TA : Rancang Bangun Sistem Informasi Harga Pokok Produksi (Activity-Base Costing, Full Costing, Direct Costing).

(1)

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI HARGA POKOK PRODUKSI

(ACTIVITY-BASE COSTING, FULL COSTING , DIRECT COSTING)

p

Nama : Wahyu Rian IGN NIM : 03.41010.0081 Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Pengertian Sistem Informasi ... 6

2.2 Sistem Informasi Manajemen ... 7

2.3 Sistem Informasi Akuntansi ... 9

2.3.1Subsistem Sistem Informasi Akuntansi ... 10

2.3.1Tujuan Sistem Informasi Akuntansi ... .... 13

2.4 Akuntansi Biaya ... 14

2.4.1Aliran Biaya Pada Perusahaan Manufaktur... 16


(3)

2.5.2 Biaya TenagaKerja…... 24

2.5.3 Biaya Bahan Baku………... 27

2.6 Activity Based Costing ... 31

2.7 Full Costing ... 38

2.8 Direct Costing ... 31

BAB III METODE PENELITIAN……...……… 39

3.1 Model Pengembangan ... 39

3.2 Prosedur Pengembangan ... 42

3.3 Desain Sistem ... 42

3.3.1 Dokumen Flow………... 43

3.3.2 Sistem Flow………... 52

3.3.3 Data Flow Diagram (DFD)... 61

3.3.4 Entity Relationship Diagram (ERD)... 73

3.3.5 Struktur Tabel………... 75

3.3.6 Desain Input/Output………... 86

3.3 Desain Uji Coba ... 103

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ... 118

4.1 Implementasi ... 118

4.1.1 Instalasi Program……... 119

4.2 Penjelasan Sistem Aplikasi ... 119

4.2.1 Form Utama…………... 119

4.2.2 Menu File………... 120


(4)

4.2.4 Menu Estimasi………... 132

4.2.5 Menu Transaksi ..……... 138

4.2.6 Menu Ketenagakerjaan... 144

4.2.7 Menu Perhitungan……... 147

4.2.8 Menu Laporan……... 150

4.2.9 Menu Pertolongan……... 152

4.3 Penjelasan Menu TaskPane ... 153

4.4 Evaluasi ... 153

BAB V PENUTUP.……… 169

5.1 Kesimpulan ... 169

5.2 Saran ... 170 DAFTAR PUSTAKA


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cabang dari akuntansi adalah akuntansi biaya. Akuntansi biaya

adalah akuntansi yang membicarakan tentang penentuan harga pokok (cost) dari

“sesuatu produk” yang diproduksi (atau dijual di pasar) baik untuk memenuhi pesanan dari pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan yang

akan dijual (Halim.1996). Akuntansi secara umum adalah merupakan proses

pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian dengan cara-cara tertentu dari transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lain dan penafsiran terhadap hasilnya. Sedangkan biaya dalam pengertian yang luas merupakan pengorbanan yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi. Tujuan dari akuntansi biaya adalah untuk menyajikan informasi biaya produksi dari suatu perusahaan. Akuntansi biaya dalam tujuannya yang lebih luas, selain untuk pengumpulan dan pelaporan biaya juga untuk perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan oleh manajemen.

Dalam perusahaan manufaktur, banyak terjadi kesulitan dalam pencatatan dan pengolahan data produksi sekaligus pencatatan transaksi keuangan yang terjadi, misalnya perhitungan harga pokok produksi. Menurut Muhadi (2001), harga pokok produksi adalah harga pokok yang dikenakan pada suatu barang akibat dari proses produksi. Ketidakakuratan dalam menghitung harga pokok produksi akan menimbulkan dampak negatif karena akan mempengaruhi harga jual suatu produk. Bila terlalu tinggi akan berakibat harga jual produk tersebut


(6)

akan tinggi. Jika harga jual terlalu tinggi, perusahaan akan kalah bersaing dengan perusahaan saingan dengan harga jual yang rendah. Sebaliknya, jika harga jual terlalu rendah, perusahaan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, perhitungan harga pokok produksi harus dilakukan dengan tepat dan benar (Mulyadi, 1990).

Setiap perusahaan menerapkan cara perhitungan tersendiri dalam menentukan harga pokok produksi setiap barang yang dihasilkan. Hal ini tergantung dari kebijakan perusahaan tersebut. Beberapa metode yang umum

digunakan di perusahaan manufaktur adalah metode Full Costing (Harga Pokok

Penuh) dan metode Direct Costing (Harga Pokok Langsung). Kekhasan Full

Costing terletak pada dibedakannya antara biaya produksi atau biaya pabrik

dengan biaya periodik atau biaya nonpabrik. Kekhasan Direct Costing terutama

terletak pada dibedakannya antara biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan pada metode Activity Base Costing (ABC) untuk alokasi biaya berdasarkan aktivitas

yang dilaksanakan dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktifitas setiap produk dapat ditentukan.

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis menggunakan ketiga metode di atas untuk menentukan harga pokok produksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kebijakan tiap perusahaan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi. Sehingga, perangkat lunak yang dihasilkan pada tugas akhir ini bersifat seperti suatu template/cetakan yang nantinya dapat digunakan

langsung oleh perusahaan. Tidak terbatas pada metode tertentu yang digunakan oleh perusahaan tersebut.


(7)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah pada sistem informasi ini adalah :

” Bagaimana merancang dan membangun sistem informasi Harga Pokok

Produksi dengan metode Activity-Based Costing, Full Costing dan Direct

Costing? ”

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Akuntansi yang digunakan adalah akuntansi pada perusahaan manufaktur.

2. Metode yang digunakan pada sistem informasi biaya ini adalah Activity Based

Costing, Full Costing dan Direct Costing.

3. Sistem informasi biaya yang dibuat hanya terbatas pada perhitungan harga pokok produksi saja.

4. Metode pengumpulan biaya yang digunakan adalah metode harga pokok

pesanan dimana produksi dilakukan berdasarkan pesanan yang timbul.

5. Asumsi harga bahan baku yang ada di persediaan telah dihitung dengan

metode ????

6. Sistem informasi ini tidak termasuk pada proses pembayaran (pengeluaran kas).

7. Obyek sistem informasi ini pada perusahaan tekstil.

8. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah Miscrosoft Visual Studio.NET

2003.


(8)

1.4 Tujuan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Merancang dan membangun aplikasi sistem informasi perhitungan harga

pokok produksi dengan metode Activity Base Costing, Full Costing dan Direct

Costing.

2. Membangun sistem informasi harga pokok produksi yang mampu

mengakomodasi cara perhitungan harga pokok produksi yang dipakai oleh perusahaan, terutama perusahaan tekstil karena menggunakan tiga metode perhitungan.

3. Dapat memberikan perhitungan harga pokok produksi yang tepat.

4. Membantu alokasi biaya secara tepat ke produksi sesuai dengan pemakaian aktivitas pada metode Activity-Base Costing.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini terbagi menjadi 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan isi dari bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah yang melatarbelakangi dibangunnya sistem, antara lain: latar belakang dari sistem yang akan dibuat, perumusan masalah, batasan masalah yang menjelaskan batasan dari sistem yang dibuat.


(9)

Pada bab ini berisi teori penunjang yang diharapkan dapat menjelaskan secara singkat mengenai landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pada bab ini meliputi pengertian sistem informasi, sistem informasi

akuntansi manajemen, Activity Based Costing, Full Costing, Direct Costing dan

teori-teori lain yang berhubungan dengan pembuatan sistem.

BAB III METOLOGI PENELITIAN

Bab III ini berisi tentang desain sistem yang dibuat dengan tools desain.

Desain sistem tersebut antara lain dokumen flow, sistem flow, diagram aliran data, diagram relasi entitas dan desain input output.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Pada bab IV ini berisi tentang implementasi dan evaluasi sistem yang disajikan dengan hasil running dari program.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi pembaca guna penyempurnaan sistem informasi ini di masa datang.


(10)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam membangun sistem informasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar sistem informasi ini mempunyai pijakan pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.1 Pengertian Sistem Informasi

Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. (Jogiyanto,1999:1). Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Data merupakan bentuk yang masih mentah yang belum dapat bercerita banyak, sehingga perlu diolah lanjut. (Jogiyanto, 1999:8).

Informasi dapat menggambarkan kejadian nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Sumber dari informasi adalah data yang berbentuk huruf, simbol, alfabet dan sebagainya. Sistem informasi mempunyai elemen utama, yaitu data yang menyediakan informasi, prosedur yang memberitahu pengguna bagaimana mengoperasikan sistem informasi, menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan menggunakan sistem informasi tersebut. Orang-orang dalam sistem informasi membuat prosedur untuk mengolah dan memanipulasi data sehingga menghasilkan informasi dan menyebarkan informasi tersebut ke lingkungannya.

Model dasar sistem adalah masukan, pengolahan dan pengeluaran. Fungsi pengolahan informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan


(11)

diolah dalam waktu periode sebelumnya. Oleh karena itu, dalam model sistem informasi ditambahkan pula media penyimpanan data. Maka fungsi pengolahan informasi bukan lagi mengubah data menjadi informasi, tetapi juga menyimpan data untuk penggunaan lanjutan.

Informasi merupakan data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang berarati bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau di masa yang akan datang. Sumber dari informasi adalah data, merupakan bentuk yang masih mentah dan belum dapat bercerita banyak, sehingga membutuhkan pengolahan lebih lanjut.

Kualitas dari sistem informasi bergantung pada dua hal, yaitu:

1. Informasi harus akurat, dimana informasi tersebut harus bebas dari kesalahan. 2. Informasi tersebut harus relevan, supaya informasi tersebut dapat memberikan

masukan bagi penerimanya.

2.2Sistem Informasi Manajemen

Sistem Informasi Manajemen (SIM) didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang bertujuan untuk menyediakan informasi bagi semua manajer dalam perusahaan atau dalam sub unit organisasional perusahaan. SIM menyediakan informasi bagi pemakai dalam bentuk laporan dan output dari

berbagai simulasi model matematika (McLeod, 2001:29). Laporan dan output

model dapat disediakan dalam bentuk tabel atau grafik.

SIM mencakup dua jenis subsistem penghasil informasi, yaitu perangkat lunak penulis laporan yang menyediakan laporan dalam bentuk laporan periodik dan laporan khusus. Model matematika menyediakan informasi dalam bentuk hasil simulasi. Model ini mensimulasikan suatu entitas dan dapat bersifat statis


(12)

atau dinamis, probabilistik atau deterministik, dan optimisasi atau suboptimisasi. Model dirancang sehingga manajer dapat menetukan skenarionya dan menetapkan nilai-nilai pada variabel keputusan.

SIM mencerminkan sikap para eksekutif yang menginginkan agar komputer tersedia untuk semua pemecah masalah perusahaan. Ketika SIM berada pada tempatnya dan berfungsi seperti yang diinginkan, SIM dapat membantu manajer dan pemakai lain di dalam dan di luar perusahaan untuk mengidentifikasi dan memahami masalah.

2.3Sistem Informasi Akuntansi

Akuntansi menyediakan cara untuk menyajikan dan meringkas kejadian-kejadian bisnis dalam bentuk informasi keuangan kepada para pemakainya. Dari definisi akuntansi ini, maka Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang mengubah data transaksi bisnis menjadi informasi keuangan yang berguna bagi pemakainya (Jogiyanto, 2003:227).

SIA melaksanakan aplikasi akuntansi perusahaan. Karakteristik SIA adalah menangani data yang berfokus historis atau menjelaskan apa yang terjadi di masa lampau. Sehingga dapat meninggalkan jejak audit (audit trail). Output

yang dihasilkan adalah informasi bagi manajer perusahaan. Laporan akuntansi standar seperti laporan rugi laba dan neraca merupakan contohnya. Tidak hanya

output untuk internal organisasi, SIA juga menyediakan output bagi pihak di luar

organisasi. Misalnya, ketika suatu transaksi penjualan terjadi antara perusahaan dengan pelanggan, maka disiapkan dokumen tagihan kepada pelanggan. Hal ini


(13)

sudah dapat dikatakan salah satu penerapan SIA mengingat karakteristik SIA adalah pencatatan transaksi (transaction information processing).

Aplikasi ini ditandai dengan pengolahan data yang tinggi. Keempat tugas dasar pengolahan data yang dilakukan oleh SIA antara lain :

a. Pengolahan data

Saat perusahaan menyediakan produk dan jasa ke lingkungan, tiap tindakan dijelaskan oleh satu catatan data. Jika tindakan tersebut melibatkan elemen lingkungan, maka disebut transaksi, karena itu timbullah istilah pengolahan transaksi.

b. Manipulasi data

Data perlu dimanipulasi untuk mengubahnya menjadi informasi. Operasi manipulasi data meliputi :

 Pengklasifikasian

Elemen-elemen data tertentu dalam catatan digunakan sebagai kode. Misalnya, suatu catatan gaji mencakup kode-kode yang mengidentifikasi nomor pegawai, departemen dan klasifikasi pegawai (kelas gaji).

 Pengurutan (sorting)

Catatan-catatan disusun sesuai urutan tertentu berdasarkan kode atau elemen data lain. Misalnya, file catatan gaji disusun sehingga semua catatan gaji pegawai disusun menjadi satu.


(14)

 Penghitungan

Operasi aritmatika dan logika dilaksanakan pada elemen-elemen data untuk menghasilkan elemen data tambahan. Dalam sistem gaji, misalnya, upah per jam dikalikan jam kerja untuk menghasilkan pendapatan kotor. d. Pengikhtisaran

Banyak data yang perlu disintesis atau disarikan menjadi bentuk total, sub total, rata-rata dan seterusnya.

c. Penyimpanan data

Data dan file disimpan dalam media penyimpanan sekunder, biasanya pada

database.

d. Penyiapan dokumen

SIA menghasilkan output untuk perorangan dan organisasi baik di dalam

maupun di luar perusahaan. Misalnya, tagihan yang disiapkan setiap kali pesanan pelanggan diisi.

2.3.1 Subsistem Sistem Informasi Akuntansi

Dalam buku Sistem Informasi Akuntansi, halaman 12, James A. Hall menyatakan bahwa SIA mempunyai tiga subsistem, yaitu:

a. General Ledger and Financial Reporting System (sistem pelaporan buku besar

dan keuangan)

Sistem buku besar dan sistem pelaporan keuangan adalah dua subsistem saling erat terkait. Namun demikian, karena interdepndensi operasional


(15)

mereka, keduanya dipandang sebagai suatu sistem tunggal yang integratif. Besarnya input ke sistem buku besar berasal dari siklus transaksi. Rangkuman aktivitas siklus transaksi ini diproses oleh sistem buku besar untuk memperbarui akun-akun kontrol buku besar. Transaksi lainnya yang tidak terlalu sering seperti transaksi stok, merger, dan penyelesaian tuntutan hukum,

dimana mungkin siklus pemrosesan formal tidak terjadi, juga memasuki sistem buku besar melalui sumber alternatif. Sistem pelaporan keuangan mengukur dan melaporkan status sumber daya keuangan dan perubahan-perubahan dalam sumber daya tersebut. Sistem pelaporan keuangan mengkomunikasikan informasi ini terutama kepada pemakai eksternal. Jenis pelaporan ini disebut nondiscretionary (tidak bebas untuk menentukan) karena

organisasi memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pilihan dalam informasi yang disediakannya. Kebanyakan dari informasi ini terdiri atas laporan keuangan tradisional, pengembalian pajak dan dokumen hukum lainnya.

b. Transaction Processing System ( Sistem Pemrosesan Transaksi)

Sistem ini merupakan pusat seluruh fungsi sistem informasi dengan:

 Mengkonversi peristiwa ekonomi ke transaksi keuangan

 Mencatat transaksi keuangan dalam record akuntansi (jurnal dan buku

besar)

 Mendistribusikan informasi keuangan yang utama ke personal operasi untuk mendukung kegiatan operasi harian mereka.

Sistem pemrosesan transaksi menangani peristiwa-peristiwa bisnis yang muncul secara berkala. Pada situasi seperti sekarang ini, sebuah perusahaan


(16)

dapat berhadapan dengan ribuan transaksi. Untuk dapat secara efisien menangani volume transaksi sebesar itu, jenis-jenis transaksi yang sejenis dikelompokkan dalam siklus transaksi. Sistem pemrosesan transaksi ini masih terbagi menjadi empat sistem, yaitu:

Revenue cycle (siklus pendapatan)

Subsistem ini membahas tentang pengolahan data penghasilan yang masuk ke dalam perusahaan. Tujuan dari subsistem ini adalah agar order penjualan dicatat dan diposting ke post-post yang sesuai secara akurat, untuk mengetahui customer mana yang pantas mendapat kredit, untuk mengklasifikasikan dan mencatat penerimaan kas secara akurat Item-item yang menjadi input antara lain: customer order, sales order, faktur

penjualan dan sebagainya.

Expenditure cycle (siklus pengeluaran kas)

Merupakan prosedur pengeluaran kas dari proses pembelian sampai ke proses pembayaran. Yang menjadi input dalam subsistem ini adalah order pembelian bahan, utang dagang dan lain-lain.

Conversion cycle (siklus konversi)

Pada siklus ini dilakukan transformasi (konversi) sumber daya input, seperti bahan baku, tenaga kerja dan overhead menjadi barang jadi atau jasa untuk dijual (Hall, 2001:368)


(17)

Human Resource and Development cycle (siklus pengembangan sumber

daya manusia)

Siklus ini menangani sistem penggajian (payroll) kepada tenaga kerja.

c. Management Report (Pelaporan Manajemen)

Sistem ini menyediakan informasi keuangan internal yang diperlukan untuk memanajemen sebuah bisnis. Para manajer harus segera menangani masalah-masalah bisnis, juga rencana kontrol atas operasi yang dilakukan. Para manajer memerlukan informasi yang berbeda untuk berbagai jenis keputusan yang dilakukan. Laporan-laporan tipikal yang dihasilkan oleh sistem ini meliputi laporan anggaran, laporan varian, analisis biaya volume-laba dan laporan-laporan yang menggunakan data biaya lancar (bukan biaya historis).

2.3.2 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi

Melalui informasi yang dihasilkannya, SIA mempunyai tiga tujuan utama (Wilkinson, 2000) sebagai berikut ini.

a. Untuk mendukung operasi sehari-hari (to support the day-to-day operations).

SIA mempunyai sistem bagian yang disebut TPS (Transaction Processing Unit) yang mengolah data transaksi menjadi informasi yang berguna untuk

melakukan kegiatan-kegiatan operasi sehari-hari. Pemakai informasi ini misalnya:

 Karyawan yang menerima cek pembayaran


(18)

 Pelanggan yang menerima faktur

 Pemasok yang menerima order pembelian

 Kasir yang menerima perintah pembayaran

b. Mendukung pengambilan keputusan manajemen

Informasi dari SIA juga diperlukan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan keputusannya. Manajemen menengah membutuhkan informasi akuntansi untuk melihat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara yang dianggarkan dengan nilai realisasi yang dilaporkan oleh SIA.

c. Untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pertanggungjawaban

(to fulfill obligations relating to stewardship)

Manajemen perusahaan perlu melaporkan kegiatannya kepada stakeholder.

Stakeholder dapat berupa pemilik, pemegang saham, kreditor, serikat pekerja,

pemerintah, otoritas pasar modal dan sebagainya. Informasi akuntansi yang dibutuhkan stakeholder adalah informasi tentang laporan keuangan yang

terdiri neraca (posisi keuangan pada tanggal tertentu, misalnya pada akhir tahun), laporan laba-rugi (laba atau rugi yang diperoleh organisasi selama satu periode tertentu, misalnya selama satu tahun) dan laporan arus kas.

2.4 Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya berasal dari Inggris dan diciptakan oleh para insinyur industi (industrial engineer) untuk tujuan penghitungan secara akurat kos produk.


(19)

produk dalam kegiatan manufaktur. Akuntansi biaya ini diciptakan sekitar tahun 1880-1925.

Akuntansi biaya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. (Mulyadi, 1990:6). Obyek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya.

Proses akuntansi biaya dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai luar perusahaan. Dalam hal ini proses akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi keuangan. Proses akuntansi biaya dapat ditujukan pula untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam perusahaan dan di sini akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi manajemen.

Tiga tujuan pokok dari akuntansi biaya antara lain: penentuan harga pokok produk, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan khusus. Untuk tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang terjadi di masa lalu atau biaya historis.

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas memantau apakah pengeluaran biaya yang sesunguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya tersebut.

Pengambilan keputusan khusus menyangkut masa yang akan datang. Akuntansi biaya untuk pengambilan keputusan khusus bertugas menyediakan


(20)

biaya masa yang akan datang. Informasi biaya ini tidak dicatat dalam akuntansi biaya, melainkan hasil dari proses peramalan. Karena keputusan khusus merupakan sebagian besar kegiatan manajemen perusahaan, laporan akuntansi biaya untuk memenuhi tujuan pengambilan keputusan adalah bagian dari akuntansi manajemen.

2.4.1 Aliran Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur

Pada akuntansi biaya tidak ditambahkan langkah baru terhadap siklus akuntansi yang sudah dikenal, maupun menghilangkan prinsip-prinsip dalam akuntansi keuangan (Usry, 2004:97). Akuntansi biaya berkaitan dengan pencatatan dan pengukuran elemen biaya saat sumber daya yang berhubungan mengalir melalui proses produksi. Aliran biaya paralel dengan sumber daya diilustrasikan di gambar 2.1. Semua biaya manufaktur, tanpa mempedulikan perilaku biaya tetap maupun variabel, mengalir melalui perkiraan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Hal ini merefleksikan asumsi penyerapan biaya penuh (full costing).


(21)

2.5 Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga pokok yang dikenakan pada suatu barang akibat dari proses produksi. Menurut Muhadi (2001), harga pokok produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi atau produk dalam perusahaan manufaktur. Tujuan perusahaan dalam menghitung atau menentukan harga pokok produksi adalah untuk mengevaluasi kembali harga jual yang telah ditentukan. Komponen untuk menentukan harga pokok produksi adalah biaya produksi yang digolongkan menjadi tiga, yaitu:

a. Biaya bahan baku

b. Biaya tenaga kerja langsung c. Biaya overhead pabrik

Biaya-biaya yang terjadi di bagian pemasaran, bagian administrasi dan dan bagian umum tidak digolongkan sebagai biaya produksi. Karena itu, biaya-biaya tersebut tidak masuk ke dalam biaya-biaya overhead pabrik.

Proses produksi yang paling sederhana dan mendasar adalah proses penggabungan antara biaya bahan baku, biaya tenaga kerja tak langsung dan

factory overhead. Secara sederhana digambarkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Produksi Sederhana

Bahan baku Tenaga kerja langsung

Factory overhead


(22)

Pada gambar 2.2, bahan baku, tenaga kerja langsung dan factory

overhead diolah dalam proses produksi dan menghasilkan produk.

Untuk dapat menentukan harga pokok produksi yang tepat dan benar, diperlukan informasi tentang biaya-biaya yang tepat dan benar pula. Rumus perhitungan harga pokok produksi seperti di bawah ini.

HPP = BBB + BTKL+ BOP………….……….(2.1) Keterangan :

HPP : Harga Pokok Produksi BBB : Biaya Bahan Baku

BTKL : Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung BOP : Biaya Overhead Pabrik

2.5.1 Biaya Overhead Pabrik

Dalam buku Akuntansi Biaya, halaman 207, Mulyadi menggolongkan Biaya Overhead Pabrik (BOP) menurut sifatnya menjadi enam golongan berikut

ini:

a. Biaya bahan penolong

Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Misalnya, dalam perusahaan percetakan, yang termasuk bahan baku penolong antara lain: tinta koreksi, perekat dan pita mesin ketik.


(23)

b. Biaya reparasi dan pemeliharaan

Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa suku cadang (spareparts), biaya habis

pakai (factory supplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan

untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan ekuipmen, kendaraan perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik. c. Biaya tenaga kerja tidak langsung

Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tak langsung terdiri dari upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung teresbut. Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari:

1) Karyawan yang bekerja pada departemen pembantu, seperti departemen pembangkit tenaga listrik, bengkel dan departemen gudang.

2) Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti kepala departemen produksi, karyawan administrasi pabrik, mandor. d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap

Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan ekuipmen, perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.


(24)

e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

Biaya-biaya dalam kelompok ini antara lain adalah biaya asuransi gedung, asuransi kendaraan, asuransi karyawan, asuransi mesin dan peralatan.

f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran

uang tunai.

BOP yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan.

Ditinjau dari perilaku unsur-unsur BOP dalam hubungannya dengan volume kegiatan, BOP dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Biaya overhead pabrik tetap

BOP yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume dalam kegiatan tertentu.

b. Biaya overhead pabrik variabel

BOP yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. c. Biaya overhead pabrik semivariabel

BOP yang berubah tidak sebanding dengan volume kegiatan.

BOP juga digolongkan menurut hubungannya dengan departemen lain. Jika disamping memiliki departemen produksi, perusahaan juga mempunyai departemen-departemen pembantu (misalnya, departemen bengkel, departemen gudang), BOP digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: biaya overhead pabrik

langsung departemen (BOP yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen tersebut) dan biaya overhead pabrik


(25)

tidak langsung departemen yaitu BOP yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen.

Dalam menentukan BOP tidak dilakukan sembarangan. Pembebanan BOP atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi seringkali mengakibatkan berubah-ubahnya harga pokok per satuan produk yang dihasilkan dari bulan yang satu ke bulan yang lain. Hal ini akan berakibat pada penyajian harga pokok persediaan dalam neraca dan besar kecilnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh laporan rugi laba, sehingga mempengaruhi keputusan-keputusan tertentu yang dilakukan oleh manajemen. Sebenarnya harga pokok produksi per satuan tidak harus sama dari bulan ke bulan. Kenaikan harga bahan baku, kenaikan tarif dasar listrik akan mempengaruhi harga pokok produksi per satuan pada bulan kenaikan tersebut. Naik turunnya harga pokok produksi per satuan tidaklah dikehendaki bilamana penyebabnya adalah karena terjadinya ketidakefisienan, biaya yang tidak normal dan turunnya kegiatan produksi yang sifatnya sementara. Apabila BOP yang sesungguhnya dibebankan kepada produk, maka harga pokok produksi per satuan mungkin akan berfluktuasi.

Untuk itu dilakukan penentuan tarif BOP yang dilaksanakan melalui tiga tahapan berikut:

a. Menyusun anggaran biaya overhead pabrik

Yang harus diperhatikan disini adalah tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan digunakan sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam

kapasitas yang dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead


(26)

memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang) dan kapasitas sesungguhnya yang diharapkan (kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan akan dapat dicapai dalam tahun yang akan datang). Penentuan kapasita praktis dan kapasitas normal dapat dilakukan dengan lebih dulu menetukan kapasitas teoritis, yaitu volume produksi maksimum yang dapat dihasilkan oleh pabrik.

b. Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan yang dipakai adalah: harus diperhatikan jenis biaya overhead pabrik yang

dominan jumlahnya dalam departemen produksi dan harus diperhitungkan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya

hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai. Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan biaya

overhead pabrik kepada produk, di antaranya adalah: satuan produk, biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung, jam mesin.

c. Menghitung tarif biaya overhead

Berikut diberikan rumus untuk setiap dasar penghitungan biaya overhead

pabrik:

1) Satuan produk

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per satuan


(27)

Contoh :

Taksiran BOP selama 1 tahun anggaran Rp. 2.000.000

Taksiran jumlah produk yang akan dihasilkan

Selama tahun anggaran tersebut 4000 unit

Tarif BOP sebesar : (Rp.2000.000 : 4000 unit) = Rp.500 per satuan produk 2) Biaya bahan baku

Taksiran biaya overhead pabrik

x100% = persentase BOP dari biaya BB dipakai Taksiran biaya bahan baku yang dipakai………..(2.3)

3) Biaya tenaga kerja

Taksiran biaya overhead pabrik

x100% = persentase BOP dari biaya TKL Taksiran biaya tenaga kerja langsung………...(2.4)

4) Jam tenaga kerja langsung

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per jam tenaga kerja langsung

Taksiran jam tenaga kerja langsung………..(2.5)

5) Jam mesin

Taksiran biaya overhead pabrik

= tarif BOP per jam kerja mesin


(28)

2.5.2 Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut (Mulyadi, 1992). Dalam perusahaan manufaktur, penggolongan kegiatan tenaga kerja dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan

Organisasi dalam perusahaan manufaktur dibagi kedalam tiga fungsi pokok: produksi, pemasaran dan administrasi. Pembagian ini bertujuan untuk membedakan biaya tenaga kerja yang merupakan unsur harga pokok produk dari biaya tenaga kerja nonpabrik, yang bukan merupakan unsur harga pokok produk, melainkan unsur biaya usaha. Berikut ini diberikan beberapa contoh biaya tenaga kerja yang termasuk dalam tiap golongan tersebut:

 Biaya tenaga kerja produksi meliputi: gaji karyawan pabrik, biaya kesejahteraan karyawan pabrik, upah lembur karyawan pabrik, upah mandor pabrik, gaji manajer pabrik.

 Biaya tenaga kerja pemasaran meliputi: upah karyawan pemasaran, biaya kesejahteraan karyawan pemasaran, biaya komisi pramuniaga, gaji manajer pemasaran.

 Biaya tenaga kerja administrasi dan umum meliputi: gaji karyawan bagian akuntansi, gaji karyawan bagian personalia, gaji karyawan bagian sekretariat, biaya kesejahteraan karyawan akuntansi, biaya kesejahteraan karyawan personalia, biaya kesejahteraan karyawan sekretariat.


(29)

b. Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam perusahaan Dalam sutu perusahaan yang terdiri dari beberapa departemen, biaya tenaga kerja digolongkan sesuai departemen tersebut. Contohnya, biaya tenaga kerja bagian personalia. Penggolongan semacam ini dilakukan untuk memudahkan pengendalian terhadap biaya tenaga kerja dalam tiap departemen yang dibentuk dan yang bertanggung jawab adalah masing-masing kepala departemen.

c. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya

Dalam suatu departemen, tenaga kerja dapat digolongkan menurut sifat pekerjaannya. Misalnya dalam suatu departemen produksi, tenaga kerja digolongkan sebagai berikut: operator, mandor dan penyelia. Maka biaya tenaga kerja digolongkan menjadi: upah mandor, uoah operator dan upah penyelia. Penggolongan biaya tenaga karja semacam ini dilakukan sebagai dasar penetapan diferensiasi upah standar kerja.

d. Penggolongan menurut hubungan dengan produk

Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja langsung adalah semua karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produk jadi, yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk, dan yang upahnya merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk upah tenaga kerja langsung diperlakukan sebagai biaya tenaga kerja langsung dan diperhitungkan langsung sebagai unsur biaya produksi. Tenaga kerja yang jasanya tidak secara langsung dapat diusut secara langsung pada produk


(30)

disebut tenaga kerja tak langsung. Upah tenaga kerja tak langsung disebut dengan biaya tenaga kerja tak langsung dan merupakan unsur biaya overhead

pabrik. Upah tenaga kerja tak langsung dibebankan pada produk tidak secara langsung, tetapi melalui tarif biaya overhead pabrik.

Cara perhitungan gaji dan upah karyawan dalam perusahaan adalah mengalikan tarif upah dengan jam kerja karyawan. Dengan demikian, untuk menentukan upah seorang karyawan diperlukan data jumlah jam kerjanya selama periode waktu tertentu.

Contoh perhitungan distribusi Biaya Tenaga Kerja:

Perusahaan XYZ mempunyai dua orang karyawan, karyawan Andi dan karyawan Budi. Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan April 19X1, bagian pembuat daftar gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang bersangkutan. Menurut kartu hadir, karyawan Andi bekerja selama 40 jam dengan upah Rp.1000/jam dan karyawan Budi selama periode yang sama bekerja 40 jam dengan tarif upah Rp.750/jam. Pada gambar 2.3 berikut diajikan distribusi biaya tenaga kerja kedua karyawan tersebut


(31)

Distribusi biaya tenaga kerja Karyawan A Karyawan B Dibebankan sebagai biaya tenaga kerja langsung:

Pesanan #103 Rp.15.000 Rp.15.000

Pesanan #104 20.000 7.500

Dibebankan sebagai biaya overhead pabrik 5.000 5.000

Jumlah upah minggu pertama April 19X1 Rp.40.000 Rp.30.000

PPh yang dipotong oleh perusahaan 15% dari

upah minggu pertama April 19X1 6.000 4.500

jumlah upah bersih yang diterima karyawan Rp.34.000 Rp.25.500

Gambar 2.3 Distribusi Upah Tenaga Kerja Langsung

2.5.3 Biaya Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri. Di dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pergudangan dan biaya perolehan lainnya (Mulyadi, 1990).

Menurut prinsip akuntansi yang lazim, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap diolah merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur


(32)

pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah.

Harga beli dan angkutan merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku, sedangkan biaya pesan (order cost), biaya

penerimaan, pembongkaran, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan baku merupakan biaya yang sulit diperhitungkan. Di dalam praktek, pada umumnya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh. Sebagai akibatnya, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku dan untuk menjadikan bahan baku siap diolah, pada umumnya diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik.

Karena dalam perode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh karena itu persediaan bahan baku yang ada di gudang mempunyai harga pokok per satuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi (materials costing method) sebagai


(33)

a. Metode identifikasi khusus

Setiap jenis bahan baku diberi label/tanda dengan harga berapa bahan baku tersebut dibeli dan dipisahkan penyimpanannya. Sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per satuannya secara tepat.

b. Metode masuk pertama keluar pertama (First in, First Out)

Untuk menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam gudang, digunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai.

Contoh perhitungan Biaya Bahan Baku metode FIFO

Persediaan bahan baku A pada tanggal 1 Januari 19X3 terdiri dari: 600 kg @ Rp 2.400 = Rp 1.440.000

400 kg @ Rp 2.500 = Rp 1.000.000

Transaksi pembelian dan pemakaian bahan baku selama bulan Januari 19X3 disajikan dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Data Kuantitas Bahan Baku yang Dibeli

Tgl Transaksi Kuantitas (kg)

Harga beli per

kg Jumlah

6/1 Pemakaian 700 -

-15/1 Pembelian 1.200 Rp 2.750 Rp 3.300.000

17/1 Pembelian 500 Rp 3.000 Rp 1.500.000

21/1 Pemakaian 1.100 -


(34)

Maka, perhitungan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi tampak pada gambar 2.4 di bawah ini.

Persediaan awal 1.000kg Rp 2.440.000

Pembelian 1.700kg 4.800.000

Jumlah bahan baku yang tersedia untuk diolah Rp 7.240.000

Persediaan akhir (dengan FIFO):

400 @Rp 2.750 Rp 1.100.000

500 @Rp 3.000 Rp 1.500.000

Rp 2.600.000

Biaya bahan baku bulan Januari Rp 4.640.000

Gambar 2.4 Biaya Bahan Baku dengan Metode FIFO c. Metode masuk terakhir keluar pertama (Last In, First Out)

Untuk menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi. Cara perhitungan yang dilakukan sama dengan cara perhitungan biaya bahan baku dengan metode FIFO.

d. Metode rata-rata bergerak

Persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga pokok rata-rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan


(35)

yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang ada di gudang. e. Metode biaya standar

Bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar

(standard price) yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang

diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Harga standar merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada saat dipakai, bahan baku dibebankan kepada produk pada harga standar tersebut.

f. Metode rata-rata harga pokok pada akhir bulan

Pada tiap akhir bulan dilakukan penghitungan harga pokok rata-rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang di gudang. Harga pokok rata-rata per satuan ini kemudian digunakan untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi enam bulan berikutnya.

2.6 Activity Base Costing

Activity-based cost system atau yang biasa disebut dengan ABC system

merupakan sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. (Mulyadi, 1993:25). Dalam buku Akuntansi Manajemen (1997), halaman 97, Lane K. Anderson dan Harol mendefinisikan ABC sebagai suatu sistem akuntansi yang memfokus pada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk. Aktivitas menjadi titik akumulasi biaya yang fundamental. Biaya ditelusuri ke aktivitas, dan aktivitas ditelururi ke produk berdasarkan pemakaian aktivitas dari setiap produk. Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan pada gambar 2.5 di bawah ini.


(36)

Gambar 2.5 Alokasi Biaya ke Produk

Dalam buku Akuntansi Manajemen (1997), halaman 244, Don R. Hansen dan Maryanne M. Mowen mendefinisikan sistem ABC sebagai : suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ABC merupakan metode kalkulasi biaya dimana biaya overhead pabrik tidak

dibebankan secara merata pada semua produk. Secara garis besar, ABC didefinisikan sebagai suatu sistem penetapan biaya pokok dimana banyak kumpulan biaya overhead dialokasikan dengan mempergunakan dasar yang dapat

mencakup satu atau lebih faktor yang terkait dengan volume. Dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional, ABC dapat mewakili satu aplikasi pelacakan biaya yang menyeluruh. Di dalam ABC yang ditelusuri bukan hanya bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik saja tetapi semua biaya yang

mempunyai kaitan dengan unit-unit penghasil output. Asumsi yang mendasari

ABC sangat berbeda dengan asumsi akuntansi biaya tradisional. Akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa produk menimbulkan biaya sedangkan ABC mengasumsikan bahwa kegiatan menimbulkan biaya dan produk menciptakan permintaan untuk kegiatan. Pada ABC sistem, biaya overhead dilacak secara

akurat pada setiap aktivitas yang dikerjakan untuk tiap produk.

Pada konsep ini, dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya disebut dengan kendara biaya (cost driver). ABC mengidentifikasikan berbagai


(37)

berbeda pada suatu lingkungan produksi. ABC membagi kedalam empat tingkatan masing-masing, yaitu satuan (unit), batch atau group, produk dan fasilitas

(pabrik/plant). 1. Tingkatan unit

Biaya pada tingkatan unit : biaya yang akan bertambah besar jika produksi ditingkatkan. Biaya ini merupakan satu-satunya biaya yang dialokasikan secara akurat pada setiap unit sebanding dengan volumenya. Contohnya adalah biaya listrik. Jika mesin menggunakan listrik dalam memproduksi produk dan biaya tenaga kerja inspeksi jika setiap unit memerlukan inspeksi. 2. Tingkatan batch

Biaya tingkatan batch adalah biaya yang timbul karena disebabkan oleh

jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Misalnya tenaga kerja tidak

langsung dan material handling. Sebab aktivitas ini terjadi berulang setiap

satu batch produk yang diproduksi.

3. Tingkatan produk

Biaya pada tingkatan produk adalah semua biaya yang timbul karena digunakan jumlah yang berbeda-beda dari produk yang diproduksi. Atau aktivitas yang dibebankan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh pabrik meliputi perbaikan dan perawatan alat/mesin.

4. Tingkatan fasilitas

Biaya tingkat fasilitas meliputi : biaya untuk menopang kapasitas pada suatu tempat perusahaan. Contohnya biaya sewa, depresiasi, pajak properti dan asuransi bangunan.


(38)

ABC system mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi tentang

aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pikiran yang melandasi sistem informasi biaya ini adalah “ biaya ada penyebabnya, dan penyebab biaya dapat dikelola (cost is caused, and the causes of cost can be managed).” Hasil

yang diperoleh dari pengelolaan terhadap aktivitas adalah improvement terhadap

aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa bagi

customer, sehingga akibatnya manafaat produk/jasa bagi customer semakin

meningkat dan biaya untuk menghasilkan produk jasa tersebut semakin berkurang.

Keunggulan ABC system terletak pada kemampuannya untuk

meyediakan informasi yang berkaitan dengan aktivitas seperti: customer yang

mengkonsumsi keluaran aktivitas, value and non-value-added activities, resource driver, activity driver, driver quantity, cycle effectiveness (CE), capacity resource,

budget type. Dengan informasi lengkap mengenai aktivitas, personel perusahaan

menjadi berdaya untuk merencanakan secara efektif target pengurangan biaya dan mengimplementasikan secara efektif rencananya tersebut. Pengurangan biaya hanya dapat diwujudkan melalui pengurangan timbulnya biaya, yaitu aktivitas. Dengan memanfaatkan informasi lengkap tentang aktivitas, personel perusahaan akan mampu melaksanakan pengelolaan terhadap aktivitas melalui cara-cara berikut: activity selection, activity sharing, activity reduction, activity elimination.

Contoh Kasus Activity Base Costing

Diasumsikan bahwa suatu perusahaan memproduksi suatu produk dan mempunyai daftar kegiatan dan biaya sebagai berikut:


(39)

Tabel 2.2 Daftar Kegiatan dan Biaya

Pada tahap pertama metode ABC, empat kegiatan pada tabel di atas akan diklasifikasikan menurut tingkatan unit, batch, produk dan fasilitas. Dalam kasus

ini pengujian produk dan pemasukan cetakan masuk dalam tingkat unit. Sedangkan penyetelan batch dan penanganan lot wafer masuk dalam tingkat unit

batch. Dengan menggunakan data diatas, kelompok biaya adalah sebagai berikut:

Kelompok tingkat unit Tingkat batch

Pengujian produk Rp.275.000 Penyetelan batch Rp.120.000

Pemasukan cetakan Rp.225.000 Penanganan lot wafer Rp. 90.000

Total Rp.500.000 Total Rp.210.000

Setelah dilakukan identifikasi kelompok biaya sejenis dan menentukan biayanya, dapat dibebankan biaya kelompok ke produk dimana hasil perhitungannya disebut tarif kelompok. Untuk melakukannya, tarif kelompok harus dihitung berdasarkan penggerak aktivitas. Pengujian produk dan pemasukan

cetakan pendorong kegiatannya adalah jumlah cetakan yang diasumsikan

kapasitasnya adalah 200. Penyetelan batch dan penanganan lot wafer pendorong

kegiatannya adalah jumlah batch yang diasumsikan kapasitasnya adalah 400.

Hasil perhitungan dari tarif kelompok adalah sebagai berikut:

No. Nama Kegiatan Biaya

1. Pengujian produk 275.000

2. Pemasukan cetakan 225.000

3. Penyetelan batch 120.000


(40)

Kelompok tingkat unit Kelompok tingkat batch

Tarif = Rp.500.000/200 Tarif = Rp.210.000/400

= Rp.2500 per cetakan = Rp. 525 per batch

Dengan perhitungan tarif kelompok, tahap pertama perhitungan biaya berdasar kegiatan telah selesai. Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok

overhead ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan tarif kelompok yang

dihitung pada tahap pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi setiap produk. Hasil dari perhitungan ini adalah sebagai berikut:

Biaya overhead

Kelompok tingkat unit

(Rp.2500 x 200) Rp.500.000

Kelompok tingkat batch

(Rp.525 x 400) Rp.210.000

Total overhead yang dibebankan Rp.710.000

Dengan demikian, telah diperoleh biaya overhead yang dibebankan dari

proses penelusuran kegiatan.

2.7 Full Costing

Full costing atau sering pula disebut absorption atau conventional costing

adalah metode penentuan harga pokok produk, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. (Mulyadi, 1990:378). Harga pokok produk menurut metode full costing terdiri dari :


(41)

 Biaya bahan baku

 Biaya tenaga kerja langsung

Biaya overhead pabrik tetap

 Biaya overhead pabrik variabel

Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku

tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar arif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead

pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan

melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjual.

Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif

yang ditentukan di muka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan biaya yang dibebankan

tersebut, akan terjadi pembebanan overhead lebih atau pembebanan biaya

overhead kurang. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum

laku terjual maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut

digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tersebut (baik yang berupa persediaan produk dalam proses maupun produk jadi). Namun jika dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead lebih atau kurang, maka biaya overhead pabrik tetap tidak

mempunyai pengaruh terhadap perhitungan rugi laba sebelum produknya laku dijual.


(42)

2.8 Direct Costing

Direct costing atau varible costing adalah metode penentuan harga pokok

produk yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Harga pokok produk menurut metode direct costing terdiri

dari:

 Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja variabel

 Biaya overhead pabrik variabel

Dalam metode ini, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai

period cost dan bukan sebagai elemen harga pokok produk, sehingga biaya

overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan

demikian, biaya overhead pabrik tetap di dalam metode ini tidak melekat pada

persediaan produk yang belum laku terjual, melainkan langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian berisi tentang analisa sistem lama dan perancangan sistem yang akan dibuat. Terdiri dari 3 subbab yaitu model pengembangan, prosedur pengembangan dan desain sistem.

3.1 Model Pengembangan

Dalam merancang sistem informasi ini, penulis mengumpulkan informasi yang diperlukan, pencarian data dan pengolahan data yang dilakukan dengan cara merancang database dan membuat sistem. Data-data yang dapat

memberikan masukan ke dalam sistem antara lain:

a. Data bahan baku langsung

b. Data biaya tenaga kerja langsung

c. Data biaya overhead pabrik

Data-data tersebut dapat memberikan informasi yang nantinya dapat disajikan dalam bentuk laporan. Cara kerja sistem informasi ini digambarkan seperti tampak pada gambar 3.1. Pada gambar 3.1 tersebut, data inputan antara lain : Biaya-biaya produksi, aktivitas yang berhubungan dengan produksi dan data penjualan diproses dengan tahapan proses sebagai berikut :

a. Proses identifikasi aktivitas

Proses untuk mengetahui aktivitas apa saja yang terjadi pada proses produksi.


(44)

b. Proses pembebanan biaya ke aktivitas

Proses untuk memberikan biaya kepada aktivitas yang telah diidentifikasi. c. Proses pengelompokkan aktivitas yang sejenis

Aktivitas-aktivitas yang sejenis dikelompokkan menurut jenisnya. d. Proses perhitungan tarif kelompok

Tiap-tiap kelompok dihitung tarifnya.

e. Proses perhitungan overhead yang dibebankan

Biaya overhead yang ada dihitung.

Proses-proses di atas dikhususkan untuk metode ABC System, sedangkan

untuk perhitungan harga pokok produksi dengan Full Costing dan Direct Costing

ditambahkan proses-proses sebagai berikut :

f. Proses identifikasi biaya overhead pabrik variabel (variable cost)

Proses identifikasi biaya overhead ini akan menghasilkan biaya overhead

pabrik variabel dan digunakan untuk metode direct costing dan full costing

untuk perhitungan harga pokok produksi.

g. Proses identifikasi biaya overhead pabrik tetap (fixed cost)

Proses identifikasi biaya overhead ini akan menghasilkan biaya overhead

pabrik tetap dan digunakan untuk metode full costing untuk perhitungan

harga pokok produksi.

Setelah biaya aktivitas dan overhead diketahui, dilakukan proses

perhitungan harga pokok produksi dengan bantuan data biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.


(45)

Dari proses tersebut, akan menghasilkan output berupa : total biaya produksi, laporan harga pokok produksi untuk setiap metode, harga pokok produksi tiap metode, dan laporan absensi.

Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Informasi Harga Pokok Produksi

Pada gambar di atas, data inputan yang berupa biaya-biaya produksi dan aktivitas yang berhubungan pada masa produksi diolah ke dalam proses yang bertahap. Proses - proses tersebut antara lain, proses identifikasi aktivitas, proses pembebanan biaya ke aktivitas, proses pengelompokkan aktivitas yang sejenis, proses perhitungan tarif kelompok dan proses perhitungan overhead yang dibebankan dan yang terakhir yaitu proses perhitungan harga pokok produksi. Dari proses tersebut, menghasilkan data output yang berupa laporan harga pokok produksi untuk setiap metode, harga pokok produksi untuk masing-masing metode, laporan penggajian dan laporan absensi.


(46)

3.2 Prosedur Pengembangan

Perancangan Sistem Informasi Harga Pokok Produksi ini menggunakan tiga metode, yaitu Activity Base Costing (ABC), Full Costing dan Direct Costing

dan diharapkan sistem informasi ini menjadi template bagi perhitungan harga

pokok produksi. Pada sub bab ini, prosedur yang dilakukan yaitu melakukan analisa dan merancang sistem. Menganalisa terhadap permasalahan, merancang sistem serta basis data yang akan digunakan. Perancangan basis data dilakukan dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD) yang berfungsi untuk

menggambarkan aliran data yang terjadi di dalam sistem dimulai dari tingkat yang terendah hingga level yang tertinggi. Dengan DFD, memungkinkan pengembang sistem untuk mempartisi atau membagi sistem menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan sederhana. Dilanjutkan dengan membuat Entity Relational Diagram

(ERD) yang memberikan gambaran mengenai struktur logikal dari basis data melalui hubungan/relasi antara entitas yang satu dengan yang lain. Proses selanjutnya adalah membuat tabel yang berisi struktur tabel yang telah dibuat pada ERD. Disini tipe data dan panjang (lenght) dari tipe data tersebut juga

didefinisikan, sehingga memudahkan untuk menerjemahkan menjadi bentuk

database secara fisik ke Microsoft Access 2003. Terakhir adalah perancangan

antar muka yang nantinya menjadi konsep untuk diterjemahkan ke dalam Visual Studio 2003 menjadi form-form untuk sistem informasi ini.


(47)

3.3 Desain Sistem

Desain sistem berisi tentang analisa sistem seperti penggambaran dokumen flow yang berlaku, sistem flow, serta bagan dari perancangan sistem secara keseluruhan, diagram berjenjang, penggambaran DFD dan ERD, struktur tabel dan perancangan antar muka.

3.3.1 Dokumen Flow

Dokumen flow merupakan suatu sistem yang berisikan aliran data yang berasal dari informasi yang dikumpulkan secara manual. Aliran dokumen flow untuk proses pembelian bahan baku dapat dilihat di gambar 3.2, proses penggajian pada gambar 3.3, proses produksi (ABC System) pada gambar 3.4, proses

perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung (BBBL) pada gambar 3.5, proses perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) pada gambar 3.6, proses perhitungan Biaya Overhead Pabrik (BOP) pada gambar 3.7, proses produksi pada gambar 3.8 dan gambar 3.9 dan proses retur pembelian pada gambar 3.10.

A. Dokumen Flow Pembelian Bahan Baku

Dokumen flow pembelian bahan baku melibatkan lima entitas yaitu

supplier, pembelian, pemasaran, produksi, gudang, Product Planning and

Controlling (PPC) dan pimpinan. Dokumen flow untuk proses ini

menggambarkan alur proses untuk pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan. Alur untuk proses pembelian bahan baku seperti terlihat pada gambar 3.2 di bawah ini.


(48)

Gambar 3.2 Dokumen Flow Pengajuan Pembelian Bahan Baku MRP = Material Requrement Planning

MPPB = Memo Pengajuan Pembelian Bahan

B. Dokumen Flow Penggajian

Pada gambar 3.3 diperlihatkan dokumen flow untuk proses penggajian yang melibatkan empat entitas di dalamnya, yaitu tenaga kerja, personalia, keuangan dan pimpinan. Dokumen flow penggajian ini menggambarkan proses pengajian yang masih dilakukan secara manual.


(49)

Gambar 3.3 Dokumen Flow Penggajian

C. Dokumen Flow Produksi (ABC System)

Pada gambar 3.4 diperlihatkan dokumen flow untuk proses produksi khusus untuk ABC System yang melibatkan tiga entitas yaitu, manajemen, PPC

dan produksi. Tujuan dari dibedakannya alur dokumen untuk ABC System dengan

kedua proses yang lain supaya terlihat jelas perbedaan antara ABC System dengan

metode full costing maupun dengan metode direct costing. Hal ini akan nampak

pada entitas PPC yang melakukan estimasi terlebih dahulu sebelum proses produksi dilakukan.


(50)

Gambar 3.4 Dokumen Flow Produksi (ABC System)

D. Dokumen Flow Perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung (BBBL)

Dokumen flow perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung (BBBL) menggambarkan proses perhitungan yang menghasilkan biaya bahan baku untuk selanjutnya dilakukan proses produksi. Proses tersebut diperlihatkan pada gambar 3.5.


(51)

Gambar 3.5 Dokumen Flow Biaya Bahan Baku Langsung

E. Dokumen Flow Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

Pada gambar 3.6 diperlihatkan dokumen flow untuk perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL). Proses tersebut melibatkan tiga entitas, yaitu tenaga kerja, PPC dan bagian produksi.


(52)

2 BTKTL

2

Tenaga Kerja PPC Produksi

Mencatat absensi

Daftar absensi

Daftar absensi

Hitung jam kerja, tarif per

jam

Hitung Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) dan Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung (BTKTL)

2 BTKL

A

A

Melakukan proses produksi

1 BTKL

Proses pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung

(BTKL)

Z

2 BTKL Mulai

Selesai 1

BTKTL

Z

2

Gambar 3.6 Dokumen Flow Biaya Tenaga Kerja Langsung

F. Dokumen Flow Perhitungan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

Pada gambar 3.7 berikut ini diperlihatkan dokumen flow untuk proses perhitungan Biaya Overhead Pabrik (BOP). Proses tersebut melibatkan dua entitas, yaitu bagian PPC dan bagian produksi.


(53)

Z

Gambar 3.7 Dokumen Flow Biaya Overhead Pabrik Keterangan : ABC = Activity Base Costing


(54)

G. Dokumen Flow Produksi

Dokumen flow untuk proses produksi selain metode ABC System

diperlihatkan pada gambar 3.8 di bawah ini. Proses ini melibatkan entitas-entitas sebagai berikut, customer, penjualan, produksi, PPC, gudang, pimpinan dan

keuangan. Di sini akan nampak perbedaan antara proses produksi menggunakan

ABC System dengan kedua metode lain.

2 BPBG 1 BOP 2 BTKL 2 Barang Hasil Produksi 2 Daftar BB penolong 2 Daftar BB utama 2 BOP 3 SPBG 2 SPBG PPC Produksi 1 Order Produksi Hitung standard cost D 1 BBBL Melakukan produksi sesuai order 2 Hasil Produksi 1

Hasil Produksi Pencatatan hasil produksi HPProduksi standar Membuat daftar BB utama dan

BB penolong 1 Barang Hasil Produksi Harga jual Z Z Melakukan pengecekan Sesuai? Tidak Proses produksi Ya Gudang Membuat Surat Permintaan Barang Gudang

(SPBG) 1 SPBG Z A A 1 SPBG Membuat Bukti Permintaan Barang Gudang (BPBG) 1 BPBG Z B Barang 1 BPBG B Barang 1 Daftar BB utama Z 1 Daftar BB penolong Z Membuat Biaya Overhead Pabrik yang

dibebankan (BOP) 1 BOP C Z F F E G H Mulai


(55)

Z

Z

Z

Z

Gambar 3.9 Dokumen Flow Produksi (lanjutan)

G. Dokumen Flow Retur Pembelian

Pada gambar 3.10 berikut ini diperlihatkan dokumen flow untuk proses retur pembelian. Proses tersebut melibatkan empat entitas, yaitu bagian pembelian, bagian gudang, pimpinan dan supplier.


(56)

2 Bukti Barang

Retur

Gudang Bagian Pembelian Supplier

Membuat bukti barang retur 1 Bukti Barang Retur Z 1 Bukti Barang Retur Membuat nota retur beli 1 Nota retur beli

2 Nota retur beli

3 Nota retur beli

Z

3 Nota retur beli

Membuat Surat Pengiriman Barang (SPB) 1 Surat Pengiriman Barang 2 Surat Pengiriman Barang Z 2 Surat Pengiriman Barang Melakukan pengiriman barang Melakukan pencocokan SPB dan Nota

retur beli Melakukan pencatatan retur pembelian barang Selesai Mulai

Gambar 3.10 Dokumen Flow Retur Pembelian

3.3.2 Sistem Flow

Sistem flow merupakan proses lanjutan dari dokumen flow dimana proses yang masih manual dihilangkan dan basis data sudah dimunculkan. Aliran sistem flow untuk proses pembelian bahan baku dapat dilihat di gambar 3.11, proses penggajian pada gambar 3.12, proses produksi pada gambar 3.13, proses perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung (BBBL) pada gambar 3.14, proses


(57)

perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) pada gambar 3.15, proses perhitungan Biaya Overhead Pabrik (BOP) pada gambar 3.16, proses produksi pada gambar 3.17 dan gambar 3.18 dan proses retur pembelian pada gambar 3.19.

A. Sistem Flow Pembelian Bahan Baku

Sistem flow pembelian melibatkan lima bagian dalam perusahaan, antara lain bagian produksi, gudang, pembelian, Product Planning and Controlling

(PPC) dan supplier. Dimulai dengan bagian produksi yang membuat Material

Requirement Planning (MRP) dan Memo Pengajuan Pembelian Bahan (MPPB)

yang dikirim ke bagian PPC untuk dilakukan pengecekan bahan baku dan membuat order pembelian. Setelah dilakukan pengecekan, selanjutnya order pembelian dikirim ke bagian pembelian yang mengirimkan order pembelian ke

supplier. Supplier akan mengirimkan nota pembelian ke bagian pembelian untuk

disimpan ke database pembelian. Barang yang telah dibeli disimpan ke gudang.


(58)

2

MRP MPPB 2

Produksi Pembelian Gudang PPC Supplier

Mulai 1 MRP A D Nota pembelian input pembelian Update persediaan Bahan baku Bahan baku A 1 MPPB 1 MRP Cek persediaan Bahan baku Masih? Selesai C Bahan baku Supplier C 1 Order Pembelian Nota pembelian D Ya Tidak Simpan data pembelian Selesai order pembelian 1 MPPB B B Membuat Order Pembelian 2 Order Pembelian 1 Order Pembelian Jenis Bahan Baku

Gambar 3.11 Sistem Flow Pembelian Keterangan :

MRP = Material Requrement Planning

MPPB = Memo Pengajuan Pembelian Bahan

3.2.2 Sistem Flow Penggajian

Sistem flow penggajian melibatkan empat bagian di dalamnya. Dimulai dengan tenaga kerja yang melakukan absensi, yang direkap oleh bagian personalia. Setelah itu, dilakukan analisa oleh bagian keuangan yang juga menyerahkan gaji ke tenaga kerja. Laporan gaji akan diserahkan bagian keuangan ke manajer. Sistem flow diuraikan pada gambar 3.12 di bawah ini.


(59)

Gambar 3.12 Sistem Flow Penggajian

Keterangan :

BTKL = Biaya Tenaga Kerja Langsung

3.2.3 Sistem Flow Produksi (ABC System)

Sistem flow produksi melibatkan tiga bagian di dalamnya dengan proses yang cukup banyak. Diawali dengan melakukan cek persediaan oleh pimpinan, dilakukan estimasi untuk setiap produksi, baik itu untuk estimasi aktivitas maupuan estimasi produksi. Order produksi yang dikirimkan oleh manajemen ke bagian PPC akan diproses produksi dan kemudian dilakukan perhitungan Harga Pokok Produksi oleh bagian ini. Bagian ini pula yang akan membuat laporan


(60)

Harga Pokok Produksi untuk diserahkan ke bagian pimpinan. Sistem flow diuraikan pada gambar 3.13 di bawah ini.

Gambar 3.13 Sistem Flow Produksi (ABC System)

Keterangan :

BBBL = Biaya Bahan Baku Langsung BTKL = Biaya Tenaga Kerja Langsung BOP = Biaya Overhead Pabrik HPP = Harga Pokok Produksi

3.2.4 Sistem Flow Perhitungan BBBL

Sistem flow perhitungan BBBL (Biaya Bahan Baku Langsung) diuraikan pada gambar 3.14 di bawah ini. Melibatkan tiga bagian di dalamnya, yaitu produksi, PPC dan gudang. Produksi akan meminta daftar bahan baku dari


(61)

gudang. Dari daftar bahan baku yang diberikan oleh bagian gudang lalu bagian PPC akan menghitung prosentase bahan baku dan sekaligus menghitung BBBL.

Gambar 3.14 Sistem Flow Perhitungan BBBL

Keterangan :

BBBL = Biaya Bahan Baku Langsung

3.2.5 Sistem Flow BTKL

Sistem flow BTKL (Biaya Tenaga Kerja Langsung) diuraikan pada gambar 3.15 di bawah ini. Dari proses absensi yang dilakukan oleh tenaga kerja, PPC akan melakukan rekap dan menghitung biaya BKLL yang dibebankan


(62)

kepada setiap proses produksi. Hasil perhitungan BTKL tersebut akan dikirimkan ke bagian produksi.

Z Z

Gambar 3.15 Sistem Flow BTKL

Keterangan :

BTKL = Biaya Tenaga Kerja Langsung

3.2.6 Sistem Flow BOP

Sistem flow BOP (Biaya Overhead Pabrik) hanya melibatkan dua bagian yaitu PPC dan bagian produksi. BOP akan dihitung oleh bagian PPC dan dilanjutkan ke bagian produksi untuk selanjutnya dilakukan proses produksi. Sistem flow diuraikan seperti gambar 3.16 di bawah ini.


(63)

3

PPC Produksi

Mulai

Input

Aktivitas overhead Menentukan

cost driver

Menghitung overhead

yang dibebankan BOP

Cost driver

Selesai Simpan aktivitas

overhead

Melakukan proses produksi Biaya

Overhead

2

1 BTKTL

Gambar 3.16 Sistem Flow BOP

Keterangan :

BOP = Biaya Overhead Pabrik

3.2.7 Sistem Flow Produksi

Sistem flow produksi untuk metode full costing dan direct costing


(64)

alur perhitungan Harga Pokok Produksi untuk setiap proses produksi. Dari proses produksi yang dilakukan oleh bagian produksi, selanjutnya akan dihitung Harga Pokok Produksi produk tersebut oleh bagian PPC dan menghasilkan Harga Pokok Produksi sekaligus laporan Harga Pokok Produksi yang akan dilanjutkan ke bagian pimpinan sebagai bentuk pelaporan. Sistem flow perhitungan produksi seperti ditunjukkan pada gambar 3.17 di bawah ini.

SPBG

BPBG

PPC Produksi

Order Produksi

BOP BTK BBBL

Perhitungan HPProduksi Membuat laporan HPProduksi Laporan HPProduksi Melakukan produksi sesuai order Produksi

Input Produk HPProduksi Full/Direct Costing Simpan data produksi Biaya standar

Hitung Biaya Standar

Permintaan barang ke gudang SPBG A Gudang SPBG A Membuat Bukti Permintaan Barang Gudang (BPBG) BPBG BPBG Bahan baku Mulai B Pengolahan biaya tetap/biaya variabel (tergantung metode) Order Produksi Full/Direct Costing Pemimpin Laporan HPProduksi Selesai B


(65)

3.2.8 Sistem Flow Retur Pembelian

Pada gambar 3.18 berikut ini diperlihatkan sistem flow untuk proses retur pembelian. Proses tersebut melibatkan empat entitas, yaitu bagian pembelian, bagian gudang, pimpinan dan supplier.

Pimpinan Keuangan

Laporan HPProduksi A

Laporan Hasil Produksi

Selesai

B C

Tagihan Tagihan

Z

D

Gambar 3.18 Sistem Flow Retur Beli

3.2.9 Desain Sistem

Desain sistem pada proyek ini menggunakan Data Flow Diagram (DFD)

dan akan digambarkan pada pembahasan di bawah ini sekaligus juga diagram berjenjang dari sistem ini.


(66)

A. Diagram Berjenjang

Gambar 3.19 Diagram Berjenjang

Pada diagram berjenjang 3.19 tersebut, terdapat proses utama yaitu sistem informasi harga pokok produksi. Dilakukan proses breakdown selanjutnya

menghasilkan delapan sub proses, antara lain maintenance, produksi, penggajian,

penjualan, laporan, pembelian, retur pembelian dan estimasi.

B. Context Diagram

Context diagram dari sistem informasi ini seperti digambarkan pada gambar 3.20 di bawah ini.


(67)

Request Laporan Nota PembelianLaporan Absensi

Data Golongan

Data Bahan Baku Data Supplier

Info Persediaan Bahan Baku Barang Gudang Data Persediaan Bahan Baku

Info PembelianKonfirmasi Order Pembelian BB

Nota Retur Beli

HPProduksi Info BBBL Info Overhead Info Tenaga Kerja Langsung

Info Aktivitas

Lap HPProduksi Rekap Gaji

Data Tenaga Kerja Absensi

Konfirmasi Input Data

Barang Pesanan Order Pembelian 0

Sistem Informasi HPProduksi

+ Supplier Pimpinan Personalia PPC Pembelian Gudang

Gambar 3.20 Context Diagram Sistem Informasi Harga Pokok Produksi

Pada context diagram diatas, terdapat satu proses yaitu Sistem Informasi

Harga Pokok Produksi dan tujuh entitas, yaitu :

a. Entitas PPC

Pada entitas ini, data flow yang mengalir ke proses adalah: informasi data

barang, informasi overhead, informasi bahan baku langsung dan informasi

tenaga kerja langsung. Sedangkan data flow yang mengalir dari sistem adalah

hasil harga pokok produksi.

b. Entitas gudang

Disini fungsi gudang adalah sebagai kendali atas persediaan bahan baku. Oleh sebab itu, gudang akan memberi masukan ke sistem mengenai data persediaan


(68)

bahan baku dan barang gudang (bahan baku) yang diminta setiap kali ada proses produksi.

c. Entitas supplier

Supplier merupakan pihak yang menyediakan bahan baku yang dibutuhkan

oleh perusahaan untuk menjalankan proses produksi. Oleh sebab itu, aliran data yang mengalir dari supplier ke sistem adalah nota retur beli, nota

pembelian dan barang pesanan sebaliknya dari sistem ke supplier adalah order

pembelian.

d. Entitas pimpinan

Pimpinan selaku pemilik perusahaan melakukan monitoring terhadap kerja semua bagian melalui laporan-laporan yang diberikan kepadanya. Laporan yang diberikan adalah sebagai berikut: laporan order produksi, laporan pembelian, rekap gaji, laporan absensi, laporan retur beli, laporan penjualan dan laporan Harga Pokok Produksi. Laporan ini oleh sistem akan dibuat melalui formar .xls (Microsoft Excel).

e. Entitas personalia

Personalia adalah pihak yang melakukan penggajian kepada tenaga kerja. Entitas ini memberikan inputan ke sistem berpa absensi tenaga kerja, data tenaga kerja dan data golongan.


(69)

C. DFD Level 0

DFD Level 0 dari sistem informasi ini dapat dilihat pada gambar 3.21 di bawah ini. DFD Level 0 merupakan hasil breakdown dari context diagram. Terdiri

dari sembilan proses antara lain, maintenance, produksi, pembelian, penggajian,

laporan, estimasi, retur pembelian dan permintaan bahan baku. DFD Level 0 ini juga terdiri dari delapan entity yaitu, PPC, pimpinan, personalia, gudang,

pembelian, dan supplier. Di level 0 ini adanya data store atau penyimpanan juga

mulai dimunculkan Request Laporan Info Produk Data Produk Info HPProduksi Info HPProduksi Data HPProduksi Data HPProduksi

Data Order Produksi Direct Costing Data Order Produksi Full Costing Data Biaya Standar

Jenis BB Jenis Produk

EstimasiBB

Informasi Jenis Produk

Data Jenis Produk

Informasi Estimasi Bahan Baku Data Estimasi Bahan Baku Info Jenis BB

Informasi Bahan Baku

Estimasi Aktivitas Estimasi Produksi

Informasi BTKTL Biaya Standar

Data Biaya Standar Order Produksi

Info BOP

Nota Pembelian Info Supplier

Informasi Bahan Baku

Info BTKL

Laporan Absensi

Data Karyawan Informasi Tenaga Kerja

Info Tenaga Kerja

Data Persediaan Bahan Baku

Info Persediaan Bahan Baku

Info Bhn Baku Brg GudangPermintaan Bhn Baku

Permintaan Bahan Baku Barang Gudang

Data Bahan Baku

Info Bahan Baku

Data Order Pembelian

Dta Golongan

Data Golongan

Info Karyawan Data Bahan Baku

Data Supplier

Data Gaji Info Tenaga Kerja Lgs

Data Absensi Informasi Estimasi Aktivitas

Informasi Estimasi Produksi

Info Absensi Informasi Gaji Info Est Aktivitas

Info Estimasi Produksi Data Estimasi Aktivitas Data Estimasi Produksi

Informasi Overhead Dta Produk

Info Cost Driver

Info HPProduksi Dta Pembelian

Info Aktiv Overhead Informasi BOP Informasi BBBL Cost Driver

Data Order Produksi ABC

Data HPProduksi

Data Cost Driver

Info Gaji Informasi Golongan

Informasi Absensi Konfirmasi

Info Pembelian Order Pembelian BB

Data Aktivitas Overhead Dta Supplier

Data BOP Data BTKL Data BBBL

Data Pembelian

Data Retur Beli Barang Retur

Nota Retur Beli Barang Pesanan Order Pembelian

Rekap Gaji Lap HPProduksi

Absensi Data Tenaga Kerja Konfirmasi Input Data Info BBBL

HPProduksi

Info Overhead Info Tenaga Kerja Langsung

Info Aktivitas Personalia Pimpinan PPC Supplier 1 Maintenance + 2 Produksi + 3 Penggajian + 1 golongan 2 absensi 3 penggajian 4 BBBL 5 BTK 6 BOP 7 supplier 8 aktivitas_overhead 4 Laporan + 5 Pembelian + 10 pembelian 6 Retur Pembelian 11 retur_beli 7 Estimasi + 12estimasi_produksi 13estimasi_aktivitas 14 produk

15order_produksi_abc 17bahan_baku

Pembelian 18HPProduksi

19 cost_driver Gudang

20 order_pembelian

21 pegawai

9 Permintaan Bahan Baku

26 Biaya standar

27 jenis_bb

28estimasi_bb 29 jenis_produk

30order_produksi _full 31order_produksi_direct

32HPProduksi Full Costing 33Direct CostingHPProduksi


(70)

D. DFD Level 1 Proses Maintenance

DFD Level 1 untuk proses maintenance merupakan hasil breakdown dari

sub proses maintenance pada DFD Level 1 yang terdiri dari entity PPC dan

produksi. Dua entitiy tersebut berhubungan dengan sub sub proses maintenance

supplier, maintenance barang, maintenance Biaya Bahan Baku Langsung,

maintenance Biaya Tenaga Kerja Langsung, maintenance aktivitas overhead,

maintenance Biaya Overhead Pabrik dan maintenance biaya standar. DFD Level 1

untuk proses maintenance dari sistem informasi ini dapat dilihat pada gambar 3.22

di bawah ini.

Data Produk

[Data Produk] Jenis Bahan Baku

[Jenis BB]

[Jenis Produk]

[Data Jenis Produk] [Informasi Bahan Baku]

[Biaya Standar]

[Data Biaya Standar] [Informasi Tenaga Kerja]

[Info Tenaga Kerja]

[Info BOP] [Informasi Bahan Baku]

[Info BTKL] [Data Bahan Baku]

[Data Supplier]

[Dta Supplier] [Info Overhead]

[Data BOP]

[Data Aktivitas Overhead]

[Info BBBL]

[Info Aktivitas] [Info Tenaga Kerja Langsung] [Data BTKL] [Data BBBL] PPC 4 BBBL 5 BTK 6 BOP 7 supplier 8 aktivitas_overhead 21 pegawai 1.1 Maintenance Biaya Bahan Baku

Langsung 1.2 Maintenance Biaya Tenaga Kerja Langsung 1.3 Maintenance Biaya Overhead Pabrik 1.4 Maintenance Supplier 1.5 Maintenance Aktivitas Overhead

26 Biaya standar 1.6 Maintenance Biaya Standar 17 bahan_baku 29 jenis_produk 1.7 Maintenance Jenis Produk 27 jenis_bb 1.8 Maintenance Jenis Bahan Baku 1.9 Maintenance Produk 14 produk

Gambar 3.22 DFD Level 1 Proses Maintenance

E. DFD Level 1 Proses Produksi

DFD Level 1 untuk proses produksi merupakan hasil breakdown dari sub

proses produksi. Pada sub proses produksi di DFD Level 1, dilakukan breakdown


(1)

B. Perhitungan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

BOP pada Direct Costing terdiri dari dua bagian, yaitu BOP variabel dan Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung (BTKTL). Sesuai dengan teori Direct Costing yang dijelaskan pada Bab II, metode Direct Costing hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk.

Gambar 4.56 Tampilan Evaluasi Order Direct Costing (BOP)

Total dari BBBL+BTKL+BOP dijumlahkan menghasilkan total biaya produksi kemudian dibagi dengan jumlah order menghasilkan harga pokok produksi.

Tabel 4.5 Evaluasi Order Produksi Direct Costing NAMA

PRODUK

JUMLAH PRODUK

SI BBBL BTKL BOP

HARGA POKOK PRODUKSI Mukenah Bordir


(2)

(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil implementasi dan evaluasi pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:

a. Sistem Informasi Harga Pokok Produksi (Activity Based Costing, Full Costing, Direct Costing) dapat memberikan perhitungan harga pokok produksi dengan tiga metode yang berbeda.

b. Sistem Informasi Harga Pokok Produksi (Activity Based Costing, Full Costing, Direct Costing) dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan dalam perhitungan harga pokok produksi tidak terbatas pada metode perhitungan yang digunakan, tetapi berupa template aplikasi harga pokok produksi karena menggunakan tiga metode sekaligus.

5.2 Saran

Saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan dan penyempurnaan sistem informasi ini adalah:

a. Sistem informasi ini untuk selanjutnya dikembangkan menjadi sistem pendukung keputusan karena mempunyai kemampuan untuk memberikan alternatif pendukung keputusan untuk tingkat pengguna (user level) selevel manajer atau pimpinan.

b. Sistem informasi ini lebih baik dikembangkan terintegrasi dengan sistem informasi akuntansi keseluruhan dan tidak terbatas untuk perusahaan manufaktur saja, misalnya untuk perusahaan jasa.


(4)

c. Alternatif lain untuk pengembangan sistem informasi ini untuk produksi dengan metode harga pokok proses, artinya proses produksi berjalan terus menerus dan produknya bersifat mass product.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Carter, Usry, 2004, Akuntansi Biaya, Salemba Empat, Jakarta.

Halim, Abdul, 1996, Dasar-Dasar Akuntasi Biaya, BPFE, Yogyakarta

Hall, James A., 2001, Sistem Informasi Akuntansi, Salemba empat, Jakarta.

Hansen, Don R. dan Maryanne Mowen, 1997, Akntansi Manajemen: Jilid I, Erlangga, Jakarta

Harol dan Lane K. Anderson, , 1997, Akntansi Manajemen: Jilid I, Erlangga, Jakarta

Jogiyanto, Hartono, 1999, Analisis & Disain Sistem Informasi : pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis, ANDI,Yogyakarta.

Jogiyanto, Hartono, 1998, Sistem Teknologi Informasi, ANDI,Yogyakarta.

McLeod, Raymond, 2001, Sistem Informasi Manajemen, PT Prenhallindo, Jakarta.

Muhadi, Siswanto Joko, 2001, Akuntansi Biaya 1, Kanisius, Yogyakarta.

Mulyadi, 1990, Akuntansi Biaya, BPFE, Yogyakarta.

Mulyadi, 2003, Activity-based Cost System, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Putra, I Dewa Gede Ari Darma, 2005, Sistem Informasi Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity-Based Costing di PT.Varia Usaha Beton, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya, Surabaya.

Wilkinson, Cerullo, Raval,Wong-On-Wing, 2000, Accounting Information Systems, john Wiley and Sons Inc., Lehigh


(6)