Strategi pengembangan kinerja perizinan usaha penangkapan ikan
STRATEGI PENGEMBANGAN KINERJA
PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
SHINTA YUNIARTA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Kinerja
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2009
Shinta Yuniarta
NRP C 452070031
ABSTRACT
SHINTA YUNIARTA. Development Performance Strategy of Fisheries Business
License.
Under direction of SUGENG HARI WISUDO and BUDHI
HASCARYO ISKANDAR
The use of Gross Tonnage (GT) in technical licensing for fishing vessels
in Indonesia may arises some problems such as inaccurate in levy calculation and
deviation of GT in order to pay lower levy. Purbayanto et al (2004) stated that fish
hold size (volume) measurement was more representative for the determination of
productivity of a fishing vessel compare to the measurement of vessel GT. This
paper tries to discuss fishing vessel productivity from stake holder point of view.
The objective of the research are 1) to determine the priority of the factors
associated; 2) to inventory the law of fisheries business license,
3) to measure
productivity based on fish hold size and vessel size, 4) to measure the
performance of Directorate Fishing Business Service MMAF, 5) to design
performance strategy for development of fisheries business license. Some
methods such as AHP and Balance Scorecard are applied for analysing the data.
Balanced Scorecard method is used to design a strategy for the Directorate
Fishing Business Services MMAF. Influential factor for fisheries business license
are fish hold size (0,563), GT (0,284) and fishing gear (0,153). Fish hold size is
considered as fair factor in calculating fisheries business levy calculation that
apply the criteria and sub criteria above. This is because of fish hold size, as catch
storage, more representing vessel productivity compares to GT which is overall
vessel volume. Fishing gear type lies on the third priority, this factor give more
influence to kind (species) of fish catch. The comparison of production per vessel
volume and production per fish hold volume show that the percentages of
production per fish hold volume is higher than production per vessel volume.
Another thing is fishing vessel productivity more depend on fish hold size
compare to vessel size. The main actor for fisheries licensing process is Ministry
of Marine Affairs Fisheries (MMAF), which is stated in the decree of Minister of
Marine Affairs Fisheries number PER.05/MEN/2008, the minister gave authority
to the Director General to publish and / or extend SIUP, SIPI and / or SIKPI.
Keywords: GT, fish hold, production, fishing gear, strategy.
RINGKASAN
SHINTA YUNIARTA.
Strategi Pengembangan Kinerja Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDHI
HASCARYO ISKANDAR.
Tonase kapal atau GT digunakan dalam beberapa jenis perizinan teknis
kapal ikan yang diterapkan oleh Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan,
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hasil penelitian Purbayanto et al.
(2004) menyebutkan terdapat beberapa kendala yang timbul di lapangan dalam
penetapan pungutan dengan menggunakan tonase. Kasus tersebut antara lain
perbedaan ukuran GT kapal pada dokumen kapal dengan ukuran GT kapal yang
sesungguhnya. Cek fisik atau pengukuran ulang GT kapal merupakan suatu
langkah yang tepat untuk mengantisipasi penyimpangan ukuran GT atau keraguan
terhadap ukuran GT kapal, tetapi pengukuran GT menjadi suatu hal yang sulit
apabila kapal berada pada kolam pelabuhan, sehingga perhitungan GT menjadi
tidak akurat. Akibat dari kasus penyimpangan ukuran GT adalah ketidakakuratan
penetapan nilai pungutan perikanan yang menyebabkan kerugian baik di pihak
Negara atau pengusaha.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP. 50/MEN/2008 tentang produktivitas memutuskan bahwa produktivitas kapal
penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan
yang ditetapkan dengan mempertimbangkan :1) ukuran tonase kapal; 2) jenis
bahan kapal; 3) kekuatan mesin kapal; 4) jenis alat penangkap yang digunakan; 5)
jumlah trip operasi penangkapan per tahun; 6) kemampuan tangkap rata-rata per
trip; dan 7) wilayah penangkapan. Dalam perhitungan pungutan yang ditetapkan
yaitu Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan
(PHP), faktor yang digunakan adalah nilai GT dan produktivitas berdasarkan
jenis alat tangkap, sedangkan Purbayanto et al. (2004) menyatakan bahwa
produktivitas suatu kapal ikan diwakili oleh besarnya ukuran palka pada kapal
tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang
berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan; 2) menginventarisasi
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perizinan kapal ikan, 3)
mengukur kecenderungan hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka, 4) mengukur kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan
– DKP, dan 5) merancang strategi pengembangan perizinan usaha penangkapan
ikan berbasis ukuran palka.
Penentuan faktor-faktor yang berperan dalam perizinan usaha
penangkapan ikan dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP). Hasil dari analisis tersebut menunjukkan urutan prioritas faktor yang
berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan adalah ukuran palka (0,563),
ukuran GT kapal (0,284) dan jenis alat tangkap (0,153). Ukuran palka dianggap
lebih adil dalam perhitungan pungutan bagi usaha perikanan yang memiliki
kriteria dan subkriteria di atas. Hal ini dikarenakan ukuran palka mewakili
produktivitas kapal dan merupakan tempat menyimpan hasil tangkapan ikan,
sedangkan GT adalah ukuran volume keseluruhan kapal dianggap tidak mewakili
produktivitas kapal ikan. Jenis alat tangkap lebih berperan pada target jenis ikan
yang ditangkap bukan pada besarnya hasil tangkapan yang diperoleh.
Berdasarkan perbandingan produksi per volume palka dengan produksi per
volume kapal, nilai presentase produksi per volume kapal lebih kecil bila
dibandingkan dengan persentase produksi per volume palka. Volume kapal
adalah hasil pembagian GT dengan 0,353 bagi kapal yang memiliki panjang lebih
dari 24 meter, dan 0,25 bagi kapal yang memiliki panjang kurang dari 24 meter
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 tahun 2005 tentang
pengukuran kapal. Besaran nilai volume hasil perhitungan tersebut adalah jumlah
isi semua ruangan-ruangan tertutup baik yang terdapat di atas geladak maupun di
bawah geladak ukur, sedangkan tidak semua ruangan tertutup digunakan sebagai
tempat penyimpanan hasil tangkapan, tetapi hanya ruangan tertutup palka yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan ikan.
Perhitungan volume kapal tidak dilakukan dengan menghitung ruangan
tertutup baik di atas maupun di bawah dek, hal ini dikarenakan dalam
pelaksanaanya sangat sulit mengukur dimensi kapal yang sedang sandar di kolam
pelabuhan. Kendala ini juga dialami oleh pemeriksa cek fisik kapal saat
melakukan cek fisik kapal untuk perpanjangan SIPI dan SIKPI. Kondisi tersebut
berbeda dengan perhitungan volume palka yang lebih mudah dilakukan, yang
merupakan hasil perkalian panjang sisi-sisi palka, sehingga volume palka dihitung
berdasarkan hasil pengukuran.
Untuk melihat kecenderungan produktivitas terhadap ukuran palka atau
ukuran kapal, dilakukan plot grafik produksi per volume kapal dan produksi per
volume palka. Hasil plot tersebut menunjukkan bahwa produktivitas cenderung
pada produksi per volume palka. Maka berdasarkan hasil tersebut, produktivitas
lebih dipengaruhi oleh ukuran palka, bukan ukuran kapal.
Pada level aktor, Departemen Kelautan dan Perikanan khususnya
Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan memiliki prioritas pertama sebagai
aktor yang berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan. Pengukuran
kinerja organisasi untuk sektor publik dilakukan pada Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP dengan memperhatikan empat perspektif yaitu
pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal, finansial dan pelanggan.
Pengukuran pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah indikator
pengukuran tingkat kompetensi staf, indikator pengukuran partisipasi staf dan
indikator pengukuran riset dan pengembangan proses perizinan. Dari ketiga
indikator tersebut, staf Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP
mayoritas merasakan cukup puas, puas dan sangat puas. Akan tetapi pelatihanpelatihan yang dilaksanakan Direktorat ini belum melakukan komunikasi dengan
Pusat Pelatihan DKP, sehingga kebutuhan-kebutuhan kompetensi yang dianggap
perlu pada Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan DKP akan
terakomodasi dengan baik. Pada perspektif proses bisnis internal dilakukan
pengukuran pada tahap inovasi, tahap operasi/produksi dan tahap pelayanan purna
jual atau setelah dokumen diterima oleh pelanggan. Pada tahap inovasi
kebutuhan-kebutuhan pelanggan yang diidentifikasi adalah perolehan izin
pemanfaatan sumberdaya alam dan pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil
kegiatan usahanya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat teratasi dari kegiatan
atau program yang dilakukan Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan –
DKP. Pada tahap operasi pembuatan proses perizinan, dilakukan cek fisik kapal
yang dilakukan sangat berperan dalam verifikasi kebenaran dokumen dengan
kondisi kapal sebenarnya, selanjutnya perhitungan alokasi sumberdaya perairan
yang menjadi tujuan penangkapan dan pemeriksaan aset usaha sangat berperan
untuk menjaga keberlangsungan usaha dan pengendalian usaha penangkapan.
Pada tahap pelayanan setelah dokumen izin diterima tidak dilakukan oleh
Direktorat ini kecuali jika pengurus izin datang ke kantor Direktorat Pelayanan
Usaha Penangkapan Ikan – DKP. Pada perspektif finansial dilakukan pengukuran
pada nilai PNBP dari PPP dan PHP. Kontribusi nilai dari kedua sumber PNBP
tersebut semakin menurun sejak perjanjian bilateral dengan negara asing berakhir.
Pada perspektif pelanggan dilakukan pengukuran pada tingkat kepuasan
pelanggan kelompok tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty. Dari kelima kelompok tersebut, tingkat kepuasan responden yang
mendekati nilai harapan mereka adalah kelompok tangibility dan assurance.
Sedangkan untuk pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan –
DKP dan ketanggapan dalam membantu memberikan pelayanan, perlu lebih
ditingkatkan agar harapan dari pelanggan dapat terpenuhi. Tingkat kepuasan
terkecil pada kemudahan pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP dalam melakukan hubungan komunikasi bagi
kebutuhan pelanggan.
Strategi pengembangan perizinan usaha perikanan tangkap dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard menghasilkan 11 (sebelas) tujuan
jangka panjang . Tujuan jangka panjang tersebut terbagi menjadi 4 (empat)
perspektif yaitu perspektif finansial dengan tujuan pemanfaatan anggaran yang
optimal; perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan tujuan peningkatan
peran daerah pada proses administrasi dan pelayanan perizinan, mengoptimalkan
jaringan sistem informasi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
perspektif proses bisnis internal dengan tujuan rekomendasi usaha ke
perbankan/pemberi kredit, peningkatan informasi peluang usaha, optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan penyempurnaan dan
efisiensi perumusan kebijakan proses perizinan dan pungutan perikanan; dan
persektif pelanggan dengan tujuan pelayanan perizinan di daerah, jaminan
kemanan dan kepastian usaha dan peningkatan standar kualitas pelayanan. Semua
tujuan tersebut memiliki hubungan sebab akibat sehingga membentuk peta strategi
bagi Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP. Pada masing-masing
tujuan memiliki tolok ukur, target dan inisiatif agar tujuan dan target tercapai.
Kata kunci : GT, palka, produksi, jenis alat tangkap, strategi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN KINERJA
PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
SHINTA YUNIARTA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Daniel R. Monintja
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Strategi Pengembangan
Penangkapan Ikan
Kinerja
Perizinan
Nama Mahasiswa
: Shinta Yuniarta
Nomor Pokok
: C 452070031
Mayor
: Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Usaha
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Ketua
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.
Anggota
Diketahui,
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Koordinator,
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 21 Desember 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Selama penelitian dan
penyusunan tesis, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo
Iskandar, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas arahan,
kesabaran dan ilmu yang diberikan kepada penulis
2. Bapak Prof. Dr. Daniel R.Monintja, Bapak Ir. Muhammad Bilahmar, Ketua
ASTUIN Bapak R.P. Poernomo, dan Mas Ir. Ridwan Mulyana, M.T., yang
telah menjadi responden pada penelitian ini dan telah membantu selama
pengumpulan data
3. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja sebagai penguji luar komisi dan Bapak
Prof. Dr. John Haluan, M.Sc selaku koordinator Mayor atas maklum dan
arahannya selama penulis melakukan studi di Mayor Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap
4. Kepala Kantor PPSJ Nizam Zachman dan Kepala Syahbandar DKP di PPSJ
Nizam Zachman beserta staf yang membantu penulis selama pengumpulan
data
5. Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si, Bapak Dr. Luki Karunia dan Bapak
Fernando D.W. Dangeubun, S.Pi.,M.Si yang membantu penulis dalam
pengumpulan pustaka Balanced Scorecard, dan Bapak Prof. Dr. Bambang
Murdiyanto atas saran dan arahannya
6. Kepala Laboratorium Kapal Navigasi Dept. PSP FPIK IPB (Bapak
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si) dan Ibu Yopi Novita, S.Pi, M.Si atas
dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi
7. Ketua Departemen PSP FPIK IPB dan seluruh staf dosen Mayor TPT dan SPT
Departemen PSP FPIK IPB
8. Om Marjoni yang bersedia meluangkan waktu membantu penulis melakukan
penelitian, Bapak Budi Nugraha atas arahan dan petunjuknya selama penulis
melakukan penelitian, Ady Susanto atas saran dan bantuannya, dan temanteman Mayor TPT dan SPT 2007 : Bapak Nasruddin, Sabar Jaya, Bapak
Yustom, Bapak Agus S. Hidayat, Ibu Umi Chodriyah, Ibu Noor Azizah, Ayu
Adhita D dan Mas Taufik atas kebersamaannya selama perkuliahan
9. Hanifah Mailany, Mba Yop, Mba Erin, Mba Noni, Meilia Dwi A, Vita
Rumanti, Mba Ika, Mba Lia, Mba Ocha, Bang Donwil, Ima Kusumanti,
Wiwit, Mba Eva dan Mba Dwi atas dukungan, bantuan, kasih sayang dan
canda tawanya,
10. Bapak dan ibu, suami tercinta, dan seluruh keluarga atas dukungan, doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2009
Shinta Yuniarta
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 1980 sebagai anak kedua
dari pasangan Zaenal Arifin dan Siti Rakhimah. Pendidikan Sekolah Dasar
dilaksanakan di SD Muhammadiyah 28 Jakarta dan SD Negeri I UngaranKabupaten Semarang dan lulus tahun 1992, kemudian melanjutkan ke SMP
Negeri I Ungaran-Kabupaten Semarang, lulus pada tahun 1995. Penulis
melanjutkan ke SMA Negeri IV Kodya Semarang dan lulus pada tahun 1998.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus tahun 2003. Pada
tahun 2007 penulis diterima di Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap,
Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
BPPS pada tahun 2008.
Selama mengikuti program magister penulis aktif pada kepanitiaan
seminar nasional Rembug Nasional Kelautan dan Perikanan dan Seminar Nasional
Perikanan Tangkap II dan III. Organisasi yang diikuti oleh penulis adalah Forum
Komunikasi Mahasiswa Teknologi Kelautan sebagai Sekretaris II pada periode
2007-2008 dan Bendahara pada periode 2008-2009.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................
xvii
1 PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................
1
1
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1 Kapal dan Pengukuran ..........................................................
2.1.1 Tonase .........................................................................
2.1.2 Volume Palka ..............................................................
2.2 Pungutan Perikanan...............................................................
2.3 Sistem Perizinan Perikanan di Indonesia ..............................
2.4 Balanced Scorecard ..............................................................
6
6
7
8
9
10
18
3 METODOLOGI ..................................................................................
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................
3.2 Pengumpulan dan Jenis Data ................................................
3.3 Analisis Data .........................................................................
3.3.1 Penentuan faktor-faktor yang terkait pada perizinan
usaha perikanan ............................................................
3.3.2 Hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka .................................................................
3.3.3 Kebijakan dan lembaga ................................................
22
22
22
23
4 HASIL .................................................................................................
4.1 Penetapan Prioritas Faktor-faktor yang Berperan dalam
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan .....................................
4.2 Hubungan Produksi dengan Ukuran Kapal dan Ukuran
Palka .....................................................................................
4.3 Kebijakan dan Lembaga.......................................................
36
5 PEMBAHASAN .................................................................................
5.1 Penetapan Prioritas Faktor-faktor yang Berperan dalam
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan .....................................
5.2 Hubungan Produksi dengan Ukuran Kapal dan Ukuran
Palka .....................................................................................
66
23
25
27
36
38
40
66
72
xii
5.3 Kebijakan dan Kelembagaan................................................
5.4 Konsep Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Berbasis
Ukuran Palka ......................................................................
77
97
6 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
6.1 Kesimpulan ..........................................................................
6.2 Saran.....................................................................................
99
99
99
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
100
LAMPIRAN .. ..........................................................................................
103
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis, sumber, metode pengumpulan dan analisis data .........................................
22
2 Perspektif Balanced Scorecard pada sektor swasta dan sektor publik .................
29
3 Rasio dimensi utama .............................................................................................
38
4 Hasil pengukuran volume kapal dan volume palka ..............................................
39
5 Perbandingan volume hasil tangkapan terhadap volume kapal dan volume
palka (dalam m3) ..................................................................................................
39
6 Indikator pengukuran tingkat kompetensi staf ......................................................
45
7 Indikator pengukuran partisipasi staf ....................................................................
46
8 Indikator pengukuran riset dan pengembangan proses perizinan .........................
46
9 Jumlah izin usaha perikanan dan izin operasional kapal.......................................
47
10 Jumlah kumulatif izin kapal ikan Indonesia yang dicabut ....................................
48
11 Tingkat kontribusi nilai PNBP DKP dari PPP dan PHP dan realisasi
pencapaian ............................................................................................................
48
12 Tanggapan responden terhadap tampilan fisik ......................................................
49
13 Analisis tingkat kepuasan pelanggan pada kelompok tangibility .........................
49
14 Tanggapan responden terhadap pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP ....................................................................................
50
15 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok reliability ...........................................
50
16 Tanggapan responden terhadap ketanggapan Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan dalam membantu memberikan pelayanan .............................
50
17 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok responsiveness ...................................
51
18 Tanggapan responden terhadap jaminan mengenai kemampuan, kesopanan,
keahlian dan sifat dapat dipercaya dari karyawan Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan ................................................................................................
51
19 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok assurance ...........................................
51
20 Tanggapan responden terhadap kemudahan pelayanan dari Direktorat
Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP dalam melakukan hubungan
komunikasi bagi kebutuhan pelanggan ................................................................
52
21 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok emphaty..............................................
52
22 Hasil pengukuran kinerja secara keseluruhan .......................................................
53
23 Tujuan, tolok ukur dan target (langkah kelima) ....................................................
62
24 Inisiatif strategis pada masing-masing tujuan (langkah keenam) .........................
63
25 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi utama (2002-2007) .............................
71
xiv
26 Rasio dimensi utama untuk kapal-kapal ikan di Indonesia ...................................
72
27 Perbandingan pungutan berbasis GT dan palka ....................................................
76
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ............................................................................. 5
2 Mekanisme perizinan kapal penangkap ikan di Indonesia ................................... 11
3 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan (SIUP-I)........................... 13
4 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan penanaman modal
(SIUP-PM) ........................................................................................................... 14
5 Flowchart perluasan/perubahan/perpanjangan SIUP ............................................ 15
6 Flowchart penerbitan baru surat izin penangkapan ikan/surat izin kapal
pengangkut ikan (SIPI/SIKPI) ............................................................................. 16
7 Flowchart perpanjangan SIPI/SIKPI .................................................................... 17
8 Hirarki perizinan usaha perikanan......................................................................... 25
9 Balanced Scorecard untuk pemerintah dan sektor nonprofit (Niven, 2003) ........ 30
10 Nilai hirarki perizinan usaha penangkapan ikan ................................................... 37
11 Perbandingan produksi terhadap ukuran palka dan ukuran kapal ......................... 40
12 Strategic objective ................................................................................................. 60
13 Strategic mapping ................................................................................................. 61
14 Value chain perspektif proses bisnis internal pada Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP .................................................................................... 95
15 Perspektif proses bisnis internal – Model rantai nilai generik .............................. 96
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil akhir analisis Expert Choice ........................................................................
103
2 Gambar palka dan posisinya pada kapal ...............................................................
108
3 Beberapa contoh perhitungan palka sesuai bentuknya..........................................
109
4 Analisis tingkat kepuasan responden pada perspektif pelanggan .........................
110
5 Hasil analisis lingkungan strategis ........................................................................
118
6 Foto dokumentasi hasil penelitian .........................................................................
119
xvii
DAFTAR ISTILAH
Visi
: Keadaan organisasi yang diharapkan terwujud di masa
depan
Misi
: Tugas khusus suatu organisasi
Nilai
: Prinsip-prinsip yang melandasi tindakan setiap orang
dalam organisasi
Strategi
: Cara untuk mencapai tujuan yang seharusnya konsisten
dengan visi dan misi yang telah dibuat.
: Serangkaian aktivitas yang dilakukan secara berbeda
dibandingkan dengan pesaing untuk memberikan nilai
tambah kepada pelanggan
Sasaran strategis
: Suatu pernyataan yang ringkas dan padat yang
menjelaskan apa yang harus dengan sebaik-baiknya
dilakukan oleh organisasi, dalam rangka eksekusi strategi
Peta strategi
: Suatu paparan mengenai keterkaitan antara sejumlah
sasaran strategis, dalam bentuk hubungan sebab akibat
yang menjelaskan ”perjalanan” strategi organisasi
Inisiatif
: Proyek spesifik yang harus diimplementasikan untuk
mendukung pencapaian sasaran strategis
Target
: mewakili hasil yang diinginkan dari pengukuran kinerja
membantu memastikan hasil atau melampaui target
kinerja.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan
di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara
apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008).
Berdasar definisi tersebut, kapal memegang peranan penting dalam kegiatan
penangkapan ikan, yaitu peran dalam mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkan ikan. Pada operasi penangkapan
ikan, kapal memiliki kriteria yang dibutuhkan. Nomura dan Yamazaki (1977)
menyebutkan bahwa kapal ikan memiliki keistimewaan pokok dalam beberapa
aspek,
antara
lain
ditinjau
dari
segi
kecepatan
(speed),
olah
gerak
(maneuverability), layak laut (sea worthiness), luas lingkup area pelayaran
(navigable area), struktur bangunan kapal (design and construction), propulsi
mesin (engine propulsion), perlengkapan storage dan lainnya.
Pada kondisi-
kondisi tertentu, kapal ikan harus sanggup berlayar di luar alur pelayaran yang
aman untuk mengejar kawanan ikan (fish schooling) yang menjadi tujuan
penangkapan dengan kecepatan tinggi, bahkan perairan yang sempit sekalipun
dengan kondisi yang tidak memungkinkan bagi pelayaran umum.
Peran kapal dalam melakukan penyimpanan ikan menggunakan palka
sebagai ruang muat yang berada dibawah geladak kapal. Dengan adanya palka,
diharapkan ikan yang tersimpan selalu dalam kondisi baik yaitu tidak rusak dan
tidak busuk hingga didaratkan. Palka sebagai tempat penyimpanan memegang
peranan penting dalam produktivitas suatu kapal ikan.
Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.50/MEN/2003 tentang Produktivitas Kapal
Penangkap Ikan mendefinisikan produktivitas kapal ikan sebagai tingkat
kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per
tahun. Pada keputusan tersebut produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan
dengan mempertimbangkan : a) tonase kapal; b) jenis bahan kapal; c) kekuatan
mesin kapal; d) jenis alat penangkap ikan yang digunakan; e) jumlah trip operasi
2
penangkapan per tahun; f) kemampuan tangkap rata-rata per trip; dan g) wilayah
penangkapan ikan. Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa produktivitas
ditentukan pula oleh jenis dan banyaknya hasil tangkapan yang mampu diproduksi
oleh kapal ikan dalam setiap kali operasi penangkapan. Jenis dan banyaknya hasil
tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap dan lamanya waktu operasi
penangkapan serta kapasitas palka dari kapal ikan itu sendiri. Volume palka
sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan dinilai dapat menggambarkan
produktivitas suatu kapal ikan.
Tonase kapal atau GT digunakan dalam beberapa jenis perizinan teknis
kapal ikan Indonesia maupun kapal asing yang diterapkan oleh Direktorat
Pelayanan Usaha Penangkapan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hal
ini dikarenakan tonase dianggap memberikan pengaruh yang besar terhadap
produktivitas kapal ikan. Hasil penelitian Purbayanto et al. (2004) menyebutkan
terdapat beberapa kendala yang timbul di lapangan dalam penetapan pungutan
dengan menggunakan tonase. Kasus tersebut antara lain adalah perbedaan ukuran
GT kapal pada dokumen kapal dengan ukuran GT kapal yang sesungguhnya.
Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa kendala juga terjadi pada
penanganan kapal-kapal ikan asing yang memiliki cara pengukuran GT yang
berbeda dengan yang diterapkan di Indonesia atau internasional. Cek fisik atau
pengukuran ulang GT kapal merupakan suatu langkah yang tepat untuk
mengantisipasi penyimpangan ukuran GT atau keraguan terhadap ukuran GT
kapal.
Akibat dari kasus penyimpangan ukuran GT adalah ketidakakuratan
penetapan nilai pungutan perikanan untuk kapal ikan yang menyebabkan kerugian
baik di pihak Negara maupun pengusaha.
Upaya yang telah dilakukan DKP antara lain adalah menetapkan juklak
pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap membentuk Tim Teknis Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan
dan atau Pengangkut Ikan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap dan sebagai acuan dalam melaksanakan SK Dirjen tersebut,
maka disusun Petunjuk Teknis Pemeriksaan Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan.
Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan
pedoman pada para petugas cek fisik baik pusat maupun daerah agar ada
3
kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan
khususnya untuk hal bersifat teknis di lapangan, sedangkan sasaran dari petunjuk
teknis pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah terwujudnya tertib
perizinan bagi pelayanan usaha perikanan tangkap.
Penelitian yang dilakukan Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa
penerapan palka sebagai parameter dalam perhitungan pungutan perikanan untuk
kapal ikan memiliki peluang yang baik. Secara teknis perhitungan volume palka
di lapangan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengukuran GT.
Kemungkinan pengalihan pengaturan perizinan dari GT menjadi ukuran palka
pada kapal ikan perlu dilakukan dengan melibatkan stakeholder yang terkait,
mengingat dalam penerapan perizinan kapal ikan melibatkan instansi Departemen
Kelautan dan masing-masing unit pelaksana teknisnya, asosiasi perikanan dan
pemilik kapal. Pengukuran kinerja dari perizinan usaha penangkapan ikan perlu
dilakukan, sehingga dapat dihasilkan suatu konsep perizinan usaha penangkapan
ikan berbasis ukuran palka. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka perlu
dilakukan penelitian tentang Strategi Pengembangan Kinerja Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam perizinan usaha
penangkapan ikan;
2) Mengukur kecenderungan hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka;
3) Menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perizinan kapal ikan;
4) Mengukur kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP;
5) Merancang strategi pengembangan perizinan usaha penangkapan ikan berbasis
ukuran palka.
4
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Memberikan informasi bahwa produksi suatu kapal ikan tidak ditentukan dari
ukuran GT melainkan lebih ditentukan oleh ukuran palka sebagai tempat
penyimpanan hasil tangkapan;
2) Sebagai informasi dasar dalam mengalokasikan fishing capacity di suatu
wilayah perairan secara optimum;
3) Memberikan informasi dasar untuk penelitian lanjutan terkait dengan
efisiensi teknis pada masing-masing unit penangkapan dengan memasukkan
faktor ukuran palka.
5
Permasalahan dan kendala perizinan dan pungutan berdasarkan
tonase kapal (Purbayanto et al., 2004):
1 penyimpangan ukuran GT kapal oleh pemilik kapal
2 tonase kurang mewakili produktivitas kapal ikan,
ukuran palka lebih mewakili produktivitas kapal ikan
3 kesulitan pengukuran teknis di lapangan saat cek
lapangan
4 pengukuran GT di Indonesia yang tidak mutlak pada
kapal ikan Indonesia dan kapal asing
Alternatif-alternatif dalam sistem pungutan kapal ikan
Analisis perbandingan sistem perizinan berbasis GT
dan sistem perizinan berbasis ukuran palka
Kajian aspek-aspek utama
Sistem Perizinan Usaha Penangkapan Ikan
Subsistem kebijakan & kelembagaan:
- Kinerja Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan DKP
- Inventarisasi kebijakan nasional dan
internasional yang berkaitan dengan
perizinan usaha perikanan
Subsistem teknis :
- Purbayanto et al. (2004)
- Perbandingan produksi
terhadap volume kapal dan
palka kapal
Strategi pengembangan kinerja perizinan
usaha penangkapan ikan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Monitoring
dan Evaluasi
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapal dan Pengukuran
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air serta
alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (PP No.51 tahun
2002 tentang perkapalan). Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008 menyebutkan kapal perikanan adalah kapal,
perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan
ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
menangkap ikan, termasuk menampung menyimpan, mendinginkan, dan/atau
mengawetkan.
Berdasarkan PP No. 51 Th 2002 bahwa setiap kapal yang digunakan untuk
berlayar wajib diukur. Surat ukur adalah surat kapal yang memuat ukuran dan
tonase kapal berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran kapal dapat dilakukan
menurut 3 (tiga) metode : a) pengukuran dalam negeri; b) pengukuran
internasional; c) pengukuran khusus. Metode pengukuran dalam negeri dilakukan
untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang kurang
dari 24 m (dua puluh empat meter). Metode pengukuran internasional dilakukan
untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang 24 m (dua
puluh empat meter) atau lebih.
Metode pengukuran khusus dilakukan untuk
pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu.
Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa pengukuran GT kapal baik secara
internasional maupun dalam negeri bukanlah merupakan hal yang mudah
dilakukan. Terlebih jika pengukurannya diterapkan secara langsung pada kapal.
Selain kesulitan-kesulitas teknis, pengukuran GT di lapang membutuhkan waktu
dan tingkat ketelitian yang tinggi.
7
PP No. 51 Th 2002 menyebutkan bahwa kapal yang telah diukur menurut
metode pengukuran internasional tidak dibenarkan diukur ulang dengan metode
pengukuran dalam negeri. Pengukuran kapal dilaksanakan oleh pejabat
Pemerintah yang telah memenuhi kualifikasi sebagai ahli ukur kapal. Kapal yang
telah diukur wajib dipasang tanda selar.
Pengukuran volume palka pada kapal ikan lebih mudah diterapkan jika
dibandingkan dengan pengukuran GT kapal. Pengukuran GT kapal sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, meliputi pengukuran seluruh ruangan tertutup
yang berada di bawah maupun di atas geladak ukur. Pengukuran volume palka
adalah kegiatan pengukuran terhadap salah satu atau beberapa ruangan tertutup
(apabila palka lebih dari satu ruangan) yang berada di bawah geladak ukur kapal.
Selain lebih mudah, pengukuran volume palka tidak membutuhkan waktu lama
dibandingkan dengan pengukuran GT kapal (Purbayanto et al., 2004).
2.1.1 Tonase
Tonase kapal adalah volume kapal yang dinyatakan dalam tonase kotor
(gross tonnage/GT) dan tonase bersih (net tonnage/NT) (PP No.51 Th 2002).
Gross Register Tonnage (GRT) represents the total internal volume of a vessel,
with some exemptions for non-productive space such as crew quarters; 1 gross
register
ton
is
equal
to
a
volume
of
100
cubic
feet
(2,83
m3)
(http://en.wikipedea.org/wiki/Tonnage).
Tonase adalah kapasitas atau volume ruang kapal yang dinyatakan dalam
satuan meter kubik atau ton register, yang dihitung berdasarkan peraturan nasional
ataupun internasional. Tonase internasional adalah tonase kapal yang dihitung
berdasarkan peraturan yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang ditetapkan
oleh Konvensi Internasional mengenai pengukuran tonase kapal tahun 1969.
Satuan yang dipakai dalam perhitungan adalah meter kubik atau gross ton
(disingkat GT). 1 GT = 100 kaki kubik = 2,83 meter kubik (Soegiono et al.,
2006).
Gross Tonnage (GT/isi kotor) kapal berdasarkan International Convention
on Tonnage Measurement of Ships 1969 (Konvensi Internasional Tentang
Pengukuran Kapal 1969) yang telah diratifikasi dengan Keppres No.5 Tahun 1989
8
tentang pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ships
1969, adalah ukuran besarnya kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan
jumlah isi semua ruangan-ruangan tertutup baik yang terdapat di atas geladak
maupun di bawah geladak ukur (Purbayanto et al., 2004).
2.1.2 Volume Palka
Palka atau palkah adalah nama umum untuk ruangan di bawah geladak
yang dipakai untuk menyimpan muatan. Palka ikan adalah palka pada kapal
penangkap ikan yang dipergunakan untuk menyimpan ikan hasil tangkapan
sebelum dibawa ke pelabuhan, sedangkan palka umpan adalah palka yang
digunakan untuk menyimpan umpan pada kapal penangkap ikan (Soegiono et al.,
2006).
Berdasarkan bentuk palka, metode yang digunakan untuk mengukur
volume palka apabila palka berbentuk ruang segi empat adalah dengan
mengalikan panjang, lebar dan tinggi ruangan tersebut. Untuk bentuk palka yang
mengikuti bentuk badan kapal, pengukuran volume palka dapat dilakukan dengan
menggunakan Sympson’s Rules untuk menghitung luas penampang pada sisi
melintang palka kemudian dikalikan dengan panjang palka (searah panjang
kapal). Hasil pengukuran terhadap volume palka adalah dalam satuan meter
kubik (Purbayanto et al., 2004).
Selanjutnya Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa pengukuran
volume palka pada kapal ikan lebih mudah diterapkan jika dibandingkan dengan
pengukuran GT kapal. Pengukuran GT kapal sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, meliputi pengukuran seluruh ruangan tertutup yang berada di bawah
maupun di atas geladak ukur.
Pengukuran volume palka adalah kegiatan
pengukuran terhadap salah satu atau beberapa ruangan tertutup (apabila palka
lebih dari satu ruangan) yang berada di bawah geladak ukur kapal. Selain lebih
mudah, pengukuran volume palka tidak membutuhkan waktu lama dibandingkan
dengan pengukuran GT kapal.
9
2.2 Pungutan Perikanan
Pungutan perikanan menjadi salah satu potensi ekonomi nasional sebagai
sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan
perikanan, sehingga hal ini perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk menunjang
pembangunan nasional.
Pungutan perikanan dikenakan kepada nelayan,
perusahaan perikanan nasional murni, maupun dengan fasilitas PMDN dan PMA
yang melakukan usaha penangkapan ikan. Dalam implementasinya, pungutan
perikanan diperoleh melalui pengaturan perizinan kapal-kapal penangkap ikan
yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia oleh pemerintah dalam hal ini
Departemen Kelautan dan Perikanan (Purbayanto et al., 2004).
Pungutan perikanan dikenakan bagi perusahaan perikanan Indonesia dan
perusahaan perikanan asing.
Pungutan perikanan bagi perusahaan perikanan
Indonesia terdiri atas Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil
Perikanan (PHP). Pungutan Perikanan yang dikenakan bagi perusahaan asing
adalah Pungutan Perikanan Asing (PP RI No 62 Tahun 2002).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008
mendefiniskan pungutan pengusahaan perikanan, yang selanjutnya disebut PPP,
adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia
yang memperoleh SIUP dan SIKPI, sebagai imbalan atas kesempatan yang
diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Pada PP RI No 62 tahun
2002, PPP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia memperoleh Izin
Usaha Perikanan (IUP) baru atau perubahan, Alokasi Penangkapan Ikan
Penanaman Modal (APIPM) baru atau perubahan, atau Surat Izin Kapal Pengakut
Ikan (SIKPI) baru atau perpanjangan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008
mendefiniskan pungutan hasil perikanan, yang selanjutnya disebut PHP, adalah
pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan yang melakukan
usaha penangkapan ikan sesuai dengan SIPI yang diperoleh. Pada PP RI No 62
tahun 2002, PHP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia
memperoleh dan/atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI). Pungutan
10
Perikanan Asing dikenakan pada saat perusahaan perikanan asing memperoleh
atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI).
2.3 Sistem Perizinan Perikanan di Indonesia
Kewenangan perizinan kapal penangkap ikan juga diatur oleh pemerintah
berdasarkan besarnya kapal (gross tonnage, GT) dan/atau kekuatan mesin (daya
kuda, DK) dan daerah operasinya sebagaimana tercantum dalam PP 62 tahun
2002 pasal 8 yang menyebutkan bahwa pungutan perikanan dikenakan bagi
perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan
bobot lebih besar dari 30 GT dan/atau yang mesinnya berkekuatan lebih besar dari
90 DK dan beroperasi di luar perairan 12 mil laut.
Selain itu, perusahaan
perikanan asing yang menggunakan kapal penangkap ikan dan mendapatkan izin
untuk beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) juga dikenakan
pungutan perikanan. Untuk perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan
kapal penangkap ikan dibawah kriteria di atas akan diatur oleh Pemerintah Daerah
setempat (Purbayanto et al., 2004) (Gambar 2).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008
pasal 19 ayat (1) menyebutkan Menteri memberikan kewenangan kepada Direktur
Jenderal untuk menerbitkan dan/atau memperpanjang : a) SIUP, SIPI dan/atau
SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan kapal
dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT; b) SIUP, SIPI dan/atau SIKPI kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan tenaga kerja asing; dan
c) SIUP, SIPI dan/atau SIKPI di bidang penanaman modal kepada badan hukum
Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan
ikan dengan fasilitas penanaman modal.
11
Nelayan/Perusahaan
Perikanan Swasta
Nasional
tidak
Perusahaan Perikanan
Indonesia dengan fasilitas
PMDN/PMA
Alokasi Penangkapan
Ikan Penanaman Modal
(APIPM)
Kapal >=30GT
dan/atau mesin
kapal >=90DK?
Surat persetujuan
penanaman modal/
izin usaha
Pemohon
bayar PPP
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Surat Penangkapan
Ikan (SPI) atau Surat
Izin Kapal
Pengangkut Ikan
(SIKPI)
Perusahaan
perikanan asing
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Surat Penangkapan Ikan
(SPI) atau Surat Izin
Kapal Pengangkut Ikan
(SIKPI)
Pemohon
Bayar
PPA
Pemohon
Bayar
PHP
Kapal Penangkap Ikan
Beroperasi di luar 12 mil
laut dari garis pantai di
wilayah perairan Indonesia
memperpanjang
memperpanjang
1 tahun
Mengikuti PERDA yang ditetapkan
oleh PEMDA setempat
Gambar 2 Mekanisme perizinan kapal penangkap ikan di Indonesia.
(sumber : Purbayanto et al., 2004).
Pada pasal 21 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 mengatur kewenangan Gubernur dan Bupati/Walikota pada
usaha perikanan. Pada ayat (1) disebutkan bahwa Gubernur diberikan kewenangan
untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang
melakukan usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang
12
berukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya
dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya,
serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. Sedangkan pada ayat
(2) : Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI
dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran 5 (lima) GT sampai dengan
10 (sepuluh) GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di
wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja
asing.
13
Gambar 3 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan (SIUP-I).
14
Gambar 4 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan penanaman modal (SIUP-PM).
15
Gambar 5 Flowchart perluasan/perubahan/perpanjangan SIUP.
16
Gambar 6 Flowchart penerbitan baru surat izin penangkapan ikan/surat izin kapal pengangkut ikan (SIPI/SIKPI).
17
Gambar 7 Flowchart perpanjangan SIPI/SIKPI.
18
2.4 Balanced Scorecard
Terminologi Balanced Scorecard (BSC) pertama kali muncul pada tahun
1992 dalam artkel yang ditulis oleh Kaplan dan Norton di majalah Harvard
Business Review edisi Januari-Februari 1992.
Selanjutnya teori BSC telah
berkembang dengan pesat, dan pada tahun 1996 Kaplan dan Norton merevisi BSC
yang telah mereka bangun itu.
Di sana muncul istilah Strategy Map (Peta
Strategy). Strategy Map mempunyai hubungan sebab akibat di antara berbagai
sasaran strategis. Pembaruan yang terdapat pada revisi BSC tersebut yaitu fokus,
tujuan dan bidang penerapan. Mengenai fokus: BSC generasi pertama berfokus
pada pengukuran kinerja, sedangkan BSC generasi kedua berfokus pada
manajemen.
Mengenai tujuan : BSC generasi pertama bertujuan untuk
mengendalikan pelaksaan strategi, sedangkan BSC generasi kedua menekankan
komunikasi strategi. Mengenai bidang penerapan : BSC generasi pertama hanya
ditujukan untuk sektor swasta, sedangkan BSC generasi kedua lebih luas sampai
mencakup sektor publik (Luis dan Biromo, 2007).
Menurut Howard Rohm (www. balancedscorecard.org, 2002), langkahlangkah dalam perancangan dan pengimplementasian Balanced Scorecard adalah
sebagai berikut:
1) Langkah Pertama (Organizational Assessment)
Merupakan tahap penilaian dari dasar organisasi, kepercayaan inti, menjual
peluang, kompetisi, posisi keuangan, sasaran jangka pendek dan panjang serta
pemahaman yang membentuk sebuah kepuasan pelanggan. Dalam langkah ini
organisasi harus mengidentifikasi suatu nilai, baik kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman organisasi (SWOT : strength, weakness, opportunity,
threats), yang dikembangkan, dibahas dan kemudian didokumentasikan.
Selain itu organisasi juga harus menetapkan jadwal untuk langkah-langkah
pengembangan, menjamin/mengamankan komitmen sumber daya diperlukan
untuk mengembangkan dan mendukung sistem balanced scorecard.
2) Langkah Kedua (Define Strategies)
Dalam organisasi yang lebih besar, terdapat beberapa tema yang strategis dan
dapat dikembangkan menjadi strategi bisnis yang spesifik, contoh dari tema
strategi yang spesifik untuk organisasi publik antara lain: membangun suatu
19
masyarakat yang kuat, meningkatkan pendidikan, langkah-langkah penetapan
Good Corporate Government (GCG) dan lain-lain.
Strategi
merupakan
hipotesis dari apakah yang kita pikirkan dan apa yang akan kita kerjakan
untuk mencapai sukses.
L
PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
SHINTA YUNIARTA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Kinerja
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2009
Shinta Yuniarta
NRP C 452070031
ABSTRACT
SHINTA YUNIARTA. Development Performance Strategy of Fisheries Business
License.
Under direction of SUGENG HARI WISUDO and BUDHI
HASCARYO ISKANDAR
The use of Gross Tonnage (GT) in technical licensing for fishing vessels
in Indonesia may arises some problems such as inaccurate in levy calculation and
deviation of GT in order to pay lower levy. Purbayanto et al (2004) stated that fish
hold size (volume) measurement was more representative for the determination of
productivity of a fishing vessel compare to the measurement of vessel GT. This
paper tries to discuss fishing vessel productivity from stake holder point of view.
The objective of the research are 1) to determine the priority of the factors
associated; 2) to inventory the law of fisheries business license,
3) to measure
productivity based on fish hold size and vessel size, 4) to measure the
performance of Directorate Fishing Business Service MMAF, 5) to design
performance strategy for development of fisheries business license. Some
methods such as AHP and Balance Scorecard are applied for analysing the data.
Balanced Scorecard method is used to design a strategy for the Directorate
Fishing Business Services MMAF. Influential factor for fisheries business license
are fish hold size (0,563), GT (0,284) and fishing gear (0,153). Fish hold size is
considered as fair factor in calculating fisheries business levy calculation that
apply the criteria and sub criteria above. This is because of fish hold size, as catch
storage, more representing vessel productivity compares to GT which is overall
vessel volume. Fishing gear type lies on the third priority, this factor give more
influence to kind (species) of fish catch. The comparison of production per vessel
volume and production per fish hold volume show that the percentages of
production per fish hold volume is higher than production per vessel volume.
Another thing is fishing vessel productivity more depend on fish hold size
compare to vessel size. The main actor for fisheries licensing process is Ministry
of Marine Affairs Fisheries (MMAF), which is stated in the decree of Minister of
Marine Affairs Fisheries number PER.05/MEN/2008, the minister gave authority
to the Director General to publish and / or extend SIUP, SIPI and / or SIKPI.
Keywords: GT, fish hold, production, fishing gear, strategy.
RINGKASAN
SHINTA YUNIARTA.
Strategi Pengembangan Kinerja Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDHI
HASCARYO ISKANDAR.
Tonase kapal atau GT digunakan dalam beberapa jenis perizinan teknis
kapal ikan yang diterapkan oleh Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan,
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hasil penelitian Purbayanto et al.
(2004) menyebutkan terdapat beberapa kendala yang timbul di lapangan dalam
penetapan pungutan dengan menggunakan tonase. Kasus tersebut antara lain
perbedaan ukuran GT kapal pada dokumen kapal dengan ukuran GT kapal yang
sesungguhnya. Cek fisik atau pengukuran ulang GT kapal merupakan suatu
langkah yang tepat untuk mengantisipasi penyimpangan ukuran GT atau keraguan
terhadap ukuran GT kapal, tetapi pengukuran GT menjadi suatu hal yang sulit
apabila kapal berada pada kolam pelabuhan, sehingga perhitungan GT menjadi
tidak akurat. Akibat dari kasus penyimpangan ukuran GT adalah ketidakakuratan
penetapan nilai pungutan perikanan yang menyebabkan kerugian baik di pihak
Negara atau pengusaha.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP. 50/MEN/2008 tentang produktivitas memutuskan bahwa produktivitas kapal
penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan
yang ditetapkan dengan mempertimbangkan :1) ukuran tonase kapal; 2) jenis
bahan kapal; 3) kekuatan mesin kapal; 4) jenis alat penangkap yang digunakan; 5)
jumlah trip operasi penangkapan per tahun; 6) kemampuan tangkap rata-rata per
trip; dan 7) wilayah penangkapan. Dalam perhitungan pungutan yang ditetapkan
yaitu Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan
(PHP), faktor yang digunakan adalah nilai GT dan produktivitas berdasarkan
jenis alat tangkap, sedangkan Purbayanto et al. (2004) menyatakan bahwa
produktivitas suatu kapal ikan diwakili oleh besarnya ukuran palka pada kapal
tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang
berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan; 2) menginventarisasi
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perizinan kapal ikan, 3)
mengukur kecenderungan hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka, 4) mengukur kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan
– DKP, dan 5) merancang strategi pengembangan perizinan usaha penangkapan
ikan berbasis ukuran palka.
Penentuan faktor-faktor yang berperan dalam perizinan usaha
penangkapan ikan dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP). Hasil dari analisis tersebut menunjukkan urutan prioritas faktor yang
berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan adalah ukuran palka (0,563),
ukuran GT kapal (0,284) dan jenis alat tangkap (0,153). Ukuran palka dianggap
lebih adil dalam perhitungan pungutan bagi usaha perikanan yang memiliki
kriteria dan subkriteria di atas. Hal ini dikarenakan ukuran palka mewakili
produktivitas kapal dan merupakan tempat menyimpan hasil tangkapan ikan,
sedangkan GT adalah ukuran volume keseluruhan kapal dianggap tidak mewakili
produktivitas kapal ikan. Jenis alat tangkap lebih berperan pada target jenis ikan
yang ditangkap bukan pada besarnya hasil tangkapan yang diperoleh.
Berdasarkan perbandingan produksi per volume palka dengan produksi per
volume kapal, nilai presentase produksi per volume kapal lebih kecil bila
dibandingkan dengan persentase produksi per volume palka. Volume kapal
adalah hasil pembagian GT dengan 0,353 bagi kapal yang memiliki panjang lebih
dari 24 meter, dan 0,25 bagi kapal yang memiliki panjang kurang dari 24 meter
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 tahun 2005 tentang
pengukuran kapal. Besaran nilai volume hasil perhitungan tersebut adalah jumlah
isi semua ruangan-ruangan tertutup baik yang terdapat di atas geladak maupun di
bawah geladak ukur, sedangkan tidak semua ruangan tertutup digunakan sebagai
tempat penyimpanan hasil tangkapan, tetapi hanya ruangan tertutup palka yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan ikan.
Perhitungan volume kapal tidak dilakukan dengan menghitung ruangan
tertutup baik di atas maupun di bawah dek, hal ini dikarenakan dalam
pelaksanaanya sangat sulit mengukur dimensi kapal yang sedang sandar di kolam
pelabuhan. Kendala ini juga dialami oleh pemeriksa cek fisik kapal saat
melakukan cek fisik kapal untuk perpanjangan SIPI dan SIKPI. Kondisi tersebut
berbeda dengan perhitungan volume palka yang lebih mudah dilakukan, yang
merupakan hasil perkalian panjang sisi-sisi palka, sehingga volume palka dihitung
berdasarkan hasil pengukuran.
Untuk melihat kecenderungan produktivitas terhadap ukuran palka atau
ukuran kapal, dilakukan plot grafik produksi per volume kapal dan produksi per
volume palka. Hasil plot tersebut menunjukkan bahwa produktivitas cenderung
pada produksi per volume palka. Maka berdasarkan hasil tersebut, produktivitas
lebih dipengaruhi oleh ukuran palka, bukan ukuran kapal.
Pada level aktor, Departemen Kelautan dan Perikanan khususnya
Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan memiliki prioritas pertama sebagai
aktor yang berperan dalam perizinan usaha penangkapan ikan. Pengukuran
kinerja organisasi untuk sektor publik dilakukan pada Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP dengan memperhatikan empat perspektif yaitu
pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal, finansial dan pelanggan.
Pengukuran pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah indikator
pengukuran tingkat kompetensi staf, indikator pengukuran partisipasi staf dan
indikator pengukuran riset dan pengembangan proses perizinan. Dari ketiga
indikator tersebut, staf Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP
mayoritas merasakan cukup puas, puas dan sangat puas. Akan tetapi pelatihanpelatihan yang dilaksanakan Direktorat ini belum melakukan komunikasi dengan
Pusat Pelatihan DKP, sehingga kebutuhan-kebutuhan kompetensi yang dianggap
perlu pada Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan DKP akan
terakomodasi dengan baik. Pada perspektif proses bisnis internal dilakukan
pengukuran pada tahap inovasi, tahap operasi/produksi dan tahap pelayanan purna
jual atau setelah dokumen diterima oleh pelanggan. Pada tahap inovasi
kebutuhan-kebutuhan pelanggan yang diidentifikasi adalah perolehan izin
pemanfaatan sumberdaya alam dan pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil
kegiatan usahanya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat teratasi dari kegiatan
atau program yang dilakukan Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan –
DKP. Pada tahap operasi pembuatan proses perizinan, dilakukan cek fisik kapal
yang dilakukan sangat berperan dalam verifikasi kebenaran dokumen dengan
kondisi kapal sebenarnya, selanjutnya perhitungan alokasi sumberdaya perairan
yang menjadi tujuan penangkapan dan pemeriksaan aset usaha sangat berperan
untuk menjaga keberlangsungan usaha dan pengendalian usaha penangkapan.
Pada tahap pelayanan setelah dokumen izin diterima tidak dilakukan oleh
Direktorat ini kecuali jika pengurus izin datang ke kantor Direktorat Pelayanan
Usaha Penangkapan Ikan – DKP. Pada perspektif finansial dilakukan pengukuran
pada nilai PNBP dari PPP dan PHP. Kontribusi nilai dari kedua sumber PNBP
tersebut semakin menurun sejak perjanjian bilateral dengan negara asing berakhir.
Pada perspektif pelanggan dilakukan pengukuran pada tingkat kepuasan
pelanggan kelompok tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty. Dari kelima kelompok tersebut, tingkat kepuasan responden yang
mendekati nilai harapan mereka adalah kelompok tangibility dan assurance.
Sedangkan untuk pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan –
DKP dan ketanggapan dalam membantu memberikan pelayanan, perlu lebih
ditingkatkan agar harapan dari pelanggan dapat terpenuhi. Tingkat kepuasan
terkecil pada kemudahan pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP dalam melakukan hubungan komunikasi bagi
kebutuhan pelanggan.
Strategi pengembangan perizinan usaha perikanan tangkap dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard menghasilkan 11 (sebelas) tujuan
jangka panjang . Tujuan jangka panjang tersebut terbagi menjadi 4 (empat)
perspektif yaitu perspektif finansial dengan tujuan pemanfaatan anggaran yang
optimal; perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan tujuan peningkatan
peran daerah pada proses administrasi dan pelayanan perizinan, mengoptimalkan
jaringan sistem informasi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
perspektif proses bisnis internal dengan tujuan rekomendasi usaha ke
perbankan/pemberi kredit, peningkatan informasi peluang usaha, optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan penyempurnaan dan
efisiensi perumusan kebijakan proses perizinan dan pungutan perikanan; dan
persektif pelanggan dengan tujuan pelayanan perizinan di daerah, jaminan
kemanan dan kepastian usaha dan peningkatan standar kualitas pelayanan. Semua
tujuan tersebut memiliki hubungan sebab akibat sehingga membentuk peta strategi
bagi Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP. Pada masing-masing
tujuan memiliki tolok ukur, target dan inisiatif agar tujuan dan target tercapai.
Kata kunci : GT, palka, produksi, jenis alat tangkap, strategi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN KINERJA
PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
SHINTA YUNIARTA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Daniel R. Monintja
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Strategi Pengembangan
Penangkapan Ikan
Kinerja
Perizinan
Nama Mahasiswa
: Shinta Yuniarta
Nomor Pokok
: C 452070031
Mayor
: Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Usaha
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Ketua
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.
Anggota
Diketahui,
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Koordinator,
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 21 Desember 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Selama penelitian dan
penyusunan tesis, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo
Iskandar, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas arahan,
kesabaran dan ilmu yang diberikan kepada penulis
2. Bapak Prof. Dr. Daniel R.Monintja, Bapak Ir. Muhammad Bilahmar, Ketua
ASTUIN Bapak R.P. Poernomo, dan Mas Ir. Ridwan Mulyana, M.T., yang
telah menjadi responden pada penelitian ini dan telah membantu selama
pengumpulan data
3. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja sebagai penguji luar komisi dan Bapak
Prof. Dr. John Haluan, M.Sc selaku koordinator Mayor atas maklum dan
arahannya selama penulis melakukan studi di Mayor Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap
4. Kepala Kantor PPSJ Nizam Zachman dan Kepala Syahbandar DKP di PPSJ
Nizam Zachman beserta staf yang membantu penulis selama pengumpulan
data
5. Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si, Bapak Dr. Luki Karunia dan Bapak
Fernando D.W. Dangeubun, S.Pi.,M.Si yang membantu penulis dalam
pengumpulan pustaka Balanced Scorecard, dan Bapak Prof. Dr. Bambang
Murdiyanto atas saran dan arahannya
6. Kepala Laboratorium Kapal Navigasi Dept. PSP FPIK IPB (Bapak
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si) dan Ibu Yopi Novita, S.Pi, M.Si atas
dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi
7. Ketua Departemen PSP FPIK IPB dan seluruh staf dosen Mayor TPT dan SPT
Departemen PSP FPIK IPB
8. Om Marjoni yang bersedia meluangkan waktu membantu penulis melakukan
penelitian, Bapak Budi Nugraha atas arahan dan petunjuknya selama penulis
melakukan penelitian, Ady Susanto atas saran dan bantuannya, dan temanteman Mayor TPT dan SPT 2007 : Bapak Nasruddin, Sabar Jaya, Bapak
Yustom, Bapak Agus S. Hidayat, Ibu Umi Chodriyah, Ibu Noor Azizah, Ayu
Adhita D dan Mas Taufik atas kebersamaannya selama perkuliahan
9. Hanifah Mailany, Mba Yop, Mba Erin, Mba Noni, Meilia Dwi A, Vita
Rumanti, Mba Ika, Mba Lia, Mba Ocha, Bang Donwil, Ima Kusumanti,
Wiwit, Mba Eva dan Mba Dwi atas dukungan, bantuan, kasih sayang dan
canda tawanya,
10. Bapak dan ibu, suami tercinta, dan seluruh keluarga atas dukungan, doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2009
Shinta Yuniarta
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 1980 sebagai anak kedua
dari pasangan Zaenal Arifin dan Siti Rakhimah. Pendidikan Sekolah Dasar
dilaksanakan di SD Muhammadiyah 28 Jakarta dan SD Negeri I UngaranKabupaten Semarang dan lulus tahun 1992, kemudian melanjutkan ke SMP
Negeri I Ungaran-Kabupaten Semarang, lulus pada tahun 1995. Penulis
melanjutkan ke SMA Negeri IV Kodya Semarang dan lulus pada tahun 1998.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus tahun 2003. Pada
tahun 2007 penulis diterima di Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap,
Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
BPPS pada tahun 2008.
Selama mengikuti program magister penulis aktif pada kepanitiaan
seminar nasional Rembug Nasional Kelautan dan Perikanan dan Seminar Nasional
Perikanan Tangkap II dan III. Organisasi yang diikuti oleh penulis adalah Forum
Komunikasi Mahasiswa Teknologi Kelautan sebagai Sekretaris II pada periode
2007-2008 dan Bendahara pada periode 2008-2009.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................
xvii
1 PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................
1
1
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1 Kapal dan Pengukuran ..........................................................
2.1.1 Tonase .........................................................................
2.1.2 Volume Palka ..............................................................
2.2 Pungutan Perikanan...............................................................
2.3 Sistem Perizinan Perikanan di Indonesia ..............................
2.4 Balanced Scorecard ..............................................................
6
6
7
8
9
10
18
3 METODOLOGI ..................................................................................
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................
3.2 Pengumpulan dan Jenis Data ................................................
3.3 Analisis Data .........................................................................
3.3.1 Penentuan faktor-faktor yang terkait pada perizinan
usaha perikanan ............................................................
3.3.2 Hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka .................................................................
3.3.3 Kebijakan dan lembaga ................................................
22
22
22
23
4 HASIL .................................................................................................
4.1 Penetapan Prioritas Faktor-faktor yang Berperan dalam
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan .....................................
4.2 Hubungan Produksi dengan Ukuran Kapal dan Ukuran
Palka .....................................................................................
4.3 Kebijakan dan Lembaga.......................................................
36
5 PEMBAHASAN .................................................................................
5.1 Penetapan Prioritas Faktor-faktor yang Berperan dalam
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan .....................................
5.2 Hubungan Produksi dengan Ukuran Kapal dan Ukuran
Palka .....................................................................................
66
23
25
27
36
38
40
66
72
xii
5.3 Kebijakan dan Kelembagaan................................................
5.4 Konsep Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Berbasis
Ukuran Palka ......................................................................
77
97
6 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
6.1 Kesimpulan ..........................................................................
6.2 Saran.....................................................................................
99
99
99
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
100
LAMPIRAN .. ..........................................................................................
103
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis, sumber, metode pengumpulan dan analisis data .........................................
22
2 Perspektif Balanced Scorecard pada sektor swasta dan sektor publik .................
29
3 Rasio dimensi utama .............................................................................................
38
4 Hasil pengukuran volume kapal dan volume palka ..............................................
39
5 Perbandingan volume hasil tangkapan terhadap volume kapal dan volume
palka (dalam m3) ..................................................................................................
39
6 Indikator pengukuran tingkat kompetensi staf ......................................................
45
7 Indikator pengukuran partisipasi staf ....................................................................
46
8 Indikator pengukuran riset dan pengembangan proses perizinan .........................
46
9 Jumlah izin usaha perikanan dan izin operasional kapal.......................................
47
10 Jumlah kumulatif izin kapal ikan Indonesia yang dicabut ....................................
48
11 Tingkat kontribusi nilai PNBP DKP dari PPP dan PHP dan realisasi
pencapaian ............................................................................................................
48
12 Tanggapan responden terhadap tampilan fisik ......................................................
49
13 Analisis tingkat kepuasan pelanggan pada kelompok tangibility .........................
49
14 Tanggapan responden terhadap pelayanan dari Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP ....................................................................................
50
15 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok reliability ...........................................
50
16 Tanggapan responden terhadap ketanggapan Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan dalam membantu memberikan pelayanan .............................
50
17 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok responsiveness ...................................
51
18 Tanggapan responden terhadap jaminan mengenai kemampuan, kesopanan,
keahlian dan sifat dapat dipercaya dari karyawan Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan ................................................................................................
51
19 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok assurance ...........................................
51
20 Tanggapan responden terhadap kemudahan pelayanan dari Direktorat
Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP dalam melakukan hubungan
komunikasi bagi kebutuhan pelanggan ................................................................
52
21 Analisis tingkat kepuasan pada kelompok emphaty..............................................
52
22 Hasil pengukuran kinerja secara keseluruhan .......................................................
53
23 Tujuan, tolok ukur dan target (langkah kelima) ....................................................
62
24 Inisiatif strategis pada masing-masing tujuan (langkah keenam) .........................
63
25 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi utama (2002-2007) .............................
71
xiv
26 Rasio dimensi utama untuk kapal-kapal ikan di Indonesia ...................................
72
27 Perbandingan pungutan berbasis GT dan palka ....................................................
76
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ............................................................................. 5
2 Mekanisme perizinan kapal penangkap ikan di Indonesia ................................... 11
3 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan (SIUP-I)........................... 13
4 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan penanaman modal
(SIUP-PM) ........................................................................................................... 14
5 Flowchart perluasan/perubahan/perpanjangan SIUP ............................................ 15
6 Flowchart penerbitan baru surat izin penangkapan ikan/surat izin kapal
pengangkut ikan (SIPI/SIKPI) ............................................................................. 16
7 Flowchart perpanjangan SIPI/SIKPI .................................................................... 17
8 Hirarki perizinan usaha perikanan......................................................................... 25
9 Balanced Scorecard untuk pemerintah dan sektor nonprofit (Niven, 2003) ........ 30
10 Nilai hirarki perizinan usaha penangkapan ikan ................................................... 37
11 Perbandingan produksi terhadap ukuran palka dan ukuran kapal ......................... 40
12 Strategic objective ................................................................................................. 60
13 Strategic mapping ................................................................................................. 61
14 Value chain perspektif proses bisnis internal pada Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan – DKP .................................................................................... 95
15 Perspektif proses bisnis internal – Model rantai nilai generik .............................. 96
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil akhir analisis Expert Choice ........................................................................
103
2 Gambar palka dan posisinya pada kapal ...............................................................
108
3 Beberapa contoh perhitungan palka sesuai bentuknya..........................................
109
4 Analisis tingkat kepuasan responden pada perspektif pelanggan .........................
110
5 Hasil analisis lingkungan strategis ........................................................................
118
6 Foto dokumentasi hasil penelitian .........................................................................
119
xvii
DAFTAR ISTILAH
Visi
: Keadaan organisasi yang diharapkan terwujud di masa
depan
Misi
: Tugas khusus suatu organisasi
Nilai
: Prinsip-prinsip yang melandasi tindakan setiap orang
dalam organisasi
Strategi
: Cara untuk mencapai tujuan yang seharusnya konsisten
dengan visi dan misi yang telah dibuat.
: Serangkaian aktivitas yang dilakukan secara berbeda
dibandingkan dengan pesaing untuk memberikan nilai
tambah kepada pelanggan
Sasaran strategis
: Suatu pernyataan yang ringkas dan padat yang
menjelaskan apa yang harus dengan sebaik-baiknya
dilakukan oleh organisasi, dalam rangka eksekusi strategi
Peta strategi
: Suatu paparan mengenai keterkaitan antara sejumlah
sasaran strategis, dalam bentuk hubungan sebab akibat
yang menjelaskan ”perjalanan” strategi organisasi
Inisiatif
: Proyek spesifik yang harus diimplementasikan untuk
mendukung pencapaian sasaran strategis
Target
: mewakili hasil yang diinginkan dari pengukuran kinerja
membantu memastikan hasil atau melampaui target
kinerja.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan
di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara
apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya
(Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008).
Berdasar definisi tersebut, kapal memegang peranan penting dalam kegiatan
penangkapan ikan, yaitu peran dalam mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkan ikan. Pada operasi penangkapan
ikan, kapal memiliki kriteria yang dibutuhkan. Nomura dan Yamazaki (1977)
menyebutkan bahwa kapal ikan memiliki keistimewaan pokok dalam beberapa
aspek,
antara
lain
ditinjau
dari
segi
kecepatan
(speed),
olah
gerak
(maneuverability), layak laut (sea worthiness), luas lingkup area pelayaran
(navigable area), struktur bangunan kapal (design and construction), propulsi
mesin (engine propulsion), perlengkapan storage dan lainnya.
Pada kondisi-
kondisi tertentu, kapal ikan harus sanggup berlayar di luar alur pelayaran yang
aman untuk mengejar kawanan ikan (fish schooling) yang menjadi tujuan
penangkapan dengan kecepatan tinggi, bahkan perairan yang sempit sekalipun
dengan kondisi yang tidak memungkinkan bagi pelayaran umum.
Peran kapal dalam melakukan penyimpanan ikan menggunakan palka
sebagai ruang muat yang berada dibawah geladak kapal. Dengan adanya palka,
diharapkan ikan yang tersimpan selalu dalam kondisi baik yaitu tidak rusak dan
tidak busuk hingga didaratkan. Palka sebagai tempat penyimpanan memegang
peranan penting dalam produktivitas suatu kapal ikan.
Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.50/MEN/2003 tentang Produktivitas Kapal
Penangkap Ikan mendefinisikan produktivitas kapal ikan sebagai tingkat
kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per
tahun. Pada keputusan tersebut produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan
dengan mempertimbangkan : a) tonase kapal; b) jenis bahan kapal; c) kekuatan
mesin kapal; d) jenis alat penangkap ikan yang digunakan; e) jumlah trip operasi
2
penangkapan per tahun; f) kemampuan tangkap rata-rata per trip; dan g) wilayah
penangkapan ikan. Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa produktivitas
ditentukan pula oleh jenis dan banyaknya hasil tangkapan yang mampu diproduksi
oleh kapal ikan dalam setiap kali operasi penangkapan. Jenis dan banyaknya hasil
tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap dan lamanya waktu operasi
penangkapan serta kapasitas palka dari kapal ikan itu sendiri. Volume palka
sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan dinilai dapat menggambarkan
produktivitas suatu kapal ikan.
Tonase kapal atau GT digunakan dalam beberapa jenis perizinan teknis
kapal ikan Indonesia maupun kapal asing yang diterapkan oleh Direktorat
Pelayanan Usaha Penangkapan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hal
ini dikarenakan tonase dianggap memberikan pengaruh yang besar terhadap
produktivitas kapal ikan. Hasil penelitian Purbayanto et al. (2004) menyebutkan
terdapat beberapa kendala yang timbul di lapangan dalam penetapan pungutan
dengan menggunakan tonase. Kasus tersebut antara lain adalah perbedaan ukuran
GT kapal pada dokumen kapal dengan ukuran GT kapal yang sesungguhnya.
Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa kendala juga terjadi pada
penanganan kapal-kapal ikan asing yang memiliki cara pengukuran GT yang
berbeda dengan yang diterapkan di Indonesia atau internasional. Cek fisik atau
pengukuran ulang GT kapal merupakan suatu langkah yang tepat untuk
mengantisipasi penyimpangan ukuran GT atau keraguan terhadap ukuran GT
kapal.
Akibat dari kasus penyimpangan ukuran GT adalah ketidakakuratan
penetapan nilai pungutan perikanan untuk kapal ikan yang menyebabkan kerugian
baik di pihak Negara maupun pengusaha.
Upaya yang telah dilakukan DKP antara lain adalah menetapkan juklak
pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap membentuk Tim Teknis Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan
dan atau Pengangkut Ikan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap dan sebagai acuan dalam melaksanakan SK Dirjen tersebut,
maka disusun Petunjuk Teknis Pemeriksaan Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan.
Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan
pedoman pada para petugas cek fisik baik pusat maupun daerah agar ada
3
kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan
khususnya untuk hal bersifat teknis di lapangan, sedangkan sasaran dari petunjuk
teknis pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah terwujudnya tertib
perizinan bagi pelayanan usaha perikanan tangkap.
Penelitian yang dilakukan Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa
penerapan palka sebagai parameter dalam perhitungan pungutan perikanan untuk
kapal ikan memiliki peluang yang baik. Secara teknis perhitungan volume palka
di lapangan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengukuran GT.
Kemungkinan pengalihan pengaturan perizinan dari GT menjadi ukuran palka
pada kapal ikan perlu dilakukan dengan melibatkan stakeholder yang terkait,
mengingat dalam penerapan perizinan kapal ikan melibatkan instansi Departemen
Kelautan dan masing-masing unit pelaksana teknisnya, asosiasi perikanan dan
pemilik kapal. Pengukuran kinerja dari perizinan usaha penangkapan ikan perlu
dilakukan, sehingga dapat dihasilkan suatu konsep perizinan usaha penangkapan
ikan berbasis ukuran palka. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka perlu
dilakukan penelitian tentang Strategi Pengembangan Kinerja Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam perizinan usaha
penangkapan ikan;
2) Mengukur kecenderungan hubungan produksi kapal dengan ukuran kapal dan
ukuran palka;
3) Menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perizinan kapal ikan;
4) Mengukur kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan – DKP;
5) Merancang strategi pengembangan perizinan usaha penangkapan ikan berbasis
ukuran palka.
4
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Memberikan informasi bahwa produksi suatu kapal ikan tidak ditentukan dari
ukuran GT melainkan lebih ditentukan oleh ukuran palka sebagai tempat
penyimpanan hasil tangkapan;
2) Sebagai informasi dasar dalam mengalokasikan fishing capacity di suatu
wilayah perairan secara optimum;
3) Memberikan informasi dasar untuk penelitian lanjutan terkait dengan
efisiensi teknis pada masing-masing unit penangkapan dengan memasukkan
faktor ukuran palka.
5
Permasalahan dan kendala perizinan dan pungutan berdasarkan
tonase kapal (Purbayanto et al., 2004):
1 penyimpangan ukuran GT kapal oleh pemilik kapal
2 tonase kurang mewakili produktivitas kapal ikan,
ukuran palka lebih mewakili produktivitas kapal ikan
3 kesulitan pengukuran teknis di lapangan saat cek
lapangan
4 pengukuran GT di Indonesia yang tidak mutlak pada
kapal ikan Indonesia dan kapal asing
Alternatif-alternatif dalam sistem pungutan kapal ikan
Analisis perbandingan sistem perizinan berbasis GT
dan sistem perizinan berbasis ukuran palka
Kajian aspek-aspek utama
Sistem Perizinan Usaha Penangkapan Ikan
Subsistem kebijakan & kelembagaan:
- Kinerja Direktorat Pelayanan Usaha
Penangkapan Ikan DKP
- Inventarisasi kebijakan nasional dan
internasional yang berkaitan dengan
perizinan usaha perikanan
Subsistem teknis :
- Purbayanto et al. (2004)
- Perbandingan produksi
terhadap volume kapal dan
palka kapal
Strategi pengembangan kinerja perizinan
usaha penangkapan ikan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Monitoring
dan Evaluasi
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapal dan Pengukuran
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air serta
alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (PP No.51 tahun
2002 tentang perkapalan). Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008 menyebutkan kapal perikanan adalah kapal,
perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan
ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
menangkap ikan, termasuk menampung menyimpan, mendinginkan, dan/atau
mengawetkan.
Berdasarkan PP No. 51 Th 2002 bahwa setiap kapal yang digunakan untuk
berlayar wajib diukur. Surat ukur adalah surat kapal yang memuat ukuran dan
tonase kapal berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran kapal dapat dilakukan
menurut 3 (tiga) metode : a) pengukuran dalam negeri; b) pengukuran
internasional; c) pengukuran khusus. Metode pengukuran dalam negeri dilakukan
untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang kurang
dari 24 m (dua puluh empat meter). Metode pengukuran internasional dilakukan
untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang 24 m (dua
puluh empat meter) atau lebih.
Metode pengukuran khusus dilakukan untuk
pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu.
Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa pengukuran GT kapal baik secara
internasional maupun dalam negeri bukanlah merupakan hal yang mudah
dilakukan. Terlebih jika pengukurannya diterapkan secara langsung pada kapal.
Selain kesulitan-kesulitas teknis, pengukuran GT di lapang membutuhkan waktu
dan tingkat ketelitian yang tinggi.
7
PP No. 51 Th 2002 menyebutkan bahwa kapal yang telah diukur menurut
metode pengukuran internasional tidak dibenarkan diukur ulang dengan metode
pengukuran dalam negeri. Pengukuran kapal dilaksanakan oleh pejabat
Pemerintah yang telah memenuhi kualifikasi sebagai ahli ukur kapal. Kapal yang
telah diukur wajib dipasang tanda selar.
Pengukuran volume palka pada kapal ikan lebih mudah diterapkan jika
dibandingkan dengan pengukuran GT kapal. Pengukuran GT kapal sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, meliputi pengukuran seluruh ruangan tertutup
yang berada di bawah maupun di atas geladak ukur. Pengukuran volume palka
adalah kegiatan pengukuran terhadap salah satu atau beberapa ruangan tertutup
(apabila palka lebih dari satu ruangan) yang berada di bawah geladak ukur kapal.
Selain lebih mudah, pengukuran volume palka tidak membutuhkan waktu lama
dibandingkan dengan pengukuran GT kapal (Purbayanto et al., 2004).
2.1.1 Tonase
Tonase kapal adalah volume kapal yang dinyatakan dalam tonase kotor
(gross tonnage/GT) dan tonase bersih (net tonnage/NT) (PP No.51 Th 2002).
Gross Register Tonnage (GRT) represents the total internal volume of a vessel,
with some exemptions for non-productive space such as crew quarters; 1 gross
register
ton
is
equal
to
a
volume
of
100
cubic
feet
(2,83
m3)
(http://en.wikipedea.org/wiki/Tonnage).
Tonase adalah kapasitas atau volume ruang kapal yang dinyatakan dalam
satuan meter kubik atau ton register, yang dihitung berdasarkan peraturan nasional
ataupun internasional. Tonase internasional adalah tonase kapal yang dihitung
berdasarkan peraturan yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang ditetapkan
oleh Konvensi Internasional mengenai pengukuran tonase kapal tahun 1969.
Satuan yang dipakai dalam perhitungan adalah meter kubik atau gross ton
(disingkat GT). 1 GT = 100 kaki kubik = 2,83 meter kubik (Soegiono et al.,
2006).
Gross Tonnage (GT/isi kotor) kapal berdasarkan International Convention
on Tonnage Measurement of Ships 1969 (Konvensi Internasional Tentang
Pengukuran Kapal 1969) yang telah diratifikasi dengan Keppres No.5 Tahun 1989
8
tentang pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ships
1969, adalah ukuran besarnya kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan
jumlah isi semua ruangan-ruangan tertutup baik yang terdapat di atas geladak
maupun di bawah geladak ukur (Purbayanto et al., 2004).
2.1.2 Volume Palka
Palka atau palkah adalah nama umum untuk ruangan di bawah geladak
yang dipakai untuk menyimpan muatan. Palka ikan adalah palka pada kapal
penangkap ikan yang dipergunakan untuk menyimpan ikan hasil tangkapan
sebelum dibawa ke pelabuhan, sedangkan palka umpan adalah palka yang
digunakan untuk menyimpan umpan pada kapal penangkap ikan (Soegiono et al.,
2006).
Berdasarkan bentuk palka, metode yang digunakan untuk mengukur
volume palka apabila palka berbentuk ruang segi empat adalah dengan
mengalikan panjang, lebar dan tinggi ruangan tersebut. Untuk bentuk palka yang
mengikuti bentuk badan kapal, pengukuran volume palka dapat dilakukan dengan
menggunakan Sympson’s Rules untuk menghitung luas penampang pada sisi
melintang palka kemudian dikalikan dengan panjang palka (searah panjang
kapal). Hasil pengukuran terhadap volume palka adalah dalam satuan meter
kubik (Purbayanto et al., 2004).
Selanjutnya Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa pengukuran
volume palka pada kapal ikan lebih mudah diterapkan jika dibandingkan dengan
pengukuran GT kapal. Pengukuran GT kapal sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, meliputi pengukuran seluruh ruangan tertutup yang berada di bawah
maupun di atas geladak ukur.
Pengukuran volume palka adalah kegiatan
pengukuran terhadap salah satu atau beberapa ruangan tertutup (apabila palka
lebih dari satu ruangan) yang berada di bawah geladak ukur kapal. Selain lebih
mudah, pengukuran volume palka tidak membutuhkan waktu lama dibandingkan
dengan pengukuran GT kapal.
9
2.2 Pungutan Perikanan
Pungutan perikanan menjadi salah satu potensi ekonomi nasional sebagai
sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan
perikanan, sehingga hal ini perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk menunjang
pembangunan nasional.
Pungutan perikanan dikenakan kepada nelayan,
perusahaan perikanan nasional murni, maupun dengan fasilitas PMDN dan PMA
yang melakukan usaha penangkapan ikan. Dalam implementasinya, pungutan
perikanan diperoleh melalui pengaturan perizinan kapal-kapal penangkap ikan
yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia oleh pemerintah dalam hal ini
Departemen Kelautan dan Perikanan (Purbayanto et al., 2004).
Pungutan perikanan dikenakan bagi perusahaan perikanan Indonesia dan
perusahaan perikanan asing.
Pungutan perikanan bagi perusahaan perikanan
Indonesia terdiri atas Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil
Perikanan (PHP). Pungutan Perikanan yang dikenakan bagi perusahaan asing
adalah Pungutan Perikanan Asing (PP RI No 62 Tahun 2002).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008
mendefiniskan pungutan pengusahaan perikanan, yang selanjutnya disebut PPP,
adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia
yang memperoleh SIUP dan SIKPI, sebagai imbalan atas kesempatan yang
diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Pada PP RI No 62 tahun
2002, PPP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia memperoleh Izin
Usaha Perikanan (IUP) baru atau perubahan, Alokasi Penangkapan Ikan
Penanaman Modal (APIPM) baru atau perubahan, atau Surat Izin Kapal Pengakut
Ikan (SIKPI) baru atau perpanjangan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 05/MEN/2008
mendefiniskan pungutan hasil perikanan, yang selanjutnya disebut PHP, adalah
pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan yang melakukan
usaha penangkapan ikan sesuai dengan SIPI yang diperoleh. Pada PP RI No 62
tahun 2002, PHP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia
memperoleh dan/atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI). Pungutan
10
Perikanan Asing dikenakan pada saat perusahaan perikanan asing memperoleh
atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI).
2.3 Sistem Perizinan Perikanan di Indonesia
Kewenangan perizinan kapal penangkap ikan juga diatur oleh pemerintah
berdasarkan besarnya kapal (gross tonnage, GT) dan/atau kekuatan mesin (daya
kuda, DK) dan daerah operasinya sebagaimana tercantum dalam PP 62 tahun
2002 pasal 8 yang menyebutkan bahwa pungutan perikanan dikenakan bagi
perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan
bobot lebih besar dari 30 GT dan/atau yang mesinnya berkekuatan lebih besar dari
90 DK dan beroperasi di luar perairan 12 mil laut.
Selain itu, perusahaan
perikanan asing yang menggunakan kapal penangkap ikan dan mendapatkan izin
untuk beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) juga dikenakan
pungutan perikanan. Untuk perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan
kapal penangkap ikan dibawah kriteria di atas akan diatur oleh Pemerintah Daerah
setempat (Purbayanto et al., 2004) (Gambar 2).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008
pasal 19 ayat (1) menyebutkan Menteri memberikan kewenangan kepada Direktur
Jenderal untuk menerbitkan dan/atau memperpanjang : a) SIUP, SIPI dan/atau
SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan kapal
dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT; b) SIUP, SIPI dan/atau SIKPI kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan tenaga kerja asing; dan
c) SIUP, SIPI dan/atau SIKPI di bidang penanaman modal kepada badan hukum
Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan
ikan dengan fasilitas penanaman modal.
11
Nelayan/Perusahaan
Perikanan Swasta
Nasional
tidak
Perusahaan Perikanan
Indonesia dengan fasilitas
PMDN/PMA
Alokasi Penangkapan
Ikan Penanaman Modal
(APIPM)
Kapal >=30GT
dan/atau mesin
kapal >=90DK?
Surat persetujuan
penanaman modal/
izin usaha
Pemohon
bayar PPP
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Surat Penangkapan
Ikan (SPI) atau Surat
Izin Kapal
Pengangkut Ikan
(SIKPI)
Perusahaan
perikanan asing
Izin Usaha Perikanan (IUP)
Surat Penangkapan Ikan
(SPI) atau Surat Izin
Kapal Pengangkut Ikan
(SIKPI)
Pemohon
Bayar
PPA
Pemohon
Bayar
PHP
Kapal Penangkap Ikan
Beroperasi di luar 12 mil
laut dari garis pantai di
wilayah perairan Indonesia
memperpanjang
memperpanjang
1 tahun
Mengikuti PERDA yang ditetapkan
oleh PEMDA setempat
Gambar 2 Mekanisme perizinan kapal penangkap ikan di Indonesia.
(sumber : Purbayanto et al., 2004).
Pada pasal 21 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 mengatur kewenangan Gubernur dan Bupati/Walikota pada
usaha perikanan. Pada ayat (1) disebutkan bahwa Gubernur diberikan kewenangan
untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang
melakukan usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang
12
berukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya
dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya,
serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing. Sedangkan pada ayat
(2) : Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada
orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI
dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran 5 (lima) GT sampai dengan
10 (sepuluh) GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di
wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang
menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja
asing.
13
Gambar 3 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan (SIUP-I).
14
Gambar 4 Flowchart penerbitan baru surat izin usaha perikanan penanaman modal (SIUP-PM).
15
Gambar 5 Flowchart perluasan/perubahan/perpanjangan SIUP.
16
Gambar 6 Flowchart penerbitan baru surat izin penangkapan ikan/surat izin kapal pengangkut ikan (SIPI/SIKPI).
17
Gambar 7 Flowchart perpanjangan SIPI/SIKPI.
18
2.4 Balanced Scorecard
Terminologi Balanced Scorecard (BSC) pertama kali muncul pada tahun
1992 dalam artkel yang ditulis oleh Kaplan dan Norton di majalah Harvard
Business Review edisi Januari-Februari 1992.
Selanjutnya teori BSC telah
berkembang dengan pesat, dan pada tahun 1996 Kaplan dan Norton merevisi BSC
yang telah mereka bangun itu.
Di sana muncul istilah Strategy Map (Peta
Strategy). Strategy Map mempunyai hubungan sebab akibat di antara berbagai
sasaran strategis. Pembaruan yang terdapat pada revisi BSC tersebut yaitu fokus,
tujuan dan bidang penerapan. Mengenai fokus: BSC generasi pertama berfokus
pada pengukuran kinerja, sedangkan BSC generasi kedua berfokus pada
manajemen.
Mengenai tujuan : BSC generasi pertama bertujuan untuk
mengendalikan pelaksaan strategi, sedangkan BSC generasi kedua menekankan
komunikasi strategi. Mengenai bidang penerapan : BSC generasi pertama hanya
ditujukan untuk sektor swasta, sedangkan BSC generasi kedua lebih luas sampai
mencakup sektor publik (Luis dan Biromo, 2007).
Menurut Howard Rohm (www. balancedscorecard.org, 2002), langkahlangkah dalam perancangan dan pengimplementasian Balanced Scorecard adalah
sebagai berikut:
1) Langkah Pertama (Organizational Assessment)
Merupakan tahap penilaian dari dasar organisasi, kepercayaan inti, menjual
peluang, kompetisi, posisi keuangan, sasaran jangka pendek dan panjang serta
pemahaman yang membentuk sebuah kepuasan pelanggan. Dalam langkah ini
organisasi harus mengidentifikasi suatu nilai, baik kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman organisasi (SWOT : strength, weakness, opportunity,
threats), yang dikembangkan, dibahas dan kemudian didokumentasikan.
Selain itu organisasi juga harus menetapkan jadwal untuk langkah-langkah
pengembangan, menjamin/mengamankan komitmen sumber daya diperlukan
untuk mengembangkan dan mendukung sistem balanced scorecard.
2) Langkah Kedua (Define Strategies)
Dalam organisasi yang lebih besar, terdapat beberapa tema yang strategis dan
dapat dikembangkan menjadi strategi bisnis yang spesifik, contoh dari tema
strategi yang spesifik untuk organisasi publik antara lain: membangun suatu
19
masyarakat yang kuat, meningkatkan pendidikan, langkah-langkah penetapan
Good Corporate Government (GCG) dan lain-lain.
Strategi
merupakan
hipotesis dari apakah yang kita pikirkan dan apa yang akan kita kerjakan
untuk mencapai sukses.
L