METODOLOGI PENELITIAN Analisis dampak dan formulasi kebijakan mengatasi illegal logging dalam mencapai sustainable forets management (Studi kasus hutan Jawa Barat)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis dampak dan formulasi kebijakan mengatasi illegal logging akan dianalisis pada tingkat lokasi terjadinya illegal logging. Untuk menganalisis perilaku sistem terjadinya illegal logging akan dilaksanakan di hutan propinsi Jawa Barat utamanya daerah-daerah yang banyak terjadi illegal loging yaitu diwilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Ciamis dan KPH Sukabumi dalam wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Setiap KPH dianalisis pada tingkat Resort Pemangkuan Hutan RPH dan lokasi terjadinya illegal – logging. Untuk wilayah KPH Ciamis terletak pada BKPH Banjar Utara, RPH Bunter, petak 3d, 4a, 4b, 5b, 8a dan 8b dengan luas 132,2 hektar. Sedangkan wilayah KPH Sukabumi terletak pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Bojong Lopang, RPH. Nangka Tepus, petak 16b, 16c dan 16e dengan luas 46,84 hektar. Penelitian dilaksanakan selama 18 bulan dan dimulai pada bulan Januari 2005 sampai dengan Juni 2006. Lokasi petak-petak yang terjadi illegal logging pada RPH, BKPH dan KPH dimaksud dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. 4.2 Variabel yang diamati dalam Penelitian Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi 3 tiga aspek kajian yaitu : a. kerugian akibat illegal logging, b. pengaruh illegal logging terhadap Sustainable Forest Management SFM dan c. kebijakan pemerintah dalam mengatasi illegal logging. Variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40 Variabel yang diamati dalam penelitian No. Aspek Kajian Variabel yang diamati 1 Kerugian akibat illegal logging a. Dimensi Sosial : ♦ penurunan pendapatan masyarakat desa hutan ♦ penyerapan tenaga kerja ♦ biaya keamanan hutan ♦ penurunan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum 84 b. Dimensi Ekonomi : ♦ hilangnya produk kayu : ♦ jumlah pohon ♦ luas areal hutan terjadinya illegal logging ♦ jenis pohon ♦ harga kayu ♦ hilangnya penerimaan PPN ♦ hilangnya penerimaan PSDH ♦ hilangnya retribusi pendapatan daerah ♦ penurunan penyediaan kayu legal ♦ peningkatan harga kayu legal c. Dimensi Lingkungan : ♦ erosi tanah ♦ hilangnya unsur hara ♦ penimbunan tanah dibagian hilir 2 Pengaruh illegal logging terhadap Sustainable Forest Management SFM a. Dimensi Sosial ♦ hak-hak penduduk asli ♦ hubungan masyarakat dan hak-hak pekerja b. Dimensi Ekonomi ♦ manfaat dari hutan ♦ rencana pengelolaan hutan ♦ pemantauan dan penilaian pengelolaan hutan c. Lingkungan ♦ dampak terhadap lingkungan ♦ pemeliharaan hutan alami d. Kebijakan ♦ kesesuai hukum dan prinsip yang berlaku ♦ tanggung jawab serta hak pemanfaatan dan kepemilikan hutan 3 Kebijakan peme- rintah dalam mengatasi illegal logging a. Dimensi Sosial ♦ Partisipasi Masyarakat Desa Hutan MDH ♦ Sosialisasi kebijakan dan perundang-undangan ♦ Perlindungan kepentingan MDH ♦ Identifikasi stakeholder ♦ Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan b. Dimensi Ekonomi ♦ Jumlah penebangan pohon yang diijinkan ♦ Pengelolaaan industri kayu ♦ Pungutan hasil hutan ♦ Luas areal tebangan yang diijinkan ♦ Mekanisme ijin penebangan ♦ Perencanaan pengelolaan hutan ♦ Tata niaga kayu c. Dimensi Lingkungan ♦ Konservasi ♦ Pemulihan sumberdaya hutan ♦ Pencegahan pencemaran lingkungan ♦ Kelembagaan ♦ Sanksi terhadap pelanggaran ♦ Pengendalian dan pengawasan lingkungan 85 Gambar 11. Peta Wilayah KPH Ciamis Gambar 12. Peta Wilayah KPH Sukabumi 86 4.3 Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data tabulasi kondisi kependudukan dan sosial-ekonomi yang meliputi : 1. Jumlah dan komposisi jenis kelamin penduduk 2. Mata pencaharian dan pendapatan perkapita penduduk 3. Tingkat pendidikan penduduk 4. Kepadatan penduduk 5. Jumlah Tenaga Kerja b. Peta kondisi hutan, baik dalam bentuk digital maupun dalam bentuk hardcopy dan hasil citraland penginderaan jarak jauh yang meliputi : 1. Luas areal hutan yang meliputi kelas hutan, kelas umur dan jenis tanaman. 2. Topografi. 3. Jenis Tanah. 4. Elevasi. c. Paket program komputer atau software, antara lain: 1. Dinamic System Analysis DSA: Vensim 2. Contingent Valuation Method CVM: Statistical Package for Sosial Science SPSS, Excell dan Cimat 3. Multi Criteria Analysis MCA: Prime 4.4 Metode Penelitian 4.4.1 Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi responden yang terdiri dari berbagai pakar dan stake holder yang terkait dengan terjadinya praktek illegal logging. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa 87 instansi terkait antara lain Perum Perhutani, Departemen Kehutanan, Departemen Perdagangan dan Industri, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, Badan Meteorologi dan Geofisika BMG, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional serta Perguruan Tinggi. 4.4.2 Metode analisis Data Metodologi yang digunakan dalam menganalisis masalah dalam penelitian adalah 1. Dinamic System Analysis DSA, yaitu digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dalam pengkajian suatu masalah yang dimulai dari analisa kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, validasi dan verifikasi model dan implementasi sistem. Selanjutnya sistem ini digunakan untuk menghitung jumlah kerugian akibat illegal logging. 2. Contingent Valuation Method CVM, yaitu digunakan untuk menganalisis dampak illegal logging terhadap Sustainable Forest Management dan menganalisis apakah hipotesis yang telah dikemukan dapat diterima atau tidak. 3. Multi Criteria Amalysis MCA, yaitu digunakan untuk menganalisis Implikasi dari kebijakan dibidang kehutanan dalam menghentikan illegal logging guna mencapai Sustainable Forest Management. Secara sistematik metode analisis data digambarkan pada Gambar 13. 88 Tujuan Umum Mengevaluasi dampak kerugian akibat illegal logging Mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap penghentian illegal logging Tujuan Khusus Menghitung kerugian akibat illegal logging Menganalisis dampak illegal logging terhadap Sustainabale Forest management Menganalisis implikasi kebijakan illegal logging Indikator Trend bencana alam Menurunnya Carryng Capasity hutan dan kegagalan SFM Dampak posistif dan negatif Data Time series, cross section dan panel data kerugian Data primer dan hasil survey Data sekender Variabel Social cost, economic cost and environment cost Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SFM stakeholder Kebijakan pemerintah yang sudah ada regulasi Metode Dinamic System Analysis Contingent Valuation Method Multi Criteria Analysis TOOLS VENSIM EXCELL dan SPSS PRIME Out Come Formulasi kebijakan mengatasi illegal logging dalam mencapai Sustainable Forest Management SFM Gambar 13 Sistematika Metode Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian

4.4.2.1 Dinamic System Analysis DSA

a. Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan merupakan langkah awal dari pengkajian suatu sistem. Dalam menganalisa kebutuhan, ditetapkan 89 terlebih dahulu aktor-aktor atau stakeholder yang berpengaruh terhadap terjadinya illegal logging. Berdasarkan kajian dari hasil penelitian dan kepustakaan, aktor-aktor atau stakeholder yang berpengaruh terhadap terjadinya illegal logging adalah : a. Masyarakat - Masyarakat Desa Hutan MDH - Masyarakat Umum b. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM c. Pemerintah - Pemerintah Daerah - Departemen Kehutanan - Departemen Industri dan Perdagangan - Departemen Pariwisata - Perum Perhutani d. Swasta - Asosiasi Industri Perkayuan - Pengrajin kayu e. Perguruaan Tinggi Stakeholder yang berpengaruh tersebut, masing-masing mempunyai keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat menimbulkan konflik kepentingan conflict of interest dalam suatu sistem. Untuk mensinerjikan berbagai kepentingan aktor-aktor atau stakeholder tersebut diperlukan analisis formulasi masalah timbulnya illegal logging, sebagaimana Tabel 41. 90 Tabel 41 Analisa kebutuhan stakeholder dalam analisis dampak kerugian akibat illegal logging. No: Aktor Stakeholder Kebutuhan 1 Masyarakat : - Masyarakat Desa Hutan MDH - Masyarakat Umum • Mendapatkan penghasilan secara teratur dari hutan berkelanjutan • Menjadikan hutan sebagai tempat untuk rekreasi dialam terbuka • Hutan sebagai tempat penampung dan cadangan air • Harga kayu yang murahterjangkau 2 Lembaga Swadaya Masyarakat • Kondisi hutan berkelanjutan dan MDH yang sejahtera 3 Pemerintah : - Pemerintah Daerah - Departemen Kehutanan - Dept. Industri dan Perdagangan - Departemen Pariwisata - Perum Perhutani • Hutan yang berkelanjuta • Penghasilan daerah yang meningkat • MDH yang sejahtera • Penyediaan kayu dengan harga yang relatif murah dan berkelanjutan • Perdagangan kayu yang kondusif • Penghasilan perusahaan meningkat • Terciptanya keamanan hutan 4 Swasta : - Asosiasi Industri Perkayuan - Pengrajin kayu • Mendapatkan bahan baku kayu yang relatif murah dan berkelanjutan • Kecukupan kebutuhan bahan baku kayu • Harga jual kayu yang relatif tinggi 5 Perguruan Tinggi • Hutan yang berkelanjutan sebagai tempat pusat penelitian ilmiah b. Formulasi Masalah Berdasarkan analisa kebutuhan tersebut diatas, selanjutnya dibuat analisa formulasi masalah – masalah seperti pada Tabel 42. 91 Tabel 42 Analisa formulasi masalah dalam analisis dampak kerugian akibat illegal logging. No: Aktor Stakeholder Formulasi Masalah 1 Masyarakat : - Masyarakat Desa Hutan MDH - Masyarakat Umum - Ketergantungan MDH terhadap kelangsungan hidup hutan - Kebutuhan akan perlunya hutan sebagai tempat wisata - Kebutuhan akan perlunya hutan sebagai tempat penampung air - Kebutuhan kayu dicukupi dengan harga yang murah 2 Lembaga Swadaya Masyarakat - Meningkatnya konflik sosial tentang pemanfaatan hutan - Kurangnya kesadaran akan fungsi hutan 3 Pemerintah : - Pemerintah Daerah - Departemen Kehutanan - Dept. Industri dan Perdagangan - Departemen Pariwisata - Perum Perhutani - Krisis multidimensi yang berkelanjutan - Kurangnya pemahaman tentang otonomi daerah - Lemahnya kordinasi antar departemen - Lemahnya penegakan hukum terhadap perusak hutan - Penyediaan kayu yang terbatas 4 Swasta : - Asosiasi Industri Perkayuan - Pengrajin kayu - Terbatasnya penyediaan kayu, sehingga harga cenderung tinggi - Ketatnya persaingan antar industri kayu yang berakibat turunnya keuntungan 5 Perguruan Tinggi - Semakin menyempitnya areal hutan sebagai tempat penelitian Berdasarkan analisa formulasi masalah selanjutnya ditentukan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap dampak kerugian akibat illegal logging. Adapun faktor – faktor dimaksud adalah seperti pada Tabel 43. 92 Tabel 43 Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap dampak kerugian akibat illegal logging Faktor Masalah Parameter Harga kayu Masyarakat menghendaki harga beli ka yu yang rendah, sedangkan industri ka yu menghendaki harga jual yang tinggi Penetapan harga berdasar- kan mekanisme pasar Kebutuhan dan penyediaan kayu Kebutuhan kayu untuk konsumsi dan industri lebih besar dari pada penyediaan kayu Penyediaan kayu berdasar- kan prinsip hutan berke- lanjutan Kelestarian lingkungan Pemerintah mengharapkan terciptanya lingkungan hutan berkelanjutan, sementara industri kayu kurang perhatian Terciptanya lingkungan hutan berkelanjutan Keamanan hutan Gangguan keamanan hutan yang sering melibatkan aparat kehutanan dan oknum keamanan Keamanan hutan yang selalu terjaga Sumberdaya air Berkurangnya penyerapan air hujan akibat hutan gundul Kecukupan sumberdaya air yang bersih c. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktor-faktor yang saling mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Identifikasi sistem ini dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat causal loop dan diagram input output black box seperti pada Gambar 14. 93

a. Diagram Lingkar Sebab Akibat causal loop

ILLEGAL LOGGING Jumlah Pohon - Luas Areal Hutan Pendapatan MDH - - Kondisi Sosek MDH - + - Keamanan Hutan Pendapatan Pemerintah Industri Kayu Harga Kayu Penyediaan Kayu Kondisi Cuaca Sumberdaya Air - - + - - - + - - - + - - + + Gambar 14 Diagram Lingkar Sebab Akibat Pada Penelitian 1. Aspek Sosial. Pada saat terjadi illegal logging, jumlah pohon berkurang. Berkurang nya jumlah pohon, mengakibatkan semakin menyempitnya luas areal hutan dan berpengaruh terhadap menurunnya pendapatan masyarakat desa hutan MDH. Pendapatan semakin menurun mengakibatkan kondisi sosial semakin menurun dan mengganggu kondisi keamanan hutan dan berakibat meningkatnya illegal logging. 2. Aspek Ekonomi. Pada saat terjadi illegal logging, jumlah pohon berkurang. Berkurang nya jumlah pohon, mengakibatkan turunnya penyediaan kayu legal dipasar. Turunnya penyediaan kayu legal akan berpengaruh pada meningkatnya harga kayu legal dipasaran. Harga kayu legal yang semakin meningkat mengakibatkan menurunnya keuntungan industri kayu dan menurunnya keuntungan ini berpengaruh terhadap pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Turunnya pendapatan pemerintah mengganggu kondisi keamanan hutan dan berakibat meningkatnya illegal logging. 94 3. Aspek Lingkungan Pada saat terjadi illegal logging, jumlah pohon berkurang. Berkurang nya jumlah pohon, mengakibatkan perubahan kondisi cuaca yang semakin panas, berkurangnya sumber daya air dan menurunnya luas areal hutan. Kesemua ini mengakibatkan kodisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan semakin menurun dan akibatnya banyak terjadi illegal logging. 95

b. Diagram Input – Output black-box

Error Input Tak Terkontrol : - Curah hujan - Kondisi cuaca setempat - Jumlah MDH - Pendapatan perkapita MDH - Kondisi sosial ekonomi - Kelompok Tani Hutan - Jumlah industri kayu - Harga kayu - Kebutuhan kayu - Nilai tukar rupiah - Penyediaan kayu Output yang dikehendaki : - Hutan yang berkelanjutan - MDH hidup sejahtera - Industri kayu berkembang - Peningkatan lap.kerja - Peningkatan PAD - Kecukupan sumberdaya air - Keamanan hutan terjaga Output yg tak dikehendaki : - Hutan menjadi rusak - MDH hidup miskin - Industri kayu tdk berkemb. - Penurunan PAD - Kekeringan - Gangguan keamanan hutan Formulasi Kebijakan Mengatasi Illegal Logging Pengelolaan hutan berkelanjutan Sustainable Forest Management - SFM Input Terkontrol : - Luas areal hutan - Jumlah pohon - Jenis pohon - Kelas umur pohon - Umur masak tebang - Topografi lahan - Jenis tanah Input Lingkungan : - Kebijakan Pemerintah - Globalisasi Gambar 15 Diagram input – output black-box kebijakan mengatasi illegal logging 96 Berdasarkan nilai ekonomis, kerugian akibat illegal logging dibedakan menjadi : 1 kerugian yang dapat dinilai dengan satuan mata uang dan 2 kerugian yang tidak dapat dinilai dengan satuan mata uang, sedangkan berdasarkan dampak kerugian dibedakan menjadi : a berdampak langsung jangka pendek dan b berdampak tidak langsung jangka panjang. Matriks dampak kerugian akibat illegal – logging dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44 Matriks Dampak Kerugian Akibat Illegal - logging No. Kerugian Langsung jangka pendek Tidak Langsung jangka panjang 1 2 Dapat dinilai dengan satuan mata uang a. Sosial b. Ekonomi c. Lingkungan Tidak dapat dinilai dengan satuan mata uang a. Sosial b. Ekonomi c. Lingkungan - penurunan pendapatan masya- rakat desa hutan - penyerapan tenaga kerja - biaya keamanan hutan - hilangnya produk kayu - hilangnya penerimaan PPN - hilangnya penerimaan PSDH - hilangnya retribusi pendapatan daerah - erosi tanah - hilangnya unsur hara - penimbunan tanah dibagian hilir - penurunan kepercayaan ma- syarakat desa hutan terhadap penegakan hukum - penurunan penyediaan kayu legal - meningkatnya harga kayu legal - efek rumah kaca - peningkatan suhu udara - peningkatan suhu tanah - kelembaban udara - kecepatan angin - biaya keamanan hutan - penurunan produk pertanian - revegetasi hutan - pengembalian kesuburan tanah - menurunnya tingkat pendi- dikan masyarakat desa hutan akibat pendapatan menurun - kerawanan keamanan hutan - banyak industri yang gulung tikar - tidak terciptanya mekanisme pasar yang wajar - degradasi tanah - penurunan cadangan air - tidak terciptanya hutan ber- kelanjutan 97 Dampak kerugian akibat illegal logging yang dapat dinilai, diilustrasikan secara matematis sebagai berikut : I = S + E + L 1 Dimana : I = jumlah kerugian akibat illegal logging. S = jumlah kerugian sosial. E = jumlah kerugian ekonomi. L = jumlah kerugian lingkungan. Jumlah kerugian sosial meliputi kerugian – kerugian yang mengakibatkan menurunnya kegiatan sosial Masyarakat Desa Hutan MDH di lingkungan hutan khususnya dan masyarakat pada umumnya yang disebabkan oleh adanya kegiatan illegal logging, kerugian-kerugian tersebut antara lain : a. penurunan pendapatan masyarakat desa hutan MDH. b. peningkatan biaya keamanan hutan jangka panjang c. penurunan penyerapan tenaga kerja Kerugian pada aspek sosial dihitung dengan rumus sebagai berikut : S = Pd + Ptk + Bk 2 Dimana : S = jumlah kerugian aspek sosial Pd = penurunan pendapatan masyarakat desa hutan MDH Ptk = penurunan penyerapan tenaga kerja Bk = peningkatan biaya keamanan hutan 1 Penurunan pendapatan masyarakat desa hutan MDHtahun dihitung dengan rumus : Pd = [{a 1 + p n-1 }] x [{b 1 + q n-1 } – {c 1 + q n-1 }] x 12 3 Dimana : Pd = penurunan pendapatan masyarakat desa hutan a = jumlah penduduk disekitar hutan b = pendapatan rataan sebulan sebelum illegal logging c = pendapatan rataan sebulan sesudah illegal logging 98 p = laju pertumbuhan penduduk q = laju pertumbuhan pendapatan n = tahun ke-n saat terjadinya illegal logging 2 Penurunan penyerapan tenaga kerja per tahun dihitung dengan rumus : Ptk= {b 1 + q n-1 } x r x 12 4 Dimana : Ptk = penurunan penyerapan tenaga kerja b = pendapatan rataan sebulan sebelum illegal logging q = laju pertumbuhan pendapatan r = jumlah tenaga kerja yang terserap di areal hutan n = tahun ke-n saat terjadinya illegal logging 3 Peningkatan biaya keamanan per tahun dihitung dengan rumus : Bk = k 1 + r n-1 5 Dimana : Bk = peningkatan biaya keamanan k = biaya keamanan satu tahun saat terjadinya illegal logging r = laju pertumbuhan biaya keamanan n = tahun ke-n saat terjadinya illegal logging Jumlah kerugian ekonomi meliputi : a. ganti rugi tegakan per hektar, yaitu hilangnya nilai keuntungan karena tegakan ditebang sebelum mencapai daur masak tebang b. propisi sumber daya hutan PSDH yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Kehutanan c. pajak pertambahan nilai PPN yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Keuangan d. retribusi kayu yang tidak dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah e. penurunan produk pertanian 99 E = KNT + PSDH + PPN + RET + PPP 6 Dimana : E = jumlah kerugian aspek ekonomi KNT = kerugian nilai tegakan, yaitu hilangnya produk kayu atau nilai keuntungan karena tegakan ditebang sebelum mencapai daur masak tebang PSDH = propisi sumber daya hutan PSDH yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Kehutanan PPN = pajak pertambahan nilai PPN yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Keuangan RET = retribusi kayu yang tidak dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah PPP = penurunan produk pertanian Selanjutnya masing-masing kerugian dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1 Kerugian nilai tegakan kayu dihitung dengan rumus : KNT = Vk1+x n-1 x P 7 P = Hk1+a n-1 – BE1+b n-1 – BM1+c n-1 8 Dimana : KNT = kerugian nilai tegakan, yaitu hilangnya nilai keuntungan karena tegakan ditebang sebelum mencapai daur. P = keuntungan yang diharapkan pada saat penjualan kayu Vk = volume kayu hasil tebangan akhir dan volume kayu penjarangan yang dihitung dengan mengunakan “Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri LBH Bogor 1975” Biro Perencanaan, 1996 dari saat dihitung nilai ganti rugi tegakan t=0 sampai umur daur t=n, setelah dikoreksi dengan Kepadatan Bidang Datar KBD dan Faktor KoreksiEksploitasi Fe setempat. Hk = harga rata-rata satuan RpM3, untuk hasil hutan harga satuan diperoleh berdasarkan harga dasar pada rata-rata jenis, sortimen dan mutu hasil hutan yang akan didapat pada umur tertentu. BE = biaya-biaya yang dikeluarkan untuk eksploitasi, angkutan dan pemasaran RpM3. BM = biaya manajemen RpM3 100 x = laju pertumbuhan volume kayu riap a = laju pertumbuhan harga kayu b = laju pertumbuhan biaya eksploitasi c = laju pertumbuhan biaya manajemen n = tahun ke-n saat terjadinya illegal logging 2 Hilangnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dihitung dengan rumus : PPN = Vk1+x n-1 X Hk1+a n-1 X Tp 9 Dimana : PPN = pajak pertambahan nilai PPN yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Keuangan Vk = volume kayu hasil tebangan akhir dan volume kayu penjarangan yang dihitung dengan mengunakan “Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri LBH Bogor 1975” dari saat dihitung nilai ganti rugi tegakan t=0 sampai umur daur t=n, setelah dikoreksi dengan Kepadatan Bidang Datar KBD dan Faktor KoreksiEksploitasi Fe setempat. x = laju pertumbuhan volume kayu riap Hk = harga rata-rata satuan RpM3, untuk hasil hutan harga satuan diperoleh berdasarkan harga dasar pada rata-rata jenis, sortimen dan mutu hasil hutan yang akan didapat pada umur tertentu. a = laju pertumbuhan harga kayu Tp = tarip PPN sesuai dengan Keputusan Departemen Keuangan n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 3 Hilangnya penerimaan Provisi Sumberdaya Hutan dihitung dengan rumus : PSDH = Vk1+x n-1 X Tp1+p n-1 10 Dimana : PSDH = propisi sumber daya hutan PSDH yang tidak dapat dipungut oleh Departemen Kehutanan Vk = volume kayu hasil tebangan akhir dan volume kayu penjarangan yang dihitung dengan mengunakan “Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu 101 Industri LBH Bogor 1975” dari saat dihitung nilai ganti rugi tegakan t=0 sampai umur daur t=n, setelah dikoreksi dengan Kepadatan Bidang Datar KBD dan Faktor KoreksiEksploitasi Fe setempat. x = laju pertumbuhan volume kayu riap Tp = tarip PSDH sesuai dengan Keputusan Departemen Kehutanan p = laju pertumbuhan tarip PSDH n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 4 Hilangnya penerimaan Retribusi Pendapatan Daerah dihitung dengan rumus : RET = Vk1+x n-1 X Tr1+r n-1 11 Dimana : RET = retribusi kayu yang tidak dapat dipungut oleh Pemerintah daerah Vk = volume kayu hasil tebangan akhir dan volume kayu penjarangan yang dihitung dengan mengunakan “Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri LBH Bogor 1975” dari saat dihitung nilai ganti rugi tegakan t=0 sampai umur daur t=n, setelah dikoreksi dengan Kepadatan Bidang Datar KBD dan Faktor KoreksiEksploitasi Fe setempat. x = laju pertumbuhan volume kayu riap Tr = tarip retribusi sesuai dengan Keputusan Pemerintah Daerah r = laju pertumbuhan tarip retribusi n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 5 Penurunan Produk Pertanian dihitung dengan rumus : PPP = Lap1+e n-1 X Jpp1+j n-1 X Hpp1+h n-1 12 PPP = penurunan produk pertanian Lap = luas areal pertanian yang tertimbun tanah erosi e = laju pertambahan luas areal pertanian Jpp = jumlah produk pertanian kilogram per Ha j = laju pertambahan jumlah produk pertanian Hpp = harga rataan produk pertanian per kilogram h = laju pertumbuhan harga rataan produk pertanian n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 102 Kerugian pada aspek lingkungan yang dapat dinilai dengan satuan mata uang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : L = Et + Uh + Rh 13 Dimana : L = Jumlah kerugian aspek lingkungan. Et = Kerugian erosi tanah Uh = Kerugian hilangnya unsur hara Rh = Kerugian biaya revegetasi hutan Selanjutnya masing-masing kerugian dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1 Kerugian erosi tanah E x st Et = ------------ 14 dt E = RKLSCP n x h 15 Dimana : Et = kerugian erosi tanah E = jumlah erosi seluruh areal hutan yang di illegal loging R = curah hujan K = erodibilitas L = panjang lereng S = kemiringan lereng C = pengelolaan tanah P = tindakan konservasi h = luas hutan st = sewa satu truk dt = daya angkut satu truk n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 2 Kerugian hilangnya unsur hara Uh = [E x 0,70 x hn + E x 0,20 x hp + E x 0,10 x hk 16 E = RKLSCP n x h Dimana : 103 Uh = kerugian hilangnya unsur hara E = jumlah erosi seluruh areal hutan yang di illegal loging R = curah hujan K = erodibilitas L = panjang lereng S = kemiringan lereng C = pengelolaan tanah P = tindakan konservasi h = luas hutan hn = harga nitrogen per kg hp = harga phospat per kg hk = harga kalsium per kg n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging 3 Kerugian biaya revegetasi hutan Rh = h x br1+r n-1 17 Dimana : Rh = kerugian biaya revegetasi hutan h = luas hutan br = biaya revegetasi hutan per ha r = laju pertumbuhan biaya revegetasi hutan n = tahun ke- n saat terjadinya illegal logging Kerugian akibat illegal logging yang dapat dinilai dihitung dengan menggunakan tools soft ware Vensim sebagai berikut : 104

1. Kerugian Sosial :

Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Laju Penduduk Pendpt Sebelum Illegal Logging Pertumbuhan Pendpt Sbl Illog Laju Pendapatan Pendpt Setelah Illegal Logging Pertumbuhan Pendpt Stl Illog Penurunan Pendapatan MDH Penurunan Penyerapan TK Jumlah TK Terserap Peningkatan Biaya Keamanan Pertumbuhan Bya Keamanan Laju Bya Keamanan KERUGIAN SOSIAL Gambar 16 Alur Perhitungan Kerugian Sosial 2. Kerugian Ekonomi : Harga Kayu Biaya Eksploitasi Biaya Manajemen Pertumbuhan Harga Pertumbuhan Bya Ekspl Pertumbuhan Bya Manajemen Laju Harga Laju Bya Ekspl Laju Bya Manajemen Keuntungan Kayu Volume Kayu Pertumbuhan Kayu Laju Kayu Kerugian Nilai Tegakan Total Harga Kayu Tarip PPN Hilangnya Pungutan PPN Total Pungutan PSDH Pertumbuhan PSDH Tarip PSDH Hilangnya Pungutan PSDH Tarip Retribusi Total Pungutan Retribusi Pertumbuhan Retribusi Hilangnya Pungutan Retribusi Luas areal tererosi Pertumbuhan Areal Laju Areal Produk Pertanian Pertumbuhan Produk Pertanian Laju Produk Pertanian Harga Produk Pertanian Pertumbuhan Harga Pertanian Laju Harga Pertanian Penurunan Produk Pertanian KERUGIAN EKONOMI Gambar 17 Alur Perhitungan Kerugian Ekonomi 105

3. Kerugian Lingkungan :

Curah Hujan Erodibilitas Panjang Lereng Kemiringan lereng Pengelolaan Tanah Tindakan Konservasi Luas Hutan Sewa Truk Pertumbuhan Sewa Truk Laju Sewa Erosi Tanah Daya Angkut Truk Biaya Revegetasi Hutan Pertumbuhan Revegetasi Hutan Laju Biaya Revegetasi Harga Nitrogen Harga Phospate Harga Kalsium Pertumbuhan Harga Nitrogen Pertumbuhan Harga Phospate Pertumbuhan Harga Kalsium Laju Harga Nitrogen Laju Harga Phospate Kaju Harga Kalsium Hilangnya Unsur Hara Prosentase Nitrogen Prosentase Phospate Prosentase Kalsium Total Harga Nitrogen Total Harga Phospate Total Harga Kalsium Erosi Areal KERUGIAN LINGKUNGAN Gambar 18 Alur Perhitungan Kerugian Lingkungan 4.4.2.2 Contingent Valuation Method CVM Contingent Valuation Method digunakan untuk menganalisis pengaruh illegal logging terhadap Sustainable Forest Management SFM. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis korelasi. Analisis ini digunakan untuk menghitung seberapa jauh pengaruh dan hubungan antara beberapa variabel bebas dengan satu variabel tidak bebas. Dalam penelitian ini yang dihitung pengaruhnya adalah variabel bebas illegal logging dari dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan serta kebijakan terhadap variabel tidak bebas yaitu pengelolaan hutan yang berkelanjutan Sustainable Forest Management - SFM. 106 Pengaruh illegal logging terhadap Sustainable Forest Management SFM nampak pada Gambar 19. Analisis dalam penelitian ini yang digunakan adalah 9 sembilan prinsip Sustainable Forest Management SFM dengan 44 empat puluh empat kriteria. Variabel-variabel independen yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Variabel-variabel aspek sosial b. Variabel-variabel aspek ekonomi c. Variabel-variabel aspek lingkungan d. Variabel-variabel aspek kebijakan Adapun prinsip dan variabel-variabel dari masing-masing aspek secara rinci adalah : Variable-variabel aspek sosial terdiri dari 2 dua prinsip dengan 9 sembilan variabel sebagaimana Tabel 45. Tabel 45 Variabel-variabel Aspek Sosial No. Kode Variabel Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Prinsip 1 PATW PHH LBEA PAKG Prinsip 2 KKP PHHP HP HEDS MKM Hak-hak penduduk asli Penduduk asli yang mengelola hutan sendiri harus mengatur hutan ditanah dan wilayah mereka Pengelolaan hutan tidak mengancam atau mengurangi hak penduduk asli, langsung atau tidak langsung Lokasi penting terhadap budaya, ekologi, ekonomi atau agama harus diidentifikasi dengan jelas dan dilindungi oleh pengelola hutan Penduduk asli harus diberi konpensasi atau ganti rugi apabila pengetahuan tradisional mereka digunakan Hubungan masyarakat dan hak-hak pekerja Masyarakat disekitar pengelolaan hutan harus diberi kesempatan kerja, pelatihan dan pekerjaan lainnya Pengelolaan hutan harus mentaati hukum dan peraturan kesehatan dan keselamatan kerja Hak pekerja harus dijamin sesuai dengan Konvensi 87 dan 98 ILO Hasil evaluasi dampak sosial harus dimasukkan dalam perencanaan dan operasional pengelolaan Mekanisme yang tepat harus diterapkan untuk menanggapi keluhan dan untuk menyediakan ganti rugi yang adil apabila terjadi kerugian 107 Variabel-variabel aspek ekonomi terdiri dari 3 tiga prinsip dengan 15 lima belas variabel sebagaimana Tabel 46. Tabel 46 Variabel-variabel Aspek Ekonomi No. Kode Variabel Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Prinsip 3 KEB KPHL ML MKP MNJ MPB Prinsip 4 RPH RPHP PHP PHRD Prinsip 5 FIP PPD DPS HPR PHRF Manfaat dari hutan Sistem pengelolaan hutan untuk mencapai kemajuan ekonomi dengan mempertimbangkan biaya Kegiatan pemasaran harus dapat mendorong penggunaan dan pengolahan hasil hutan lokal Meminimalkan limbah yang berkaitan dengan kegiatan pemanenan Memperkuat kondisi perekonomian setempat untuk mencegah ketergantungan terhadap satu jenis hasil hutan Mengakui, memelihara dan meningkatkan nilai jasa dan sumber daya hutan lainnya Tingkat pemanenan hutan tidak melampaui pemanenan berkelanjutan Rencana pengelolaan Rencana pengelolaan hutan dan dokumen pendukung harus mencakup tujuan pengelolaan, deskripsi dan lainnya Rencana pengelolaan hutan harus diperbaiki secara berkala Pekerja hutan harus memperoleh pelatihan dan pengawasan yang tepat Pengelolaan hutan harus membuat suatu ringkasan yang dapat diperoleh masyarakat mengenai hal-hal yang utama Pemantauan dan penilaian Frekuensi dan intensitas pemantauan harus ditentukan berdasarkan skala dan intensitas kegiatan operasional Pengelolaan hutan harus mencakup penelitian dan pengumpulan data Menyediakan dokumentasi guna membantu pemberi sertifikasi untuk mengikuti asal usul hasil hutan Hasil pemantauan harus tercakup dalam pelaksanaan dan revisi rencana pengelolaan hutan Pengelolaan hutan harus membuat ringkasan mengenai hal-hal utama dalam rencana pengelolaan hutan Variabel-variabel aspek lingkungan terdiri dari 2 dua prinsip dengan 11 sebelas variabel sebagaimana Tabel 47. 108 Tabel 47 Variabel-variabel Aspek Lingkungan No. Kode Variabel Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Prinsip 6 AMD PKH FNE KED PT MPH LD ABD SED Prinsip 7 THA TPK Dampak lingkungan Analisa mengenai dampak lingkungan harus dilakukan sampai dengan tuntas Tersedia prosedur untuk menjaga keselamatan yang bertujuan menjaga habitat spesies langka dan terancam punah Fungsi dan nilai ekologis harus dijaga agar meningkat, pulih dan tidak terganggu yang berpengaruh terhadap ekosistem hutan Kondisi ekosistem saat ini harus dilindungi agar tetap pada kondisi alami Petunjuk tertulis harus dibuat dan dilaksanakn untuk mengontrol erosi dan meminimalkan kerusakan hutan Mendorong pengembangan dan pemakaian metode pengelolaan hama secara nonkimiawi dan ramah lingkungan Limbah non organik cairpadat dan lainnya dibuang dengan cara yang aman bagi lingkungan Pemakaian agen biologis harus dicatat dan didokumentasikan, diminimalkan pemakaiannya, dipantau dan diatur secara tegas Spesies eksotis harus diatur secara seksama dan dipantau terus menerus untuk menghindari dampak ekologi Pemeliharaan hutan alami Penanaman pohon dihutan alami harus mendukung regenerasi alami, mengisi kekosongan dan mendukung konservasi sumber daya Tehnik penanaman kembali untuk meregenerasi tegakan hutan alami harus berdasarkan standar pengelolaan hutan nasional Sedangkan untuk variabel-variabel aspek kebijakan terdiri dari 2 dua prinsip dengan 9 sembilan variabel sebagaimana Tabel 48. Tabel 48 Variabel-variabel Aspek Kebijakan No. Kode Variabel Variabel 1 2 3 4 Prinsip 8 PH KFD PHI KHP Kesesuaian hukum dan prinsip FSC Pengelolaan hutan harus mematuhi seluruh hukum baik nasional maupun regional Kewajiban finansial kepada Negara harus dibayar Pengelolaan hutan harus mematuhi seluruh perjanjian internasional yang mengikat Konflik antar hukum dan perundang-undangan harus dievaluasi secara kasus-perkasus 109 5 6 7 8 9 PPI KJP Prinsip 9 BHP HPD MPP Pengelolaan hutan harus dilindungi dari pemanenan illegal, pemukiman penduduk dan kegiatan yang tidak sah Komitmen jangka panjang untuk mengikuti prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan Tanggung jawab serta hak pemanfaatan dan kepemilikan Bukti yang jelas mengenai hak pemanfaatan hutan jangka panjang Hak pemanfaatan, hak adat dan hak hukum yang dimiliki harus dipertahankan terhadap operasi hutan Mekanisme perselisihan mengenai klaim hak pemanfaatan dan kepemilikan Gambar 19 Pengaruh Illegal Logging Terhadap SFM

4.4.2.3 Multi Criteria Analysis MCA

Analisa ini digunakan untuk menganalisis implikasi dari kebijakan dibidang kehutanan dalam menghentikan illegal logging guna mencapai Sustainable Forest Management. Tehnik pengambilan keputusan bersifat multi variabel berbasis non parametric. Pemilihan alternatif terbaik dengan mempertimbangkan setiap Pengaruh Aspek sosial Aspek ekonomi Aspek Lingkung an SFM Renca na pe ngelola an Manfaat dari hutan Hub. ma- syarakat dan hak pekerja Hak- hakpen duduk asli Pemantau an dan pe nilaian Perke- bunan Kesera sian dg hukum FSC Pemeliha- raan hu- tan alami Dampak ling- kung- an ILLEGAL LOGGING Tgjwb hak man dan pe milikan 110 kriteria dari alternatif tersebut. Software yang digunakan adalah Preference Ratio In Multiattribute Evaluation PRIME. Analisis kebijakan ditekankan pada aspek pelaksanaan. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan empiris dan normative. Kelompok kebijakan yang dianalisis meliputi bidang otonomi daerah, kehutanan dan lingkungan. Tahapan kebijakan dilakukan dengan melalui 6 enam proses pembuatan kebijakan yaitu : 1 formulasi masalah, 2 agenda masalah, 3 formulasi kebijakan, 4 adopsi kebijakan, 5 implementasi kebijakan dan 6 evaluasi kebijakan. Kebijakan yang telah diimplementasikan selanjutnya dianalisis dengan dua pendekatan yaitu analisis emperik dan analisis normatif. Dalam menganalisis tersebut akan didapat informasi bahwa apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan dan bagaimana penyesuaian kebijakan dengan kondisi dilapangan. Apabila kebijakan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dilapangan, diadakan penghentian kebijakan dan dimulai dari tahap awal pembuatan formulasi kebijakan sampai dengan implementasi kebijakan. Informasi ini akan menghasilkan rekomendasi alternatif kebijakan. Kerangka hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 20. 111 Tahapan Kebijakan Formasi Masalah Agenda Kebijakan Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Gambar 20 Kerangka hubungan antara tahapan kebijakan, analisis kebijakan dan rekomendasi alternatif kebijakan Implementasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Analisis Kebijakan Analisis Empiris Analisis Normatif Pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan Penyesuaian kebijakan kondisi dilapangan Penghentian kebijakan dan mulai dari tahap awal pembuatan formulasi kebijakan sampai dengan implementasi kebijakan Umpan Balik Rekomendasi Alternatif Kebijakan 112

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN