Identifikasi Keragaman Gen Dgat1 Dan Scd Serta Asosiasinya Terhadap Kualitas Karkas Pada Sapi Bali

IDENTIFIKASI KERAGAMAN
DGAT1 DAN SCD SERTA
PERNYATAANGEN
MENGE
ASOSIASINYA TERHADAP KUALITAS KARKAS
PADA SAPI BALI

ALWIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Keragaman
Gen DGAT1 dan SCD serta Asosiasinya terhadap Kualitas Karkas pada Sapi Bali
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Alwiyah
NIM D151150326

RINGKASAN
ALWIYAH. Identifikasi Keragaman Gen DGAT1 dan SCD serta Asosiasinya
terhadap Kualitas Karkas pada Sapi Bali. Dibimbing oleh JAKARIA dan HENNY
NURAINI.
Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia yang telah diakui oleh FAO
sebagai salah satu bangsa sapi di dunia. Sapi bali memiliki potensi yang belum
dimanfaatkan dengan baik khususnya ke arah kualitas karkas yang baik. Perlu
dilakukan upaya perbaikan secara genetik kearah kuaitas karkas dengan
menggunakan pendekatan molekuler atau Marker Assisted Selection (MAS). Gen
yang dapat digunakan sebagai marker sifat kualitas karkas adalah gen

Diacylglycerol Acyltransferase 1 (DGAT) dan Stearoyl-CoA desaturase (SCD).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman gen DGAT1
dan SCD pada sapi bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali dengan
menggunakan metode sekuensing, menentukan SNP pada fragmen target gen
DGAT1 dan SCD dan menganalisis asosiasi antara SNP (genotipe) yang
didapatkan dengan data sifat-sifat kualitas karkas.
Jumlah sampel sapi bali adalah 48 ekor terdiri atas jantan 24 ekor dan
betina 24 ekor berasal dari BPTU-HMT Sapi Bali di provinsi Bali. Amplifikasi
gen DGAT1 menggunakan primer forward 5’- CACCATCCTCTTCCTCAAG-3’
dan reverse 5’- GGAAGCGCTTTCGGATG-3’, SCD menggunakan primer
forward 5’-ACCTGGTGTCCTGTTGTTGTGCTTC-3’ dan
reverse 5’GATGACCCTACTCTTCTATTTATGC-3’. Keragaman gen DGAT1 dan SCD
diidentifikasi dengan metode direct sequencing. Sifat kualitas daging yaitu tebal
longissimus dorsi (TLD), tebal lemak punggung (TLP), tebal lemak rump (TLR),
tebal rump (TR), marbling score (MS), dan persentase lemak intramuskular
(PLIM) di koleksi menggunakan Veterinary Ultrasound Scanner. Frekuensi alel
dan genotipe dihitung dengan GENEPOP (V3.2) untuk mengetahui apakah
polmorfisme gen DGAT1 dan SCD dalam keseimbangan Hardy-Weinberg.
Asosasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) gen SCD terhadap kualitas
daging dianalisis dengan pendekatan General Linier Model (GLM).

Hasil analisis ditemukan gen DGAT1 pada SNP c.10433G>A dan
c.10434C>A disapi bali bersifat monomorfik. 8 SNP yaitu 5 SNP monomorfik
(c.10153A>G, c.10318C>A, c.10329C>T, g.10394G>A, g.10486A>C) dan 3
polimorfik (g.10360G>A, g.10428C>T, g.10487G>A) berada dalam
keseimbangan H-W. Gen SCD Ditemukan berasosiasi nyata (PT terhadap sifat marbling score dan persentase lemak intramuskular.
Berdasarkan hasil tersebut SNP g.10428C>T dapat dijadikan sebagai kandidat
marker assisted selection (MAS).
Kata kunci: Sapi Bali, Gen DGAT1, Gen SCD, SNP

SUMMARY
ALWIYAH. Identification Polymorphism of DGAT1 gene and SCD gene and
Their Association with Carcass Quality in Bali Cattle. Supervised by JAKARIA
and HENNY NURAINI.
Bali cattle as Indonesian native cattle has admited by FAO as a breed in the
world. Potency of bali cattle didn’t utilized optimally expecially in carcass quality.
Needs to be done an effort to improve genetically at carcass quality by adopting
molecular or marker assisted selection ( MAS ). A gene that can used as marker of
carcass quality are diacylglycerol acyltransferase 1 ( DGAT1) and stearoyl-coa
desaturase (SCD) genes. The purpose of this study was to obtain the
polymorphisms of the DAGT1 and SCD gene and their associations with carcass

quality traits in Bali cattle.
The number of samples used were 48 heads of cattle consisted of 24 bulls
and 24 cows from BPTU-HMT Bali cattle in the province of Bali. The DGAT1
gene forward primer 5’- CACCATCCTCTTCCTCAAG-3’ and reverse 5’GGAAGCGCTTTCGGATG-3’, SCD gene has been amplified using forward
primer 5’-ACC CCT TGG TGT GTG GTT GTT CTT C-3 ‘and reverses primer
5'-CCT GAC GAT ACT ATG TTT CTA CTT C-3'. The polymorphisms of the
DGAT1 and SCD gene were identified by direct sequencing method. Carcass
quality traits such as thick of longissimus dorsi (TLD), thick of backfat (TBF),
thick of fat rump (TFR), thick of rump (TR), marbling score (MS), and the
percentage of intramuscular fat (PIMF) were analyzed using the Veterinary
Ultrasound Scanner. To determine Hardy-Weinberg equilibrium status, both
Allele and genotype frequencies were analyzed using GENEPOP program (V3.2).
Association of the DGAT1 and SCD genes SNP and carcass quality traits was
analyzed by GLM.
This result showed that there were DGAT1 gene have found SNP there are
c.10433G>A and c.10434C>A in Bali cattle is monomorphic, and in SCD gene 5
monomorphic SNPs (c.10153A>G, c.10318C>A, c.10329C>T, g.10394G>A,
g.10486A>C) and 3 polymorphic SNPs (g.10360G>A, g.10428C>T, g.
10487G>A) were in HW equilibrium. Association anslysis showed that
g.10428C>T SNP significantly affected marbling score (MS) and percentage of

intramuscular fat (PIMF) (PT SNP of
the SCD gene may be used as a candidate marker to select meat quality traits in
Bali cattle.
Keywords: bali cattle, DGAT1 gene, SCD gene, SNP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN DGAT1 DAN SCD SERTA
ASOSIASINYA TERHADAP KUALITAS KARKAS
PADA SAPI BALI


ALWIYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Chalid Talib, MS

Penguji pada Ujian Tertutup:

Dr Ir Drajat Martianto, MS

Penguji pada Ujian Terbuka:


Prof Dr Ir Marimin, MS

Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2015 sampai Januari 2016 berjudul Identifikasi
Keragaman Gen DGAT1dan SCD serta Asosiasinya Terhadap Sifat Kualitas Karkas
pada Sapi Bali. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini tidak
dapat berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Terima
kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Dr Jakaria, SPt MSi dan Dr Ir Henny
Nuraini, MSi selaku komisi pembimbing atas curahan waktu, bimbingan dan dorongan
semangatnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Chalid Talib, MS
selaku penguji luar komisi atas segala masukannya untuk perbaikan tesis ini.
Kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua Program Studi ITP dan seluruh staf di

sekretariat Pasca ITP, penulis menghaturkan terimakasih atas pelayanan administrasi yang
diberikan selama penulis menempuh studi. Kepada teman-teman di Program Studi ITP
angkatan 2014 dan ITP 2015 terima kasih atas kebersamaannya.
Penulis sampaikan terima kasih kepada kawan satu tim penelitian Himmatul
Khasanah, SPt MSi dan Nurul Pratiwi SPt atas segala bimbingan dan motivasinya.
Kepada Shelvi, SSi, Komang Alit P, SPt MSi, Isyana Khaerunnisa, SPt, Ahmad
Furqon, SPt, Muhsinin, SPt, Rindang L Suhita, SPt MSi, Uswatun Hasanah, SPt dan
teman teman ABGSci atas segala dukungan dan kebersamaannya di Laboratorium
Genetika Molekuler Ternak.. Kepada yang terkhusus Aulia Rahmad Hasyim, SPt.
penulis sampaikan terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, dan motivasi yang diberikan.
Ungkapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua Anis
Hamzah Alhiyed dan Sofiah Alatas, Kakak tercinta Fatimahtuzahro, Paman terbaik
Kadzim Salim Alhiyed (Alm), serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dukungan
serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Semoga penulis dapat menjadi
sumber kebahagiaan bagi kedua orang tua dan keluarga. Terimakasih juga kepada
Yayasan Rabbithah Alawiyah atas doa dan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Penyusun

Alwiyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 METODE
Lokasi dan waktu
Materi
Prosedur

3
3
3
4


3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA
Homologi dan Deteksi Mutasi
Keragaman Gen
Heterozigositas
Sifat Perdagingan pada Sapi Bali
Asosiasi Gen SCD terhadap Sifat Perdagingan

7
7
8
11
14
15
17

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

18
18
18

5 DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Primer gen DGAT1 dan SCD
Frekuensi genotipe dan alel gen DGAT1 ekson 8
Frekuensi Alel gen DGAT1 pada Berbagai Sapi di Dunia
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel gen SCD pada Sapi Bali
Frekuensi Alel gen SCD ekson 5 pada Berbagai Sapi di Dunia
Nilai Heterozigositas dan hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg
Karakteristik sifat perdagingan pada sapi bali
Asosiasi SNP gen SCD intron 5 terhadap sifat perdagingan sapi Bali

3
11
12
13
14
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Posisi penempelan primer pada Gen DGAT1 (383 bp)
Posisi penempelan primer pada Gen SCD (569 bp)
Padang Pemeliharaan sapi bali di BPTU-HMT Sapi Bali
Ilustrasi USG otot longissimus dorsi
Hasil amplifikasi gen DGAT1 dan SCD pada sapi bali

Perunutan sekuen gen DGAT1 sapi bali dengan GenBank
AJ318490
Perunutan sekuen gen SCD sapi bali dengan GenBank
AY241932
Citra USG sapi Bali

3
4
5
5
8
9
10
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Sekuen gen DGAT1
Sekuen gen SCD

24
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan daging sapi di Indonesia mengalami peningkatan setiap
tahunnya, namun produksi daging nasional masih defisit, sehingga hal tersebut
dicukupi melalui impor. Pasokan impor daging sapi di Indonesia mencapai 48 085
ton (BPS 2014). Peningkatan jumlah daging tersebut harus diimbangi dengan
peningkatan kualitas daging. Salah satu hal yang digunakan untuk menentukan
kualitas daging adalah marbling. Marbling merupakan komposisi lemak yang
terdapat di intramuskular (Soeparno 2005). Peningkatan kualitas daging sebaiknya
dilakukan pada ternak asli dan lokal Indonesia, salah satunya sapi bali.
Sapi bali (Bos javanicus) sebagai ternak asli Indonesia hasil domestikasi
banteng (Bibos banteng) (Purwantara 2012) merupakan sumberdaya genetik
ternak yang tidak ternilai harganya dan telah diakui oleh FAO sebagai salah satu
bangsa sapi di dunia (DGLS 2003). Sapi bali memiliki beberapa keunggulan yaitu
mampu beradaptasi terhadap lingkungan marjinal dan memiliki daya reproduksi
yang tinggi terutama pada kondisi pakan yang buruk (Talib 2002). Di berbagai
lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi bali memperlihatkan kemampuannya
untuk berkembang biak dengan baik yang disebabkan beberapa keunggulan yang
dimiliki sapi Bali. Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi lain yaitu memiliki
persentase karkas yang tinggi (48-52%) (Ismail et al.2014), daya mengikat air
66.2% (Dewitri et al. 2015), susut masak 19-28%, keempukan 3-3.5 kg/cm2 dan
memiliki komposisi kimia daging berupa kadar protein 17-21% (Eko dan
Subandriyo 2004).
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya genetik ternak
sapi bali adalah dengan melakukan seleksi untuk memperoleh karakteristik
genetik yang terdapat pada sapi bali seperti kualitas karkas yang bermutu baik.
Seleksi yang biasa digunakan pada umumnya mengacu pada sifat fenotipik saja.
Namun perlu dilakukan seleksi secara genetik dengan memanfaatkan Marker
Assisted Selection (MAS). Pendekatan dengan MAS ini dapat dilakukan dengan
menggunakan gen untuk kualitas karkas seperti gen SREBP (Barton et al. 2010),
DGAT1 (Karolyid et al. 2012) dan SCD (Ohsaki et al. 2009). Penelitian
sebelumnya telah dilakukan kajian mengenai gen DGAT1 menggunakan teknik
Polymorphism Chain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphism
(PCR-RFLP) pada sapi simmental (Karolyi et al. 2011) dan gen SCD pada sapi
Jappanese Black (Ohsaki et al 2009).
Gen Diacylglycerol Acyltransferase 1 (DGAT) pada ternak sapi berada
berada di kromosom 14 dan merupakan gen yang mengkode enzim mikrosomal
DGAT1 untuk tahapan akhir sintesis trigliserida ( Xin Li et al. 2013). Asam
amino lisin / alanin yang tersubstitusi ( K232A ) pada gen DGAT1 telah terbukti
berasosiasi dengan kandungan lemak susu (Grisart et al. 2002). Gen DGAT1
terbukti berasosiasi dengan marbling pada daging (Xin Li et al. 2013). Gen
Stearoyl-CoA desaturase (SCD) pada ternak berada di kromosom nomer 26
merupakan gen yang mengendalikan perubahan asam lemak jenuh menjadi asam
lemak tidak jenuh.Menurut Taniguchi et al. (2004) gen SCD berasosiasi dengan

2

komposis asam lemak pada daging, deposit IMF (Wu et al. 2012) dan warna
daging (Reardon et al. 2010).
Informasi keragaman genetik yang berkaitan dengan gen-gen yang
mengontrol kualitas karkas pada sapi bali masih belum banyak dilakukan. Oleh
karena itu keragaman gen DGAT1 dan SCD pada sapi bali perlu dilakukan
dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) direct
sequencing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar yang
dapat dimanfaatkan untuk program pemuliaan dan pelestarian sapi bali.
Perumusan Masalah
Sapi bali merupakan salah satu satu sumber daya genetik ternak asli
Indonesia yang memiliki beberapa keunggulan salah satunya adalah memiliki
kualitas karkas yang cukup baik. Perhatian terhadap kualitas karkas pada sapi bali
masih rendah. Namun di sisi lain permintaan akan daging berkualitas meningkat
setiap tahunnya. Pendekatan molekuler berupa seleksi diharapkan dapat berperan
dalam memberikan informasi genetik mengenai sapi bali khususnya mengenai
kualitas karkas seperti gen DGAT1 dan gen SCD masih sangat terbatas. Oleh
sebab itu, untuk memperoleh informasi genetik terhadap gen-gen tersebut menjadi
sangat penting untuk dilakukan pada bangsa sapi bali.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen DGAT1
dan SCD pada sapi bali di Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali dengan
menggunakan metode sekuensing. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah
menentukan SNP pada fragmen target gen DGAT1 dan SCD. Dan untuk
mengasosiasikan antara SNP (genotipe) yang didapatkan dengan data sifat-sifat
kualitas karkas.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan Sebagai Informasi dasar
mengenai keragaman gen DGAT1 dan SCD pada sapi Bali. Selain itu diharapkan
gen yag digunakan dapat menjadi kandidat MAS untuk sifat kualitas karkas.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi pemeliharaan sapi bali pada kondisi lingkungan dan
manajemen yang sama. Kemudian tahapan selanjutnya adalah analisis fenotipik
berupa sifat kualitas karkas, identifikasi keragaman gen DGAT1 dan SCD pada 48
ekor sapi bali yang berasal dari BPTU-HMT sapi bali provinsi Bali. Keragaman
gen tersebut dianalisis menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
kemudian dianalisis menggunakan teknik sequencing. Asosiasi antara gen DGAT
dan SCD dengan kualitas karkas dianalisis menggunakan pendekatan General
Liniear Model (GLM).

3

2 METODE
Lokasi dan waktu
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak,
Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Pembibitan
Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali. Penelitian akan berlangsung dari bulan
September 2015 hingga Januari 2016.
Materi
Ternak
Sampel darah sapi bali yang akan digunakan adalah 48 ekor yang berasal
dari BPTU-HMT sapi bali di provinsi Bali dengan rataan umur 12-15 bulan
dengan jumlah jantan dan betina masing-masing 24 ekor. Sedangkan untuk
analisis asosiasi ternak sapi bali yang digunakan sebanyak 31 ekor, terdiri dari 18
jantan dan 13 betina.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah sampel darah,
RBC lysis buffer, Prot-K, GB buffer, Rnase A, absolute ethanol dan elution
buffer. Bahan yang digunakan untuk PCR, elektroforesis adalah sampel DNA
hasil ekstraksi, premix PCR master mix (PROMEGA Green Master Mix), primer
forward, primer reverse, dan destilation water (DW), produk PCR, serbuk
agarosa, 0.5 x Tris-Borat EDTA (TBE), Ethidium Bromide (EtBr), loading dye
(0.01% Xylene Cyanol, 0.01% Bromthymol blue dan 50% gliserol), marker 100
pb.
Bahan yang digunakan untuk analisis sekuensing adalah produk PCR dan
primer fragmen gen DGAT1 dan SCD pada Gambar 1 dan Gambar 2. Primer yang
digunakan untuk mengamplifikasi gen-gen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Primer gen DGAT1 dan SCD
Gen
DGAT1

SCD

Kromosom
14

26

Sekuen (5’-3’) Forward-Reverse
CACCATCCTCTTCCTCAAG
GGAAGCGCTTTCGGATG

Pustaka
Karolyi et
(2012)

al.

ACCTGGTGTCCTGTTGTTGTGCTTC
GATGACCCTACTCTTCTATTTATGC

Ohsaki
(2009)

et

al.

4

Gambar 1 Posisi penempelan primer pada Gen DGAT1 (383 pb)

Gambar 2 Posisi penempelan primer pada Gen SCD (569 pb)
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi DNA dan PCR adalah tabung
eppendorf 1.5 mL, satu set mikro pipet, tip pipet, vortex, inkubator, rotary mixer,
microsentrifuge, refrigerator, freezer, mesin PCR ESCO dan Eppendorf, tabung
PCR 0.2 ml, dan 0.5 ml. Alat yang digunakan dalam prosedur elektroforesis
adalah satu set geltray, magnetic stirrer, microwave, power supply electrophoresis
100 volt, dan UV Transiluminator. Pengukuran menggunakan alat ultrasonografi
model Veterinary Ultrasound Scanner tipe WED-3000V.

Prosedur
Pemeliharaan Ternak
Sapi Bali yang digunakan untuk penelitian ini dipelihara terlebih dahulu di
dalam pedok yang sama di BPTU-HMT provinsi Bali (Gambar 3). Pakan yang
diberikan berupa pakan hijauan jenis Pennisetum purpureum dan Phaspalum
notatum 10% dari bobot badan serta konsentrat dengan jumlah 1% dari bobot
badan.

5

Gambar 3 Padang pemeliharaan sapi bali di BPTU-HMT Sapi Bali
Pengukuran Karakteristik Karkas
Tebal Longissimus dorsi dan Rump diukur menggunakan alat
ultrasonografi model Veterinary Ultrasound Scanner tipe WED-3000V dengan
rekuensi 6.5 Hz dan kedalaman 130 mm untuk mengetahui kualitas karkas.
Pencitraan tebal lemak punggung dan tebal otot Longissimus dorsi dilakukan pada
posisi tulang rusuk ke 12, dua pertiga dari medial ke sisi lateral (Gambar 4) (Ulum
et al.2014) dan pengukuran tebal otot rump diantara tulang ischium dan illium
(Silva et al. 2012). Data hasil pencitraan disimpan dalam format JPEG dan
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software Image-J NIH (ImageJ®,
NIH, USA).

Gambar 4 Ilustrasi USG otot longissimus dorsi pada sapi, (a) longitudinal
(horizontal) (b) transversal (vertikal), c = kulit, sc = subkutan, tm =
tebal otot, o = tulang

6

Pengambilan sampel
Pengambilan sampel darah dilakukan dengan jarum venoject pada bagian
vena jugularis. Jarum venoject telah terhubung dengan tabung vacutainer yang
berisi EDTA. Darah yang dibutuhkan sebanyak ± 5 mL dan disimpan dalam suhu
± 4 oC.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan prosedur ekstraksi DNA Kit
Geneaid yang dimodifikasi. Tahap pertama merupakan preparasi sampel yaitu
sampel darah diambil sebanyak 300 µl dalam tabung mikrosentrifuse 1.5 mL dan
ditambahkan larutan RBC lysis sebanyak 900 µl kemudian homogenkan. Setelah
itu diamkan pada suhu ruang selama 10 menit kemudian sentrifuse 3 000 rpm
selama 5 menit dan supernatan dibuang. Sebanyak 100 µl RBC lysis dan 200 µl
GB Buffer ditambahkan kemudian dihomogenkan dengan vortex. Sampel
diinkubasi pada suhu 60 °C selama 10 menit dan dibalik setiap 3 menit. Kemudian
Rnase sebanyak 5 µl ditambahkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5
menit. Sebanyak 200 µl ethanol asolute ditambahkan dan sampel dipindah di GD
coloum kemudian sentrifuse 14 000 rpm selama 5 menit dan collection tube 2
mL dibuang. Sebanyak 400 µL larutan W1 buffer ditambahkan kedalam GD
coloum yang sudah diberi collection tube baru kemudian sentrifue 14 000 rpm
selama 1 menit, buang supernatan dan sentrifuse kembali GD coloum kering.
Setelah itu, pindahkan tabung GD coloum ke tabung mikrosentrifuse 1.5 mL dan
ditambahkan 100 µL pre-heated elution buffer dan diamkan selama 3 menit
kemudian sentrifuse 14 000 rpm selama 3 menit.
Amplifikasi DNA
Fragmen gen DGAT1 dan SCD diamplifikasi dengan teknik PCR. Sampel
DNA hasil ekstraksi sebanyak 1 μL dimasukkan ke dalam tabung PCR, lalu
ditambahkan 49 μL larutan premix. Premix tersusun atas 0.3 μL primer, 23.4 μL
DW, 25 μL Green Master Mix. Campuran ini divortex lalu di sentrifugasi
menggunakan spin down, kemudian diinkubasi dalam thermocycler untuk
diamplifikasi. Kondisi PCR yaitu meliputi pradenaturasi 95 °C 5 menit,
dilanjutkan dengan langkah denaturasi pada 95 °C 10 detik, annealing pada suhu
50 oC selama 20 detik , elongasi pada suhu 72 oC selama 30 detik dan final
elongasi pada suhu 72 oC selama 5 menit. Proses amplifikasi DNA ini dilakukan
hingga 35 siklus. Hasil ekstraksi DNA kemudian di validasi dengan elektroforesis
dengan agarose 1% dan spektrofotometer.
Elektroforesis
Hasil produk PCR DGAT1 dan SCD dielektroforesis menggunakan gel
agarose 1.5%. Gel agarose dibuat menggunakan 0.45 gram agarose ditambahkan
30 ml 0.5x TBE kemudian dipanaskan di dalam microwave selama 3 menit.
Larutan agarose gel dihomogenisasi menggunakan magnetic stirer kemudian
ditambahkan EtBr sebanyak β.5 μl. Larutan agarose tersebut dimasukkan ke
dalam alat pencetak gel dan didiamkan hingga mengeras. Produk PCR sebanyak 5
μl dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel dan marker DNA 100 bp dimasukkan
ke dalam sumur paling kiri. Proses selanjutnya gel dialiri listrik pada tegangan
100 volt selama 30-45 menit. Proses elektroforesis selanjutnya yaitu gel

7

divisualisaikan menggunakan bantuan sinar UV pada mesin UV transiluminator.
Hasil elektroforesis akan menunjukkan pita-pita dengan panjang fragmen DNA
tersebut.
Sekuensing
Sekuensing produk PCR sampel sapi Bali akan dilakukan menggunakan
jasa dari 1st Base di Selangor, Malaysia.

Analisis Data
Data Fenotipik
Data kualitas perdagingan yaitu longissimus dorsi (TLD), tebal lemak
punggung (TLP), tebal lemak rump (TLR), tebal rump (TR), marbling score
(MS), dan persentase lemak intramuskular (PLIM) dianalisis secara deskriptif.
Analisis Sekuensing Gen DGAT1 dan SCD
Analisis dilakukan pada hasil sekuen dengan program BioEdit (Hall 1999),
serta dianalisis menggunakan metode BLAST (www.ncbi.nhl.nih.gov./BLAST)
untuk mengetahui kesamaan dengan gen DGAT1 dan SCD di GenBank.
Keberadaan mutasi atau SNP (Single Nucleotide Polymorphism) pada sekuen
fragmen gen gen DGAT1 dan SCD dianalisis menggunakan program Molecular
Evolutionary Genetic Analysis 6 (MEGA6) (Tamura et al. 2011). Keragaman SNP
gen SCD ditentukan berdasarkan frekuensi alel dan genotipe, keseimbangan
Hardy-Weinberg dianalisis menggunakan GENEPOP (V3.2) (Raymond and Rousset
2001).

Asosiasi Gen DGAT1 dan SCD dengan Sifat Perdagingan
Hubungan antara keragaman gen DGAT1 dan SCD terhadap peubah sifat
kualitas karkas (Longissimus dorsi dan tump) dianalisis dengan menggunakan
metode GLM (General Liniear Model) (SAS Institute Inc.2000) pada umur sapi
yang berbeda. Apabila didapatkan hasil yang berbeda, maka akan dilakukan uji
lanjut LSmeans. Model matematis dirumuskan seperti berikut (Kaps and
Lamberson 2004) :
Yij = µ + αi + j + k + Єijk
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan
µ
= nilai rata umum
αi
= pengaruh genotipe ke-i
=
pengaruh jenis kelamin
j
= pengaruh umur
k
Єijk
= pengaruh galat
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA
Gen DGAT1 ekson 8 dan SCD pada sapi bali menghasilkan panjang
produk PCR yang masing-masing sebesar 383 bp dan 569 pb (Gambar 5).

8

Amplifikasi terhadap dua gen yaitu DGAT1 dan SCD berhasil dilakukan pada
suhu annealing 50 oC selama 20 detik. Kondisi annealing gen DGAT1 ditemukan
berbeda pada penelitian Kong et al. (2007) yaitu 56 oC selama 30 detik,
sedangkan menurut penelitian Wu et al. (2011) suhu annealing gen SCD adalah
65 oC selama 30 detik. Keberhasilan proses amplifikasi kedua gen tersebut sangat
bergantung pada suhu annealing. Suhu annealing adalah suhu optimum untuk
proses penempelan primer sesuai dengan sekuens DNA target yang akan
diperbanyak selama proses PCR. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh
kondisi mesin PCR dan campuran pereaksi PCR. Suhu penempelan primer
(annealing) berkisar antara 36 -72 oC, namun suhu yang biasa digunakan adalah
50 - 60 oC (Muladno 2002). Menurut Pelt-Verkuil et al. (2008) waktu annealing
yang dibutuhkan supaya primer dapat berkomplemen dan menempel dengan
targetnya bergantung pada kapasitas pemanasan mesin thermocycler yang
digunakan, volume campuran PCR serta konsentrasi primer dan gen target. Primer
yang telah menempel pada target selanjutnya mengalami pemanjangan atau
ekstensi pada suhu 72 oC selama 40 detik. Kemudian dilanjutkan dengan ekstensi
akhir pada suhu yang sama selama 5 menit. Tiga tahapan PCR yaitu denaturasi,
annealing, dan ekstensi merupakan tahapan untuk 1 siklus termal. Pada penelitian
ini dilakukan sebanyak 35 siklus.

M

500 bp

400 bp

1

2

3

4

5

6

7

9

M

1

2

600 bp
500 bp
383 bp

3

4

5

6

7

569 bp

Gambar 5 Hasil amplifikasi gen DGAT1 dan SCD pada sapi bali. M = marker DNA 100 bp.

Homologi dan Deteksi Mutasi
Gen Diacylglycerol Acyltransferase 1 (DGAT1)
Sampel hasil sekuensing kemudian diverifikasi melalui perunutan dan
penyetaraan hasil sekuensing Bos taurus dengan nomer akses AJ318490.
Berdasarkan perbandingan tersebut didapatkan hasil bahwa sekuen gen DGAT1
sapi bali mengalami mutasi GA pada basa ke-200 (c.10433) dan CA pada
basa ke-201 (c.10434). Hasil sekuensing gen DGAT1 ditampilkan pada Gambar
6. Namun dalam populasi sapi bali yang diteliti tidak ditemukan perbedaan atau
SNP. Single nucleotide polymorphism (SNP) merupakan perbedaan akibat adanya
subtitusi basa tunggal sehingga terjadi polimorfisme atau keragaman (Kwok dan
Chen 2003). Dari gambar tersebut diketahui bahwa sapi bali memiliki kesamaan
yang cukup tinggi dengan Bos taurus yang memiliki nomer akses GenBank

9

AJ318490. Hasil analisis MEGA.6 menyatakan bahwa SNP DGAT1 pada sapi
bali yang diteliti tidak ditemukan Single nucleotide Polymorphism (SNP).
Berbeda dengan penelitian Kong et al. (2007) pada sapi Korea Ribeca et
al. (2013) ditemukan dua SNP pada ekson dan titik yang sama yaitu c.10433A>G
dan c.10434A>C. Penelitian Karolyi et al.(2012) menyatakan bahwa SNP pada
gen DGAT1 di ekson 8 merupakan substitusi antara basa lisin (K) dengan basa
alanin (A) pada posisi yang sama. Mutasi tersebut dapat dikategorikan sebagai
mutasi non synonimous karena kedua kodon (GCG dan AAG) menyandikan asam
amino yang berbeda yaitu alanin dan lisin. Menurut Grisart et al. (2004) bahwa
adanya polimorfisme dari gen DGAT1 pada sapi Black-and-White HolsteinFriesian terjadi karena adanya mutasi pada daerah nonkonservasi K232A yang
menyebabkan variasi pada deposisi marbling. Menurut Moore et al. (2003) bahwa
deposisi marbling tergantung pada alel yang mengkode alanin dan lisin pada
posisi basa 232 dari gen DGAT1. Keberadaan alel yang mengkode lisin terbukti
berkaitan dengan meningkatnya deposisi marbling daripada keberadaan alel
pengkode alanin (A) yang berhubungan dengan menurunnya deposisi marbling.
Perbedaan SNP tersebut dapat dijadikan penciri sapi pada lokasi tersebut.
Efek adanya pasangan basa substitusi sederhana pada SNP dapat berhubungan
juga dengan sifat atau penyakit tertentu (Schork et al. 2000). SNP yang berada di
wilayah coding (ekson) berdampak langsung pada protein yang terkait SNP di
intron dapat mempengaruhi splicing dan SNP di promoter dapat berpengaruh
terhadap ekspresi gen (Schork et al. 2000).

Gambar 6 Perunutan sekuen gen DGAT1 sapi bali dengan GenBank AJ318490
Gen Stearoyl-CoA desaturase (SCD)
Hasil analisis gen SCD pada sapi bali ditemukan delapan SNP, 3 SNP
berada di ekson 5 yaitu SNP c.10153A>G, SNP c.10318C>A, SNP c.10329C>T

10

bersifat monomorfik dan lima SNP berada di intron 5 yaitu SNP g.10360G>A,
g.10394G>A, g.10428C>T, g.10486A>c dan g.10487G>A (Gambar 7). Febriana
et al. (2015) melaporkan bahwa mutasi yang terjadi di wilayah intron dapat
memengaruhi proses splicing gen, transkripsi, dan translasi.

Gambar 7 Perunutan sekuen gen SCD sapi bali dengan GenBank AY241932

11

Keragaman Gen
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen DGAT1
Frekuensi genotipe gen DGAT1 berdasarkan pada sampel sapi bali yang
digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua genotipe yang ditemukan yaitu
genotipe AA (100%) pada urutan basa ke 201 dan pada urutan basa ke 202
memiliki genotipe AA (100%), sehingga frekuensi alel A pada basa ke-201 dan ke
202 adalah 1.00. Hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel tersebut
menjelaskan bahwa tidak ada alel G pada basa ke-200 dan alel C pada urutan basa
ke-201. Hal ini berarti bahwa tidak ada keragaman yang terjadi pada gen DGAT1
ekson 8 yang terdapat di sapi bali yang diteliti. Gen DGAT1 pada sapi bali yang
diteliti memiliki frekuensi alel G di basa ke-200 dan C di basa ke-200 tertinggi
(1.00) sehingga dapat dikatakan bahwa gen DGAT1 pada sapi bali bersifat
seragam atau monomorfik.
Tabel 2 Frekuensi genotipe dan alel gen DGAT1 ekson 8
Gen DGAT1
Frekuensi Genotipe
Frekuensi alel
c.10433A>G AA (1.00) AG (0.00) GG (0.00)
A (1.00)
G (0.00)
c.10434A>C AA (1.00) AC (0.00) CC (0.00)
A (1.00)
C (0.00)
Mutasi di DGAT1 telah dikonfirmasi bertanggung jawab untuk
peningkatan produksi susu, lemak susu, protein susu, lemak yang terkandung dan
protein yang terkandung di sapi perah (Grisart et al.2004). Menurut Thaller et al.
(2003) gen diacylglycerol O-acyltransferase 1 (DGAT1) merupakan gen yang
digunakan sebagai marker untuk pembentukan lemak intramuscular dan subkutan.
Ribeca et al. (2014) dalam hasil penelitiannya mendapatkan hasil genotipe pada
AA/AA 0.05, AA/GC 0.51 dan GC/GC 0.44, frekuensi alel minornya (AA) yaitu
0.3 dan alel GC 0.70. Karolyi et al.(2011) dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa sapi simmental baik bulls dan heifers memiliki frekuenssi genotipe AA
yaitu 0.00. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa alel A/A pada umumnya
dimiliki oleh bangsa Bos indicus (Winter et al. 2002) dan jika memiliki frekuensi
intermediet maka itu merupakan persilangan dari Bos indicus x Bos taurus (Fortes
et al. 2009). Di beberapa penelitian disebutkan frekuensi alel G/C berasosiasi
dengan langsung dengan rasa yang dihasilkan (Moore et al. 2003).
Adapun fragmen gen DGAT ekson 8 pada beberapa ternak sapi yang
berbeda pada tabel 3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa gen DGAT1 pada sapi
bali bersifat seragam atau monomorfik karena hanya ditemukan satu alel saja
yaitu A/A. Alel A/A dapat dijadikan sebagai alel spesifik dari sapi bali. Tabel
tersebut menjelaskan bahwa Bos javanicus (sapi bali) memiliki 100% alel A/A
yang mengkode asam amino lisin. Sapi yang termasuk kedalam Bos indicus
memiliki frekuensi alel A/A (lisin) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
alel G/C (alanin). Namun hal yang berbeda terjadi pada sapi Bos taurus frekuensi
alel yang tertinggi adalah G/C, sedangkan A/A sangat sedkit. Menurut Moore et
al. (2003) bahwa deposisi marbling tergantung pada alel yang mengkode alanin
dan lisin pada posisi basa 10433 dan 10434 dari gen DGAT1. Keberadaan alel
yang mengkode Lisin (K) terbukti berkaitan dengan meningkatnya deposisi
marbling daripada keberadaan alel pengkode Alanin (A) yang berhubungan
dengan menurunnya deposisi marbling.

12

Tabel 3 Frekuensi Alel gen DGAT1 pada Berbagai Sapi di Dunia
Sapi Bali
Minnan
Bohai Black
Leiqiong
Yunnan High hump
BMY
Brahman
Nelore
Simmental

48
41
32
74
80
81
16
10
26

Frekuensi Alel
A/A
G/C
1.00
0.00
0.976
0.024
0.969
0.031
0.932
0.068
0.950
0.050
0.722
0.278
0.78
0.22
0.8
0.2
0.17
0.83

Hanwoo
Chinese Simmental
Chinese Holstein
Angus
Charolais
Hereford
Limousin
Simmental
Fleckvieh bulls
Holstein
Jersey
Charolais
Angeln Dairy Cattle

200
132
192
43
109
35
35
21
679
9
10
10
749

0.25
0.106
0.260
0.19
0.11
0.00
0.06
0.09
0.058
0.093
0.056
0.15
0.61

0.75
0.894
0.740
0.81
0.89
1.00
0.94
0.91
0.942
0.907
0.944
0.85
0.39

Piemontase

990

0.30

0.70

Luxi

40

0.872

0.128

Girolando cattle (3/8 349
Gir + 5/8 Holstein)
Brangus
8

0.54

0.46

0.38

0.62

Crole Argentine

14

0.43

0.57

Crole Saavedreno

106

0.36

0.64

Crole Chaqueno

10

0.80

0.20

Bangsa

N

Sumber
Hasil Penelitian
Wu et al. (2011)
Wu et al. (2011)
Wu et al. (2011)
Wu et al. (2011)
Wu et al. (2011)
Ripoli et al. (2006)
Ripoli et al. (2006)
Karolyi et al.
(2011)
Kong et al. (2007)
Wu et al. (2011)
Wu et al. (2011)
Xin et al.(2013)
Xin et al.(2013)
Xin et al.(2013)
Xin et al.(2013)
Xin et al.(2013)
Barton et al.(2016)
Ripoli et al. (2006)
Ripoli et al. (2006)
Ripoli et al. (2006)
Sanders
et
al
(2006)
Ribeca
et
al.
(2015)
Wu et al. (2011)

Bos
Bos javanicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos indicus
Bos taurus

Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
Bos taurus
B. taurus x
Indicus
B. taurus x
indicus
B. taurus x
Indicus
Cardoso et al. B indicus x
(2011)
taurus
Ripoli et al. (2006) B. indicus x
Taurus
Ripoli et al. (2006) B. indicus x
Taurus
Ripoli et al. (2006) B. indicus x
Taurus
Ripoli et al. (2006) Bos indicus x
Taurus

B.
B.
B.
B
B.
B.
B.
B.

N : jumlah individu

Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen SCD
Hasil analisis keragaman berupa frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen
SCD pada sapi bali disajikan pada Tabel 4.

13

Tabel 4 Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel gen SCD pada Sapi Bali
SNP
c.10153A>G
c.10318C>A

AA (0.00)
CC (0.00)

Frekensi Genotipe
AG (0.00)
GG (1.00)
CA (0.00)
AA (1.00)

Frekuensi Alel
A (0.00)
G (1.00)
C (0.00)
A (1.00)

c.10329C>T

CC (0.00)

CT (0.00)

TT (1.00)

C (0.00)

T (1.00)

g.10360G>A

GG (0.19)

GA (0.58)

AA (0.23)

G (0.48)

A (0.52)

g.10394G>A

GG (0.00)

GA (0.00)

AA (1.00)

G (0.00)

A (1.00)

g.10428C>T

CC (0.04)

CT (0.31)

TT (0.65)

C (0.20)

T (0.80)

g.10486A>C
g.10487G>A

AA (0.00)
GG (0.52)

AC (0.00)
GA (0.42)

CC (1.00)
AA (0.06)

A (0.00)
G (0.73)

C (1.00)
A (0.27)

Hasil analisis frekuensi genotipe pada SNP yang ditemukan pada Tabel 5
menjelaskan bahwa dari delapan jumlah SNP yang ditemukan lima diantaranya
memiliki pola monomorfik, yaitu SNP di posisi c.10153A>G, c.10318C>A,
c.10329C>T, g.10394G>A dan g.10486A>C memiliki frekuensi alel 1.00. Hal
tersebut berarti SNP tersebut di gen SCD pada sapi bali yang diteliti tidak
memiliki keragaman atau dapat disebut SNP tersebut bersifat monomorfik. SNP
g.10360G>A genotipe GA memiliki frekuensi yang cukup tinggi, pada SNP
g.10428C>T genotipe TT lebih tinggi dan pada SNP g.10487G>A frekuensi
genotipe GG lebih tinggi jika dibandingkan dengan genotipe yang lain. SNP
g.10360G>A memiliki frekuensi alel tertinggi pada alel A (0.52), SNP
g.10428C>T alel T memiliki frekuensi tertinggi yaitu 0.80 dan SNP g.10487G>A
alel G (0.73) memiliki frekuensi tertinggi. Ketiga SNP yang ditemukan
(g.10360G>A, g.10428C>T dan g.10487G>A) bersifat polimorfik. Nei (2000)
menyatakan bahwa suatu alel dikatakan polimorfik atauu beragam jika memiliki
frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0.99.
Penelitian mengenai keragaman gen SCD pada berbagai sapi di dunia,
umumnya hanya meneliti dua SNP yaitu 10153A>G dan 10329C>T saja. SNP
10329T>C memiliki frekuensi alel C yang tertinggi pada delapan populasi sapi
dengan bangsa Bos indicus dan persilangan Bos indicus yaitu dengan kisaran
0.655-0.939, namun pada sapi Simmental China frekuensi alel C (0.663) paling
rendah diantara populasi yang lain. Penelitian Kgwatalala et al. (2009) pada sapi
Canadian holstein alel T memiliki frekuensi alel 0.31, Dutch holstein 0.27
(Schennink et al. 2008) dan 0.29 pada Italian Holstein (Milanesi et al.2008).
Berikut ini beberpa penelitian mengenai SNP di posisi 10329C>T pada berbagai
bangsa sapi (Tabel 5). Tabel 5 menjelaskan bahwa kedua SNP tersebut pada sapi
lain memiliki keragaman, sedangkan pada sapi bali tidak beragam atau
monomorfik.

14

Tabel 5 Frekuensi Alel gen SCD ekson 5 pada Berbagai Sapi di Dunia
c.10153A>G
c.10329C>T
Bangsa
N
Sumber
A
G
C
T
Sapi Bali
48
0.00
1.00 0.00 1.00
Hasil Penelitian
Canadian Holstein 862 069 0.31
Kgwatalala et al.
(2009)
Dutch Holstein
154 0.73 0.27
Schennink et al.
(2008)
Italian Holstein
28
0.71
0.29 0.71 0.29
Milanesi et al.
(2008)
Grey Alpine
18
0.89
0.11 0.89 0.11
Milanesi et al.
(2008)
Marchigiana
30
0.33
0.67 0.57 0.43
Milanesi et al.
(2008)
Piedmontese
27
0.41
0.59 0.52 0.48
Milanesi et al.
(2008)
Chinnese Native
cattle
Chinese
132 0.66 0.34
Wu et al .(2011)
Simmental
Chinese Holstein
192 0.79 0.21
Wu et al. (2011)
Bohai Black
32
0.73 0.27
Wu et al. (2011)
Luxi
40
0.77 0.23
Wu et al. (2011)
Miyagi
1198 0.57 0.43
Yokota et al. (2012
Yamagata
1058 0.57 0.43
Yokota
et
al.
(2012)
Czesh crossbreed
143 0.58 0.42
Kaplanova et al.
(2013)
Feckvieh
370 0.56 0.45
Barton
et
al.
(2010)
N : jumlah individu

Heterozigositas
Marson et al. (2005) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi
dapat diukur menggunakan nilai heterozigositas yang bertujuan untuk membantu
program seleksi. Gen DGAT1 memiliki keragaman yang rendah berdasarkan
nilai heterozigositasnya. Hasil nilai heterozigositas gen DGAT1 dan SCD
disajikan pada Tabel 5. Nilai Heterozigositas menunjukkan bahwa gen DGAT1
ekson 8 tidak beragam (0.00) pada sapi bali yang diteliti, karena gen tersebut
memiliki alel monomorfik AA.
Gen SCD pada sapi bali yang diteliti memiliki jumlah SNP delapan yang
memiliki keragaman yang bervariasi dari setiap SNPnya. Terdapat lima SNP yang
tidak memiliki keragaman yaitu SNP c.10153A>G, c.10318C>A, c.10329C>T,
g.10394G>A, g.10486C>A. Nilai heterosigositas 0.000 disebabkan oleh tidak
ditemukannnya individu bergenotipe heterosigot pada SNP tersebut. Diketahui
bahwa SNP tersebut merupakan SNP yang bersifat monomorfik. SNP
g.10360G>A memiliki nilai Ho dan He yang tidak berbeda jauh, selain itu nilai

15

heterosigositas pada SNP tersebut lebih dari 0.5. SNP g.10428C>T dan
g.10487G>A memiliki nilai heterosigositas yang lebih rendah dibandingkan
dengan SNP sebelumnya. Nilai heterozigositas pada penelitian ini termasuk
rendah, menurut Javanmard et al. (2005) apabila nilai heterozigositas rendah
dibawah 0.5 maka hal tersebut mengindikasikan rendahnya suatu gen dalam
sebuah populasi.
Tabel 6 Nilai Heterozigositas dan hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg
Heterzigositas
Gen
n
Χ2
Ho
He
DGAT1
48
0.000
0.000
SCD
48
10153A>G
0.000
0.000
10318C>A
0.000
0.000
10329C>T
0.000
0.000
10360G>A
0.583
0.504
tn
10394G>A
0.000
0.000
10428C>T
0.313
0.321
tn
10486A>C
0.000
0.000
10487G>A
0.417
0.399
tn
χ2= Hardy-Weinberg equilibrium, tn = tidak nyata, (*) nyata α 5 % (χ 2 obs ≥
3.84), n = 48 ekor.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai heterozigositas pengamatan
(Ho) tidak terlalu berbeda jauh dengan heterozigositas harapan (He). Tombasco et
al. (2003) menyatakan bahwa jika nilai Ho (heterozigositas pengamatan) lebih
rendah dari He (heterozigositas harapan) maka dapat mengindikasikan adanya
proses seleksi yang intensif. Menurut Tambasco et al. (2003) perbedaan antara
nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan nilai heterozigositas harapan (He)
dapat dijadikan sebagai indicator adanya ketidakseimbangan genotipe pada
populasi sapi yang diamati yang diindikasikan bahwa sudah ada kegiatan seleksi
yang dilakukan dan tidak adanya perkawinan acak.
Keseimbangan populasi dapat dilihat melalui keseimbangan HardyWeinberg yang disajikan pada tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen
SCD pada SNP g.10360G>A, g.10428C>T dan g.10487G>A berada dalam
keadaan seimbang. Sedangkan untuk gen DGAT1 dan SCD pada SNP
10153A>G, 10318C>A, 10329C>T, 10394G>A DAN 10487G>A tidak dapat
dilakukan analisis keseimbangannya karena hanya ditemukan satu alel saja
dengan frekuensi alel bersifat monomorfik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan dalam suatu populasi adalah non-random mating, seleksi, migrasi,
mutasi dan genetic drift (Noor 2010).
Sifat Perdagingan pada Sapi Bali
Pencitraan karakteristik perdagingan pada sapi bali meliputi pengukuran
tebal otot longissimus dorsi (TLD), tebal lemak punggung (TLP), tebal otot rump
(TR), tebal lemak rump (TLR) dan persentase lemak intramuskuler (PIMF) yang
dilakukan menggunakan alat USG veterinary scanner dengan kedalaman 130 mm
dan frekuensi 6.5Hz (Gambar 8). Ultrasonografi sebelumnya telah digunakan

16

untuk memprediksi tebal lemak punggung dan lemak intramuskular (PLIM) pada
berbagai ternak seperti babi (Newcom et al. 2004, Jung et al. 2015), sapi (Miar et
al. 2013), kelinci (Amalianingsih et al. 2014).

Gambar 8 Citra Ultrasonografi pada rusuk ke 1β-1γ sapi bali pada posisi
vertikal (1) dan horisontal (β). citra USG otot rump secara vertikal
(γ) dan horisontal (4). lapisan lemak subkutan (a). tebal otot
longissimus dorsi (b). daerah pengukuran persentase IMF γ0xγ0
mm (c). tulang (d). lemak intramuskuler (e). rusuk (f). tebal rump
(g) dan lapisan lemak rump (h).
Berikut ini data mengenai sifat perdagingan pada sapi bali yang diperoleh
dari hasil ultrasound sebagaimana disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik sifat perdagingan pada sapi bali
Sifat
Performa
Kisaran Performa
Tebal longissimus dorsi (mm)
33.047±5.077
25.006-43.95
Tebal lemak punggung (TLP) (mm)
1.455±0.348
0.972-2.051
tebal otot rump (TR) (mm)
40.086±4.0895
33.781-50.496
tebal lemak rump (TLR) (mm)
1.069±0.345
0.578-2.250
persentase lemak intramuscular (PLIM) 3.509±2.114
0.617-9.00
(%)
Marbling score (MS)
2.333±1.241
0-5
Berbeda dengan penelitian Rachma et al. (2010) bahwa luas longissimus
dorsi pada sapi bali umur 12 bulan yaitu 16.6-18.0 cm2. Sapi bali kisaran 2.5-3.5
tahun hasil penggemukan memiliki tebal lemak punggung (TLP) sekitar 8.40 mm
(Yosita 2012) lebih besar daripada hasil penelitan. Bugiwati (2005) melaporkan
bahwa marbling score pada sapi bali umur 12 dan 18 bulan mendekati skor 0
berdasarkan Beef Carcass Grading Standard lebih rendah dari hasil penelitian
yang didapatkan. Hasil penelitian Putri et al. (2015) menunjukkan karakteristik
perdagingan tebal otot longissimus dorsi dan tebal lemak punggung sapi bali yang
berumur lebih dari 3 tahun dengan genotipe GG sebesar 57.577 mm dan 2.324
mm sedangkan genotipe AG memiliki tebal otot longissimus dorsi yang lebih

17

tinggi yaitu sebesar 63.818 mm dan tebal lemak punggung yang lebih rendah
yaitu sebesar 1.935 mm. Persentase lemak intramuskular hasil USG memiliki
rataan 3.509±2.114%. Pengukuran untuk sifat perdagingan juga dilakukan di
bagian rump pada posisi antara antara tulang ischium dan illium (diantara
penonjolan tulang hip dan hook), tebal rump dan tebal lemak rump diketahui
rataannya sebesar 40.086±4.0895 dan 1.069±0.345 mm.
Asosiasi Gen SCD terhadap Sifat Perdagingan
Asosiasi antara gen SCD terhadap sifat perdagingan dilakukan pada SNP
yang bersifat polimorfik, yaitu SNP g.10360C>T, SNP g.10428C>T dan SNP
g.10487G>A. Tabel hasil asosiasi gen SCD terhadap perdagingan disajikan pada
Tabel 5. Hasil analisis menyatakan bahwa untuk sifat perdagingan ditemukan
adanya hubungan yang signifikan (PT terhadap sifat
marbling score (MS) dan persentase lemak intramuskular (PLIM). Jika
dibandingkan, sapi Bos taurus memiliki genotipe CC dan bersifat monomorfik,
namun pada sapi bali di titik yang sama bersifat polimorfik.
Tabel 8 Asosiasi SNP gen SCD intron 5 terhadap sifat kualitas karkas sapi Bali

N : jumlah sampel, TLD : Tebal Longisimus Dorsi, TLP : Tebal Lemak Punggung, TR : Tebal Rump,TLR
: Tebal lemak Rump, MS : Marbling score, PLIM : Persentase lemak intra muskular. Tanda * tidak
disertakan dalam analisis asosiasi.. Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyta (PT berpengaruh nyata terhadap sifat
marbling score dan persentase lemak intramuskular pada sapi bali. Namun pada
tabel tersebut genotipe CC pada lokus g.10428C>T memiliki nilai marbling dan
persentase lemak intramuskular yang lebih tinggi dibandingkan genotipe CT atau
TT. Sapi bali bergenotipe TT ditemukan lebih dominan dibandingkan dengan CT
dan CC. Genotipe CC memiliki marbling score 4.8 yang berarti masuk kedalam
kategori moderate – slightly abundant. Selain itu berdasarkan analisis persentase
lemak intramuskular diketahui bahwa genotipe CC memiliki nilai persentase yang
cukup tinggi jika dibandingkan dengan genotipe CT atau TT. Menurut Scott
(2002) baik marbling maupun persentase lemak intramuskular berasosiasi dengan
kualitas karkas. Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang
sangat kuat antara marbling score dan persentase lemak intramuskular, dengan
korelasi 0.7-0.9 (Scott 2011).

18

Mutasi yang ditemukan dalam penelitian ini terjadi di bagian intron 5 gen
SCD, intron merupakan wilayah non coding dalam DNA. Intron mungkin
mengandung ikatan enhancer transcriptional yang didalamnya terdapat mutasi
yang dapat mempengaruhi perubahan saat transkripsi. Intron juga mungkin
mengandung urutan dari regulasi RNA yang akan berefek pada translasi dan
kestabilan mRNA termasuk gen. Ketika terjadi mutasi, RNA akan mengubah
produk dari gen. Mutasi di daerah ini dapat saja mempengaruhi fungsi gen
tersebut. Kemudian pada saat translasi, intron terlibat dalam memproduksi
protein. Sehingga terjadinya mutasi didaerah ini akan berefek pada sejumlah
protein yang dihasilkan dan berpengaruh terhadap ekspresi dari gen tersebut
(Perdew et al. 2006).
Penelitian gen SCD banyak dilakukan didaerah ekson, seperti penelitian
Wu et al.(2011) yang menemukan SNP di titik c.10329C>T yang berasosiasi
dengan persentase lemak intramuskular namun tidak berasosiasi nyata terhadap
marbling score pada sapi Simmental Chinese, berpengaruh nyata terhadap
aktifitas enzim SCD dan konsentrasi MUFA pada susu di sapi Italian Holstein
(Conte et al. 2006) dan titik leleh dalam lemak intramuskular pada sapi Japanese
Black (Taniguchi et al. 2004) serta berpengaruh nyata terhadap lemak otot dan
lemak subkutan pada sapi Fleckvieh (Barton et al.2009). Selain itu, SNP
c.10213T>C dilaporkan berasosiasi dengan tingginya persentase lemak
intramuskular pada sapi Chinese Simmental (Wu et al.2011).Kualitas karkas dan
daging dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, spesies, bangsa, jenis
kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral),
dan stress (Soeparno 2005).

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gen DGAT1 pada SNP c.10433G>A dan c.10434C>A disapi bali bersifat
monomorfik. Gen SCD pada sapi bali diperoleh 8 SNP terdiri atas 5 SNP bersifat
monomorfik dan 3 SNP bersifat polimorfik. SNP g.10428C>T berpengaruh nyata
terhadap sifat marbling score (MS) dan persentase lemak intramuskular (PIMF),
sehingga SNP tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu kandidat MAS pada
sapi bali khususnya di sifat perdagingan.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian selanjutnya mengenai ekspresi gen pada
SNPs yang berasosiasi dengan sifat perdagingan guna memvalidasi hasil
penelitian ini. SNPs yang ditemukan pada gen SCD dapat dijadikan sebagai
kandidat MAS (Marker Asissted Selection). Perlu dilakukan kajian gen DGAT1
dan SCD pada sapi lokal lainnya.

19

5 DAFTAR PUSTAKA
Amalianingsih TI, Brahmantiyo B, Jakaria. 2015. Identification of rabbit
myostatin gene polymorphisms. J Med. Pet. 38(2): 77-81
Barton, L., T. Kott, D. Bures, D. Rehak, R. Zahradkova, and B. Kottova. 2010.
The polymorphism of stearoyl-CoA desaturase (SCD1) and sterol
regulatory element binding proyein-1 (SREBP-1) genes and their
association with the fatty acid profile of muscle and subcutaneous fat in
Fleckvieh bulls. Meat Sci. 85(1):15-20.
Bugiwati SRA. 2006. Seleksi pejantan unggul sapi bali melalui pendugaan sifat
karkas dengan menggunakan alat bantu ultrasonografi. Laporan Hibah
Bersaing XIII. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Cardoso SR, Queuroz LB, Goulart VA, Mourao GB, Benedetti E, Goulart LR
2011. Productive performance of the dairy cattle Girolando breed
mediated by the fat-related genes DGAT1 and LEP and their
polymorphisms. J Vet. Sci 91:107-113.
Coleman R and Bell RM. 1976. Triacylglycerol synthesis in isolated fat cells.
Studies on the microsomal diacylglycerol acyltransferase. J Biol Chem
251:4537-4543.
Conte G, Mele M, Castiglioni B, Serra A, Viva M, Chessa S,Pagnacco G,
Secchiari P. 2006. Relationship between bovine SCD polymorphism locus
and mammary gland desaturation activity. In: Proceedings of the 8th
world congress on genetics applied to livestock production, Belo
Horizonte, Minas Gerais, Brazil, 13–18 Aug, pp. 22–37.
[DGLS] Directorate Generale of Livestock Services. 2003. National Report on
Animal Genetic Resources in Indonesia. Directorate Generale of
Livestock Services, Directorate of Livestock Breeding (ID).
Dewitri J, Merthayasa, I Ketut S, Kadek KA. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau
dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Jurnal Indonesia Medicus
Veterinus 4(1) : 16 – 24.