2.2.1 Gagasan Absurditas menurut Albert Camus
Teori absurditas yang dicetuskan oleh Albert Camus berawal dari hangatnya
perbincangan masalah
eksistensialisme. Eksistensialisme
mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Menjadi eksistensialis, tidak selalu harus menjadi seorang yang
lain daripada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada di luar kendali manusia, bukan membuat sesuatu yang baru
ataupun unik yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggungjawabnya di
masa depan adalah inti dari eksistensialisme.
2.2.1.1 Lahirnya Absurdisme
Albert Camus adalah seorang filsuf atau tokoh filsafat sekaligus sastrawan yang mencetuskan teori absurditas. Pengarang roman Wong Njaba
ini menggunakan teori absurditas di mana pada saat itu perkembangan teori eksistensialisme sedang dibicarakan banyak orang. Camus adalah tokoh
pencetus absurditas di mana sebelumnya Sartre dan Heidegger mempunyai paham yang sama akan eksistensialisme dan nihilisme. Sejarah mengatakan
bahwa paham eksistensialisme dianut oleh orang Jerman dalam Perang Dunia II dan pada saat itu bangsa-bangsa Eropa menjadi jajahan Jerman. Waktu itu
bangsa-bangsa yang menjadi jajahan Jerman sangat berharap Jerman dapat dikalahkan.
Pada akhirnya
Jerman terus-menerus
menang dalam
penjajahannya dan hal inilah yang menjadi salah satu pemicu Albert Camus menjadi Ateis dengan mencetuskan paham absurdisme yang tidak percaya
adanya Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Budi Darma 2004:91, kenyataan bahwa perang terus berkelanjutan dan Jerman terus menang inilah yang
memacu Sartre dan Camus untuk meragukan keberadaan Tuhan. Akhirnya inilah salah satu awal yang memicu keyakinan Sartre dan Camus untuk
menjadi Ateis. Dengan demikian jelaslah bahwa pengaruh dari kemenangan Jerman yang terus-menerus mengakibatkan banyak bangsa-bangsa yang
terjajah semakin menderita. Sartre dan Camus percaya bahwa Tuhan tidak bisa menolong, yang bisa menolong adalah tanggungjawab untuk memerangi
Jerman dengan tangan sendiri tanpa bantuan orang lain termasuk Tuhan. Dari pemikiran inilah Camus semakin bosan dengan Tuhan yang akhirnya tidak
mempercayai adanya Tuhan. Menurut Budi Darma 2004: 94, absurditas dianggap sebagai sebuah
titik pemikiran eksistensialisme yang kemudian dikembangkan oleh Albert Camus menjadi sebuah filsafat tersendiri. Maka muncullah filsafat
absurdisme, yang tidak lain merupakan pengembangan dari sebuah titik pemikiran eksistensialisme. Pemikiran Sartre mengenai kebebasan dan
absurditas menjadi landasan kuat filsafat absurdisme. Makna absurd bermacam-macam, tetapi pokok dalam filsafat absurdisme adalah kesia-siaan
dan ketidakbermaknaan. Hidup adalah sia-sia dan hidup adalah tanpa makna. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia WBI, absurdisme dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu paham atau aliran yang didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia secara umum tidak berarti dan
tidak masuk akal absurd. Kesadaran para pengikut aliran ini terhadap tata
tertib sering berbenturan dengan kepentingan umum. Absurdisme berkaitan erat dengan eksistensialisme dan nihilisme sehingga paham tersebut berpusat
pada manusia individu yang bertanggungjawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak
benar. Absurdisme juga setuju dengan nihilisme yang mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki tujuan, tidak
ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, keindahan, kemanusiaan, dan juga
segala bentuk kekuasaan pemerintahan, serta semua orang berhak mengikuti kemauannya sendiri.
2.2.1.2 Absurditas Manusia