Dampak otonomi daerah terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP KEMISKINAN
DAN DISTRIHUSI PENDAPATAN KABUPATEN DAN KOTA
D l PROVINSI BANTEN

Ane Ratna Intan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis bejudul Dampak Otonomi
Daerah terhadap Kemiskinan dan Distribusi Penclapatan Kabupaten dan Kota di
Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan
belurn diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2009
Ane Ratna Intan
NIM : H051060121

ABSTRACT
ANE RATNA INTAN. Effect of Decentralization to the Poverty and Income
Equity in Regency and City of Banten Province. Under direction of ERNAN
RUSTIADI, BAMBANG JUANDA
Separulion of Banten Province from West .Java Province was declared by
National act. No. 23 Tahun 2000. Based on Decentralization Policy, Banten
Province has its authority to arrange the regional finance which is earned to
support regional development. This research is aimed to (I) identrhing the
finance didcrepancy (1995-2007); (2) analyzing the correlations t ?tweenpublic
expense and Decenrralizufion Policy about Poverty, und also income equity in
Banten Province. (3a) analyzing the behavior of Regibnal Government about the
budget arrangement in southern Banten (Lebak Regency) and northern Banten
(Cilegon City), (3b)find qut the perception of the stakeholders about the positive
and negative effect of Decentralization Policy in both region;
The results showed that ( I ) the finance discrepancy after decentralization

was getting bigger and so did the discrepancy of civil wealth; (2) Decentralization
had decreased poverty rate, and increased income discrepancy (30) some
behavioral deviations offinance arrangements by the Government were existed,
but at northern Banten, the principles of Good Governance worked well,
especialiy when it was compared to southern Banten, (36) The positive effect of
Decentralization Policy is the increasing of PAD, while the negative effect is the
increasing ofpollu~ion,this condition happened in both region (Cilegon city and
Lebak Regency)
Keyword: Decentralization,financial, wealth

RINGKASAN
ANE RATNA INTAN. Dampak Otonomi Daerah terhadap Kemiskinan dan
Distribusi Pendapatan Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten. Dibimbing oleh
ERNAN RUSTIADI dan BAMBANG JUANDA
Kebijakan otonomi daerah di Indonesia yang dikuti dengan desentralisasi
fiskal dilaksanakan dengan diberikannya kewenangan kepada daerah dalam
mengelola sumber-surnber penerimaan daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah (mengoreksi vertical imbalance) serta ketimpangan kemampuan antar
daerah (mengoreksi horizontal imbalance). Koreksi vertical imbalance dilakukan

melalui pengalokasian bagi hasil pajak dan sumberdaya alam, sedangkan koreksi
horizontal imbalance dilakukan melalui pengalokasian dana transfer (DAU).
Mekanisrne fungsi distribusi transfer ini ditujukkan sebagai pemerataan
kemampuan keuangan wilayah yang akan merangsang pencapaian pemerataan
pembangunan antar wilayah. Provinsi Banten dimekarkan dari Provinsi Jawa
Barat berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2000. Wilayah Provinsi Banten
secara umum terbagi atas dua wilayah yakni wilayah Banten Selatan (Kabupaten
Lebak, Kabupaten pandeglang) dan Banten Utara (Kabupaten Tangerang,
Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Sebelum dan sesudah
desentralisasi di kedua wilayah tersebut masih te,dapat kesenjangan pembangunan
antar wilayah. Instrument kebijilkan otonomi melalui mekanisme h g s i distribusi
pemerataan kemampuan keuangan diharapkan akan mendorong pemerataan
pembangunan antar wilayah.
Dalam RPJM Provinsi Banten tahun 2007-2012 sdah satu program
prioritas yaitu penanggulangan kemiskinan, karena tujuan desentralisasi adalah
agar pernerintah dapat merespon lebih cepat kebutuhan masyarakat temtama
kebutuhan dasar penduduk miskin. Di wilayah Banten Selatan (Kabupaten Lebak
dan Kabupaten Pandeglang) tingkat kemiskinan relatif tinggi dibandingkan
dengan Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang
dan Kota Cilegon). Peran kebijakan pemerintah daerah dalam mengurangi

kemiskinan dan peningkatan distribusi pendapatan adalah dalam fmgsi alokasi
belanja publik seperti melalui belanja pendidikan, belania kesehatan, belanja
infrastruktur, belanja pertantan dan lain-lain. Manfaat be~anjatersebut dapat
secara langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai kebutuhan dasar.
Pennasalahan lain yang dapat rnenghambat tenvujudnya tujuan otonomi daerah
adalah terjadinya penyimpangan perilaku pemeri ~tah daerah. Pengelolaan
anggaranlkeuangan di daerah rawan menyimpang dan mengarah pada tindakan
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping, itu ego-ego setiap daerah dengan
dalih peningkatan potensi daerah sering menimbulkan dampak negatif bempa
degradasi lingkungan.
Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis dan mengidentifikasi
kesenjangan kemampuan keuangan sebelum dan sesudah otonomi daerah
kabupatenkota di Provinsi Banten dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi
daerah dari aspek kemiskinan dan distribusi pendapatan; (2) menganalisis
hubungan faktor-faktor belanja publik maupun kebijakan otonomi terhadap

kemiskinan dan distribusi pendapatan kabupaten rlan kota di Provinsi Banten;
(3a) Menganalisis perilaku pemerintah daerah dalam melaksanakan prinsipprinsip penyusunan anggaran untuk pengambilan keputusan alokasi anggaran di
Banten Selatan (Kabupaten Lebak) dan Banten Utara (Kota Cilegon); dan (3b)
mengetahui persepsi stakeholders terhadap prioritas dampak otonomi daerah baik

dampak positif maupun damp^. negatif di Banten Selatan (Kabupaten Lebak) dan
Banten Utara (Kota Cilegon).
Hasil Penelitian menunjukkan setelah diberlakukanya kebijakan otonomi
daerah kesenjangan kemampuan keuangan cenderung semakin melebar. Hal ini
terkait dengan fungsi distribusi transfer (DAU) yang belum optimal. Segi positif
peran transfer (DAU) dari pusat adalah peningkatan kemandirian wilayah pasca
terjadi krisis ekonomi, walaupun kenaikannya tidak signifikan.
Faktor yang berpengaruh terhadap penanggulangan kemiskinan adalah
belanja pendidikan, belanja kesehatan, belanja permukiman, dan belanja
infrastruktur. Alokasi belanja publik memberikan manfaat kepada masyarakat
miskin sebagai kebutuhan dasar manusia. Secara keseluruhan di wilavah Provinsi
Banten setelah berlakunya kebijakan otonomi daerah memperoleh dampak positif
yaitu pengurangan kemiskinan. Namun secara spesifik hilayah Banten Utara
lebih signifikan dalam p e n m a n kemiskinan dibandingkan Banten Selatan.
Alokasi belanja publik terhadap distribusi pendapatan berpengaruh
signifikan terhadap distribusi pendapatan antara lair belanja pertanian, belanja
pendidikan dan belanja infiastruktur. Secara keseluruhan di Provinsi Banten
setelah berlakunya kebijakan otonomi daerah distribusi pendapatan antar
golongan masyarakat cendemng semakin membaik. Namun secara spesifik
wilayah Banten Selatan lebih signifikan meningkatkan distribusi pendapatan antar

golongan masyarakat dibandingkan dengan Banten Utara.
Hasil kajian menunjukkan perilaku pemerintah daerah Banten Utara telah
mengedepankan prinsip good governance temtama prinsip efsiensi, prinsip
efektifitns, dan prinsip transparan dibandingkan dengan Banten Selatan. Prinsip
cfisiensi dan crcktilitas yakni pcnyusunan alokasi anggaran sudah bcrdasarkan
proses analisis belanja sesuai harga-harga yang benar (nilai-nilai ekonomi). Di
samping itu dalam prinsip transparansi, pemerintah daerah sudah melibatkan
partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan alokasi APBD sehingga
diharapkan akan terhindar perilaku pemerintah daerah yang mengarah pada
KKN.
Kajian atas persepsi di Kota Cilegon (Banten Utara) dan Kabupaten Lebak
(Banten Selatan) menunjukkan bahwa kedua wilayah tersebut memiliki dampak
positif dan dampak negatif yang sama. Dampak manfaat kebijakan otonomi
daerah yang terbesar adalah faktor ekonomi yaitu peningkatan PAD sedangkan
dampak kerugian d d kebijakan otonomi daerah yang faktor lingkungan yaitu
pencemaran lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian maka beberapa saran ke depan antara lain: (1)
dalam rangka mengatasi kesenjangan kemampuan keuangan antar wilayah maka
perlunya memperbaiki mekanisme transfer DAU; (2) dalam rangka
penanggulangan kemiskinan dan distribusi pendapatan maka perlunya

peningkatan belanja publik antara lain belanja sektor pendidikan, belanja sekior
infrastruktur, belania sektor kesehatan, belania sektor ~ertanian:dan 13) untuk
terwujudnya kemidirian wilayah, pemng&angan kdmiskini dan distribusi
\

r

pendapatan, maka perlu memperbaiki perilaku p ~ ~ ~ e r i n t adaerah
h
dalam
pengelolaan anggaran berdasarkan pada prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas,
disiplin, transparansi dan sesuai prioritas kebutuhan. Di samping itu, pentingnya
mempertimbangkan aspk lingkungan karena lingkungan adalah dampak
kebijakan otonomi paling dirugikan berupa timbulnya degradasi lingkungan.
Kata Kunci: Desentralisasi fiskal, kerniskinan dan distribusi pendapatan.

O Hak cipta milik IPB, Tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang - undang


1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau selumh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP KEMISKINAN
DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KABUPATEN DAN KOTA
Dl PROVINSI BANTEN

Ane Ratna Intan

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
,Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis

: Dampak Otonomi Daerah terhadap Kemiskinan dan

Distribusi Pendapatan Kabupaten dan Kota di Provinsi
Banten
Nama

: Ane Ratna Intan

NRP

: H051060121


Program Studi

: Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan ( PWD )

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Barnbang Juanda. MS
Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi
Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangun

Dekan Sekolah Pascasajana

Wilayah dan Perdesaan


B.
Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
Tanggal Ujian: 23 Mei 2009

Tanggal Lulus :

2 1 AU G 2009

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah dengan judul Dampak Otonomi Daerah terhadap
Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Kahupaten dan Kota di Provinsi
Banten dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari
Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Eman
Rustiadi, M. Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Bambang Juanda,
MS selaku Anggota Komisi Pembimbing serta Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D
yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi
penulisan penelitian ini. Di samping itu, terima kasih juga penulis sampaikan
kepada keluarga besar penulis dan rekan-rekan di Program Studi Ilmu-ilmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) yang telah banyak
memberikan bantuan dan dukungan selama ini.
Kepada dekan sekolah pascasarjana IPB, Bapak 'rof. Dr. Ir. Khairil Anwar
Notodiputro, MS dan ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan, Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS penulis ucapkan
terima kasih atas kesediaannya menerima penulis untuk mengikuti pendidikan
magister serta penulis juga menghaturkan terima kasih kepada para Dosen
PS.PWD atas bekal ilmu yang telah diberikan pada penulis yang sangat berguna
bagi penulis di masa yang akan datang.
Kepada Bapak, Drs. H. Mahmud Yusuf, MM, APU dan Ibu Eti Kobtiah,
terima kasih atas doa yang senantiasa diberikan dimanapun penulis berada.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada rekan-rekan PWD 06 (Suly,
Barika-Aan, Novi, Paulina, Weren, Laode, Abul, Nelson, Galuh, Maman, Teh
Rosda, Pak Bustam, Ibu Siti, Ibu Allan, Pak Yunus, Pak fadli, Pak Bambang,
Mbak Elva, Mbak Dian dan Mbak Ema yang senantiasa membantu penulis dalam
menempuh studi di PS.PWD. Ucapan terima kasih juga pada teman-teman kost,
Ayu, Heti, Kak Zulfa, Kak Ida, Kak Wina, Ibu Hesti, Ibu Kendah, Ibu Indah dan

Ibu Niken atas semangat dan dorongannya. Ucapan terima kasih juga kepada Aa
Lili, yang selalu menjadi sahabat hatiku, terima kasih atas doa dan dorongan
semangatnya.
Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesemkumaan. Oleh karena
itu, segala kritik, saran, dan tanggapan sangat diharapkan dari para pembaca dan
penulis akan menerima dengan baik.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

Ane Ratna Intan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 September 1983 dari
pasangan Bapak Drs. H. Mahmud Yusuf, MM, APU dan Ibu Eti Kobtiah. Penulis
mempakan putri kesepuluh dari sepuluh bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai
SMU di Tangerang. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Tangerang dan
pada tahun 2002 lulus seleksi UMPTN di Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed) Purwokerto, Jurusan Sosial Ekonomi Petemakan, Fakultas Petemakan.
Pada tahun 2006 lulus S 1 (sarjana) dan pada tahun 2006 melanjutkm Magister di
Institut Pertanian

Bogor

pada

Program

Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.

Studi Ilmu-ilmu Perencanaan

DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii

.
.
..................................................................

I . PENDAHULUAN ........................

1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................

1

1.2 Pemmusan Masalah .......................................................................................

4

1.3

6

..
Tujuan Penelltlan ...........................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................................

6

..
1.5 Ruang Lingkup Penelltlan .............................................................................

7

11. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 8

. .
. . Flskal
. ....................................................................................
Desentrallsasl

2.1 Konsep Otonom~W~layah........................................................................... 8
2.2

9

2.3 Indikator Pembangunan .............................................................................. 12
2.4 Disparitas Pembangunan Antar Wilayah .................................................... 14
2.5 Konsep Kerniskinan dan Kesejahteraan ...................................................... 16

..................................................................................
Persepsi .......................................................................................................
Struktur Keuangan Negara dan APBD .......................................................

2.6 Distribusi I'cndapatan

22

2.7

23
24

2.8

2.9 Penelitian Terdahulu ...................................................................................

30

111. METODOLOG1 PENELITIAN ..........................................................................

.................................................................................
Hipotesis.....................................................................................................
Definisi Operasional ...............
..................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
Metode Pengarnbilan Sampel .....................................................................

3.1 Kerangka Pemikiran
3.2
3.3
3.4
3.5

3.6 Metode Pengumpulan Data ........................................................................

3.7 Metode Analisis ....;....................................................................................
3.7.1

Analisis Williamson .......................................................................

3.7.2 Analisis Deskriptif Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ...........
3.7.3 Analisis Tingkat Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan ..............
3.7.3.1 Perhitungan Tingkat Kemiskinan.........................................
3.7.3.2 Perhitungan Tingkat Ketimpangan ......................................
3.7.4 Metode Ekonometrika: Metode Panel Data ...................................
3.7.4.1 Evaluasi Model Panel Data ................................................
3.7.5 Analisis Deskripti' "erilaku Pemerintah Daerah ...........................
3.7.6 Analytic Hierarchy Process (AHP) ................................................

4.4

...................................................................................... 56
Sejarah Singkat Banten ...........................................................................56
Kondisi Geografis dan Iklim ................................................................... 57
Kependudukan......................................................................................... 58
Karakteristik Ekonomi ............................................................................ 63

4.5

Struktur Keuangan KabupatenfKota di Provinsi Banr:n

IV GAMBARAN UMUM
4.1
4.2
4.3

...................... 64

V HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................

70

5.1 Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Kesenjangan
Kemampuan Keuangan Antar Daerah di Provinsi Banten: Kajian
Indeks Williamson ....................................................................................... 70
5.2 Analisis Panel data: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan dan
Distribusi Pendapatm di Provinsi Banten ................................................. 85
5.2.1 Hasil Estimasi Peran Pengeluaran Sektor Pertmian. Sektor
Pendidikan. Sektor Kesehatan. Sektor Permukiman. Dummy
Banten UtaralSanten Selatnn
dan D u m m y Otonomi Daerah
.
terhadap Tingkat Kerniskinan .................................................... 85
5.2.1.1 Indikator Kebaikan Model Panel Data ...............................85
5.2.1.2 Interprestasi Model Panel Data: Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kemiskinan ............................................... 87

.

5.2.2 Hasil Estimasi Peran Pengeluaran Sektor Pertanian.
Sektor Pendidikan. Sektor Kesehatan. Sektor Permukiman.
Dummy Banten UtaraIBanten Selatan dan Dummy Otonomi
Daerah terhadap Distribusi Pendapatan........................................... 90
5.2.2.1 Indikator Kebaikan Model Panel Data ................................90

5.2.2.2 Interprestasi Model Panel Data: Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Distribusi Pendapatan ...............................

92

5.3 Hasil Analisis Perilaku Pemerintah Daerah ............................................... 95

. .

5.3.1 Dislplln Anggaran ............................................................................

. . . .

97

5.3.2 Pnorlt~saslAnggaran ........................................................................ 99
5.3.3 Efisiensi dan Efektifitas Anggaran ...................................................
102

.
.
.............................................105

5.3.4 Partisipasi Masyarakat ...................

5.3.5 Akuntabilitas dan ';ransparansi Anggaran .......................................
5.4

107

Dampak Berlakunya Otonomi Daerah di Kota Cilegon dan Kabupaten
Lebak: Penerapan Anuly~iclhierurchy Process l~vlanfaatdan Biaya) ... 108

5.4.1 Dampak Positif (Manfaat) Berlakunya Otonomi Daerah di Kota
Cilegon dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten ...................... 109
5.4.2 Dampak Negatif (Biaya) Berlakunya Kebijakan Otonomi Daerah
di Kota Cilegon dan Kabupaten Lebak Provinsi
Banten............................................................................................1 1 1

VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 118

................................................................................................ 118
6.1 Saran ...........................................................................................................
119
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
121
6.1 Kesimpulan

LAMPIRAN ..............................................................................................................
125

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Indikator-Indikator Pembangunan .......................................................... 13

Tabel 2.

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia 1970-2007 ........ 2 1

Tabel 3

Pemetaan Format Anggaran Pemerintah KabupatentKota Berdasarkan
Beberapa Peraturan ................................................................................. 28

Tabel 4.

Rincian Sebaran Kelompok Responden Perilaku Pemerintah Daerah
Dalam Penyusunan Alokasi Anggaran................................................

38

Tabel 5.

Rincian Sebaran Kelompok Responden Persepsi Stakeholders
Dalam Kebijakan Otonomi Daerah.. .................................................. 38

Tabel 6.

Arahan dari Kineja Penelitian ...............................................................
40

Tabel 7.

Skala Banding Secara Berpasangan ......................................................48

Tabel 8.

Nilai lndek Acak (RI)..............................................................................

Tabel 9.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dampak Positif d:? Dampak Negatif
Berlakunya Kebijakan Otonomi Daerah di Kabupaten Lebak (Banten
Selatan) dan Kota Cilegon (Banten Utara) di Provinsi Banten .............. 5 1

50

Tabel 10. Aktor yang Bertanggungjawab Dampak Positii dan Dampak Negatif
Berlakunya Kebijakan Otonomi Daerah di Kabupaten Lebak (Banten
Selatan) dan Kota Cilegon (Banten Utara) di Provinsi Banten ............... 51
Tabel 11. Jumlah Penduduk KabupatedKota di Provinsi Banten (1995-2000) .... 59
Tabel 12. Jumlah Penduduk KabupatedKota di Provinsi Banten (2001-2007) ..... 59
'I'abcl 13. 'l'ingkat I'arlisipusi Angkatan Kcrju ('I'I'AK) I'cnduduk bcrumur 15
Tahun Ke Atas.........................................................................................

61

Tabel 14 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekeja, Mencari Pekerjaan dan
Bukan Angkatan Kej a Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
Tahun 2001 .............................................................................................
62
Tabel 15. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekeja, Mencari Pekejaan dan
Bukan Angkatan Kerja Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
Tahun 2007 .................................... . ................................................62
Tabel 16. Produk Domestik Regional Bruto atas Harga Konstan 2000 pada
Tahun 2005 .........................................................................................
63
Tabel 17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sebelum (1995-1999***) dan Sesudah
Otonomi Daerah (2000-2006) Berdasarkan harga Konstant 2000 ........ 64

Tabel 18. Diskripsi Fiskal Needs KabupatenKota di Provinsi Banten (Rp juta) .. 66
Tabel 19. Diskripsi Fiskal Needs KabupatenKota di Provinsi Banten (2004-2005)
(Rp juta) .................................................................................................. 69
Tabel 20. Hasil Uji Multikolinearitas antar Variabel Penjelas ............................... 86
Tabel 21. Hasil Estimasi Peran Pengeluaran Sektor Pertanian, Sektor Pendidikan,
Sektor Kesehatan, Sektor Permukiman, Infrastruktur
Terhadap Gini Ratio ...............................................................................87
Tabel 22. Hasil Uji Multikolinearitas antar Variabel Penjelas ...............................91
Tabel 23. Hasil Estimasi Peran Pengeluaran Sektor Pertanian, Sektor Pendidikan,
Sektor Kesehatan, Sektor Permukiman, Infrastruktur Terhadap
92
Gini Ratio ...............................................................................................
Tabel 24. Pelslksanaan Prinsip Prioritas Jalam Penentuan Alokasi Angg ran
Belanja Daerah ............................................... .................................. 101
Tabel 25. Pelaksanaan Prinsip Efisiensi dalam Penentuan Alokasi Anggaran
Belanja Daerah ... ..................................................................................

103

Tabel 26. Pelaksanaan Prinsip Efektititas dalam Penentuan Alokasi Anggaran
105
Belanja Daerah .......................................................................................
Tabel 27. Perilaku Pemerintah Daerah dalam Menciptakan Iklim yang Mendorong
Partisipasi Masyarakat ..........................................................................106
Tabel 28. Perilaku Pemerintah Daerah ke Arah Akuntabilitas

.............................. 107

Tabel 29. Perilaku Pemerintah Daerah dalam Membangun Transparansi ............. 108

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Presentase Penduduk Miskin Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
Gambar 2.

3

Hubungan Desentralisasi dengan Kemiskinan .................................... 12

Garnbar 3. Pengukuran Gini Ratio dengan Menggunakan Kuma Lorentz ............ 22
Gambar 4.

Kerangka Pemikiran Dampak Otonomi Daerah terhadap Kemiskinan
dan Distribusi Pendapatm di Kabupaten dan Kota
. .
di Provlnsi Banten .............................................................................. 34

Gambar 5

Kerangka Analitis Penelitian ................................................................

Gambar 6.

Peta Administrasi Provinsi Banten

35

...................................................37

Gambar 7. Hierarki Manfaat Positif Otonomi Daerah Wilayah Kab. Lebak dan
Kota Cilegon ......................................................................................
54
Gambar 8. Hierarki Manfaat Positif Otonomi Daerah Wilayah Kab. Lebak dan
Kota Cilegon .......................................................................................

55

Kesenjangan Pendapatan Antar Wilayah (PDRB) d;:n Kesenjangan
Kemampuan Keuang .n (APBD) antar KabupatentKota di Provinsi
Banten (1995-2006) ............................................................................

70

Gambar 10. Pendapatan Per kapita Kabupaten dan Kota 1: Provinsi Banten
(1 995-2006) ..........................................................................................

71

Gambar 9.

Gambar 11. Penenmaan Perkapita Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
(1995-2006) .......................................................................................... 72
Gambar 12. Presentase Konstribusi SDOIDAU Terhadap Penenmaan Keuangan
APBD (1 995-2007) .............................................................................

74

Gambar 13. Presentase Kontribusi PAD Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten
(1995-2007) .........................................................................................
76
Gambar 14. Presentase Konstribusi PAD Terhadap Total Penerimaan Berdasarkan
Koefisien Variasi (1995-2007) ............................................................78
Gambar 15. Presentase Kontribusi DBH Terhadap Penerirnaan APBD
...................................................... 79
(1995-2007) ...................................

.

Gambar 16. Presentase Kontribusi DBH Terhadap Penerimaan APBD Berdasarkan
Koefisien Variasi (1995-2007) ........................................................ 81

.................. 82
Rata-rata Angka Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Banten ....... 83

Oambar 17. Tingkat Kemiskinan KabupatenlKota di Provinsi Banten
Oambar 18.

Gambar 19. Tingkat Gini Ratio KabupatedKota di Provinsi Banten

....................

84

Gambar 20. Presentase Anggaran Belanja Sebelum Desentralisasi Fiskal
(1 995-2000) dan Sesudah Desentralisasi Fiskal(200 1-2006)
KabupatenIKota di Provinsi Banten .................................................... 85
Gambar 21 . Dampak Manfaat Otonomi Daerah di Kota Cilegon ........................... 114

.............................. 115
Gambar 23 . Dampak Manfaat Otonomi Daerah di Kota Lebak ............................. 116
Gambar 24. Dampak Biaya Otonomi Daerah di Kota Lebak ................................ 117

Gambar 22 . Dampak Biaya Otonomi Daerah di Kota Cilegon

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Indeks Williamson Penerimaan APBD (1995-2006) ..........................

125

Lampiran 2 . Indeks Williamson PDRB (1995-2006) ............................................ 129
Lamipran 3. Deskripsi Fiskal Available KabupatentKota di Provinsi Banten ........ 133
Lampiran 4 . Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Pendapatan................. 136
Lampiran 5. Faktor-Faktor yang M . npengaruhi Kemiskinan ................................

138

Lampiran 6. Hasil Analisis Panel Data pada Gini Ratio .......................................... 140
Lampiran 7. Hasil Analisis Panel Data pada Kemiskinan ....................................... 141
Lampiran 8. Gabungan Pendapat Responden terhadap Dampak Manfaat Kebijakan
Otonomi Daerah di Kota Cilegon ........................................................ 142

.

Lampiran 9 Gabungan Pendapat Responden terhadap Dampak Negatif Kebijakan
Otonomi Daerah di Kota Cilegon ........................................................ 143
Lampiran 10. Gabungan Pendapat Responden terhadap nampak Manfaat Kebijakan
Otonomi Daerah di Kabupaten Lebak .............................................. 144
Lampiran 1 1. Gabungan Pendapat Responden terhadap Dampak Negatif Kebijakan
Otonomi Daerah di Kabupaten Lebak ................................................ 145

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan beberapa tahun belakangan ini menunjukkan bahwa
masyarakat menuntut hasil pembangunan yang lebih merata dan mengharapkan
agar potensi yang dimiliki daerah dimanfaatkan secara maksimal. Era reformasi
memberikan peluang bagi pembahan paradigma pembangunan nasional dari
"paradigma pertumbuhan" menuju "paradigma pemerataan pembangunan secara
adil dan berimbang". Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui
kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diatur dalam Undang-undang nomo: 22 tahun 1999 (jo. 32 tahun 2004) tentang
pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun I999

60. 33

tahun

2004) tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah.
Kedua undang-undang tsrsebut berlaku efektif mulai 1 januari 2001 sebagai
proses awal bangkitnya semangat desentralisasi pada sistem pemerintahan di
Indonesia.
Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat
berdasarkan Undang-undang Non 23 tahun 2003. Provinsi Banten dibagi dua
wilayah yaitu Banten Selatan (kabupaten Lebak, Kabupaten pandeglang) dan
Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan
Kota Cilegon). Kedua wilayah tersebut diisukan sebelum dan sesudah
desentralisasi masih mengalami kesenjangan pembangunan antar wilayah karena
masing-masing Kabupateaota memiliki sumberdaya dan struktur keuangan
yang berbeda.
Penegasan desentralisasi fiskal terjadi pembahan-pembahan dalam
struktur keuangan terdiri dari: (I) penerimaan daerah dari bagi hasil sumberdaya
alam dimaksudkan untuk merlingkatkan penerimaan fiskal bagi daerah yang
memiliki sumberdaya alam seperti minyak, gas alam, hasil pertambangan,
kehutanan, perkebunan, serta perikanan; (2) penerimaan daerah dari bagi hasil
pajak yang mempakan dana yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), bagian daerah
ini tergolong sebagai penerimaan daerah yang persentase pembagimya tidak

mengalami perubahan; dan (3) skema bantuan pemerintah dalam bentuk transfer
yakni Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebelum desentralisasi rnerupakan
Subsidi Dana Otonom (SDO).
Perubahan-perubahan tersebut di atas memungkinkan adanya efek
ketimpangan dan pemerataan.

Ketika pemerintah pusat mengeksplorasi

sumberdaya alam maka yang tejadi adalah ketimpangan fiskal vertikal @usat
dan daerah), maka untuk mengoreksi ketimpangan fiskal vertikal (pusat dan
daerah) dilakukan melalui mei...nisme Dana Bagi Hasil (DBH). Efek sampingnya
mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) adalah ketimpangan fiskal horizontal (antar
daerah) maka distimulasi dengan mekanisme transfer yaitu Dana Alokasi Umum
(DAU)
Menanggapi desentralisasi fiskal, pemerintah daerah dapat meresponnya
dalam dua ha1 yaitu: (1) lebih memusatkan perhatian pada usaha memperbesar
penerimaan

melalui intensifikasi dan perluasan pajak, retribusi daerah serta

memanfaatkan sumberdaya yang belum optimal melalui bagi hasil dan
peningkatan dana transfer; d m (2) lebih berorientasi pada eLektifitas pengeluaran
yaitu merencanakan, merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta program
pembangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan sef-mpat.
Berlakunya kebijakan Otonomi daerah, pemerintah daerah hams lebih
responsif terhadap kebutuhan penduduknya. Pada banyak negara berkembang,
termasuk Indonesia, jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi oleh karenanya
diharapkan akan menciptakan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan
penduduk miskin. Dalam RPJM Provinsi Banten tahun 2007-2012 salah satu
program prioritas yaitu penanggulangan kemiskinan. Wilayah Banten Selatan
(Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang) tingkat kemiskinan relatif tinggi
dan berada di atas total persentase penduduk miskin Provinsi Banten
dibandingkan dengan Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang,
Kota Tangerang dan Kota Cilegon).
Gambar 1 mendeskripsikan persentase kemiskinan di wilayah Banten. Di
wilayah Banten Selatan persentase kemiskinan tinggi mengindikasikan rendahnya
tingkat pendapatan masyarakat dan berakibat rendahnya daya beli masyarakat.
Kebijakan desentralisasi diharapkan dapat menciptakan kebijakan-kebijakan yang

lebih responsif terhadap kebutuhan penduduk miskin. Jika kita secara khusus
peduli dengan kemiskinan, maka secara tidak langsung memberikan dampak bagi
peningkatan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat sehingga akan
tercipta peningkatan kesejahteraan.

I

m

1%

1

-

+

m

m
,

-

I

-

_ ! am

m

--

I

15.82

32 15

-~
641

4.W
--

1035
1

I

551

12 39
17.69

~

--

-

-

-

Sumber: BPS Berbagai Edisi
Gambar 1 Persentase penduduk Miskin Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten.
Menurut Riyanto (2000), pembangunan wilayah di sarnping ditentukan
oleh belanja publik (public expenditure) dengan tujuan peningkatan pelayanan
kebutuhan dasar masyarakat miskin, juga ditentukan oleh beberapa variabel lain
yaitu mekanisme pengelolaan keuangan yang mengedepankan prinsip-prinsip
good governance. Prinsip-prinsip tersebut antara lain prinsip efisiensi dan

efektifitas yakni menyediakan barang dan jasa kebutuhan masyarakat sesuai
dengan prioritas dan kebutuhan publik. Selain itu mekanisme transparansi dan
pengawasan diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang terbuka dan
akuntabilitas.

Tanpa

mekanisme

transparansi

dan

pengawasan

maka

dimungkinkan sumberdaya hanya didistribusikan pada segelintir orang saja yang
dekat dengan kekuasaan.
Desentralisasi menciptakan keuntungan clan kerugian baik secara jangka
pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek menurut Bardhan dan

Mookhorjee (2000) desentralisasi dapat menolong orang miskin melalui
keputusan pengeluaran publik

(public expenditure) seperti pengeluaran

pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Sedangkan dari sisi kerugiannya yaitu
banyak karakter di negara berkembang, para pejabatnya memiliki orientasi
kcbijakan yang lebih mctncntingkan dirinya sendiri, malta keberadaan orang
miskin tidak diakomodir dalam kebijakan pemerintah daerah. Sementara itu
kerugian jangka panjang yakni ekploitasi terhadap sumberdaya yang tidak disertai
konsep pembangunan berkelanjutan.
1.2 Perurnusan Masalah

Pelaksanaan otonomi daerah yang dikuti denz. n desentralisasi fiskal yaitu
diberikannya kewenangan kepada daerah dalam mengelola sumber-sumber
penerimaan daerah bertujuan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (mengoreksi vertical imbalance)
serta ketimpangan kemampuan antar daerah (mengoreksi horizontal imbalance).
Koreksi ver~icalimbalance dilakukan melalui pengalokasian bagi hasil pajak dan
sumberdaya alam, sedangkan koreksi horizontal imbalance dilakukan melalui
pengalokasian dana transfer (DAU) artinya daerah yang memiliki sumber daya
pajak maupun sumbcrdaya alam yang besar akan mendapatkan DAU yang kecil,
sebaliknya wilayah yang tidak memiliki potensi pajak dan SDA akan
mendapatkan DAU yang relatif besar. Sehingga mekanisme transfer dilaksanakan
sebagai bentuk pemerataan pembangunan wilayah dan merangsang kemandirian
wilayah.
Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat,
Masing-masing KabupatenIKota memiliki struktur aktivitas ekonomi yang
berbeda-beda sehingga mendapatkan DAU, DAK serta dana bagi hasil yang
berbeda-beda pula. Fenomena di atas perlu mendapat perhatian dan dikaji
efektifitas kebijakan otonomi daerah dalam rangka mengoreksi kesenjangan
kemarnpuan keuangan antar kabupaten1Kota (Horizontal imbalanca).
Tujuan sebenarnya dari kebijakan desentralisasi adalah agar pemerintah
dapat merespon lebih cepat kebutfihan masyarakat terutama kebutuhan dasar
penduduk miskin. Peran kebijakan pemerintah &,erah dalam mengurangi

kemiskinan dan peningkatan distribusi pendapatan adalah kewenanganya dalam
ha1 fungsi alokasi belanja d m distribusi belanja. Hal yang terpenting dari kedua
fungsi tersebut adalah fungsi alokasi belanja publik, ha1 ini karena manfaatnya
dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat sebagai kebutuhan dasarnya
seperti belanja infrastmktur, belanja pendidikan, kesehatan, pertanian dan lainlain.

Maka perlunya kajian efektifitas belanja publik

dalam rangka

penanggulangan kerniskinan.
Salah satu pemasalahan yang dapat menghambat tenvujudnya cita-cita
otonomi daerah adalah adanya penyimpangan perilaku pemerintah daerah.
Pengelolaan anggaradkeuangan di daerah rawan menyimpang dan mengarah pada
tindakan kompsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping i t - ego-ego setiap daerah
dengan dalih peningkatan potensi daerah, sering menimbulkan dampak negatif
bempa degradasi lingkungan. Untuk lebih dapat memahami pemasalahanpemasalahan tersebut di atas, maka diperlukan kajian perilaku profesionalisme
aparatur pemerintah daerah dalam menyelenggarakan kepentingan publik
berdasarkan prinsip-prinsip yang mengedepankan good governance. Di samping
itu, perlunya mengkajian d m pak manfaat dan dampak negatif dari berlakunya
kebijakan otonomi daerah.
Dilandasi oleh semua uraian di atas, penulis nengkaji dampak otonomi
daerah dalam kerangka keuangan daerah (APBD). Dampak otonomi daerah ini
dikhususkan mendalami dampak terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan
di Kabupaten d m Kota di Provinsi Banten. Adapun beberapa pemasalahan yang
akan didalami adalah scbagai bcrikut:
1 . Apnkah kcbijnknn dompnk otonomi dacrah dapat mengoreksi kesenjangan
kemampuan keuangan kabupaten dan kota di Provinsi Banten?, selain itu
bagaimana dampak otonomi daerah terhadap kemiskinan dan distribusi
pendapatan kabupaten dan kota di Provinsi Banten?
2

Bagaimana hubungan alokasi belanja publik

terhadap Kemiskinan

dan

pemerataan pendapatan kabupaten dan Kota di Provinsi Banten?
3

a. Bagaimana

perilaku

pemerintah

daerah

dalam

pengambilan

keputusan alokasi anggaran dalarn rangka mendukung pelaksanaan
otonomi daerah di Banten Selatan dan Banten Utara?

b. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap dampak otonomi daerah Banten
Selatan dan Banten Utara?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis dan mengidentifikasi kesenjangan kemampuan keuangan
sebelurn dan sesudah otonomi daerah di kabupaten dan kota di Provinsi
Banten dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah dari aspek kemiskinan
dan distribusi pendapatan
2. Menganalisis hubungan faktor-faktor belanja publiklpembangunan maupun
kebijakan otonomi

terhadap kemiskinan

d-n distribusi

pendapatan

kabupaten dan kota di Provinsi Banten

3. a. Menganalisis perilaku pemerintah daerah dalam melaksanakan prinsipprinsip penyusunan anggaran untuk pengarnbilan keputusan alokasi
anggaran di Banten Selatan (Kabupaten Lebak) dan Banten Utara (Kota
Cilegon)
b. Mengetahui

persepsi stakeholders terhadap prioritas dampak otonomi

daerah baik dampak positif maupun dampak negatif di Banten Selatan
(Kabupaten Lebak) dan Banten Utara (Kota Cilegon)
1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
informasi tambahan bagi pemerintah dalam mengarnbil keputusan kebijakan
keuangan di daerah dan sebagai bahan tambahan rujukan bagi para mahasiswa
atau peneliti yang berminat di bidang keuangan daerah. Penelitian ini diharapkan
memberikan saran kebijakan tentang keuangan daerah kabupatedkota dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah yang berkaitan dengan upaya pemerintah
dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat dan perilaku pemerintah
daerah dalam mengartikulasikan kebijakan otonomi daerah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Analisis dilakukan terhadap empat kabupaten dan dua kota yaitu
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang,
Kabupaten Serang Kota Tangerang dan Kota Cilegon

2. Ruang lingkup analisis penelitian difokuskan pada kebijakan otonorni
daerah yaitu desentralisasi pada fiskal. Penelitian ini dibatasi pada aspek
alokasi

anggaran penerirnaan pernerintah

daerah

terkait

kinerja

pembangunan (gini ratio dan kemiskiran) kabupatenkota di Provinsi
Banten tanpa rnenganalisis dampaknya terhadap kineja pembangunan
nasional dan perekonomian nasional.

BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Otonomi Daerah

Dengan ditetapkannya Undang-undang No 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah setiap daerah di
Indonesia baik provinsi, maupun kabupaten dan kota diberikan kewenangan
dalam melaksanakan pemerintahannya, sehingga lebih leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenanganya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dan pote.. i setiap daerah. Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
negara kesatuan republik Indonesia". Kewenangan yang diserahkan tersebut,
mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal

dan agama.

Kewenangan pemerintah daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua
aspek pemerintahan.
Tambunan dalam Pakasi (2005) menyatakan bahbra salah satu aspek
penting dari pelaksanaan otonomi daerah bahwa pihak daerah, baik kota maupun
kabupaten, memiliki kewenangan yang luas dalam m~,ijalankanpemerintahan di
tingkat daerah. Kewenangan ini mencakup baik dari sisi penerimaan maupun sisi
pengeluaran. Dari sisi penerimaan, pihak daerah diberi keleluasaan dalam
menggali herbagai potensi yang ada guna menyokong peningkatan pendapatan
daerahnya. Sementara dari sisi pengcluuran, pihak daerah juga diberi keleluasaan
dalam mengatur alokasi dana dalam membiayai jalannya pemerintahan maupun
pembangunan daerah.
Menurut Tandjung (2001). pelaksanaan otonomi daerah hams terus
berjalan sebab merupakan suatu upaya untuk mempererat persatuan dan kesatuan
dengan jalan mengurangi adanya ketidakadilan dan ketidakrneratan di berbagai
bidang kehidupan. Tandjung juga menyatakan bahwa kebijakan otonomi daerah
ini juga dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada munculnya sentra-

sentra ekonomi baru di daerahnya, sehingga pemeratarn hasil-hasil pembangunan
dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

2.2 Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi mencakup aspek-aspek politik, administratif, fiskal dan
ekonomi. Desentralisasi administratif sendiri merupakan pelimpahan wewenang
yang dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab dan
sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan
tanggung jawab tersebut terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan
pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada
aparatnya di daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, badan otoritas
tertentu atau perusahaan.
Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi.
Apabila pemcrintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan
mendapatkan kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran sektor publik,
maka mereka harus mendapatkan dukungan sumber-sumber keuangan yang
memadai baik berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), bagi hasil pajak dan
bukan pajak, pinjaman maupun subsidiantuan dari pemerintah pusat.
Pelaksanaan desentalisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktorfaktor berikut: (1) pemerintah pusat yang mampu melakukan pengawasan dan

enforcement; (2) sumberdaya manusia yang kuat pada Pemda guna menggantikan
peran pemerintah pusat dan keseimbangan; dan (3) kejelasan dal; m pembagian
tanggungjawab dan kewenangan dalam melakukan pu.igutan pajak dan retribusi
(Davcy, 1988 dalam Sacfudin. 2005).
Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah dilakukan atas dasar desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada dan kerangka negara kesatuan republik
Indonesia,

sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan

wewenang dari

pemerintah kepada gubemur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat
di daerah (Syamsuddin. 2005).

Semangat otonomi daerah yang disertai dengan desentralisasi fiskal
didasari jvga dengan keinginan y lng kuat untuk meningkatkan pemerataan
pendapatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Saat in' telah terjadi ketimpangan
pembangunan antar daerah khususnya antara daerah Jawa dan Iuar Jawa. Dengan
adanya desentralisasi fisl,al diharapkan nantinya pemerintah daerah akan lebih
efektif dan mampu untuk menenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan.
Pembangunan sarana dan perekonomian akan menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sehingga pada akhimya meningkatkan pendapatan masyarakat
(Pakasi, 2005).
Menurut (Tadjoeddin, 2000) dalam desentralisasi fiskal, transfer dana dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mempakan ha1 yang tidak dapat
dihindari. Pada dasarnya transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan dan bantuan. Adapun tujuan transfer
ini adalah pemerataan vertikal dan pemerataan horizontal, mengatasi efek
pelayanan publik, mengarahkan prioritas dan melakukan eksperimen dengan ideide baru stabilitas dan kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan
minimum (SPM) di setiap daerah.
Pemerataan vertikal (Vertical bqlralization Transfer)
Pemerintah pusat menguasai sebagian besar sumber-sumber penen'maan
(pajak) utama negara. Pemerintah daerah hanya benvenang utuk memungut
pajak-pajak yang berbasis lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteristik
besaran penerimaannya relatif kurang signifikan. Kondisi tersebut akhimya
menimbulkan ketimpangan vertikal antara pemerintahan pusat dengan pemerintah
daerah (Tadjoeddin, 2000).
Pemerataan Horizontal (Horizontal Equalizalion Transfer)
Keseimbangan antara kebutuhan pendapatan dan kemampuan untuk
menghasilkan pendapatan juga memiliki dimensi. iorizontal artinya dengan
transfer yang sama seharusnya juga menghasilkan penenmaan yang sarna di
antara daerah. Sidik (2002) mengemukaan bahwa kemampuan daerah untuk
menghasilkan

pendapatan

sangat

bervariasi,

tergantung kondisi daerah

bersangkutan seperti memiliki kekayaan sumberdaya dam atau tidak, atau daerah

dengan intensitas kegiatan ekonomi yang tinggi atau rendah. Terdapat daerahdaerah dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia, anak-anak yang
proporsinya tinggi. Adapula daerah yang infrastruktur masih belum memadai,
sementara di lain pihak daerah yang jumlah penduduk terlalu besar memiliki
infrastruktur yang lengkap, ini mencerminkan tinggi rendahnya kebutuhan fiskal
suatu daerah. Dengan membandingkan antara kebutuhan fiskal dan kapasitas
fiskal maka dapat dihitung adanya kesenjangan keuangan. Oleh karena itu dari
masing-masing daerah ditutup oleh transfer pemerintah pusat. Menurut undangundang NO. 25 Tahun 1999 ketentuan mengenai aturan alokasi DAU adalah DAU
ditetapkan sekutang-kutangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang
ditetapkan dalam APBN dan DAU untuk provinsi dan untuk kabupatenlkota
ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari total DAU nasional
(Sidik, 2002)
Faktor yang dapat rnenciptakan pelaksanan otonomi d a ~ ~ akondusif
h
terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan yaitu dengan pemberian bantuan
dalam bentuk block grant agar pemerintah daerah memiliki fleksibilitas yang
tinggi dalam menggunakan dana tersebut termasuk penanggulangan kemiskinan.
Hal tersebut penting dikemukakan karena dalam formula pembagian DAU
mencakup variabel jumlah penduduk miskin, ini artinya agenda penanggulangan
kemiskinan seharusnya secara otomatis menjadi agenda kebijakan semua
pemerintah daerah (Sidik, 2002).
S