Ragam Bahasa Jawa Krama

17 Langkah selanjutnya, setelah data dan informasi terkumpul, barulah menyusun fakta, pendapat, autoritas atau evidensi secara kritis dan logis. Fakta atau evidensi tersebut diseleksi berdasarkan fakta yang dapat digunakan dan fakta yang harus disingkirkan. Hal ini bertujuan agar evidensi yang digunakan benar-benar tepat dan tidak saling melemahkan evidensi yang lain. Setelah semua data, fakta, dan evidensi terkumpul, langkah selanjutnya adalah menyiapkan metode penyampaian yang tepat. Argumen disajikan dalam suatu bentuk yang logis dan meyakinkan dengan komposisi yang terdiri dari pendahuluan, pembuktian tubuh argumentasi, dan kesimpulan atau ringkasan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah menulis argumen yaitu, 1 mengumpulkan data, 2 mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan argumen yang akan disampaikan, 3 menyusun fakta atau evidensi, 4 menyeleksi evidensi yang akan digunakan, 5 menentukan metode penyajian argumen, dan 6 menyajikan argumen dengan metode yang telah dipilih.

2.2.3 Ragam Bahasa Jawa Krama

Ragam bahasa Jawa krama adalah ragam bahasa yang terbilang santun. Kesantunan tersebut terlihat pada pilihan kata yang digunakan. Menurut Purwadi 2005:28, penggunaan pilihan kata tersebut dimaksudkan untuk menghargai atau menghormati lawan bicara. 18 Ragam krama menurut Ekowardono 1993 adalah ragam yang semua katanya adalah krama, termasuk juga afiksnya kalau kata itu berafiks. Ragam krama digunakan bagi mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara dan yang belum akrab kepada lawan bicara. Ragam krama terbagi menjadi dua, yaitu krama lugu dan krama alus. Menurut Hardyanto dan Utami 2001:50 krama lugu adalah ragam bahasa Jawa yang seluruhnya dibentuk dengan kosakata krama, demikian juga imbuhannya. Krama lugu biasanya digunakan oleh peserta tutur yang belum akrab atau baru kenal. Krama lugu biasanya digunakan untuk menceritakan diri sendiri atau untuk cerita monolog, seperti kalimat 1. 1 Sekedhap malih kula kesah dhateng peken. “Sebentar lagi saya pergi ke pasar.” 2 Menapa sampeyan nate dipuntilari arta anak kula? “Apa kamu pernah dititipi uang oleh anak saya?” Kalimat 2, pembicaraan berkaitan dengan orang lain. Dalam bahasa Jawa, pembicaraan yang melibatkan orang lain, maka akan diubah menjadi krama alus. Hal ini karena pembicara Jawa selalu menghormati orang lain. Sehingga kalimat 2 berubah menjadi “Menapa panjenengan nate dipuntilari arta anak kula?” Ragam krama alus merupakan ragam bahasa Jawa yang tingkat kesantunannya paling tinggi di antara ragam bahasa Jawa yang ada. Dasarnya menggunakan kosakata krama lugu, namun juga menggunakan krama inggil. Krama alus digunakan oleh peserta tutur yang hubungannya kurang akrab dan ada 19 usaha untuk saling menghormati Hardyanto dan Utami 2001:51-53. Krama alus biasanya digunakan untuk menghormati lawan bicara atau orang yang dibicarakan. Khususnya dalam penyebutan tindakan dan milik orang yang dihormati. 3 Bapak dereng kondur. “Bapak belum pulang.” 4 Dalemipun simbah tebih sanget. “Rumah simbah jauh sekali.” Pada kalimat 3 kata kondur „pulang‟ adalah kosakata yang menunjukkan tindakan orang yang dihormati, sedangkan pada kalimat 4 kata dalemipun „rumahnya‟ menunjukkan milik orang yang dihormati. Dalam krama alus ada kosa kata krama inggil yang digunakan untuk merendahkan diri sendiri pembicara, seperti pada kalimat berikut. 5 Kula badhe sowan dalemipun bu guru mangke sonten. “Saya akan datang ke rumah bu guru nanti sore.” Kata ganti penutur yang digunakan dalam krama alus adalah kula, sedangkan untuk lawan bicara adalah panjenengan, dan untuk orang ketiga atau orang yang dibicarakan adalah piyambakipun atau panjenanganipun. 20

2.2.4 Pengertian Artikel