HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut dalam Di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil preparasi sampel Sebelum dilakukan penelitian, ikan diukur kedalaman, panjang total ikan, lebar ikan, bobot total ikan, dan bobot fillet ikan bobot daging beserta kulit. Ikan laut dalam yang disimpan beku tersebut menjadi berkurang kesegarannya karena selama proses pembekuan berlangsung perpindahan panas dalam freezer dari produk menuju evaporator yang membawa uap air sehingga produk dapat mongering dehidrasi Wirakartakusumah et al. 1988. 4.1.1. Hasil pengukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam Hasil pengukuran panjang total, lebar, berat total ikan, dan berat daging beserta kulit yang sudah difillet dan kedalaman pengambilan sampel disajikan pada Tabel 5 seperti dibawah ini. Pengukuran kedalaman ikan laut dalam di perairan dilakukan oleh pihak BRPL dan OFCF. Tabel 5. Ukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam Jenis ikan Kedalaman m Panjang total cm Lebar cm Antigonia capros 396 15 9 Antigonia rubicunda 568 11 3,5 Caelorinchus smithi 715 22,5 4 Coryphaenoides sp. 715 59 7 Diretmoides pauciradiatus 512 23,5 10 Diretmoides veriginae 512 20 7,5 Lamprogrammus niger 818 36,5 7,5 Neoscopelus microchir 361 22 5,5 Setarches guentheri 627 22 7 Zenopsis conchifer 543 44 17,5 Ikan laut dalam yang digunakan pada penelitian ini ditangkap pada perairan dengan kedalaman 200-1000 m. Zona mesopelagik berkisar pada kedalaman antara 200-1000 m Nybakken 1992, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan yang ditangkap merupakan ikan mesopelagik. Lamprogrammus niger ditangkap pada perairan yang paling dalam diantara spesies yang lain, yaitu 818 m, sedangkan Neoscopelus microchir ditangkap pada perairan yang paling dekat dengan zona pelagik, yaitu pada kedalaman 361 m. Zona Mesopelagik mempunyai karakteristik lingkungan yang berbeda dengan zona pelagis antara lain memiliki suhu yang rendah sekitar 15-5 o C. Oleh karena itu ikan pada zona tersebut akan memiliki adaptasi yang khas. Adaptasi tersebut dapat berupa ciri morfologi yang berbeda seperti bentuk mulut yang berbeda seperti tipe inferior dengan bukaan mulut yang lebih lebar, gigi yang lebih tajam terletak pada tulang mata bajak terlihat secara nyata juga dapat terlihat dari mata diameter mata yang lebih lebar yang merupakan modifikasi untuk menerima cahaya lebih banyak, dari sisik kebanyakan bertipe sikloid dengan sisik yang kasar hingga sisik yang berbentuk seperti kipas Nybakken 1992. Zona oksigen minimum terletak antara kedalaman 500-1000 m dengan kadar oksigen diperkirakan kurang dari 0,5 mll. Hal ini terutama disebabkan tidak adanya penukaran massa air laut dalam dengan massa air kaya oksigen dari massa air permukaan seperti halnya pada kedalaman kurang dari 500 meter dan kepadatan organisme sangat tinggi yang membutuhkan respirasi Nybakken 1992. Beberapa ikan mesopelagik sangat jarang atau tidak pernah mencari makanan di dekat permukaan air karena suhu di permukaan lebih tinggi daripada suhu di mesopelagik. Hewan-hewan mesopelagik bergantung pada makanan dari zona epipelagik. Dengan demikian, semakin dalam suatu organisme hidup, semakin sedikit pakan yang tersedia. Pada kedalaman antara 100-700 m, jumlah spesies yang hidup menurun drastis Brunn 1957 diacu dalam Hedgpeth 1957. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat hasil pengukuran panjang total dan lebar ikan laut dalam. Ikan laut dalam yang ditangkap memiliki panjang total tubuh berkisar antara 11-59 cm. Panjang total tubuh ikan yang paling pendek pada Antigonia rubicunda sebesar 11 cm, sedangkan Coryphaenides sp. memiliki panjang total tubuh yang paling panjang, yaitu 59 cm. Lebar ikan laut dalam yang diteliti berkisar antara 3,5-17,5 cm. Antigonia rubicunda memiliki ukuran lebar tubuh yang paling kecil, yaitu 3,5 cm, sedangkan Zenopsis conchifer memiliki ukuran tubuh yang paling lebar diantara spesies lainnya, yaitu 17,5 cm. 4.1.2. Hasil perhitungan rendemen daging beserta kulit ikan laut dalam Bobot awal merupakan berat keseluruhan bagian-bagian ikan, baik daging, kulit, kerangka maupun jeroan ikan. Bobot fillet merupakan berat daging beserta kulit, sedangkan edible portion merupakan rasio antara bagian ikan yang dapat dimakan bobot daging beserta kulit dengan berat keseluruhan ikan bobot total ikan Lampiran 3. Bobot awal ikan, bobot fillet, dan edible portion disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan bobot total ikan, bobot fillet, dan edible portion ikan laut dalam Jenis ikan laut dalam Bobot total ikan g Bobot fillet g Edible portion Antigonia capros 80 25 31,25 Antigonia rubicunda 43 14 32,56 Caelorinchus smithi 63 19 30,16 Coryphaenoides sp. 646 234 36,22 Diretmoides pauciradiatus 261 39 14,94 Diretmoides veriginae 124 83 66,94 Lamprogrammus niger 217 77 35,48 Neoscopelus microchir 111 37 33,33 Setarches guentheri 510 168 32,94 Zenopsis conchifer 964 326 33,82 Tabel 7. Edible portion beberapa ikan pelagik Jenis ikan ekonomis Edible portion Flounder 45,00 Turbot 46,00 Red Fish 52,00 Catfish 52,00 Plaice 56,00 Haddock 57,00 Hake 58,00 Sardine 59,00 Tuna 61,00 Mackerel 62,00 Sumber: Belitz dan Grosch 1986 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat beberapa spesies ikan laut dalam memiliki bobot total ikan antara 43-964 g, bobot fillet daging beserta kulit antara 14-326 g. Bobot total ikan yang terendah, yaitu Antigonia rubicunda sebesar 43 g dan yang tertinggi pada Zenopsis conchifer sebesar 964 g. Nilai Edible portion yang tertinggi pada Diretmoides veriginae sebesar 66,94 dan nilai terendah pada Diretmoides pauciradiatus sebesar 14,94 . Berat dan panjang dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam adalah jenis kelamin, umur, tingkat kematangan gonad, sedangkan faktor luar adalah suhu, salinitas, dan makanan Effendi 1997. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat rata-rata nilai edible portion ikan laut dalam lebih rendah dibandingkan ikan pelagik. Ikan laut dalam rata-rata memiliki persentase tulang dan kerangka serta jeroan yang cukup besar dibandingkan dengan berat daging tubuh beserta kulit. 4.2. Hasil Uji Steroid Hasil uji steroid meliputi uji secara kualitatif, yaitu uji kimia menggunakan metode Liebermann-Burchard pada rendemen ekstrak daging ikan laut dalam dan uji Infrared untuk melihat gugus fungsi dari steroid pada sampel; serta uji secara kuantitatif menggunakan HPLC. 4.2.1. Rendemen hasil ekstraksi ikan laut dalam Ekstraksi ikan laut dalam dilakukan dengan metode ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut kloroform, etil asetat dan metanol Quinn 1988 diacu dalam Fanany 2005. Proses ekstraksi dimulai dengan homogenisasi daging ikan laut dalam beserta kulit bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel dari sampel sehingga permukaan yang berhubungan dengan pelarut lebih luas. Selanjutnya dilakukan maserasi atau proses perendaman sampel dalam pelarut dengan waktu tertentu bertujuan agar senyawa dalam sampel larut dalam pelarut tersebut. Proses maserasi ini dilakukan dengan bantuan shaker agar senyawa bioaktif yang ada dalam daging ikan dapat terekstrak secara optimal karena adanya goyangan yang homogen, selanjutnya dilakukan proses penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan sampel dengan senyawa bioaktif yang larut dalam pelarut. Hasil penyaringan ekstrak ikan laut dalam pada tahap ekstraksi berupa filtrat kloroform, etil asetat dan metanol selanjutnya dievaporasi dengan tujuan untuk menguapkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak daging beserta kulit ikan laut dalam yang terpisah dengan pelarutnya. Penggunaan suhu 30 o C adalah untuk mengurangi kemungkinan rusaknya senyawa bioaktif pada suhu tinggi. Rendemen hasil ekstraksi disajikan pada Gambar 10. Perhitungan dan hasil rendemen ekstrak daging beserta kulit ikan laut dalam secara keseluruhan disajikan pada Lampiran 4. Hasil ekstrak ikan laut dalam dengan pelarut kloroform, etil asetat dan metanol disajikan pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa jenis pelarut berpengaruh terhadap rendemen ekstrak ikan laut dalam yang dihasilkan. Ekstraksi daging dan kulit ikan laut dalam menggunakan pelarut metanol menghasilkan ekstrak terbesar, sedangkan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform menghasilkan ekstrak terkecil. 0,76 0,04 0,01 0,34 11,61 0,82 2 4 6 8 10 12 14 A B C D E F G H I J Jenis Ikan E k s tr a k Kloroform Etil Asetat Metanol Keterangan : A : Antigonia capros F : Diretmoides veriginae B : Antigonia rubicunda G : Lamprogrammus niger C : Caelorinchus smithi H : Neoscopelus microchir D : Coryphaenoides sp. I : Setarches guentheri E : Diretmoides pauciradiarus J : Zenopsis conchifer Gambar 10. Diagram rendemen ekstrak ikan laut dalam dengan berbagai pelarut Rendemen ekstrak daging beserta kulit dengan pelarut kloroform memiliki nilai terbesar pada Neoscopelus microchir sebesar 0,76 dan nilai terkecil pada Antigonia capros sebesar 0,04 , sedangkan rendemen ekstrak daging beserta kulit dengan pelarut etil asetat memiliki nilai terbesar pada Lamprogrammus niger sebesar 0,34 dan nilai terkecil sebesar 0,01 . Rendemen ekstrak daging beserta kulit dengan pelarut metanol terbesar pada Antigonia rubicunda sebesar 11,61 , sedangkan rendemen ekstrak terkecil pada Antigonia capros sebesar 0,82. Hal ini diduga pada ikan laut dalam yang diteliti banyak mengandung senyawa-senyawa polar yang larut dalam metanol, selain itu metanol memiliki kemampuan mengambil molekul-molekul air yang terikat dengan hidrogen. Hal ini mengakibatkan terbentuknya ikatan hidrogen antara molekul-molekul senyawa dalam ikan laut dalam dengan molekul-molekul metanol yang menggantikan kedudukan molekul-molekul air. Pada saat ekstraksi, ikatan hidrogen yang mengikat komponen aktif dalam jaringan ikan laut dalam akan terekstrak dan larut dalam pelarut metanol Heart 1983 diacu dalam Meydia 2006. Setiap zat memiliki daya kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan Adnan 1992. Hasil proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah bahan alam, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel serta kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel Naczk dan Shahidi 1991 diacu dalam Jamaludin 2005. Ekstrak yang dihasilkan dari masing-masing pelarut memiliki warna yang bervariasi dari kuning jernih sampai kuning agak kemerahan. 4.2.2. Hasil analisis kualitatif steroid Hasil analisis kualitatif steroid dengan uji Liebermann-Burchard menunjukkan bahwa beberapa ekstrak daging beserta kulit ikan laut dalam dengan pelarut kloroform, etil asetat dan metanol memberikan warna yang berbeda-beda. Hasil analisis kimia steroid disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji Liebermann-Burchard Hasil uji No Jenis ikan Ekstrak kloroform Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol 1 Antigonia capros - - - 2 Antigonia rubicunda - - ++ 3 Caelorinchus smithi - - - 4 Coryphaenoides sp. - - ++ 5 Diretmoides pauciradiatus - - - 6 Diretmoides veriginae - - + 7 Lamprogrammus niger - + ++ 8 Neoscopelus microchir - - - 9 Setarches guentheri - - - 10 Zenopsis conchifer - - ++ Keterangan : + : Hasil positif berwarna hijau - : Hasil negatif berwarna coklat kehitaman dan bening Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat beberapa jenis ikan laut dalam diduga positif mengandung steroid, yaitu ditandai dengan adanya perubahan warna hijau pada ekstrak daging beserta kulit ikan laut dalam jenis Antigonia rubicunda, Coryphaenoides sp., Diretmoides veriginae, Lamprogrammus niger, dan Zenopsis conchifer pada pelarut metanol, dan pada pelarut etil asetat hanya ada pada Lamprogrammus niger . a. Ekstrak ikan laut dalam dengan pelarut kloroform b. Ekstrak ikan laut dalam dengan pelarut etil asetat c. Ekstrak ikan laut dalam dengan pelarut metanol Keterangan: A: Antigonia capros F: Diretmoides veriginae B: Antigonia rubicunda G: Lamprogrammus niger C: Caelorinchus smithi H: Neoscopelus microchir D: Coryphaenoides sp. I: Setarches guentheri E: Diretmoides pauciradiarus J : Zenopsis conchifer Keterangan: K+: 17 α-metiltestosteron kontrol positif K-: ikan pelagik tuna kontrol negatif Ikhsan 2007 Gambar 11. Hasil analisis kualitatif ekstrak ikan laut dalam uji Liebermann-Burchard A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J K+ K+ Perubahan warna hijau pada ekstrak yang diuji dengan Liebermann- Burchard dapat menentukan keberadaan dari inti steroid secara kualitatif Cook 1958. Perubahan warna ekstrak, yaitu dari warna kemerahan hingga hijau. Warna tersebut dapat berasal dari triterpenoid, yaitu senyawa berstruktur siklik, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat Harborne 1987. Kepekatan warna ekstrak sampel ditentukan oleh kadar steroid dalam ekstrak sampel tersebut. Selain itu Berdasarkan penelitian Meydia 2005 menunjukkan bahwa steroid pada teripang gama Stichopus variegatus memberikan hasil positif pada ekstrak etil asetat dan metanol saat titrasi asam sulfat yang ditandai dengan adanya perubahan warna hijau yang menandakan bahwa ekstrak diduga mengandung senyawa steroid. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa steroid yang terdapat pada bahan merupakan senyawa polar dan senyawa semi polar karena mampu larut baik pada etil asetat pelarut semi polar dan metanol pelarut polar. Beberapa ekstrak daging ikan laut dalam beserta kulit baik pada pelarut kloroform, etil asetat maupun metanol juga terjadinya perubahan warna coklat kemerahan. Perubahan warna coklat sedikit kemerahan menunjukkan bahwa ekstrak diduga mengandung terpenoid, yaitu senyawa yang berasal dari molekul isoprena yang kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih molekul isoprena. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, yaitu 1 komponen minyak atsiri monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap; 2 diterpena yang lebih sukar menguap; dan 3 senyawa yang tidak menguap triterpenoid dan karotenoid Harborne 1987. Ekstrak ikan yang diduga mengandung senyawa terpenoid diantaranya ekstrak Antigonia rubicunda, Caelorinchus smithi, Diretmoides pauciradiarus, Diretmoides veriginae, Lamprogrammus niger , Neoscopelus microchir, Setarches guentheri, dan Zenopsis conchifer pada pelarut kloroform, sedangkan pelarut etil asetat, yaitu pada Antigonia rubicunda, Caelorinchus smithi, Coryphaenoides sp. , Diretmoides veriginae , Neoscopelus microchir , Setarches guentheri, dan Zenopsis conchifer, sedangkan ekstrak daging beserta kulit pada pelarut metanol yang diduga mengandung senyawa terpenoid, yaitu Antigonia capros, Caelorinchus smithi, Diretmoides pauciradiarus, Neoscopelus microchir, dan Setarches guentheri . Warna dalam komponen organik mengindikasikan keberadaan dua atau lebih karbon-karbon rantai ganda terkonjugasi Dence 1980. Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding warna hijau yaitu 17 α-metiltestosteron, salah satu steroid sintetik yang banyak digunakan dalam industri farmasi dan bidang kedokteran Ganiswara 1995. 17 α-metiltestosteron mempunyai titik leleh 189-193 ºC Aldrich 1993. 4.2.3. Hasil analisis steroid dengan HPLC Steroid adalah hormon yang mengandung inti steroid perhidrosiklopentanofenantrena. Ikan laut dalam yang dianalisis steroidnya dengan HPLC adalah ikan laut dalam yang diduga positif mengandung steroid setelah dilakukan uji Liebermann-Burchard. Standar steroid yang digunakan pada uji adalah sterol dan testosteron yang merupakan salah satu golongan steroid yang digunakan secara umum baik sebagai bahan alami atau sintetik. Hasil analisis yang diperoleh berupa peak kromatogram dari sampel yang kemudian dibandingkan dengan peak standar. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai seperti yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kadar steroid dari beberapa spesies ikan laut dalam Kadar Sterol Testosteron No Jenis ikan Hasil ppm Hasil Hasil ppm Hasil 1 Antigonia rubicunda 11,99 0,12 - - 2 Coryphaenoides sp. 12,17 0,12 - - 3 Diretmoides veriginae 8,49 0,08 - - 4 Lamprogrammus niger 6,04 0,06 - - 5 Zenopsis conchifer 12,66 0,13 53,56 0,54 Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa beberapa spesies ikan laut dalam yang diteliti mengandung steroid golongan sterol, diantaranya Antigonia rubicunda , Coryphaenoides sp., Diretmoides veriginae, Lamprogrammus niger , dan Zenopsis conchifer. Ikan laut dalam yang mengandung steroid golongan testosteron hanya terdapat pada Zenopsis conchifer. Kadar steroid golongan sterol terbesar terdapat pada Zenopsis conchifer sebesar 12,66 ppm dan terkecil pada Lamprogrammus niger sebesar 6,04 ppm. Kadar steroid testosteron hanya pada Zenopsis conchifer sebesar 53,56 ppm. Kurva kadar steroid pada beberapa spesies ikan laut dalam disajikan pada Gambar 12. 11,99 12,17 8,49 6,04 53,56 12,66 10 20 30 40 50 60 A B C D E F G H I J Jenis ikan K a d a r st ero id p p m Sterol Testosteron Keterangan kode ikan : A : Antigonia capros F : Diretmoides veriginae B : Antigonia rubicunda G : Lamprogrammus niger C : Caelorinchus smithi H : Neoscopelus microchir D : Coryphaenoides sp. I : Setarches guentheri E : Diretmoides pauciradiarus J : Zenopsis conchifer Gambar 12. Diagram kadar steroid pada beberapa spesies ikan laut dalam Steroid merupakan padatan kristal putih berbentuk jarum kecil, lembaran atau lempengan bergantung pelarut yang digunakan dan turunan dari lemak yang merupakan salah satu komponen utama lemak. Macam turunan sterol yaitu kolesterol, asam empedu, dan steroid Djojosoebagio et al. 1996. Penelitian Kustiariyah 2006 memperoleh hasil bahwa daging teripang pasir Holothuria scraba yang masih basah atau belum dikeringkan mengandung testosteron sebesar 4,890 ppm dan jeroannya mengandung testosteron lebih tinggi, yaitu 6,124 ppm. Testosteron yang terdapat pada ikan laut dalam Zenopsis conchifer sebesar 53,56 ppm masih lebih tinggi dibandingkan testosteron pada teripang. Ikan yang diteliti merupakan ikan mesopelagik yang ditangkap pada kedalaman 200-1000 meter. Umumnya ikan-ikan mesopelagik bergerak secara rutin menuju permukaan air pada malam hari Diurnal Vertical MigrationDVM dan sebelum matahari terbit ikan-ikan ini kembali bergerak ke bawah perairan Marshall 1971. Perbedaan kedalaman menyebabkan perbedaan komposisi asam lemak yang terkandung pada ikan laut dalam. Komposisi asam lemak tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi komposisi serta kandungan steroid pada ikan laut dalam. Hormon steroid merupakan turunan kolesterol yang merupakan suatu asam lemak Poedjiadi 1994. Kadar Lemak dari beberapa spesies ikan laut dalam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, musim penangkapan, letak geografis, tingkat kematangan gonad serta ukuran dari ikan tersebut Stansby 1967 diacu dalam Kusumo 1997. Perbedaan kadar serta komposisi asam lemak ini sangat dimungkinkan karena komposisi lemak dan asam lemak pada ikan bergantung pada jenis spesies, habitat dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut Ackman 1982 diacu dalam Kusumo 1997. Keragaman kedalaman hidup ikan laut dalam akan mempengaruhi komposisi asam lemaknya. 4.2.4. Hasil analisis steroid dengan FT-IR Spektrofotometer infra merah digunakan untuk melihat struktur kimia melalui sinar infrared. Kemiripan dengan puncak hasil dengan grafik tersebut dapat memberikan hasil ikatan-ikatan yang hampir sama dengan steroid. Ekstrak ikan laut dalam yang digunakan adalah ekstrak metanol yang diduga positif mengandung steroid setelah dilakukan uji warna Liebermann- Burchard . Hasil uji berbentuk grafik kemudian dibandingkan dengan grafik standar sehingga diperoleh beberapa kesamaan gugus fungsi ekstrak ikan laut dalam dengan standar. Kesamaan gugus-gugus fungsi pada grafik ekstrak ikan laut dalam dan standar disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Histogram FT-IR steroid Antigonia rubicunda Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa ekstrak daging beserta kulit ikan Antigonia rubicunda diduga terdapat ikatan -OH pada posisi 3264,16 cm -1 . Ikatan –OH berada pada posisi 3200-3600 cm -1 Nur dan Adijuwana 1989. Rogers et al. 2001 melaporkan bahwa sterol merupakan steroid yang mengandung kelompok hidroksil -OH. Gambar 14. Histogram FT-IR steroid Coryphaenoides sp. Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan bahwa ekstrak daging beserta kulit ikan Coryphaenoides sp. diduga terdapat ikatan -OH pada posisi 3399,51 cm -1 . Ikatan –OH berada pada posisi 3200-3600 cm -1 Nur dan Adijuwana 1989. Rogers et al. 2001 melaporkan bahwa sterol merupakan steroid yang mengandung kelompok hidroksil -OH. Gambar 15. Histogram FT-IR steroid Diretmoides veriginae Berdasarkan Gambar 15 menunjukkan bahwa ekstrak daging beserta kulit Diretmoides veriginae diduga terdapat ikatan -OH pada posisi 3269,63 cm -1 . Ikatan –OH berada pada posisi 3200-3600 cm -1 Nur dan Adijuwana 1989. Rogers et al. 2001 melaporkan bahwa sterol merupakan steroid yang mengandung kelompok hidroksil -OH. Gambar 16. Histogram FT-IR steroid Lamprogammus niger Berdasarkan Gambar 17 menunjukkan bahwa ekstrak daging beserta kulit Lamprogammus niger diduga terdapat ikatan -OH pada posisi 3496,84 cm -1 . Ikatan –OH berada pada posisi 3200-3600 cm -1 Nur dan Adijuwana 1989. Rogers et al. 2001 melaporkan bahwa sterol merupakan steroid yang mengandung kelompok hidroksil -OH. Gambar 17. Histogram FT-IR steroid Zenopsis conchifer Berdasarkan Gambar 17 menunjukkan bahwa ekstrak daging beserta kulit ikan Zenopsis conchifer diduga terdapat ikatan -OH pada posisi 3325,84 cm -1 dan ikatan metil pada posisi 3203,06 cm -1 . Ikatan -OH berada pada posisi 3200-3600 cm -1 Nur dan Adijuwana 1989, sedangkan ikatan metil berada pada posisi di sekitar 3000 cm -1 Fessenden dan Fessenden 1982. Rogers et al. 2001 melaporkan bahwa sterol merupakan steroid yang mengandung kelompok hidroksil -OH. Sterol dibagi menjadi 3, yaitu: 1 sterol yang tidak mempunyai ikatan metil; 2 sterol yang mempunyai 1 ikatan metil pada atom C-4, dan 3 sterol yang mempunyai 2 ikatan metil pada atom C-4. 4.4. Hasil Uji Taurin Taurin adalah asam amino nonesensial yang mengandung sulfur, tetapi tidak termasuk kelompok protein. Taurin mengandung gugus amino, tetapi tidak memiliki gugus karboksil yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Itu sebabnya, molekul tersebut tidak berfungsi sebagai pembangun struktur protein. Taurin tidak mempunyai kodon genetik dan tidak tergabung dalam protein dan enzim Fatimah 2005. Hasil uji kadar taurin pada beberapa spesies ikan laut dalam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji kadar taurin dengan HPLC Hasil uji No Jenis ikan Hasil mg100 g Hasil 1 Antigonia capros 29,7 0,30 2 Antigonia rubicunda - - 3 Caelorinchus smithi - - 4 Coryphaenoides sp. - - 5 Diretmoides pauciradiatus 31,51 0,32 6 Diretmoides veriginae - - 7 Lamprogrammus niger - - 8 Neoscopelus microchir 25,4 0,25 9 Setarches guentheri - - 10 Zenopsis conchifer 34,54 0,35 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa 10 jenis ikan laut dalam yang diuji dengan HPLC terdapat 4 jenis ikan laut dalam yang positif mengandung taurin, yaitu jenis Antigonia capros, Diretmoides pauciradiatus, Neoscopelus microchir , dan Zenopsis conchifer. Kadar taurin terbesar terdapat pada Zenopsis conchifer sebesar 34,54 mg100 g dan kadar terkecil pada Neoscopelus microchir sebesar 25,4 mg100 g. Kurva kadar taurin pada ikan laut dalam dapat disajikan pada Gambar 18. Beberapa ikan laut dalam yang diteliti memiliki kadar taurin lebih tinggi dibandingkan ikan pelagis Skipjck dengan kadar sebesar 3 mg100 g. Akan tetapi memiliki kadar taurin lebih rendah dibandingkan Oyster Jepang 1178 mg100 g Okuzumi dan Fujii 2000. 29,7 31,51 25,4 34,54 10 20 30 40 A B C D E F G H I J Jenis ikan K a dar t a ur in m g 100 g Keterangan: A : Antigonia capros F : Diretmoides veriginae B : Antigonia rubicunda G : Lamprogrammus niger C : Caelorinchus smithi H : Neoscopelus microchir D : Coryphaenoides sp. I : Setarches guentheri E : Diretmoides pauciradiarus J : Zenopsis conchifer Gambar 18. Diagram kadar taurin beberapa spesies ikan laut dalam Taurin larut dalam air dengan kelarutan 5-10 g100 ml pada suhu 23 °C, berwujud kristal yang berwarna putih dengan titik leleh 300 °C Beer dan Cookbain 2002 diacu dalam Yulfitrin 2003. Adanya gugus amino dan gugus sulfonat menjadikan taurin bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan asam dan dapat pula bereaksi dengan basa Chesney 1988 diacu dalam Yulfitrin 2003. Kandungan beberapa osmolit dalam Calanus finmarchicus menurun karena pembekuan dan sebagian besar kandungan taurin dalam ikan menurun setelah proses thawing. Pembekuan dan proses thawing dapat meningkatkan denaturasi protein dan hilangnya stabilitas osmolit juga bioaktif peptida Overrein et al. 1999 diacu dalam Martinez et al. 2005. Taurin dapat ditemukan dalam tubuh mamalia dan ikan atau dapat juga disintesis dari asam amino sulfur seperti sistin, sistein, dan metionin Okuzumi dan Fujii 2000. Kemampuan dari ikan untuk mensintesis taurin bergantung dari spesies itu sendiri dan kemungkinan dipengaruhi oleh stadia perkembangan ikan Martinez et al. 2004. Taurin pada ikan merupakan osmolit organik yang mempunyai kontribusi penting dalam pengaturan tekanan osmotik volume sel khususnya tekanan hipo dan hiperosmolar. Untuk sistem pengaturan tekanan osmotik, ikan menggunakan asam amino nonesesial, seperti taurin dibandingkan asam amino esensial Okuzumi dan Fujii 2000. Osmolit organik adalah partikel kecil yang digunakan oleh sel dan jaringan organisme karena sejumlah besar tekanan air untuk memelihara volume sel Yancey 2005. Osmolit pada ikan elasmobranchi Squalus acanthias didominasi oleh urea dan TMAO sedangkan kerang laut dalam Saxidomus giganteus didominasi oleh taurin, betain, dan α-amino acids AAs Martinez et al. 2005. Kandungan osmolit pada ikan bervariasi bergantung jaringan, keadaan fisiologi ikan, kondisi lingkungan dan penanganan setelah penangkapan. Pembekuan dan proses thawing dapat menyebabkan penurunan kandungan garam dan osmolit dalam daging ikan karena hilangnya kestabilan osmolit termasuk taurin dan bioaktif peptida, juga meningkatkan denaturasi protein ikan Martinez et al. 2005. Ketidakstabilan taurin dalam jaringan daging ikan menyebabkan taurin dapat berkurang karena terbawa bersama air pembekuan yang meleleh dari tubuh ikan setelah dilakukan proses thawing. Kandungan taurin ikan yang masih segar kemungkinan jauh lebih tinggi dibandingkan ikan yang sudah mengalami kemunduran mutu atau sudah terjadi pembusukan akibat aktivitas enzim dan bakteri. Kandungan taurin pada ikan yang sudah dibekukan dan dithawing kemungkinan lebih rendah dibandingkan ikan segar atau ikan yang baru saja ditangkap dari perairan. Kadar taurin dalam daging menurun sekitar 50 setelah dibakar dan menurun 80 setelah direbus Roe dan Wetson 1965 diacu dalam Yulfitrin 2003. Kandungan taurin ikan pada spesies yang sama kemungkinan berbeda bergantung pada tingkat kesegaran ikan. Aktivitas bakteri pembusuk dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan asam-asam amino Ilyas 1983. Senyawa- senyawa seperti asam amino yang bersulfur, glukosa, lipid, trietilamin oksida, dan urea dapat diubah oleh bakteri menjadi produk yang dapat digunakan sebagai indikator kebusukan. Asam amino yang bersulfur dalam daging ikan digunakan sebagai substrat oleh bakteri dan kemudian diubah menjadi hidrogen sulfida, dimetil sulfida, dan metil merkaptan Connell dan Shewan 1980 diacu dalam Zulaikha 2007.

5. KESIMPULAN DAN SARAN