Kajian Keragaman Gen Myf5 Dan Mstn Serta Asosiasinya Terhadap Sifat Pertumbuhan Dan Perdagingan Pada Sapi Bali

KAJIAN KERAGAMAN GEN MYF5 DAN MSTN SERTA
ASOSIASINYA TERHADAP SIFAT PERTUMBUHAN
DAN PERDAGINGAN PADA SAPI BALI

HIMMATUL KHASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Saya dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul ” Kajian Keragaman Gen
Myf5 dan MSTN serta Asosiasinya terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
pada Sapi Bali” adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak
diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Himmatul Khasanah
NIM D151140211

RINGKASAN
HIMMATUL KHASANAH. Kajian Keragaman Gen Myf5 dan MSTN Serta
Asosiasinya terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan pada Sapi Bali.
Dibimbing oleh JAKARIA, ASEP GUNAWAN dan RUDY PRIYANTO.
Sapi bali (Bos javanicus) adalah sapi asli Indonesia yang merupakan hasil
domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Sapi bali memiliki keunggulan dalam
sifat produksi, reproduksi dan dapat berkembang pada lingkungan marginal. Gen
Myogenic Factor 5 (Myf5) dan gen Myostatin (MSTN) memiliki peranan penting
dalam perkembangan myogenesis dan diketahui berhubungan dengan sifat
pertumbuhan dan perdagingan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
polimorfisme dan distribusi alel berbasis SNP (Single Nucleotide Polymorphism)
pada gen Myf5 dan MSTN di sapi bali. Selain itu, tujuan penelitian ini juga
mengetahui hubungan gen-gen tersebut terhadap sifat pertumbuhan dan

perdagingan pada sapi bali.
Sapi bali yang digunakan sebanyak 48 ekor terdiri atas 24 ekor jantan dan
24 ekor betina yang berumur 12-15 bulan yang dipelihara pada kondisi lingkingan
yang sama di pusat pembibitan BPTU-HMT sapi bali Provinsi Bali. Identifikasi
SNP pada gen Myf5 dan MSTN dilakukan menggunakan metode directsequencing. Polimorfisme kedua gen tersebut dianalisis berdasarkan frekuensi
genotipe, frekuensi alel dan heterozigositas. Keseimbangan genotipe dalam
populasi dideteksi dengan uji keseimbangan Hardy-Weinberg (χ2). Asosiasi SNP
gen Myf5 dan MSTN dengan sifat pertumbuhan (bobot lahir, bobot 205 hari, bobot
365 hari, tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada) dan sifat perdagingan
yang diukur dengan USG (tebal otot longissimus dorsi, tebal lemak punggung,
tebal rump, tebal lemak rump, marbling score dan persentase lemak
intramuskuler) pada sapi bali dilakukan dengan uji ANOVA GLM dan dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Amplifikasi gen Myf5 dan gen MSTN dihasilkan panjang produk PCR
yaitu masing-masing 285 bp dan 535 bp. Hasil identifikasi SNP pada kedua gen
tersebut diperoleh 2 SNP polimorfik (c.1172T>A dan c.1205G>A) dan 20 SNP
polimorfik (g.-8350C>T, g.-8310A>C, g.-8299G>A, g.-8283A>G, g.-8216G>A,
g.-8205A>G, g.-8168A>G, g.-8109T>G, g.-8078C>T, g.-8077G>A, g.-8029T>C,
g.-7799T>C, g.-7996G>C, g.-7953C>T, g.-7941C>T, g.-7930A>G, g.-7905T>C
dan g.-7942C>G) pada sapi bali. SNP gen Myf5 memiliki nilai heterozigositas

C, g.8299G>A, g.-8283A>G, g.-8216G>A, g.-8205A>G, g.-8168A>G, g.-8109T>G,
g.-8077G>A, g.-8029T>C, g.-7799T>C, g.-7953C>T, g.-7941C>T, g.-7905T>C
dan g.-7942C>G) dalam keadaan tidak seimbang, sedangkan tiga SNP berada
dalam keadaan keseimbangan (g.-8078C>T, g.-7996G>C and g.-7930A>G). Asosiasi
SNP gen Myf5 dengan sifat pertumbuhan dan perdagingan pada sapi bali tidak
nyata. Adapun SNP gen MSTN tidak berasosiasi nyata dengan sifat pertumbuhan,
namun berasosiasi nyata (P≤0.05) dengan persentase lemak intramuskuler yaitu
SNP g.-7799T>C dan g.-7941C>T. Kedua SNP pada gen MSTN tersebut dapat
dijadikan sebagai kandidat marka genetik sifat perdagingan pada sapi bali.
Kata kunci: gen Myf5, gen Myostatin, sapi bali, SNP.

SUMMARY
HIMMATUL KHASANAH. A Study on Polymorphism Myf5 and MSTN Genes
and It’s Association with Growth and Muscling Characteristics in Bali Cattle.
Supervised by JAKARIA, ASEP GUNAWAN dan RUDY PRIYANTO.
Bali cattle (Bos javanicus) is one of indigenous cattle of Indonesia origin
that had been domesticated fom Banteng (Bos bibos). Bali cattle has good
production and reproduction even in marginal environment. Myogenic Factor 5
(Myf5) and Myostatin (MSTN) genes have a role in myogenesis development and
associated with growth and muscling traits. The objective of this research was to

identify genetic polymorphism and allele distribution of SNP in Myf5 and MSTN
genes in Bali cattle. Moreover, this research was to elucidate the association
between Myf5 and MSTN genes with growth and muscling traits in bali cattle .
A total 48 heads of bali cattle consisting of 24 steers and 24 heifers 12-15
months of age were maintened under same environment in bali cattle breeding
center (BPTU-HMT) Bali Province. SNPs identification were analyzed using
direct sequencing method. Polymorphism of Myf5 and MSTN genes were analysed
by allele frequency, genotipe frequency and hetozygosity. Equilibrium of each
SNP in bali cattle population was analysed using Hardy-Weinberg equilibrium
(χ2). Association genotype in each SNP with growth traits (birth weight, 205 day
weight, 365 day weight, average daily gain, shoulder height, body length and
chest circumstance) and muscling traits (longissimus dorci thickness, back fat
thickness, rump thickness, rump fat thickness, marbling score and intramuscular
fat percentage) performed using ANOVA GLM and followed by Duncan
Multiple Range Test (DMRT).
Amplification of Myf5 and MSTN genes resulted band with length 285 bp
and 535 bp, respectively. SNPs identification in Myf5 gene resulted of 2
polymorphic SNPs (c.1172T>A dan c.1205G>A) and MSTN gene resulted 20
polymorphic SNPs (g.-8350C>T, g.-8310A>C, g.-8299G>A, g.-8283A>G, g.8216G>A, g.-8205A>G, g.-8168A>G, g.-8109T>G, g.-8078C>T, g.-8077G>A,
g.-8029T>C, g.-7799T>C, g.-7996G>C, g.-7953C>T, g.-7941C>T, g.-7930A>G,

g.-7905T>C dan g.-7942C>G). Both of SNPs in Myf5 gene have heterozygosities
value less than 0.5 and three SNP (g.-8078C>T, g.-7996G>C and g.-7930A>G)
having equilibrium condition in Hardy-Weinberg analysis. Moreover, SNPs in
MSTN gene have heterozygosities value less than 0.5 and 17 SNPs (g.-8350C>T,
g.-8310A>C, g.-8299G>A, g.-8283A>G, g.-8216G>A, g.-8205A>G, g.-8168A>G,
g.-8109T>G, g.-8077G>A, g.-8029T>C, g.-7799T>C, , g.-7953C>T, g.-7941C>T,
g.-7905T>C dan g.-7942C>G) having disequilibrium condition, while three SNPs
having equilibrium condition in Hardy-Weinberg analysis. Association analyses
showed that Myf5 has no significant effect to growth and muscling traits.
Furthermore SNPs in MSTN gene has no significant association with growth traits,
while two SNPs having significant association with intramuscular fat percentage
(P≤0.05). Both of SNPs in MSTN gene may be used as candidate gene for genetic
marker in muscling traits in Bali cattle.
Keywords: Bali cattle, Myf5 gene, Myostatin gene, SNP.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dil arang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN KERAGAMAN GEN MYF5 DAN MSTN SERTA
ASOSIASINYA TERHADAP SIFAT PERTUMBUHAN
DAN PERDAGINGAN PADA SAPI BALI

HIMMATUL KHASANAH

Thesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi Ujian Thesis: Dr Ir Niken Ulupi MS

Judul penelitian
Nama
NRP

: Kajian Keragaman Gen Myf5 dan MSTN serta Asosiasinya
terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan pada Sapi Bali
: Himmatul Khasanah
: D151140211

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Jakaria, SPt MSi
Ketua

Dr agr Asep Gunawan, SPt MSc

Anggota

Dr Ir Rudy Priyanto
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Dr Ir Salundik, MSi

Tanggal Ujian:
17 Juni 2016

Tanggal Lulus


PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya Penulis berhasil menyelesaikan tesis dengan judul “Kajian
Keragaman Gen Myf5 dan MSTN serta Asosiasinya terhadap Sifat Pertumbuhan
dan Perdagingan pada Sapi Bali”. Shalawat dan salam Penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang menjadi suri tauladan umat
manusia.
Tesis ini menggunakan data hasil pengukuran bobot dan ukuran tubuh serta
hasil ultrasonografi pada bagian longissimus dorsi dan rump yang dilaksanakan
sejak bulan Juni 2015 sampai Desember 2015 berlokasi di Kabupaten Jembrana,
Bali. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman dan asosiasi gen
Myf5 dan MSTN pada sapi bali sehingga memperkaya informasi karakteristik
fenotipik dan genetik serta hubungan keduanya pada sapi bali.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr Jakaria, SPt MSi, Dr agr Asep
Gunawan, SPt MSi dan Dr Ir Rudy Priyanto sebagai komisi pembimbing yang
telah mengarahkan dan memotivasi penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Dr Ir Niken Ulupi MS atas kesediannya menjadi penguji luar komisi pada
ujian sidang tesis dan atas masukan serta saran untuk perbaikan tesis ini. Kepada
BPTU-HMT Sapi Bali Provinsi Bali penulis mengucapkan terimakasih atas

bantuan dalam pemeliharaan dan pelaksanaan penelitian di lapang. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP) yang telah memberikan kesempatan dan telah menjadi sponsor bagi
penulis selama masa studi magister di IPB.
Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kepada Bapak Khanif
(Alm), Ibu (Siti Munawaroh), keluarga dan teman-teman satu tim penelitian
(Nurul dan Nawal), teman-teman Laboratorium Genetika Molekuler Ternak
(Shelvi, Isyana, Alit, Furqon, Rindang, Saleh, Ami) yang telah memberikan
dukungan dan doa serta terimakasih kepada Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc yang
telah memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan program
masgister.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih ada kekurangan
yang harus disempurnakan. Penulis berharap kiranya ada masukan, saran,
pemikiran dan gagasan untuk menyempurnakan tesis dan pelaksanaan penelitian
kedepan. Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan atas segala masukan,
saran, pemikiran dan gagasan untuk menyempurnakan penelitian ini.
Bogor, Juni 2016
Penyusun

Himmatul Khasanah


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
PerumusanMasalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
2 METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
4
Materi
4
Prosedur
6
Analisis Data
10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Karakteristik Sifat Pertumbuhan dan Ultrasonografi Sifat Perdagingan pada
Sapi Bali
12
Amplifikasi Gen Myf5 dan MSTN pada Sapi Bali
14
Polimorfisme Gen Myf5 dan MSTN pada Sapi Bali
14
Heterozigositas dan Keseimbangan Hardy-Weinberg
18
Asosiasi gen MYF5 terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
19
Asosiasi Gen MSTN terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
21
4 SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
42

DAFTAR TABEL
Primer gen Myf5 dan gen MSTN
Rataan sifat pertumbuhan dan perdagingan pada sapi bali
Karakteristik perdagingan sapi bali di kabupaten Barru dan Bone
Frekuensi genotipe dan alel gen Myf5 dan MSTN pada sapi bali
Heterosigositas dan keseimbangan Hardy-Weinberg SNP gen Myf5 dan
MSTN sapi bali
6. Asosiasi pengaruh genotipe SNPs gen Myf5 terhadap sifat pertumbuhan
sapi bali
7. Asosiasi pengaruh genotipe SNPs gen Myf5 terhadap sifat perdagingan
sapi bali
8. Asosiasi genotipe SNP gen MSTN terhadap sifat bobot sapi bali
9. Asosiasi genotipe SNP gen MSTN terhadap ukuran tubuh sapi bali.
10. Asosiasi genotipe SNP gen MSTN terhadap sifat perdagingan sapi bali

1.
2.
3.
4.
5.

4
13
13
16
19
20
20
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1. Posisi penempelan primer pada fragmen gen Myf5 (285 bp)
2. Posisi penempelan primer pada fragmen gen MSTN (535 bp)
3. Paddock pemeliharaan sapi bali di BPTU-HMT Sapi Bali Provinsi Bali
pada musim hujan (kanan) dan pada musim kemarau (kiri).
4. Posisi pengukuran ultrasonografi karakteristik perdagingan otot
longissimus dorsi (kiri) dan otot rump (kanan).
5. Ilustrasi USG otot longissimus dorsi pada sapi, c = kutan, sc = subkutan,
tm = tebal otot, o = tulang
6. Citra Ultrasonografi pada otot longissimus dorsi rusuk ke 12-13 sapi
bali (A dan B), citra USG otot rump (C dan D), lapisan lemak (a), tebal
otot (b), daerah pengukuran PIMF 30x30 mm (c), tulang (d), deposisi
lemak intramuskuler (e).
7. Hasil amplifikasi gen Myf5 (A) dan MSTN (B) pada elektroforesis gel
1.5%, M: Marker.
8. SNP gen Myf5 pada sapi bali
9. SNP gen MSTN pada sapi bali
10. Tidak ditemukan CpG island di sapi bali (A) dan CpG island di Bos
taurus (B).

5
5
6
7
8

12
14
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Sekuen gen Myogenic Factor 5 (MYF5) berdasarkan genbank kode
akses M95684
2. Sekuen gen Myostatin (MSTN) berdasarkan genbank AF348479.1
3. Tahapan Desain Primer dengan Primer Designing Tools NCBI

32
34
38

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi bali (Bos javanicus) adalah sapi asli Indonesia yang merupakan hasil
domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Purwantara et al. 2012) dan merupakan
salah satu sumber daya genetik (SDG) ternak Indonesia yang perlu dilestarikan,
dikembangkan dan dimanfaatkan. Sapi bali digunakan sebagai sapi pedaging
karena memiliki keunggulan dalam produksi dan reproduksi. Meskipun pada
kondisi lingkungan marginal, sapi bali masih mampu berproduksi (Thalib 2002).
Keunggulan pada sifat reproduksi sapi bali yaitu fertilitas tinggi dan cepat
berkembangbiak (Purwantara et al. 2012). Sapi bali memiliki kemampuan dapat
bertahan pada kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi pada
lingkungan yang baru, dan memiliki kandungan lemak karkas yang rendah
(Hardiwirawan dan Subandriyo 2004). Hafid dan Rugayah (2009) menjelaskan
bahwa persentase karkas sapi bali antara 52.72-57.59% lebih tinggi dibanding sapi
lokal lainnya seperti PO (peranakan ongole) sebesar 46.96% (Yosita et al. 2012),
sapi madura sebesar 47% (Wiyatna 2007) dan sapi SO (sumba-ongole) sebesar
55.25% (Yantika et al. 2016). Sapi bali juga memiliki lapisan lemak subkutan
yang lebih kecil dibanding sapi PO (Yosita et al. 2012). Menurut USDA (2014)
karkas grade yield sangat dipengaruhi oleh lapisan lemak pada area rib, loin,
rump, clod, flank, cod/udder dan ribeye area.
Sapi bali sebagai penghasil daging berkonstribusi terhadap pemenuhan
kebutuhan daging nasional yaitu sebesar 27% dari total daging yang diproduksi
lokal (Purwantara et al. 2012) dengan populasi sebanyak 4 658 781 ekor yang
tersebar hampir di seluruh Indonesia (PSPK 2011). Meskipun memiliki potensi
yang unggul, pemanfaatan SDG sapi bali masih belum optimal, terutama untuk
menghasilkan daging baik secara kualitas maupun kuantitas.
Upaya untuk meningkatkan mutu genetik dan produktivitas sapi bali
khususnya terkait dengan pertumbuhan dan perdagingan, secara konvensional
dapat dilakukan dengan seleksi (Thalib et al. 2003, Supriyantono dan Irianti 2007,
Patmawati et al. 2013). Seleksi secara tradisional berdasarkan sifat fenotipe
memiliki kelemahan yaitu adanya pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol
sebagaimana konsep P=G+L, dengan P adalah fenotipe, G adalah faktor genetik
dan L adalah faktor lingkungan (Noor 2010). Pesatnya perkembangan teknologi
molekuler berbasis DNA, memungkinkan seleksi didasarkan pada penciri
(marker) genetik atau disebut MAS (Marker Assisted Selection) dengan harapan
seleksi dapat lebih lebih akurat, efektif dan efesien (Gerbens et al. 2000, Van
Werf dan Kinghorn 2003).
Gen-gen potensial yang berhubungan dengan sifat pertumbuhan dan
perdagingan dapat digunakan untuk seleksi pada sifat tersebut dengan basis
seleksi menggunakan marka genetic atau MAS. Beberapa gen yang telah
diidentifikasi antara lain adalah Myogenic Factor 5 (Myf5) dan Myostatin (MSTN)
(Bentzinger et al. 2012, Muroya et al. 2009, Shibata et al. 2006). Myogenic factor
5 telah dipetakan pada sapi dan ditemukan pada kromosom lima yang terdiri dari
tiga ekson dan dua intron. Gen ini merupakan anggota dari keluarga Myogenic
Regulatory Factors (MRFs) yang diekspresikan paling awal diantara anggota

2

MRFs lainnya. Gen ini diatur oleh satu set enhancer pada regulatory region yang
ekspresinya ditemukan pada otot dan jaringan adiposa (Ott et al. 1991, Francetic
dan Li 2011). Gen Myf5 memiliki peranan penting dalam penentuan dan
diferensiasi myocyte (Braun dan Gautel 2011, Li et al. 2004) dan juga mengontrol
myogenesis serta pertumbuhan myoblast (sel otot yang dapat melebur dengan sel
otot lain menjadi serat otot immature) selama perkembangan embrio saat prenatal
(Guo et al. 2015). Ketiadaan gen Myf5 telah diidentifikasi menyebabkan kematian
setelah lahir pada tikus ( et al. 1992). Gen ini juga diketahui berasosiasi dengan
bobot satu tahun (Li et al. 2004), PBBH (Chung dan Kim 2005), bobot sirloin
(Robakowska-Hyzorek et al. 2010), tebal lemak punggung dan tenderness (Ujan
et al. 2011).
Gen myostatin (MSTN) atau biasa dikenal sebagai growth and
differentiation factor 8 (GDF8) merupakan anggota dari superfamili gen
transforming growth factor β (TGF-β.) yang terletaak di kromosom tiga, terdiri
dari tiga ekson dan dua intron. Gen MSTN ini diketahui terlibat dalam mediasi
pertumbuhan dan perkembangan sel melalui signal transduksi (Lee dan
McPherron 2001, Arnorld et al. 2001, Rios et al. 2002). Menurut Thomas et al.
(2000) myostatin mengikat reseptor permukaan sel dan menghambat poliferasi
dan dan diferensiasi myoblast (Langley et al. 2002. Rios et al. 2000). Gen
myostatin menyandi 375 asam amino (Taylor et al. 2001). Asam amino
menghasilkan protein myostatin dengan berat molekul sebesar 26 kDa (Taylor et
al. 2001). Gen MSTN bekerja sebagai inhibitor (negative regulator) dari
myogenesis dan menghambat poliferasi myoblast selama siklus sel dan
diferensiasi myogenic (Thomas et al. 2000, Taylor et al. 2001, Rios et al. 2002,
Langley et al. 2002, Miyake et al. 2010). Berdasarkan sturktur gen, gen MSTN
memiliki daerah CpG island yaitu daerah yang kaya ulangan sekuen GC di bagian
promoter (Illingworth et al. 2010). Menurut Carninci et al. (2006) yang
menyatakan bahwa panjang sekuen CpG island adalah 50-100 bp dan berfungsi
sebagai pengaturan transkripsi (Deaton dan Bird. 2011). Daerah CpG island ini
juga berhubungan dengan pola metilasi seperti kejadian pemadatan kromatin dan
gene silencing (Sellner et al. 2007). Metilasi ini dapat menurunkan atau
meningkatkan tingkat transkripsi bergantung dari sifat metilasi apakah positif
(suppressor) atau negatif (repressor) (Jones dan Takai 2001). Mutasi pada CpG
island juga dapat merubah regulasi pola ekspresi dengan cara merubah posisi
target transcriptional regulatory (Doherty et al. 2014).
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi adanya signifikansi gen Myf5
dan MSTN terhadap sifat pertumbuhan dan perdagingan pada sapi Marchiagiana,
Hanwoo, Nanyang, Jiaxian, Qinchuan, Luxi, Xianan, Wagyu, Angus dan Hereford
(Chung and Kim 2005, Zhang et al. 2007, Bhuiyan et al. 2009, Seong et al. 2011,
Ujan et al. 2011, Sarti et al. 2014, Coles et al. 2015). Namun, kajian terhadap gen
Myf5 dan MSTN pada sapi bali belum dilakukan, sehingga perlu dilakukan
analisis keragaman dan asosiasi kedua gen tersebut terhadap sifat pertumbuhan
dan perdagingan pada sapi bali.

3

PerumusanMasalah
Upaya seleksi pada sapi bali saat ini masih dilakukan secara tradisional
dengan menggunakan data fenotipe yang masih dipengaruhi oleh genetik dan
lingkungan. Penggunaan marka genetik diharapkan dapat menjadi alternatif
seleksi di tataran genom yang lebih akurat, efektif dan efisien. Namun data dan
informasi genetik dari gen-gen pengontrol sifat pertumbuhan dan perdagingan
seperti Myf5 dan MSTN pada sapi bali masih sangat terbatas dan perlu dilakukan
kajian terhadap gen-gen tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji polimorfisme dan distribusi alel
pada gen Myf5 dan MSTN berbasis SNP di daerah sumber bibit sapi bali yaitu
BPTU-HMT sapi bali Provinsi Bali dengan menggunakan metode sequencing.
Selain itu, tujuan dari penelitian ini juga menganalisis hubungan gen-gen tersebut
terhadap sifat pertumbuhan dan perdagingan pada sapi bali.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai data dasar informasi genetik gen
Myf5 dan MSTN pada sapi bali di BPTU-HMT sapi bali Provinsi Bali. Informasi
keragman genetik yang diperoleh dapat dijadikan sebagai
acuan untuk
menentukan arah strategi pemuliaan sapi bali. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan sebagai kandidat marka genetik berbasis SNP untuk seleksi bibit pada
sifat pertumbuhan dan perdagingan sapi bali.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi keragaman gen Myf5 dan MSTN pada sapi bali umur
12-15 bulan, jenis kelamin jantan dan betina berlokasi di BPTU-HMT sapi bali
Provinsi Bali. Data fenotipe yang diamati meliputi sifat (bobot lahir, bobot 205
hari, bobot 365 hari, PBBH, tinggi pundak, panjang badan dan lingar dada) dan
perdagingan (tebal otot longissimus dorsi, tebal rump, tebl lemak rump, marbling
score dan persentase lemak intramuskuler). Analisa keragaman gen Myf5 dan
MSTN menggunakan metode direct-sequencing. Hasil sequencing di alligment
dan di blast untuk menemukan SNP (Single Nucleotide Polymorphism) pada
kedua gen tersebut. Asosiasi keragaman SNP gen Myf5 dan MSTN terhadap sifat
pertumbuhan dan perdagingan pada sapi bali dilakukan dengan prosedur GLM
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan
Hijauan Makanan Ternak (BPTU-HMT) sapi bali Provinsi Bali dan Laboratorium
Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli 2015 sampai
dengan Maret 2016.

Materi
Ternak
Ternak yang digunakan adalah sapi bali sebanyak 48 ekor berumur 12
sampai 15 bulan dengan jenis kelamin jantan (24 ekor ) dan betina (24 ekor)
berasal dari BPTU-HMT sapi bali, Pulukan, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah Geneaid DNA
kit ekstraksi yang terdiri dari RBC lysis buffer, GT buffer, GB buffer, W1 buffer,
Wash buffer dan Elution buffer. Bahan yang digunakan untuk amplifikasi
fragment target adalah sampel DNA hasil ekstraksi, distilled water (DW),
Promega master mix, pasangan primer forward dan reverse fragmen gen Myf5 dan
MSTN, sedangkan bahan yang digunakan untuk elektroforesis adalah serbuk
agarosa, 0.5 x Tris-Borax EDTA (TBE), Ethidium Bromide (EtBr), marker 100 pb.
Adapun primer yang digunakan untuk mengamplifikasi fragment target
pada masing-masing gen yang diamat dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 1 dan 2
menunjukkan ilustrasi posisi fragment target dan posisi penempelen primer gen
Myf5 dan MSTN.

SNP
1)
MYF5
Exon 1Intron 1
MSTN
Promotor

Tabel 1 Primer gen Myf5 dan gen MSTN
Genbank
Sekuens Primer
M95684
F: 5’- ACGACCAACCCTAACC -3’
Kromosom 5 R: 5’-CCAACTATCCACCAGTAA-3’

produk
285 bp

AF348479
F: 5’-GAGTCCCATGCATGCTCTCA-3’
Kromosom 2 R: 5’- GGCCAAAGTACCAAGT -3’

535 bp

Keterangan: F= Forward, R= reverse, 1)Ujan et al. 2011.

5

Gambar 1 Posisi penempelan primer pada fragmen gen Myf5 (285 bp)

Gambar 2 Posisi penempelan primer pada fragmen gen MSTN (535 bp)

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan darah sampel yaitu jarum
venoject dan vacutainer yang berisi EDTA, alat yang digunakan untuk
pengukuran data fenotipe yaitu ultrasonografy veterinary scanner tipe WED3000V dan timbangan elektrik. Alat untuk ekstraksi DNA, amplifikasi DNA dan
elektroforesis adalah tabung eppendorf 1.5 ml, satu set mikro pipet, tip pipet,

6

vortex, inkubator, rotary mixer, microsentrifuge, refrigerator, freezer, mesin PCR
Applied Biosystems, dan tabung PCR 0.2 ml, satu set geltray, magnetic stirrer,
microwave, power supply electrophoresis 100 volt, dan UV Transiluminator.

Prosedur
Pemeliharaan Sapi Bali
Seluruh sampel penelitian ditempatkan dalam satu paddock seluas ± 3 Ha
dan diberi pakan rumput lapang sebanyak 10% dari bobot badan ditambah
konsentrat 1% dari bobot badan serta diberi air minum secara ad libitum. Jenis
rumput yang diberikan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang
diperoleh dari hasil budidaya rumput di area pastura dan rumput kompetidor
(Phaspalum notatum) yang tumbuh dilahan paddock. Penempatan ternak dalam
satu paddock bertujuan untuk menyeragamkan kondisi lingkungan. Paddock area
pemeliharaan ditunjukkan oleh Gambar 3. Kondisi georafis BPTU-HMT Provinsi
Bali terletak di Kabupaten Jembrana, Kecamatan Pakutatan, Desa Pulukan. Secara
geofrafis Kabupaten Jembrana terletak pada 8°09’30” sampai dengan 8°28’02”
LS dan 114°25’35” sampai dengan 114°56’38” BT. Curah hujan rata-rata sekitar
1.750 mm/tahun dengan lama hari hujan 112 hari/tahun. Suhu udara di daerah
tersebut antara 20 °C sampai 39 °C dengan temperatur optimal antara 29 °C dan
32 °C dan kelembapan udara antara 74 dan 87% (Bappeda Jembrana 2011).

Gambar 3 Paddock pemeliharaan sapi bali di BPTU-HMT Sapi Bali Provinsi
Bali pada musim hujan (kiri) dan pada musim kemarau (kanan).

Pengukuran Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
Sifat pertumbuhan yang diukur adalah bobot lahir (BL), bobot sapih
(BB205), bobot setahun (BB365), pertambahan bobot badan harian (PBBH),
tinggi pundak (TP), panjang badan (PB) dan lebar dada (LD), sedangkan sifat
perdagingan yang diamati yaitu tebal otot longissimus dorsi (TLD), tebal lemak
punggung (TLP), tebal rump (TR), tebal lemak rump (TLR), marbling score
(MS) dan persentase lemak intramuskuler (PIMF). Data sifat pertumbuhan
diperoleh dari hasil recording BPTU-HMT Sapi Bali Provinsi Bali dan dikoreksi

7

menggunakan rumus Hardjosubroto (1994). Pengukuran bobot menggunakan
timbangan elektrik dan pengukuran ukuran tubuh menggunakan pita ukur dan
tongkat ukur berdasarkan BSN (2015). Rumus bobot sapih terkoreksi umur 205
hari dan bobot setahun terkoreksi umur 365 hari serta PBBH disajikan sebagai
berikut:
Keterangan:
Bi -B0
PBBH= [
]
PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian
umur
B205 = [
B365 = [

Bi -B0
x 205] +B0
umur

Bi -B0
x 365] +B0
umur

Bi
B0

= Bobot pada saat peningbangan ke-i
= Bobot lahir

Keterangan:
B 0 = Bobot sapih terkoreksi umur 205 hari
Bi
= Bobot pada saat peningbangan ke-i
B0
= Bobot lahir
Keterangan:
B
= Bobot sapih terkoreksi umur 365 hari
Bi
= Bobot pada saat peningbangan ke-i
B0
= Bobot lahir

Sifat perdagingan diukur menggunkan alat ultrasonografi dengan frekuensi
6.5 Hz dan kedalaman 130 mm. Pengukuran tebal otot longissimus dorsi
dilakukan pada posisi tulang rusuk ke 12-13 (Ulum et al. 2014), sedangkan
pengukuran tebal otot rump dilakukan pada posisi rump diantara tulang ischium
dan illium (Silva et al. 2012). Pengururan otot longissimus dorsi dan rump
dilakukan secara transversal (vertikal) dan longitudinal (horizontal). Penentuan
marbling score dilakukan berdasarkan AUSTRALIAN MEAT dan MSA
marbling reference standard (http://www.wagyu.org.au/marbling/). Data
disimpan dalam bentuk JPEG yang selanjutnya dianalisis menggunakan software
ImageJ (ImageJ, NIH, USA). Pengukuran persentase lemak intramuskuler
dilakukan pada gambar hasil USG yang diambil secara transversal (vertikal) pada
posisi tulang rusuk ke 12-13, kemudian diambil region of interest sebesar 30 mm
x 30 mm (Deaton dan Rause 2000). Posisi pengukuran sifat perdagingan pada
sapi bali disajikan pada Gambar 4. Ilustrasi hasil USG otot longissimus dorsi
disajikan pada Gambar 5

Gambar 4 Posisi pengukuran ultrasonografi karakteristik perdagingan otot
longissimus dorsi (kiri) dan otot rump (kanan).

8

Sumber: (Ulum et al. 2014).

Gambar 5 Ilustrasi USG otot longissimus dorsi pada sapi, c = kutan, sc =
subkutan, tm = tebal otot, o = tulang
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan prosedur Geneaid Kit ekstraksi DNA
yang dimodifikasi. Sampel darah diambil sebanyak 300 µl kemudian dimasukkan
ke dalam tabung mikrosentrifuse 1.5 ml dan ditambahkan larutan RBC lysis
sebanyak 900 µl kemudian homogenkan. Setelah itu larutan didiamkan pada suhu
ruang selama 10 menit kemudian sentrifuse 3 000 rpm selama lima menit dan
supernatan dibuang. Sebanyak 100 µl RBC lysis dan 200 µl GB Buffer
ditambahkan kemudian dihomogenkan dengan vortex. Sampel diinkubasi pada
suhu 60 °C selama 10 menit dan dibalik setiap 3 menit. Kemudian Rnase
sebanyak 5 µl ditambahkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit.
Sebanyak 200 µl ethanol asolute ditambahkan dan sampel dipindah di GD coloum
kemudian disentrifuse 14 000 rpm selama 5 menit dan collection tube 2 ml
dibuang. Sebanyak 400 µl larutan W1 buffer ditambahkan ke dalam GD coloum
yang sudah diberi collection tube baru kemudian disentrifue 14 000 rpm selama 1
menit, supernatan dibuang dan GD coloum yang kering disentrifuse kembali.
Setelah itu, tabung GD coloumn dipindahkan ke tabung mikrosentrifuse 1.5 ml
dan ditambahkan 100 µl pre-heated elution buffer dan diamkan selama 3 menit
kemudian disentrifuse 14 000 rpm selama 3 menit. Spektofotometri juga
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi DNA hasil ekstraksi.

9

Amplifikasi DNA
Amplifikasi terhadap fragmen gen MSTN dan Myf5 dilakukan dalam mesin
PCR Applied Biosystems sesuai dengan primer yang telah disajikan pada Tabel 1.
Kondisi amplifikasi DNA terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi, annealing, dan
ekstensi sesuai dengan kondisi PCR (Polymerase Chain Reaction) bagi masingmasing fragmen gen target. Persiapan amplikon dilakukan dengan cara sampel
DNA hasil ekstraksi diambil sebanyak 1 µl kemudian dipindahkan ke tabung 0.2
ml. Pereaksi amplifikasi DNA yang terdiri dari 25 µl promega green master mix,
23.6 µl DW, 0.2 µl primer forward, 0.2 µl primer reverse, dimasukkan ke dalam
tabung 1.5 µl kemudian dihomogenkan. Sebanyak 49 µl campuran pereaksi PCR
tersebut didistribusikan ke masing-masing tabung yang telah berisi 1 µl sampel
DNA kemudian di spin down selama 10 detik dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam mesin PCR.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan kondisi suhu predenaturasi 95oC
selama lima menit, 35 siklus untuk tahapan denaturasi pada suhu 95 oC selama 10
detik, annealing pada suhu 51 oC selama 20 detik untuk gen Myf5 dan 63 oC
selama 20 detik untuk gen MSTN, dan ekstensi pada suhu 72 oC selama 30 detik.
Kemudian dilanjutkan tahap ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama lima menit
dalam satu siklus. Produk PCR dielektroforesis menggunakan gel agarosa 1.5%
untuk memverifikasi hasil PCR.
Elektroforesis
Pembuatan gel agarosa dilakukan dengan mencampurkan serbuk agarosea
sebanyak 45 gram dan 30 ml larutan 0.5X TBE (Tris Borax EDTA) dimasukkan
ke dalam gelas piala kemudian dipanaskan dalam mikrowave selama 3-5 menit.
Setelah itu, larutan agarosa didinginkan dengan menggunakan stirrer
berkecepatan 50 rpm sampai asap hilang (sekitar 2 menit). Kemudian EtBr
sebanyak 2.5 µl dimasukkan ke dalam larutan dan ditunggu sampai homogen.
Setelah homogen larutan dituang ke dalam cetakan dan sisir untuk membuat
sumur dipasang, larutan didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang. Gel yang
sudah mengeras bersama dengan cetakan dipasang dalam bak elektroforesis dan
direndam dalam 0.5X TBE. Amplikon sebanyak 5 µl dimasukkan ke dalam
masing-masing sumur dan di migrasikan bersama 100 bp ladder dengan tegangan
100 Volt selama 40 menit. Setelah itu, gel difoto menggunakan UV
Transiluminator.
Sekuensing
Sekuensing produk PCR sampel sapi bali dilakukan menggunakan jasa dari
First Base, Malaysia. Sekuensing gen Myf5 dan MSTN baik forward dan reverse
dilakukan dengan menggunakan mesin ABI PRISM Genetic Analyzer pada
fragmen target. Hasil sekuensing disejajarkan dan diblast menggunakan software
MEGA 6 dan Bioedit. Pensejajaran dilakukan bersadarkan ENSEMBLE dengan
kode akses gen Myf5 adalah ENSBTAG00000026972 dan kode akses gen MSTN
adalah MSTNENSBTAG00000011808.

10

Analisis Data
Identifikasi SNP (Single Nucleotide Polymorphism)
Identifikasi SNP di promoter gen MSTN dianalisis berdasarkan hasil sekuen
baik fragmen forward dan reverse menggunakan program BioEdit (Hall 1999),
selanjutnya dilakukan pensejajaran menggunakan metode alignment clustalW
dengan program MEGA6 (Tamura et al. 2011).
Frekuensi Genotipe dan Alel
Keragaman genotipe pada masing-masing sampel dari daerah sumber bibit
sapi bali dapat ditentukan dari hasil SNP yang ditemukan. Frekuensi genotipe
adalah rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap suatu populasi dengan
menghitung perbandingan antara jumlah genotipe tertentu pada setiap populasi.
Rumus menghitung frekuensi genotipe menurut Nei dan Kumar (2000) sebagai
berikut :
X =

Keterangan :
Xii
= frekuensi genotipe ke-ii
nii
= jumlah individu bergenotipe ii
N
= jumlah individu sampel

n
N

Frekuensi alel adalah rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu
SNP dalam populasi. Frekuensi alel (X ) dihitung berdasarkan rumus Nei dan
Kumar (2000):
Xi =
Keterangan :
Xi
= frekuensi alel ke-i
nii
= jumlah individu bergenotipe ii
nij
= jumlah individu bergenotipe ij
N
= jumlah individu sampel

2nii +Σnij
2N

Heterozigositas
Keragaman genetik dapat diketahui melalui estimasi heterozigositas
pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He) yang diperoleh dari populasi
sapi bali di BPTU-HMT Provinsi Bali dengan menggunakan rumus Nei dan
Kumar (2000):
H0 = ∑
i≠j

nij
N

Keterangan :
Ho
= heterozigositas pengamatan (populasi)
nij
= jumlah individu heterozigot
N
= jumlah individu yang diamati

11

q

He =1- ∑ x2i

Keterangan :
He
= nilai heterozigositas harapan
Xi
= frekuensi alel
q
= jumlah alel

i=1

Keseimbangan Hardy-Weinberg
Keseimbangan Hardy-Weinberg dianalisa menggunakan rumus Allendroft
et al. (2013) dengan nilai df = (kemungkinan jumlah genotipe) – (jumlah alel).
(obs-exp)2
χ=∑
exp
2

Keterangan:
χ2
= Hardy-Weinberg equilibrium test
obs = nilai observasi genotipe ii
Exp = nilai harapan genotipe ii

Asosiasi Gen Myf5 dan MSTN terhadap sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
Hubungan keragaman gen Myf5 dan MSTN terhadap sifat pertumbuhan dan
perdagingan dianalisis menggunakan prosedur rancangan acak kelompok (RAK)
dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) (SAS Institute Inc. 2008).
Model matematika yang akan digunakan sebagai berikut:
Yijk = µ+ αi +βj + εij
Keterangan:
Y
= nilai pengamatan

µ

= nilai rataan umum
= pengaruh genotipe ke-i
= pengaruh jenis kelamin



= pengaruh galat

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sifat Pertumbuhan dan Ultrasonografi
Sifat Perdagingan pada Sapi Bali
Hasil penelitian ini didapatkan karakteristik sifat pertumbuhan dan
perdagingan sapi bali di BPTU-HMT Provinsi bali yang disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil pengukuran rataan sifat pertumbuhan sapi bali. Karakteristik
fenotipe sapi bali sangat mirip dengan banteng namun berbeda dalam ukuran dan
temperamen yang diakibatkan oleh domestikasi (Martojo 2012). Parameter sifat
pertumbuhan hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil Gunawan dan
Jakaria (2011) yaitu bobot lahir mencapai 17.73-17.55 kg, bobot sapih mencapai
85.58-89.50 kg dan bobot satu tahun mencapai 130.25-142.3.25 kg sedangkan
pada sapi hasil penelitian bobot lahir, bobot sapih (BB205 hari) dan bobot setahun
berturut-turut sebesar 17.19 kg, 57.05 kg dan 88.10 kg
Pencitraan karakteristik perdagingan pada sapi bali meliputi pengukuran
tebal otot longissimus dorsi (TLD), tebal lemak punggung (TLP), tebal otot rump
(TR), tebal lemak rump (TLR) dan persentase lemak intramuskuler (PIMF) yang
dilakukan menggunakan alat USG. Gambar 6 menunjukkan hasil USG sifat
perdagingan sapi bali.

Gambar 6 Citra Ultrasonografi pada otot longissimus
dorsi rusuk ke 12-13 sapi bali (A dan B),
citra USG otot rump (C dan D), lapisan
lemak (a), tebal otot (b), daerah
pengukuran PIMF 30x30 mm (c), tulang
(d), deposisi lemak intramuskuler (e).

13

Ultrasonografi sebelumnya telah digunakan untuk memprediksi tebal lemak
punggung dan lemak intramuskular (IMF) pada berbagai ternak seperti babi
(Newcom et al. 2004, Jung et al. 2015), sapi (Miar et al. 2013), dan kelinci
(Amalianingsih et al. 2014). Menurut Lambe et al. (2010) penentuan kualitas
karkas dapat dilakukan dengan melihat karakteristik dari otot longissimus dorsi
dan deposit lemak yang ada di dalam jaringan. Rataan sifat perdagingan hasil
USG pada sai bali disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan sifat pertumbuhan dan perdagingan pada sapi bali
Phenotype
n
Rataan
SD
Maks
Min
Bobot lahir (kg)
48
17.19
1.32
22.00 15.00
BB 205 hari (kg)
48
57.05
10.91
81.02 40.57
Bobot 365 hari (kg)
48
88.10
19.44 128.65 59.71
PBBH (kg)
48
0.18
0.08
0.30
-0.05
Tinggi pundak (cm)
48
91.91
5.48
106.00 82.00
Panjang badan (cm)
48
84.47
6.76
100.00 71.00
Lingkar dada (cm)
48
108.91
9.18
133.00 94.00
Tebal otot longiisimus dorsi (mm)
31
30.02
4.88
38.52 22.26
Tebal lemak punggung (mm)
31
1.27
0.29
2.04
0.83
Tebal rump (mm)
31
36.40
4.82
46.35 28.67
Tebal lemak rump (mm)
31
0.94
0.27
1.60
0.46
Marbling score
31
1.87
0.88
3.40
0.00
Persentase lemak intramuskuler (%) 31
3.13
1.62
6.71
0.51

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa rataan keseluruhan tebal otot
longissimus dorsi sebesar 30.02±4.88 mm, tebal lemak punggung sebesar
1.27±0.29 mm lebih besar dari pada hasil pengukuran Rachma dan Harada (2010)
pada umur 12, 18 dan 24 bulan (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik perdagingan sapi bali di kabupaten Barru dan Bone
Sifat/Umur
12 bulan
18 bulan
24 bulan
2
Luas longissimus thoracsis (cm ) 16.60-18.00 18.50-24.30 23.30-23.80
Marbling score
0.00-0.14
0.15-0.24
0.17-0.20
Tebal lemak subkutan (mm)
0.26-0.28
0.26-0.33
0.34
Tebal lemak inter muscular (mm)
0.97-1.13
1.06-1.24
1.14-1.31
Tebal rib (mm)
1.99-2.04
2.12-2.52
2.30-2.72
Sumber: Rachma dan Harada (2010).

Hasil penelitian Putri et al. (2015) menunjukkan karakteristik perdagingan
tebal otot longissimus dorsi dan tebal lemak punggung sapi bali yang berumur
lebih dari 3 tahun dengan genotipe GG sebesar 57.57 mm dan 2.32 mm sedangkan
genotipe AG memiliki tebal otot longissimus dorsi yang lebih tinggi yaitu sebesar
63.81 mm dan tebal lemak punggung yang lebih rendah yaitu sebesar 1.935 mm.
Yosita et al. (2012) melaporkan tebal lemak punggung sapi bali hasil fattening

14

pada kisaran umur 2.5 sampai 3.5 tahun sebesar 8.40 mm. Hasil penelitian ini
menunjukkan nilai marbling score yang rendah dengan rataan 2.33±1.24 mm.
Persentase IMF hasil USG sebesar 3.13±1.62%. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa marbling score sapi bali pada umur 12 sampai 15 bulan di BPTU-HMT
Provinsi Bali tergolong dalam kategori III (1 sampai 4) (BSN 2015).

Amplifikasi Gen Myf5 dan MSTN pada Sapi Bali
Amplifikasi berhasil dilakukan pada gen Myf5 dan MSTN dengan suhu
annealing 51°C dan 63°C dan menghasilkan produk masing-masing sebesar 285
bp dan 535 bp. Keberhasilan amplifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
konsentrasi sampel, konsentrasi primer, suhu annealing, waktu annealing, jumlah
sampel, konsentrasi dNTPs dan konsentrasi MgCl2 (Viljoen et al. 2005). Suhu
annealing kisaran 50 sampai 72°C tergantung dari sekuen primer dan konsentrasi
Konsentrasi MgCl2. Konsentrasi DNA sampel hasil ekstrasi antara 40-88 ng/µl
dengan kemurnian kisaran 1.81-2.4. Kemurnian DNA ditentukan oleh nilai rasio
(OD260/OD280) yaitu pada kisaran 1.8-2.0. Apabila nilai rasio (OD260/OD280) lebih
rendah dari 1.8 mengindikasikan adanya kontaminasi protein dan apabila nilai
(OD260/OD280) lebih dari 2.0 mengindikasikan kontaminasi RNA (Ghatak et al.
2013). Gambar 7 menunjukkan hasil elektroforesis gen Myf5 dan MSTN sapi bali.

M

1

2

3

4

5

M

6

7

8

9

1000 bp

1000 bp
500 bp
400 bp
300 bp

500 bp
400 bp

535 bp

285 bp 300 bp
200 bp

200 bp
100 bp

100 bp

A

B

Gambar 7 Hasil amplifikasi gen Myf5 (A) dan MSTN (B) pada elektroforesis gel
1.5%, M: Marker.

Polimorfisme Gen Myf5 dan MSTN pada Sapi Bali
Identifikasi keragaman dilakukan dengan menggunakan metode direct
sequencing pada fragmen target pada masing-masing gen sesuai primer Tabel 1.
Hasil sekuensing dari gen Myf5 ditemukan dua SNP polimorfik pada ekson satu.
Hasil analisis sekuensing dan pensejajaran pada gen MSTN ditemukan 20 SNP
polimorfik pada daerah promoter. Hasil ini lebih banyak dari pada SNP yang
ditemukan oleh He et al. (2013) di promoter gen MSTN yaitu sebanyak 18 SNP

15

polimorfik pada sapi qinchuan. Homologi sekuen gen Myf5 sapi bali dengan
genbank disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 SNP gen Myf5 pada sapi bali

Frekuensi genotipe menunjukkan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap
suatu populasi dengan menghitung perbandingan antara jumlah genotipe tertentu
pada setiap populasi sedangkan frekuensi alel adalah rasio suatu alel terhadap
keseluruhan alel pada suatu SNP dalam populasi (Noor 2010). SNP dikatakan
polimorfik apabila memiliki frekuensi alel ≤0.99 untuk populasi yang besar dan
≤0.95 untuk populasi yang lebih kecil (Alendrof et al. 2013).
Tabel 4 menyajikan frekuensi alel dan genotipe pada kedua gen yang
diamati. Pada gen Myf5 SNP c.1172T>A mengalami mutasi transisi (perubahan
basa purin menjadi purin) sedangkan SNP c.1205G>A mengalami mutasi
transversi (perubahan basa purin menjadi pirimidin atau sebaliknya). SNP
tranversi pada bagian ekson berpeluang besar dapat menyebabkan perubahan
asam amino yang mengakibatkan mutasi non-synonimous (Allendrof et al. 2013).
Genotipe yang ditemukan pada gen Myf5 SNP c.1172T>A yaitu AA dan TA
dengan frekuensi genotipe AA sebesar 0.917 dan TA sebesar 0.083, SNP
c.1205G>A terdapat tiga genotipe yaitu AA AG dan GG dengan frekuensi
genotipe secara berturut-turut adalah 0.083, 0.417 dan 0.500. Pada SNP
c.1172T>A frekuensi genotipe AA lebih besar dibanding TA dan genotipe TT

16

tidak ditemukan, hasil tersebut berbeda dengan Ujan et al. (2011) yang
menemukan polimorfisme pada SNP c.1172T>A dengan frekuensi genotipe TT
lebih besar dari AA pada sapi cina (B. taurus).

Tabel 4 Frekuensi genotipe dan alel gen Myf5 dan MSTN pada sapi bali
frekuensi genotipe
Frekuensi alel
Gen
SNP
AA
AB
BB
A
B
Myf5
c.1172T>A
0.083
0.917
0.043
0.957
c.1205G>A
0.500
0.417
0.083
0.713
0.287
MSTN
g.-8350C>T
0.542
0.104
0.354
0.594
0.406
g.-8310A>C
0.542
0.042
0.416
0.563
0.437
g.-8299G>A
0.042
0.062
0.896
0.927
0.073
g.-8283A>G
0.042
0.104
0.854
0.094
0.906
g.-8216G>A
0.875
0.083
0.042
0.083
0.917
g.-8205A>G
0.521
0.083
0.396
0.563
0.437
g.-8168A>G
0.063
0.083
0.854
0.104
0.896
g.-8109T>G
0.542
0.458
0.542
0.458
g.-8078C>T
0.729
0.229
0.042
0.844
0.156
g.-8077G>A
0.937
0.042
0.021
0.958
0.042
g.-8029T>C
0.479
0.208
0.313
0.583
0.417
g.-8028A>G
0.354
0.292
0.354
0.500
0.500
g.-8016C>T
0.666
0.188
0.146
0.760
0.240
g.-7799T>C
0.104
0.188
0.708
0.198
0.802
g.-7996G>C
0.104
0.354
0.542
0.281
0.719
g.-7953C>T
0.063
0.104
0.833
0.115
0.885
g.-7942C>G
0.916
0.042
0.042
0.938
0.062
g.-7941C>T
0.708
0.084
0.208
0.750
0.250
g.-7930A>G
0.792
0.188
0.020
0.885
0.115
g.-7905T>C
0.542
0.458
0.542
0.458
Ket: AA = genotype referensi (Genbank), AB = genotype heterozigot, BB = genotipe mutan, A =
alel referensi (Genbank), B = alel mutan.

Homologi sekuen promoter gen MSTN sapi bali dengan genbank disajikan
pada Gambar 9. Hasil pensejajaran ditemukan 20 SNPs pada sekuen gen MSTN
yang termasuk dalam SNP tranversi (18 SNPs) dan transisi (2 SNP). Hampir
semua SNP gen MSTN memiliki tiga genotipe kecuali pada SNP g.-8109T>G dan
g.-7905T>C hanya ditemukan dua genotipe homozigot genotipe heterozigot tidak
ditemukan. Distribusi frekuensi alel terendah terdapat pada SNP g.-7942C>G
pada alel G yaitu sebesar 0.062 sedangkan frekuensi alel tertinggi terdapat pada
SNP g.-7942C>G alel C sebesar 0.938. Sarti et al. (2014) menyatakan bahwa
polimorfisme pada daerah promoter gen MSTN pada sapi marchiagiana pada
posisi SNP -37A>T dengan genotipe AA, AT dan TT sebesar 0.03, 0.26 dan 0.72,
sedangkan pada SNP -805 bersifat monomorfik dengan genotipe GG .
Berdasarkan hasil identifikasi SNP yang terdapat di promoter gen MSTN
sapi
bali
tidak
ditemukan
CpG
island
(prediksi
berdasarkan
http://www.urogene.org/methprimer/) dengan kriteria: panjang basa >100bp,

17

persentase GC >50% dan Obs/Exp >0.6. Gambar 10 menunjukkan hasil prediksi
CpG island pada sapi bali dan genbank. Pada daerah tersebut ditemukan 7 buah
SNP yang mungkin menyebabkan CpG island di sapi bali tidak ditemukan.
Daerah promoter diketahui memiliki fungsi yang menunjukkan adanya TSS
(transcription start site) yang merupakan posisi awal transkripsi suatu gen
(Illingworth et al. 2010). Mutasi di promoter gen MSTN dapat menyebabkan
penurunan ekspresi yang berakibat pada perubahan perkembangan sel otot. Hal
tersebut dapat terjadi karena perubahan pola splicing dan perubahan ekspresi gen
(Santagostino et al. 2015). Adapun daerah genom yang berkaitan dengan metilasi
DNA dibedakan menjadi dua bagian, 1) DNA termetilasi, sedikit CpG island, dan
2) tidak termetilasi, kaya CpG island (Deaton dan Bird 2011). Mutasi di daerah
TATA box, CACCC dan AT1 secara signifikan dapat menurunkan aktivitas
promoter, namun mutasi pada daerah AT2 dan PAL dapat meningkatkan aktivitas
promoter (Allen dan Du 2008). Gambar 10 menunjukkan ketiadaan CpG island di
promoter sapi bali (A) dan CpG island pada promoter Bos taurus (B). Ketiadaan
CpG island pada sapi bali mungkin disebabkan oleh adanya 7 buah mutasi di
daerah CpG island yaitu SNP g.-8078C>T, g.-8077G>A, g.-8029T>C, g.8028A>G, g.-8016C>T, g.-7799T>C, g.-7996G>C.

Gambar 9 SNP gen MSTN pada sapi bali

18

Gambar 10 Tidak ditemukan CpG island di sapi bali (A) dan CpG island
di Bos taurus (B).

Heterozigositas dan Keseimbangan Hardy-Weinberg
Heterozigositas menyatakan keragaman genetik suatu populasi yang dapat
digunakan untuk program seleksi. Noor (2010) menjelaskan bahwa keragaman
gen dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan program pemuliaan yaitu
dilakukan seleksi apabila populasi beragam dan persilangan dilakukan apabila
populasi seragam. Suatu SNP dikatakan memiliki keragaman tinggi apabila nilai
heterosigositas >0.50 (Allendrof et al. 2013). Nilai heterosigositas observasi (Ho)
tertinggi gen Myf5 terdapat pada SNP c.1205G>A yaitu sebesar 0.4167 sedangkan
nilai heterosigositas observasi (Ho) terendah pada SNP c.1172T>A sebesar
0.0833. Heterosigositas tertinggi gen MSTN yaitu pada SNP g.-7996G>C sebesar
0.3542 dan nilai terendah pada SNP g.-8109T>G dan g.-7905T>C dengan
heterosigositas sebesar 0.000. Heterosigositas 0.000 disebabkan tidak
ditemukannya individu bergenotipe heterozigot. Nilai heterosigositas SNP gen
Myf5 dan MSTN disajikan pada Tabel 5.
Nilai Ho dan He pada SNP gen Myf5 ditemukan memiliki perbedaan yang
rendah yang dapat mengindikasikan bahwa SNP tersebut dalam keadaan seimbang
sesuai dengan hasil analisis chi-square (χ2). Pada gen MSTN hanya tiga SNP yang
ditemukan memiliki perbedaan Ho dan He kecil yaitu pada SNP g.-8078C>T, g.7996G>C, g.-7930A>G. Nilai Ho yang lebih rendah dibanding He
mengindikasikan adanya inbreeding (Nassiry et al. 2009). Hasil analisis HW (χ2)
pada gen MSTN secara umum tidak seimbang (17 SNP) dan hanya tiga SNP yang
berada dalam keadaaan seimbang yaitu SNP pada posisi g.-8078C>T, g.7996G>C, g.-7930A>G di promoter gen MSTN sapi bali. Menurut Noor (2010)
faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan gen dalam suatu populasi adalah
non-random mating, seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift.
Ketidakseimbangan SNP pada sapi bali kemungkinan besar disebabkan oleh tiga
faktor yaitu non random mating, mutasi dan seleksi.

19

Tabel 5 Heterosigositas dan keseimbangan Hardy-Weinberg SNP gen Myf5 dan
MSTN sapi bali
Gen
SNP
Ho
He
χ2
MYF5
c.1172T>A
0.0833
0.0807
tn
c.1205G>A
0.4167
0.4175
tn
MSTN
g.-8350C>T
0.1042
0.4875
**
g.-8310A>C
0.0417
0.5064
**
g.-8299G>A
0.0625
0.1366
**
g.-8283A>G
0.1042
0.1717
**
g.8216G>A
0.0833
0.1544
**
g.-8205A>G
0.0833
0.4974
**
g.-8168A>G
0.0833
0.1886
**
g.-8109T>G
0.0000
0.5018
**
g.-8078C>T
0.2292
0.2695
tn
g.-8077G>A
0.0417
0.0807
**
g.-8029T>C
0.2083
0.4912
**
g.-8028A>G
0.2917
0.5053
**
g.-8016C>T
0.1875
0.3730
**
g.-7799T>C
0.1875
0.3208
**
g.-7996G>C
0.3542
0.4086
tn
g.-7953C>T
0.1042
0.2050
**
g.-7942C>G
0.0417
0.1184
**
g.-7941C>T
0.0833
0.3789
**
g.-7930A>G
0.1875
0.2050
tn
g.-7905T>C
0.0000
0.5018
**

Ket: χ2 = Hardy-Weinberg equilibrium, tn = tidak nyata, (**) significant pada α 1% (X2 obs ≥
6.64), n: 48 heads.

Asosiasi gen MYF5 terhadap Sifat Pertumbuhan dan Perdagingan
Hasil analisis menunjukkan bahwa SNP c.1172T>A dan c.12-5G>A gen
Myf5 ditemukan tidak berasosiasi terhadap kedua sifat yang diamati baik pada
sifat pertumbuhan maupun perdagingan (Tabel 6 dan Tabel 7). Berbeda dengan
Ujan et al. (2011) bahwa pada SNP c.1172T>A memiliki asosiasi nyata dengan
tebal lemak punggung dan keempukan daging. Genotipe TA pada SNP tersebut
memiliki tebal lemak punggung dan keempukan yang lebih besar dibanding TT.
Sebaliknya pada sapi bali genotipe AA ditemukan proporsinya lebih besar
dibanding TA dan tidak ditemukan genotipe TT. Meskipun mutasi terjadi pada
ekson, namun kedua SNPs yang ditemukan tidak memberikan pengaruh yang
signifikan karena mutasi yang terjadi adalah synonymous (tidak merubah asam
amino). Pada SNP c.1172T>A terjadi mutasi CTT/A yang sama-sama
menghasilkan asam amino leusin. Sedangkan SNP c.1205G>A mengalami mutasi
pada CGG/A yang menghasilkan asam amino proline. Asosiasi signifikan SNP
lain ditemukan pada gen Myf5 terhadap sifat pertumbuhan, yaitu pada intron 2
yang berasosiasi nyata terhadap bobot hidup du