Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Penerjemah Dalam Perjanjian Penerbitan Buku

(1)

TESIS

OLEH

MAIMUNAH

097011082/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OlEH

MAIMUNAH

097011082/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Dr. Jelly Leviza, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

2. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH


(5)

penerjemahan ini melibatkan pemegang hak cipta asli, penerjemah dan penerbit. Dalam proses penerjemahan itu banyak ditemukan masalah-masalah internak dan eksternal. Perlindungan hukum bagi seorang penerjemah dan buku terjemahannya juga diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Berkaitan dengan hal-hal yang diatas objek permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku, bagaimana tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli, bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit. Masalah-masalah tersebut akakn dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriftif analisis, dengan analisis data secara kualitatif.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku terjemahan yaitu dalam bentuk perjanjian yang dibuat oleh penerjemah dan penerbit, kesepakatan yang mereka buat dalam perjanjian itu mengontrol hak, tetapi juga menentukan spesifik tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu, Tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli tidak ada, jadi yang bertanggung jawab atas tuntutan pihak ketiga adalah penerbit karena penerjemah hanya bertanggung jawab untuk menerjemahkan saja atau menerima royalty saja, sedangkan penerbit bertanggung jawab untuk mencetak, menerbitkan, dan memasarkan buku terjemahan, Penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit dilakukan secara musyawarah mufakat dan jika tidak menghasilkan mufakat, kedua belah pihak setuju menyelesaikannya melalui pengadilan negeri. Dan berdasarkan UUHC No. 19 Tahun 2001 bisa melalui pengadilan dan diluar pengadilan.

Penelitian ini menyarankan Hendaknya para pihak membuat perjanjian tertulis ke Notaris sehingga isi perjanjian penerbitan tidak berat sebelah, Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 harus lebih disosialisasikan kepada penerjemah serta kepada para penerbit sehingga mereka sangat faham akan hak dan kewajibannya, Penerjemah sebaiknya mendaftarkan karya ciptaannya guna mendapat perlindungan hukum yang pasti, sehingga jika terjadi sengketa akan lebih mudah melakukan pembuktiannya meskipun tanpa pendaftaran hak cipta itu juga dilindungi namun sulit dalam hal pembuktiannya.


(6)

Copy Right. The process of translation involves the holder of the original copy right, translator and publisher. In the process of translation, a lot of internal and external problems are found. Legal protection for a translator and the book he/she translated is also regulated in Law No.19/2002 on Copy Right.

In relation to the above issue, the research problems of this study were what kinds of legal protection is applied to protect the rights of translator in the book publishing agreement, what kind of legal responsibility does the translator have when dealing with compensation claims by the holder of the original copy right, what kind of dispute settlement will be applied in case the publisher does not keep what he/she has agreed in the agreement (wanprestasi). The research questions were answered by this analytical descriptive study employing normative juridical research method and qualitative data analysis.

The result of this study showed that legal protection for the rights of translator in the book (translation product) publishing agreement is in the form of agreement made by both translator and the publisher, the agreement they made not only controls the right, but also determines specific action and compensation needed to benefit from the right. The translator does not have any legal responsibility in dealing with compensation claim by the holder of original copy right. The one who is responsible for the claim by the third party is the publisher because the translator is only responsible for translating the book or receiving the royalty for that, while the publisher is responsible for printing, publishing, and marketing the translation products (the books). When the publisher (wanprestasi) does not keep what he/she has agreed in the agreement, the dispute is settled through deliberation and consensus, and if this way does not work, both parties agree to take the case to the court of the first instance. Based on what stated in Law No. 19/2002, this case can be settled either through or out side of the court.

The parties involved are suggested to make a written agreement before a notary that the content of the translation product publishing agreement is impartial. Law No. 19/2002 must be more socialized to the translators and the publishers that they can understand their rights and responsibilities. The translators should register their works to get a certain legal protection that in case there is a dispute that it will be easier to conduct evidentiary. Even though without registration, the translation product is also protected but the process to prove it is difficult to do.


(7)

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PENTERJEMAH DALAM PERJANJIAN PENERBITAN BUKU”.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat masukan yang membangun demi melengkapi kesempurnaan dalam penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini terutama yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Komisi Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta kritik dari awal penelitian ini, sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, M.S, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Sumatera Utara, dan juga selaku Komisi Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta saran kritik dari awal penelitian, sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.


(8)

6. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Para Guru Besar serta seluruh Dosen Staff Pengajar Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan.

8. Seluruh Rekan Staff dan Pegawai Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

9. Orang tuaku yang ku sayangi dan sangat penulis banggakan Ayahanda H.Abdul Rahman dan Ibudaku Hj. Fatimah yang selalu mendoakanku dan memberikan dorongan baik meteril maupun moril dengan harapan penulis bisa bergunan untuk keluarga, masyarakat, agama dan bangsa. Semoga sang pemilik dunia ini memberikan kesehatanm ketenangan hati dan surge diakhir nanti. Amin.

10. Saudara-saudaraku semuanya, semoga kita bisa menyenangkan hati ayah dan ibu kita. Amin.

11. Temen-teman Magister Kenotariatan Local A, B,C dan kelas khusus. Terima kasih atas semuanya.

Akhirnya penulis mengharapkan agar tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan pengembangan keilmuan terutama dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan hukum dimasa mendatang.

Semoga segala bantuan dan dukungan dari semua pihak yang tidak mengkin penulis balas, mendapat balasan dari Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya. Amin

Medan, Agustus 2011 Penulis


(9)

Nama : Maimunah

Tempat/Tanggal lahir : Pem-Sei-Baru/ 19 September 1984

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Alamat : Jalan Kcipir, Siumbut-umbut Kisaran

II. Keluarga

Nama Ayah : H. Abdul Rahman

Nama Ibu : Hj. Fatimah

Nama Abang : Drs. Hubban Khoir Dr. H. Abdul Halim, M.A.

Nama Kakak : Dr. Hj. Ummi Kalsum, S. Ag, MA Halimatun Syakdiyah, S.Pd, M.Pd Zakiah Rahman, S.Kep, Ners

III. Pendidikan

1. SD Tanjung Balai Tamat 1997

2. Madrasah Tsanawiyah PMDU Kisaran Tamat Tahun 2000 3. Madrasah Aliyah PGAI Padang Tamat Tahun 2003

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (2008)

5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara (2011)


(10)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi... 21

G. Metodologi Penelitian... 22

1 Spesifikasi Penelitian ... 22

2. Metode Pendekatan... 22

3. Sumber Data ... 23

4. Teknik Pengumpulan Data... 24

5. Analisis Data... 24

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERJEMAH DALAM PERJANJIAN PENERBITAN BUKU TERJEMAHAN A. Proses Penerbitan Buku Terjemahan ... 26

1. Penerbit Meminta Izin kepada Pemegang Hak Cipta Asli untuk Menerjemahkan Buku Terjemahan... 26

2. Penerbit Membuat Perjanjian dengan Penerjemah untuk Menerjemahkan Buku Terjemahan ... 27


(11)

1. Hak Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku

Terjemahan ... 38

2. Tanggung Jawab Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan ... 46

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PENERJEMAH DALAM MENGHADAPI TUNTUTAN GANTI RUGI DARI PIHAK KETIGA A. Tuntutan Ganti Rugi dari Pihak Ketiga ... 54

1. Pengertian Ganti Rugi ... 54

2. Tuntutan Ganti Rugi dari Pemegang Hak Cipta Asli ... 56

B. Tanggung Jawan Hukum Penerjemah dalam Menghadapi Tuntutan Ganti Rugi dari Pihak Ketiga dalam Penerbitan Buku Terjemahan... 57

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA APABILA TERJADI WANPRESTASI OLEH PENERBIT A. Wanprestasi... 59

1. Terminasi suatu Kontak... 64

2. Repudiasi Kontrak ... 79

3. Resisi terhadap Kontrak... 84

4. Reformasi Kontrak ... 86

B. Wanprestasi oleh Penerbit dalam Penerbitan Buku Terjemahan. ... 87

C. Penyelesaian Sengketa atas Wanprestasi Penerbit dalam Penerbitan Buku Terjemahan... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116


(12)

penerjemahan ini melibatkan pemegang hak cipta asli, penerjemah dan penerbit. Dalam proses penerjemahan itu banyak ditemukan masalah-masalah internak dan eksternal. Perlindungan hukum bagi seorang penerjemah dan buku terjemahannya juga diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Berkaitan dengan hal-hal yang diatas objek permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku, bagaimana tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli, bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit. Masalah-masalah tersebut akakn dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriftif analisis, dengan analisis data secara kualitatif.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku terjemahan yaitu dalam bentuk perjanjian yang dibuat oleh penerjemah dan penerbit, kesepakatan yang mereka buat dalam perjanjian itu mengontrol hak, tetapi juga menentukan spesifik tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu, Tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli tidak ada, jadi yang bertanggung jawab atas tuntutan pihak ketiga adalah penerbit karena penerjemah hanya bertanggung jawab untuk menerjemahkan saja atau menerima royalty saja, sedangkan penerbit bertanggung jawab untuk mencetak, menerbitkan, dan memasarkan buku terjemahan, Penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit dilakukan secara musyawarah mufakat dan jika tidak menghasilkan mufakat, kedua belah pihak setuju menyelesaikannya melalui pengadilan negeri. Dan berdasarkan UUHC No. 19 Tahun 2001 bisa melalui pengadilan dan diluar pengadilan.

Penelitian ini menyarankan Hendaknya para pihak membuat perjanjian tertulis ke Notaris sehingga isi perjanjian penerbitan tidak berat sebelah, Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 harus lebih disosialisasikan kepada penerjemah serta kepada para penerbit sehingga mereka sangat faham akan hak dan kewajibannya, Penerjemah sebaiknya mendaftarkan karya ciptaannya guna mendapat perlindungan hukum yang pasti, sehingga jika terjadi sengketa akan lebih mudah melakukan pembuktiannya meskipun tanpa pendaftaran hak cipta itu juga dilindungi namun sulit dalam hal pembuktiannya.


(13)

Copy Right. The process of translation involves the holder of the original copy right, translator and publisher. In the process of translation, a lot of internal and external problems are found. Legal protection for a translator and the book he/she translated is also regulated in Law No.19/2002 on Copy Right.

In relation to the above issue, the research problems of this study were what kinds of legal protection is applied to protect the rights of translator in the book publishing agreement, what kind of legal responsibility does the translator have when dealing with compensation claims by the holder of the original copy right, what kind of dispute settlement will be applied in case the publisher does not keep what he/she has agreed in the agreement (wanprestasi). The research questions were answered by this analytical descriptive study employing normative juridical research method and qualitative data analysis.

The result of this study showed that legal protection for the rights of translator in the book (translation product) publishing agreement is in the form of agreement made by both translator and the publisher, the agreement they made not only controls the right, but also determines specific action and compensation needed to benefit from the right. The translator does not have any legal responsibility in dealing with compensation claim by the holder of original copy right. The one who is responsible for the claim by the third party is the publisher because the translator is only responsible for translating the book or receiving the royalty for that, while the publisher is responsible for printing, publishing, and marketing the translation products (the books). When the publisher (wanprestasi) does not keep what he/she has agreed in the agreement, the dispute is settled through deliberation and consensus, and if this way does not work, both parties agree to take the case to the court of the first instance. Based on what stated in Law No. 19/2002, this case can be settled either through or out side of the court.

The parties involved are suggested to make a written agreement before a notary that the content of the translation product publishing agreement is impartial. Law No. 19/2002 must be more socialized to the translators and the publishers that they can understand their rights and responsibilities. The translators should register their works to get a certain legal protection that in case there is a dispute that it will be easier to conduct evidentiary. Even though without registration, the translation product is also protected but the process to prove it is difficult to do.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual salah satunya adalah Hak Cipta, hak

cipta adalah hak eksklusif para pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

batasan-batasan menurut peraturan perundang-undangan. Ciptaan adalah hasil karya

setiap pencipta yang menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,

dan sastra. Ciptaan yang dilindungi harus memenuhi syarat keaslian dan konkret.1

Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta

No. 19 Tahun 2002 dengan Pasal 1 angka 3 UUHC No. 19 Tahun 2002 yang

menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu

pengejtahuan, seni dan sastra. Adapun ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut :

Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam

bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :

1. Buku, program computer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4. Lagu atau music dengan atau tanpa teks;

5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime; 6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;


(15)

7. Arsitektur; 8. Peta; 9. Seni batik; 10. Fotografi 11. Sinematografi

12. Terjemahan, tafsir. Saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.2

Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak

milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud

(benda tidak bertubuh). Jika dilihat dalam Pasal 11 Undang-undang Hak Cipta Tahun

2002 mengenai hal-hal yang dapat dilindungi hak cipta adalah haknya, bukan benda

yang merupakan perwujudan dari benda tersebut. Jadi bukan buku, bukan patung,

bukan pula lukisan, tetapi hak untuk menerbitkan atau memperbanyak atau

mengumumkan buku, patung, atau lukisan tersebut. Dengan demikian semakin jelas

bahwa benda yang dilindungi dalam hak cipta ini adalah benda immateriil, yaitu

dalam bentuk hak moral(moral right).

Menurut Hendra Tanu Atmadja, ada tiga bentuk kumpulan dari hak moral:

1. Adaption Right/Integrity,hak pencipta untuk melarang orang lain melakukan

2. perubahan atas karya ciptaanya.

3. Translation(hak menerjemahkan)

4. Unditication(hak mengubah isi ciptaan).3

2Yusran isnaini, ,Buku Pintar HAKI, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 2.

3Hendra Tanu Atmadja,“Royalti Hak Cipta Atas Lagu Dan Permasalahannya”,Jurnal


(16)

Selain hak moral (moral right), hak cipta yang merupakan bagian dari Hak

Kekayaan Intelektual (HAKI) juga memiliki hak lain yaitu hak ekonomi (economy

right).

Salah satu aspek khusus pada Hak Kekayaan Intelektual adalah hak ekonomi

(economy right). Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas Hak Kekayaan Intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena hak kekayaan intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.4

Jenis hak ekonomi pada setiap klasifikasi HAKI dapat berbeda-beda. Pada hak

cipta, jenis ekonominya lebih banyak dibandingkan dengan paten dan merek. Jenis

ekonomi pada hak cipta adalah sebagai berikut :

1. Hak perbanyakan (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan ciptaan

2. Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari suatu bentuk kebentuk yang lain, seperti penterjemahan dari satu bahasa kebahasa yang lain, novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan drama radio.

3. Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan dengan menggunakan alat apapun, dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar, dilihat, dijual, atau disewa orang lain.

4. Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan dibidang seni oleh musisi, dramawan, seniman, dan peragawati.5

4Abdul Kadir Muhammad,Hukum Harta Kekayaan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,

hal. 19


(17)

Ciri-ciri dari pada hak cipta dapat diketemukan pada ketentuan Pasal 3 ayat

(1) dan (2) yang berbunyi :

1. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak

2. Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian, karena :

a. Pewarisan b. Hibah c. Wasiat.

d. Perjanjian tertulis

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Karya terjemahan merupakan salah satu karya cipta yang dilindungi oleh

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Undang-Undang Hak

Cipta). Proses penerjemahan itu melibatkan Pemegang Hak Cipta asli, penerjemah

dan penerbit. Dalam proses penerjemahan itu banyak ditemukan masalah-masalah

internal dan eksternal. Perlindungan hukum bagi seorang penerjemah dan karya

terjemahan juga diatur secara jelas didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang hak cipta. Selain dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak

cipta itu sendiri yang menjamin perlindungan hak cipta juga perlu adanya peran dari

masyarakat dan penegak hukum demi menegakkan hukum.

Permasalahan internal yang sering terjadi antara penerjemah dan penerbit

yaitu lewatnya limit waktu penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah,

penerjemah tidak mau memperbaiki hasil buku terjemahan yang dipertanyakan oleh

penerbit saat proses pengeditan, penerjemah secara serampangan menerjemhkan buku

berbahasa asing,dll sehingga merugikan penerbit. Dipihak penerbit juga sering


(18)

yang diperjanjikan, besarnya royalty yang telah diperjanjikan, sampai tidak dibuatnya

nama penerjemah dalam hasil buku terjemahan yang diterbitkan oleh penerbit.

Permasalahan eksternal yang sering terjadi yaitu penerjemahan tidak meminta

izin terlebih dahulu dari Pemegang Hak Cipta asli, tidak dituliskannya nama

Pemegang Hak Cipta asli dalam buku terjemahan yang diterbitkan oleh penerbit, dll.

Penerbit yang menerbitkan buku-buku merupakan penyalur primer yang

menyebarkan bahan-bahan tertulis diperbagai bidang kepada masyarakat pemakai.

Mereka mendapat bahan-bahan pustaka yang diterbitkan penerbit dengan cara

membeli dan berlangganan. Didalam memberikan pelayanannya, penerbit

bertanggung jawab atas pengadaan, pengorganisasian pengawasan serta

penyebarluasannya kepada penyalur-penyalur sekunder, yaitu

perpustakaan-perpustakaan, toko-toko buku, dan para distributor buku.

Dalam menjalankan fungsinya itu, hendaknya penerbit buku bersikap

transparan terhadap semua pihak dan terbuka atas perkembangan baru dalam dunia

penerbitan yang membawa horizon baru dalam menyongsong millennium baru.6

Ditetapkanlah terjemahan sebagai hak menerbitkan, banyak orang yang keliru,

menganggap bahwa hak terjemahan milik penerbit. Hak menerbitkan adalah hak

mencetak atau dengan cara lain memperbanyak teks orisinal dengan mesin atau

proses kimia. Hak menerbitkan tidak termasuk hak terjemahan ciptaan ke dalam

bahasa yang lain. Jika penerbit ingin menerbitkan suatu ciptaan dalam bahasa yang


(19)

lain, penerbit harus membuat kontrak yang mencakup hak terjemahan. Dalam hal ini,

kontrak sebaiknya tidak saja mengontrol hak, tetapi juga menentukan secara spesifik

tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu.7

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang

Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak

Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu (lihat pasal 1

angka 14 UUHC). Lisensi diberikan berdasarkan surat perjanjian lisensi (lihat pasal

45 ayat (1) UUHC).

Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian royalti

kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi (lihat pasal 45 ayat (3) UUHC).

Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima

lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman

kepada kesepakatan organisasi profesi (lihat pasal 45 ayat (4) UUHC). Agar dapat

mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan

di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM

(lihat pasal 47 ayat (2) UUHC).

Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku asing, maka

penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil

terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak melarang perbanyakan

7 Tamotsu Hozumi, Asian Copyright Handbook, Indonesian version, Ikatan Penerbit


(20)

buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya (lihat Pasal 45 jo Pasal 2

UUHC serta penjelasannya).

Berdasarkan perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak

lain dalam hubungan dinas ataupun hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk

melaksanakan penerjemahan buku tersebut (lihat Pasal 8 UUHC).

Banyak karya terjemahan yang terbit di Indonesia yang dihasilkan secara,

tanpa sepengetahuan dan yang pasti tanpa seijin pemegang hak cipta karya aslinya.

Seperti ini biasanya agak kurang jelas asal-usul penerbitnya, dan penerjemahannya

pun kerapkali berantakan. Bukan hal yang aneh memang kalau pemegang hak cipta

lazimnya akan menetapkan standar mutu penerjemahan yang baik terhadap siapapun

yang ingin meminta hak penerjemahan. Tentunya mereka tidak ingin reputasi

karyanya menjadi rusak karena diterjemahkan secara serampangan. Bagi mereka

resikonya sudah jelas, yaitu menghadapi tuntutan pelanggaran Hak Cipta.

Kalau ingin menerjemahkan tapi tidak mau ribet dengan pengurusan hak

penerjemahan dari pemegang hak cipta, maka caranya adalah dengan menerjemahkan

karya-karya yang perlindungan Hak Ciptanya sudah habis, sudah berakhir, dan

berada dipublic domain. Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU No.19 tahun 2002 tentang

Hak Cipta, masa perlindungan Hak Cipta, khususnya untuk karya-karya tulisan,

berakhir limapuluh tahun sejak meninggalnya si pencipta.

Penerjemah adalah seseorang atau lebih, yang dalam usahanya melakukan


(21)

untuk mencerdaskan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli yang

dilindungi. Dalam Pasal 12 Ayat l UUHC disebutkan bahwa terjemahan termasuk

dalam ciptaan yang dilindungi. Diakuinya penerjemah dan karyanya juga diperkuat

dengan adanya Pasal 29 Ayat (1) dan (2) tentang masa berlaku hak cipta, yang

mengatakan bahwa masa berlaku karya terjemahan sama seperti masa berlaku ciptaan

yang dilindungi lainnya, khususnya buku asli.

Kedudukan penerjemah ditempatkan sederajat dengan pengarang asli. Begitu

juga dengan hak-hak penerjemah sama dengan hak-hak pengarang asli. Penerjemah

berhak atas hak ekonomi dan hak moral yang dimiliki oleh pengarang asli. Tetapi

pada kenyataannya banyak terjadi kendala-kendala yang terjadi dalam upaya

melindungi hak cipta penerjemah Tidak dibayarnya royalty yang telah disepati oleh

penerbit dalam hal ini penerjemah tidak dapat menikmati hak ekonomi yaitu

mendapatkan royalti atas apa yang sudah diterjemahkan. Penerjemahan yang secara

serampangan yang dilakukan oleh penerjemah juga akan membawa sanksi hukum

bagi penerjemah karena telah melanggar hak moral dari Pemegang Hak Cipta asli.

Perlindungan hukum untuk penerjemah dalam UUHC yaitu dari segi hukum

pidana dan perdata. Tetapi belum terdapatnya peraturan pelaksana yang mengatur

secara rinci tentang karya terjemahan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam


(22)

2. Bagaimana tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutann

ganti rugi dari pemegang hak cipta asli?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam

perjanjian penerbitan buku terjemahan.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi

tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh

penerbit.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun

praktis yaitu :

1. Secara teoritis, merupakan bahan masukan dan pengkajian lebih lanjut terhadap

teoritis-teoritis yang ingin memperdalam, mengembangkan atau menambah

pengetahuannya dalam hal hak cipta.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat maupun praktisi hukum serta lembaga yudikatif mengenai

Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, untuk melindung hasil karya para


(23)

E. Keaslian Penelitian

Pengajuan judul yang disebutkan diatas telah melalui tahap penelusuran pada

data pustaka di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan perolehan informasi

belum adanya pengangkatan judul yang diajukan oleh penulis dengan persetujuan

Sekretaris Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Adapun penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di lingkungan

kepustakaan Universitas Sumatera Utara, terdapat beberapa penelitian yang mengkaji

tentang pemegang hak cipta/pengarang diantaranya adalah penelitian yang dilakukan

oleh saudari Nurleli Aman, NIM 017011070, dengan judul “Perlindungan Hukum

Terhadap Pemegang Hak Cipta Dan Penerbit”

Dengan permasalahan :

1. Bagaimana bentuk-bentuk perjanjian penerbitan buku antara pemegang hak cipta

dengan penerbit?

2. Bagaimana tanggung jawab pemegang hak cipta dan penerbit atas buku yang

diterbitkan terhadap tuntutan pihak ketiga?

3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan

perjanjian penerbitan buku?

Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut maka

berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini

adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan.


(24)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai

landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk : “menjelaskan nilai-nilai hukum

dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga

penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa

dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.8

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori

tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.9

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekamto,

bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.10

Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi

sacara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara

8W.Friedmann,Teori dan Filsafat Umum,Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal.2 9M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80 10Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,UI-Press, Jakarta 1986, hal.6


(25)

logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi

sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.11

Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah :

Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah

didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan

pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable

lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antarvariabletersebut.12

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.13 Karena

penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, diperlukan kerangka teoritis lain

yang khas ilmu hukum yakni teori Hans Kelsen yang dapat dijadikan kerangka acuan

pada penelitian hukum normatif. Teori Kelsen merupakan ”normwissenschaft”, dan

hanya mau melihat hukum sebagai kaedah yang dijadikan objek ilmu hukum.

Menurut kelsen, maka setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada

kaedah-kaedah (stufenbau). Dipuncak stufenbau tersebut terdapat ”grundnorm” atau

kaedah dasar atau kaedah fundamentil, yang merupakan hasil pemikiran secara

yuridis.14

11Snelbecker dalam Lexy J.Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya,

Bandung, 1993, hal. 34-35.

12Maria S. W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian,Gramedia, Yogyakarta,

1989, hal 12.

13Soerjono Soekanto,Op.Cit, Hal. 6 14Ibid, Hal. 127


(26)

Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan

Teori Tanggung Jawab Hukum. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang

tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: ”seseorang bertanggung jawab secara

hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum,

subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan

yang bertentangan.”15Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa:16

”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum

disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis

lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena

mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang

membahayakan."

Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:17

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertangung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu

bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

15Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi,General Theory Of Law and State,

Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, Hal. 81

16Ibid., Hal. 83

17 Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni,


(27)

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena

sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahawa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja

dan tidak diperkirakan.

Tanggung jawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala

sesuatunya atau fungsi menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau

pihak lain. Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi

sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).18

Menurut kamus hukum ada 2 (dua) istilah pertanggungjawaban yaitu liability

(the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being responsible).

Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liability menunjuk pada makna

yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggung

jawab yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefenisikan untuk

menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi

tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial, kondisi bertanggung jawab

terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan,

biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan

undang-18Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,


(28)

undang dengan segera atau pada masa yang akan datang.19 Sedangkan responsibility

berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atau suatu kewajiban, dan termasuk putusan,

keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban

bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau

sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya.20

Menurut Roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada 3 (tiga) yaitu:21

1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja

2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja

3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian

serta tidak disengaja.

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah memberikan arah/petunjuk serta

menjelaskan gejala yang diamati, karenanya penelitian ini diarahkan kepada ilmu

hukum positif yang berlaku, yaitu tentang hukum perjanjian dan lahirnya perjanjian

yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan azas hukum

kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi lahirnya perjanjian antara penerjemah

dan penerbit, yang dengan perjanjian penerbitan tersebut telah timbul hubungan

hukum yaitu adanya hak dan kewajiban yang melahirkan aturan hukum untuk

membuktikan tanggung jawab hukum bagi para pihak.

19Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal. 335 20Ibid, Hal 335-336

21 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the philosophy of Law)


(29)

Van kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap

manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.22

Perjanjian penerbitan yang telah ditetapkan sepihak oleh penerbit sebagai

bentuk dari perjanjian baku, yang melahirkan hukum bagi keduanya. Bahwa

keduanya terikat untuk melaksanakan isi dari perjanjian yang disepakati.

Pitlo menggolongkan kontrak baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract)

yang walaupun secara teoritis yuridis kontrak baku tidak memenuhi ketentuan

Undang-Undang dan oleh beberapa ahli ditolak, namun kenyataannya kebutuhan

masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.23

Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan bahwa

kontrak baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan

dan kepercayaan (fictie van will en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan

bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, jika debitur menerima

dokumen itu berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.24

Selain itu Aser Rutten mengatakan bahwa :

Setiap orang yang menanda tangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatangani. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yan bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi

22CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

2002, hal. 44-45

23Ahmadi miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,Raja Grafindo, Jakarta, 2010,

hal. 44


(30)

formulir yang ditanda tangani tidak mungkin seorang menanda-tangani apa yang tidak diketahui isinya.25

Berdasarkan Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 dari Perjanjian Penerbitan buku

antara penerjemah dan penerbit terdapat tanggung jaawab penerjemah dan dalam

Pasal 6 terdapat hak dari penerjemah.

Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 menyatakan

bahwa agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi

wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. Pendaftaran ciptaan dalam Undang-Undang

Hak Cipta diatur dalam Pasal 35 sampai dengan 44.

Dua esensi hak yang terkandung dalam hak cipta :

1. Hak ekonomi (economic rights), yang meliputi: hak untuk mengumumkan

dan/atau memperbanyak Ciptaannya dan memberi izin untu itu kepada pihak

lain, serta hak untuk memberi izin atau melarang orang lain untuk

menyewakan Ciptaannya dibidang Karya Sinematografi dan Program

Komputer.

2. Hak moral (moral rights)Pencipta meliputi :

a. Hak pencipta atau hak warisnya untuk menuntut Pemegang Hak Cipta

supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaan;

b. Melarang Pemegang Hak Cipta merubah suatu Ciptaan, pencantuman dan

perubahan nama atau nama samara Pencipta), termasuk hak Pencipta

25 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemeerintah di bidang


(31)

untuk mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan

dalam masyarakat.

Berdasarkan pengertian Hak Ekonomi dan Hak Moral tersebut, jelas bahwa

hak ekonomi dari Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain oleh

Pencipta, sedangkan hak moral tidak demikian. Hak moral ini tetap mengikuti dan

melekat pada diri Pencipta, walaupun Hak Ekonomi dari Hak Cipta tersebut telah

beralih atau dialihkan kepada orang lain.26

Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya

sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari

pemegangnya. Hak eksklusif itu dalam pengertian “mengumumkan atau

memperbanyak”, memberikan izin kepada orang lain untuk mengumumkan dan/atau

memperbanyak Ciptaannya.27

Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta (“UUHC”), merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Hak untuk

mengumumkan dan memperbanyak buku dimiliki si penulis buku yang bersangkutan

atau pihak lain yang diberikan izin untuk melakukan hal tersebut.

Sebagaimana pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas hasil ciptaaanya

(buku), maka pemegang hak cipta tersebut memiliki hak eksklusif atas segala hak

yang timbul (hak turunan) bila ciptaan tersebut dialihwujudkan dalam bentuk

produk-produk yang berbeda, sebagai contoh dibuatnya suatu buku menjadi film ataupun

26

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003, hal.112.


(32)

diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini mengacu kepada penjelasan pasal 2

ayat (1) UUHC.

Oleh karena itu, agar dapat menerbitkan buku asing atau terjemahannya,

penerbit harus terlebih dahulu mendapatkan izin berupa lisensi dari pencipta atau

pemegang hak cipta buku asing tersebut. Dari perjanjian lisensi tersebut, pihak

penerbit akan mengetahui apa saja hak dan kewajibannya sebagai penerima lisensi.

Terjemahan, berdasarkan UUHC, dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan

tidak mengurangi hak cipta dari ciptaan asli (lihat pasal 12 ayat (1) huruf l jo ayat (2)

UUHC). Kemudian, sebagai bagian dari hak moral pencipta, penerbit buku

terjemahan wajib mencantumkan nama penulis asli buku terjemahan tersebut. Selain

itu, penerbit tidak boleh mengubah isi maupun judul buku kecuali mendapat izin dari

penulis asli atau ahli warisnya (lihat pasal 24 UUHC).28

Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal ini, sepanjang sebuah karya

tulisan dilindungi Hak Cipta dimana perlindungan Hak Ciptanya tersebut masih

berlaku, maka setiap orang yang ingin menerjemahkan karya tersebut ke dalam

bahasa lain harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang Hak Cipta atas

karya aslinya itu.

Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang

dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam

melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak

28 http://www.google.com/ Hak Kekayaan Intelektual Hak-Hak Penerbit.html, diakses 22


(33)

penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk

satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di

suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau Anda menemukan banyak versi

terjemahan atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai

terjemahan resmi, atauauthorized translation.

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum.

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah:

1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(konsensus).

2. Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian(capacity).

3. Adanya suatu hal tertentu (objek).

4. Ada suatu sebab yang halal (causa).29

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik

kembali tanpa ada persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang

cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.30

Penyelesaian sengketa undang-undang hak cipta diatur dalam Pasal 55 sampai

dengan Pasal 67.

29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar

Lampung, 2000, hal 228.


(34)

2. Konsepsi

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan

bebenarapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara

operasioanal dapat dibatasi ruang lingkup variable dan dapat diperoleh hasil

penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukakn yaitu sebagai

berikut :

Perlindungan hukum adalah kepastian akan perlindungan yang diberikan oleh

aturan-aturan atau norma-norma yang telah dibuat dengan tujuan untuk menciptakan

keamanan, ketertiban dan keadilan didalam kehidupan bermasyarakat berbangsan dan

bernegara tanpa membedakan suku, agama, ras, adat istiadat karena semua warga

Negara bersamaan dengan kedudukannya didalam hukum.

Penerjemah adalah seseorang atau lebih, yang dalam usahanya melakukan

proses mengartikan suatu karya tulis dari satu bahasa ke bahasa lain.

Buku adalah karya tulis yang telah diterjemahkan dari satu bahasa kebahasa

lainnya dan telah mendapat izin dari pemegang hak cipta.

Penerbit adalah setiap orang, persekutuan, badan hukum baik milik Negara

maupun swasta yang menerbitkan karya cetak.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada orang lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.31

Sengketa adalah perselisihan, pertikaian antara penerjemah dan penerbit.

31Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial,


(35)

Hak-hak penerjemah yaitu hak moral dan hak ekonomi.

Wanprestasi yaitu tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambat

memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah

di perjanjikan.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriftif, artinya penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu,

kelompok/keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi.32Dengan

demikian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau

peristiwanya, kemudian menelaaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara

mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundang-undangan yang

berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh

gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan perlindungan hukum

terhadap penerjemah yang membuat perjanjian dengan penerbit.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat

yuridis normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder

yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta


(36)

mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum

lainnya.33

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif

maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan

sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan berdasarkan

gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana

menjawab permasalahan.34

3. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :

a. Bahan-bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum berupa

perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan

permasalahan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang merupakan

publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah dan

internet.35

33 Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,

Malang, 2005, hal.336.

34 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni,

Bandung, 1994, hal.101.

35Peter Mahmud Marzuki,Penerlitian Hukum,Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005,


(37)

c. Bahan-bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang meliputi kamus

umum, kamus hukum dan ensiklopedia.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library

Research) yakni upaya untuk memperolah data dari penelusuran literatur

kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel dan sumber lainnya

yang relevan dengan penelitian ini.

b. Wawancara.

Penelitian ini juga melakukan wawancara langsung dengan narasumber yang

bertujuan untuk mendapatkan data pendukung terhadap studi kepustakaan.

5. Analisis Data

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36

Penelitian ini dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang

terkumpul. Data primer (undang-undang) dan sekunder (buku-buku dan tulisan), juga

yang berasal dari narasumber, diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif

36Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.


(38)

sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara deduktif-induktif dan diharapkan

dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, maka langkah berikutnya adalah

mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abtraksi.37 Langkah

selanjutnya adalah menyusun rangkuman dalam abstraksi tersebut dalam

satuan-satuan, yang mana satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan. Data yang

dikategorosasikan, kemudian ditafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara

menjadi teori, substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dengan menggunakan

logika berfikir deduktif-induktif.


(39)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PENERJEMAH DALAM PERJANJIAN PENERBITAN BUKU TERJEMAHAN A. Proses Penerbitan Buku Terjemahan.

1. Penerbit meminta izin kepada pemegang hak cipta asli untuk

menerjemahkan buku terjemahan.

Proses penerjemahan itu melibatkan Pemegang Hak Cipta asli, penerjemah

dan penerbit. Sebelum penerbit menerbitkan suatu ciptaan dalam bahasa yang lain,

penerbit harus membuat kontrak yang mencakup hak terjemahan. Dalam hal ini,

kontrak sebaiknya tidak saja mengontrol hak, tetapi juga menentukan secara spesifik

tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu.38

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang

Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak

Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu (lihat pasal 1

angka 14 UUHC). Lisensi diberikan berdasarkan surat perjanjian lisensi (lihat Pasal

45 ayat (1) UUHC).

Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian royalti

kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi (lihat Pasal 45 ayat (3) UUHC).

Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima

lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman

kepada kesepakatan organisasi profesi (lihat Pasal 45 ayat (4) UUHC). Agar dapat


(40)

mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan

di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM

(lihat Pasal 47 ayat (2) UUHC).

Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku asing, maka

penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil

terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak melarang perbanyakan

buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya (lihat Pasal 45 jo Pasal 2

UUHC serta penjelasannya).

Berdasarkan perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak

lain dalam hubungan dinas ataup hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk

melaksanakan penerjemahan buku tersebut (lihat Pasal 8 UUHC).39

2. Penerbit Membuat Perjanjian dengan Penerjemah untuk Menerjemahkan Buku Terjemahan.

Ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUHC No. 19 Tahun 2002 dapat dilihat bahwa

perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang tidak hanya pada karya-karya atau

ciptaan yang asli saja, akan tetapi juga terhadap karya-karya atau

ciptaan-ciptaan yang bersifat turunan(derivatif)atau pengalihwujudan atau juga pengolahan.

Ciptaan dari hasil karya turunan atau pengolahan itu juga dilindungi sebagai

hak cipta, sebab bentuk pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan

39

Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20 April 2011.


(41)

tersendiri pula. Pemberian perlindungan dimaksud dengan tidak mengurangi hak

cipta atas ciptaan aslinya.

Pihak yang mengelola hasil karya cipta secara turunan diharuskan pula untuk

mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang hak ciptaan asli atau si penerima

haknya. Demikianlah halnya jika hendak menerjemahkan karya orang lain si

penterjemah harus terlebih dahulu meminta izin dari si pemegang hak cipta aslinya..

Dilihat daari perspektif hukum hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta,

karya-karya terjemahan juga diakui memiliki tingkat orisinalitas tersendiri sehingga

layak mendapatkan perlindungan hak cipta yang terlepas dari perlindungan hak cipta

terhadap karya aslinya. Dari ketentuan UU Hak Cipta tersebut di atas, setidaknya

terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan terkait urusan hak cipta atas karya

terjemahan ini.

Hal pertama adalah meskipun bukunterjemahan termasuk dalam objek

perlindungan Hak Cipta, namun proses penerjemahan itu sendiri harus dilakukan

dengan tetap menghormati Hak Cipta atas karya aslinya. Pasal 2 ayat 1 menyatakan

Hak Cipta sebagai hak eksklusif pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak

Ciptaannya. Sebagaimana yang lebih lanjut diuraikan dalam Penjelasan terhadap

Pasal 2 ayat 1 tersebut, “mengumumkan dan memperbanyak” di sini mencakup pula,

antara lain, kegiatan menerjemahkan.

Hal kedua yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa buku terjemahan


(42)

Hak Cipta terhadap karya aslinya. Manakalah sebuah karya tulis habis masa

perlindungan Hak Ciptanya dan memasuki public domain, maka konsekuensinya

adalah semua orang bisa melakukan penerjemahan karya tersebut tanpa harus

meminta ijin dari siapapun.

Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang

dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam

melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak

penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk

satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di

suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau menemukan banyak versi terjemahan

atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai terjemahan resmi,

atauauthorized translation.

Penerjemah terbagi atas 2 macam :

a. Penerjemah resmi yaitu penerjemah yang berada dibawah naungan instansi

pemerintah atau instansi-instansi lainnya sehingga penerjemah ini tidak

bebas melakukan penerjemahan karna dibawah sumpah.

b. Penerjemah tidak resmi yaitu penerjemah yang tidak dinaungi instansi

manapun tapi tetap mempunyaiprofesionalisme yang bagus sehingga diakui

hasil terjemahannya oleh pihak manapun layaknya penerjemah resmi.


(43)

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) hak cipta dapat beralih atau

dialihkan haknya. Beralih atau dialihkan hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan,

tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta dibawah tangan maupun

dengan akta notariil. Bentuk peralihan dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah,

wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab yang lain yang dibenarkan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus dalam konteks yang terakhir

dalam penjelasan UUHC No. 19 Tahun 2002 dikatakan bahwa sebab-sebab lain yang

dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang

disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

tetap.

Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas

penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih dahulu hal

ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga hak-hak penerbit.

Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan kerjasama

penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para

pihak. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan

penerbit, diantaranya hak penerbitan, tenggang waktu penerbitan, biaya yang

menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan diterbitkan,

honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika terjadi sengketa40

40

Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20 April 2011.


(44)

B. Hubungan Hukum antara Penerbit dan Penerjemah dalam Penerbitan Buku Terjemahan.

Dengan lahirnya perjanjian yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, dengan azas hukum kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi

lahirnya perjanjian antara penerjemah dan penerbit, yang dengan perjanjian

penerbitan tersebut telah timbul hubungan hukum yaitu adanya hak dan kewajiban

yang melahirkan aturan hukum untuk membuktikan tanggung jawab hukum bagi para

pihak.

Di dalam pasal kesatu menjelaskan penerjemah diberi tanggung jawab untuk

menerjemahkan buku berbahasa asing kedalam bahasa Indonesia.

Pasal kedua penerbit membatasi lingkup pekerjaan penerjemah seperti jenis

dan ukuran fort hasil terjemahan, spasi dan paper size, penerjemah tidak berhak

menyerahkan hasil terjemahan kepada pihak manapun selain penerbit yang membuat

perjanjian ini baik sebelum atau sesudah terjemahan ini diselesaikan dan dibeli oleh

penerbit, penerjemah juga mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki hasil

terjemahan selama proses editing saat diketahui penerbit ada beberapa hal yang

dipertanyakan materi isi naskah atau ada teks yang terlewatkan dalam proses

penerjemahan sedang editing adalah tanggung jawab penerbit.

Pasal ketiga menerangkan bahwa jangka waktu pelaksanaan buku tersebut

maksimal 2 (dua) bulan terhitung sejak perjanjian ini ditandatangani. Dan penerjemah


(45)

Pasal keempat memuat bahwa penerjemah dan penerbit telah menyetujui

royalty yang akan diterima oleh penerjemah dan royalty yang akan diterima tidak

akan berubah seperti kesepakatan dari awal. Pasal kelima lanjutan dari pasal keempat

bahwa pemberian royalty ini dilakukan dengan cara 2 (dua) tahap. Tahap pertama

akan diberikan saat penandatanganan dan tahap selanjutnya akan diberikan pada saat

naskah buku terjemahan diterima oleh penerbit dan penerbit diberi tenggang waktu

pembayarannya yaitu 7 (tujuh) hari sejak naskah terjemahan diterima.

Pasal keenam menerangkan bahwa penerbit wajib mencantumkan nama

penerjemah dalam buku terjemahan yang kan diterbitkan oleh penerbit dan

penerjemah berhak mendapat buku yang akan dicetak oleh penerbit.

Penyelesaian sengketa antara penerbit dan penerjah diatur dalam pasal 7 dari

perjanjian penerbitan ini yaitu pertama dengan cara musyawarah dan mufakat dan

jika musyawarah dan mufakat tidak dapat menyelesaikan permasalahan diantara

mereka, penerjemah dan penerbit sepakat membawanya ke Pengadilan Negeri.

Pasal 8 menerangkan bahwa keduabelah pihak setuju untuk selalu beritikad

baik didalam pelaksanaan perjanjian penerbitan ini dan perjanjian ini dibuat tanpa

tekanan berwujud dari pihak luar dan perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan

masing-masing ditandatangani diatas materai cukup. Ganda pertama untuk

penerjemah dan ganda kedua untuk penerbit.

Kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan, dan debitur wajib


(46)

tiada lain dari pada prestasi. Jika undang-undang telah menetapkan “subjek”

perjanjian, yaitu pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang

wajib melaksanakan prestasi, maka intisari atau “objek” dari perjanjian adalah

prestasi itu sendiri.41Seperti yang diterangkan dalam pasal 8 penerbit dan penerjemah

sepakat untuk beritikad baik dalam pelaksanaan prestasi yang telah mereka sepakati.

Sesuai dengan ketentuan pasal 1234 BW, prestasi yang diperjanjikan itu ialah untuk

“menyerahkan” menyerahkan sesuatu” melakukan sesuatu atau “untuk tidak

melakukan sesuatu”.

Tentang prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan

praktis.42Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah :

a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu

kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadinya dengan berbagai cara, namun yang paling

penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara

untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun

dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak

bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. Sebagai cara kesepakatan penawaran

dan penerimaan adalah :

1) Dengan cara tertulis

2) Dengan cara lisan

41M. Yahya harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986, hal. 10. 42Ibid,hal 10


(47)

3) Dengan symbol-simbol tertentu

4) Dengan berdiam diri.

Secara garis besar terjadinya kesepakatan tersebut secara tertulis dan tidak

tertulis. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan

baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta autentik.43

b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian.

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan

hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau

telah menikah, walaupun usianya belum menikah. Khususnya untuk orang yang

menikah sebelum usia 21 tahun tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai

sebelum mencapai usia 21 tahun, jadi janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun

usianya belum mencapai 21 tahun.44

c. Ada suatu hal tertentu.

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang

wajib dipenuhi . prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan.

Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk

memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika pokok perjanjian

atau objek perjanjian kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan,

maka perjanjian itu batal.45

43Ahmad Miru,Hukum Kontrak perancangan kontrak,Rajawali Pres, Jakarta, 2007, hal. 14 44Ibid.


(48)

d. Ada suatu sebab yang halal.46

Berdasarkan Pasal 1320 tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus

memuat kausa yang sah atau kausa yang halal. Persetujuan yang mengisi perjanjian

itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan

nilai-nilai kesusilaan.47

Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif,

karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak

dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan

kepada hakim, perjanjian ini tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam

pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata).

Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat objektif,

karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak

dipenuhi, perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak

mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian

diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal, karena tidak

memenuhi syarat objektif.

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik

kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup

menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

46Ibid.hal. 231.


(49)

Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak artinya perjanjian

mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada

pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama

dengan menaati undang-undang. Jika ada pihak yang melanggar perjanjian yang

mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, sehingga diberi

akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi siapa yang melanggar perjanjian, ia

dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan undang-undang

(perjanjian).

Karena perjanjian itu adalah persetujuan kedua belah pihak, maka jika akan

ditarik kembali atau dibatalkan adalah wajar jika disetujui oleh kedua belah pihak

pula. Tetapi apabila ada alasan yang cukup menurut undang-undang , perjanjian dapat

ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan yang ditetapkan oleh

undang-undang itu yaitu perjanjian yang bersifat terus menerus berlakunya dapat

dihentikan secara sepihak, perjanjian sewa rumah pasal 1587 KUHPerdata setelah

berakhir sewa, perjanjian pemberian kuasa Pasal 1814 KUHPerdata, perjanjian

pemberian kuasa Pasal 1817 KUHPerdata.

Pelaksanaan dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran

objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, perjanjian itu harus mengindahkan

norma-norma kepatutan dan kesusiaan.

Seorang penerjemah menurut Undang-undang Hak Cipta untuk melaksanakan


(50)

hak yang dialihkan pada dasarnya tiada lain adalah hak pengalihan hak eksklusif

pencipta atas suatu ciptaan yang dapat berupa suatu karya tulis misalnya kepada

penerbit. Penerbit yang kemudian akan mengeksploitasi ciptaan karya tulis seseorang

pencipta dalam suatu jangka waktu tertentu. Caranya dengan mendayagunakan atau

mengelola suatu karya cipta seorang penulis selanjutnya pihak lain memberi suatu

imbalan sebagai kompensasi atas hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan karya tulis

misalnya berupa royalti, honorarium, fee atau bentuk-bentuk imbalan lain yang

disepakati bersama dalam suatu perjanjian. Salah satu dari berbagai jenis perjanjian

yang mengatur pengalihan hak cipta suatu ciptaan khususnya karya tulis yang

diterbitkan dalam wujud buku untuk dieksploitasi adalah perjanjian penerbitan buku

antara penerjemah dengan penerbit buku.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan para penerbit berpendapat bahwa :

1. Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas

penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih

dahulu hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga

hak-hak penerbit.

2. Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan

kerjasama penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang

disepakati para pihak.

3. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan


(51)

menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan

diterbitkan, honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika

terjadi sengketa48

C. Hak dan Tanggung Jawab Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan.

1. Hak Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan

Dua esensi hak yang terkandung dalam buku terjemahan :

a. Hak Eksklusif Penerjemah.

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan

yang berlaku.49

Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis

setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan

perundang-undangann yang berlaku.50

Ketentuan diatas menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta untuk

melarang atau memberi izin menyewakan ciptaannya. Yang dimaksud dengan hak

48Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal

20 April 2011.

49 Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, asian law group pty ltd

bekerjasama dengan penerbit alumni, bandung, 2006.

50 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu,


(52)

eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh melakukan hak itu, kecuali dengan

izin penerjemah.

Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki penerjemah, adalah hak

untuk :

1) Mengumukan atau memperbanyak ciptaan yang dilindunginya.

2) Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara menjualnya,

menitipjualkan (konsinyasi), menyewakan atau cara-cara lain51

Konsep pengumuman yang dianut dalam UUHC tahun 2002 adalah

pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau

penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet,

atau melakukan dengan acara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar,

atau dilihat orang lain.

Kemudian yang dimaksud dengan perbanyakan dalam konteks regulasi hak

cipta ini adalah perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan

bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen

atau temporer. Di samping itu, hak untuk memberikan izin, dalam Undang-Undang

No.19 Tahun 2002 lebih sering disebut dengan istilah lisensi. Lisensi yang dimaksud

dalam undang-undang ini adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau


(53)

pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau

memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.52

Kegiatan penerbitan buku yang memuat suatu ciptaan karya tulis, pada

dasarnya merupakan suatu proses manufaktur yang dikelola oleh penerbit sebagai

suatu badan usaha. Penerbit merupakan pihak yang mewujudkan suatu ciptaan karya

tulis seorang penerjemah. Untuk keperluan menerbitkan buku, dana dan wawasan

kewiraswastaan perlu dimiliki oleh penerbit.

Untuk menerbitkan suatu karya tulis, penerbit akan terlebih dahulu

menyuntingnya. Baru kemudian akan melengkapinya dengan susunan perwajahan

(lay-out) karya tulis (typhographical arrangement) pada sampul luar dan isi karya

tulis, serta menyusun huruf-huruf cetaknya. Jika segala sesuatunya telah siap, karya

tulis penerjemah dicetak disebuah percetakan yang dimilikinya sendiri atau dimiliki

orang lain.

Khusus untuk susunan perwajahan karya tulis yang diciptakan penerbit dalam

suatu buku yang diterbitkannya, UUHC 2002 menetapkan jangka waktu

pearlindungannya dalam pasal 30 (2), sebagai berikut : ”Hak cipta atas susunan

perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak

pertama kali diterbitkan.

Penerbit sebagai suatu badan usaha yang melakukan proses manufaktur atau

kegiatan penerbitan, harus dibedakan dengan badan usaha percetakan. Suatu badan


(54)

usaha percetakan. Suatu badan usaha percetakan semata-mata melakukan kegiatan

memproduksi jasa cetak mencetak. Lain halnya dengan badan usaha penerbitan,

selain melakukan kegiatan bisnis juga mempunyai tugas yang mengandung

aspek-aspek idelalisme seperti digariskan dalam GBHN 1993 dengan ketentuan tentang

masalah perbukuan yang dicantumkan dalam Bab “kesejahteraan rakyat, pendidikan

dan kebudayaan”, butir 1 (kesejahteraan social) Sub. 12, yang berbunyi :

Penulisan, penerjemahan dan penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, khususnya bacaan anak yang berisikan cerita rakyat, buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta terbitan buku pendidikan lainnya, digalakkan untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala berfikir serta menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta disebarkan merata diseluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, dikembangkan iklim yang dapat mendorong penulisan dan penerjemahan buku dengan penghargaan yang memadai dan jaminan perlindungan hak cipta.

Walaupun iklim kondusif seperti yang dikehendaki GBHN mengenai dunia

perbukuan dan penerbitan belum tercapai sampai sekarang, tidak dapat disangkal

bahwa peran penerbit sebagai motor dalam dunia buku-buku yang memuat

karya-karya tulis dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni mempunyai fungsi yang

esensinya ialah memberikan layanan informasi.

Penerbit yang menerbitkan buku-buku merupakan penyalur primer yang

menyebarkan bahan-bahan tertulis diperbagai bidang tersebut diatas kepada

masyarakat pemakai. Mereka mendapat bahan-bahan pustaka yang diterbitkan

penerbit dengan cara membeli dan berlangganan. Didalam memberikan


(55)

pengawasan serta penyebarluasannya kepada penyalur-penyalur sekunder, yaitu

perpustakaan-perpustakaan, toko-toko buku, dan para distributor buku.

Dalam menjalankan fungsinya itu, hendaknya penerbit buku bersikap

transparan terhadapa semua pihak dan terbuka atas perkembangan baru dalam dunia

penerbitan yang membawa horizon baru dalam menyongsong millennium baru.53

b. Hak Ekonomi dan Hak Moral Penerjemah

Hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak cipta secara umum

terhimpun dalam tiga bagian, seperti yang disampaikan oleh Prof. Abdulkadir

Muhammad tersebut. Namun oleh beberapa pakar hak eksklusif ini mencoba untuk

disistematiskan ke dalam bagian-bagian tertentu, dalam istilah yang lebih umum

sering didengar adanya hak moral (moral right)dan hak ekonomieconomic right).

Menurut Jumhana bahwa perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen Kehakiman Perlindungan hukum hak cipta sebagai hak khusus atau tunggal merupakan hak monopoli pencipta terhadap suatu karya cipta hak tersebut meliputi dua aspek yaitu hak ekonomi dan hak moral.54

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mendapatkan

keuntungan atas ciptaannya hak ekonomi yang melekat pada pencipta meliputi hak

53Eddy damian,Loc.Cit,hal 177.

54Jumhana,Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek,Citra Aditya Bakti Bandung, 1999,


(1)

Ketua pengadilan negeri dalam memberikan perintah pelaksanaan, perlu memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase telah memenuhi criteria :

1) Bahwa para pihak menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.

2) Persetujuan untuk menyelesaikam sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak (dalam hal ini perjanjian penerbitan buku).

3) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan.

4) Sengketa yang tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan ketertiban umum.

Putusan arbitrase yang dibubuhi perintah oleh ketua pengadilan negeri dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pelaksanaan putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari setelah pemeriksaan ditutup.

Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah pengadilan negeri Jakarta pusat.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka akan diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan.

1. Perlindungan hukum terhadap penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku terjemahan yaitu dalam bentuk perjanjian yang dibuat oleh penerjemah dan penerbit, kesepakatan yang mereka buat dalam perjanjian itu mengontrol hak, tetapi juga menentukan spesifik tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu.

2. Tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga tidak ada, jadi yang bertanggung jawab atas tuntutan pihak ketiga adalah penerbit karena penerjemah hanya bertanggung jawab untuk menerjemahkan saja atau menerima royalty saja, sedangkan penerbit bertanggung jawab untuk mencetak, menerbitkan, dan memasarkan buku terjemahan.

3. Penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit dilakukan secara musyawarah mufakat dan jika tidak menghasilkan mufakat, kedua belah pihak setuju menyelesaikannya melalui pengadilan negeri. Dan berdasarkan UUHC No. 19 Tahun 2001 bisa melalui pengadilan dan diluar pengadilan.


(3)

B. Saran.

1. Hendaknya para pihak membuat perjanjian tertulis ke Notari sehingga isi perjanjian penerbitan tidak berat sebelah.

2. Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 harus lebih disosialisasikan kepada penerjemah serta kepada para penerbit sehingga mereka sangat faham akan hak dan kewajibannya.

3. Penerjemah sebaiknya mendaftarkan karya ciptaannya guna mendapat perlindungan hukum yang pasti, sehingga jika terjadi sengketa akan lebih mudah melakukan pembuktiannya meskipun tanpa pendaftaran hak cipta itu juga dilindungi namun sulit dalam hal pembuktiannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku.

Adi, Rianto,Metode Penelitian Sosial dan Hukum,Granit, Jakarta, 2004.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Djumhara, Muhammad, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori Dan Prakteknya Di Indonesia), PT. aditya bakti, bandung, 2010.

Damian, Eddy,Hukum Hak Cipta,penerbit alumni, bandung, 2009.

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa), PT. Citraa Aditya Bakti, Bandung, 2010.

Friedmann, W.,Teori dan Filsafat Umum,Raja Grafindo, Jakarta, 1996. Harahap, M. Yahya,Segi-Segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986.

Hendra Tanu Atmadja, “Royalti Hak Cipta Atas Lagu Dan Permasalahannya”, Jurnal Mimbar Ilmiah Hukum, Vol. VI, Januari-Juni, 2003.

Hozumi, Tamotsu, Asian Copyright Handbook, Indonesian version, Ikatan Penerbit Indonesia, Jakarta, 2006.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial,Kencana, Jakarta, 2010.

Hartono Snaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.

Hutagalung, Arie Sukanti dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemeerintah di bidang Pertanahan,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

HR, Ridwan,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Isnaini,Yusran ,Buku Pintar HAKI, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010.

Johni, Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005.


(5)

Jumhana, Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999.

Kelsen, Hans sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi,General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007.

Kelsen, Hans sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien,Teori Hukum Murni, Nuansa & Nusamedia, Bandung, 2006.

Kansil, CST, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994.

Lindsey, Tim, dkk,Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar,asian law group pty ltd bekerjasama dengan penerbit alumni, bandung, 2006.

Lutviansori, Arif, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Harta Kekayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2000.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo, Jakarta, 2010.

Marzuki, Peter Mahmud,Penerlitian Hukum,Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo, Jakarta, 2010.


(6)

Sudartat, Sudarjana, dkk,Hak Kekayaan Intelektual,Oase Media, Bandung, 2010. Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI-Press, Jakarta 1986.

Snelbecker dalam Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

Sumarjono, Maria S. W., Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989.

Setiawan, “Menurunnya Supremasi Azas Kebebasan Berkontrak”, PPH NewsletterDesember 2003.

Usman, Rahmadi, Hukum Atas Kekayaan Intlektual Perlindungan Dan Dimensi Hukumnya, PT Alumni Bandung 2003.

Usman, Rachmadi,Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual,Alumni, Bandung, 2003. Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the philosophy of

Law)diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bhratara Niaga Media, Jakarta, 1996.

B. Peraturan Perundang-Undangan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Umum

C. Majalah dan Internet

http://www.google.com/ Hak Kekayaan Intelektual Hak-Hak Penerbit.html, diakses 22 Maret 2011.

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2143564-pengertian-wanprestasi/#ix zz1SWDH2tns/ Diakses tanggal 19 juli 2011.