BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Hidrologi
Menurut Federal Council for Science and Technology USA dalam Harto 1993, hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk air, kejadian dan
distribusinya, sifat alami dan sifat kimianya serta reaksinya terhadap kebutuhan manusia. Sedangkan menurut Asdak 2002, hidrologi adalah ilmu yang
mempelajari air dalam segala bentuknya cairan, gas, padat pada, dalam dan diatas permukaan tanah. Termasuk didalamnya adalah penyebaran daur dan
perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur- unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi di Indonesia baru dikenal sekitar
tahun enampuluhan dan pada tahun tujuh puluhan berkembang cukup pesat, hal tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan ilmiah yang sering
diadakan baik dalam bentuk seminar, lokakarya maupun diskusi-diskusi baik yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun oleh instansi pemerintah. Kondisi
hidrologi di Indonesia dan dimana pun adalah khas, sehingga tidak semua cara dan semua konsep dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidrologi di
Indonesia Harto, 1993. Selanjutnya menurut Asdak 2002 dalam menelaah permasalahan hidrologi khususnya daerah tangkapan air catchment hydrology
seharusnya lebih ditekankan pada tinjauan menyeluruh komponen-komponen daur hidrologi, pengaruh antar komponen serta kaitannya dengan komponen lain
di luar bidang hidrologi. Dalam upaya memecahkan masalah hidrologi diperlukan analisis hidrologi yang lebih matematis dalam perhitungan-perhitungannya,
utamanya statistika yang bersifat probabilistik, misalnya analisis frekuensi banjir, curah hujan atau analisis regresi dan korelasi antara tinggi muka air dengan debit
aliran stage discharge rating curve atau kurva hubungan antara debit aliran dengan muatan sedimen sediment disharge rating curve.
Dalam upaya memecahkan masalah hidrologi seharusnya dimengerti terlebih dahulu tentang proses siklus air dimuka bumi ini, yang biasa disebut
sebagai daur hidrologi. Daur hidrologi merupakan suatu siklis, yaitu proses aliran
10
air yang secara terus menerus berlanjut dalam kehidupan dialam jagat raya ini. Proses tersebut berawal dari sinar matahari sebagai sumber tenaga bagi alam.
Dengan sinar tersebut seluruh permukaan bumi menjadi panas dan timbul penguapan, baik dari permukaan tanah, permukaan pohon-pohonan maupun
permukaan air water body. Penguapan yang terjadi dari permukaan air biasa disebut sebagai evaporasi, sedangkan penguapan yang terjadi dari permukaan
pohon-pohonan dikenal sebagai transpirasi. Akibat dari penguapan tersebut, terbentuklah awan, dan apabila keadaan klimatologik memungkinkan, awan
tersebut terbawa oleh angin kedarat dan terbentuklah awan pembawa hujan rain cloud.
Apabila rain cloud tersebut berat butir-butir air hujannya lebih besar dari gaya tekan udara, maka terjadilah hujan. Air hujan yang turun, akan sampai
dipermukaan tanah dan ada yang sebagian tertahan oleh pohon-pohonan. Jika kapasitas dedaunan sudah penuh, air akan turun melalui cabang pohon dan
menetes kebawah Brown and Barker, 1970 ; Regerson and Byrnes, 1968 ; Helvey, 1967 dalam Supirin, 2002. Jumlah air yang tertahan oleh hujan lebat
berkisar antara 8 sampai 45 dari total hujan Dunne and Leopold, 1978 dalam Suripin 2002. Dan pada hutan kayu campuran, besarnya intersepsi rata-rata
sebesar 20 Trimble and Wietzman, 1954 dalam Supirin, 2001. Air yang jatuh dipermukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu aliran limpasan overland
flow yang mengalir dipermukaan dan limpasan run-off dan selanjutnya
merupakan aliran sungai yang menuju ke laut. Sementara itu aliran limpasan sebelum mencapai ke sungai, tertahan dipermukaan tanah dalam tampungan
cekungan depression storage, dan sebagian lagi masuk dalam tanah melalui proses infiltration. Sebagian dari air ini diteruskan sebagai air perkolasi yang
mencapai akuifer ground water storage dan sebagian dari air ini juga mengalir kesungai yang selanjutnya kelaut lagi. Kemudian air sungai atau air laut mendapat
sinar matahari terjadi penguapan atau evaporasi dan begitu seterusnya. Secara sederhana daur hidrologi dapat dilihat pada Gambar 3.
11
Gambar 3 Siklus hidrologi Warshall, 1980 dalam Arsyad, 1989
Seperti diketahui dari siklis hidrologi diatas, bahwa ketika hujan dan air jatuh dipermukaan tanah, terpisah menjadi aliran limpasan overland flow yang
mengalir dipermukaan dan limpasan run-off yang merupakan aliran sungai dan menuju kelaut. Air permukaan meliputi air sungai rivers, saluran streams,
sumber springs, danau dan waduk. Menurut Supirin 2002, jumlah air permukaan diperkirakan hanya 0,35 juta km3 atau hanya satu persen dari air
tawar yang ada dibumi. Air permukaan berasal dari aliran langsung air hujan, lelehan salju dan aliran yang berasal dari air tanah. Aliran permukaan akan terjadi
apabila intensitas hujan lebih tinggi dari pada laju infiltrasi. Selanjutnya apabila laju infiltrasi telah terpenuhi, air mengalir menuju cekungan-cekungan
dipermukaan tanah. Kemudian apabila cekungan-cekungan telah penuh terisi, aliran permukaan mulai terjadi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran
permukaan dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama yang berkaitan dengan iklim, utamanya curah hujan dan kedua karakteristik daerah aliran sungai DAS.
Sedangkan karakteristis DAS yang dapat mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan adalah : 1 luas dan bentuk DAS, 2 topografi dan 3 tata guna
lahan.
12
Lebih lanjut ketika air masuk dalam tanah melalui infiltrasi sebagian dari air ini diteruskan sebagai air perkolasi yang mencapai akuifer ground water
storage dan sebagian dari air ini juga mengalir kesungai dan laut. Air yang
mencapai akuifer tertahan dan menjadi gudang air atau menjadi air tanah. Air tanah ini menjadi sumber air tawar yang paling besar di planet bumi ini. Dari hasil
penelitian diperkirakan air tanah ini merupakan 30 dari total air tawar dibumi atau 10,5 juta km3. Menurut Arakeri dan Donahue 1984 jumlah air yang ada
didunia ini diperkirakan sebanyak 1,5 milyar km3. Kira-kira 95 nya adalah air laut asin salt water, 5 nya adalah air segar fresh water. Setiap tahun air hujan
precipitation dan penguapan air evaporation dalam jumlah yang sama, yaitu
380.000 km3 Arakeri dan Donahue, 1984. Hal tersebut tampak pada Gambar 4.
380.000 km3 Precipitation 96.000 km3 Precipitation
284.000 km3 Precipitation 380.000 km3 Evaporation
60.000 km3 Evaporation 320.000 km3 Evaporation
OCEANS LAND
Gambar 4 World circulation of fresh water each year Arakeri and Donahue, 1984
Air tanah yang diambil sebagai sumber air bersih mempunyai keuntungan bila dibanding dengan air permukaan. Keuntungan tersebut antara
lain : 1 lebih dekat, sehingga lebih murah, 2 debitnya relatif stabil, 3 lebih bersih dan terjaga kualitasnya.
13
Pada dasarnya air yang kita jumpai dialam ini jarang yang dalam keadaan murni. Meskipun air hujan, pada awalnya murni, tetapi sebenarnya telah
mengalami reaksi dengan gas-gas didalam bumi ini. Kualitas air merupakan keadaan dan sifat fisik, kimia dan biologis suatu perairan yang dibandingkan
dengan persyaratan untuk keperluan rumah tangga, air minum, pertanian, perikanan atau industri. Sedangkan Supirin 2002 menyatakan bahwa kualitas air
merupakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung
yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan transpotasi. Sifat fisik yang dapat mempengaruhi kualitas air meliputi
: 1 bahan padat keseluruhan yaitu baik yang terapung maupun yang terlarut, 2 kekeruhan, 3 warna, 4 bau dan rasa, dan 5 suhu air. Sifat kimia dari air
meliputi 1 pH, 2 alkalinitas dan 3 kesadahan hardness. Sedangkan sifat biologinya adalah bahwa air tanah lebih bersih dibanding dengan air permukaan
yang banyak mengandung berbagai macam organisme hidup. Kualitas air bersih pada dasarnya dapat ditentukan dengan cara mengukur keberadaan maupun
ketidakberadaan bakteri yang dikandungnya.
2.2. Hutan
2.2.1. Pengertian Hutan
Hutan dalam bahasa Inggris disebut forest artinya rimba atau wana Khoiry et al dalam Sukardi 2005. Dalam Ensiklopedia Indonesia Shadily et al
hutan mempunyai 4 empat arti yaitu : 1 sebuah nasyarakat tumbuhan yang tumbuh rapat bersama; terutama terdiri atas pohon-pohon dan vegetasi berkayu
lainnya, 2 sebuah ekosistem dengan ciri-ciri : pada penutup berupa pohon-pohon yang rapat dan luas, 3 sebuah areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil
hutan lainnya atau dipelihara bagi tujuan keuntungan tidak langsung; misalnya untuk perlindungan daerah aliran sungai atau rekreasi dan 4 suatu wilayah yang
dinyatakan sebagai hutan melalui suatu undang-undang. Dalam pengertian masyarakat umum, hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon yang besar yang
didalamnya masih terdapat banyak binatang-binatang buas yang menakutkan dan
14
terkesan angker. Atau tempat bersarangnya para perampok atau penyamun dan penjahat lainnya, sehingga masyarakat terkesan takut untuk masuk dalam hutan.
Sementara itu Dangler Salim, 2003 berpendapat bahwa hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu,
kelembaban, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan pepohonan baru asalkan tumbuh
pada tempat yang cukup luas dan tumbuhannya cukup rapat horizontal dan vertical.
Dangler menitik beratkan pada unsur lingkungan yang meliputi pohon, suhu, kelembaban, cahaya dan angin. Lebih lanjut Odum 1997 mengemukakan
bahwa hutan sebagai suatu ekosistem, bukan hanya terdiri dari komunitas tumbuhan dan hewan saja, akan tetapi meliputi juga keseluruhan interaksinya
dengan faktor tempat tumbuh dan lingkungannya. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan, pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Unsur yang penting menurut Undang-undang ini
adalah adanya dominasi pepohonan dan persekutuan alam lingkungan. Dari beberapa pengertian hutan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga unsur
yang penting dalam pengertian hutan, yaitu 1 areal yang ditumbuhi pepohonan, 2 merupakan sumber daya alam dan 3 persekutuan alam lingkungan yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dalam perkembangannya, mengingat hutan merupakan sumberdaya alam
yang dapat dimanfaatkan dan merupakan persekutuan alam lingkungan, hutan dibagi menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 tahun
1999, hutan dibagi menjadi 2 dua jenis, yaitu berdasarkan 1 statusnya, dan 2 fungsinya. Berdasarkan statusnya hutan dibagi menjadi :
a. Hutan Negara yaitu hutan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
b. Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
15
Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi : a.
Hutan konservasi yaitu hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Berdasarkan pasal 7 hutan konservasi dibagi menjadi : 1
Kawasan hutan suaka alam, yaitu hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekara-
gaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
2 Kawasan hutan pelestarian alam, yaitu hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
3 Taman Buru yaitu kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu b.
Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
c. Hutan Produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan Salah satu unsur yang penting dalam pengertian hutan menurut Undang-undang
Nomor 41 tahun 1999 adalah adanya penetapan pemerintah. Hal ini mempunyai konsekuensi bahwa kedudukan hutan secara yuridis menjadi penting karena 1
agar setiap orang atau badan tidak dapat seenaknya atau sewenang-wenang untuk membabat atau menebang hutan dan 2 mewajibkan kepada pemerintah untuk
mengelola hutan dengan sebaik-baiknya agar dapat berfungsi dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
16
2.2.2. Manfaat Hutan
Sebagai bagian dari sumber daya alam, hutan telah memberikan manfaat bagi hidup dan kehidupan alam disekitarnya. Menurut Ngandung dalam Salim
2003 ada tiga manfaat hutan yaitu 1 manfaat secara langsung, 2 manfaat tidak langsung dan 3 manfaat lainnya. Sementara itu menurut Salim 2003
klasifikasi manfaat hutan hanya dibagi dua yaitu 1 manfaat langsung dan 2 manfaat tidak langsung.
a. Manfaat langsung memberikan pengertian bahwa hutan dapat dimanfaatkan
secara langsung oleh masyarakat. Manfaat langsung dimaksud adalah bahwa masyarakat memanfaatkan hasil hutan secara langsung, misalnya mengambil
kayu sebagai hasil utama hutan. b.
Manfaat tidak langsung yaitu mafaat yang secara tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Manfaat secara tidak langsung antara lain dapat
mengatur tata air, mencegah erosi, untuk areal wisata, menyerap karbondioksida, meningkatkan devisa negara dan lainnya.
2.2.3. Pengurusan Hutan
Pengurusan berarti memberikan suatu perhatian kepada sesuatu dalam upaya memelihara agar lebih dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pengurusan
hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serba guna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 tersebut pengurusan yang dimaksud adalah meliputi kegiatan penyelenggaraan : 1 perencanaan hutan 2 pengelolaan hutan 3
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan 4 pengawasan. Perencanaan kehutanan merupakan pedoman dan
arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Sesuai dengan pasal 12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999,
perencanaan kehutanan meliputi : 1 inventarisasi hutan 2 pengukuhan kawasan hutan 3 penatagunaan kawasan hutan 4 pembentukan wilayah
17
pengelolaan hutan dan 5 penyusunan rencana kehutanan. Kemudian pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat 2 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 meliputi 1 tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan 2 pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan 3
rehabilitasi dan reklamasi hutan dan 4 perlindungan dan konservasi alam.
2.3. Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca pada suatu tempat tertentu dalam kurun waktu yang cukup panjang dan bersifat tetap. Sedangkan cuaca adalah keadaan pada
waktu dan tempat tertentu yang sifatnya tidak tetap atau berubah-rubah. Sementara itu iklim menurut Idris 1996 adalah sintesis hasil pengamatan cuaca
untuk memperoleh deskripsi secara statistik mengenai keadaan atmosfir pada daerah yang sangat luas. Selanjutnya Kartasapoetra 2004 mengatakan bahwa
iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap, dan cuaca adalah keadaan atau kelakuan
atmosfir pada waktu tertentu yang sifatnya berubah-rubah dari waktu ke waktu. Iklim juga berarti suatu keadaan cuaca rata-rata dalam waktu beberapa puluh
tahun, iklim tidak hanya menggambarkan cuaca rata-rata tetapi juga pengaruhnya yang terjadi, dapat diperkirakan dengan dasar pengamatan paling sedikit 25 tahun
Saryono, 2002. Koppen dalam Kartasapoetra 2004 membagi iklim menjadi 5 lima
macam, yaitu : 1.
Iklim Tipe A : Tropical rainy climates iklim hujan tropis
AF : Tropical rainy forest climate Am : Monsoon climate
An : Savana climate 2.
Iklim Tipe B : Dry climates iklim kering
Bs : Steppe climate
Bw : Desert climate
18
3. Iklim Tipe C
: Temperate rainy climate iklim hujan cukup panas Cw : Warm with dry winter
Cf : Warm moist in all season
Cs : Snow forest with dry winter
4. Iklim Tipe D
: Cold snow forest climate iklim hujan salju Df
: Snow forest moist in all season Dw : Snow forest with dry winter
5. Iklim Tipe E
: Polar climates iklim kutub Et
: Tundra Ef
: Perpectual snow and ice Sedangkan Schmidt-Fergusson membagi iklim menjadi :
1. A : sangat basah
0,000 ≤ Q 0,143
2. B
: basah
0,143 ≤ Q 0,333
3. C : agak basah
0,333 ≤ Q 0,600
4. D
: sedang 0,600
≤ Q 1,000 5. E
: agak kering 1,000
≤ Q 1,670 6.
F :
kering 1,670 ≤ Q 3,000
7. G : sangat kering
3,000 ≤ Q 7,000
8. H : luar biasa kering
7,000 ≤ Q -
Dimana :
Jumlah rataan curah hujan bulan kering Q
= ------------------------------------------------ X 100
1 Jumlah rataan curah hujan bulan basah
Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur yaitu radiasi matahari, temperature, kelembaban, awan, spesifikasi, evaporasi,
tekanan udara dan angin Kartasapoetra, 2004. Disamping unsur-unsur yang dimiliki iklim, pada tempat – tempat tertentu akan terjadi perbedaan iklim yang
disebabkan oleh faktor iklim atau pengendali iklim, yaitu 1 ketinggian tempat, 2 garis lintang, 3 arus laut, 4 permukaan tanah dan 5 daerah tekanan.
19
2.3.1. Radiasi matahari
Matahari merupakan sumber energi bagi hidup dan kehidupan dibumi ini. Dengan matahari, hidup dan kehidupan akan berlangsung terus menerus dan
berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Energi matahari disamping sebagai penggerak hidup dan kehidupan, sekaligus merupakan penyebab utama
dari perubahan atau pergerakan dalam atmosfir bumi. Oleh karena itu energi matahari dianggap juga sebagai pengendali dari iklim dan cuaca. Matahari
memancarkan sinarnya ke bumi pada umumnya dengan gelombang pendek. Jumlah flux aliran radiasi matahari yang diterima atmosfer yang tegak lurus
pada suatu bidang seluas 1 satu M2 dalam satu menit Kartasapoetra, 2004. Stefan Boltzman dalam Kartasapoetra 2004 merumuskan sebuah hukum flux
radiasi matahari adalah sebagai berikut : F =
δ T
4
2 Dimana
: F
= flux radiasi ly min
-1
δ
= tetapan Stefan Boltzman T
= temperature dalam
o
K Rumus diatas menunjukkan bahwa semakin besar suhu semakin besar pula radiasi
yang dikeluarkan. Jumlah radiasi yang diterima oleh bumi tergantung pada : 1 jarak bumi dari matahari, 2 intensitas radiasi matahari, 3 lamanya penyinaran
matahari dan 4 atmosfer. Dalam perjalanannya, sinar matahari sampai kebumi akan selalu mandapatkan hambatan, sehingga energi yang dipancarkan juga akan
mengalami pengurangan. Pengurangi ini disebabkan oleh Kartasapoetra, 2004 : a.
Absorbsi, yaitu penyerapan energi sinar matahari yang dilakukan oleh uap air, O
2
, O
3
dan CO
2
. b.
Refleksi, yaitu pemantulan energi sinar matahari oleh partikel yang berdiameter lebih besar dari gelombang cahaya, misalnya awan
c. Scattering, yaitu penghamburanpenyebaran cahaya oleh partikel yang
berdiameter kurang dari gelombang cahaya, misalnya uap dan aerosol.
20
Prosentase radiasi matahari adalah sebagai berikut : a.
Radiasi yang hilang di atmosfer diakibatkat oleh : 1
Direfleksi oleh
awan 23 2
Di scattering oleh aerosol dan uap air 9
3 Direfleksi oleh permukaan bumi
2 b.
Radiasi yang diterima bumi dan udara disekitarnya diakibatkan : 1
Absorbsi langsung oleh bumi 24
2 Diradiasikan
dari langit
23 3
Diobsorbsi oleh H
2
O, O
2
, O
3
dan CO
2
19
Radiasi yang diterima dipermukaan bumi berbeda antara satu tempat dan tempat lainnya. Perbedaan ini tergantung pada benda-benda yang berada diatas
permukaan bumi. Permukaan yang tidak ada sama sekali tumbuhannya akan lebih besar penyerapannya bila dibanding dengan permukaan yang banyak ditumbuhi
oleh tanaman. Lingkungan radiasi didalam sebuah hutan berbeda dengan daerah tidak berhutan, karena permukaan yang mengabsorbsi didalam hutan umumnya
berada diatas tanah dengan jarak yang terlihat nyata Idris, 1996. Untuk menduga kerapatan limpahan radiasi matahari yang jatuh pada sebuah lereng, Blantran de
Rozari dalam Idris 1996, mengemukakan suatu rumus pendekatan sebagai berikut :
I
Dl
= I
DN
[ cos l cos Z + sin l sin Z cos a- ă]
3 Dimana :
I
Dl
= kerapatan limpahan pada lereng dengan sudut l kalm2menit I
DN
= kerapatan limpahan pada bidang tegak lurus sinar langsung kalm2menit
l = sudut kemiringan lereng ...
z = sudut zenith yang tergantung lintang tempat dan waktu surya serta
kemiringan sumbu bumi terhadap arah sinar pancaran deklinasi surya dan ditentukan secara astronomik ...
21
a = sudut asymtut surya yang tergantung lintang setempat, deklinasi surya
dan waktu; dihitung negatif kearah timur dari selatan dan positif ke arah barat dari selatan ...
ă = sudut asymtut bidang vertikal dinding = arah hadap dinding, dihitung
negatif kearah timur dari selatan dan positif kearah barat dari selatan ...
2.3.2. Temperatur
Temperatur atau suhu adalah ukuran panas atau dingin pada suatu saat dan tempat tertentu yang diukur berdasarkan alat pengukur temperatur atau suhu.
Suhu dapat terjadi pada beberapa tempat, misalnya suhu udara, suhu tanah atau suhu air laut dan sebagainya. Pada masing-masing tempat tersebut mempunyai
derajat suhu yang berbeda. Satuan atau ukuran derajat suhu yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah derajat Celsius
C, sedang dinegara-negara Eropah lainnya menggunakan derajat Fahrenheit
F. Menurut Kartasapoetra 1994 faktor – faktor yang mempengaruhi suhu dipermukaan bumi adalah :
1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari dan per musim
2. Pengaruh daratan dan lautan
3. Pengaruh ketinggian tempat
4. Pengaruh angin secara tidak langsung
5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer
6. Penutup tanah
7. Tipe tanah
8. Pengaruh sudut datang sinar matahari
Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya suhu, sehingga suhu dapat terjadi maksimum dan minimum. Suhu maksimum yaitu
suhu yang paling tinggi dimana tanaman masih dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum yaitu suhu yang paling rendah dimana tanaman masih dapat hidup.
Sementara itu yang dimaksud dengan suhu optimum adalah suhu yang paling
22
dibutuhkan oleh tanaman agar dapat mempertahankan proses pertumbuhannya. Dalam sebuah hutan, suhu udara maksimum lebih rendah dari pada suhu
permukaan tanah yang terbuka dan suhu udara minimum lebih tinggi dari pada suhu permukaan tanah yang terbuka. Suhu didalam tajuk biasanya dipertahankan
dengan jalan transpirasi dari daun-daun. Kondisi ini dapat mencegah suhu pada siang hari yang meningkat, sehingga ruang dibawah tajuk lebih dingin bila
disbanding dengan permukaan tanah yang terbuka pada siang hari. Noor dan Smith 1987 dalam Idris1996 memperlihatkan adanya perbedaan suhu antara
didalam hutan dan diluar hutan pada kawasan hutan Samboja Kalimantan Timur sebagaimana Tabel 3.
Tabel 3 Suhu di dalam dan di luar Hutan
Jam Dalam hutan
Diluar Hutan
08.00 09.00
10.00 11.00
12.00 13.00
14.00 15.00
16.00 17.00
- 27,0
27,7 28,6
28,6 28,6
28,3 28,3
28,3
- 27,2
29,8 31,0
31,0 31,0
31,8 32,0
31,8 31,9
29,5
Sumber : Noor dan Smith 1987 dalam Idris 1996
2.3.3. Kelembaban
Kelembaban terjadi jika jumlah air atau uap air pada suatu tempat lebih besar suhunya bila dibanding dengan keadaan normal. Kelembaban pada suatu
tempat sangat berpengaruh sekali terhadap tumbuhan yang berada pada tempat tersebut. Udara yang kering akan dapat menyebabkan pengeringan tanah secara
cepat dan transpirasi tanaman dapat berpengaruh buruk terhadap tanaman yang ada disekitarnya. Kandungan air yang terlalu banyak diudara menghalangi
pendinginan daun melalui evaporasi dan dapat mengakibatkan cekaman suhu
23
thermal stress Wenger,1984 dalam Idris, 1996. Menurut Kartasaputra et al
2005 kelembaban dibagi menjadi beberapa istilah yaitu : 1.
Kelembaban mutlak, adalah masa uap air yang berada dalam satu satuan udara yang dinyatakan dalam gramm3
2. Kelembaban spesifik, yaitu merupakan perbandingan masa uap air diudara
dengan satuan masa udara yang dinyatakan dalam gramkg 3.
Kelembaban relatif, merupakan perbandingan jumlah uap air diudara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung secara tertentu yang dinyatakan
dalam persentase . Angka kelembaban relative : 0 – 100 . 0 artinya udara kering dan 100 artinya udara jenuh dengan uap air dan akan terjadi
titik air hujan. Kelembaban relatif sangat dipengaruhi sekali oleh suhu udara. Apabila pada siang
hari suhu udara meningkat selama berjam-jam, maka kelembaban akan berkurang sampai nilai terendah hingga sore hari dan pada saat itu tanah lantai akan ikut
meningkat panasnya. Noor dan Smith 1987 dalam Idris 1996 mengemukakan hasil pengukuran kelembaban nisbi dikawasan hutan Wanariset Samboja-
Kalimantan Timur tersebut pada Tabel 4.
Tabel 4 Kelembaban nisbi di dalam dan di luar hutan
Jam Dalam Hutan
Luar Hutan
08.00 09.00
10.00 11.00
12.00 13.00
14.00 15.00
16.00 17.00
- 92
84 84
84 88
88 88
87
- 88
78 71
72 69
69 66
67 67
62
Sumber : Noor dan Smith 1987 dalam Idris 1996
24
2.3.4. Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Pergerakan angin yang begitu cepat dalam bumi akan membawa bencana pada hidup dan kehidupan disatu pihak,
akan tetapi dipihak lain akan bermanfaat jika pergerakan itu tidak begitu cepat. Angin dapat mengalirkan panas atau uap dari daun-daun, pengangkutan aerosol
dan unsur-unsur kimia, pengangkutan dioksida ke daun dan lain-lain. Kecepatan angin yang berada pada daerah yang tidak ditumbuhi tanaman atau tanah kosong
akan berbeda atau akan lebih cepat dengan angin yang berada pada daerah banyak tumbuhannya atau hutan. Secara umum semakin tinggi kecepatan angin dan aliran
golak galik udara diluar tajuk, maka semakin efisien diffuse dan disperse gas, cairan atau material padat yang melayang di udara Idris, 1996. Pada hutan yang
mempunyai tajuk-tajuk yang lebat, akan dapat menahan atau menghambat aliran angin, sehingga kecepatan angin akan berkurang dan menjadi lambat ketika
masuk dalam hutan. Perubahan kecepatan angin menurut ketinggiannya biasa disebut profil angin. Wenger 1984 dalam Idris 1996 menyebutkan bahwa
diatas tajuk yang kasar dan luas, profil angin dapat diduga dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
z - 0,8h U z = 0,4U
h
ln ----------
4 0,5h
Dimana :
U = kecepatan rata-rata pada ketinggian z dari tajuk
z = ketinggian pengukuran diatas tajuk
h = ketinggian puncak tajuk
U
h
= kecepatan angin dipuncak tajuk
Lebih lanjut Wenger 1984 dalam Idris 1996 menyebutkan bahwa kecepatan angin didalam tajuk dapat ditaksir dari pengukuran kecepatan angin dipuncak
tajuk dengan menggunakan rumus sebagai berikut : z
U =
U
h
exp [ a --- - 1] 5
h
25
Dimana :
U = kecepatan angin dalam tajuk
U
h
= kecepatan angin dipuncak tajuk a
= nilai indek rataan aliran dalam tajuk z
= ketinggian pengukuran diatas tajuk h
= ketinggian puncak tajuk Nilai indek rataan aliran dalam tajuk dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai indek rataan aliran dalam tajuk a di hutan alam
No. Jenis hutan alam
Rata-rata aliran dalam tajuk a
1 2
3 4
5 Pohon bergetah
Pohon den Maple-fer Rimba
Cemara Oak bergetah
4,42 4,03
3,48 2,74
2,68 Sumber : Wenger 1984 dalam Idris 1996
Beaufort dalam Kartasaputra et al 2005 membagi kecepatan angin dalam 12 duabelas kelas, dan penyusunannya berdasarkan kerusakan – kerusakan yang
diakibatkan oleh angin. Kelas kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
Tabel 6 Kelas – kelas kecepatan angin menurut Beaufort
Kelas Sifat Akibat
Kecepatan
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 Sunyi
Sepoi-sepoi Angin sangat lemah
Angin lemah Angin sedang
Angin agak kuat Angin kuat
Angin kencang Angin sangat kuat
Badai Badai kuat
Angin ribut Topan dahsyat
Gerakan asap keatas Gerakan angin terlihat pada arah asap
Angin terasa pada muka Daun dan ranting kecil bergerak
Kertas dapat terbang, ranting dan ca-bang kecil bergerak
Pohon kecil bergerak Dahan besar bergerak
Pohon-pohon seluruhnya bergerak Ranting-ranting patah
Genting dapat terlempar Pohon-pohon dapat tumbang
Pohon-pohon tumbang Pohon-pohon tumbang dan rumah ro-boh
1 km jam 1 – 6 km jam
13 - 18 km jam 19 – 26 km jam
27 – 35 km jam 36 – 44 km jam
45 – 55 km jam 56 – 66 km jam
67 – 77 km jam 78 – 90 km jam
91 – 95 km jam 96 – 104km jam
104 km jam
Sumber : Kartasapoetra 2004
26
2.4. Tanah
Tanah adalah tempat berpijaknya mahluk dibumi untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Dalam perkembangan peradaban manusia tanah
mempunyai arti yang paling penting bagi umat manusia dibumi. Tanah menjadi modal manusia meningkatkan taraf hidup dan kehidupannya. Kondisi tanah
dibumi ini antara satu tempat dengan tempat yang lain berbeda dan perbedaan ini dipengaruhi kondisi tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah adalah perbandingan
relatif dari partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi liat, debu dan pasir, sedangkan struktur tanah adalah susunan agregat-
agregat primer tanah secara alami menjadi bentuk tertentu atau menjadi agregat-
agregat yang lebih besar yang dibatasi bidang-bidang tertentu Kartasapoetra,
2004. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air tanah Suripin,
2002. Tektur tanah dikelompokkan ke dalam 12 dua belas kelas tekstur menurut USDA seperti tabel 7 berikut :
Tabel 7 Tekstur tanah
No. Kelas tekstur tanah
Diskripsi
1 Pasir Pasir kasar
Pasir Pasir halus
Pasir sangat halus Tektur tanah mengandung 85 atau lebih pasir, liat + 1,5 kali
Lempung tidak lebih dari 15. 25 atau lebih pasir sangat kasar dan kasar, dan kurang dari
50 pasir berukuran lebih halus 25 atau lebih pasir sangat kasar, kasar, dan sedang,
dankurang dari 50 pasir halus dan sangat halus. Kurang dari 25 pasir sangat kasar, kasar, dan sedang atau
50 atau lebih pasir halus dan kurang dari 50 pasir sangat halus
50 atau lebih pasir sangat halus
2 Pasir kegeluhan
Pasir kegeluhan kasar Pasir kegeluhan
Pasir kegeluhan halus Pasir kegeluhan sangat
halus Batas atas 85 sampai 90 pasir, dan persentase liat ditambah
1,5 kali lempung kurang dari 15, batas bawah tidak kurang dari 70 sampai 85 pasir, dan liat + 2 kali lempung tidak
lebih dari 38 Mengandung 25 atau lebih pasir sangat kasar dan kasar, dan
kurang dari 50 pasir halus berukuran lainnya 25 atau lebih pasir sangat kasar, kasar, dan sedang atau 50
pasir halus dan sangat halus Kurang dari 25 pasir sangat kasar, kasar dan sedang atau
50 atau lebih pasir halus, dan kurang dari 50 pasir sangat halus
50 atau lebih pasir sangat halus
27
3 Geluh kepasiran
Geluh kepasiran kasar Geluh kepasiran
Geluh kepasiran halus Geluh kepasiran sangat
halus Tektur tanah mengandung 20 atau kurang lempung, dan
persentase liat + 2 kali liat lebih dari 30, dan 52 atau lebih pasir, atau kurang dari 7 lempung, kurang dari 50 liat dan
antara 43 sampai 52 pasir. Mengandung 25 atau lebih pasir sangat kasar dan kasar, dan
kurang dari 50 pasir berukuran lebih halus 30 atau lebih pasir sangat kasar, kasar dan sedang, akan tetapi
kurang dari 25 pasir sangat kasar dan kurang dari 30 pasir halus atau sangat halus
30 atau lebih pasir halus dan kurang dari 30 pasir sangat halus atau antara 15 sampai 30 pasir sangat kasar, kasar
dan sedang 30 atau lebih pasir sangat halus atau lebih dari 40 pasir
halus dan sangat halus, akan tetapi paling sedikit separuh dari padanya adalah pasir sangat halus dan kurang dari 15 pasir
sangat kasar, kasar dan sedang
4 Geluh
Tekstur tanah mengandung 7 sampai 27 lempung, 28 sampai 50 liat, dan kurang dari 25 pasir
5 Geluh keliatan
Tekstur tanah mengandung 50 atau lebih liat dan 7 sampai 27 lempung atau 50 sampai 80 liat dan kurang dari 12
lempung. 6
Liat Tekstur tanah mengandung 80 atau lebih liat dan kurang dari
12 lempung 7 Geluh
lempung kepasiran
Tekstur tanah mengandung 20 sampai 30 lempung, kurang dari 28 liat dan 45 atau lebih pasir
8 Geluh kelempungan
Tekstur tanah terdiri dari 27 sampai 40 lempung dan kurang dari 20 sampai 45 pasir
9 Geluh lempung keliatan Tekstur tanah terdiri dari 27 sampai 40 lempung dan
kurang dari 45 pasir 10
Lempung kepasiran Tekstur tanah mengandung 35 atau lebih lempung dan 45
atau lebih pasir 11
Lempung keliatan Tekstur tanah mengandung 40 atau lebih lempung dan 40
atau lebih pasir 12
Lempung Tekstur tanah mengandung 40 atau lebih lempung, kurang
dari 45 pasir dan kurang dari 40 liat Sumber : Arsyad 1989, Foth 1990 dalam Supirin 2002
Pasir dan debu dinamakan juga sebagai fraksi non aktif dan dengan bahan lain membentuk kerangka tanah, sedangkan liat merupakan fraksi aktif dan merupakan
fraksi terpenting didalam tanah. Struktur tanah dibagi menjadi 2 dua kelompok, yaitu struktur makro dan
struktur mikro. Struktur makro atau struktur lapisan bawah tanah merupakan penyusunan agregat tanah satu dengan yang lainnya. Struktur mikro merupakan
penyusunan butir primer tanah kedalam butir majemuk, dimana satu dengan yang lainnya dibatasi oleh bidang belah alami.
28
Struktur mikro dibedakan menjadi 3 tiga kelompok berdasarkan tipe dan kedudukannya yaitu :
1. Remah – lepas, yaitu keadaan tanah tampak lepas, cerai berai dan mudah
digusur atau didorong. 2.
Remah – sedang, yaitu keadan tanah cenderung agak bergumpal dan tampak jelas apabila dilihat profil tanahnya, susunan lapisan tanah terdapat lubang-
lubang atau menggeronggong, sehingga aliran air mudah menerobos dan menyerap kedalam lapisan tanah sebelah bawah.
3. Lekat - lengket, yaitu keadaan tanah umumnya sangat kompak bilamana
dalam kondisi menggumpal dan amat berat untuk digali. Apabila kering kondisinya sangat keras dan apabila basah sangat lengket.
2.5. Erosi Tanah
2.5.1. Pengertian Erosi
Erosi merupakan kejadian terangkutnya atau terpindahnya tanah atau bagian tanah yang dilakukan oleh media alami baik air maupun angin, dari satu
tempat ke tempat yang lain. Sesuai pendapat Steiner 1996 bahwa soil erotion is defined as the detachment and the lateral transpot of solid particles on the soil
surface by water and wind. Erosi terjadi akibat dari interaksi hubungan antar
faktor – faktor iklim, relief topografi, vegetasi, tanah dan manusia. E =
f i,
r, v,
t, m 6
E = erosi
i = iklim
r = relief topografi
v = vegetasi
t = tanah
m = manusia
Erosi dibagi dua macam utama, yaitu erosi normal alami dan erosi yang dipercepat. Pada erosi normal laju pembentukan tanah sama dengan laju erosi
tanah. Apabila laju erosi tanah lebih besar dari pada laju pertumbuhan tanah disebut sebagai erosi yang dipercepat. Erosi yang dipercepat ini terjadi karena
29
adanya campur tangan manusia dan berakibat terjadinya kerusakan pada tanah atau terjadi degradasi. Erosi menurut bentuknya dibagi empat kategori Foth
dalam Purbayanti et al, 1984 yaitu : 1 splash cipratan, 2 sheet permukaan, 3 riil alur, dan gully parit. Sedangkan menurut Sitorus 2004 dibagi menjadi
lima kategori yaitu 1 erosi permukaan erosi lembar sheet erosion, 2 erosi jalurerosi alur riil erosion, 3 erosi parit gully erosion, 4 erosi tebing sungai
dan 5 longsor landside. Sementara itu Donahue et al 1983 berpendapat bahwa erosi yang disebabkan oleh air dan angin terjadi dari dua proses fisik yaitu
detachment pelepasan dan transport pengangkutan. Erosi yang disebabkan
oleh air diklasifikasikan menjadi 1 raindrop splash erosion, 2 surface flow erosion
dan 3 channelized flow erosion. Erosi permukaan terjadi adanya lapisan tanah yang terangkut oleh air atau angin yang ketebalannya merata. Erosi jalur
atau alur terjadi karena adanya air yang mengalir terkonsentrasi pada suatu tempat tertentu dipermukaan tanah, sedangkan erosi parit bermula terjadi adanya erosi
jalur atau alur, akan tetapi saluran yang sudah terbentuk kedalamannya cukup tinggi, sehingga tanah tersebut sulit untuk diolah seperti tanah biasa. Menurut
Purbayanti et al 1984, pembentukan parit melalui tiga proses yaitu 1 erosi air, 2 erosi permukaan dan 3 erosi yang disebabkan oleh pembekuan dan pencairan
yang bergantian. Selanjutnya erosi tebing sungai terjadi karena adanya pengikisan pada tebing sungai secara terus menerus oleh air yang mengalir dari atas ke
bawah. Tanah longsor terjadi apabila pada suatu lahan terangkut atau terpindahnya tanah pada suatu saat dari satu tempat ketempat yang lain dalam
jumlah volume yang besar. Tanah longsor terjadi apabila memenuhi syarat 1 curah hujan tinggi 2 kemiringan lereng harus cukup curam dan 3 adanya
lapisan kedap air permeable layer yang berfungsi sebagai bidang luncur. Menurut Karnawati 2003 bahwa pengertian tanah longsor landslide adalah
terjadi ketika batuan, tanah dan material didalamnya berada dalam kondisi yang tidak stabil dan bergerak dibawah pengaruh gravitasi bumi. Sedangkan kelerengan
tanah yang mempunyai potensi longsor umumnya mempunyai salah satu dari ciri berikut :
30
a. merupakan lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah liat yang tebal, atau
b. merupakan lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah liat lempung yang
menumpang diatas batuan kompak keras, atau c.
merupakan lereng yang tersusun oleh lapisan tanah atau lapisan batuan yang miring kearah luar lereng
Sementara itu menurut Sitorus 2004, tanah longsor landslide adalah pergerakan suatu masa tanah dalam jumlah yang besar dalam waktu yang hampir
bersamaan atau dalam suatu periode yang pendek. Sedangkan tipe-tipe gerakan tanah longsor menurut Varnes 1978 adalah 1 runtuhan 2 toppling 3
pancaran blok 4 rayapan 5 longsoran rotasi 6 longsoran translasi 7 pancaran lateral 8 aliran bahan rombakan dan 9 aliran lumpur Surono, 2001
Erosi berakibat pada terkelupasnya tanah permukaan top soil yang apabila ini terjadi secara terus menerus berakibat pada penurunan kualitas tanah
soil degradation. Untuk mengetahui seberapa jauh terkelupasnya tanah perlu
dilakukan perhitungan – perhitungan yang cermat dan sistematis. Wischmeier dan Smith telah mengembangkan persamaan pedugaan untuk menghitung berapa
hilangnya tanah akibat erosi. Persamaan dimaksud yang biasa dikenal sebagai The Universal Soil Loss Equation USLE
yang didefinisikan sebagai berikut : A
= R x K x L x S x C x P 7
Dimana : A
= jumlah tanah yang hilang tererosi tonhatahun R
= faktor curah hujan K
= faktor kemampuan mengikis tanah erodibilitas tanah L
= faktor panjang lereng S
= faktor kecuraman kemiringan lereng C
= faktor pengelolaan tanaman atau vegetasi penutupan tanah P
= faktor tindakan konservasi tanah Keenam faktor tersebut merupakan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi
hilangnya tanah akibat adanya erosi. Untuk dapat memudahkan pengertian persamaan diatas disampaikan skema persamaan USLE Sitorus, 2004 tersebut
pada Gambar 5.
31
Gambar 5 Skema Persamaan USLE Santun, 2004
Besarnya erosi yang akan terjadi
adalah fungsi :
Kemungkinan Erosi
Hujan Sifat
Tanah Pengelolaan
Energi Pengelolaan
Lahan Pengelolaan
Tanaman Kekuatan
Perusak Hujan
A P
R K
LS C
Yang dapat diubah oleh manusia
a. Faktor curah hujan R
Faktor curah hujan adalah jumlah unit indek erosi hujan yang dihitung dari hasil perkalian antara energi hujan total dengan intensitas hujan maksimum 30
menit. Sementara itu Kirkby dan Morgan 1980 mengatakan faktor R adalah definisi dari tingkat erosi peristiwa jatuhnya hujan dan didefinisikan sebagai
hasil dari dua karakteristik hujan lebat : energi kinetik dan intensitas maksimum 30 menit. Indek erosi – curah hujan hanya mengukur kemampuan
mengikis dari curah hujan dan berkaitan dengan aliran permukaan. Karena itu, persamaan ini tidak menduga hilangnya tanah yang semata-mata karena
menjadi cair salju mencair atau angin Purbayanti et al, 1984. Energi kinetik dari curah hujan dihitung dengan rumus Kirkby dan Morgan, 1980:
E = 1.213 + 0.890 log
10
I 8
Dimana : E = energi kinetik suatu hujan, kg mm2 mm
I = intensitas hujan, mm per jam
32
Sedangkan untuk menghitung tingkat erosivitas hujan atau faktor R adalah sebagai berikut Kirkby dan Morgan, 1980:
n
[
∑
1.213 + 0.890 log
10
I
j
I
j
T
j
]
I
30
j=1 R =
------------------------------------------- 9 173.6
Dimana : R = indek erosivitas hujan
I
j
= intensitas peningkatan curah hujan secara spesifik mmjam T
j
= periode waktu dari peningkatan curah hujan secara spesifik jam I
30
= intensitas curah hujan maksimum 30 menit mmjam j = peningkatan curah hujan secara spesifik
n = jumlah curah hujan
Curah hujan yang turun pada permukaan tanah terdiri dari titik air yang mempunyai daya jatuh atau daya timpanya berbeda-beda. Hal tersebut
tergantung pada 1 kecepatan jatuhnya titik air hujan, 2 diameter butiran titik air hujan dan 3 intensitas atau tingkat derasnya laju hujan. Ketiga hal
tersebut berpengaruh sekali terhadap pengikisan dan penghanyutan partikel- partikel tanah yang tertimpa hujan. Semakin cepat jatuhnya titik air hujan dan
atau semakin besarnya diameter butiran titik hujan dan atau semakin besar intensitas derasnya laju hujan, akan semakin besar pula partikel-partikel tanah
yang terkelupas dan terhanyutkan. Hubungan ketiga hal tersebut digambarkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kecepatan, Diameter, Intensitas Hujan dan Daya Pelepasan Partikel Tanah
Kecepatan titik air cmdetik
Diameter titik air mm
Intensitas hujan
cmjam Daya pelepasan
partikal dari agregat gram
540 540
540 3,5
5,1 5,1
12 12
20,25 223
446 690
Sumber : Allison 1947 dalam Kartasaputra 2005
33
b. Faktor kemampuan mengikis tanah K
Faktor kemampuan mengikis tanah menurut Sitorus 2004 adalah erosi per indek erosi hujan untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan
standart, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki 22 m terletak pada lereng 9 dan tanpa tanaman. Sedangkan faktor-faktor tanah yang
mempengaruhi erodibilitas menurut Purbayanti et al 1984 adalah 1 yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas dan total kapasitas air dan 2
yang menahan penghamburan, percikan, kikisan dan gaya mengangkut curah hujan dan aliran permukaan.
Erodibilitas ini dapat dihitung dengan menggunakan nomograf dengan memakai lima parameter Wischmeier et al dalam Idris, 1996 yaitu :
1. Kandungn debu + kandungan pasir sangat halus 5-10 u
2. Kandungan pasir, persen pasir ukuran 100-2000 u
3. kandungan bahan organik
4. Struktur tanah dan
5. Permebilitas
Nomograf erodibilitas tanah K dapat dilihat pada Gambar 6.
34
90
Kode Struktur Tanah : 1. Granuler sangat halus
2. Granuler halus 90
80
3. Granuler sedang sampai kasar 4. Berbentuk blok, plat atau masip
80 Persentase
Bahan organic Tanah 0 1
70
70 2
3
60
1 2
3
50 60 4 5
6
50
4
40
40
30 90
30
20 80
Persen pasir 0,10 - 2,0 mm
10 20 15
10 70
6 5
4
P E
RSEN TAS
E D
E BU,
PASIR SANGA
T H A
LU S
5
60
3 2
1
50
Kode Permeabilitas : 6. Sangat Lambat
40
5. Lambat 4. Lambat sampai
30
Sedang 3. Sedang
20
2. Sedang sampai cepat 1. Cepat
PROSEDUR : Data yang sesuai masukkan pada skala di sebelah kiri dan
bergerak menurut arah panah pada garis yang berbentuk
garis-garis putus
Factor e rodibilitas tanah ; K
10
Gambar 6 Nomograf erodibilitas tanah K Wischmeier et al 1971 dalam Arsyad 1989
Berdasarkan hasil percobaan-percobaan yang telah dilakukan, diperoleh nilai K yang berdasarkan klasifikasi dibagi menjadi enam klas yaitu :
Tabel 9 Klasifikasi Nilai K
Kelas Nilai K
Harkat
1 2
3 4
5 6
0.00 – 0.10 0.11 – 0.20
0.21 – 0.32 0.33 – 0.40
0.41 – 0.55 0.56 – 0.64
Sangat rendah Sedang
Rendah Agak tinggi
Tinggi Sangat tinggi
Sumber : Sitorus 2004
35
Disamping itu berdasarkan hasil penelitian telah ditentukan nilai K dari beberapa daerah yang diteliti dengan hasil tersebut pada Tabel 10 berikut :
Tabel 10 Nilai K faktor erodibilitas tanah
Tanah Sumber data
K
Lempung berdebu Dunkirk Lempung berdebu Keene
Lempung Shelby Lempung Lodi
Lempung Berdebu Fayette Lempung Liat Berpasir Cecil
Lempung Berdebu Marshal Lempung Berdebu Ida
Lempung Berliat Mansic Lempung Liat Berdebu Hagerstown
Liat Austin Lempung Berliat Mexico
Lempung Berliat Honeoye Lempung Berpasir Cecil
Lempung Ontario Lempung Berliat Cecil
Lempung Berpasir Halus Boswell Lempung Berpasir Cecil
Lempung Berpasir Halus Zaneis Pasir Berdebu Tiftone
Lempung Berdebu Flaggy Bath dengan permukaan batuan bergerak
dua inchi Pasir Berlempung Freehold
Lempung Gravelly Albia Geneva, N.Y.
Zanesville, Ohio Bethany, MO
Blacksburg, VA Lacrossc, WIS
Watkinsville, GA Clarinda, IOWA
Castana, IOWA Hays, Kans
Statecollege, PA Temple, Tex
Mc Credie, MO Marellus, NY
Clemson, SC Geneva, NY
Watkinsville, GA Tyler, Tex
Watkinsville, GA Guthrie, Okla
Tifton, GA Arnot, NY
Marlboro, N.J Beemerville, N.J
0.69 0.48
0.41 0.39
0.38 0.36
0.33 0.33
0.32 0.31
0.29 0.28
0.28 0.28
0.27 0.23
0.25 0.23
0.22 0.10
0.08
0.08 0.03
Sumber :
Purbayanti et al
, 1984.
c. Faktor panjang lereng L dan kecuramankemiringan lereng S
Panjang lereng merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan besarnya erosi. Pajang lereng dihitung dari jarak antara titik puncak lahan
ketitik dimana terjadi pengendapan. Semakin miring atau persen kemiringan meningkat, tingkat kecepatan aliran permukaan akan meningkat juga.
Panjang lereng dan kecuramankemiringan lereng dalam prakteknya dihitung bersama yaitu berupa faktor LS. LS adalah rasio antara besarnya erosi dari
sebidang tanah dengan panjang lereng dan kecuraman tertentu terhadap
36
besarnya erosi dari tanah yang terletak pada lereng dengan panjang 22 meter dan kecuraman 9 persen Arsyad, 1989
Nilai LS dapat dihitung dengan persamaan : LS
=
√
X 0,0138 + 0,00965 s + 0,0138 s
2
10 Dimana :
X = panjang lereng dalam meter s = kecuraman lereng dalam persen
Nilai LS dapat juga dihitung dengan menggunakan nomograf faktor LS seperti pada Gambar 7.
6 Kemiringan 20
18 5
16 4
14 3 12
Rasio hilangnya tanah 10
2 8
1 6.. 4
0 2 100 200 300 400 500 600 700 800
Panjang lereng kaki
Gambar 7 Nomograf faktor LS Arsyad, 1989
Banyaknya tanah yang tererosi oleh pengaruh panjang dan kemiringan tanah dipengaruhi pula oleh besarnya curah hujan. Hubungan antara curah hujan
dengan panjang lereng dan kemiringan lereng, dapat dilihat pada Tabel 11 berikut :
37
Tabel 11 Curah Hujan, Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng
No. Type tanah
dan lokasi Lama
nya th
Curah hujan
inchi Panjang
Lereng feet
Derajat Lereng
Tanam an
yang diusa
hakan Tanah
yang hanyut
ton acre
Air yang menga
lir pengen
dapan 1
2
3
4 Miles clay
loam tanah lempung
liat Texas Muskingum
siltloam tanah
lempung ringan Ohio
Houston clay Austin
tanah lempung
Texas Kirvifine
sandy loam tanah
lempung berpasir
Texas 12
9
11
10 8
20,73
38,02
32,74
40,66 43,00
97,0
72,6
72,6
72,6 0,0
1,0 2,0
8,0 12,0
20,0
4
8,7 16,5
Kapas
Jagung
Jagung
Kapas 2,2
5,2 7,0
70,9 99,3
108,8 20,6
22,39 61,1
6,4 15,1
15,5 31,4
40,3 30,4
13,6
17,8 14,4
Sumber : Kartasaputra 2004
d. Faktor pengelolaan tanaman atau vegetasi penutupan tanah C
Faktor lain yang dapat mempengaruhi besarnya erosi adalah pengelolaan tanaman atau vegetasi penutupan lahan. Faktor ini juga sangat menentukan,
karena vegetasi penutup tanah dapat mengabsorbsi energi kinetik butir-butir air hujan yang jatuh dan mengurangi potensi mengikis dari hujan Purbayanti
et al , 1984. Seperti yang disampaikan oleh Donahue 1983, bahwa factor C
pengelolaan tanaman atau vegetasi penutupan tanah adalah sangat menyulitkan very complicated, karena begitu besarnya tingkat kemungkinan
dalam penutupan lahan, manajemen dan cara dimana panenan yang tersisa dapat mengurangi kesuburan tanah. Menurut Arsyad 1989 faktor C dalam
USLE adalah nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan
diolah bersih. Faktor ini mengukur pengaruh bersama jenis tanaman dan pengelolaannya. Nilai faktor ini sangat dipengaruhi oleh varibel-variabel yang
38
satu dengan lainnya saling mempengaruhi. Variable-variabel ini dikelompok kan menjadi dua yaitu variabel alami dan variabel sistem pengelolaan.
Variabel alami berhubungan dengan iklim dan fase pertumbuhan tanaman berhubungan dengan tajuk tanaman, mulsa sisa-sisa tanaman, pengolahan
tanah, residual pengelolaan tanah. Lebih lanjut Arsyad 1989 menyebutkan bahwa untuk keperluan praktis fase pertumbuhan tanaman dibagi sebagai
berikut :
Tabel 12 Fase Pertumbuhan Tanaman
No. Fase Uraian
1 2
3 4
5 6
F SB
I II
III IV
Saat pengolahan tanah pertama : pembalikan tanah sampai pengolahan kedua
Pengolahan kedua untuk persiapan menanam bibit sampai tanaman berkembang mencapai 10 penutupan tajuk
Akhir fase SB sampai perkembangan tajuk menutupi 50 untuk kapas 35 penutupan tajuk
Akhir fase I sampai perkembangan tajuk menutupi 75 60 untuk kapas
Akhir fase II sampai panen dapat diperinci : 80, 90, 96, 100 penutupan tajuk
Sisa-sisa tanaman atau rumput yang telah dipotong : dari panen sampai pengolahan berikutnya
Sumber : Arsyad 1989
Sementara itu Kirkby dan Morgan 1980 menyebutkan bahwa evaluasi terhadap faktor C adalah sering menyulitkan karena banyaknya sistem
manajemen pengolahan tanah. Oleh karena itu Wicshmeier dan Smith 1965 dalam Kirkby dan Morgan 1980 membuat perhitungan besarnya rasio
hilangnya tanah soil loss ratio karena pengolahan tanah seperti pada Tabel 13.
39
Tabel 13 Nilai Faktor C Pengelolaan Tanaman
No. Macam Penggunaan
Nilai faktor
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
22 23
24 25
26 27
28 29
30 31
32 33
34 35
36 37
Tanah terbuka tanpa tanaman Sawah
Tegalan tidak dispesifikasi Ubikayu
Jagung Kedelai
Kentang Kacang tanah
Padi Tebu
Pisang Akar wangi sereh wangi
Rumput Bede tahun pertama Rumput Bede tahun kedua
Kopi dengan penutup tanah buruk Talas
Kebun campuran : - kerapatan tinggi
- kerapatan sedang - kerapatan rendah
Perladangan Hutan alam :
- serasah banyak - serasah kurang
Hutan produksi : - tebang habis
- tebang pilih Semak belukar padang rumput
Ubikayu + kedelai Ubikayu + kacang tanah
Padi – sorghum Padi – kedelai
Kacang tanah + gude Kacang tanah + kacang tunggak
Kacang tanah + mulsa jerami 4 tonha Padi + mulsa jerami 4 tonha
Kacang tanah + mulsa jagung 4 tonha Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 tonha
Kacang tanah + mulsa kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 2 tonha
Padi + mulsa crotalaria 3 tonha Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami
Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Alang – alang murni subur
1,0 0,01
0,7 0,8
0,7 0,399
0,4 0,2
0,561 0,2
0,6 0,4
0,287 0,002
0,2 0,85
0,1 0,2
0,5 0,4
0,001 0,005
0,5 0,2
0,3 0,181
0,195 0,345
0,417 0,495
0,571 0,049
0,096 0,128
0,136 0,259
0,377 0,387
0,079 0,357
0,001
Sumber : Arsyad 1989
40
e. Faktor tindakan konservasi tanah P
Menurut Sitorus 2004 faktor tindakan konservasi tanah P merupakan nisbah antara besarnya erosi tanah dari tanah yang diberi perlakuan tindakan
konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam
keadaan identik. Dalam beberapa kasus, pengolahan tanah dengan pembuatan teras akan lebih berhasil dalam mengurangi tingkat erosi, karena dengan
pembutan teras-teras akan mengurangi panjang lereng. Berdasarkan penelitian besarnya faktor P untuk berbagai tindakan konservasi dapat dilihat pada Tabel
14. Tabel 14 Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah khusus
No. Tindakan khusus konservasi tanah
Nilai P
1
2 3
4 Teras bangku
- konstruksi baik
- konstruksi sedang
- konstruksi kurang baik
- teras tradisional
Strip tanaman rumput bahia Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur
- kemiringan 0 – 8
- kemiringan 9 – 20
- kemiringan lebih dari 20
Tanpa tindakan konservasi 0,04
0,15 0,35
0,40 0,40
0,50 0,75
0,90 1,00
Sumber : Arsyad 1989
2.5.2. Dampak Erosi
Erosi terjadi ketika hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat yang lain yang diangkut oleh air atau nsure.
Terangkutnya tanah ini akan berakibat pada hilangnya nsure hara yang terdapat pada lapisan atas tanah. Dampak dari erosi dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung, sedangkan apabila dilihat dari aspek tempat, dapat berdampak di tempat kejadian dan berdampak diluar tempat
kejadian. Dampak erosi dimaksud dapat dilihat pada Tabel 15.
41
Tabel 15 Dampak Erosi Tanah
Bentuk Dampak
Dampak ditempat kejadian Dampak diluar tempat kejadian
Langsung - kehilangan lapisan tanah yang
baik bagi berjangkarnya akar tanaman
- kehilangan unsur hara dan
kerusakan struktur tanah -
penigkatan penggunaan energi untuk produksi
- kemerosotan produktivitas tanah
- kerusakan bangunan konservasi
atau bangunan lainnya -
pemiskinan petani dan penggarap- an tanah
- pelumpuran dan pendangkalan
waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya
- tertimbunnya lahan pertanian, jalan
dan bangunan lainnya -
menghilangnya mata air dan membu ruknya kualitas air
- kerusakan ekosistem perairan
- kehilangan nyawa dan harta karena
banjir -
meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan
Tidak Langsung
- berkurangnya alternatif penggu
naan tanah -
timbulnya dorongan tekanan untuk membuka lahan baru
- timbulnya keperluan akan
perbaikan lahan dan bangunan yang rusak
- kerugian oleh memendeknya umur
waduk -
meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir
Sumber : Arsyad 1989
2.5.3 Erosi yang ditoleransi Meskipun dalam pengelolaan tanah telah dilakukan sedemikian
rupa, dengan tujuan untuk dapat memperoleh manfaat dari tanah yang sebesar-besarnya, namun demikian dengan adanya pengaruh iklim hujan
dan angin serta tindakan manusia yang baik disengaja maupun tidak melakukan penyimpangan, maka sangatlah sulit untuk dapat mencegah
sama sekali terjadinya erosi. Oleh karena sulitnya mencegah terjadinya erosi, maka disamping manusia telah terus melakukan pencegahan juga
melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar erosi itu dapat ditoleransi. Erosi yang ditoleransi adalah erosi pada tingkat maksimum
yang dapat diijinkan, dimana tingkat produktivitas dapat dipertahankan secara berkelanjutan Kirkby dan Morgan, 1980. Sedangkan menurut
Kimberlin dalam Kartasaputra, et al, 2005 yang perlu dipertimbangkan itu bukan hanya rusaknya produktivitas tanah oleh gangguan-gangguan
erosi, melainkan juga dampak negatif dari terjadinya pengendapan- pengendapan tanah yang tererosi tersebut. Selanjutnya membiarkan tanah
42
tererosi sampai batas maksimumnya, kemungkinan endapan yang terjadi dapat menimbulkan kedangkalan sungai dan dapat menimbulkan
malapetaka banjir yang melenyapkan segala sesuatunya. Berdasarkan hasil penelitian besar erosi yang ditoleransi
disampaikan pada Tabel 16 Thompson, 1987 dalam Sitorus, 2004:
Tabel 16 Besar Erosi yang Dapat Ditoleransi
No. Sifat dan keadaan tanah
Besar erosi yang ditoleransi tonhath
1 2
3
4 5
6 Tanah dangkal diatas batuan keras
Tanah dalam diatas batuan keras Tanah dilapisan bawahnya sub soil yang
padat terletak diatas sub strata yang tidak terkonsolidasi tanah mengalami pelapukan
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabi litas lambat diatas bahan yang tidak terkon
solidasi Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabi
litas sedang diatas bahan yang tidak terkon solidasi
Tanah yang lapisan bawahnya berpermeabi litas agak cepat atau permeable diatas bahan
yang tidak terkonsolidasi 1.13
2.24 4.48
9.96 11.21
13.45
Sumber : Sitorus 2004
2.6. Penebangan Liar
Istilah penebangan liar illegal – logging muncul ketika banyak terjadi penebangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap
fungsi dan manfaat hutan. Illegal dalam bahasa Inggris artinya tidak syah atau dilarang atau bertentangan dengan hukum yang berlaku, sedangkan logging
berarti menebang kayu dan selanjutnya dibawa ketempat penggergajian. Dilain pihak illegal – logging juga dapat diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan
secara liar, berarti bahwa melakukan penebangan hutan dengan tidak menggunakan kaidah atau norma yang berlaku dan mengabaikan kaidah
silvikultur. Illegal – logging atau sering juga disebut pembalakan illegal oleh Forest Watch Indonesia 2003 digunakan untuk menggambarkan semua praktek
atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengolahan dan
43
perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Selanjutnya Toyne 2003 mendifinisikan illegal logging sebagai berikut : “Illegal logging
takes place when timber is harvested, transpoted, bought or sold in violations to gain national law. The harvesting procedure itself may be illegal, including
corrupt means to gain access to forests, extraction without permissionor from a protected area, cutting of protected species or extraction timber in excess of
agreed limits, illegalities may also occur during transport including illegal processing and export, mis-declaration to custuoms, and avoidance of taxes and
other changes”. Pada prinsipnya ada dua jenis illegal – logging. Yang pertama dilakukan
oleh orang, badan atau lembaga yang sah menurut hukum, tetapi dalam pelaksanaannya melanggar ketentuan dalam ijin dari pemerintah yang dimiliki.
Kedua adalah orang, badan atau lembaga yang melibatkan pencuri kayu dan aktor-aktor yang lain yang terlibat didalamnya, dimana pohon yang ditebang oleh
orang, badan atau lembaga yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang. Sementara Global Climate Change memberikan pengertian bahwa
Illegal logging is generally understood to mean timber that is harvested, transported, processed or sold in contravention of a country’s laws. Illegal
logging destroys ecosystems, robs national governments and local communities of needed revenue, undercuts prices of legally harvested forests products on the
market, finance conflict and acts as a disincentive to sustainable forest management The White House, 2002
. Dengan demikian pada prinsip utamanya
adalah adanya pelanggaran terhadap hukum pemerintah yang berlaku atau tidak ada ijin legal dari pemerintah untuk melakukan penebangan hutan. Seperti yang
didefinisikan oleh WIKIPEDIA 2004 bahwa illegal logging is logging in national parks and other “protected area” without government authorization, or
where such authorization was obtained by bribery .
Sementara Smith 2002 dalam Guertin 2003 menggunakan istilah illegal logging untuk menunjukkan
adanya penebangan kayu yang dihubungkan dengan kegiatan yang tidak sesuai dengan hukum nasional dan daerah. Selanjutnya bahwa yang termasuk dalam
kegiatan illegal logging adalah 1 melakukan perusakan dengan tujuan untuk
44
mendapatkan hasil dari hutan 2 melakukan penebangan tanpa ijin dan atau dari areal yang dilindungi 3 menebang spesies yang dilindungi dan atau kayu yang
melebihi batas perjanjian dan 4 melakukan penebangan yang melanggar atau tidak sesuai dengan kewajiban didalam kontrak perjanjian. Pengertian –
pengertian diatas menunjukkan bahwa illegal logging merupakan suatu kejahatan yang komplek dan tidak hanya melakukan penebangan pohon secara liar saja akan
tetapi merupakan kejahatan yang membutuhkan jaringan kejahatan. Seperti yang didefinisikan oleh Haba 2003 dalam Sukardi 2005 bahwa illegal logging “
….. occur right through the chain from source to custumer from illegal extraction, illegal transport and processing trought to illegal export and sale, where timber
is often loundered before entering the legal market “. Sedangkan Sukardi 2005
mendefinisikan illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan kayu yang
bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku atau berpotensi merusak hutan. Dalam Business News pada edisi 3 Maret 2006 mengemukakan bahwa illegal
logging IL dan illegal timber trade IT adalah perbuatan melanggar hukum
yang dilakukan oleh setiap orangkelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa : menebang, memanen atau
memungut hasil hutan kayu HHK dari kawasan hutan tanpa ijinhak ; menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, memiliki atau
menggunakan HHK yang diduga dipungut secara tidak syah ; mengangkut menguasai atau memiliki HHK tidak dilengkapi bersama SKSHH Surat
Keterangan Sahnya Hasil Hutan ; membawa alat berat dan alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkutmengambil HHK
didalam kawasan hutan tanpa ijin dari yang berwenang: membawa alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon dalam
kawasan hutan tanpa ijin pejabat berwenang.
45
2.7. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Pengertian Sustainable Forest Management SFM mengambil istilah sustainable
berkelanjutan dari pembangunan berkelanjutan sustainable development
pada laporan “ The Bruntland Commission Report “ tahun 1987 yang berjudul “Our Common Future” yang menjelaskan batasan tentang
pembangunan berkelanjutan sebagai berikut : “Sustainable Development is defined as development that meet the needs of the present without compromising
the ability of future generation to meet their own needs”, artinya : “Pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan manusia atau penduduk saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan kebutuhan
dan aspirasi manusia dimasa mendatang” Sitorus, 2004. Dengan demikian
pengertian “berkelanjutan” mempunyai dua dimensi yang penting yaitu pemenuhan kebutuhan manusia pada saat sekarang dan kebutuhan yang akan
datang. Dalam konteks pengelolaan hutan yang berkelanjutan, ITTO 1992 mendefinisikan Sustainable Forest Management SFM adalah proses
pengelolaan lahan hutan tetap untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang ditetapkan oleh pengelola mengenai produksi hasil dan jasa hutan secara terus
menerus tanpa mengurangi nilai-nilai inheren dan produktivitas masa depannya dan tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan fisik
dan sosial Perum Perhutani, 2004. Oleh karena itu “pengelolaan” mempunyai
fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan, maka Lembaga Ekolabeling Indonesia LEI pada tahun 1999 mendefinisikan Sustainable Forest Management SFM
sebagai strategi dan pelaksanaan kegiatan produksi hasil dan jasa hutan yang menjamin kelestarian fungsi produksi hutan, kelestarian fungsi
ekologilingkungan dan kelestarian fungsi sosial dari hutan Perum Perhutani, 2004. Pengertian tersebut dapat di diagramkan seperti pada Gambar 8.
46
Ecologically Sound
Sustainable Forest Management
Economical ly Viable
Socially Desirable
Gambar 8 Diagram Sustainable Forest Management
Gambar diatas mencermin bahwa Sustainable Forest Management SFM merupakan kombinasi tiga unsur yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan. Dengan
demikian Sustainable Forest Management SFM harus dapat mempaduserasikan antara tiga kepentingan tesebut. Disamping itu bahwa dalam “sustainability”
terdapat tiga pengertian yang mendasar yaitu pertama berhubungan dengan keberlanjutan sumberdaya, kedua keberlanjutan jumlah dan keanekaragaman
spesies dan ekosistem serta ketiga adalah keberlajutan pembangunan ekonomi dan sosial tanpa mengurangi atau mengganggu keberadaan sumberdaya generasi yang
akan datang. Sementara itu menurut Meadow et al, 1972, bahwa “sustainability”
datang dari munculnya pemahaman perlunya memperhatikan masa depan dan reaksi atas terbatasnya pertumbuhan sumber daya.
Untuk mencapai sustainability atau berkelanjutan pada sumber daya hutan diperlukan adanya prinsip, kriteria dan indikator PK I keberlanjutan. Prinsip,
Kriteria dan Indikator ini diberikan oleh beberapa lembaga penilai yang satu dengan lainnya berbeda. Lembaga dimaksud antara lain 1 CIFOR Center
Information Forest Research, 2 ITTO International Tropical Timber
47
Organization, 3 LEI Lembaga Ekolabel Indonesia, 4 FSC Forest Stewardship Council,
5 ATO African Timber Organization dan lain – lainnya. Dari 5 lima lembaga penilai tersebut, jumlah prinsip yang paling banyak adalah
FSC yaitu dengan 10 sepuluh prinsip, sementara yang paling sedikit adalah LEI, yaitu hanya 3 tiga prinsip. Selanjutnya kriteria yang paling banyak adalah
SFC yaitu 52 lima puluh dua kriteria, sedangkan paling sedikit adalah ITTO, yaitu hanya 7 tujuh kriteria. Untuk indikator yang paling banyak adalah CIFOR
yaitu 99 sembilan puluh sembilan indikator, sedangkan yang paling sedikit dan bahkan tidak ada adalah FSC. Perbedaan dari lembaga-lembaga tersebut dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Prinsip, Kriteria dan Indikator SFM Lembaga Penilai No. Lembaga Aspek
Prinsip Kriteria Indikator
1 CIFOR Kebijakan
Sosial Ekologi
Ekonomi Jumlah
1 3
1 1
4 6
9 3
6
24 22
33 16
28 99
2 ITTO Kebijakan
Sosial Ekologi
Ekonomi Jumlah
1 1
1 1
4 1
1 4
1 7
9 18
27 12
66
3 LEI Kebijakan
Sosial Ekologi
Ekonomi Jumlah
- 1
1 1
3 -
5 2
3 10
- 27
19 21
67
4 FSC Kebijakan
Sosial Ekologi
Ekonomi Jumlah
2 2
2 4
10 9
9 11
23 52
- -
- -
5 ATO Kebijakan
Sosial Ekologi
Ekonomi Jumlah
1 -
1 2
4 4
- 3
13 20
7 -
12 27
46
Sumber : CIFOR 2004
48
2.8. Kebijakan Publik
Kebijakan dalam bahasa Yunani berarti negara – kota, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut policy dan selanjutnya dalam bahasa Latin berubah
menjadi policie atau yang berhubungan dengan pemerintahan. Menurut Abidin 2004 dalam pengertian umum kata ini seterusnya diartikan sebagai “ .. a course
of action intended to accomplish some end” Jones dalam Said, 2004 atau
sebagai “ .. whatever government choose to do or not to do” Dye dalam Abidin, 2004. Lebih lanjut policy dalam kamus besar Webster Sumitro, 2005
menyebutkan “ policy concerns a definite course or method of action from among alternatives and in the light of given condition to guide and usually determine
future decision”. Cubbage, et al 1993 dalam Ramdam, et al 2003
mendefinisikan policy may be as a purposive course of action or inaction that an actor or set of actors to deal wit a problem
. Dilain pihak kebijakan didefinisikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna
mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun arahannya yang melingkupi keadaan kehidupan masyarakat umum Sanim, 2000 dalam Ramdam, 2003.
Sebagai suatu peraturan, kebijakan mempunyai karakteristis yang satu dengan lainnya saling mendukung. Karakteristik dimaksud adalah bahwa :
1. Kebijakan bersifat ganda berantai, tidak berdiri sendiri secara tunggal.
Kebijakan yang satu terkait dengan kebijakan yang lain yang merupakan mata rantai berkesinambungan.
2. Kebijakan harus didukung oleh suatu sistem. Kegagalan suatu sistem politik
akan berpengaruh terhadap dukungan keberhasilan suatu kebijakan pemerintah.
3. Kebijakan harus dapat mengubah atau mempengaruhi suatu keadaaan yang
almost possible menjadi possible. Kebijakan harus dapat mengubah yang
hampir mungkin menjadi mungkin. 4.
Kebijakan yang baik harus didukung dengan informasi yang lengkap dan akurat. Informasi yang tidak lengkap dan akurat akan mengakibatkan salah
pandang dan salah penafsiran dalam mengaplikasikan suatu kebijakan.
49
Dalam membuat suatu kebijakan diperlukan adanya proses, atau sering disebut sebagai proses pembuatan kebijakan policy process. Pembuatan kebijakan
dilakukan dengan melalui tahapan – tahapan sebagai berikut : 1.
Perumusan masalah problem formation 2.
Penyusunan agenda policy agenda 3.
Formulasi kebijakan policy formulation 4.
Adopsi kebijakan policy adoption 5.
Implementasi kebijakan policy implementation 6.
Penilaian kebijakan policy evaluation Pada prinsipnya ketika kebijakan diluncurkan, maka kebijakan tersebut harus
dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi semula. Oleh karena itu perlu adanya ukuran efektivitas dari kebijakan itu. Yang perlu diperhatikan dalam
pengukuran efektivitas suatu kebijakan adalah : 1.
Efisien, artinya bahwa kebijakan harus dapat meningkatkan efisiensi kondisi sekarang dibading dengan kondisi yang lalu.
2. Fair, artinya adil yaitu bahwa kebijakan harus dapat ditempatkan secara adil
bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketidakadilan akan menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat.
3. Insentitif, artinya bahwa kebijakan yang diambil harus dapat memberikan
rangsangan bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan sesuai dengan kebijakan yang diputuskan.
4. Enforceability, artinya mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum.
Kebijakan tidak akan berjalan secara efektif apabila kondisi penegakan hukum yang lemah poor law enforcement
5. Public acceptability, artinya dapat diterima oleh masyarakat.
6. Moral, artinya bahwa kebijakan harus dilandasi dengan moral yang baik.
Moral merupakan titik sentral dalam pengambilan suatu kebijakan dan moral merupakan aspek normatif yang dapat menciptakan aspek positif dari
kebijakan.
50
Sementara itu pengertian publik secara umum berarti masyarakat atau umum. Oleh karenanya kebijakan publik pada pengertian umum memberikan arti
sebagai keputusan pemerintah untuk atau yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit,
tetapi luas dan berada pada strata strategis Said, 2004.
2.9. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem secara terdefinisi dimaksudkan sebagai kumpulan elemen atau bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang terkait satu sama lain untuk
mencapai suatu tujuan. Sementara itu pengertian sistem yang disampaikan oleh para ahli sistem satu dengan yang lain mempunyai persamaan yang mendasar dan
pada prinsipnya sistem itu harus mempunyai unsur – unsur : kumpulan elemen, satu kesatuan yang utuh dan mempunyai tujuan. Menurut Gordon 1989 dalam
Suryadi et al 1998 mendefinisikan bahwa sistem sebagai suatu agregasi atau kumpulan objek-objek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingbergantungan
yang teratur. Sementara menurut Marimin 2005 sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha
mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Keputusan merupakan langkah atau tindakan yang diambil atau yang
dilakukan sebagai suatu pilihan oleh seseorang atau badan dalam memecahkan sesuatu masalah. Dalam mengambil keputusan seseorang seringkali dihadapkan
pada berbagai kondisi antara lain unik, tidak pasti, jangka panjang dan komplek Marimin, 2004. Selanjutnya menurut Suryadi et al 1998 bahwa pengambilan
keputusan didalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Sedangkan menurut
Marimin 2004 mengambil atau membuat keputusan adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh orang berdasarkan pengetahuan dan informasi yang ada
padanya pada saat tersebut dengan harapan bahwa sesuatu akan terjadi. Simon 1960 dalam Suryadi et al 1998 mengajukan model yang menggambarkan
proses pengambilan keputusan yang terdiri dari tiga fase yaitu :
51
1. Intelligence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan yang diperoleh,
diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah 2.
Design Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan dan menganalisa
alternative tindakan yang dapat dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi
3. Choice
Tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternative tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan kemudian diimplementasikan
dalam proses pengambilan keputusan
2.10. Hasil Penelitian Terdahulu
Palmer 2000 dalam tulisannya “The extent and causes of illegal logging : an analysis of a major cause of tropical deforestation in Indonesia “
menyebutkan bahwa terjadinya illegal logging di Indonesia disebabkan beberapa hal yaitu :
1. Kegagalan pemerintah dan pasar
2. Korupsi dalam skala besar, hal ini terjadi karena a nilai sewa dari
kelangkaan alam b ketidak pastian kondisi politik dan ekonomi c perlindungan terhadap hubungan baik para pelanggan d kurangnya rasa
demokrasi dan pertanggung jawaban dan e tingkat penguasaan Negara. 3.
Kegagalan pasar dan kebijakan kehutanan 4.
Korupsi dalam skala kecil, yaitu terjadi karena : a kemiskinan, b pemerintah lemah, c kualitas birokrasi, upah dan pengawasan lembaga-
lembaga dan d desentralisasi 5.
Kegagalan kelembagaan, yaitu meliputi : a pemantauan dan kapasitas penegakan hukum, b sistem hukuman c hukum, peraturan, perijinan dan
kewenangan d sistem perpajakan.
52
Lebih lanjut disebutkan bahwa keterkaitan antara korupsi, ekonomi dan politik penyebab korupsi dan penyebab langsung illegal logging disampaikan pada
Gambar 9.
DEFORESTATION Natural scarcity rent
Economic political uncertainly
Lack of democracy transparency
Level of state capture Patron-client
relationship
Entrenced local interest Poverty
Decentralisation Weak Govermnet
Processing fasilities
Concessional agreement
Domestic timber requirement
Taxation system subsidies
Penalty system Overcapacity
Log export bans Inefisiency waste
Provision of resources at
lowprices
ILLEGAL LOGGING
Taxation regims Quality of
bureaucracy Monitoring
enforcement capacity
CORRUPTION GRAND
PETTY
Rules regulations permits
Gambar 9 The causes of illegal logging Palmer, 2000
Palmer 2000 menyampaikan bahwa model keseimbangan material terjadinya illegal logging
dapat diestimasikan sebagai berikut : H
L
.A
L
= Q
L
11 H
T
.A
T
= Q
T
12 Oleh sebab itu illegal logging adalah :
Qi =
H
T
.A
T
- H
L
.A
L
= Q
T
- Q
L
13
53
Dimana : Q
= Out put m3 H
= jumlah panenan produksi L
= legal syah i
= illegal tidak syah A
= luas hektar T =
total Q
T
merupakan jumlah produksi kayu yang berasal dari produksi legal Q
L
dan produksi dari illegal logging Qi. Selanjutnya Q
T
digunakan untuk produksi kayu gergajian dan finish product Q
M
, diekspor dalam bentuk log X
B
dan sisanya dibuang W
L
. Hasil dari produksi kayu gergajian dan finish product digunakan untuk konsumsi dalam negeri C
M
, diekspor dalam bentuk finish product X
M
dan sisanya dibuang W
M
. Konsumsi dalam negeri C
M
disamping berasal dari produksi dalam negeri Q
M
, juga diperoleh dari produksi impor I
M
. Konsumsi dalam negeri C
M
digunakan untuk proses daur ulang R
C
dan sisanya dibuang W
C
. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 10.
54
LOG IMPORTS LEGAL
LOGGING MILLS
Ib Qm
Gambar 10 Materials balance model for illegal logging Palmer, 2000
ROUNDWOOD SUPPLY Qt
Ql EXPORT
Xb
ILLEGAL WASTE
LOGGING
Wl
Qi
MILL IMPORT Im
RECYCLING Rc
DOMESTIC CONSUMPTION
Cm WASTE
EXPORT Xm
WASTE Wm
Wc
55
BAB II I KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN