Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

VIRA IRMA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Pupuk Organik dalam
Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Pembibitan Utama Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Vira Irma Sari
NIM A252110221

RINGKASAN
VIRA IRMA SARI. Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk
NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama.
Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUGIYANTA.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki produktivitas minyak
paling tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak lain. Oleh karena itu,
penerapan teknologi budidaya kelapa sawit yang tepat harus dilaksanakan agar
dapat mempertahankan produktivitas minyak kelapa sawit yang tinggi.
Pembibitan merupakan langkah awal yang sangat berpengaruh terhadap umur dan
produktivitas kelapa sawit. Pertumbuhan bibit yang baik akan menghasilkan
tanaman berkualitas dan produksi minyak berkualitas tinggi. Kebutuhan bibit
kelapa sawit untuk perluasan areal dan peremajaan terus meningkat sehingga
penyediaan bibit berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang

tepat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kombinasi dosis pupuk
organik dan pupuk NPK yang tepat untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama,
(2) mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas
penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, dan (3)
mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi
perlakuan terbaik.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga,
Bogor dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Rancangan
yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun dalam lingkungan acak
kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan perbandingan
volume pupuk organik dan top soil terdiri atas 0:6, 1:6, 2:6 dan 3:6. Faktor kedua
adalah perlakuan jumlah dosis NPK selama 7 bulan terdiri atas 0.0, 127.5, 255.0,
dan 382.5 g tanaman-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, sehingga
jumlah sampel adalah 240 tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik dan NPK
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, dan
kandungan klorofil. Interaksi antara pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman (8 bulan setelah pindah tanam (BSP)), jumlah daun (5-8
BSP),diameter batang (8 BSP), luas daun (3BSP) dan kandungan klorofil (4 BSP).
Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk NPK, pada

percobaan ini efektivitas tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan
pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas sebesar 179.38%. Aplikasi
pupuk organik 3:6 saja menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang sama
dengan aplikasi pupuk NPK mulai dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 tanpa pupuk
organik. Oleh karena itu, pupuk organik 3:6 dapat mensubstitusi pupuk NPK
untuk bibit kelapa sawit. Kombinasi perlakuan terbaik adalah perbandingan pupuk
organik 2:6 dengan dosis pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas
masing-masing untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang adalah
158.91%, 209.14%, dan 170.10%. Pemberian pupuk organik meningkatkan
efisisensi pemupukan NPK, dengan tingkat serapan hara N, P dan K masingmasing adalah 56.16%, 11.06% dan 29.90%.

Kata kunci: klorofil, neraca hara, rekomendasi pemupukan, respon morfologi dan
fisiologi

SUMMARY
VIRA IRMA SARI. The Role of Organic Fertilizer to Increase the Effectivity of
NPK Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in Main Nursery.
Supervised by SUDRADJAT dan SUGIYANTA.
Oil palm has higher palm oil productivity than the others. So that, the
precision plantation technology of oil palm cultivation must be done in order to

preserve high productivity of oil palm. A seedling is the first step that affecting for
oil palm’s age and productivity. Good growth will produce high quality and
production of oil palm. The necessity of oil palm seedlings to intensify areal and
replant would grow continuously, so it has needed to obtain precise fertilization.
The objectives of this experiment were (1) to obtain the best organic-NPK
fertilizer combination in increasing the effectiveness of the use of NPK fertilizer,
(2) to study the role of organic fertilizer for the growth of oil palm seedling in
main nursery, and (3) to investigate the efficiency of NPK fertilizer for best
combination.
The experiment was conducted from December 2011 to September 2012 at
IPB Teaching Farm Dramaga Bogor. The layout was arranged in a factorial
random block design with three replications. The first factor was volume ratio
organic fertilizer to top soil i.e 0, 1:6, 2:6, and 3:6. The second was NPK Fertilizer
rates i.e 0.0, 127.5, 255.0, and 382.5 g NPK.plant-1. Each of treatments have 5
plants, so that the numbers of sample were 240 plants.
The result showed that combination of organic and NPK fertilizer
significantly affected to plant height, leaf number, steam diameter, leaf area, and
chlorophyll content. The interaction between organic and NPK fertilizer
significantly affected to plant height at 8 Months After Transplanting (MAT)),
leaf number (5-8 MAT), steam diameter (8 MAT), leaf area (3 MAT) and

chlorophyll number (4 MAT).
Organic fertilizer had increased the effectiveness of NPK fertilizer for oil
palm seedlings, in this research the highest effective value was organic fertilizer
2:6 (organic fertilizer : top soil) and NPK 382.5 g plant-1 with the effective value
was 179.38%. The only application of organic fertilizer 3:6 has showed oil palm
seedling that no significant with NPK application from 127.5-382.5 g tanaman-1
without organic fertilizer. So that, organic fertilizer 3:6 could be substituted of
NPK fertilizer. The best combination treatment was 2:6 and 382.5 NPK g plant-1
with effective value was 158.91%, 209.14% and 170.10% for plant height, leaf
number and stem diameter, respectively. Organic fertilizer had increased the
efficiency of NPK fertilizer with absorption rates of N, P and K was 56.16%,
11.06% and 29.90%.
Keywords: chlorophyll, nutrient balance, fertilizer recomendation, morphological
and physiological responses

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

VIRA IRMA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hariyadi, MS.

3

Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK
pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan
Utama
: Vira Irma Sari
Nama
: A252110221
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

r Ir Sugiyanta, MSi
Anggota


Dr Ir Sudradjat. MS
Ketua

Diketahui oleh

セオョゥヲ

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Ghulamahdi, MS

Tanggal Ujian : 21 Juni 2013

Tanggal Lulus :

3 0 JUL 2013

Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK
pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan

Utama
Nama

: Vira Irma Sari

NIM

: A252110221

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS

Dr Ir Sugiyanta, MSi

Ketua

Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 21 Juni 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini adalah
Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit

kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Sudradjat, MS dan Bapak Dr. Ir. Sugiyanta MSi sebagai ketua dan anggota komisi
pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Dr. Ir. Maya Melati, Msi sebagai penguji
luar komisi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito MS dan ketua program studi
Agronomi dan Hortikultura Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MSi serta semua staf
departemen yang telah banyak membantu.
Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Ayahanda Nur Arfian, Ibunda Elvi Rahmi, Adik Vinni Ardwifa dan Muhammad
Fachmi atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril dan materil
selama perkuliahan, penelitian dan penulisan thesis ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana program studi Agronomi dan
Hortikultura 2011 dan 2010 IPB, teman-teman Agronomi 2007 Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, adik-adik Agronomi dan Hortikultura 45 IPB, serta
kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2013
Vira Irma Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesa Penelitian

1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kelapa Sawit
Ekologi Kelapa Sawit
Pembibitan Utama Kelapa Sawit
Pemupukan Kelapa Sawit
Pupuk Organik
Pupuk NPK

3
3
4
5
5
6
8

3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Pengamatan

9
10
10
10
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Tanggap Morfologi Tanaman
Tanggap Fisiologi Tanaman
Biomassa
Dinamika Hara
Neraca Hara
Peningkatan Pertumbuhan
Efektivitas Agronomi Relatif

15
15
16
23
28
29
31
32
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

36
36
37

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

43

DAFTAR TABEL

1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama
2 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi
tanaman
3 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman umur 8 BSP
4 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap
jumlah daun
5 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun umur 5-8 BSP
6 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap
jumlah diameter batang
7 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang umur 8
BSP
8 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas
daun
9 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun umur 3 BSP
10 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap
kandungan klorofil
11 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah klorofil umur 4 BSP
12 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap
kerapatan stomata
13 Neraca hara berdasarkan perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g
tanaman-1
14 Peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit
15 Nilai efektivitas agronomi relatif

11
17
17
18
19
20
21
22
22
24
25
26
31
33
35

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5

Bibit kelapa sawit pada penelitian di pembibitan utama
Kadar hara N pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
Kadar hara P pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
Kadar hara K pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
Bobot kering tanaman bibit kelapa sawit umur 8 BSP pada perlakuan
kontrol dan kombinasi pupuk organik 2:6 NPK 382.5 g tanaman-1
(perlakuan terbaik)
6 Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam media tanam
7 Rataan peningkatan pertumbuhan peubah bibit kelapa sawit dengan
pemberian pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kontrol (%)
8 Perbandingan nilai efektivitas agronomi relatif perlakuan NPK 382.5 g
tanaman-1 tanpa pupuk organik dengan perlakuan NPK 382.5 g
tanaman-1 dan pupuk organik 2:6

16
27
27
27

29
30
34

36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6
7
8
9

Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk pembudidayaan kelapa sawit
Hasil analisis sampel tanah
Hasil analisis pupuk organik yang digunakan pada penelitian
Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, temperatur rata-rata, lama
penyinaran, kelembaban udara dan Intensitas penyinaran matahari
Desember 2011-Agustus 2012.
Standar pertumbuhan morfologi bibit PT. Dami Mas
Kadar hara N, P dan K daun bibit kelapa sawit pada setiap perlakuan
Kadar hara N, P dan K daun setiap lapisan tanah pada perlakuan terbaik
(Pupuk organik 2:6) dan NPK 382.5 g tanaman-1
Korelasi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah klorofil
dan kerapatan stomata pada umur bibit kelapa sawit 8 BSP.
Rekomendasi pemupukan pada tahap pembibitan berdasarkan Uexkull
(1992)

44
45
46

46
47
47
47
48
48

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan
yang penting dalam perekonomian Indonesia karena menjadi komoditas andalan
ekspor sebagai penghasil devisa negara dan dapat menciptakan lapangan kerja.
Indonesia menjadi produsen utama minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil
(CPO) terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012
mencapai 9.27 juta ha dengan produksi CPO mencapai 25.6 juta ton. Indonesia
menyumbang 47% kebutuhan minyak kelapa sawit di dunia dengan nilai ekspor
mencapai 17.1 juta ton CPO (DITJENBUN 2012).
Produktivitas CPO di Indonesia adalah sebesar 3.3-4.5 ton hektar-1. Nilai
produktivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain seperti
minyak kedelai (0.41 ton hektar-1), bunga matahari (0.43 ton hektar-1), canola
(0.66 ton hektar-1), dan kelapa (0.25 ton hektar-1) (Oil world 2009). Minyak sawit
dapat digunakan sebagai bahan pangan, bahan baku industri, farmasi, dan bahan
bakar nabati (Palupi dan Yopi 2008). Namun, nilai produktivitas CPO Indonesia
tersebut belum tergolong tinggi karena bila menggunakan bibit unggul kelapa
sawit potensinya dapat mencapai 7.5 ton CPO hektar-1 (Husni 2012). Potensi
produktivitas dapat dicapai apabila sejak bibit di pembibitan utama mendapatkan
hara yang cukup dengan aplikasi pemupukan yang tepat jenis, jumlah, cara dan
waktu.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengusahaan kelapa sawit
adalah saat menyiapkan bibit di pembibitan kelapa sawit (Harahap et al. 2005).
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya
kelapa sawit yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan umur
tanaman berproduksi (Jannah et al. 2012). Perhatian yang tetap dan terus menerus
diperlukan kelapa sawit pada umur 1-1.5 tahun pertama sehingga pembibitan
penting dilakukan pada budidaya kelapa sawit (Pahan 2006).
Pertumbuhan bibit yang baik merupakan faktor utama dalam memperoleh
tanaman yang baik di lapangan, maka untuk itu diperlukan penanganan dan
pemeliharaan bibit yang tepat. Kebutuhan bibit kelapa sawit untuk perluasan areal
dan peremajaan terus meningkat sehingga penyediaan bibit berkualitas
memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat (Santi dan Goenadi 2008).
Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan tanaman yang
berproduktivitas tinggi mengingat kelapa sawit tergolong tanaman yang
membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak (Sutarta et al. 2005).
Pemupukan bibit bertujuan menjamin kecukupan dan keseimbangan hara kelapa
sawit serta menghasilkan produksi tandan buah segar yang optimal sehingga
diperoleh produksi dan kualitas minyak yang baik (Harahap et al. 2005).
Bibit kelapa sawit yang unggul memiliki pertumbuhan fisik yang baik dan
sehat dengan perkembangan yang normal. Tingkat kesehatan tanaman pada fase
pembibitan sangat ditentukan oleh intensitas pemeliharaan bibit dari kecambah
hingga siap dipindahkan. Dosis pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
tanaman sangat diperlukan, karena pada fase ini pertumbuhan tanaman sangat
cepat, sehingga memerlukan pupuk yang sesuai dengan umur tanaman

(Lubis 2008). Dosis optimum Nitrogen dan Fosfor untuk kelapa sawit di
pembibitan utama selama 6 bulan masing-masing diketahui sebesar 1.32 N g
tanaman-1 dan 4.24 P g tanaman-1 (Darwis 2012).
Unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
kelapa sawit adalah Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Nitrogen berperan dalam
pembentukan klorofil, memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, penyusun dari
banyak senyawa, dan meningkatkan kualitas daun (Rachman et al. 2008). Kalium
berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti aktivator enzim, pengaturan sel
turgor, fotosintesis, transpor hara dan air, meningkatkan daya tahan tanaman, dan
memperbaiki ukuran, rasa, warna serta kulit buah (Rahardjo 2006). Pupuk
majemuk (NPK) adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara.
Penggunaan pupuk majemuk ini menjamin diterapkannya teknologi pemupukan
berimbang sehingga dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman. Selain
itu, pupuk majemuk juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pemupukan, mudah dalam aplikasi serta mudah diserap oleh tanaman (Primanti
dan Haridjaja 2005).
Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah (Yang et al. 2004) seperti meningkatkan kapasitas air, kapasitas tukar
kation, porositas, pH, serta merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam
tanah (Leszczynska dan Malina 2011). Dengan pemberian pupuk organik maka
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk anorganik (NPK) terhadap
pertumbuhan tanaman (Widowati 2009). Santi dan Goenadi (2008) menyatakan
bahwa pemupukan kelapa sawit menggunakan pupuk organik dengan pupuk KCl
menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan
pemupukan dosis standard pembibitan.
Pemberian pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan dosis yang
tepat dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi bibit kelapa sawit. Untuk
itu penelitian ini dirancang agar didapatkan kombinasi pemupukan yang tepat
untuk kelapa sawit di pembibitan utama. Pupuk organik yang memiliki banyak
keuntungan dapat mengimbangi pemberian pupuk anorganik agar efektif dan
efisien pada kelapa sawit.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk :
1. mendapatkan kombinasi dosis pupuk organik dan pupuk NPK yang tepat
untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama,
2. mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas
penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama,
3. mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi
perlakuan terbaik.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah :
1. pemberian pupuk organik dengan pupuk NPK menghasilkan pertumbuhan
yang lebih baik,
2. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pemakaian
pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama,
3. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan NPK
pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang
berasal dari Afrika dan telah ada di Indonesia sejak tahun 1848. Negara-negara
produsen kelapa sawit adalah Indonesia dan Malaysia di kawasan Asia Tenggara,
Columbia dan Ekuador di kawasan Amerika Latin, Nigeria dan Kamerun di
kawasan Afrika. Negara-negara tersebut mempunyai kondisi iklim yang sesuai
untuk pertumbuhan kelapa sawit.Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi
dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa
sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan
alat perkembangan terdiri dari bunga dan buah (Purwanto 2009).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Akar tanaman kelapa sawit
terdiri dari akar serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan
horizontal ke samping. Akar primer tumbuh dari pangkal batang dan mempunyai
diameter antara 8 - 10 mm serta panjangnya dapat mencapai 18 m. Akar sekunder
tumbuh dari akar primer dan mempunyai diameter antara 2-4 mm. Dari akar
sekunder tumbuh akar tersier dan mempunyai diameter 0.7-1.5 mm serta
panjangnya sekitar 15 cm. Akar kuarter berdiameter 0.1-0.5 mm tumbuh dari akar
tersier dan panjangnya sekitar 1-4 mm. Akar tersier dan kuarter berjumlah sangat
banyak membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Penyerapan
unsur hara dilakukan oleh akar kuarter (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).
Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Batang
berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm, tinggi batang bertambah
kira-kira 75 cm tahun-1 dan tinggi maksimum 24 m. Batang berfungsi sebagai
penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Savitri
2011).
Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk dan bersirip genap.
Daun diproduksi membentuk garis spiral dari jaringan meristem. Satu daun
muncul setiap bulan sampai bibit berusia 6 bulan. Jumlah daun yang dihasilkan
meningkat 30-40 daun per tahunnya pada umur 5-6 tahun dan menurun pada umur
18-25 tahun. Luas daun sawit dewasa sekitar 400 m2 (Verheye 2011). Daun
kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8, lingkaran atau spiralnya ada yang berputar

kekiri dan kekanan. Rumus daun ini penting untuk mengetahui letak daun ke-9,
ke-17 atau lainnya yang dipakai sebagai standar pengukuran pertumbuhan
maupun pengambilan contoh daun (Adlin 2008).
Tanaman kelapa sawit berumah satu atau monoecious di mana bunga
jantan dan betina berada dalam satu pohon, namun terletak pada tandan bunga
yang berbeda dan keluar dari ketiak pelepah. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Lubis 2008).
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan
bergerombol pada tandan buah. Jumlah buah per tandan dapat mencapai 1-600
buah, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah berkisar 2 - 5 cm dan
beratnya sampai 30 gram. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk
panen) sekitar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung
pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).
Berdasarkan ketebalan cangkang, tebal tipisnya cangkang tanaman kelapa
sawit dapat dibagai menjadi tiga jenis yaitu:
 Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen
minyak 15-17%.
 Pisifera, tidak memiliki cangkang, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya
kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnya
hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang
dihasilkan sedikit.
 Tenera, merupakan hasil persilangan antara Dura dan Psifera, memiliki
cangkang tipis (2-3 mm) atau tebal (3-5 mm), daging buah tebal dan
rendemen minyak 21-23% (Jefrialdi 2010).

Ekologi Kelapa Sawit
Kondisi iklim yang optimal untuk penanaman kelapa sawit adalah yang
memiliki suhu 25-28C, curah hujan 1700-2500 mm tahun-1, kelembaban relatif
(RH) diatas 85%, dan radiasi matahari sebesar 16-17 MJ/m2 per hari. Ketinggian
tempat yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah 0-400 meter di atas
permukaan laut (Wigena et al. 2009).
Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah tanah dengan tekstur
lempung-liat, berdrainase baik, kedalaman tanah >100 cm, dan tidak berbatu.
Topografi datar, berombak dan bergelombang dapat sesuai untuk budidaya kelapa
sawit dengan lereng antara 0-25%. pH optimum untuk kelapa sawit adalah 5-6,
dengan KTK >16 cmol kg-1 dan C organik >0.8% (Lumbangaol 2010).
Bibit kelapa sawit yang baik dan layak untuk ditanam ke lapang juga harus
sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Pertumbuhan kelapa sawit yang
tergolong normal berdasarkan standar bibit siap salur dilihat dari tinggi tanaman,
jumlah pelepah dan diameter bonggol masing-masing adalah 159.6 cm, 22.5 dan
8.0 cm pada umur 12 bulan.

Pembibitan Utama Kelapa Sawit
Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan tanaman yang dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya.
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik
memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan
dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting
(Asmono et al. 2003).
Pembibitan kelapa sawit terdiri dari dua sistem, yaitu sistem pembibitan
satu tahap dan dua tahap. Sistem pembibitan satu tahap artinya kecambah
langsung ditanam di polibag besar yang telah disiapkan untuk pembibitan selama
12 bulan. Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan pendahuluan dan
pembibitan utama. Pembibitan pendahuluan atau disebut dengan pre nursery
adalah menanam kecambah di baby polibag selama 3 bulan. Setelah masa pre
nursery selesai, bibit diseleksi kemudian dipindahkan ke polibag besar sampai
berumur 10-12 bulan, masa ini dinamakan main nursery. Seleksi bibit pada main
nursery ini dilakukan pada saat bibit dipindahkan dari pre nursery, umur 4 bulan,
8 bulan dan pada saat bibit pindah tanam ke lapangan. Sistem pembibitan dua
tahap ini lebih sering digunakan dan disarankan karena proses seleksi yang lebih
ketat sehingga dapat menjamin mutu bibit yang dihasilkan.

Pemupukan Kelapa Sawit
Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk menunjang
pertumbuhannya. Unsur hara makro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah besar (0.1-5%), yang meliputi C, H, O, N, P, K, Ca, S dan Mg.
Unsur hara makro ini harus terpenuhi karena apabila tidak tersedia dapat
menghambat atau bahkan mematikan tanaman. Unsur hara mikro adalah unsurunsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah lebih kecil, yakni kurang dari
0.025%. Unsur hara mikro meliputi Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl.
Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro yang terdiri dari
N, P, K, Ca, Mg, S, B, Mo, Cl, Zn, Cu, Fe dan Mn. Unsur hara ini tersedia dalam
tanah dan bersumber dari pupuk anorganik yang memiliki kandungan hara yang
cukup tinggi seperti penggunaan Urea, SP-36, KCl, pupuk majemuk, dan lainnya
(Kurniadinata 2010). Pemupukan di pembibitan kelapa sawit bertujuan untuk
menjamin kecukupan dan keseimbangan hara tanaman sehingga pertumbuhannya
optimal. Umumnya total penambahan masing-masing unsur hara hingga bibit
berumur 52 minggu adalah 35.1 g N, 15,1 g P, 34.9 g K, dan 12.6 g Mg (Harahap
et al. 2005).
Pemupukan di pembibitan kelapa sawit bergantung pada umur dan
pertumbuhan bibit. Pupuk yang diberikan adalah pupuk dengan unsur hara yang
diperlukan dan diberikan sesuai dengan dosis kebutuhan bibit serta jadwal yang
telah disesuaikan dengan umur bibit. Pemupukan bibit kelapa sawit di pembibitan
utama umumnya menggunakan pupuk majemuk NPKMg, jenis pupuk yang
dipakai ialah jenis pupuk NPKMg 15-15-6-4 dan NPKMg 12-12-17-2 (Sunarko

2007). Pupuk majemuk tersebut biasanya dipesan langsung oleh perkebunan
kepada produsen pupuk, sehingga umumnya pupuk majemuk dengan dosis
tersebut kurang tersedia di pasaran.

Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran
hewan atau bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui
proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral
dan atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan
bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(PERMENTAN 2011). Bahan organik juga merupakan zat perekat yang dapat
memperbaiki struktur tanah dan pada peruraiannya dapat menghasilkan
karbondioksida, air dan unsur hara (Wigati et al. 2006).
Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau
sisa- sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau,
kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran
hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian
(Yuliarti 2009). Sisa tumbuhan dan hewan mengandung banyak unsur hara dalam
bentuk organik. Sebelum diserap tanaman, bahan organik tersebut harus
didekomposisi terlebih dahulu dengan bantuan mikroorganisme kemudian
menjadi bentuk anorganik, proses ini disebut dengan mineralisasi
(Taiz and Zeiger 2002). Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi
sempurna menghasilkan humus yang sifatnya mantap dan tahan terhadap
dekomposisi lebih lanjut (Munawar 2011).
Pupuk organik mengandung bahan organik yang mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi pertanaman dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Bahan organik juga dapat mensuplai kebutuhan hara makro dan
mikro tanaman, serta dapat mensubstitusi hara-hara yang berasal dari pupuk
anorganik (Makinde et al. 2011). Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat
fisik tanah adalah dengan meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah
terhadap air (Dharmawan 2003), meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat
sehingga agregat tanah lebih mantap, mengurangi plastisitas dan kelekatan,
memperbaiki aerasi tanah (Syukur 2005), dan mengurangi erosi permukaan tanah
(Munawar 2011).
Fungsi bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah adalah dengan
meningkatkan kandungan unsur hara, kapasitas tukar kation, dan kemampuan
tanah mengikat atau menyerap ion sehingga kehilangan unsur hara karena
pelindian berkurang (Schnitzer 1991), serta memiliki kemampuan untuk dapat
menetralkan pH tanah (Cooperband 2002). Peranan bahan organik dalam
memperbaiki sifat kimia tanah tidak terlepas kaitannya dengan dekomposisi bahan
organik, karena pada proses dekomposisi terjadi akumulasi residu tanaman dan
hewan seperti lignin, tanin, senyawa N dan mineral yang dapat menambah unsur
hara di dalam tanah.
Pengaruh bahan organik bagi kesuburan biologi tanah adalah untuk
membentuk jaringan tubuh dan sumber energi mikroorganisme sehingga
populasinya dan ketersediaan unsur hara meningkat (Ismangil dan Eko 2005).

Mikroorganisme memanfaatkan unsur karbon yang terdapat pada pupuk organik
menjadi sumber energinya (Lesmanawati 2005). Pemberian bahan organik juga
dapat meningkatkan mutu dan kualitas hasil (Chairani 2006). Tanaman yang
dipupuk dengan pupuk organik cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia. French (1994) menyatakan bahwa
pupuk organik juga dapat mendorong pertumbuhan cacing tanah dan membuat
tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit.
Tanaman kelapa sawit memerlukan media tanah yang bersifat permeabel
(mudah meloloskan dan menyerap air dan udara tanah), dan memiliki kandungan
air yang sesuai kebutuhan tanaman. Media tanam yang sering digunakan pada
pembibitan adalah top soil, namun saat ini mulai ada kesulitan dalam mencari dan
menyediakan tanah topsoil dalam skala besar untuk media pembibitan. Oleh
karena itu bahan organik dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam media
pembibitan kelapa sawit. Bahan organik diharapkan dapat meningkatkan daya
dukung tanah akan ketersediaan unsur hara terhadap pembibitan kelapa sawit.
Penggunaan pupuk organik pada medium pembibitan kelapa sawit sangat
diperlukan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan bahan organik pada lapisan
tanah bagian atas (Lubis 2008). Pupuk organik berbentuk padat dapat digunakan
dalam kegiatan pembibitan kelapa sawit dengan cara dicampurkan dengan media
pembibitan (tanah) dalam polybag. Pupuk organik juga diberikan pada saat
penanaman kelapa sawit di lapangan dan pada areal penanaman kelapa sawit yang
telah berproduksi. Pemupukan pada saat penanaman dilakukan dengan cara
memberikan pupuk organik di dalam lubang tanam yang telah disiapkan,
sedangkan pada areal penanaman yang telah berproduksi pupuk organik dapat
diberikan dengan cara larikan atau membuat lubang tanam disekitar tanaman
kelapa sawit (Kurniadinata 2010).
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan umumnya mudah terurai
karena C/N rasio yang rendah. Selain itu, penggunaan pupuk organik tersebut
secara ekonomis murah, mudah diperoleh, dan tanpa pendekatan teknologi yang
tinggi sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani (Rachman et al. 2008). Salah
satu jenis pupuk organik kotoran hewan yang dapat diaplikasikan dalam
pembibitan kelapa sawit adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi. Pupuk
organik dari kotoran sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa,
memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada
tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan
mikroorganisme tanah. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk organik
kotoran sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20
(Hartatik dan Widowati 2010).
Pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk organik
kotoran sapi biolaksmi yang memiliki kandungan C organik 30.96%, N total
1.56%, P total 1.42%, K 2.08% dan rasio C/N 19.8 (Lampiran 4). Berdasarkan
rasio C/N, maka pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini telah
terdekomposisi sehingga cepat tersedia dan mudah diserap oleh tanaman.
Hasil penelitian dari Koryati (2010) menunjukkan bahwa pupuk organik
berpengaruh nyata terhadap berat basah akar, berat basah daun, berat kering akar,
berat kering batang dan berat kering daun kelapa sawit. Terjadi peningkatan
pertumbuhan pada kelapa sawit karena pemberian pupuk organik terutama
terhadap berat basah akar, berat basah daun, berat kering akar, berat kering

batang, dan berat kering daun karena adanya respon pertumbuhan vegetatif akibat
penambahan unsur yang terkandung dalam pupuk organik. Pertumbuhan terbaik
terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi yang diikuti perlakuan pupuk
kandang kambing.

Pupuk NPK
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara
dengan jumlah yang berbeda pada setiap kemasannya seperti misalnya NPK 1014-10 menunjukkan persentase kandungan N, P2O5, dan K berturut-turut (Taiz
and Zeiger 2002). Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang sering
digunakan dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Unsur hara nitrogen bersamasama P dan K sering disebut juga hara primer karena merupakan unsur yang
paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar 2011).
Interaksi antara unsur N, P dan K sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka
terhadap perubahan perimbangan antara unsur-unsur hara (Lubis 2008).
Sulitnya mempertahankan ketersediaan beberapa pupuk tunggal tepat pada
waktunya merupakan alasan utama penggunaan pupuk majemuk agar terdapat
keseimbangan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya, seperti pH tanah,
KTK tanah, komposisi kation berkaitan dengan efek sinergisme maupun
antagonisme di dalam tanah. Dengan demikian penggunaan satu unsur hara perlu
mempertimbangkan unsur hara lainnya agar hara tersebut berada dalam kondisi
yang optimum di dalam tanah untuk dapat diserap tanaman. Pupuk majemuk
memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu lebih praktis
dalam pemasaran, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di lapangan karena
satu jenis pupuk majemuk mengandung keseluruhan atau sebagian besar hara
yang dibutuhkan tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah dosis aplikasi
pupuk majemuk harus selalu memperhatikan jumlah hara yang diperlukan
tanaman (Sutarta et al. 2005).
Hasil penelitian dari Santi dan Goenadi (2008) menunjukkan bahwa
pemupukan yang dikombinasikan antara pupuk organik dan pupuk kimia
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering total dan diameter batang
bibit kelapa sawit yang terbaik. Pemupukan dengan 100 g pupuk organo-kimia +
10 g KCl dan 100 g konvensional + 50 g pupuk organo-kimia menghasilkan ratarata berat kering total (daun, batang, dan akar) bibit kelapa sawit yang terbaik dan
berbeda nyata apabila dibandingkan dengan pemupukan 100 g NPK konvensional.
Dengan pemberian pupuk organo-kimia, berat kering daun, batang dan akar bibit
kelapa sawit meningkat masing-masing 19.8-49.4%, 38.2-63.3%, dan 15.9-67.6%.
Pemberian pupuk organo-kimia ini juga berpengaruh terhadap ukuran diameter
batang bibit kelapa sawit. Ukuran diameter batang saat bibit kelapa sawit berumur
sepuluh bulan setelah tanam dengan perlakuan 100 g organo-kimia + 10 g KCl
adalah 5.5 cm, lebih besar 14.5% dan 23.6% apabila dibandingkan dengan
perlakuan 100 g pupuk konvensional (4.7 cm) dan blanko (4.2 cm). Pemberian
pupuk organo-kimia pada bibit kelapa sawit mengindikasikan pupuk ini dapat
digunakan sebagai pupuk alternatif. Tanggap bibit terhadap keefektifan prototipe
pupuk organo-kimia menghasilkan pertumbuhan vegetatif (tinggi, jumlah daun,

dan diameter batang) yang lebih baik apabila dibandingkan dengan tanggap
terhadap penggunaan pupuk konvensional dosis standar pembibitan.
Pemupukan anorganik yang penting untuk tanaman adalah pemupukan
dengan kombinasi tiga unsur hara utama yaitu Nitrogen, Fosfor dan Kalium
(Wurts et al. 2005) atau sering disebut dengan pupuk majemuk NPK. Ketiga
unsur hara tersebut sering disebut juga unsur hara primer karena merupakan unsur
yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman
(Munawar 2011).
Nitrogen adalah unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada
umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian
vegetatif tanaman, seperi daun, batang, dan akar. Kegunaan unsur nitrogen bagi
tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar
protein (asam amino) dalam tubuh tanaman, meningkatkan berkembangbiaknya
mikroorganisme tanah, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun dan
membuat daun lebih hijau (CFF 2011).
Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur yang sangat penting untuk
pembentukan protein, daun-daunan dan persenyawaan organik lainnya. Nitrogen
diserap oleh tanaman dalam bentuk anorganik yaitu NO3- atau NH4+, dari dua
bentuk nitrogen ini tanaman lebih banyak menyerap dalam bentuk NO3(Marschner 1995). Hara N bersifat mobil di dalam tanah dan mudah hilang
apalagi dengan pemberian yang kurang tepat. Hampir semua tanaman baik di
lahan sawah maupun lahan kering sangat membutuhkan hara N (Kasno 2010).
Fosfor memiliki banyak fungsi penting bagi tanaman, salah satu yang
utama adalah menjadi sumber dan transfer energi dalam tanaman. ADP dan ATP
adalah senyawa fosfat berenergi tinggi yang mengontrol banyak reaksi di dalam
tanaman seperti fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan asam amino, dan
transpor unsur hara melalui sel tanaman (Booromand dan Grough 2012). Hara P
bersifat immobil di dalam tanah karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi
bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman
tergantung kepada mobilitasnya di dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P
larut dan terjerap (Nursyamsi et al. 2011).
Kalium merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Unsur K
mempunyai fungsi yang sangat penting pada proses fisiologis tanaman seperti
aktifitas enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transport hasil fotosintesis,
transport hara dan air, serta metabolisme pati dan protein. Di samping itu unsur K
juga berfungsi dalam permeabilitas dinding sel tanaman. Apabila tanaman
kekurangan unsur K akan dapat menurunkan kekuatan batang dan ketahanan
tanaman terhadap terjangkitnya hama dan penyakit (Sanyal dan Dhar 2006).

3 METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Perkebunan Cikabayan,
Departemen Agronomi dan Hortikultura Kampus IPB Darmaga Bogor, yang
terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Penelitian berlangsung
sepuluh bulan, mulai bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012.

Analisis Tanah, analisis pupuk dan analisis jaringan tanaman dilakukan di
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa
sawit Tenera umur 4 bulan hasil persilangan Dura dan Pisifera (D x P) varietas
Damimas, top soil, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.02 mm,
tali plastik, kayu untuk plot penyangga, Mankozeb 80%, Karbaril 85%, pupuk
kotoran sapi, pupuk NPK 15:15:15, cat kuku, air dan bahan-bahan kimia untuk
analisis tanah dan jaringan tanaman.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
jangka sorong, mikroskop, SPAD-502 Plus Chlorophyll meter, dan leaf area
meter.

Prosedur Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dalam lingkungan Acak
Kelompok dengan perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu :
1. Perlakuan perbandingan volume pupuk organik dan top soil yaitu :
P0 : kontrol (tanpa pupuk organik)
P1 : pupuk organik : Top Soil 1 : 6
P2 : pupuk organik : Top Soil 2 : 6
P3 : pupuk organik : Top Soil 3 : 6
2. Perlakuan jumlah dosis pupuk NPK selama 7 bulan yaitu :
M0 : 0.0 g tanaman-1
M1 : 127.5 g tanaman-1
M2 : 255.0 g tanaman-1
M3 : 382.5 g tanaman-1
Kombinasi perlakuan yang didapatkan adalah sebanyak 16 kombinasi,
setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 48 unit
percobaan dimana setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman. Jumlah tanaman
seluruhnya adalah 240 tanaman. Perlakuan M1 dengan jumlah dosis 127.5 g
tanaman-1 merupakan dosis rekomendasi berdasarkan Uexkull (1992) (Lampiran
9)

Tabel 1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama
Umur
M0
M1
M2
M3
(Bulan)
0
0
7.5
15
22.5
1
0
7.5
15
22.5
2
0
7.5
15
22.5
3
0
15
30
45
4
0
15
30
45
5
0
15
30
45
6
0
30
60
90
7
0
30
60
90
Jumlah
0
127.5
255
382.5
Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Keterangan :
i
= 1, 2, 3, 4
j
= 1, 2, 3, 4

Yijk

µ
ρi
αj
βk
(αβ)jk
εijk

= respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat
perlakuan dosis pupuk organik pada taraf ke-i dan dosis
pupuk NPK pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k
= rataan umum
= pengaruh dari blok ke - i
= pengaruh perlakuan dosis pupuk organik ke-j
= pengaruh perlakuan dosis pupuk NPK ke-k
= pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk organik ke-j
dan pupuk NPK ke-k
= pengaruh erorr dari perlakuan pemberian dosis pupuk
organik ke-j dan dosis pupuk NPK ke-k dengan blok
ke-i

Pelaksanaan Percobaan
Lahan percobaan yang digunakan dibersihkan dari organisme tanaman
pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pembersihan lahan
dilakukan dengan mencangkul dan juga meratakan permukaan tanah. Polibag diisi
dengan top soil jenis latosol dengan kedalaman 0-20 cm. Tanah dicampur dengan
pupuk organik sesuai dengan perlakuan dosis pupuk organik. Setelah tanah
tercampur merata dengan pupuk organik maka tanah dimasukkan ke dalam
polibag.

Penanaman bibit
Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Tenera varietas
Damimas yang telah berumur 4 bulan. Bibit berasal dari pre nursery dan memiliki
pertumbuhan yang baik. Bibit ditanam dalam polibag yang berukuran 50 cm x 40
cm dengan hati - hati untuk menghindari kerusakan pada akar, selanjutntya
polibag disusun di areal penelitian dengan jarak antar polibag 90 cm x 90 cm x
90 cm.
Perlakuan dosis
Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan ditimbang sesuai dengan dosis
yang telah ditetapkan. Perlakuan pupuk organik diberikan pada saat persiapan
media tanam. Pupuk organik dicampur merata dengan top soil kemudian
dimasukkan ke dalam polibag. Perlakuan pupuk NPK diberikan sebanyak 8 kali
aplikasi yaitu 2 minggu setelah pindah tanam ke pembibitan utama dan
selanjutnya sekali setiap bulannya sampai bibit berumur 8 bulan di pembibitan
utama. Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan pupuk di dalam alur
yang dibuat melingkar dengan jarak ± 10 cm dari tanaman.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan pada pagi hari kurang lebih sebanyak 1 liter air,
apabila turun hujan dalam jumlah yang cukup tidak dilakukan penyiraman.
Penyiangan gulma di dalam polibag dan di lapangan dilakukan secara rutin dua
minggu sekali atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma dan
dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit pada bibit kelapa sawit
dilakukan sedini mungkin (early warning system), bila terdapat serangan maka
dikendalikan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbaril 85% dan
fungisida berbahan aktif mankozeb 80% untuk serangan cendawan. Insektisida
dan fungisida masing-masing digunakan sebanyak 25-30 gram dilarutkan ke
dalam 15 liter air.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai dari bibit berumur dua minggu sejak pindah
tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama, pengamatan selanjutnya
dilakukan satu kali setiap empat minggu sampai bibit berumur delapan bulan.
Jumlah sampel yang diamati pada setiap perlakuan berjumlah lima tanaman.
Parameter yang diamati adalah respon morfologi tanaman (tinggi tanaman, luas
daun, jumlah daun, dan diameter batang) dan respon fisiologi tanaman
(kandungan klorofil, kerapatan stomata, biomassa dan analisis jaringan daun).
Neraca dan dinamika hara dilakukan dengan analisis tanah pada awal dan akhir
penelitian.
Respon Morfologi Tanaman
Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung
daun yang tertinggi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran mulai
dari umur 2 minggu setelah pindah tanam, kemudian sekali dalam sebulan sampai
tanaman berumur 8 BSP (Bulan setelah pindah tanam).

Jumlah Daun (helai). Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah
membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai 2 minggu
setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman
berumur 8 BSP.
Diameter Batang (cm). Pengertian diameter batang disini adalah kumpulan
pelepah daun. Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong
diukur 5 cm diatas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan mulai dua minggu
setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman
berumur 8 BSP.
Luas Daun. Pengukuran luas daun (cm2) dilakukan dengan menggunakan leaf
area meter. Daun yang diukur adalah daun yang ke empat dari dan pengukuran
dilakukan sekali sebulan sampai dengan tanaman berumur 3 BSP.
Biomassa (g). Pengukuran biomassa dilakukan dengan menimbang berat kering
dari akar, pelepah dan daun (leaflet) kelapa sawit yang masing-masing terlebih
dahulu sudah dipisahkan. Kemudian dikeringkan dalam oven selama 48 jam
dengan suhu 80o C, lalu ditimbang bobot keringnya. Pengukuran dilakukan pada
akhir percobaan (8 BSP) dengan mengambil sampel perlakuan terbaik dan
kontrol.
Respon Fisiologi Tanaman
Kandungan Klorofil. Pengamatan kehijauan daun dilakukan dengan
menggunakan alat SPAD-502 plus chlorophyll meter pada umur 3 sampai dengan
8 BSP. Daun yang diamati adalah daun ke empat dan dilakukan pengukuran di
tiga titik daun yaitu pangkal, tengah dan ujung daun. Nilai kehijauan daun yang
diperoleh kemudian dikonversi untuk mendapatkan nilai kandungan klorofil.
Rumus yang digunakan adalah Y=0.0007x–0.0059, dimana Y adalah kandungan
klorofil dan X adalah nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Farhana et al. 2007).
Kerapatan Stomata. Pengamatan jumlah stomata dilakukan sebanyak dua kali
yaitu pada umur bibit empat dan akhir percobaan. Daun yang diukur adalah daun
ke 4. Pengambilan sampel stomata dilakukan pada pagi hari dengan cara
mengoleskan cat kuku di permukaan atas dan bawah daun, kemudian dibiarkan
mengering. Setelah mengering, bagian yang telah dioleskan tadi ditempelkan
selotip bening lalu ditekan agar cat kuku menempel dengan baik di selotip. Selotip
dilepaskan dari daun kemudian ditempelkan pada gelas objek. Stomata diamati di
mikroskop elektron dengan perbesaran 40 kali.
Kandungan Hara Jaringan Tanaman (Akar, Pelepah, Daun). Pengukuran
dilakukan pada akhir penelitian (8 BSP). Analisis kadar hara akar dan pelepah
diambil pada sampel perlakuan terbaik dan sampel daun diambil pada semua
perlakuan. Organ tanaman dipisahkan masing-masing (akar, pelepah dan leaflet).
Pelepah dan leaflet yang diambil adalah pelepah dan daun (leaflet) ke-5. Semua
sampel dibawa ke laboratorium. Analisis hara dilakukan dengan mengikuti
prosedur baku. Contoh daun dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -10oC
dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu

60oC selama 24 jam. Contoh komposit daun yang telah dikeringkan kemudian
digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 1 mm. Contoh daun kemudian
dianalisis secara pengabuan basah dengan HNO3 65%, HClO4 70%, H2SO4 98%,
katalisator campuran selena dengan Na2SO4 (500g Na2SO4 + 5 g Selenium);
kemudian ditetapkan kadar hara N, P, dan K. N ditetapkan dengan cara destilasi
Kjeldahl sedangkan unsur P dan K dengan metode Double Acid (HNO3 + HClO4).
Unsur P ditetapkan secara Spectrofotometer (molibdenum biru) dengan panjang
gelombang 639 nm, sedangkan K ditetapkan secara Flamefotometer.
Analisis Tanah. Analisis tanah dilakukan pada saat awal penelitian dan akhir
penelitian. Pada awal penelitian sampel tanah diambil secara komposit yang
diperoleh di beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi
penelitian. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar dan diambil 200 g untuk
dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N
total, P (HCl 25% dan Bray 1), pH, KTK, KB, Al-dd, dan unsur hara mikro (Fe,
Cu, Zn, Mn). Pada akhir penelitian pengambilan sampel tanah diambil dari
perlakuan yang terbaik, pengambilan sampel ini terdiri dari 4 (empat) kedalaman
yaitu 0-7 cm, 7-14 cm, 14-21 cm dan 21-28 cm. Sampel tanah dikeluarkan secara
hati-hati dari dalam polibag kemudian diukur N, P dan K total. Pengamatan ini
bertujuan untuk melihat dinamika h