Keragaman Genetik Gen Prolaktin dan Gen STAT5A pada Sapi Bali

KERAGAMAN GENETIK GEN PROLAKTIN DAN GEN STAT5A
PADA SAPI BALI

KOMANG ALIT PARAMITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik Gen
Prolaktin dan Gen STAT5A pada Sapi Bali adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Komang Alit Paramitasari
NIM D151130376

RINGKASAN
KOMANG ALIT PARAMITASARI. Keragaman Genetik Gen Prolaktin dan Gen
STAT5A pada Sapi Bali. Dibimbing oleh JAKARIA dan CECE SUMANTRI.
Sapi bali merupakan sumberdaya genetik ternak asli Indonesia yang
memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah daya reproduksi yang tinggi.
Gen prolaktin (PRL) dan gen signal transducer and activator of transcription 5A
(STAT5A) merupakan anggota dari POU1F1 signaling pathway yang
berhubungan dengan sifat reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya polimorfisme gen PRL dan STAT5A pada sapi bali
di pusat pembibitan sapi bali yaitu Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) sapi
bali Pulukan, Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Baturiti, Balai Besar
Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Balai Pembibitan Ternak-Hijauan Makanan
Ternak (BPT-HMT) Serading, dan Village Breeding Centre (VBC) Kabupaten
Barru dengan menggunakan metode PCR-RFLP.
Sampel sapi bali sebanyak 262 sampel dideteksi keragaman genetiknya
menggunakan enzim restriksi RsaI (gen PRL) dan AvaI (gen STAT5A). Analisis
data menggunakan frekuensi alel, frekuensi genotipe, heterozigositas, dan

keseimbangan Hardy-Weinberg. Amplifikasi gen PRL ekson 3, gen PRL ekson 4,
dan gen STAT5A ekson 7 menghasilkan fragmen dengan panjang masing-masing
156 bp, 294 bp, dan 215 bp. Penentuan genotipe gen PRL ekson 3 dan ekson 4
menghasilkan tiga genotipe pada populasi BBIB Singosari dan dua genotipe pada
populasi BIBD Baturiti, BPTU sapi bali Pulukan, BPT-HMT Serading, dan VBC
Kabupaten Barru. Frekuensi alel A (ekson 3) dan alel G (ekson 4) lebih tinggi
dibandingkan dengan alel B (ekson 3) dan alel A (ekson 4) untuk gen PRL. Hasil
analisis menunjukkan bahwa lokus STAT5A|AvaI memiliki alel monomorfik C.
Nilai heterozigositas ditemukan rendah untuk gen PRL ekson 3 dan ekson
4 pada seluruh populasi. Frekuensi genotipe gen PRL ekson 3 dan ekson 4
menyimpang dari keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi sapi bali di BBIB
Singosari. Hasil sekuens fragmen gen PRL baik pada ekson 3 maupun ekson 4
menunjukkan adanya mutasi antara basa adenin (A) dengan guanin (G),
sedangkan hasil analisis sekuens pada gen STAT5A menunjukkan bahwa tidak
terjadi mutasi pada situs restriksi enzim AvaI (C|CCGAG).
Kata kunci: gen prolaktin, gen STAT5A, keragaman genetik, PCR-RFLP, sapi
bali

SUMMARY
KOMANG ALIT PARAMITASARI. The Genetic Variability of Prolactin Gene

and STAT5A Gene in Bali Cattle. Supervised by JAKARIA and CECE
SUMANTRI.
Bali cattle as one of Indonesia animal genetic resources has advantages,
one of which is its high reproductive ability. Prolactin (PRL) gene and signal
transducer and activator of transcription 5A (STAT5A) gene were members of
POU1F1 signaling pathway related to reproductive traits. The aim of this study
was to identify the genetic variabilty of PRL and STAT5A gene in bali cattle from
Breeding Centre of bali cattle (BPTU) Pulukan, Baturiti District Artificial
Insemination Centre (BIBD Baturiti), Singosari Artificial Insemination Centre
(BBIB Singosari), BPT-HMT Serading, and Village Breeding Centre (VBC)
Barru District using PCR-RFLP method.
A total of 262 bali cattle were identified using RsaI (PRL gene) and AvaI
(STAT5A gene) restriction enzyme. PRL gene exon 3, PRL gene exon 4, and
STAT5A gene exon 7 amplification resulting in a fragment with the length of 156
bp, 294 bp, 215 bp, respectively. Data analysis were conducted using allele
frequency, genotype frequency, heterozigosity, and Hardy-Weinberg equilibrium.
Genotyping of PRL gene both at exon 3 and 4 produced three genotypes in BBIB
Singosari population and two genotypes in the rest populations. For the PRL gene,
frequencies of A allele (exon 3) and G allele (exon 4) were dominant to the B
allele (exon 3) and A allele (exon 4) across all populations. The results showed

that STAT5A|AvaI loci had monomorphic C allele.
Heterozygosity values were found low at both exon 3 and 4 of PRL gene
in all populations. Genotype frequencies for PRL gene at exon 3 and exon 4 were
in Hardy-Weinberg disequilibrium in BBIB Singosari population. Sequence
analysis results of PRL gene both for exon 3 and 4 showed that there was a
mutation between adenine (A) and guanine (G) bases in the RsaI recognized site,
whereas in STAT5A gene there was no mutation occured in AvaI restriction site
(C|CCGAG).
Keywords: bali cattle, genetic polymorphism, PCR-RFLP, prolactin gene,
STAT5A gene

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KERAGAMAN GENETIK GEN PROLAKTIN DAN GEN STAT5A
PADA SAPI BALI

KOMANG ALIT PARAMITASARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA

Judul Tesis : Keragaman Genetik Gen Prolaktin dan Gen STAT5A pada Sapi
Bali

Nama
: Komang Alit Paramitasari
NIM
: D151130376

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Jakaria, SPt MSi
Ketua

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
11 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 sampai Februari 2014 ini
adalah gen-gen reproduksi pada sapi bali dengan judul “Keragaman Genetik Gen
Prolaktin dan Gen STAT5A pada Sapi Bali”. Tesis ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar magister pada program studi Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini

tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Dr Jakaria, SPt MSi dan
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc selaku komisi pembimbing atas curahan
waktu, bimbingan, dan dorongan semangat mulai dari penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian, dan penulisan karya ilmiah sejak penulis menempuh
program sarjana hingga jenjang pascasarjana. Penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada yang terhormat Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku
penguji luar komisi dan Dr Ir Niken Ulupi, MS selaku Sekretaris Program Studi
ITP pada ujian tesis penulis atas saran dan masukan yang diberikan guna
memperkaya dan menambah manfaat pada tesis penulis. Semoga Tuhan YME
memberikan balasan yang terbaik atas segala ilmu, amal ibadah, dan curahan
waktu yang telah diberikan kepada penulis.
Kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua Program Studi ITP serta
jajarannya (Ibu Ade dan Mbak Okta) di sekretariat Pasca ITP, penulis
menghaturkan terimakasih atas pelayanan administrasi yang diberikan selama
penulis menempuh studi. Terimakasih kepada DIPA IPB dan Direktorat Jendral
Perguruan Tinggi atas Penelitian Fundamental dan beasiswa Fresh Graduate
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan studi dengan
lancar. Kepada teman-teman di Program Studi ITP angkatan 2012 dan angkatan
2013 terimakasih atas kebersamaannya.

Penulis sampaikan terima kasih kepada Kak Eryk, Kak Shelvi, Kak Ferdy,
Kak Isyana, Kak Furqon, Kak Icha, Kak Pandu, dan teman-teman ABGSCi atas
segala dukungan dan kebersamaannya di Laboratorium Genetika Molekuler
Ternak. Kepada Olin, Rany, Opak, Eja, Adhit serta Hoshi, penulis sampaikan
terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, dan motivasi yang diberikan.
Ungkapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
Dr Ir I Nyoman Arnaya, MSc dan Putu Agustini Eliyati, kedua kakak, Putu Indira
Pradnyawati dan Kadek Noni Lokasari, serta seluruh keluarga atas doa, kasih
sayang, dukungan serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Semoga
penulis dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi kedua orang tua dan keluarga.
Kepada I Putu Arimbawa Pande, penulis ucapkan terimakasih atas segala doa dan
kasih sayangnya. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu penulis juga mengucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Komang Alit Paramitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2

2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Bali
Gen Signal Transducer and Activator of Transcription 5A (STAT5A)
Gen Prolaktin (PRL)
Analisis Keragaman DNA

3
3
4
5
6

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Materi
Prosedur
Analisis Data

6
6
7
7
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen PRL dan STAT5A
Identifikasi Genotipe Fragmen Gen PRL dan STAT5A
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen PRL|RsaI
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen STAT5A|AvaI
Heterozigositas
Keseimbangan Hardy-Weinberg
Homologi dan Deteksi Mutasi Gen Prolaktin (PRL)
Homologi dan Deteksi Mutasi Gen STAT5A
Strategi Pengembangan Sumberdaya Genetik Sapi Bali

12
12
13
15
18
20
21
22
24
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11

Primer gen STAT5A ekson 7, PRL ekson 3, dan PRL ekson 4
Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3
berdasarkan pusat pembibitan sapi bali
Frekuensi alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 pada sapi bali hasil
penelitian dan beberapa bangsa sapi
Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 4
berdasarkan pusat pembibitan sapi bali
Frekuensi alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 4 pada sapi bali hasil
penelitian dan beberapa bangsa sapi
Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7
berdasarkan pusat pembibitan sapi bali
Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7 pada
sapi bali hasil penelitian dan beberapa bangsa sapi
Nilai heterozigositas pengamatan (Ho), nilai heterozigositas harapan
(He), dan hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg berdasarkan pusat
pembibitan sapi bali
Asosiasi genotipe fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 dengan sifat
kuantitatif pada beberapa bangsa sapi
Asosiasi genotipe fragmen gen PRL|RsaI ekson 4 dengan sifat
kuantitatif pada beberapa bangsa sapi
Asosiasi genotipe fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7 dengan sifat
kuantitatif pada bangsa sapi di dunia

7
15
16
17
18
19
20

21
27
28
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Rekonstruksi struktur gen STAT5A berdasarkan sekuens gen
STAT5A di GenBank (Seyfert et al. 2000)
Rekonstruksi struktur gen PRL berdasarkan sekuens gen PRL di
GenBank (Cao et al. 2002)
Posisi penempelan primer pada fragmen gen PRL ekson 3 dan situs
pemotongan enzim RsaI
Posisi penempelan primer pada fragmen gen PRL ekson 4 dan situs
pemotongan enzim RsaI
Posisi penempelan primer pada fragmen gen STAT5A ekson 7 dan
situs pemotongan enzim AvaI
Hasil amplifikasi gen PRL ekson 3 pada sapi bali. M = marker DNA
100 bp. Sampel 1-7= produk amplifikasi gen PRL ekson 3 (156 bp).
Hasil amplifikasi gen PRL ekson 4 pada sapi bali. M = marker DNA
100 bp. Sampel 1-15= produk amplifikasi gen PRL ekson 4 (294 bp).
Hasil amplifikasi gen STAT5A ekson 7 pada sapi bali. M= marker
DNA 100 bp. Sampel 1-10= produk amplifikasi gen STAT5A ekson 7
(215 bp).

5
6
9
9
10
12
13

13

9

10

11

12

13

14

Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 3 dengan enzim restriksi
RsaI pada gel agarosa 3.5%. M= marker DNA 20 bp. Sampel 1-13=
sampel sapi bali
Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 4 dengan enzim restriksi
RsaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp. Sampel 1-16=
sampel sapi bali
Hasil PCR-RFLP fragmen gen STAT5A ekson 7 dengan enzim
restriksi AvaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp.
Sampel 1-7= sampel sapi bali
Hasil perunutan nukleotida sekuens gen PRL|RsaI ekson 3 pada sapi
bali dengan GenBank Bos taurus (kode akses AY339391.1 dan
AF426315.1)
Hasil perunutan nukleotida sekuens gen PRL|RsaI ekson 4 pada sapi
bali dengan GenBank Bos taurus (kode akses AY339391.1 dan
AF426315.1)
Hasil perunutan nukleotida sekuens gen STAT5A|AvaI ekson 7 pada
sapi bali dengan GenBank Bos taurus (kode akses AJ237937.1).

13

14

14

23

24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Sekuens gen prolaktin (PRL) berdasarkan GenBank kode akses
AF426315
Sekuens gen STAT5A ekson 7 berdasarkan GenBank kode akses
AJ237937

34
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi bali (Bos javanicus) sebagai ternak asli Indonesia hasil domestikasi
banteng (Bibos banteng) (Payne & Rollison 1974) merupakan sumberdaya
genetik ternak yang tidak ternilai harganya dan telah diakui oleh FAO sebagai
salah satu bangsa sapi di dunia (DGLS 2003). Sapi bali memiliki beberapa
keunggulan yaitu mampu beradaptasi terhadap lingkungan marjinal dan memiliki
daya reproduksi yang tinggi terutama pada kondisi pakan yang buruk (Talib
2002). Angka kelahiran sapi bali di Provinsi Bali, NTT, NTB, dan Sulawesi
Selatan masing-masing 66.3%, 66.6%, 51.7%, dan 60.4% dengan jarak
melahirkan antara 14-16 bulan (Talib et al. 2002). Performa reproduksi sapi bali
pada sistem pemeliharaan ekstensif (Sulawesi Selatan dan NTT) relatif sama
baiknya dengan sistem pemeliharaan intensif (Pulau Bali) untuk sifat-sifat birahi
dan lama bunting (Talib 2002). Oleh karena itu, sapi bali merupakan bangsa sapi
yang potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan daging secara nasional.
Distribusi sapi bali di Indonesia selain di Pulau Bali juga tersebar di
beberapa daerah utama populasi sapi bali, yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara
Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Purwantara et al. 2012). Berdasarkan
Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 diketahui bahwa
populasi sapi bali di Indonesia adalah 4 658 781 ekor atau sekitar 31% dari total
populasi sapi lokal di Indonesia. Empat provinsi dengan jumlah sapi bali tertinggi
antara lain: Bali sebanyak 637 463 ekor, NTB sebanyak 672 472 ekor, NTT
sebanyak 683 928 ekor, dan Sulawesi Selatan sebanyak 954 901 ekor yang
sekaligus sebagai daerah dengan jumlah sapi bali terbanyak di Indonesia (BPS
2011). Strategi pemuliaan dan pelestarian sapi bali dalam rangka mendukung
Program Perbanyakan Pejantan Unggul dan Program Pemurnian Sapi bali dapat
dilakukan melalui daerah sumber bibit di Indonesia untuk menghasilkan bibit
unggul sapi bali.
Upaya peningkatan mutu genetik ternak sapi bali dapat dilakukan melalui
seleksi untuk memperoleh karakteristik genetik yang terdapat pada sapi bali
seperti kemampuan sifat reproduksi tinggi. Pendekatan analisis gen kandidat sifat
reproduksi yang dilakukan oleh Khatib et al. (2009) berhasil mengidentifikasi alur
gen-gen yang berpengaruh terhadap sifat reproduksi seperti fertilitas dan daya
tahan hidup embrio pada sapi. Gen bovine prolaktin (bPRL) terletak di kromosom
23 (Barendse et al. 1997), terdiri atas lima ekson yang dipisahkan oleh empat
intron (Camper et al. 1984). Polimorfisme gen prolaktin disebabkan oleh mutasi
transisi antara basa adenin dengan basa guanin (A/G) yang bersifat synonimous
mutation pada asam amino 103 di ekson 3. Subtitusi antara kedua basa tersebut
dilaporkan menghasilkan situs polimorfik enzim RsaI dan menghasilkan dua alel,
yaitu alel A dan alel B (Lewin et al. 1992). Single Nucleotide Polymorphism
(SNP) antara basa adenin dan basa guanin pada posisi 8398 R gen prolaktin ekson
4 juga menghasilkan dua alel (A dan G) yang dapat dikenali oleh sekuens enzim
restriksi RsaI (Brym et al. 2005) dan terbukti berpengaruh nyata dengan sifat
produksi sapi perah (Dong et al. 2013; Brym et al. 2005; Mehmannavaz et al.

2
2009). Gen PRL|RsaI telah banyak digunakan sebagai penanda genetik untuk
karakterisasi genetik populasi sapi (Brym et al. 2005).
Gen signal transducer and activator of transcription 5A (STAT5A)
dilaporkan berhubungan nyata dengan daya tahan hidup embrio (Khatib et al.
2009). STAT5A dikenal sebagai mamary gland factor (MGF) yang berperan
sebagai faktor transkripsi penginduksi prolaktin (Wakao et al. 1994). Gen
STAT5A merupakan kandidat marka genetik untuk sifat kuantitatif pada sapi,
berada di kromosom 19 yang terdiri atas 19 ekson dan 18 intron (Seyfert et al.
2000). Keragaman gen STAT5A terjadi karena adanya subtitusi dari basa sitosin
(C) menjadi basa timin (T) pada posisi 6853 di ekson 7 yang menyebabkan
adanya polimorfik situs AvaI (Flisikowski et al. 2003).
Informasi genetik mengenai keragaman gen-gen pengontrol sifat reproduksi
pada sapi bali di Indonesia masih sangat terbatas dan belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, keragaman gen PRL dan gen STAT5A pada populasi sapi bali,
khususnya di pusat pembibitan sapi bali di Indonesia perlu diidentifikasi dengan
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP). Karakterisasi terhadap penciri gen tersebut pada
sapi bali diharapkan dapat melengkapi informasi dasar yang dapat dimanfaatkan
untuk program pemuliaan dan pelestarian sapi bali, terutama di daerah pusat
pembibitan sapi bali.
Perumusan Masalah
Sapi bali sebagai salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia
memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah daya reproduksi tinggi.
Informasi mengenai sapi bali terutama dari kajian molekuler DNA khususnya
pada gen-gen pengontrol sifat reproduksi seperti gen signal transducer and
activator of transcription 5A (STAT5A) dan gen prolaktin (PRL) masih sangat
terbatas dan belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, upaya memperoleh
karakteristik keragaman genetik terhadap gen-gen tersebut menjadi sangat penting
dilakukan pada bangsa sapi bali di pusat-pusat pembibitan sapi bali.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya polimorfisme
dan distribusi alel pada gen PRL ekson 3 dan ekson 4 serta gen STAT5A ekson 7
pada sapi bali di pusat pembibitan sapi bali yaitu BPTU sapi bali Pulukan, BIBD
Baturiti, BBIB Singosari, BPT-HMT Serading, dan Village Breeding Centre
(VBC) Kabupaten Barru di Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode PCRRFLP. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mendeteksi ada tidaknya mutasi
pada situs enzim restriksi RsaI pada gen PRL ekson 3 dan ekson 4 serta situs
enzim restriksi AvaI pada gen STAT5A ekson 7 pada sapi bali.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi genetik mengenai
keragaman gen-gen pengontrol sifat reproduksi pada sapi bali di pusat-pusat
pembibitan sapi bali di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai acuan bagi strategi pemuliaan dan pelestarian sapi bali.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi identifikasi keragaman dan keberadaan mutasi gen
prolaktin (PRL) ekson 3 dan ekson 4 dan gen signal transducer and activator of
transcription 5A (STAT5A) ekson 7 pada 262 ekor sapi bali yang terdapat di lima
pusat pembibitan sapi bali yaitu: BPTU sapi bali Pulukan (100 ekor), BIBD
Baturiti (22 ekor), BBIB Singosari (28 ekor), BPT-HMT Serading (48 ekor), dan
VBC Kabupaten Barru (64 ekor). Keragaman gen PRL dan STAT5A dianalisis
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP). Ada tidaknya mutasi di fragmen gen PRL dan
STAT5A dianalisis melalui teknik sequencing. Analisis data dilakukan melalui
pendekatan frekuensi alel, frekuensi genotipe, heterozigositas, dan keseimbangan
Hardy-Weinberg. Analisis hasil sekuensing dilakukan melalui pensejajaran
sekuens nukleotida (alignment) dan Basic Local Alignment Search Tools
(BLAST) nukleotida.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Bali
Sapi bali (Bos javanicus) merupakan salah satu bangsa sapi potong yang
penting bagi perkembangan industri peternakan di Indonesia. Selain di Pulau
Bali, sapi bali berada di sebagian besar daerah Indonesia bagian timur. Populasi
sapi bali banyak terdapat di tiga daerah utama yaitu Sulawesi Selatan, NTT, dan
NTB (Purwantara et al. 2012). Daya adaptasi dan reproduksi sapi bali di iklim
tropis sangat baik, terutama dibawah cekaman lingkungan yang keras. Performa
reproduksi sapi bali di sistem pemeliharaan ekstensif (Sulawesi Selatan dan NTT)
relatif sama baiknya dengan sistem pemeliharaan intensif (Pulau Bali) untuk sifatsifat birahi dan lama bunting. Ukuran tubuh dan bobot lahir yang kecil pada sapi
bali kemungkinan besar merupakan upaya mempertahankan keberlangsungan
hidup pada lingkungan marginal (Talib 2002). Lama bunting sapi bali berkisar
antara 280 hingga 290 hari dengan rataan bobot lahir sekitar 17 kg, namun pada
kondisi induk dengan kondisi nutrisi buruk maka bobot lahir pedet hanya kurang
dari 9 kg (Purwantara et al. 2012).
Rata-rata panjang siklus estrus sapi bali adalah 21 hari dengan beberapa
bukti yang menyatakan bahwa siklus estrus tersebut menjadi pendek dalam
kondisi nutrisi yang buruk (Toelihere 2002). Estrus sebagian besar merupakan
kejadian nokturnal dengan rataan durasi 18-19 jam dan belum terbukti adanya
pengaruh fotoperiode terhadap siklus estrus (Fordyce et al. 2002). Sapi bali yang
dipelihara secara intensif di Pusat Pembibitan Sapi Bali Pulukan dengan perbaikan
manajemen pemeliharaan menunjukkan bahwa umur berahi pertama adalah
718.57±12,65 hari, umur pertama melahirkan 1 104.51±23,82 hari, calving
interval 350.46±27.98 hari, dan angka konsepsi 1.65±0.87 (Siswanto et al. 2013).

4
Gen Signal Transducer and Activator of Transcription 5A (STAT5A)
STAT merupakan tujuh anggota famili faktor intraselular yang menengahi
aksi beberapa hormon peptida dan cytokines dalam sel target (Schindler dan
Darnell 1995). Kapasitas DNA-binding STATs diinduksi oleh fosforilasi residu
tirosin pada terminal-C protein sehingga menyebabkan dimerisasi dan transportasi
ke nukleus. STAT5 dikenal sebagai mamary gland factor (MGF) yang berperan
sebagai faktor transkripsi penginduksi PRL (Wakao et al. 1994). STAT5
diketahui berperan sebagai mediator utama aksi hormon pertumbuhan pada gen
target (Argetsinger dan Carter-Su 1996).
STAT5 memegang peran utama sebagai mediator pemberian isyarat
prolaktin dan dapat mengaktivasi transkripsi gen protein susu sebagai respon
terhadap prolaktin (Wakao et al. 1994). Faktor transkripsi STAT5 berfungsi
untuk menengahi aksi growth promoting oleh hormon pertumbuhan pituitari pada
sel target. Oleh karena itu, STAT5A dan STAT5B merupakan kandidat penanda
genetik untuk sifat kuantitatif pada sapi. Gen penyandi STAT5A dan STAT5B
homolog karena memiliki 90% sekuens penyandi yang identik. Kedua isoform
STAT5A dan STAT5B dibedakan oleh beberapa asam amino pada ujung
karbosilik molekul protein yang berhubungan dengan domain aktivasi transkripsi
(Moriggl et al. 1996).
Gen STAT5A pada sapi berada pada kromosom 19 dan terdiri atas 19 ekson
yang menyandikan 794 rantai asam amino (Seyfert et al. 2000). Struktur gen
STAT5A berdasarkan sekuens gen STAT5A di GenBank (kode akses AJ242522
dan AJ237937) dapat dilihat pada Gambar 1. Fliskowski dan Zwierzchowski
(2002) melaporkan polimorfisme sekuens nukleotida pada ekson 7 gen STAT5A.
Ekson 7 menyandikan 250-840 molekul STAT5A pada domain DNA-binding
yang bertanggung jawab untuk pengikatan faktor transkripsi ke promotor gen
target (Pellegrini dan Dusanter-Fourt 1997). Polimorfisme sekuens nukleotida
yang diteliti oleh Flisikowski et al. (2003) berhasil menemukan adanya subtitusi
basa sitosin dengan basa timin (CT) pada posisi 6853 pada ekson 7 yang
berasosiasi dengan sifat produksi daging. Mutasi tersebut menciptakan situs
restriksi AvaI yang dapat dideteksi oleh PCR-RFLP. Analisis menunjukkan
bahwa tidak terjadi perubahan sekuens asam amino pada protein yang disandikan
oleh gen STAT5A ekson 7 yaitu baik kodon CCC maupun CCT sama-sama
menyandikan asam amino prolin.
Gen STAT5A berasosiasi signifikan dengan laju fertilitas dan
perkembangan embrio (Khatib et al. 2009). Selain itu, hasil asosiasi analisis
RFLP STAT5A|AvaI ekson 7 dengan sifat performa pertumbuhan pada sapi
pejantan Podolica menunjukkan bahwa genotipe CC memiliki laju pertumbuhan
awal yang lebih cepat dan bobot badan yang lebih tinggi. Sebaliknya, sapi
bergenotipe heterozigot CT menunjukkan performa laju pertumbuhan tahap akhir
yang lebih cepat (Dario et al. 2009b). Hasil penelitian Flisikowski et al. (2003)
melaporkan bahwa bangsa sapi pedaging (Charolaise, Limousine, Red Angus, dan
Hereford) bergenotipe CC mengonsumsi pakan yang lebih sedikit untuk
maintenance dan produksi daging sehingga mengindikasikan konversi pakan yang
lebih baik.

5

Gambar 1 Rekonstruksi struktur gen STAT5A berdasarkan sekuens gen
STAT5A di GenBank (Seyfert et al. 2000)
Gen Prolaktin (PRL)
Gen prolaktin (PRL) berpengaruh terhadap beberapa proses biologis seperti
keseimbangan elektrolit, pertumbuhan, perkembangan, endokrinologi,
metabolisme, regulasi bermacam-macam fungsi dalam otak, pengaturan tingkah
laku maternal, reproduksi, dan imunoregulasi (Bole-Feysot et al. 1998). Gen
prolaktin termasuk ke dalam POU1F1 (Pit-1) signaling pathway dan interaksi dua
arah antara kedua gen tersebut berpengaruh signifikan terhadap daya tahan hidup
embrio sapi pada tahap awal (Khatib et al. 2009).
Gen bovine PRL (bPRL) terletak di kromosom 23 (Barendse et al. 1997),
berukuran 10 kb, terdiri atas lima ekson yang dipisahkan oleh empat intron
(Camper et al. 1984). Bagian ekson pada gen prolaktin menyandikan 229 asam
amino prekursor prolaktin dan 199 asam amino (Cao et al. 2002). Struktur gen
prolaktin berdasarkan sekuens gen PRL di GenBank (kode akses AF426315)
dapat dilihat pada Gambar 2.
Polimorfisme gen prolaktin telah banyak dilaporkan pada beberapa
penelitian. Mutasi transisi antara basa adenin dan guanin (A/G) yang bersifat
synonimous mutation pada asam amino 103 di ekson 3 dilaporkan memiliki situs
polimorfik RsaI (Lewin et al. 1992). Hasil penelitian mengenai keragaman gen
prolaktin ekson 3 pada 23 bangsa sapi lokal India (Bos indicus) dengan metode
PCR-RFLP menghasilkan tiga genotipe (AA, AB, dan BB) dengan frekuensi alel
A dan alel B masing-masing 0.52 dan 0.48 (Sodhi et al. 2011). Hasil asosiasi
antara gen prolaktin ekson 3 dengan sifat produksi susu menunjukkan bahwa
genotipe BB berhubungan dengan produksi susu dan produksi lemak susu yang
lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AA dan AB (Alipanah et al. 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Brym et al. (2005) dengan menggunakan
PCR-SSCP yang dilanjutkan dengan sekuensing pada gen bPRL ekson 4 berhasil
menemukan enam SNPs (single nucleotide polymorphisms). Salah satu SNP yang
terdapat pada posisi 8398 R memiliki situs polimorfik RsaI dan berasosiasi
dengan sifat produksi sapi perah. Genotipe AG berhubungan dengan produksi
susu yang tinggi sedangkan genotipe GG berhubungan dengan komposisi lemak
susu tertinggi pada sapi Black-and White.
Keragaman gen PRL ekson 4 pada sapi Chinese Holstein telah diidentifikasi
oleh Dong et al. (2013) dan ditemukan SNP (7545 GA) yang dapat dikenali
oleh sekuens enzim restriksi RsaI. Hasil asosiasi pada penelitian tersebut
menunjukkan bahwa sapi bergenotipe AA memiliki produksi susu yang lebih
tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Mehmannavaz et al. (2009)
yang menyatakan bahwa alel A berasosiasi dengan produksi susu dan protein susu
yang lebih baik.

6
Situs polimorfik PRL-RsaI telah banyak digunakan sebagai penanda genetik
untuk karakterisasi genetik populasi sapi. Frekuensi alel pada situs polimorfik
PRL-RsaI dan pengaruh dari alel-alel tersebut terhadap sifat performa susu belum
konsisten karena luasnya keberagaman pada bangsa sapi perah dan sapi pedaging
(Brym et al. 2005).

Gambar 2 Rekonstruksi struktur gen PRL berdasarkan sekuens gen PRL di
GenBank (Cao et al. 2002)
Analisis Keragaman DNA
Analisis keragaman DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
RFLP, SSCP, DGGE, dan sequencing. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah
suatu reaksi in vitro untuk menggandakan molekul DNA pada target yang telah
ditentukan dengan cara mensintesa molekul DNA baru yang berkomplemen
dengan molekul DNA tersebut dengan enzim polimerase dan oligonukleotida
pendek. Analisis RFLP sering digunakan untuk mendeteksi lokasi genetik dalam
kromosom yang menyandikan penyakit yang diturunkan (Orita et al. 1989).
Proses yang terjadi dalam PCR meliputi tiga tahap yang penting yaitu denaturasi
(pemisahan untai ganda DNA), annealing (penempelan primer), dan ekstensi
(pemanjangan primer) (Muladno 2002).
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP) adalah suatu metode analisis lanjutan dari produk PCR. Metode
PCR memanfaatkan perbedaan pola pemotongan enzim restriksi atau enzim
pemotong yang berbeda-beda pada setiap mikroorganisme (Orita et al. 1989).
Menurut Nei dan Kumar (2000) berdasarkan terpotong atau tidaknya fragmen
DNA dengan enzim pemotong, hasil fragmen potongan DNA tersebut dapat
divisualisasikan melalui teknik elektroforesis yang hasilnya menunjukan ada
tidaknya polimorfisme pada suatu individu atau populasi. Analisis RFLP biasa
digunakan untuk mendeteksi adanya keragaman pada gen yang berhubungan
dengan sifat ekonomis, seperti produksi dan kualitas susu (Sumantri et al. 2007).

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak,
Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2013 hingga Februari 2014.

7
Materi
Sampel Darah dan Semen
Total sampel sapi bali yang digunakan pada penelitian adalah 262 ekor.
Sampel darah berasal dari Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) sapi bali
Pulukan sebanyak 100 ekor, BPT-HMT Serading sebanyak 48 ekor, dan Village
Breeding Centre (VBC) Kabupaten Barru sebanyak 64 ekor. Sampel semen
berasal dari Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Baturiti sebanyak 22 ekor
dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari sebanyak 28 ekor.
Primer
Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen STAT5A ekson 7, PRL
ekson 3, dan PRL ekson 4 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Primer gen STAT5A ekson 7, PRL ekson 3, dan PRL ekson 4
Gen
STAT5A
ekson 7
PRL
ekson 3
PRL
ekson 4

Sekuens Primer
F: 5’-CTG CAG TGG CGT TCT GAG AG-3’
R: 5’-TGG TAC CAG GAC TGT AGC ACA T-3’
F: 5’-CGA GTC CTT ATG AGC TTG ATT CTT-3’
R: 5’-GCC TTC CAG AAG TCG TTT GTT TTC-3’
F: 5’-CCA AAT CCA CTG AAT TAT GCT T-3’
R: 5’-ACA GAA ATC ACC TCT CTC ATT CA-3’

Referensi
Flisikowski et al.
(2003)
Mitra et al. (1995)
Brym et al. (2005)

Keterangan : n = jumlah individu

Prosedur
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode Sambrook et al. (1989) yang
dimodifikasi. Tahap pertama merupakan preparasi sampel yaitu sampel darah dan
semen diambil sebanyak 200 µl dan ditambahkan dengan 1 000 µl NaCl 0.2%,
kemudian dihomogenkan menggunakan vortex dan didiamkan selama lima menit.
Sampel disentrifugasi pada kecepatan 8 000 rpm selama lima menit dan bagian
supernatan dibuang. Tahap kedua adalah degradasi protein yaitu endapan sampel
ditambahkan dengan 10 µl Proteinase-K (5mg/ml), 350 µl 1 x STE dan 40 µl SDS
10%, kemudian diinkubasi pada suhu 55 oC selama dua jam. Tahap ketiga
bertujuan untuk mendegradasi bahan organik dengan cara larutan yang telah
diinkubasi ditambahkan 40 µl NaCl 5 M, 400 µl phenol dan 400 µl CIAA
kemudian dikocok perlahan pada suhu ruang selama satu jam. Tahap keempat
adalah presipitasi DNA yaitu larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm
selama lima menit sehingga terbentuk fase DNA. Fase DNA yang terbentuk
diambil sebanyak 40 µl dan dipindahkan ke tabung 1.5 ml baru, ditambahkan
dengan 40 µl NaCl 5 M dan 800 µl EtOH 96%, dihomogenkan, kemudian
diistirahatkan overnight pada suhu -20 oC. Sampel DNA disentrifugasi pada
kecepatan 12 000 rpm selama lima menit dan supernatan yang terbentuk dibuang,
kemudian endapan ditiriskan sampai kering dan dilarutkan dalam 100 µl buffer
TE 80% untuk digunakan pada tahap amplifikasi DNA.

8
Amplifikasi DNA
Kondisi amplifikasi DNA terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi, annealing,
dan ekstensi sesuai dengan kondisi PCR (Polymerase Chain Reaction) yang
sesuai bagi masing-masing fragmen gen target. Sampel DNA hasil ekstraksi
diambil sebanyak 1 µl kemudian dipindahkan ke tabung 0.2 ml. Pereaksi
amplifikasi DNA yang terdiri dari 10.75 µl DW, 0.2 µl primer forward, 0.2 µl
primer reverse, 0.05 µl Taq polymerase, 1.5 µl buffer, 0.3 µl dNTPs dan 1 µl
MgCl2 dimasukkan ke dalam tabung 1.5 µl kemudian dihomogenkan. Campuran
pereaksi PCR tersebut didistribusikan ke masing-masing tabung yang berisi
sampel DNA kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR. Amplifikasi DNA
berlangsung di dalam mesin PCR Applied Biosystems dengan kondisi suhu
predenaturasi 95 oC selama lima menit, 35 siklus untuk tahapan denaturasi pada
suhu 95 oC selama 10 detik, annealing pada suhu 60 oC selama 20 detik, dan
ekstensi pada suhu 72 oC selama 30 detik, kemudian dilanjutkan dengan tahap
ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama lima menit dalam satu siklus. Produk PCR
dielektroforesis menggunakan gel agarosa 1.5%.
Analisis Penciri PCR-RFLP
Produk amplifikasi dari gen-gen yang dianalisis (STAT5A ekson 7, PRL
ekon 3, dan PRL ekson 4) dipotong dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim
restriksi yang digunakan pada gen STAT5A ekson 7 adalah AvaI (C|YCGRG),
sedangkan gen PRL ekson 3 dan PRL ekson 4 dipotong dengan enzim RsaI
(GT|AC). Produk PCR diambil sebanyak 5 μl dan dipindahkan ke tabung 0.5 ml.
Campuran pereaksi enzim restriksi yang terdiri dari 1 μl DW, 0.3 μl enzim
restriksi, dan 0.7 μl buffer tango dihomogenkan dan diambil masing-masing
sebanyak 2 μl untuk setiap sampel. Campuran sampel tersebut diinkubasi di
dalam inkubator pada suhu 37 oC selama lebih kurang 16 jam (overnight) dan
selanjutnya dielektroforesis.
Elektroforesis Produk PCR-RFLP
Elektroforesis produk PCR-RFLP gen STAT5A ekson 7 dan PRL ekson 4
menggunakan gel agarosa 2% yang dibuat dengan cara sebanyak 0.6 g serbuk
agarosa dilarutkan dalam larutan 0.5 x TBE sebanyak 30 ml kemudian dipanaskan
dalam microwave selama lima menit, dikocok dengan magnetic stirrer,
ditambahkan 2.5 μl EtBr, dan dicetak sehingga terbentuk sumur-sumur di dalam
gel. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan untuk elektroforesis gen PRL ekson
3 adalah 3.5% dengan komposisi bahan yang sama kecuali serbuk agarosa yang
digunakan adalah 1.05 g. Produk PCR-RFLP sebanyak 5 μl dicampurkan dengan
1 μl loading dye kemudian dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel. Marker
DNA 100 bp (gen STAT5A ekson 7 dan PRL ekson 4) dan marker 20 bp
sebanyak 2 μl ditaruh ke dalam sumur paling kiri sebagai penanda. Gel dialiri
listrik 100 volt selama 30-45 menit. Setelah elektroforesis selesai, gel agarosa
divisualisasikan dengan menggunakan sinar ultraviolet di dalam mesin UV
Transiluminator.
Penentuan Genotipe Gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7
Pita-pita DNA yang muncul dari hasil elektroforesis dibandingkan dengan
marker untuk diketahui panjang fragmennya. Jumlah pita atau posisi migrasi

9
DNA yang terbentuk diidentifikasi sebagai alel untuk penentuan genotipe setiap
sampel.
Genotyping Gen PRL ekson 3. Penentuan genotipe gen PRL ekson 3 adalah alel
A tidak memiliki situs potong yang ditunjukkan oleh satu fragmen yang
panjangnya sama dengan produk PCR yaitu 156 bp. Alel B memiliki situs potong
enzim RsaI (GT|AC) dan ditunjukkan oleh dua fragmen yang masing-masing
memiliki panjang 82 bp dan 74 bp (Gambar 3).

Gambar 3 Posisi penempelan primer pada fragmen gen PRL ekson 3 dan situs
pemotongan enzim RsaI
Genotyping Gen PRL ekson 4. Penentuan genotipe gen PRL ekson 4 adalah alel
G tidak memiliki situs potong yang ditunjukkan oleh satu fragmen yang
panjangnya sama dengan produk PCR yaitu 294 bp. Alel A memiliki situs potong
enzim RsaI (GT|AC) dan ditunjukkan oleh dua fragmen yang masing-masing
memiliki panjang 162 bp dan 132 bp (Gambar 4).

Gambar 4 Posisi penempelan primer pada fragmen gen PRL ekson 4 dan situs
pemotongan enzim RsaI
Genotyping Gen STAT5A ekson 7. Penentuan genotipe gen STAT5A ekson 7
adalah alel C tidak memiliki situs potong yang ditunjukkan oleh satu fragmen
yang panjangnya sama dengan produk PCR yaitu 215 pb. Alel C memiliki situs
potong enzim AvaI (C|YCGRG) dan ditunjukkan oleh dua fragmen yang masingmasing memiliki panjang 181 pb dan 34 pb (Gambar 5).

10

Gambar 5

Posisi penempelan primer pada fragmen gen STAT5A ekson 7 dan
situs pemotongan enzim AvaI

Sekuensing Fragmen Gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7
Sekuensing dilakukan pada individu sapi bali yang mewakili genotipe
berbeda dengan jumlah masing-masing dua sampel untuk setiap genotipe dari tiga
gen yang dianalisis. Sekuensing dilakukan dengan menggunakan mesin sekuenser
(ABI Prims 3100-Avant Genetic Analyzer) pada fragmen primer forward dan
reverse melalui jasa perusahaan sekuensing 1st Base di Selangor, Malaysia.
Analisis Data
Frekuensi Alel dan Genotipe
Keragaman genotipe pada masing-masing sampel dari setiap pusat
pembibitan sapi bali dapat ditentukan dari pita-pita yang ditemukan. Frekuensi
genotipe adalah rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap suatu populasi dengan
menghitung perbandingan antara jumlah genotipe tertentu pada setiap populasi.
Rumus menghitung frekuensi genotipe menurut Nei dan Kumar (2000) sebagai
berikut :
nii
ii

Keterangan :
= frekuensi genotipe ke-ii
nii
= jumlah individu bergenotipe ii
N
= jumlah individu sampel

Frekuensi alel adalah rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu
lokus dalam populasi. Frekuensi alel ( i dihitung berdasarkan rumus Nei dan
Kumar (2000):
2nii nij
i
2
Keterangan :
= frekuensi alel ke-i
i
nii
= jumlah individu bergenotipe ii
nij
= jumlah individu bergenotipe ij
N
= jumlah individu sampel

11
Heterozigositas
Keragaman genetik dapat diketahui melalui estimasi frekuensi
heterozigositas pengamatan (Ho) yang diperoleh dari masing-masing populasi
daerah sumber bibit sapi bali dengan menggunakan rumus Weir (1996):
nij
H0 ∑
i j

Keterangan :
Ho
= heterozigositas pengamatan (populasi)
nij
= jumlah individu heterozigot
N
= jumlah individu yang diamati

Heterozigositas harapan (He) berdasarkan frekuensi alel dihitung dengan
menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) :
q

He 1 ∑

Keterangan :
He
= nilai heterozigositas harapan
= frekuensi alel
i
q
= jumlah alel

2
i

i 1

Keseimbangan Hardy-Weinberg
Keseimbangan Hardy-Weinberg diuji dengan Chi-square (Hartl dan Clark
1997):
obs e p 2
2

e p
Keterangan:
2
= uji Chi-square
Obs
= jumlah pengamatan genotipe ke-i
Exp
= jumlah harapan genotipe ke-i

Derajat bebas (db) untuk uji keseimbangan Hardy-Weinberg berdasarkan
Allendorf et al. (2013) sebagai berikut:
db = (jumlah genotipe - jumlah alel)
Sekuens Fragmen Gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7
Hasil sekuensing dianalisis dengan program BioEdit (Hall 1999). Tingkat
kesamaan (homologi) dengan gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A
ekson 7 yang terdapat di GenBank dianalisis menggunakan metode Basic Local
Alignment Search Tool (BLAST) nukleotida (Altschul et al. 1990). Ada tidaknya
mutasi pada sekuens fragmen gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A
ekson 7 dilakukan alignment dengan menggunakan program Molecular
Evolutionary Genetic Analysis (MEGA5) (Tamura et al. 2011).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen PRL dan STAT5A
Amplifikasi fragmen gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7
pada sapi bali menghasilkan panjang produk PCR masing-masing sebesar 156 bp
(Gambar 6), 294 bp (Gambar 7), dan 215 bp (Gambar 8). Amplifikasi ketiga
fragmen gen tersebut dilakukan pada suhu annealing 60 oC selama 20 detik
dengan menggunakan mesin thermocycler Applied Biosystems. Suhu annealing
adalah suhu optimal untuk berlangsungnya penempelan primer sesuai dengan
sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak selama proses amplifikasi
DNA berlangsung. Suhu optimal penempelan primer pada penelitian ini berbeda
dengan suhu annealing yang telah dilakukan untuk primer fragmen gen PRL
ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7 yaitu masing-masing pada suhu 59
o
C selama 40 detik (Sodhi et al. 2011), suhu 58.5 oC selama 30 detik (Brym et al.
2005), dan suhu 64 oC selama 1 menit (Dario et al. 2009).
Perbedaan suhu annealing tersebut antara lain disebabkan oleh perbedaan
kondisi mesin PCR dan campuran komponen pereaksi PCR. Viljoen et al. (2005)
menyatakan bahwa suhu annealing berkisar antara 55-72 oC, selain itu suhu
optimal annealing salah satunya bergantung pada konsentrasi MgCl2. Pelt-Verkuil
et al. (2008) menyatakan bahwa waktu annealing yang dibutuhkan supaya primer
dapat berkomplemen dan menempel dengan targetnya bergantung pada kapasitas
pemanasan mesin thermocycler yang digunakan, volume campuran PCR serta
konsentrasi primer dan gen target.

Gambar 6

Hasil amplifikasi gen PRL ekson 3 pada sapi bali. M = marker
DNA 100 bp. Sampel 1-7= produk amplifikasi gen PRL ekson 3
(156 bp).

13

Gambar 7

Hasil amplifikasi gen PRL ekson 4 pada sapi bali. M = marker
DNA 100 bp. Sampel 1-15= produk amplifikasi gen PRL ekson 4
(294 bp).

Gambar 8 Hasil amplifikasi gen STAT5A ekson 7 pada sapi bali. M= marker
DNA 100 bp. Sampel 1-10= produk amplifikasi gen STAT5A
ekson 7 (215 bp).
Identifikasi Genotipe Fragmen Gen PRL dan STAT5A
Hasil analisis penciri RFLP dengan menggunakan enzim restriksi RsaI
terhadap fragmen gen PRL ekson 3 diperoleh tiga macam fragmen, yaitu fragmen
yang tidak dapat dipotong (156 bp) yang dikenal dengan genotipe AA, fragmen
yang dapat dipotong (84 bp dan 72 bp) yang dikenal dengan genotipe BB, dan
fragmen gabungan (156 bp, 84 bp, dan 72 bp) atau heterozigot yang dikenal
dengan genotipe AB (Gambar 9).

Gambar 9 Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 3 dengan enzim restriksi
RsaI pada gel agarosa 3.5%. M= marker DNA 20 bp. Sampel 113= sampel sapi bali

14
Hasil pemotongan fragmen gen PRL ekson 4 dengan enzim restriksi RsaI
diperoleh tiga macam pola restriksi (Gambar 10). Pola pertama adalah fragmen
gen yang terpotong oleh enzim RsaI, ditunjukkan oleh dua fragmen pada posisi
162 bp dan 132 bp disebut sebagai genotipe AA. Pola kedua tidak memiliki situs
restriksi RsaI sehingga menghasilkan satu pita pada posisi 294 bp (genotipe GG).
Pola ketiga adalah gabungan dari ketiga fragmen pada posisi 294, 162, 132 bp
(genotipe heterozigot AG).
Berdasarkan hasil identifikasi genotipe ditemukan dua alel (alel A dan alel
B) pada gen PRL ekson 3 serta alel A dan alel G pada gen PRL ekson 4. Fragmen
gen dari individu-individu sapi bali yang memiliki sekuens situs pemotong enzim
RsaI yaitu GT|AC berarti dapat dipotong fragmen gen PRL ekson 3 maupun
fragmen gen ekson 4-nya, sedangkan individu sapi bali yang hanya menunjukkan
satu pita berarti terjadi mutasi sekuens enzim RsaI pada fragmen gen PRL ekson 3
dan PRL ekson 4 sehingga tidak dapat dikenali oleh enzim pemotong RsaI.

Gambar 10 Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 4 dengan enzim restriksi
RsaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp. Sampel 116= sampel sapi bali
Hasil pemotongan gen STAT5A ekson 7 sapi bali dengan menggunakan
enzim restriksi AvaI diperoleh hanya satu macam genotipe (CC) ditunjukkan oleh
fragmen yang dapat dipotong pada posisi 181 bp dan 34 bp (Gambar 11). Seluruh
individu sapi bali pada penelitian ini memiliki sekuens situs enzim pemotong AvaI
yaitu C|YCGRG.

Gambar 11

Hasil PCR-RFLP fragmen gen STAT5A ekson 7 dengan enzim
restriksi AvaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp.
Sampel 1-7= sampel sapi bali

15

Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen PRL|RsaI
Hasil analisis frekuensi genotipe dan frekuensi alel fragmen gen PRL ekson
3 pada sapi bali yang dikelompokkan berdasarkan populasi pusat pembibitan
disajikan pada Tabel 2. Proporsi genotipe fragmen gen PRL ekson 3 pada setiap
populasi pembibitan sapi bali yang diteliti menunjukkan bahwa frekuensi genotipe
AA paling tinggi, sebaliknya frekuensi genotipe AB rendah dan bahkan hanya
ditemukan satu ekor sapi bali yang memiliki genotipe BB yaitu pada populasi
BBIB Singosari. Hal tersebut menyebabkan tingginya frekuensi alel A pada
seluruh populasi pusat pembibitan sapi bali. Frekuensi genotipe AA pada populasi
sapi bali di BIBD Baturiti ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan pusatpusat pembibitan sapi bali lainnya disebabkan hanya satu ekor sapi bali yang
memiliki genotipe berbeda yaitu heterozigot AB. Frekuensi genotipe AB pada
populasi sapi bali di BPT-HMT Serading lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi lainnya. Individu sapi bali yang memiliki genotipe BB ditemukan dengan
frekuensi yang sangat rendah pada populasi BBIB Singosari (0.036), sedangkan
genotipe BB tidak ditemukan pada populasi pembibitan sapi bali lainnya.
Tabel 2

Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3
berdasarkan pusat pembibitan sapi bali

Pusat Pembibitan

n

BPTU sapi bali
Pulukan
BIBD Baturiti

100

BBIB Singosari

28

BPT-HMT Serading

48

VBC Kabupaten
Barru
Total

64

22

262

AA
0.910
(91)
0.955
(21)
0.893
(25)
0.708
(34)
0.891
(57)
0.870
(228)

Genotipe
AB
0.090
(9)
0.045
(1)
0.071
(2)
0.292
(14)
0.109
(7)
0.126
(33)

BB
0.000
(0)
0.000
(0)
0.036
(1)
0.000
(0)
0.000
(0)
0.004
(1)

Alel
A
B
0.955
0.045
0.977

0.023

0.929

0.071

0.854

0.146

0.945

0.055

0.933

0.067

Keterangan : n = jumlah individu

Distribusi alel dari lokus PRL|RsaI ekson 3 ditunjukkan oleh frekuensi alel
A yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada setiap populasi,
baik pada sapi bali yang terdapat di Bali (BPTU sapi bali Pulukan dan BIBD
Baturiti) maupun di BBIB Singosari, BPT-HMT Serading dan VBC Kabupaten
Barru (Tabel 2). Frekuensi alel A fragmen gen PRL ekson 3 pada populasi yang
terdapat di BIBD Baturiti (0.977) memiliki kecenderungan yang sama dengan
populasi di BPTU sapi bali Pulukan (0.955) dan VBC Kabupaten Barru (0.945),
sedangkan frekuensi alel A untuk sapi bali di BPT-HMT Serading lebih rendah
(0.854) karena jumlah individu sapi bali bergenotipe AB lebih banyak pada
populasi tersebut. Secara keseluruhan, frekuensi alel A gen PRL ekson 3 pada sapi
bali yang diidentifikasi di penelitian lebih tinggi dibandingkan beberapa bangsa

16
sapi di dunia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil identifikasi keragaman
genetik gen PRL ekson 3 memberikan informasi adanya dominasi alel A pada
pusat-pusat pembibitan sapi bali di Indonesia pada penelitian ini.
Tabel 3

Frekuensi alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 pada sapi bali hasil
penelitian dan beberapa bangsa sapi
Bangsa

Sapi bali
Bos indicus
Ongole
Red Sindhi
Sahiwal
Russian Red Pied
Black-andWhite
Jersey
Aboriginal Russian
Yakut
Yaroslavi
Bestuzhev
Kostroma
Nadji
Bangsa sapi Turki
Turkish Grey
East Anatolian Red
Anatolian Black
South Anatolian Red
Brown Swiss
Holstein
Bangsa sapi Turki
Holstein
Brown Swiss
Simmental
Black-and-White
Russian
German
Yaroslavl
Holstein-Friesian
Brown Swiss

262
938
37
41
41
57
125
242
185

Frekuensi Alel
A
B
0.933 0.067
0.520 0.480
0.510 0.490
0.540 0.460
0.510 0.490
0.510 0.490
0.794 0.206
0.853 0.147
0.308 0.692

41
113
57
124
84

0.732
0.646
0.684
0.750
0.571

0.268
0.354
0.316
0.250
0.429

43
44
44
40
44
44

0.762
0.698
0.585
0.763
0.733
0.861

0.238
0.302
0.415
0.237
0.267
0.139

n

Sumber
Hasil penelitian
Sodhi et al. (2011)

Mitra et al. (1995)
Alipanah et al. (2007)
Dybus et al. (2005)
Dybus et al. (2005)
Lazebnaya et al. (2013)

Roshanfekr et al. (2013)
Akyuz et al. (2012)

Akyuz et al. (2013)
150
50
50

0.873
0.760
0.810

0.127
0.240
0.190
Khatami et al. (2005)

32
32
120
720

0.954
0.610
0.650
0.582

0.046
0.086
0.350
0.418

107

0.610

0.390

Khatami et al. (2005)
Wojdak-Maksymiec et
al. (2008)
Chrenek et al. 2003

Keterangan : n = jumlah individu

Hasil asosiasi fragmen gen PRL ekson 3 dengan sifat kualitas susu yang
telah dilaporkan oleh Lazebnaya et al. (2013) menunjukkan bahwa genotipe AA
dan AB berhubungan dengan kandungan lemak susu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe BB pada sapi Yaroslavl. Alipanah et al. (2007)

17
menyatakan bahwa sapi Russian Red Pied yang memiliki genotipe BB
menunjukkan produksi susu, lemak susu, dan protein susu yang lebih tinggi.
Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL ekson 4 pada sapi bali
berdasarkan pusat pembibitan tersaji pada Tabel 4 dan menunjukkan bahwa
frekuensi genotipe GG lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AA dan AG.
Frekuensi genotipe GG pada populasi sapi bali yang terdapat di BIBD Baturiti
tertinggi dibandingkan dengan populasi pusat pembibitan sapi bali lainnya.
Frekuensi genotipe AG pada populasi sapi bali di BPT-HMT Serading lebih tinggi
dibandingkan dengan pusat pembibitan sapi bali lainnya. Frekuensi genotipe AA
pada BBIB Singosari menunjukkan keragaman yang sangat rendah (0.036)
sedangkan tidak ditemukan genotipe AA, baik pada populasi sapi bali di BPTU
sapi bali Pulukan, BIBD Baturiti, BPT-HMT Serading maupun di VBC
Kabupaten Barru. Hasil tersebut dapat menjadi indikator terbatasnya jumlah sapi
bali bergenotipe AA di pusat pembibitan sapi bali.
Tabel 4

Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 4
berdasarkan pusat pembi