STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU NIRA SIWALAN

(1)

SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU

NIRA SIWALAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Strata-1 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Wahono Bambang Subrimobdi 20120130023

PROGRAM STUDI S.1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU

NIRA SIWALAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Strata-1 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Wahono Bambang Subrimobdi 20120130023

PROGRAM STUDI S.1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,

Wahono Bambang Subrimobdi 20120130023


(5)

Motto

“Dasar

dari kesuksesan besar terletak pada tekad

dan kemauan yang besar serta diiringi sikap

tidak mudah putus

asa”. (

Wahono)

Kita boleh berusaha dan berencana, namun

biarkan Allah yang menentukannya

”.

(Wahono)

“Teruslah mencoba dan belajarlah dari kesalahan,

dengan mengetahui kesalahan tersebut maka kita

tidak akan mengulanginya kesalahan untuk yang

kedua kalinya

”. (

Wahono)

“Ketergesaan

dalam setiap usaha membawa


(6)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim, dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, serta Maha Pemberi Nikmat, penulis mempersembahkan skripsi ini untuk :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan kasih sayang, do’a, motivasi, dan dukungan.

2. Kedua dosen pembimbing tugas akhir, bapak Wahyudi, S.T., M.T, dan bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng, yang telah memberi saran dan masukan selama pelaksanaan tugas akhir.

3. Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga pelaksanaan laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jaman jahiliyah ke jaman terang benderang seperti yang saat ini yang kita rasakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah yeast dan waktu optimal dalam fermentasi nira siwalan menjadi bioetanol, sehingga didapatkan hasil yang maksimal. Parameter yang dilakukan adalah pengukuran kadar gula, keasaman, volume etanol, dan kadar etanol. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa yeast optimal sebanyak 0,5 gram dan waktu optimal adalah 48 jam.

Laporan tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan, pengertian, semangat, dan doa.

2. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng., selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Wahyudi, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

4. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

5. Bapak Ir. Sudarja, M.T., selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran dalam perbaikan laporan tugas akhir.

6. Mulyadi dan Sugini yang telah memberi dukungan, semangat, dan doa.

7. Agis Syafarel selaku tim kelompok dalam penelitian tugas akhir yang telah bekerjasama dengan baik dalam pengyelesaian tugas akhir.


(8)

8. M. Diyaudin, Wiby Santoso, Roy Limey, Syaiful Husein selaku teman kontrakan yang telah banyak membantu penyelesaian tugas akhir.

9. Khairul Anam, Dimas Niko, Ariq Diky Pratama, Pandu Birawanto, Ahmad Zainal, Pungky Wijanarko, Basroni Mahfud, Galuh Yudha, dan seluruh teman – teman kelas teknik mesin angkatan 2012 yang telah banyak memberi bantuan dan masukan dalam penyelesaian tugas akhir.

10.Arif Hadi Satria, Irfan Winindya Putra, Cendy, Arifin dan seluruh teman – teman yang telah banyak memberi semangat dan doa dalam penyelesaian tugas akhir.

Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi perbaikan laporan ini, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan teman-teman mahasiswa yang lain.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Yogyakarta, 2016


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7


(10)

2.2.1. Pengertian Bioetanol ... 8

2.2.2. Prospek Nira di Indonesia ... 11

2.2.3. Pengertian Fermentasi ... 15

2.2.4. Pengertian Distilasi ... 21

2.2.4.1. Jenis-Jenis Distilasi ... 22

2.2.4.2. Proses Distilasi Bioetanol ... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 26

3.1. Diagram Alir Penelitian ... 26

3.2. Perencanaan Penelitian... 27

3.3. Alat Penelitian ... 28

3.4. Bahan Penelitian... 38

3.5. Waktu danTempat Penelitian ... 43

3.6. Tahap Pembuatan Bioetanol ... 44

3.6.1. Fermentasi ... 44

3.6.2. Distilasi ... 46

3.7. Cara Pengujian Volume dan Kadar Etanol ... 47

BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 49

4.1. Hasil Pengujian Metode Variasi Jumlah Yeast ... 49

4.1.1. Pengujian Kadar Gula ... 51

4.1.2. Pengujian Derajat Keasaman ... 54

4.1.3. Pengujian Volume Etanol Distilasi ... 57

4.1.4. Pengujian Kadar Etanol Distilasi ... 59

4.2. Hasil Pengujian Metode Variasi Waktu ... 61

4.2.1. Pengujian Kadar Gula ... 61


(11)

4.2.3. Pengujian Volume Etanol Distilasi ... 66

4.2.4. Pengujian Kadar Etanol Distilasi ... 68

BAB V PENUTUP ... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alat Distilasi Sederhana ... 23

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 26

Gambar 3.2. Brix Refractometer ... 28

Gambar 3.3. pH Meter Digital ... 28

Gambar 3.4. Termometer ... 30

Gambar 3.5. Timbangan Digital ... 30

Gambar 3.6. Refraktometer Alkohol ... 31

Gambar 3.7. Fermentor ... 32

Gambar 3.8. Alat Distilasi ... 32

Gambar 3.9. Pengaduk ... 33

Gambar 3.10. Aluminum Foil ... 33

Gambar 3.11. Gelas Ukur... 34

Gambar 3.12. Erlenmeyer ... 35

Gambar 3.13. Jerigen ... 35

Gambar 3.14. Autoclave ... 36

Gambar 3.15. Pipet ... 37

Gambar 3.16. Alat Pencatat ... 37

Gambar 3.17. Stopwatch ... 38

Gambar 3.18. Nira Siwalan ... 39

Gambar 3.19. HCL ... 40

Gambar 3.20. NaOH ... 40

Gambar 3.21. Yeast Saccharomyces Cerevisiae ... 41

Gambar 3.22. Urea ... 42

Gambar 3.23. NPK ... 42


(13)

Gambar 3.25. Diagram Alir Proses Fermentasi ... 46

Gambar 3.26. Diagram Alir Proses Distilasi ... 47

Gambar 4.1. Broth Fermentasi Nira Siwalan dengan Variasi Yeast ... 50

Gambar 4.2. Pengukuran Kadar Gula ... 52

Gambar 4.3. Grafik Kadar Gula ... 53

Gambar 4.4. Pengukuran Derajat Keasaman ... 54

Gambar 4.5. Grafik Derajat Keasaman ... 56

Gambar 4.6. Pengukuran Volume Etanol Distilasi ... 57

Gambar 4.7. Grafik Volume Etanol Distilasi ... 58

Gambar 4.8. Pengukuran Kadar Etanol... 59

Gambar 4.9. Grafik Kadar Etanol Hasil Distilasi ... 60

Gambar 4.10. Pengukuran Kadar Gula ... 62

Gambar 4.11. Grafik Kadar Gula ... 63

Gambar 4.12. Pengukuran Derajat Keasaman ... 64

Gambar 4.13. Grafik Derajat Keasaman ... 65

Gambar 4.14. Pengukuran Volume Etanol Distilasi ... 67

Gambar 4.14. Grafik Volume Etanol Distilasi ... 68

Gambar 4.15. Pengukuran Kadar Etanol... 69


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat Fisika-Kimia Etanol ... 9

Tabel 2.2. Klasifikasi Tanaman Siwalan ... 13

Tabel 2.3. Kandungan Nira Siwalan ... 13

Tabel 2.4. Klasifikasi Saccharomyces ... 18

Tabel 4.1. Data Rata – Rata Pengukuran Kadar Gula ... 53

Tabel 4.2. Data Rata – Rata Pengukuran Derajat Keasaman... 55

Tabel 4.3. Data Rata – Rata Pengukuran Volume Etanol ... 58

Tabel 4.4. Data Rata – Rata Pengukuran Kadar Etanol ... 60

Tabel 4.5. Data Rata – Rata Pengukuran Kadar Gula ... 63

Tabel 4.6. Data Rata – Rata Pengukuran Derajat Keasaman... 65

Tabel 4.7. Data Rata – Rata Pengukuran Volume Etanol ... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pengukuran Gula Fermentasi Variasi Jumlah Yeast

Lampiran 2 Data Pengukuran Keasaman, Volume, dan Kadar Etanol Fermentasi Variasi Jumlah Yeast

Lampiran 3 Data Pengukuran Gula Fermentasi Variasi Waktu

Lampiran 4 Data Pengukuran Keasaman, Volume, dan Kadar Etanol Fermentasi Variasi Waktu


(16)

(17)

SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP TINGKAT PRODUKSI BIOETANOL DENGAN BAHAN BAKU

NIRA SIWALAN Wahono Bambang Subrimobdi

20120130023

INTISARI

Meningkatnya jumlah penduduk dunia akan membuat kebutuhan energi negara - negara di dunia meningkat termasuk Indonesia. Ketersediaan minyak bumi Indonesia semakin menipis sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus impor minyak dari negara lain. Karena menipisnya cadangan energi di Indonesia, diperlukan energi baru dan terbarukan yang mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Salah satu energi baru tersebut yaitu bioetanol. Bioetanol merupakan penyebutan alkohol atau etanol yang bersumber dari bahan hayati, salah satunya adalah nira siwalan. Nira yang semula hanya dimanfaatkan sebagai minuman dan gula. Jika digunakan sebagai bahan bioetanol, maka nilai jualnya akan meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah yeast dan waktu fermentasi optimal dalam menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi.

Metode yang digunakan adalah fermentasi dengan menggunakan saccharomyces cerevisiae sebagai yeast penghasil etanol dan akan diukur penurunan gula, derajat keasaman, volume etanol, dan kadar etanol sebagai parameter penelitian. Variabel yang digunakan adalah variasi jumlah yeast (0,5; 1; 1,5; dan 2 gram) dan variasi waktu fermentasi (24, 48, 72, dan 96 jam). Pengukuran gula reduksi dilakukan dengan brix refractometer, pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan pH meter, pengukuran volume etanol distilasi dilakukan dengan gelas ukur, dan pengukuran kadar etanol dilakukan dengan refraktometer alkohol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah yeast optimal untuk menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi pada jumlah yeast 0,5 gram sebanyak 7,63 ml dan kadar etanol 52, 7 %. Waktu fermentasi optimal untuk menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi adalah pada waktu fermentasi 48 jam sebanyak 6,33 ml dan kadar etanol 51,33 %.


(18)

Wahono Bambang Subrimobdi 20120130023

ABSTRACT

The increasing world’s population will make the energy needs consumption in the world increase, including Indonesia. The availability of petroleum in Indonesia so that to fulfill the petroleum need in this country, Indonesia should import oil from other countries. Because Indonesian’s depleation of energy reserves, it is needed for new and renewable energy that is able to meet domestic energy needs. One of new energy is bioethanol. Bioethanol is addressing of alcohol or etanol derived from biological materials; one of which material it is nira siwalan . Sap was originally only used as drink and sugar. If it is used as bioethanol production will increase the sale value. The purpose of this research was to determine the amount of yeast and optimal fermentation time in generating the highest volume and etanol content.

The method used is fermentation using yeast saccharomyces cerevsiae as yeast a producer of ethanol and it was measured the decrease sugar, acidity, etanol volume, and etanol content as parameter study. The variables used were variations of yeast amount (0,5;1,0;1,5;2,0 grams) and variation of fermentation time (24,48,72, and 96 hours). Sugar reduction measure ment was done by use brix refractometer, degrees of acidity was measured using a pH meter, distillation volume of etanol was measured using the measuring cup, and ethanol was measured using a alcohol refractometer.

The results is that the optimal amount of yeast to produce the highest volume and concentration of ethanol in yeast of 0,5 gram as much as 7,63 ml and ethanol content of 52,7%. Optimal fermentation time to produce the highest volume and concentration of ethanol in the fermentation time of 48 hours as much as 6,33 ml and ethanol content of 51,33%.


(19)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat. Dunia yang kita tempati terdiri atas 195 negara dengan jumlah penduduk sebanyak 7.256.490.011 jiwa (CIA World Factbook, 2015). Sementara Indonesia sendiri berada di peringkat empat jumlah penduduk terbesar yaitu sebanyak 255.993.674 jiwa atau sekitar 3,5 persen dari jumlah penduduk dunia. Meningkatnya jumlah penduduk dunia membuat kebutuhan energi negara-negara di dunia meningkat. Meningkatnya kebutuhan energi negara-negara dunia ini justru berbanding terbalik dengan cadangan energi dunia (energi fosil) yang semakin menipis termasuk Indonesia. Cadangan minyak Indonesia sudah mulai berkurang dan untuk memenuhi kebutuhan minyak harus impor minyak dari luar negeri. Menurut Pusat Informasi Energi dan Daya Mineral (2004), Indonesia mulai iportir minyak pada tahun 2004. Konsumsi BBM dalam negeri sudah lama meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Megawati (2015), kebutuhan premium terus meningkat dari tahun 2008 sebesar 19.600 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 21.000 kL atau kenaikannya sebesar 7 persen setahun. Jika kenaikannya 7 persen setahun, maka setiap 10 tahun akan meningkat dua kali. Karena menipisnya cadangan minyak indonesia diperlukan adanya energi baru dan terbarukan yang mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Salah satu energi baru tersebut yaitu bioetanol yang merupakan kategori dari bioamasa.

Biomasa merupakan istilah yang digunakan untuk mengelompokkan bahan organik baik dari tumbuhan ataupun hewan yang kaya akan cadangan energi, sehingga setelah diubah ejadi energi disebut bioenergi. Salah satu produk biomasa adalah bioetanol. Bioetanol merupakan penyebutan alkohol atau etanol yang bersumber dari bahan hayati.


(20)

Bioetanol bersumber dari bahan hayati yang pada awalnya dibuat dari gula dan pati yang diperoleh dari tebu, nira aren, jagung, singkong, dan lain-lain. Gula dari berbagai bahan baku ini dapat langsung difermentasi oleh khamir untuk menjadi etanol (Megawati, 2015). Bioetanol hasil fermentasi memiliki kadar alkohol rendah, untuk mendapatkan etanol dengan kadar alkohol lebih tinggi dapat dilakukan proses berikutnya yaitu distilasi, dehidrasi dan adsorbsi. Bioetanol merupakan bahan kimia ramah lingkungan yang dapat digunakan dalam banyak hal. Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, namun dengan kemurnian etanol yang tinggi. Menurut Nurdyastuti (2016), bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar kendaraan harus betul-betul kering agar tidak korosi sehingga bioetanol harus mempunyai kemurnian diatas 99,5 persen. Selain digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bioetanol juga dapat digunakan sebagai bahan baku kegiatan farmasi, bahan baku industri, kosmetik, parfum, bahan dasar turunan alkohol, minuman, dan lain-lain.

Nira merupakan bahan baku pembuatan bioetanol yang memiliki potensi besar. Nira dapat diambil dari berbagai jenis pohon pinang – pinangan seperti lontar (siwalan), aren, kelapa, nipah dan lain sebagainya. Alasan pembuatan bioetanol dari nira lontar karena pohon lontar di Indonesia seperti daerah dataran Jawa Tengah bagian timur ( Pati dan Rembang) dan Jawa Timur masih sangat melimpah namun belum termanfaatkan dengan baik. Nira siwalan kebanyakan masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai minuman dan gula,. Untuk menaikkan nilai ekonomi nira siwalan dapat dijadikann sebagai bahan produksi bioetanol. Pohon siwalan atau lontar (Borassus flabellifer) adalah sejenis palma (pinang – pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, pohon siwalan selain tumbuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga tumbuh di Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur, dan Sulawesi. Nira didapat dengan cara disadap dari tongkol bunga untuk mendapatkan air nira (legen) yang dapat langsung diminum, difermentasi menjadi tuak, atau proses fermentasi bioetanol.


(21)

Dalam proses fermentasi bioetnol, waktu fermentasi sangat berpengaruh dalam menghasilkan etanol. Yeast membutuhkan waktu untuk mengubah gula menjadi etanol. Menurut Putra dan Amran (2009), waktu yang dibutuhkan yeast untuk mengubah gula menjadi etanol berbeda – beda , tergantung kadar gula dan yeast yang diberikan. Dengan demikian waktu terbaik yang dibutuhkan untuk fermentasi setiap jenis bahan berbeda – beda. Banyaknya jumlah yeast yang diberikan akan mempebanyak jumlah mikroba. Mikroba berperan untuk mengubah gula menjadi etanol. Semakin banyak Yeast yang diberikan maka kemungkinan waktu fermentasi lebih cepat. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai jumlah yeast dan waktu fermentasi, sehingga didapatkan etanol yang optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah yang akan dicari penyelesaian masalahnya baik pembahasan menurut analisa maupun teori –teori yang menjadi acuan. Adapun rumusan masalah adalah apa pengaruh variasi jumlah yeast dan variasi waktu fermentasi terhadap penurunan gula, derajat keasaman (pH), volume dan kadar etanol yang dihasilkan.

1.3. Batasan Masalah

Dalam pembuatan dan penelitian bioetanol ini difokuskan pada kajian dan analisa sebagai berikut:

a. Bahan penelitian produksi bioetanol adalah bioetanol generasi pertama menggunakan nira siwalan 250 ml.

b. Fermentasi dilakukan dengan penambahan nutrisi (urea 0,1 g/250 ml dan NPK 0,125 g/ 250 ml).

c. Tidak mengamati tentang pertumbuhan mikroba selama fermentasi

d. Banyaknya yeast yang digunakan untuk metode fermentasi variasi waktu diambil dari hasil terbaik metode variasi yeast.


(22)

e. Pembuatan bioetanol dilakukan hingga proses distilasi menggunakan alat distilasi sederhana.

f. Tidak menganalisis tentang asam – asam organik yang dihasilkan selama fermentasi.

g. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kadar gula, derajat keasaman (pH), volume etanol hasil distilasi, dan kadar etanol.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui jumlah yeast paling optimal antara 0,5 g; 1 g; 1,5 g; dan 2 g dengan bahan baku nira siwalan 250 ml sehingga menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi.

b. Mengetahui waktu fermentasi paling optimal antara 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam dengan bahan baku nira siwalan 250 ml sehingga menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Didapatkannya metode paling efektif dalam proses fermentasi nira siwalan menjadi etanol.

b. Memberikan pengalaman mahasiswa dalam pembuatan bioetanol nira siwalan c. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam pengembangan bioetanol di

Indonesia.

1.6. Sistematika Penyusunan

Untuk memperoleh gambaran tentang isi dari penelitian maka dikemukakan sistematika penulisan sebagai berikut:


(23)

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan menguraikan tentang pokok-pokok dalam penulisan tugas akhir yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat, dan sistematika penyusunan.

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori menguraikan tentang studi literatur dan dasar teori. Studi literatur bersumber dari acuan pustaka maupun analisis sendiri, dan disertai pertimbangan yang mendasar. Dasar teori diawali dengan teori sebelumnya yang menjelaskan tentang bioetanol, bahan baku, dan proses selama pembuatan bioetanol.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi tentang waktu dan tempat penelitian, diagram alir penelitian, persiapan peralatan dan bahan, serta pembahasan tentang proses pembuatan bioetanol dari awal sampai akhir.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan menguraikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan menganalisis bioetanol yang dihasilkan.

BAB V PENUTUP

Penutup membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran. Kesimpulan merupakan penyimpulan yang didapat dari hasil penelitian tersebut. Saran adalah memberi masukan yang berisi uraian mengenai metode yang harus dilakukan agar penelitian berikutnya mendapat hasil yang lebih maksimal.


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka membahas mengenai penunjukan alamat ataupun identitas studi literatur yang digunakan dalam mendukung selama penyusunan dan penelitian tugas akhir.

LAMPIRAN

Lampiran dipakai untuk menempatkan data atau keterangan lain yang berfungsi untuk melengkapi uraian yang telah disajikan dalam bagian utama tugas akhir atau skripsi.


(25)

LANDASAN TEORI

2.1. Studi Literatur

Nira diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes (Rasyid, 2012).

Untuk mendapatkan bioethanol yang sesuai standar, disarankan untuk melakukan prosedur penyimpanan bahan baku dengan baik, jangan biarkan nira siwalan terbuka bebas sehingga terkontaminasi mikroba lain (Putra dan Amran, 2009).

Waktu fermentasi optimum nira nipah pada keasaman (pH) 4,5 adalah pada waktu fermentasi 36 jam, keasaman 5,0 pada waktu fermentasi 36 jam dan keasaman 5,5 pada waktu fermentasi 24 dan 48 jam, dengan menghasilkan konsentrasi bioetanol tertinggi masing-masing keasaman (pH) yaitu 14%, 12% dan 7% (v/v). Awalnya semakin lama waktu fermentasi, konsentrasi bioetanol yang dihasilkan juga semakin tinggi, akan tetapi setelah kondisi optimum tercapai, konsentrasi bioetanol yang diperoleh cenderung mengalami penurunan. Adanya penurunan konsentrasi bioetanol disebabkan karena bioetanol yang dihasilkan terkonversi menjadi asam-asam organik seperti asam asetat, asam cuka dan ester (Chairul dan Silvia, 2013).

Menurut hasil penelitian pembuatan bioetanol dari nira aren yang dilakukan oleh Rismawati, (2012) kadar etanol yang diperoleh berdasarkan tabel hasil konversi berat jenis (AOAC Official Of Analysis) yaitu fermentasi selama 3 hari (80,59%), 5 hari (80,42%), 7 hari (79,85%), 9 hari (77,69%) dan 11 hari (78,60%).


(26)

Fermentasi pada keasaman (pH) 4,5 menghasilkan konsentrasi bioetanol yang tertinggi. Hal ini terjadi karena pada keasaman 4,5 adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas fermentasinya juga meningkat, serta berpengaruh pada pembentukan produk samping, dimana pada keasaman tinggi konsentrasi gliserol meningkat. Sedangkan pada keasaman dibawah 4,5 aktifitas enzim akan terhambat sehingga kemampuan mikroba untuk mengurai gula menjadi bioetanol semakin rendah (Chairul dan Sivia, 2013).

Menurut Putra dan Amran (2009), saccharomycess cereviseae dapat tumbuh baik pada range 3 - 6, namun apabila pH lebih kecil dari 3 maka proses fermentasi akan berkurang kecepatannya derajat keasaman (pH) yang paling optimum pada 4,3 - 4,7. Pada pH yang lebih tinggi, adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas fermentasinya juga meningkat, tetapi ternyata pengaruh juga pada pembentukan produk samping sebagai contoh pada keasaman tinggi, konsentrasi gliserin meningkat juga.

Kondisi yang baik selama fermentasi adalah kondisi yang tertutup atau lebih cendrung anaerob dengan dibatasi oleh udara yang tersedia sedikit ± 10% volume yaitu dari sisa rongga ruang fermentasi dalam tangki. Sehingga dalam proses fermentasi oksigen hanya dibutuhkan sedikit (Hadi dkk, 2013).

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Bioetanol

Bioetanol adalah senyawa alkohol dengan gugus hidroksil (OH), dua atom karbon (C), dengan rumus kimia C2H5OH yang dibuat dengan cara fermentasi

gula menggunakan khamir. Rumus kimia pada saat fermentasi adalah sebagai berikut.

C

6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2……….………...…….(2.1)


(27)

Senyawa tersebut juga dapat diperoleh dengan cara sintetik berbahan etilena (CH2=CH2), yang lebih sering disebut etanol saja. Tahap pertama, etilena

direaksikan dengan asam sulfat (H2SO4) dalam sebuah reaktor berbentuk kolom

untuk menghasilkan senyawa monosulfat. Rumus kimia secara sintetik adalah sebagai berikut.

CH2 = CH2 + H2SO4→ CH3CH2OSO3H ……….(2.2)

Tahap kedua, senyawa monosulfat dihidrolisis sehingga gugusnya terpisah dan masing-masing bereaksi dengan molekul H+ dan OH- . Senyawa yang dihasilkan dari tahap ke-2 ialah etanol dan sulfat, sehingga perlu dimurnikan. Proses dari reaksi kimia adalah sebagai berikut.

CH3CH2OSO3H + H2O → CH3CH2OH + H2SO4……….……(2.3)

Pemurnian etanol dari asam sulfat dilakukan dari kolom stripper sebagai tahap ke-3 yang kemudian diikuti dengan daur ulang asam sulfat. Sementara itu, etanol dengan bahan baku gula disebut bioetanol karena gula berasal dari sumber-sumber hayati (Megawati, 2015).Selain mengetahui cara pembuatannya, beberapa sifat – sifat fisika dan kimia yang juga harus diketahui untuk merancang pabrik bioetanol. Table 2.1 memuat sifat – sifat fisik dan kimia ethanol.

Tabel 2.1 Sifat Fisika-Kimia Etanol

Properties Nilai

Rumus molekul C2H5OH

Bobot molekul (g/mol) 46,7

Warna Bening

Bobot jenis (g/L) 789

Titik didih (oC) 78,5

Titik beku (oC) -117

Titik nyala (oC) 12,8

Tekanan uap mmHg 50 pada 38 oC

Nilai kalor 21,09 – 29,80

Kalor spesifik (kcal/kg oC) 60

Keasaman 15,9

Viskositas (mPa.s) 1,2 pada 25 oC

Indeks bias 1,36 pada 25 oC

Angka Oktan 99


(28)

Etanol (sering disebut etil-alkohol atau alkohol), adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun, bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi, industri makanan, minuman dan juga sebagai bahan bakar. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memiliki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum.

Bioetanol dapat diperoleh dari semua jenis tanaman atau bahan hayati yang mengandung gula atau pati. Bioetanol awalnya dibuat dari gula dan pati yang diperoleh dari tebu, jagung, singkong, dan lain – lain. Gula dari berbagai tanaman ini dapat langsung difermentasi oleh khamir menjadi etanol. Etanol berbahan gula ini selain disebut fermentation ethanol juga disebut bioetanol generasi pertama, yang berarti, etanol dari sumber hayati yang ditemukan orang pertama kali (Megawati, 2015). Seiring kebutuhan energi yang meningkat hadirlah bioetanol generasi kedua, ketiga, dan keempat. Bioetanol tiap generasinya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi semua orang berlomba-lomba melakukan penelitian untuk mengetahui prospek pembuatan biotanol yang lebih menguntungkan dan efisien.

Untuk bioetanol generasi kedua, ketiga, dan keempat ini lebih sulit dan lebih panjang pengolahannya untuk menjadi etanol. Bioetanol jenis kedua merupakan bioetanol yang bahan bakunya menggunakan tanaman yang berlignoselulosa yaitu, mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Bioetanol dari selulosa yang sering juga disebut cellulosic ethanol dalam rangkaian proses pembuatannya juga ada tahap fermentasi, tetapi harus melalui proses pretreatment terlebih dahulu dikarenakan tidak dapat secara langsung dilakukan proses difermentasi. Sampai sekarang belum ditemukan mikroorganisme yang dapat melakukan fermentasi secara langsung polimer gula berbentuk selulosa tersebut menjadi etanol yang lebih ekonomis dan efisien.

Menurut Megawati (2015), etanol generasi kedua telah diproduksi di beberapa negara dan telah digunakan sebagai bahan bakar cair. Telah hadir juga


(29)

etanol generasi berikutnya, yang berasal dari mikroalga dan tanaman gulma (enceng gondok dan ganggang). Etanol ini masih dalam tahap penelitian dan belum diproduksi, jadi kehadiran etanol generasi ketiga dan keempat akan menunggu temuan – temuan yang dapat diaplikasikan sampai pada skala industri.

2.2.2. Prospek Nira Di Indonesia

Nira merupakan hasil penyadapan dari suatu tanaman berjenis palma. Nira dapat diperoleh dari pohon aren, lontar (siwalan), kelapa, nipah dan lain-lain. Pohon aren (Arenga pinnata Merr) merupakan tanaman penghasil nira yang bernilai ekonomis tinggi. Pohon aren akan mencapai tingkat kematangannya pada umur 6-12 tahun, kondisi penyadapan terbaik pada umur 8-19 tahun saat keluarnya mayang. Kualitas nira yang baik adalah kandungan sukrosanya tinggi yaitu sekitar 9-16% dengan tingkat rendemen gula sekitar 15-20%. Nira diperoleh dari tandan bunga jantan yang terletak diujung batang, tandan yang terletak pada ruas batang yang rendah menghasilkan nira dalam jumlah yang seikit sedangkan tandan bunga betina menghasilkan nira yang kadar serat tinggi. Dalam waktu 24 jam setiap tandannya dapat menghasilkan 10-30 liter nira yang dapat menghasilkan 1-3 kg gula aren. Sedangkan hasil samping seperti ijuk, lidi, daun dan produk olahan (cuka, alkohol) dapat dikembangkan sesuai dengan potensi tanaman dan dikaitkan dengan permintaan. Potensi tanaman nira aren di Indonesia cukup besar, hal ini didukung oleh letak geografis yang mempengaruhi iklim di Indonesia memiliki curah hujan yang relatife tinggi. Aren tumbuh pada daerah-daerah dengan curah hujan relatife tinggi dan merata sepanjang tahun seperti di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Papua. Sentra tanaman aren meliputi 14 provinsi dengan perkiraan total areal seluas 60.482 ha (PPPP, 2009).

Menurut Rismawati (2012), aren merupakan tanaman serba guna yang mempunyai potesi besar dalam bahan substitusi pembuat gula maupun bioetanol, namun sampai saat ini pohon aren yang tumbuh di Indonesia sebagian besar


(30)

merupakan pohon yang umumnya tumbuh secara liar. Aren (Arenga pinnata Merr) merupakan salah satu keluarga palma yang serbaguna, dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter di atas permukaan laut. Tanaman aren juga menghasilkan biomas di atas tanah yang sangat besar satu hingga 2 ton/pohon, sehingga dapat berperan penting dalam CO2sequestration.

Budidaya tanaman aren yang baik, jumlah tanaman aren setiap hektarnya rata-rata mampu sampai156 pohon. Jika yang berproduksi 50% dari populasi tanaman, maka produksi nira sebesar 210.600 liter/ha/tahun. Dengan asumsi, apabila produksi aren per pohon disadap pagi dan sore hari. Setiap tahun disadap 3-5 tangkai bunga selama 9 bulan menghasilkan nira rata-rata 2.700 liter/ha/tahun. Rata-rata setiap 10 liter nira dapat menghasilkan 3,5 liter etanol. Dengan luar areal aren 60.482 ha maka, apabila yang berproduksi baik diasumsikan 30.000 ha maka potensi etanol aren yang dihasilkan adalah 2.211.300 kilo liter/tahun (PPPP, 2009).

Selain dari pohon aren, nira dapat diperoleh dari pohon siwalan atau lontar (Borassus Flabellifer), adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di berbagai daerah tanaman ini dikenal dengan nama-nama lain seperti ental (Sunda, Jawa, Bali), juntal (Sumbawa), tala (sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), manggita atau manggitu (Sumba), tua (Timor Leste) dan lain-lain. Nira siwalan (legen) adalah cairan yang disadap dari bunga pohon siwalan. Cairan ini mengandung gula antara 10-15%. Nira dapat diolah menjadi minuman ringan, minuman beralkohol, sirup, gula aren dan nata de arenga (Setiawan, 2011). Klasifikasi tanaman siwalan ditunjukkan tabel 2.2.


(31)

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanaman Siwalan

Sumber : Setiawan, 2011

Nira siwalan memiliki banyak manfaat. Selain dapat dijadikan minuman, sirup, dan gula semut nira siwalan juga dapat dijadikan bioetanol karena mengandung gula yang tinggi. Kandungan senyawa yang terdapat pada nira siwalan ditunjukka pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Nira Siwalan

Komponen Jumlah

Total gula (g/100 cc) 10,93

Gula reduksi (g/100 cc) 0,96

Protein (g/100 cc) 0,35

Nitrogen (g/100 cc) 0,056

pH (g/100 cc) 6,7-6,9

Specific gravity 1,07

Mineral sebagai abu (g/100 cc) 0,54

Kalsium (g/100 cc) Sedikit

Fosfor (g/100 cc) 0,14

Besi (g/100 cc) 0,4

Vitamin C (mg/100 cc) 13,25

Vitamin B1 (IU) 3,9

Vitamin B komplek Diabaikan

Sumber : Setiawan, 2011

Kingdom Plantae

Divisio Magnoliophyta

Kelas Liliopsida

Ordo Arecales

Famili Arecaceae

Genus Borassus


(32)

Selain pohon aren dan pohon lontar, pohon kelapa juga dapat menghasilkan nira. Di sektor perkebunan, nira kelapa adalah sumber bioetanol yang prospektif. Tanaman kelapa sebagai tanaman penghasil bahan bakar nabati, potensinya lebih baik dibandingkan jenis tanaman perkebunan lainnya terutama penggunaan minyak murninya sebagai pengganti minyak tanah dengan memanfaatkan kompor bertekanan yang sesuai. Menurut Prastowo (2007), bagian lainnya yaitu nira dapat dijadikan bahan pembuatan bioetanol. Walaupun kadar energinya berbeda, tetapi bagian tanaman tersebut berpotensi sebagai sumber energi alternatif.

Hampir semua bagian dari tanaman kelapa dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam kegunaan antara lain sebagai makanan, minuman, perabotan, hiasan dan bahan bakar. Indonesia adalah negara produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Prastowo (2007), area pertanaman kelapa di Indonesia saat ini sekitar 3,8 juta ha. Dari luas area kelapa di Indonesia tersebut, terlihat bahwa sebenarnya kelapa adalah komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, salah satunya nira kelapa yang memiliki potensi yang besar selain digunakan untuk produk pangan seperti gula merah, gula semut, dan lain-lain, tapi juga dapat dikembangkan sebagai salah satu penganekaragaman produk non pangan yaitu penggunaannya sebagai bahan bakar nabati. Potensi produksi nira kelapa adalah 360.000 hingga 720.000 liter/tahun/ha. Karena nira kelapa memiliki sifat sangat cepat terfementasi sehingga kurang menguntungkan untuk diolah menjadi gula merah. Kondisi ini menambah besarnya kesempatan pemanfaatan nira kelapa untuk keperluan lain yaitu sebagai sumber BBN (Bahan Bakar Nabati).

Potensi ekosistem hutan mangrove Indonesia yang memiliki pulau dan pantai dengan wilayah pesisir terluas di dunia. Tanaman mangrove jenis nipah juga dapat menghasilkan nira. Ekosistem mangrove jenis nipah dimungkinkan untuk dapat dijadikan sumber bahan baku energi hijau potensial berpola pengelolaan konservasi lingkungan dan bernilai ekonomis. Ekosistem hutan mangrove nipah memiliki fungsi sebagai proteksi kawasan pesisir pantai, penahan


(33)

angin, gelombang dan tsunami, intrusi air asin, sumber oksigen, penyerap CO2

dan nursery ground sekaligus memiliki nilai sebagai sumber bahan baku energy hijau bioetanol. Tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) selama ini tumbuh liar di sekitar hutan mangrove di pesisir pantai maupun sungai. Tanaman Nipah tumbuh subur di hutan daerah pasang surut (hutan mangrove) dan daerah rawa-rawa atau muara-muara sungai yang berair payau. Di Indonesia, luas daerah tanaman nipah adalah 10% atau 700.000 ha dari luas daerah pasang surut sebesar 7 juta ha (Hadi, dkk, 2013). Penyebaran tanaman nipah meliputi wilayah kepulauan Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua. Hasil hutan non kayu dari mangrove nipah berupa nira yaitu cairan manis hasil sadapan tandan dapat difermentasi menjadi bioetanol sebagai sumber energi hijau. Menurut Hadi, dkk (2013), Potensi produksi bioetanol dari hutan mangrove nipah seluas 1 a yang disesuaikan dengan karakteristik hasil penelitian menunjukkan produksi tertinggi sebesar 13.179,43 liter/Ha/tahun dan terendah adalah sebesar 2.744,17 liter/Ha/tahun sehingga produksi rata-rata adalah 7.962,80 liter/Ha/tahun.

Nira merupakan cairan manis yang terdapat di dalam bunga tanaman aren, lontar, kelapa, dan nipah yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan cara penyadapan. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan nira aren dan nira kelapa untuk pembuatan gula merah dan gula semut, selain itu dapat digunakan sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang dibuat sirup. Adapun nira yang biasa dideras dari berbagai jenis palma (Arenga pinnata, Borassus flabellifer, Cocos nucifera and Nypa fruticans) kandungan total sugarnya berkisar 10-20%. Apabila pohon penghasil nira dibudidayakan dengan baik, akan sangat potensial dimanfaatkan untuk pembuatan etanol (Putra dan Amran, 2009).

2.2.3. Fermentasi

Fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerob. Menurut Chairul dan silvia (2013), fermentasi untuk menghasilkan bioetanol oleh ragi merupakan perubahan gula-gula heksosa sederhana menjadi bioetanol dan CO2. Fermentasi


(34)

mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Fermentasi merupakan proses yang relatif murah pada hakekatnya telah lama digunakan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa dikonsumsi menusia sampai sekarang seperti tape, tempe, oncom, dan lain-lain. Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Fermentasi untuk menghasilkan bioetanol oleh ragi merupakan perubahan gula-gula heksosa sederhana menjadi bioetanol dan CO2 secara anaerob, udara

tidak diperlukan selama proses fermentasi. Menurut Hadi, dkk (2013), pada proses fermentasi terjadi pemecahan senyawa induk dimana 1 molekul glukosa akan menghasilkan 2 molekul bioetanol, 2 molekul CO2 dan pembebasan energi.).

Rumus reaksi sebagai berikut. Yeast

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2……….…….(2.4)

Glukosa Bioetanol Karbon dioksida

Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.

Fermentasi etanol merupakan proses pembuatan etanol dengan memanfaatkan aktivitas yeast. Proses fermentasi adalah anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi etanol, tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel. Reaksinya adalah sebagai berikut.


(35)

a. Pemecahan glukosa dalam suasana aerob C

6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + H2O ……….…….(2.6)

b. Pemecahan glukosa secara anaerob C

6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2……….…..(2.7)

Proses pemecahan glukosa dengan bantuan yeast termasuk salah satu proses enzimatik karena yeast ini menghasilkan enzime dan secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

C

6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP + 57kCal………..…(2.8)

Bila biakan yang digunakan terlalu muda atau waktu inkubasi terlalu singkat, ada kemungkinan biakan tersebut masih dalam fase adaptasi, sehingga pertumbuhan belum optimal, tetapi apabila waktu inkubasi terlalu lama kemungkinan biakan telah mencapai fase stasioner, oleh karena itu biakan yang paling baik berada pada fase log yaitu fase pertumbuhan yang paling optimal (Putra dan Amran, 2009).

Saccharomyces merupakan genus khamir atau ragi atau yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2.

Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, dan termasuk kelompok eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30 oC dan keasaman 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi. Pertumbuhan saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea atau ZA, unsur ammonium dan pepton, unsur mineral dan vitamin. Golongan genus saccharomyces yaitu saccharomyces cerevisiae, saccharomyces boullardii,


(36)

dan saccharomyces uvarum (Setiawan, 2011). Klasifikasi saccharomyces ditunjukkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Klasifikasi Saccharomycess

Sumber : Setiawan, 2011

Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba yang bersifat fakultatif, ini berarti mikroba tersebut memiliki dua mekanisme dalam mendapatkan energinya. Jika ada udara, tenaga di peroleh dari respirasi aerob dan jika tidak ada udara tenaga di peroleh dari respirasi anaerob. Tenaga yang diperoleh dari respirasi aerob digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga praktis tidak ada kenaikan jumlah alkohol. Saccharomyses cerevisiae merupakan yeast yang mengandung dua enzim. Pertama enzim inverte yang bertindak sebagai katalisator dan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa atau gula sederhana. Kemudian enzim yang kedua adalah enzim zymase yang bertindak mengubah glukosa atau gula sederhana menjadi etanol dan CO2.

Ditinjau dari segi efisiensi penggunaan tenaga, ternyata kondisi aerob memberikan suasana lebih menguntungkan dalam usaha memperbanyak jumlah yeast dibandingkan kondisi anaerob namun pada kondisi anaerob lebih banyak menghasilkan etanol dari pada kondisi aerob. Dalam fermentasi alkohol, mikroba yang dipakai adalah saccharomyces cerevisiae karena mempunyai daya fermentasi yang tinggi. Saccharomyces cerevisiae mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa dan mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang relatif tinggi serta tahan terhadap mikroba lain.

Kingdom Plantae

Divisio Magnoliophyta

Kelas Liliopsida

Ordo Arecales


(37)

Syarat-syarat yeast yang dapat dipakai dalam proses fermentasi adalah:

1. Mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat dalam substrat yang sesuai

2. Dapat menghasilkan enzim dengan cepat untuk mengubah glukosa menjadi alkohol

3. Mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktosa, dan maltose

4. Mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang relatif tinggi 5. Tahan terhadap mikroba lain

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi 1. Kadar gula

Bahan dengan konsentrasi gula tinggi mempunyai efek negatif pada yeast, baik pada pertumbuhan maupun aktivitas fermentasinya. Kadar glukosa yang baik berkisar 10 - 18%. Apabila terlalu pekat, aktivitas enzim akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lambat disamping itu terdapat sisa gula yang tidak dapat terpakai dan jika terlalu encer maka hasilnya berkadar alkohol rendah (Putra dan Amran, 2009). Kadar gula pada setiap nira dipengaruhi oleh jenis tanaman. Selain jenis tanaman mempengaruhi kadar gula pada air nira, cuaca, dan perawatan pohon juga akan mempengaruhi kualitas dan kandungan kadar gula. 2. Nutrisi

Nutrisi diperlukan sebagai tambahan makanan bagi pertumbuhan yeast. Nutrisi yang diperlukan misalnya : garam ammonium (NH

4CL), (NH2)2CO atau

urea, NH4H2PO4 atau NPK, dan garam phosphate (pupuk TSP). Menurut

penelitian yang dilakukan Chairul dan Sivia, (2013) pemberian nutrisi urea 0,4 gr/l dan NPK 0,5 g/l.


(38)

3. Temperatur

Suhu fermentasi secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Untuk pertumbuhan, mikroba cocok pada suhu kamar sekitar 25 – 27 oC. Hal ini jika suhu tidak diperhatikan secara tidak langsung akan mempengaruhi etanol yang dihasilkan karena adanya penguapan. Seperti proses biologis (enzimatik) yang lain, kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan suhu yang optimum umumnya 27 – 32 oC. Pada 27 oC etanol hilang menguap 0,83%, pada 32 oC sebesar 1,66%. Saccharomycess cereviseae mempunyai temperatur maksimal sekitar 40 - 50 oC dengan temperatur minimum 0 oC. Pada interval 15-30 oC fermentasi mengikuti pola bahwa semakin tinggi suhu, fermentasi makin cepat berlangsung (Putra dan Amran,2009).

4. Nilai Derajat Keasaman (pH)

Saccharomycess cereviseae dapat tumbuh baik pada keasaman (pH) 3 - 6, namun apabila keasaman lebih kecil dari 3 maka proses fermentasi akan berkurang kecepatannya. Derajat keasaman (pH) paling optimum pada keasaman 4,3 - 4,7. Pada keasaman yang lebih tinggi, adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas fermentasinya juga meningkat, tetapi ternyata pengaruh juga pada pembentukan produk samping sebagai contoh, pada pH tinggi, konsentrasi gliserin meningkat juga (Putra dan Amran,2009). Sementara menurut penelitian Chairul dan Silvia (2013), kondisi optimum dari fermentasi nira nipah pada skala 50 liter adalah pada keasaman 4,5 dan waktu fermentasi 36 jam.

5. Aerasi

Oksigen diperlukan pada saat pertumbuhan yeast tetapi dalam proses menghasilkan bioetanol tidak diperlukan, karena proses fermentasi etanol bersifat anaerob. Jika udara terlalu banyak maka mikroba hanya bekerja untuk memperbanyak jumlah sel atau mikroba tersebut sehingga produksi etanol sedikit. Oksigen yang dibutuhkan untuk menghasilkan etanol maksimal adalah sebanyak 10% keadaan anaerob dari volum tangki fermentor yang digunakan untuk


(39)

fermentasi. Kondisi yang baik selama fermentasi adalah kondisi yang tertutup atau lebih cendrung anaerob dengan dibatasi oleh udara yang tersedia sedikit ± 10% volume yaitu dari sisa rongga ruang tangki fermentor (Hadi dkk, 2013).

6. Waktu

Waktu fermentasi pada tiap bahan berbeda-beda tergantung kadar gula, suhu, dan faktor-faktor lain. Menurut Hadi, dkk (2013) rata-rata waktu fermentasi adalah antara 75,3 - 78 jam atau sekitar 3 hari. Tiap masing masing fermentasi membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah kadar gula bahan itu sendiri. Selain kadar gula nutrisi yang diberikan juga berpengaruh, karena banyaknya nutrisi berpengaruh pada kineerja mikroba dalam mengurai gula menjadi bioetanol. dan tahap ke-4 proses dehidrasi mencapai kadar kadar etanol 100 %.

2.2.4. Pengertian Distilasi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Dalam arti yang lebih sederhana distilasi adalah metode pemisahan zat cair berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4.


(40)

Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar. Dia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).

Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dan lain-lain. Udara didistilasi menjadi komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Distilasi telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling.

2.2.4.1. Jenis - Jenis Distilasi

Ada beberapa macam jenis alat distilasi yaitu distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan distilasi vakum. Jenis – jenis alat distilasi dijelaskan sebagai berikut :

1. Distilasi Sederhana

Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan


(41)

campuran air dan alkohol. Rangkaian distilasi sederhana ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alat Distilasi Sederhana 2. Distilasi Fraksionisasi

Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam minyak mentah. Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya. 3. Distilasi Uap

Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan


(42)

senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan. Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam campuran dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.

4. Distilasi Vakum

Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem distilasi.

2.2.4.2. Proses Distilasi Bioetanol

Pada penelitian ini proses distilasi bioetanol menggunakan alat distilasi sederhana. Etanol atau etil alkohol merupakan senyawa kimia yang memiliki titik didih pada suhu 70 - 78 oC. Untuk memisahkan atau memurnikan etanol yang bercampur dengan air (etanol proses fermentasi), maka dipanaskan pada suhu sekitar 78 oC. Alasan diberikannya suhu 78 oC atau maksimal 80 oC adalah agar air tidak terbawa dan ikut menguap bersamaan etanol. Menurut Komaryati dan Gusmailina (2010), proses distilasi dipertahankan pada suhu sekitar 79 - 81 oC


(43)

dikarenakan pada suhu tersebut bioetanol sudah menguap namun air tidak ikut menguap. Uap distilasi dialirkan menuju kondensor untuk pendinginan, sehingga uap bioetanol akan menjadi cair. Uap cair tersebut kemudian ditampung pada sebuah wadah destilat. Pada distilasi tahap pertama. Biasanya kadar bioetanol masih dibawah 95% sehingga untuk mendapatkan kadar bioetanol lebih tinggi perlu dilakukan proses berikutnya.

Berdasarkan hasil penelitian Marjoni (2014), pada suhu 71 oC dengan waktu destilasi selama 4 dan 5 jam mempunyai pengaruh nyata terhadap kadar etanol destilat. Hal ini disebabkan karena titik didih etanol yang berada pada suhu antara 70–78oC. Pada suhu 78oC etanol telah lebih dulu menguap dari air. Etanol yang menguap pada suhu ini lebih banyak dari fase cair lain yang terlarut di dalam larutan fermentasi yang sedang didestilasi. Peningkatan waktu destilasi pada suhu 71 oC ikut meningkatkan kadar etanol destilat. Sedangkan peningkatan suhu destilasi cendrung menurunkan kadar etanol destilat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah air yang ikut menguap dengan jumlah tidak sebanding lagi dengan jumlah etanol yang diuapkan. Peningkatan suhu menjadi 85oC membuat kadar etanol destilat yang dihasilkan semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu destilasi, karena semakin banyak fase cair lain selain etanol yang ikut teruapkan pada saat proses destilasi berlangsung.


(44)

3.1. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir merupakan penggambaran secara singkat dari suatu proses. Diagram alir dibuat untuk memudahkan dalam memahami suatu proses. Untuk memperjelas tahapan-tahapan pembuatan bioetanol yang akan di lakukan di buat diagram alir proses pembuatan bioetanol yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

TIDAK

YA Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan

Mengukur dan Menimbang Bahan Sesuai Ukuran

Mulai

A

Apakah Sampel Telah Sesuai Metode

Membuat Sampel Sesuai Metode Penelitian


(45)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2. Perencanaan Penelitian

Fermentasi dilakukan pada suhu kamar yaitu antara 25 – 27 o

C . Jumlah metode yang digunakan dalam penelitian pembuatan bioetanol ini adalah dua metode fermentasi dimana untuk setiap metodenya terdiri dari empat sampel. Jadi pada penelitian pembuatan bioetanol ini terdiri atas delapan sampel. Metode pertama adalah variasi terhadap jumlah yeast yang diberikan (0,5 ; 1 ; 1,5 ; dan 2) gram dengan volume fermentasi 250 ml dan keasaman awal diatur 4,5. Pemberian nutrisi urea sebanyak 0,1 g/250 ml dan NPK 0,125 g/250 ml untuk semua sapel. Metode kedua adalah variasi terhadap waktu fermentasi ( 24, 48, 72, dan 96 ) jam

Pengukuran Kadar Etanol Pengukuran

Volume Etanol

A

Fermentasi

Distilasi

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(46)

dengan volume fermentasi 250 ml dan keasaman awal diatur 4,5 dengan banyaknya ragi yang diberikan berdasarkan hasil terbaik untuk metode pertama . Setelah dilakukan fermentasi maka langkah selanjutnya dilakukan pemurnian dengan cara distilasi pada suhu 78 oC . Distilasi ini bertujuan untuk mendapatkan volume dan kadar etanol yang lebih tinggi. Langkah terakhir adalah dilakukannya pengujian volume dan kadar etanol hasil distilasi.

3.3. Alat Penelitian

Dalam penelitian pembuatan bioetanol ini perlu adanya alat untuk mendukung proses penelitian yang dilakukan. Adapun peralatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Brix Refractometer

Brix refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar gula pada nira siwalan. Brix Refractometer dengan merk ATC memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan alat ini adalah alatnya yang berukuran sedang dan portable, sehingga dapat dibawa dan digunakan disemua tempat. Selain itu sampel yang dibutuhkan juga sedikit kurang lebih 1 ml. Namun kelemahan alat ini tidak dapat mengukur kadar gula lebih dari 30 persen. Brix Refractometer ditunjukkan pada gambar 3.2.


(47)

2. Alat pH Meter Digital

Alat pH meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar keasaman (pH) pada nira siwalan. Kadar keasaman sangat mempengaruhi dalam proses fermentasi, untuk itu keasaman harus diukur dengan pasti. Alat pH meter digital dengan merk ATC memiliki kelebihan yaitu nilai terukur dapat ditunjukkan dengan angka, sehingga lebih mudah dalam pembacaan pengukuran. Selain itu alat ini yang simpel, sehingga mudah dibawa dan digunakan di semua tempat. Alat pH meter digital merk ATC ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 pH Meter Digital 3. Termometer

Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengetahui berapa suhu cairan nira siwalan ataupun untuk menjaga suhu saat fermentasi dan distilasi. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil fermentasi ataupun distilasi. Termometer ditunjukkan pada gambar 3.4.


(48)

Gambar 3.4 Termometer 4. Timbangan Digital

Neraca merupakan alat yang digunakan untuk mengukur massa yeast dan nutrisi (Urea dan NPK) yang harus diberikan pada proses fermentasi. Timbangan digital merk Mettler Tolledo memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan alat ini nilai terukur ditunjukkan dengan anggka digital, sehingga mudah dalam pembacaan. Timbangan digital dapat ditunjukkan pada gambar 3.5.


(49)

5. Refraktometer Alkohol

Refraktometer alkohol merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar alkohol yang telah dilakukan distilasi. Refraktometer alkohol dengan merk ATC ini memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan alat ini antara lain, alatnya yang berukuran sedang dan portable sehingga dapat dibawa dan digunakan disemua tempat. Selain itu sampel yang dibutuhkan juga sedikit kurang lebih 1 ml. Namun kelemahan alat ini tidak dapat mengukur kadar alkohol sebelum dilakukan distilasi. Berikut gambar dari alkohol meter ditunjukkan pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Refraktometer Alkohol 6. Fermentor

Fermentor adalah alat yang digunakan untuk proses fermentasi. Fermentor menggunakan gelas minuman merk saparella dengan volume 300 ml. Dipilihnya botol ini sebagai fermentor karena botol terbuat dari kaca dan penutup dari seng, sehingga mampu terhadap tekanan CO2. Dengan demikian alat ini tidak akan

pecah sat fermentasi berlangsung lama. Selain itu dipilih volume 300 ml karena sampel fermentasi yang digunakan adalah 250 ml dengan penambahan starter 5-20 ml, sehingga volume botol terisi adalah 270 ml. Ruang botol 30 ml yang tersisa adalah sebagai udara untuk pernafasan yeast selama fermentasi berlangsung. Fermentor ditunjukkan pada gambar 3.7.


(50)

Gamabar 3.7 Fermentor 7. Satu Unit Alat Distilasi

Alat distilasi adalah alat yang digunakan untuk proses pemurnian alkohol hasil fermentasi. Alat ini dirancang sebagai alat distilasi sederhana untuk satu tingkat atau tahap distilasi. Berikut alat distilasi ditunjukkan pada gambar 3.8.


(51)

8. Alat Pengaduk

Alat pengaduk merupakan alat yang digunakan untuk mengaduk cairan nira selama pembuatan starter. Tujuan dari pengadukan ini adalah agar yeast dapat tercampur rata dengan nira siwalan, sehingga pertumbuhan mikroba dapat maksimal. Berikut alat pengaduk ditunjukkan pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Pengaduk 9. Aluminum Foil

Dalam penelitian ini, alumunium foil dapat digunakan sebagai pembungkus atau penutup botol fermentor saat proses fermentasi ataupun sebagai pembungkus hal lainnya. Aluminum foil didapat dari toko kue Intisari Yogyakarta. Aluminum foil ditunjukkan pada gambar 3.10.


(52)

10. Gelas Ukur

Gelas ukur merupakan alat yang digunakan untuk mengukur volume nira, volum starter ataupun volume etanol yang telah dihasilkan melalui proses distilasi. Gelas ukur yang digunakan adalah gelas ukur kapasitas 25 ml merek Herma dan gelar ukur kapasitas 50 ml merek Pirex. Gelas ukur merk Herma ataupun Pirex didapat dari peminjaman dari Laboratorium Agrobioteknologi UMY. Gelas ukur dapat ditunjukkan pada gambar 3.11.

Gambar 3.11 Gelas Ukur 11. Erlenmeyer

Labu enlemeyer merupakan alat yang digunakan sebagai tempat pembuatan starter. Labu erlenmeyer yang digunakan adalah labu erlenmeyer kapasitas 250 ml merek Herma. Labu erlenmeyer merk Herma didapat dari membeli di toko Alfa Kimia. Berikut adalah gambar dari labu erlenmeyer ditunjukkan pada gambar 3.12.


(53)

Gambar 3.12 Erlenmeyer 12. Jerigen

Jerigen digunakan sebagai tempat nira siwalan pada saat pengambilan pada petani nira. Jerigen yang digunakan adalah jerigen kapasitas 10 liter. Jerigen ditunjukkan pada gambar 3.13.


(54)

13. Autoclave

Autoclave adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi nira siwalan, sehingga mikroba liar yang terdapat pada nira dapat mati. Sterilisasi diatur suhu pemanasan 121 oC pada tekanan 1 atm selama 15 menit. Dengan matinya mikroba liar maka kinerja yeast akan lebih maksimal untuk memproduksi etanol. Autoclave ditunjukkan pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Autoclave

14. Pipet

Pipet adalah alat yang digunakan untuk mengambil sampel saat akan diukur kadar gula nira siwalan ataupun kadar etanol hasil distilasi. Pipet didapat dari pembelian alat refraktometer. Pipet ditunjukkan pada gambar 3.15.


(55)

Gambar 3.15 Pipet 15. Alat Tulis

Alat tulis merupakan alat yang digunakan untuk melakukan pencatatan ataupun keperluan lainnya. Alat tulis yang digunakan diantaranya sepidol, bolpoin, ataupun alat sejenisnya. Berikut gambar dari alat pencatat ditunjukkan pada gambar 3.16.

Gambar 3.16 Alat Pencatat 16. Stopwatch

Stopwatch merupakan alat yang digunakan untuk mengukur waktu saat sterilisasi didalam autoclave, pengadukan cairan selama pembuatan starter, dan pencatat waktu saat fermentasi ataupun proses distilasi. Stopwacth yang digunakan adalah merk Lasebo. Stopwatch dapat ditunjukkan pada gambar 3.17.


(56)

Gambar 3.17 Stopwatch 17. Kamera atau Alat Dokumentasi

Kamera digunakan untuk mengambil gambar atau dokumentasi selama proses penelitian. Pengambilan gambar dilakukan menggunakan kamera handphone dikarenakan memiliki lensa yang kecil sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan gambar pada lensa refraktometer yang relative kecil.

3.4. Bahan Penelitian

Adapun bahan yang diperlukan dan dipersiapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Nira Siwalan

Nira siwalan digunakan sebagai substrat bahan pokok pembuatan bioetanol. Kandungan gula yang terdapat pada nira ini nantinya dilakukan fermentasi kemudian dilakukan distilasi untuk pemurnian sehingga didapat kandungan kadar bioetanol yang lebih tinggi. Setelah dilakukan pengujian kadar gula menggunakan refraktometer alkohol, nira siwalan dari kabupaten pati memiliki kandungan gula 12% brix. Pada setiap sampel menggunakan nira sebanyak 250 ml untuk dilakukan fermentasi. Nira siwalan diambil dari


(57)

Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Nira siwalan ditunjukkan pada gambar 3.18.

Gambar 3.18 Nira Siwalan 2. HCL

HCL atau bahan sejenis lainnya adalah bahan yang digunakan dalam pengontrolan kadar keasaman (pH) pada fermentasi yaitu sebagai penurun keasaman. HCL yang digunakan memiliki kandungan 0,1 N. Pengaturan keasaman dilakukan dengan penambahan HCL sedikit demi sedikit kemudian diaduk dan dilakukan pengujian keasaman sampai keasaman substrat sudah sesuai yang diinginkan. HCL merupakan produk PT. Segara Husada Mandiri – Jakarta yang didapat dari toko alfa kimia - Yogyakarta. HCL dapat ditunjukkan pada gambar 3.19.


(58)

Gambar 3.19 HCL 3. Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium Hidroksida berfungsi sebagai pengontrolan kadar pH, namun pengontrolan yang dimakud yaitu menambah atau memperbesar kadar pH karena NaOH bersifat basa. NaOH ditambahkan sedikit demi sedikit sampai kadar keasaman yang diinginkan telah terpenuhi. NaOH didapat dari toko Alfa Kimia - Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya NaOH ditunjukkan pada gambar 3.20.


(59)

4. Yeast atau Ragi Fermentasi

Yeast atau ragi adalah jenis mikroba yang berperan mengubah gula menjadi etanol pada saat fermentasi. Dalam fermentasi ini menggunakan saccharomyces cerevisiae dikarenakan mikroba jenis ini (saccharomyces cerevisiae) mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktose, maltose dan mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang relatif tinggi serta tahan terhadap mikroba lain. Yeast saccharomyces cerevisiae ditunjukkan pada gambar 3.21.

Gambar 3.21 YeastSaccharomyces Cerevisiae 5. Urea

Urea atau bahan sejenis merupakan bahan pendukung yang bertindak sebagai nutrisi atau makanan bagi mikroba yang terdapat pada saccharomyces cerevisiae. Urea yang diberikan sebanyak 0,1 gram untuk sampel fermentasi sebanyak 250 ml. Jadi komposisi yang tepat akan memberikan kinerja mikroba akan maksimal dan nantinya didapat kadar bioetanol yang tinggi. Urea ditunjukkan pada gambar 3.22.


(60)

Gambar 3.22 Urea 6. NPK

NPK atau bahan sejenis merupakan bahan pendukung yang bertindak sebagai nutrisi atau makanan bagi mikroba yang terdapat pada saccharomyces cerevisiae. NPK yang diberikan sebanyak 0,125 gram untuk sampel fermentasi sebanyak 250 ml. NPK ditunjukkan pada gambar 3.23.


(1)

8

menggunakan gelas ukur. Data rata-rata volume

etanol ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3 Data Pengukuran Volume Etanol

Dari semua data hasil pengujian volume etanol pada tabel 3 dapat dijelaskan pada grafik gambar 6.

Gambar 6 Grafik Jumlah Yeast Terhadap Volume Eanol

Dari grafik gambar 4.7 terlihat bahwa volume etanol mengalami penurunan seiring jumlah

yeast yang semakin banyak. Dari grafik gambar 6 terlihat bahwa volume etanol tertinggi untuk variasi yeast 0,5 gram. Yeast 0,5 gram pada jam ke-48 masih ada penguraian gula menjadi etanol. Dengan demikian, waktu perombakan etanol menjadi asam organik paling sedikit yaitu kurang lebih 24 jam. Berbeda dengan fermentasi yang menggunakan ragi 1 gram hingga 2 gram. Semakin banyak ragi yang digunakan maka semakin cepat waktu fermentasi, sehingga waktu sisa hingga jam ke-72 semakin lama. Dengan demikian kadar etanol akan semakin banyak yang terkonversi menjadi asam organik, sehingga volume etanol yang dihasilkan semakin sedikit. Untuk mendapatkan volume etanol optimal harus diketahui waktu yang tepat antara fermentasi dan distilasi. Dari pengamatan data dapat disimpulkan bahwa jumlah yeast optimal adalah

0,5 gram dengan menghasilkan etanol sebanyak 7,63 ml.

4) Pengukuran Kadar Etanol

Pengujian kadar etanol bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kandungan etanol yang dihasilkan. Pengujian kadar etanol dilakukan menggunakan alat refraktometer alkohol merk ATC. Cara pengukuran kadar etanol dengan mengambil sampel kemudian meneteskan pada bagian prism. Untuk melihat nilai terukur dilakukan pengamatan pada

eyepiece. Data rata-rata pengukuran kadar etanol ditunjukkan pada tabel 4.

Dari semua data hasil pengujian volume etanol pada tabel 4 dapat dijelaskan pada grafik gambar 7.

Gambar 8 Grafik Variasi Jumlah Yeast

Terhadap Kadar Etanol

Dari grafik gambar 7 terlihat bahwa kadar etanol terbaik pada variasi ragi 0,5 gram. Untuk waktu fermentasi 72 jam, variasi ragi 0,5 gram kadar etanol yang terkonversi menjadi asam organik paling sedikit dibandingkan yang lainnya. Grafik menunjukkan semakin banyak jumlah yeast maka kadar etanol semakin turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak yeast, maka waktu fermentasi hingga titik maksimum semakin cepat. Semakin cepatnya waktu fermentasi maka, waktu terkonfersinya etanol

7.63 7.5 7.15 7.017

1 2 3 4 5 6 7 8

0.5 1 1.5 2

V o lum e E ta no l D ist il a si (m l)

Jumlah Yeast

(g)

Volume Etanol

52.7 51.7 49.33 48.33

0 10 20 30 40 50 60

0.5 1 1.5 2

K a da r E ta no D ist il a si (% ) Jumlah Yeast (g) Kadar Etanol

Jumlah yeast

(g)

Volume Etanol (ml)

0,5 7,630

1,0 7,500

1,5 7,150

2,0 7,017

Jumlah yeast

(g)

Kadar Etanol (%)

0,5 52,70

1,0 51,70

1,5 49,33


(2)

9

menjadi asam organik semakin lama sehingga

kadar etanol semakin turun. Hal ini sesuai dengan penelitian Chairul dan Silvia (2013), adanya penurunan konsentrasi bioetanol disebabkan karena bioetanol yang dihasilkan terkonversi menjadi asam-asam organik seperti asam asetat, asam cuka, dan ester. Dari data pengamatan dapat disimpulkan bahwa jumlah

yeast optimal adalah 0,5 gram dengan kadar etanol sebesar 52,7 persen.

b. Metode Fermentasi Variasi Waktu

Pada metode fermentasi variasi waktu, banyaknya yeast yang digunakan berdasarkan yeast optimal pada metode pertama (variasi jumlah yeast). Parameter yang dilkukan sama seperti metode pertama, yaitu :

1) Pengukuran Gula

Data Pengukuran gula yang telah dilakukan disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Pengukuran Gula

Keterangan :

Sampel (A) : Sampel distilasi dengan fermentasi 24 jam yeast 0,5 gram Sampel (B) : Sampel distilasi dengan fermentasi 48 jam yeast 0,5 gram Sampel (C) : Sampel distilasi dengan fermentasi 72 jam yeast 0,5 gram Sampel (D) : Sampel distilasi dengan fermentasi 96 jam yeast 0,5 gram

Dari semua data hasil pengukuran gula pada tabel gambar 5 dapat dijelaskan pada grafik gambar 8.

Gambar 8 Grafik Variasi Waktu Fermentasi Terhadap Gula Dari grafik gambar 8 menunjukkan bahwa gula

turun secara drastis hingga jam ke-24 dengan gula sisa 5,7%. Penurunan mulai melambat hingga jam ke-48 dengan gula sisa 5,0%.

Setelah jam ke-48 gula tidak mengalami penurunan, ini menunjukan bahwa penguraian gula menjadi etanol yang dilakukan mikroba telah berhenti karena telah mencapai titip 12

8.33 5.7

5.23 5 5 5 5 5

4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 12 24 36 48 60 72 84 96

K

ad

ar

G

u

la

(B

ri

x %

)

Waktu Fermentasi (Jam)

A B C D

Nama Sampel

GULA PADA FERMENTASI WAKTU TERTENTU (%)

0 Jam 12 Jam 24 Jam 36

Jam 48 Jam

60 Jam

72

Jam 84 Jam 96 Jam

A 12,00 8,80 5,70

B 12,00 8,43 5,70 5,33 5,00

C 12,00 8,66 5,70 5,23 5,00 5,00 5,00


(3)

10

optimal. Tidak adanya penurunan gula

diakibatkan karena aktifitas berhenti karena substrat dan nutrisi yang dibutuhkan mikroba telah habis. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyudi (1997), dengan bertambahnya waktu fermentasi maka aktifitas khamir berkurang sesuai dengan berkurangnya subtrat dan nutrient

yang tersedia. Dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka semakin

banyak penguraian gula menjadi etanol, namun hingga fermentasi telah mencapai titik optimum.

2) Pengukuran Keasaman (pH)

Pengukuran keasaman sama seperti yang dilakukan pada metode pertama, yaitu setiap 12 jam sekali. Data pengukuran derajat keasaman ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 6 Data Derajat Pengukuran Keasaman (pH)

Nama Sampel

DERAJAT KEASAMAN PADA FERMENTASI WAKTU TERTENTU

0 12 24 36 48 60 72 84 96

A 4,50 4,10 4,10

B 4,50 4,10 4,10 4,10 4,10

C 4,50 4,06 4,06 4,10 4,10 4,17 4,17

D 4,50 4,06 4,06 4,10 4,10 4,17 4,17 4,17 4,13

Dari semua data hasil pengukuran keasaman (pH) pada tabel gambar 6 dijelaskan pada grafik gambar 9.

Gambar 9 Grafik Hubungan Variasi Waktu Fermentasi Terhadap Derajat Keasaman (pH) Dari grafik gambar 9 terlihat bahwa derajat

keasaman (pH) mengalami penurunan paling tinggi pada jam ke-12 yaitu dari 4,50 turun menjadi 4,10. Penurunan pH dimungkinkan karena banyaknya produksi CO2. Seiring waktu, pH ada sedikit kenaikan kemudian diakhiri penurunan pada fermentasi jam ke 96. Penurunan pH setelah jam ke-84dimungkinkan

karena adanya etanol yang terkonversi menjadi asam-asam organik.

3) Pengukuran Volume Etanol

Pengukuran volume etanol dilakukan setelah dilakukan proses distilasi. Setiap sampel yang berbeda didapatkan volume etanol yang berbeda pula. Data pengukuran volume etanol ditunjukkan pada tabel 7.

4.5

4.1 4.1 4.5

4.06 4.06 4.1 4.1

4.17 4.17 4.17 4.13 4

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5

0 12 24 36 48 60 72 84 96

Dera

ja

t

K

e

a

sa

man

( pH)

Waktu Fermentasi

(Jam)

A B C D


(4)

11

Tabel 7 Data Pengukuran Volume Etanol

Dari semua data hasil pengukuran volume etanol pada tabel gambar 7 dapat dijelaskan pada grafik gambar 10.

Gambar 10 Grafik Variasi Waktu Fermentasi Terhadap Volume Etanol

Dari grafik gambar 10 menunjukkan bahwa volume tertinggi yang diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam sebesar 6,33 ml. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu fermentasi 48 jam adalah waktu optimum untuk fermentasi. Semakin banyak penguraian gula menjadi etanol, maka akan didapatkan olume etanol yang didapatkan akan optimal. Untuk penurunan volume etanol dipengaruhi oleh adanya etanol yang telah terkonversi menjadi asam - asam organik sehingga volumenya mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan penelitian Chairul dan Silvia (2013), adanya penurunan konsentrasi bioetanol disebabkan karena bioetanol yang dihasilkan terkonversi menjadi asam – asam organik seperti asam asetat, asam cuka, dan ester. Dari data pengukuran dapat disimpulkan bahwa waktu optimum fermentasi adalah 48 jam dengan volume etanol 6,33 ml.

4) Pengukuran Kadar Etanol

Pengukuran kadar etanol dilakukan dengan tujuan mengetahui waktu optimal untuk mendapatkan kadar etanol yang dihasilkan. Data pengukuran kadar etanol ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8 Pengukuran Kadar Etanol

Dari semua data hasil pengukuran Kadar pada tabel gambar 7dapat dijelaskan pada grafik gambar 11.

Gambar 11 Grafik Hubungan Pengaruh Variasi Waktu Terhadap Kadar Etanol

Dari grafik gambar 4.17 menunjukkan bahwa fermentasi 24 jam menghasilkan kadar etanol 50,33% kemudian kadar mengalami kenaikan pada fermentasi di 48 jam sebesar 51,33% persen. Kadar etanol mengalami penurunan pada jam fermentasi 72 jam sebesar 49,33% dan diakhiri kadar sebesar 46,67% pada fermentasi akhir (96 jam). Pada waktu fermentasi 24 jam penguraian gula menjadi etanol belum maksimal, hal ini menyebabkan kadar etanol belum maksimal. Untuk jam ke-48 memiliki kadar etanol yang lebih tinggi dibanding yang

5.13

6.33 6.17 6

0 1 2 3 4 5 6 7

24 48 72 96

V

o

lum

e

E

ta

no

l

D

ist

il

a

si

(m

l)

Waktu Fermentasi (Jam)

Volume Etanol

50.33 51.33 49.33 46.67

0 10 20 30 40 50 60

24 48 72 96

K

adar

E

tanol

(%)

Waktu Fermentasi (Jam)

Kadar Etanol

Nama Sampel Volume Etanol

(ml)

A 5,13

B 6,33

C 6,17

D 6,00

Nama Sampel Kadar Etanol

(%)

A 50,33

B 51,33

C 49,33


(5)

12

lainnya dikarenakan penguraian gula menjadi

etanol sudah maksimal. Kadar etanol akan menurun seiring penguraian etanol menjadi asam-asam organik yaitu untuk fermentasi 72 - 96 jam. Dari data pengamatan dapat disimpulkan bahwa waktu optimum fermentasi adalah 48 jam dengan kadar etanol yang dihasilkan 51,33 %.

4. Kesimpulan

Dari penelitian, analisa, dan pembahasan data yang telah dilakukan pada pengaruh variasi konsentrasi jumlah yeast dan variasi waktu eksperimental pembuatan bioetanol kemudian dilakukan beberapa pengujian, yaitu pengujian kadar gula, derajat keasaman (pH), volume etanol, dan kadar etanol maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Jumlah yeast optimal untuk menghasilkan

volume dan kadar etanol tertinggi pada jumlah yeast 0,5 gram sebanyak 7,63 ml dan kadar etanol 52, 7%.

b. Waktu fermentasi optimal untuk

menghasilkan volume dan kadar etanol tertinggi pada waktu fermentasi 48 jam sebanyak 6,33 ml dan kadar etanol 51,33%. Kadar etanol yang didapatkan belum memenuhi sebagai bahan bakar kendaraan.

5. Saran

a. Untuk mendapatkan volume dan kadar etanol optimal harus dilakukan pengamatan tentang fermentasi optimal yang ditandainya penurunan gula telah terhenti. Pada waktu ini harus segera dilakukan distilasi, karena jika tidak segera dilakukan distilasi maka akan terjadi penurunan kadar etanol. Penurunan kadar etanol disebabkan karena adanya penguraian etanol menjadi asam – asam organik.

b. Pada penelitian ini diketahui gula sisa yang tidak tereduksi menjadi etanol masih cukup tinggi yaitu 4,8 – 5,0 brix %. Hal ini dimungkinka karena telah habisnya nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba. Oleh sebab

itu untuk penelitian selanjutnya nutrisi yang diberikan lebih banyak lagi dengan harapan gula dapat tereduksi menjadi etanol keseluruhan. Bila perlu dilakukan penelitian mengenai komposisi jumlah nutrisi yang tepat.

c. Untuk memudahkan dan menjaga suhu distilasi agar lebih setabil, disarankan alat distilasi dilengkapi thermostat.

d. Kadar etanol yang dihasilkan belum memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bakar, untuk itu perlu adanya proses pemurnian lanjut seperti adsobsi dan dehidrasi.

Dftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Nira Aren Sebagai Bahan Baku Bioetanol: Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Chairul dan Silvia R N. 2013. Pembuatan Bioetanol Dari Nira Nipah Menggunakan Sacharomyces Cereviceae: Pekanbaru. Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau. Hadi, Sopyan. dkk. 2013. Karakteristik Dan

Potensi Bioetanol Dari Nira Nipah Untuk Penerapan Skala Teknologi Tepat Guna:

Pekanbaru. Program Studi Ilmu

Lingkungan PPS Universitas Riau.

Komarayati, Sri dan Gusmailina. 2010. Prospek Bioetanol sebagai pengganti Minyak Tanah: Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Marjoni, M H. 2014. Pemurnian Etanol Hasil

Fermentasi Kulit Umbi Singkong Dari Limbah Industri Kerupuk Sanjai: Bukittinggi. Akademi Farmasi Dwi Farma Bukittinggi.

Megawati. 2015. Bioetanol Generasi Kedua: Yogyakarta. Graha Ilmu.

Nurdyastuti, Indyah. 2016. Produksi Proses


(6)

13

https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id

&q=indyah+nurdyastuti&btnG=, diakses 27 april 2016.

Populasi jumlah penduduk 2015.

http://ilmupengetahuanumum.com/10- negara-dengan-jumlah-penduduk-populasi-terbanyak-di-dunia/, diakses 4 Mei 2016. Prastowo, Bambang. 2007. Potensi Sektor

Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi Terbarukan. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Vol. 6 No. 2 / Desember 2007, halm. 84 – 92.

Pudjoarianto. 1998. Pemanfaatan Lontar (Borassus Flabellifer L.) Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III, Bali. Hlm.90-94.

Putra, Agustinus E dan Amran . 2009.

Pembuatan Bioetanol Dari Nira Siwalan Secara Fermentasi Fase Cair Menggunakan Fermipan: Semarang. Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro.

Rasyid, Rismawati. 2012. Pengaruh

Penambahan Kapur Dan Arang Aktif Pada Konversi Arak Dari Aren Menjadi Bioetanol: Makasar. Jurusan Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia.

Wahyudi. 1997. Produksi Alkohol Oleh Saccharomyces Ellipsoideus dengan Tetes Tebu (Molase) Sebagai Bahan Baku Utama: Bogor. Fakultas Teknologo Pertanian Institut Pertanian Bogor.