MAKNA MANULAK SERE PADA UPACARA PERKAWINAN ETNIS ANGKOLA DI KECAMATAN AEK NABARA BARUMUN KABUPATEN PADANG LAWAS.
MAKNA MANULAK SERE PADA UPACARA
PERKAWINAN ETNIS ANGKOLA DI KECAMATAN
AEK NABARA BARUMUN KABUPATEN PADANG
LAWAS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH :
NURCAHAYA HARAHAP
3131122029
PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
(2)
(3)
(4)
(5)
i ABSTRAK
Nurcahaya Harahap, NIM: 3131122029, Makna Manulak Sere pada Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas, Skripsi, Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan 2017.
Penelitian ini mendeskripsikan mengenai makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dan makna
manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara
Barumun Kabupaten Padang Lawas. Adapun jenis penelitian yang dipakai adalah
metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pada penelitian ini terdapat 4
orang informan yang dipilih melalui teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria yang ditentukan penulis. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam (Indepth Interview), observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini, ada beberapa tahap proses manulak sere yaitu adanya keinginan untuk menikah, manise (berani dan langsung menjumpai orang tuanya), kesepakatan mengenai sere (emas), dan dilaksanakanlah persidangan manulak sere. Adapun makna dari manulak sere adalah supaya ada ikatan antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Ikatan tersebut adalah ikatan yang tidak boleh dianggap main-main sebab ada hal-hal tertentu yang harus dipatuhi, yaitu tidak diperbolehkan lagi bagi calon pengantin perempuan menerima lamaran orang lain demikian juga calon pengantin laki-laki tidak boleh lagi melamar anak gadis lain. Selain itu, setelah manulak sere telah selesai dilaksanakan, maka apabila diantara kedua belah pihak berbuat kesalahan sere wajib diganti, jika pihak laki-laki yang
mangulah (melakukan kesalahan) sere yang telah ditulak (diserahkan) tidak
dikembalikan lagi sedangkan jika pihak perempuan yang mangulah (melakukan kesalahan) sere wajib diganti dua kali lipat dari jumlah sere yang telah ditentukan sebelumnya.
(6)
ii
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Alhamdulillahi rabbil”alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang masih
memberikan kekuatan untuk menuliskan kebaikan demi kebaikan. Teriring Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Guru terbaik Ummat ini, Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, semoga kelak di yaumil mashar kita mendapatkan safaat beliau Aamin ya Rabbal Alamiin.
Atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Starata-1 bernama Skripsi yang berjudul : Makna Manulak Sere pada Upacara Perkawinan
Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.
Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis menuliskan ucapan trimakasih yang tulus atas perhatian dan peran serta dalam menyelesaikan Skripsi ini, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Ibu Dra. Nurmala Berutu selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan segenap fungsionaris Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 3. Ibu Dr. Rosramadhana, M.Si selaku ketua Program Studi Pendidikan
Antropologi dan sebagai dosen Pembimbing Akademik serta Penguji I yang senantiasa siap dimintai sarannya dalam proses perbaikan Skripsi ini.
4. Ibu Dra. Trisni Andayani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingannya untuk penyelesaian Skripsi ini.
5. Bapak Tumpal Simarmata selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan sekaligus mengajar kedewasaan dan keprofesionalan dalam penulisan Skripsi ini.
6. Bapak Erond L. Damanik selaku penguji III yang telah memberi petunjuk, teori, arahan, dan masukan untuk mampu menyelesaikan Skripsi ini.
(7)
iii
7. Seluruh dosen-dosen di Program Pendidikan Antropologi yang selalu memberi arahan, nasihat, ilmu pengetahuan serta dukungan moril kepada penulis dan kakanda Ayu Febriani, M.Si yang banyak membantu dalam hal administrasi.
8. Bapak Pamonoran Siregar selaku Camat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas yang telah bersedia meluangkan waktunya berdiskusi, membantu memberikan informasi dan telah mengizinkan penelitian.
9. Seluruh warga Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas yang telah turut membantu penulis dalam mencari data-data yang dibutuhkan ketika proses penelitian berlangsung dan terkhusus kepada tokoh adat sekaligus uwak penulis Solatun Harahap, Sakron Harahap, Gunawan Harahap dan Sappit Harahap yang telah bersedia di wawancarai untuk kebutuhan penulisan Skripsi ini.
10.Ibunda Samsinar Ritonga, wanita terhebat dan terbaik yang telah mendidik dan membesarkan penulis, yang tetap memberi dukungan moril dan motivasi kepada ananda dan Ayahanda Marahalim Harahap, Ayah terbaik berjiwa besar yang telah beringan tangan mendidik dan memfasilitasi ananda tanpa pernah sekalipun mengeluh, Terimakasih bertuliskan tinta emas kepada Ibunda dan Ayahnda, tidak akan pernah mampu ananda membalas jasa-jasa yang telah diberikan.
11.Untuk adinda-adindaku yang paling istimewa dihati penulis, Sahrona Harahap, Basir Harahap, Ahmad Harahap, Zul Kifli Harahap dan Hikma Sari Harahap adik-adik tersayang penulis yang luar biasa menyemangati serta menjadi acuan untuk penulis selalu mawas diri. Kakak tersayang Zainap Harahap yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian Skripsi ini, adikku sayang sekaligus tetangga yang baik bagi penulis Rika Rahim Tanjung yang sudah rela jadi ojek selama penelitian, trimakasih dek, semoga kebaikan-kebaikan senantiasa menyertai adek.
12.Terhantarkan kepada Murabbi-murabbi terbaik penulis Kak Sabda Marbun, Ka Atika dan Kak Yeni yang telah mendidik dan mengajarkan penulis, agar selalu Istiqamah berada di jalan Dakwah ini,
(8)
iv
semoga kebaikan yang tersampaikan kepada penulis mampu menghantarkan dan mempertemukan kita di Syurga-Nya kelak, Aamiin ya Rabbal Alamiin.
13.Mafaza Community sahabat lingkaran penulis yang sama-sama belajar tentang agama (Nurul, Zakiah, Lumayan, dan Adinda Shalihat Weny, Yuliana, Silvi, Kiki, Fauziah, dan Afifah). Syukran Jiddan atas supportnya untuk menyelesaikan studi ini, semoga persahabatan kita berkekalan sampai Syurga.
14.Teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis selama menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Pendidikan Antropologi, Sarah Aulia Sani Nasution, Neni, Mardianto, dan seluruh teman-teman B Reg 2013. Sukses untuk kita dimanapun berada dan mengabdi untuk mendidik anak bangsa.
15.Teman-teman seperjuangan di Dakwah Fakultas, terhantur kepada Syahrani Karina Putri, Halimatus Syakdiah, Yasinta, Hafnisah Manurung, M. Fadli, Mawaddah, dan Nurul Ramadani.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun, akan penulis terima sebagai perbaikan. Semoga Allah SWT meridhai tugas akhir ini sehingga bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Aamiin ya Rabbal’alamin.
Medan, April 2017 Penulis,
Nurcahaya Harahap NIM. 3131122029
(9)
v DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 3
1.3Rumusan Masalah ... 3
1.4Tujuan Penelitian ... 4
1.5Manfaat Penelitian ... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4
1.5.2 Manfaat Praktis ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 6
2.1 Kajian Pustaka ... 6
2.2 Landasan Teori ... 8
2.2.1 Teori Struktural Fungsionalisme ... 8
2.2.2 Teori Resiprosity ... 10
2.3 Kerangka Konseptual ... 12
2.3.1 Manulak Sere ... 12
2.3.2 Kebudayaan ... 14
2.4 Kerangka Berfikir... 16
2.4.1 Skema Kerangka Berfikir ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Jenis Penelitian ... 17
3.2 Lokasi Penelitian ... 17
3.3 Objek Penelitian ... 18
3.4 Informan Penelitian ... 18
(10)
vi
3.5.1 Wawancara Mendalam (Indepth Interview) ... 20
3.5.2 Observasi ... 20
3.5.3 Studi Dokumentasi ... 21
3.6 Teknik Analisis Data ... 21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 23
4.1.1 Keadaan Demografi Lokasi Penelitian ... 23
4.1.2 Keadaan Penduduk ... 28
4.1.2.1 Jumlah Penduduk ... 28
4.1.2.2 Etnis/Suku Bangsa ... 31
4.1.2.3 Pendidikan ... 32
4.1.2.4 Mata Pencaharian ... 34
4.1.2.5 Sarana dan Prasarana... 35
4.1.2.6 Agama dan Kepercayaan... 38
4.1.2.7 Sosial Budaya ... 39
4.1.2.8 Bahasa ... 43
4.2 Pembahasan Penelitian ... 43
4.2.1 Gambaran Pelaksanaan Manulak Sere pada Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas ... 43
4.2.2 Proses Upacara Manulak Sere pada Perkawinan Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas ... 49
4.2.3 Makna Manulak Sere pada Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 69
(11)
VII
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Luas Wilayah per Kecamatan di Kabupaten Padang Lawas ... 25 Tabel 2 Luas Wilayah per Desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 27 Tabel 3 Jumlah Penduduk di Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 29 Tabel 4 Klasifikasi Menurut Kelompok Umur di
Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 30 Tabel 5 Tingkat Pendidikan Masyarakat di
Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 33 Tabel 6 Kondisi Perekonomian Masyarakat Kecamatan
Aek Nabara Barumun ... 35 Tabel 7 Sarana di Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 36 Tabel 8 Prasarana ... 38
(12)
VIII
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Padang Lawas ... 23
Gambar 4.2 Sekolah Man Marenu ... 37
Gambar 4.3 Saat Pelaksanaan Makkobar Godang ... 41
Gambar 4.4 Peneliti dan Nauli Bulung sedang memasak bumbu kambing ... 42
Gambar 4.5 Penulis berfoto dengan tokoh adat se Kabupaten Padang Lawas 50 Gambar 4.6 Mata Uang diatas Pinggan Godang ... 53
(13)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman budaya, suku, agama, dan ras. Salah satu provinsi yang ada di
Indonesia adalah provinsi Sumatera Utara juga memiliki masyarakat yang
majemuk. Penduduk asli Sumatera Utara terdiri dari etnis Nias, Melayu dan
Batak. Sub etnis bangsa Batak terdiri dari enam sub bagian yaitu Karo,
Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola.
Etnis Angkola atau batak Angkola merupakan salah satu etnis yang tersebar
diseluruh wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Dalam Kabupaten ini mereka
bermukim mulai dari Kecamatan Batang Toru, Sipirok, Saipar Dolok, Dolok
Hole, Padang Bolak, Barumun Tengah, Sosa, Sosopan, Batang Angkola, Padang
Sidempuan, dan Aek Nabara Barumun. Suatu sumber sejarah mencatat bahwa
perkembangan awal dari etnis Angkola ini dari daerah Portibi, Padang Lawas
(Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).
Seperti etnis lainnya etnis Angkola ini adalah salah satu sub etnis Batak yang
mengambil garis keturunan dari ayah (patrilineal) yang ditandai dengan adanya
marga. Marga adalah kelompok kekerabatan yang memiliki orang-orang yang
mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan
dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal (kebapaan).
Selain itu etnis Angkola juga memiliki budaya yang berbeda dari etnis Batak
(14)
2
istilah manulak sere. Manulak sere adalah penyerahan mas kawin yang wajib
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai suatu ikatan
(kontrak) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Selain mas kawin ada
juga barang hantaran yang wajib diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak
perempuan, seperti barang, uang dan antaran.
Pada adat perkawinan etnis Angkola, ada tiga prosesi tata cara perkawinan
yaitu dipabuat (dijodohkan), marlojong (kawin lari), dan takko mata (perkawinan
dimana sebagian keluarga menyetujuinya dan sebagian lagi kurang
menyetujuinya). Manulak sere hanya dilakukan pada saat prosesi perkawinan
dipabuat (dijodohkan). Sebelum upacara manulak sere dilakukan, orang tua pihak
laki-laki terlebih dahulu manise (berkunjung) ke rumah pihak perempuan. Pada
saat manise inilah sere (barang dan uang hantaran) dibahas.
Upacara manulak sere dilaksanakan di rumah pihak perempuan, dan
dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga inti. Upacara manulak sere bermakna
sebagai pengikat janji bahwasanya tidak ada lagi halangan untuk melaksanakan
upacara perkawinan pada tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Tujuannya agar pada suatu saat ada pengingkaran, sere (emas) wajib dibayar. Jika
pihak laki-laki yang menyesal dan melakukan kesalahan, sere yang telah
diberikan kepada pihak perempuan tidak dikembalikan. Sedangkan jika pihak
perempuan yang menyesal dan melakukan kesalahan, maka pihak perempuan
wajib memberikan sere dua kali lipat dari sere yang telah ditentukan sebelumnya,
(15)
3
Kabupaten Padang Lawas khususnya di Kecamatan Aek Nabara Barumun
tradisi manulak sere masih tetap berlangsung sampai sekarang ini. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk meneliti makna dan proses manulak sere pada upacara
perkawinan etnis Angkola yang berjudul “Makna Manulak Sere pada Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas”.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Proses manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di
Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.
2. Makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di
Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses manulak sere pada upacara perkawinan etnis
Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang
Lawas?
2. Apa makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di
(16)
4
1.4Tujuan Penelitian
Adanya penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses manulak sere pada upacara perkawinan etnis
Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.
2. Untuk mengetahui makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis
Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan
tentang manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola untuk dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah pada bidang
permasalahan dan kondisi masyarakat, sehingga mendapatkan suatu
pengalaman teori dan kenyataannya di lapangan.
2. Bagi civitas akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang ilmu sosial.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Untuk menyelesaikan tugas akhir Starata-1 bernama Skripsi yang berjudul:
Makna Manulak Sere Pada Upacara Perkawinan Etnis Angkola di
(17)
5
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
Bermanfaat untuk menambah kepustakaan dan dapat digunakan sebagai
bahan acuan dalam penelitian yang sejenis.
3. Bagi Masyarakat
Guna kebermanfaatannya untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
bagi masyarakat umum yang tertarik terhadap ilmu sosial dan dapat
menambah pengetahuan tentang pentingnya mengetahui makna dari
(18)
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan jenis
penelitian metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu prosedur
penelitian yang menggambarkan suatu kejadian atau fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian dan melalui wawancara dengan objek penelitian
yaitu tokoh adat dan orang tua yang paham dengan upacara manulak sere pada
perkawinan etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten
Padang Lawas, maka peneliti merumuskan beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Proses manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di
Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas ada 4 tahap,
diantaranya: a) adanya keinginan seorang pemuda (naposo bulung) untuk
menikah dan telah menemukan bakal calon istrinya baik itu dari boru
tulangnya ataupun orang lain diluar etnisnya, b) kemudian sipemuda
tersebut manise (berani dan langsung) menghadap kepada orang tua calon
istrinya dan dengan jujur menyampaikan bahwa saya dengan putri tulang
dan nantulang telah sepakat untuk membina rumah tangga. Lantas orang
tua calon istri menyambut baik niat dari sipemuda tersebut dan
mengatakan kepada sipemuda agar membawa kedua orang tuanya
berkunjung ke rumah calon istrinya, c) adanya kesepakatan mengenai sere
yaitu orang tua sipemuda datang berkunjung ke rumah calon istrinya dan
(19)
67
kesepakatan mengenai jumlah boli atau pun tuhor. Setelah kesepakatan
mengenai jumlah sere telah ditentukan, maka orang tua pemuda bertanya
kapan waktu yang tepat untuk mengantarkan sere atau manulak sere, d)
setelah ditentukan waktu yang tepat untuk manulak sere, maka
dilaksanakanlah persidangan manulak sere yaitu dengan orang tua
laki-laki mengumpulkan hatobangon (keluarga inti yang paling tua) dan
dalihan na tolu. Begitu juga dengan pihak wanita, mengumpulkan hatobangon (keluarga inti yang paling tua) dan dalihan na tolu. Setelah
berkumpul keluarga kedua belah pihak di rumah pihak perempuan,
minimal enam orang maka di laksanakanlah martahi (musyawarah).
Selanjutnya setelah berkumpul di rumah pihak perempuan, maka orang tua
calon istri mengatur tempat duduk yaitu saling berhadapan antara pihak
laki-laki dan pihak perempuan. Lantas anak boru dari pihak perempuan
bertanya, yang inti pertanyaannya adalah menanyakan apa maksud, tujuan
dan kedatangan mereka (pihak laki-laki). Maka di jawab oleh anak boru
dari pihak laki-laki, yang inti jawabannya adalah untuk memenuhi janji
yang telah di sepakati sebelumnya antara orang tua perempuan dan orang
tua laki-laki. Setelah itu barulah persidangan dimulai. Anak boru dari
rombongan laki-laki terlebih dahulu manyurduhon burangir (memberikan
sirih) yang telah dikemas di pinggan godang (piring besar) dan diletakkan
didepan amattua (uwak) dari calon istri. Kemudian anak boru dari pihak
perempuan atau namboru pemuda tersebut meletakkan porsi dari manuk
(20)
68
pemuda tersebut mangantar mata uang (sere) diatas pinggan godang yang
telah diisi dengan boras si pir ni tondi (beras). Setelah semuanya duduk
dengan rapi, maka yang terlebih dahulu mandokkon hata (bicara) adalah
pihak orang tua dari sipemuda yaitu amattua atau udanya, anak boru dan
terakhir mora. Setelah dalihan na tolu dari pihak laki-laki selesai
mandokkon hata (berbicara) dalam manulak sere, maka giliran dalihan na tolu pihak perempuan yang menjawab. Maka yang terlebih dahulu
menjawab adalah ibu dari calon istri, bapak calon istri, kahanggi, anak
boru dan ditutup oleh moranya. Setelah manulak sere kemudian
selanjutnya yang akan dibicarakan adalah tanggal kapan dilaksanakan
pesta mangalap boru (menjemput calon pengantin perempuan). Setelah
pulang dari rumah pihak perempuan, pihak laki-laki akan menjamitahon
(menceritakan) kepada keluarga besarnya beserta dalihan na tolunya
tentang hasil dari manulak sere serta kapan dilaksanakannya pesta
mangalap boru (menjemput calon pengantin perempuan). Setelah tiba
tanggal yang telah ditetapkan untuk mangalap boru (menjemput calon
pengantin perempuan), pihak laki-laki kembali datang ke rumah pihak
perempuan dengan keluarga besar, hatobangon dan dalihan na tolu. Pihak
laki-laki akan mengusahakan sampai ke rumah pihak perempuan sore hari.
Sesampai di rumah pihak perempuan, pihak perempuan akan menyambut
keluarga besar dari pihak laki-laki. Setelah selesai penyambutan tamu,
malam harinya dilaksanakanlah makkobar boru dan pagi harinya akan
(21)
69
dilaksanakan mangupa dan memberikan nasehat baik untuk kedua
mempelai. Selesai mangupa dan memberikan nasehat baik untuk kedua
mempelai, barulah anak gadis pihak perempuan boleh dibawak oleh pihak
laki-laki.
2. Makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di
Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas adalah supaya
ada ikatan antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Ikatan tersebut
adalah ikatan yang tidak boleh dianggap main-main sebab ada hal-hal
tertentu yang harus dipatuhi, yaitu tidak diperbolehkan lagi bagi calon
pengantin perempuan menerima lamaran orang lain demikian juga calon
pengantin laki-laki tidak boleh lagi melamar anak gadis lain. Selain itu,
setelah manulak sere telah selesai dilaksanakan, maka apabila diantara
kedua belah pihak berbuat kesalahan sere wajib diganti, jika pihak
laki-laki yang mangulah (melakukan kesalahan) sere yang telah ditulak
(diserahkan) tidak dikembalikan lagi sedangkan jika pihak perempuan
yang mangulah (melakukan kesalahan) sere wajib diganti dua kali lipat
dari jumlah sere yang telah ditentukan sebelumnya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan
saran sebagai berikut:
1. Kepada etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten
Padang Lawas sebaiknya tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat
(22)
70
2. Kepada Pemerintahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten
Padang Lawas, hendaknya ikut andil dalam mernjaga dan melestarikan
adat istiadat manulak sere pada upacara perkawinan serta
memperkenalkannya atau pun menuliskannya agar proses dalam
(23)
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fitri, Hadiani. 2007. Manulak Sere Kajian Antropologi Terhadap Perubahan
Sosial Budaya dalam Pemberian Mas Kawin pada Adat Sipirok di Kota Medan. Tugas Akhir Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri
Medan.
Haviland, William A. 1985. Antropologi Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta. Penerbit Erlangga.
James P.Spradley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana, Edisi II.
Kahar, Abdul. 2009. Perubahan Adat Martumpak Martahi Pada Persiapan
Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhan Batu. Tugas Akhir Mahasiswa Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Koentjaraningrat. 1974. Antropologi Sosial. Jakarta. PT Dian Rakyat.
. 2011. Pengantar Antropologi I. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Moleong, Lexy, J. 2012. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Pane, Harneny. 2007. Tinjauan Antropologis Terhadap Perubahan Pelaksanaan
Mebat pada Etnik Angkola di Kelurahan Harjosari I Kec. Medan Amplas Kota Medan. Tugas Akhir Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan.
Riggs, Fred. 1996. Administrasi Negara-Negara Berkembang. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Ritzer, George dan Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta. Kencana.
Ritonga, Husein. 2016. Tata Cara dan Adat Perkawinan pada Masyarakat etnis
Angkola (di Luat Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara). Skripi
Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar
(24)
72
Internet
Aprian Gumiardi. 2013. Resiprositas.
http://duniagumi.blogspot.co.id/2013/11/resiprositas.html
diakses pada Minggu, 25 September 2016. Online
LMM. 2006. Bab 2 Teori Pemberian menurut Marcell Mauss.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LMM2006-53-bab_2_1.pdf
diakses pada Senin, 26 September 2016. Online
Siregar, B.G. 1984. Pelajaran Adat Tapanuli Selatan.
http://suku-dunia.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-suku-batak-angkola.html
diakses pada Selasa, 27 September 2016. Online
Siregar, Marga. Budaya Batak Angkola.
https://margasiregar.wordpress.com/budaya/ diakses pada Selasa, 27 September 2016. Online
(1)
kesepakatan mengenai jumlah boli atau pun tuhor. Setelah kesepakatan mengenai jumlah sere telah ditentukan, maka orang tua pemuda bertanya kapan waktu yang tepat untuk mengantarkan sere atau manulak sere, d) setelah ditentukan waktu yang tepat untuk manulak sere, maka dilaksanakanlah persidangan manulak sere yaitu dengan orang tua laki-laki mengumpulkan hatobangon (keluarga inti yang paling tua) dan dalihan na tolu. Begitu juga dengan pihak wanita, mengumpulkan hatobangon (keluarga inti yang paling tua) dan dalihan na tolu. Setelah berkumpul keluarga kedua belah pihak di rumah pihak perempuan, minimal enam orang maka di laksanakanlah martahi (musyawarah). Selanjutnya setelah berkumpul di rumah pihak perempuan, maka orang tua calon istri mengatur tempat duduk yaitu saling berhadapan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Lantas anak boru dari pihak perempuan bertanya, yang inti pertanyaannya adalah menanyakan apa maksud, tujuan dan kedatangan mereka (pihak laki-laki). Maka di jawab oleh anak boru dari pihak laki-laki, yang inti jawabannya adalah untuk memenuhi janji yang telah di sepakati sebelumnya antara orang tua perempuan dan orang tua laki-laki. Setelah itu barulah persidangan dimulai. Anak boru dari rombongan laki-laki terlebih dahulu manyurduhon burangir (memberikan sirih) yang telah dikemas di pinggan godang (piring besar) dan diletakkan didepan amattua (uwak) dari calon istri. Kemudian anak boru dari pihak perempuan atau namboru pemuda tersebut meletakkan porsi dari manuk nadi ring-ringan dihadapan ibu dari calon istri dan amattua (uwak) dari
(2)
68
pemuda tersebut mangantar mata uang (sere) diatas pinggan godang yang telah diisi dengan boras si pir ni tondi (beras). Setelah semuanya duduk dengan rapi, maka yang terlebih dahulu mandokkon hata (bicara) adalah pihak orang tua dari sipemuda yaitu amattua atau udanya, anak boru dan terakhir mora. Setelah dalihan na tolu dari pihak laki-laki selesai mandokkon hata (berbicara) dalam manulak sere, maka giliran dalihan na tolu pihak perempuan yang menjawab. Maka yang terlebih dahulu menjawab adalah ibu dari calon istri, bapak calon istri, kahanggi, anak boru dan ditutup oleh moranya. Setelah manulak sere kemudian selanjutnya yang akan dibicarakan adalah tanggal kapan dilaksanakan pesta mangalap boru (menjemput calon pengantin perempuan). Setelah pulang dari rumah pihak perempuan, pihak laki-laki akan menjamitahon (menceritakan) kepada keluarga besarnya beserta dalihan na tolunya tentang hasil dari manulak sere serta kapan dilaksanakannya pesta mangalap boru (menjemput calon pengantin perempuan). Setelah tiba tanggal yang telah ditetapkan untuk mangalap boru (menjemput calon pengantin perempuan), pihak laki-laki kembali datang ke rumah pihak perempuan dengan keluarga besar, hatobangon dan dalihan na tolu. Pihak laki-laki akan mengusahakan sampai ke rumah pihak perempuan sore hari. Sesampai di rumah pihak perempuan, pihak perempuan akan menyambut keluarga besar dari pihak laki-laki. Setelah selesai penyambutan tamu, malam harinya dilaksanakanlah makkobar boru dan pagi harinya akan dilaksanakan akad nikah. Setelah akad nikah, selanjutnya akan
(3)
dilaksanakan mangupa dan memberikan nasehat baik untuk kedua mempelai. Selesai mangupa dan memberikan nasehat baik untuk kedua mempelai, barulah anak gadis pihak perempuan boleh dibawak oleh pihak laki-laki.
2. Makna manulak sere pada upacara perkawinan etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas adalah supaya ada ikatan antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Ikatan tersebut adalah ikatan yang tidak boleh dianggap main-main sebab ada hal-hal tertentu yang harus dipatuhi, yaitu tidak diperbolehkan lagi bagi calon pengantin perempuan menerima lamaran orang lain demikian juga calon pengantin laki-laki tidak boleh lagi melamar anak gadis lain. Selain itu, setelah manulak sere telah selesai dilaksanakan, maka apabila diantara kedua belah pihak berbuat kesalahan sere wajib diganti, jika pihak laki-laki yang mangulah (melakukan kesalahan) sere yang telah ditulak (diserahkan) tidak dikembalikan lagi sedangkan jika pihak perempuan yang mangulah (melakukan kesalahan) sere wajib diganti dua kali lipat dari jumlah sere yang telah ditentukan sebelumnya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Kepada etnis Angkola di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas sebaiknya tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat manulak sere dalam upacara perkawinannya maupun adat istiadat lainnya.
(4)
70
2. Kepada Pemerintahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas, hendaknya ikut andil dalam mernjaga dan melestarikan adat istiadat manulak sere pada upacara perkawinan serta memperkenalkannya atau pun menuliskannya agar proses dalam melaksanakan manulak sere tidak hilang begitu saja.
(5)
71
Fitri, Hadiani. 2007. Manulak Sere Kajian Antropologi Terhadap Perubahan Sosial Budaya dalam Pemberian Mas Kawin pada Adat Sipirok di Kota Medan. Tugas Akhir Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Haviland, William A. 1985. Antropologi Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta. Penerbit Erlangga.
James P.Spradley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana, Edisi II.
Kahar, Abdul. 2009. Perubahan Adat Martumpak Martahi Pada Persiapan Upacara Perkawinan Etnis Angkola di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhan Batu. Tugas Akhir Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Koentjaraningrat. 1974. Antropologi Sosial. Jakarta. PT Dian Rakyat.
. 2011. Pengantar Antropologi I. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Moleong, Lexy, J. 2012. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: Rosdakarya. Pane, Harneny. 2007. Tinjauan Antropologis Terhadap Perubahan Pelaksanaan
Mebat pada Etnik Angkola di Kelurahan Harjosari I Kec. Medan Amplas Kota Medan. Tugas Akhir Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Riggs, Fred. 1996. Administrasi Negara-Negara Berkembang. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Ritzer, George dan Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta. Kencana.
Ritonga, Husein. 2016. Tata Cara dan Adat Perkawinan pada Masyarakat etnis Angkola (di Luat Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara). Skripi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengeni Paradigma. Kencana. Prenada Media.
(6)
72
Internet
Aprian Gumiardi. 2013. Resiprositas.
http://duniagumi.blogspot.co.id/2013/11/resiprositas.html diakses pada Minggu, 25 September 2016. Online
LMM. 2006. Bab 2 Teori Pemberian menurut Marcell Mauss.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LMM2006-53-bab_2_1.pdf
diakses pada Senin, 26 September 2016. Online
Siregar, B.G. 1984. Pelajaran Adat Tapanuli Selatan.
http://suku-dunia.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-suku-batak-angkola.html diakses pada Selasa, 27 September 2016. Online
Siregar, Marga. Budaya Batak Angkola.
https://margasiregar.wordpress.com/budaya/ diakses pada Selasa, 27 September 2016. Online