)
T-value model awal SEM (sebelum respesifikasi)
T-value model SEM hasil respesifikasi
Diagram path watak wirausaha dan perilaku kewirausahaan
pengrajin tempe
26 Diagram path iklim bisnis dan perilaku kewirausahaan pengrajin
tempe
27 Standardized solution model SEM setelah respesifikasi

34
35
36
38
38
39
40
41
50
52
53
57
59
61

DAFTAR LAMPIRAN
1

Lampiran output structural equation models (SEM)

71

 
 


 

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kewirausahaan menjadi isu penting di Indonesia, bahkan
pada tahun 2011 presiden menyatakan sebagai tahun wirausaha “year of
entrepreneur”. Pernyataan tersebut juga didukung oleh banyaknya program
pemerintah yang dipublikasikan secara masal untuk meningkatkan jumlah
wirausaha. Salah satu program pemerintah yang dipublikasikan adalah Gerakan
Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi
dan UKM. Program ini adalah program bantuan berupa modal bagi wirausaha
pemula yang mengajukan proposal bisnis.
Dukungan yang diberikan pemerintah dalam pengembangan
kewirausahaan karena untuk persiapan dalam menghadapi Asean Economic
Community (AEC) pada tahun 2015. Salah satunya yaitu upaya mendukung
pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif berbasis UMKM.
Upaya pengembangan ini berupa menciptakan wirausaha baru, meningkatkan
kapasitas SDM pada UMKM, serta meningkatkan fasilitas pembiayaan bagi
UMKM. Pengembangan kewirausahaan dikembangkan untuk mempersiapakan
masyarakat Indonesia dalam AEC 2015 agar mampu memiliki daya saing dengan
negara ASEAN lainnya sehingga masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi
pasar bagi negara ASEN tetapi juga mampu menciptkan produk yang berdaya
saing.
Kewirausahaan ini dikembangkan karena berdasarkan penelitian
kewirausahaan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena
itu, pemerintah memberikan dukungan penuh pengembangan dalam penciptaan
dan peningkatan jumlah wirausaha. Wirausaha diyakini sebagai roda pengerak
pertumbuhan ekonomi, serta wirausaha juga dianggap sebagai inovator dalam
pengembangan ekonomi. Semakin tinggin persentase jumlah wirausaha di suatu
negara, maka perekonomian negara tersebut akan tumbuh dengan baik
(Scumpeter dalam Casson et al 2006). Seorang wirausaha dianggap sebagai
inovator karena wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan produk baru
yang memiliki nilai tambah melalui keberanian dalam mengambil risiko,
kreativitas, inovasi, serta kemampuan dalam manajemen dan membaca peluang
yang ada.
Jumlah wirausaha di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1,90% dari
seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Rasio tersebut sudah meningkat dari dua
tahun sebelumnya yaitu 0,24% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 1,56%
pada tahun 2012. Rasio tersebut masih sangat kecil dibandingkan negara Asia
lainnya, seperti Cina dan Jepang, yang memiliki wirausaha lebih dari 10% dari
jumlah populasi penduduk. Di regional Asia Tenggara, posisi Indonesia masih di
bawah Malaysia yang sudah mencapai angka 5% atau Singapura 7%1. Jumlah
wirausaha di Indonesia masih dikategorikan kecil dimungkinkan karena
penilaiannya didasarkan pada jumlah usaha yang sudah berjalan selama 42 bulan.
Selain itu didasarkan pada wirausaha yang mendapatkan kredit modal atau
                                                             
1

Adiatmaputra FP. 2013. Jumlah wirausahawan hanya 1.9% di Indonesia [internet].
[diunduh pada 23 April 2013]. Tersedia pada: tribunnews.com. 

 
 

2
 

berhubungan dengan perbankan. Hal ini dikarenakan hanya sekitar 30% dari
UMKM yang melakukan akses pembiayaan dari perbankan (Deputi pembiayaan
Kemenkop 2013).
Meninjau data penyebaran pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah) di Indonesia, dan dibandingkan dengan jumlah wirausaha yang
dikategorikan oleh Kemenkop terlihat adanya perbedaan. Jumlah UMKM di
Indonesia sangat banyak yaitu mencapai 56 juta unit usaha, dengan jumlah usaha
mikro dan kecil yang mendominasi. Namun pelaku usaha ini tidak dihitung
sebagai wirausaha sesuai dengan penilaian Kemenkop. Sementara pada
kenyataannya UMKM tersebut memiliki peranan yang penting bagi negara
seperti penyerapan tenaga kerja serta menyumbang pada PDB. Peran dan
eksistensi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sudah tidak diragukan lagi. Tahun 2012
jumlah UMKM mencapai 56,5 juta unit usaha, dan merupakan 99% dari pelaku
usaha nasional, dengan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 97,2%
(Kemenkop 2012). Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia, jumlah UMKM yang ada di Indonesia
mengalami perkembangan yang cukup pesat dan terjadi peningkatan setiap
tahunnya. Berikut data perkembangan jumlah UMKM di Indonesia tahun 20092012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan jumlah usaha UMKM dan Besar, PDB RI tahun 20102012
Indikator
Unit Usaha
(Unit)
UMKM
Usaha Besar

2010
2011*
Jumlah unit Jumlah unit
PDB (%)
53.828.569 55.211. 396

2012*
Jumlah unit PDB (%)
56.539. 560

53.823.732
4.837

56.534. 592
4.968

55.206.444
4.952

50,04
49,96

54,77
45,23

Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2013)
(diolah)2, (*) : Data sementara

Meninjau angka di atas, peranan UMKM sebagai bentuk kewirausahaan
sangat membantu pemerintah sebagai penggerak perekonomiam negara, yaitu
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta
memberikan kontribusi terhadap PDB nasional. Peranan kewirausahaan UMKM
tidak hanya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara agregat, tetapi
juga mikro. Berdasarkan jumlah total UMKM yang ada, 90 persennya didominasi
oleh usaha mikro dam kecil (Gambar 1). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
(UMK) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan
sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraannya.
Wirausaha-wirausaha UMK terus bermunculan baik dari sektor pertanian
maupun non pertanian. Adanya wirausaha-wirausaha baru ini terbentuk karena
beberapa faktor, ada yang memang sudah secara lahiriah memiliki jiwa
                                                             
2

[Kemenkop dan UKM RI]. Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan
usaha besar tahun 2011-2012 [internet].[diunduh pada 25 November 2014].  


 

kewirausahaan, namun tidak sedikit juga wirausaha baru muncul karena tekanan
ekonomi, kebosanan dalam bekerja, memasuki usia tua, serta faktor pendidikan
dan perkawinan. Menurut penelitian Bosma (2011), trend munculnya wirausaha
adalah karena tekanan ekonomi, sehingga seseorang terpaksa menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri. Dikarenakan latar belakang tersebut, banyak usahausaha mikro dan kecil yang bermunculan, namun tidak dapat berkembang
menjadi usaha besar.

Gambar 1 Persentase jumlah UMKM di Indonesia tahun 2012
Sumber: Kemenkop (2012)

Terbentuknya usaha kecil dan mikro yang sulit menjadi besar dapat jadi
dikarenakan beberapa faktor, yaitu terbatasnya modal, terbatasnya kemampuan
wirausaha dalam manajemen, serta adanya bentuk pola pemikiran bahwa “small
is beautiful”. Ada beberapa usaha yang memang terkendala karena faktor-faktor
tersebut sehingga usahanya cenderung tidak berkembang namun tetap dapat
bertahan. Sementara untuk faktor pola pemikiran “small is beautiful” biasanya
adalah usaha yang pemiliknya sudah merasa cukup puas dengan usaha yang
dijalankan meskipun ukurannya kecil. Selain itu wirausaha tersebut merasa tidak
memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan usaha (Sathe 2003).
Fenomena tersebut banyak terjadi di Indonesia salah satu bentuknya adalah
UMK.
UMKM tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya
berkembang pesat di wilayah Jawa Barat. Sejauh ini, posisi dan peran UMKM di
Jawa Barat merupakan pelaku ekonomi yang cukup dominan dengan jumlah unit
usaha mencapai 8.200 juta atau sekitar 6,17% dari total pelaku UMKM di
Indonesia. Berdasarkan data tersebut, UMKM memberikan kontribusi terbesar
bagi penyerapan tenaga kerja yaitu mencapai 87,12% dari total pekerja. Hal
tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat
yang mencapai 60,32% (Dinas KUMKM Jabar 2011). 3 Tiga Wilayah di Jawa
Barat dengan jumlah IKM (Industri Kecil Menengah) tertinggi yaitu Bandung,
Sukabumi, dan Bogor. Di wilayah Bogor jumlah IKM mencapai 22.337 unit
                                                             
3

[KUMKM Jabar] Koperasi dan UMKM Jawa Barat (ID). 2011. Kontribusi UMKM di
Jawa Barat terhadap PDRB [internet]. [diunduh pada 4 Maret 2014]. Tersedia pada:
diskumkm.jabarprov.go.id

 
 

4
 

usaha. Hal ini dimungkinkan karena faktor, Bogor dekat dengan ibu kota
sehingga memiliki peluang lebih besar dalam perkembangan perekonomian.

Gambar 2 Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Barat tahun 2011
Sumber: Pusdalitbang Jawa Barat (2011)

Salah satu jenis Usaha Mikro Kecil (UMK) yang berkembang di Bogor
adalah usaha pembuatan tempe. Pelaku usaha ini sebagian besar didominasi oleh
para pendatang yang berasal dari Pekalongan Jawa Tengah. Usaha ini memiliki
karakteristik yang unik, suplai bahan baku usaha pembuatan tempe 100%
diperoleh dari kedelai impor. Dengan demikian, adanya perubahan harga kedelai
akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan usaha serta perilaku
pengrajin dalam menyiasati keadaan tersebut. Tidak hanya itu, usaha ini sebagian
besar masih bersifat turun temurun, tradisional, serta dengan skala usaha rumah
tangga. Namun demikian, meskipun usaha ini terkendala dengan harga bahan
baku serta modal, para pelaku usaha tetap bertahan mengusahakan hingga
bertahun-tahun meskipun perkembangan usaha tersebut tidak signifikan.
Oleh karena itu, perilaku tersebut di atas menjadi dasar yang
melatarbelakangi dari penelitian perilaku kewirausahaan pada UMK ini. Dengan
demikian penelitian perilaku kewirausahaan pada UMK menjadi penting untuk
diteliti. Penelitian ini difokuskan pada perilaku kewirausahaan pada UMK tempe
dikarenakan adanya sifat dan ciri yang unik dari UMK ini yang tidak dimiliki
oleh usaha besar. Sifat dan ciri unik UMK tempe terlihat dari adanya
perkembangan usaha yang tidak terlihat signifikan namun usaha tersebut sudah
dijalankan selama berpuluh-puluh tahun. UMK tempe merupakan usaha yang
mampu bertahan dengan adanya krisis yang terjadi di Indonesia, seperti krisis
kenaikan harga bahan baku, serta krisis keuangan. Namun demikian pelaku usaha
ini belum semuanya dikategorikan sebagai wirausaha. Oleh karena itu pada


 

penelitian ini juga ingin menganalisis bagaimana karakteristik wirausaha pada
UMK tempe. 

Rumusan Masalah
Usaha Mikro Kecil (UMK) merupakan bentuk usaha yang banyak
dijalankan oleh masyarakat di Indonesia. UMK menyumbang PDB sebesar 45,49
% pada tahun 2012 (Kemenkop 2012). Sebagai bentuk usaha, UMK memiliki
peranan dalam mempercepat pemerataan ekonomi yaitu dengan penyerapan
tenaga kerja. Penyerapan jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia yang mampu
diserap oleh UMK mencapai 94,21 % dari jumlah tenaga nasional (Kemenkop
2012). Namun demikian, jumlah UMK yang ada belum dapat merepresentasikan
jumah wirausaha yang ada di Indonesia. Dikarenakan jumlah yang tercatat
sebagai wirausaha adalah 1,9 % dari total jumlah penduduk.
Mengacu pada definisi wirausaha adalah perorangan yang memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu, dengan bekerja sendiri, mampu
menghadapi risiko dengan memanfaatkan peluang yang ada (Casson et al 2006),
UMK merupakan bentuk kewirausahaan juga didukung oleh pendapat Fugate,
yang meneliti tentang usaha mikro di Nepal. Fugate menyatakan bahwa usaha
mikro merupakan salah satu teknik kewirausahaan untuk mempromosikan
ekonomi swasembada yang memungkinkan pengusaha mikro dapat menciptakan
lapangan kerja sendiri dan memiliki pendapatan dengan menggunakan metode
bottom-up. Penggolangan usaha mikro menurutnya adalah para ekonomi
pedagang kaki lima, pengrajin kecil, pemilik toko kecil, dan pedagang kecil
(Fugate et al 2005). Jenis kewirausahaan UMKM yang lebih banyak berkembang
di Indonesia adalah usaha mikro, yang memiliki aset kurang dari 50 juta dan
omset maksimal 300 juta per tahun.
UMK memiliki karakteristik yang unik, pelaku UMK mampu bertahan
dalam kondisi krisis. Sulitnya bahan baku, kenaikan harga bahan baku, tidak
adanya tempat yang layak untuk membuka usaha, serta keterbatasan modal tidak
menjadi penghalang usaha ini tetap berjalan. Ciri lain UMK adalah lemah dalam
perencanaan, lemah dalam bekerja sama dengan individu lain baik pemasok,
pemodal, maupun dengan pengusaha lain, serta pengusaha mikro belum dapat
memposisikan diri sebagai pengusaha yang berkualitas dan subsisten (Riyanti
2003). Karakter lain dari UMK di Indonesia adalah usaha didirikan dengan modal
kecil, menggunakan sumberdaya lokal, kepemilikan usaha turun temurun (usaha
keluarga), skala kecil, teknologi rendah, kualitas produk dan produktivitasnya
rendah, padat karya, pendidikan rendah, menghasilkan keuntungan yang tidak
stabil dan rendah, kompetisi pasar yang tanpa regulasi, serta pemasaran lebih
banyak di dalam negeri (Tambunan 2008).
Karakteristik UMK tersebut juga tercermin pada usaha pembuatan
tempe. Meskipun begitu, pelaku UMK tempe mampu bertahan menjalani
usahanya dalam kurun waktu yang lama. Sesuai dengan karakter seorang
wirausaha yang memiliki perilaku inovatif, seorang wirausaha harus melakukan
inovasi pada usahanya agar usaha tetap berjalan meskipun mengalami banyak
kendala. Berdasarkan uraian di atas muncul beberapa masalah yang akan menjadi
kajian pada penelitian ini yaitu

 
 

6
 

1. Bagaimaina ciri atau karakteristik wirausaha pada pelaku UMK tempe?,
2. Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaanUMK tempe?
serta,
3. Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan UMK tempe terhadap
perspektif pelaku usaha pada kinerja bisnis yang dijalankan.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi karakteristik dan ciri wirausaha pada UMK tempe,
2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik wirausaha (internal factor)
dan iklim bisnis (external factor) terhadap perilaku kewirausahaan pada
UMK tempe,
3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan UMK terhadap
perspektif kinerja bisnis.
Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai batasan dalam materi yang
akan dibahas yaitu:
1. Penelitian ini hanya akan membahas karakteristik atau ciri wirausaha
pada UMK tempe,
2. Pengaruh faktor karakteristik wirausaha (internal factor) dan iklim bisnis
(external factor) terhadap perilaku kewirausahaan UMK tempe serta,
3. Pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap perspektif kinerja bisnis
UMK tempe yang ada di Bogor.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mengkaji dari beberapa hasil penelitian yang telah ada dan di
review guna mendukung penelitian ini. Beberapa yang akan dikaji dalam bab ini
adalah kewirausahaan pada industri kecil dan mikro yaitu tentang bagaimana
kewirausahaan pada industri kecil dan mikro diterapkan, faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan, pengaruh faktor internal dan
eksternal terhadap kinerja usaha, dan pendekatan Structural Equation Models
(SEM) untuk analisis perilaku dan kinerja.
Kewirausahaan pada Industri Kecil dan Mikro
Kewirausahaan didefinisikan kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda dan menjualnya baik saat ini maupun di masa yang akan
datang dengan harga yang tidak menentu. Hal ini yang menekankan bagaimana
wirausaha dalam menghadapi risiko dan menghadapi serta memprediksi
keadaan perubahan pasar (Cantilon 1775; Night 1921; Drucker dalam Casson
2006). Kewirausahaan terbentuk karena beberapa faktor, ada yang memang
sudah secara lahiriah memiliki jiwa kewirausahaan, namun tidak sedikit juga
wirausaha baru muncul karena tekanan ekonomi, kebosanan dalam bekerja,


 

memasuki usia tua, serta faktor pendidikan dan perkawinan. Berdasarkan
beberapa penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor-faktor
demografis seperti gender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang
berpengaruh terhadap keinginannya untuk menjadi seorang wirausaha (Mazzarol et
al 1999; Shane et al 2003). Sementara Segal et al (2005), menyatakan dorongan
berwirausaha karena lingkungan eksternal seperti pengangguran, frustasi dengan
pekerjaan sebelumnya dan kebutuhan untuk mendapatkan hidup layak. Tidak hanya
itu faktor yang mendorong seseorang menjadi wirausaha juga dapat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional,
serta faktor budaya .
Kewirausahaan beberapa tahun terakhir menjadi acuan bagi beberapa
negara untuk dikembangkan seperti USA, UK, China dan salah satunya Indonesia.
Beberapa negara mengembangkan kewirausahaan karena dengan begitu akan
banyak wirausaha yang muncul, sehingga perekonomian akan berkembang.
Pelaku UMKM di beberapa negara menjadi penggerak ekonomi, bahkan di
beberapa negara memberikan dorongan penuh melalui pembentukan kebijakan
khusus untuk meningkatkan jumlah UMKM. Sumbangan UMKM terhadap
perekonomian negara sangat terkait dengan sikap kebijakan dan kondisi eksternal
yang diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai perbandingan antara negara di Eropa
Tengah dengan Soviet mengenai perkembangan UMKM yang berkembang pada
tiap sektor. Selain itu, seperti yang terjadi di Polandia jumlah usaha perorangan
meningkat setelah adalah administrasi legal dari pemerintah untuk mendukung
perkembangan UMKM. Sementara di Ukraina yang mana memiliki jumlah
penduduk yang lebih besar dari Polandia memiliki jumlah usaha perorangan yang
lebih sedikit. UMKM di Polandia mampu menyumbangkan 61% dari total
pekerjanya yang menjadi wirausaha pada tahun 1997 dibandingkan Ukraina yang
hanya 10%. Hal ini karena adanya dukungan dari kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah (Smallbone and Welter 2001). Negara mendukung perkembangan
wirausaha dikarenakan wirausaha diyakini mampu menggerakan perekonomian.
Wirausaha merupakan pencipta kekayaan melalui inovasi dan kreativitas
serta sebagai penggerak pembangunan dan perekonomian yang mampu bekerja
keras, mengambil risiko serta membaca peluang (Bosma 2011).. Apabila
dibandingkan dengan negara maju yang memiliki jumlah wirausaha banyak dan
memiliki daya saing produk yang kuat sehingga dapat benar-benar menopang
kekuatan ekspor. Berbeda dengan Indonesia, jumlah UMKM yang banyak
belum tentu menentukan daya saing produk yang dihasilkannya. Hal ini
dikarenakan tidak semua pelaku UMKM yang ada memiliki dasar jiwa
entrepreneur.
Berdasarkan kriteria entrepreneurshipnya UKM dapat dibagi menjadi
empat kategori (Casson et al 2006) yaitu :
1) Livelihood Activities : UKM yang masuk kategori ini pada umumnya
bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku
dikelompok ini tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini
disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UKM kategori ini
adalah yang terbesar.
2) Micro enterprise : UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak
bersifat entrepreneurship. Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.
3) Small Dynamic Enterprises : UKM ini yang sering memiliki jiwa
entrepreneurship. Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang
 
 

8
 

tadinya berasal dari kategori ini. Apabila dibina dengan baik maka
sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah
kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang masuk
kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah dapat menerima
pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.
4) Fast Moving Enterprises : ini adalah UKM asli dan memilki jiwa
entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul
usaha skala menengah dan besar.
Apabila dicermati berdasarkan kategori wirausaha berdasarkan pada
empat kriteria di atas, maka jumlah wirausaha UMKM yang banyak di Indonesia
sebagian besar masuk pada kategori satu dan dua. Hal ini terlihat dari alasan
mengapa para pelaku UMKM ini menjadi wirausaha. Dikaitkan dengan
ketahanan hidup bisnis kecil beberapa penelitian menyatakan bahwa sebagian
besar usaha baru akan gagal pada tahun ke-2 dan ke-3 pada tahun pertama.
Apabila selamat pada masa tersebut, maka kemungkinan bertahan akan
meningkat. Selain itu bisnis kecil akan lebih cepat tumbuh namun memiliki
tingkat kegagalan yang lebih tinggi juga (Cressy dalam Casson et al 2006 ).
Industri kecil beberapa tahun terakhir mulai berkembang, dengan bentuk
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Industri kecil ini mulai
berkembang karena masyarakat sadar akan sulitnya mencari pekerjaan sehingga
salah satu cara agar mereka berkerja adalah membuat lapangan kerja sendiri.
Selain itu adanya kesulitan ekonomi membuat masyarakat dipaksa untuk
berinovasi, dan berkreativitas untuk membuat peluang dalam menghasilkan
penghasilan (Bosma 2011). Selain itu peranan pemerintah ikut mendorong
terciptanya industri kecil, dengan munculnya LSM maupun organisasi yang
mendorong masyarakat dalam bentuk pemberian modal. Tidak hanya dalam
bentuk modal yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong perkembangan
industri kecil, namun pemerintah juga mengeluarkan kebijakan melalui undangundang yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan
menengah. Berikut adalah penggolongan UMKM berdasarkan UU No 20 Tahun
2008 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan asset dan omset pada UU
No 20 tahun 2008
Ukuran Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah

Kriteria
Asset
Maksimal 50 juta
>50 juta-500 juta
>500 juta-10 milyar

Omset
Maksimal 300 juta
300 juta-2,5 milyar
>2,5-50 milyar

Sumber : Kemenkop (2012)

Sementara penggolongan UMKM berdasarkan World Bank dibagi tiga
yaitu, Medium Enterprise, Small Enterprise, dan Micro Enterprise dengan
beberapa kriteria yaitu dapat dilihat pada Tabel 3. Di Indonesia yang banyak
berkembang adalah industri kecil berbasis industri rumahan. Industri rumahan
adalah suatu sistem produksi yang dapat menghasilkan produk dengan nilai
tambah dengan bahan baku tertentu yang dikerjakan di lokasi rumah bukan di
pabrik, salah satunya industri tempe. Salah satu ciri klasifikasi industri rumahan


 

adalah penggunaan modal yang masih rendah yaiu berkisar antara Rp 1–5 juta
yang berasal dari modal sendiri maupun pinjaman. Berdasarkan penelitian dari
Asia Foundation dan Akatiga dalam Riyanti 2003, menjelaskan bahwa asal
modal yang digunakan oleh industri kecil 80 % berasal dari modal sendiri.
UMKM memiliki karakteristik biasanya tidak menggunakan penasihat eksternal
ketika pengambilan keputusan pada jumlah modal yang mereka butuhkan.
Adapun apabila menggunakan modal dari pinjaman luar jumlahnya tidak lebih
dari 40 %. Oleh karena itu, kecil kemungkinan usaha kecil dan mikro
menggunakan modal kredit dari valuta asing sebagai modal kerja dan investasi.
Kenyaatan tersebut juga yang mendorong usaha kecil dan mikro lebih dapat
survive menjalani usaha meskipun terjadi masalah atau krisis ekonomi.
Sementara menurut Bolton dalam Casson et al (2006) industri kecil adalah entitas
yang bebas, memiliki proporsi penjualan yang kecil, dimana pemilik dan
manager merupakan orang yang sama, serta hanya memiliki karyawan kurang
dari 100 orang.
Tabel 3 Kriteria penggolongan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja,
pendapatan per tahun, dan jumlah asset
Ukuran
Usaha
Medium Enterprise
Small Enterprise
Micro Enterprise

Jumlah Tenaga
Kerja (orang)
300
30
10

Kriteria
Pendapatan
per tahun ($)
15 juta
$ 3 juta
$ 100 ribu

Jumlah
Asset ($)
$ 15 juta
$ 3juta
$100 ribu

Sumber : World Bank (2013)

Karakteristik dari industri kecil yang lain adalah kurangnya pengetahuan
dalam menjalankan aktivitas bisnis. Hal ini dilihat dari kurangnya wirausaha
dalam inovasi, serta tidak memadainya tenaga kerja spesialis (intellectual capital).
Oleh karena itu inovasi yang diciptakan sangat kurang, sehingga pada saat
adanya krisis keuangan yang dijalankan oleh UMKM adalah mengurangi biaya
produksi bukan melakukan inovasi (Volna 2013). Sementara pada penelitian di
Philipina, UMKM memiliki masalah pada marketing yaitu kurangnya promosi,
sementara dari produksi adanya kekurangan tidak adanya sistem quality control
pada produk, serta tidak adanya evaluasi pekerjaan pada tenaga kerja, serta
masalah pembukuan yang kurang diperhatikan dalam menjalankan usaha. (Jester
2012).
Industri yang banyak berkembang saat ini adalah industri makanan,
fashion, serta kerajinan. Berdasarkan data BPS (2012) jumlah industri
pengolahan non migas terus meningkat, terlihat dari persentase pertumbuhannya
yaitu pada tahun 2009 (2,56 %), 2010 (5,12 %), 2011 (6,74 %), dan 2012 (6,40
%). Perkembangan industri ini ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja
namun di daerah pun sudah mulai berkembang industri-industri kecil berskala
rumah tangga. Banyaknya jumlah industri kecil yang berkembang, hal ini
menunjukkan bahwa industri kecil masih memiliki peluang untuk dikembangkan
untuk menopang perekonomian. Industri kecil terus berkembang karena industri
ini memiliki ciri mampu bertahan (survive) dalam keadaan krisis.

 
 

10
 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
berdasarkan pada konsep-konsep kewirausahaan dalam mengembangkan usaha
dan mencapai tujuan usahanya, yaitu konsep berani mengambil risiko,
berinovasi, memiliki kreativitas, gigih, serta mampu membaca peluang yang ada
sehingga mampu menciptakan produk baru yang berbeda (Delmar 1995;
Dirlanudin 2010). Terdapat tiga aspek yang dapat mengukur parameter perilaku
kewirausahaan yaitu pengetahuan, sikap mental serta keterampilan yang dimiliki
(Sapar 2006; Dirlanudin 2010). Ketiga aspek tersebut dikaji dan mampu
mengukur perilaku kewirausahaan dalam mencapai tujuan usaha.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan yang
mampu mendorong seseorang menjadi wirausaha yang sukses. Faktor-faktor
tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal
menurut Sapar (2006) dapat berupa usia, pendidikan, pengalaman,serta motivasi.
Sementara iklim bisnis berupa kepemilikan modal, keluarga, serta lingkungan.
Berdasarkan penelitian tersebut, ternyata faktor internal dan ekternal
mempengaruhi secara nyata terhadap perilaku wirausaha pedagang kaki lima di
Kota Bogor. Faktor-faktor tersebut didukung juga oleh penelitian Fogel et al
(2005) yang menggunakan indikator individu dan lingkungan sebagai faktor
yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan. Berbeda dengan pendapat
Puspitasari (2013) yang mengkaji mengenai faktor internal dan ekternal yang
mempengaruhi perilaku kewirausahaan pada usaha anggrek. Bahwa faktor
internal yang signifikan mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah
keinginan berwirausaha, motif berprestasi, serta persepsi terhadap usaha.
Sementara faktor ekternalnya adalah dukungan pemerintah berupa penyuluhan
dan pelatihan, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar ternyata
berpengaruh negatif terhadap perilaku kewirausahaan.
Penelitian Dirlanudin (2010) menyatakan bahwa faktor internal dan
ekternal yang berpengaruh adalah tingkat ketekunan, kepemilikan usaha,
kekosmopolitan, serta penggunaan modal usaha masuk dalam indikator internal.
Indikator eksternal dipengaruhi oleh pandangan masyarakat dalam berwirausaha,
kekompakan antar pengusaha kecil, serta keberfungsian forum usaha kecil.
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor internal masih
kurang memadai terhadap perkembangan perilaku kewirausahan. Beberapa
faktor yang berpengaruh berbeda-beda karena jenis objek penelitian yang
dilakukan berbeda sehingga faktor yang berpengaruh mengikuti objek yang
diteliti. Iklim bisnis yang berpengaruh dapat juga berasal dari lingkungan sekitar
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang secara nyata. Faktor ekternal
tersebut adalah dukungan dari orang-orang sekitar (Mair 2002)
Sementara pada family bussines (bisnis keluarga) faktor yang
mempengaruhi perilaku kewirausahaan menurut Kellermans et al (2008) adalah
dipengaruhi oleh karakteristik dari pemimpin perusahaan, yaitu dari usia dan
lamanya masa kepemilikan. Namun setelah diteliti ternyata faktor usia tidak
menunjukkan hasil mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku
kewirausahan. Faktor yang memiliki pengaruh positif adalah lamanya
kepemilikan usaha. Sementara pada penelitian Riyanti (2003) membuktikan
bahwa perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh usia, pengalaman wirausaha.

11 
 

usia berkaitan dengan keberhasilan prestasi kerja seseorang bila dihubungkan
dengan lamanya seseorang menjadi wirausaha, maka dengan bertambahnya usia
seseorang maka semakin berpengalaman pada bidang usianya. Berdasarkan
penelitian Riyanti (2003) dan Hadiyati (2011) menyebutkan bahwa perilaku
inovatif yang merupakan bagian dari perilaku wirausaha yang menjadi syarat
mutlak bagi keberhasilan usaha. Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh
Burhanuddin (2014) bahwa inovasi merupakan faktor internal yang
mempengaruhi secara signifikan pada kewirausahaan ayam broiler rakyat
mandiri, selain itu faktor internal lain yang mempengaruhi adalah daya produksi.
Sementara untuk iklim bisnis yang mempengaruhi adalah adanya kebijakan
pemerintah karena dengan adanya kebijakan pemerintah dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi melalui penumbuhan peternak ayam broiler.
Penelitian dari Small Business Administration menemukan bahwa
perusahaan kecil menghasilkan lebih banyak inovasi yang penting secara
ekonomi dan secara teknis dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini
berkaitan dengan penerapan inovasi untuk memecahkan masalah dan untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Inovasi (innovation) adalah kemampuan untuk
menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan
atau memperkaya kehidupan orang-orang. Seorang wirausahawan sukses dengan
cara memikirkan dan mengerjakan hal-hal baru atau hal-hal lama dengan caracara baru. Memiliki ide yang hebat tidaklah mencukupi, mengubah ide menjadi
produk, jasa, atau usaha bisnis yang berwujud merupakan tahapan berikutnya
yang esensial (Zimmerer et al 2008). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa adanya faktor-faktor internal dan eksternal dalam diri
seseorang dapat memotivasi untuk dapat berwirausaha. Faktor-faktor tersebut
menjadi faktor penting dan mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan.
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Secara umum keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya
peningkatan jumlah penjualan serta adanya peningkatan pendapatan, tingkat
pengembalian modal, serta pangsa pasar. Kinerja bisnis (business performance)
merupakan gambaran tentang pencapaian pelaksanaan terhadap suatu program
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, visi, dan misi organisasi yang
dituangkan melalui perencanaan strategis organisasi. Keeh et al (2007)
menjelaskan kaitan antara kinerja bisnis dan pendapatan, di mana kinerja adalah
keinginan untuk tumbuh yang tercermin dalam pendapatan. Sementara itu,
menurut Praag (2008) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya
keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan
peningkatan keuntungan dan pendapatan.
Kinerja merupakan hal yang dapat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan usaha. menurut Day (1988), kinerja atau keberhasilan suatu
perusahaan dapat dilihat dari kepuasan (satisfaction), dimana semakin banyak
pihak yang merasa terpuaskan dengan keberadaan perusahaan tersebut maka
kinerja perusahaan tersebut kinerjanya bagus, selain itu dilihat dari loyalitas,
yaitu terkait dengan kesetiaan pelanggan terhadap produk perusahaan, sehingga
pelanggan tidak berpindah ke perusahaan lain, kemudian market share ( pangsa

 
 

12
 

pa