Dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia

(1)

DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN

TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DI INDONESIA

DISERTASI

RASIDIN KARO-KARO SITEPU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

RASIDIN KARO-KARO SITEPU. The Impact of Human Resource Investment and Income Transfer on Income Distribution and Poverty in Indonesia (BONAR M. SINAGA as Chairman, RINA OKTAVIANI and MANGARA TAMBUNAN as Members of the Advisory Committee).

Income distribution disparity and household poverty have been crucial problems in Indonesia. Various efforts have been conducted by the Indonesian government to solve these problems, such as by increasing human resource investment and income transfer to household.

The research objectives are to analyze impacts of human resource investment and income transfer to household on income distribution and poverty in Indonesia. It was being analyzed an econometric model, Computable General Equilibrium (CGE) model, Beta Distribution Function and Foster-Greer-Thorbecke (FGT) method. Table of Indonesian Input-Output in 2003, Table of Indonesian Social Accounting Matrix in 2003, and database of National Social Economic Survey (SUSENAS) in 2002 were used in the analysis. Policy simulations conducted are (1) human resource investment for education and health sectors, and (2) income transfer from government to household group in the rural area.

Simulation results show that both human resource investment and income transfer are able to increase economic growth and household income followed by declining household poverty. Human resource investment is able to reduce government budget deficit and disparity of income distribution particularly for farm-laborer group and agricultural entrepreneur household, meanwhile income transfer to rural households has a little impact on reducing disparity of income distribution and to increase government budget deficit. Based on the simulation results can be concluded that human resource investment is more effective in reducing income inequality and poverty incidence compare to income transfer from government to household group in the rural area.

Increasing of economic growth through increasing of human resource investment and government policy to improve access to education and health for poor household groups is needed to reduce the disparity of income distribution and the poverty.

Key words: Income Distribution, Poverty, Human Resource Investment, Income Transfer, Computable General Equilibrium Model.


(3)

ABSTRAK

RASIDIN KARO-KARO SITEPU. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, RINA OKTAVIANI dan MANGARA TAMBUNAN sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan rumahtangga merupakan permasalahan yang serius di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dengan meningkatkan investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan rumahtangga terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Analisis menggunakan model Ekonometrika, model Ekonomi Keseimbangan Umum, metode Beta Distribusi Function dan metode

Foster-Greer-Thorbecke. Data yang digunakan adalah Input-Output Indonesia tahun 2003, Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia tahun 2003 dan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002. Simulasi kebijakan yang dilakukan adalah (1) investasi sumberdaya manusia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, dan (2) transfer pendapatan kepada kelompok rumahtangga perdesaan.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumahtangga yang diikuti oleh penurunan tingkat kemiskinan rumahtangga. Investasi sumberdaya manusia dapat mengurangi defisit anggaran pemerintah dan ketimpangan distribusi pendapatan khususnya kelompok rumahtangga buruh tani dan pengusaha pertanian, sedangkan dampak transfer pendapatan ke rumahtangga perdesaan relatif kecil mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan meningkatkan defisit anggaran pemerintah. Berdasarkan hasil simulasi tersebut disimpulkan bahwa investasi sumberdaya manusia lebih efektif menurunkan ketimpangan pendapatan dan kemiskinan dibandingkan dengan transfer pendapatan kepada kelompok rumahtangga perdesaan

Untuk menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan bagi kelompok rumahtangga miskin.

Kata kunci: Distribusi Pendapatan, Kemiskinan, Investasi Sumberdaya Manusia, Transfer Pendapatan, Model Ekonomi Keseimbangan Umum.


(4)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yan wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(5)

SURAT PENYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ”DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

Rasidin Karo-Karo Sitepu NRP: A 161020061


(6)

DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN

TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DI INDONESIA

RASIDIN KARO-KARO SITEPU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul Disertasi : Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia

Nama Mahasiswa : Rasidin Karo-Karo Sitepu Nomor Pokok : A 161020061

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan

Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Nopember 1972 di Tanah Karo Propinsi Sumatera Utara, putera kelima dari lima bersaudara dari ayahanda Harun Karo-Karo Sitepu (Alm) dan ibunda Miah Br. Sembiring Kembaren. Penulis menikah pada tahun 2006 dengan Veralianta Br Sebayang dan dikaruniai satu orang putra yang bernama Muhammad Rizky Rasid Sitepu.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Perbulan tahun 1985, tahun 1988 menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Nusantara Perbulan, tahun 1991 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan di SMA Tunas Kartika I Medan, dan tahun 1996 penulis menyelesaikan program Sarjana Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumateran Utara, Medan. Tahun 1998, penulis bekerja sebagai dosen Yayasan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Tahun 1999, penulis mendapat kesempatan untuk belajar ke jenjang program S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan biaya pendidikan dari Fakultas Pertnaian UISU dan BPPS. Pendidikan S2 diselesaikan pada tahun 2002.

Penulis aktif menulis dan mempublikasikan hasil riset dan kajian ilmiah di berbagai jurnal ilmiah. Beberapa karya tulis yang telah dipublikasi adalah Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalan Menggunakan Program SAS (2006) dan Aplikasi Model Ekonomi Keseimbangan Umum Menggunakan Program SAS (2006) keduanya ditulis bersama Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, IPB-Bogor.


(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan mengevaluasi dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.

Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang mendalam terutama kepada Prof. Dr. lr. Bonar M. Sinaga, MA, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. lr. Rina Oktaviani, MS dan Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan berbagai masukan dan arahan yang sangat konstruktif bagi penyempurnaan tulisan ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara, beserta staf dan dosen-dosen yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan serta bantuan dana pada penulis untuk melanjutkan studi program Doktor.


(10)

3. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staf dan dosen-dosen yang telah memberikan berbagai kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.

4. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc, sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun demi untuk penyempurnaan disertasi ini.

5. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MSc, sebagai penguji luar komisi mewakili Program Studi EPN yang telah memberikan masukan dan saran perbaikan untuk disertasi ini.

6. Suahasil Nazara, MSc. Ph.D, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kritik dan masukan demi perbaikan disertasi ini.

7. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

8. Kepada Dr. Djaimi, Dr. Muana Nanga, Uka Wikarya, Haryadi dan rekan-rekan angkatan tahun 2002, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan moral dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang mendalam pada ayahanda Harun Karo-Karo Sitepu (Alm), Ibunda Miah Br. Sembiring Kembaren dan kakanda Ratna, Sarinah, Ramadhan, Rabiah serta Keluarga Besar Sa’at Bin Perangin-angin dan Erlaba Perangin-angin yang telah memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.


(11)

Rasa syukur dan terima kasih diucapkan kepada Istri dan anakku, atas doa, kasih sayangnya, pengertian, kesabaran, dan kesetiaannya menemani penulis selama proses penyusunan disertasi, sehingga Disertasi ini dapat menyelesaikan dengan baik.

Besar harapan penulis agar berbagai pemikiran yang tertuang dalam Disertasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam menyikapi berbagai fenomena kemiskinan di Indonesia. Penulis menyadari, sebagai bagian dari suatu proses tentunya dalam Disertasi ini masih ditemui berbagai kekurangan sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi untuk penyempurnaan disertasi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Agustus 2007


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….………... v

DAFTAR GAMBAR ……….………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 9

1.3. Tujuan Penelitian ………. 15

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……… 16

II. TINJAUAN PUSTAKA ………..………. 17

2.1. Determinan Pertumbuhan Ekonomi ………...…………. 17

2.2. Pendekatan Kesejahteraan dan Kemisikinan ………...…….. 20

2.2.1. Pendekatan Welfarist ……… 20

2.2.2. Pendekatan Non-Welfarist ………. 22

2.3. Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan .. 24

2.4. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan ……… 27

2.4.1. Konsep dan Ukuran Distribusi Pendapatan ……….……. 27

2.4.2. Konsep dan Ukuran Kemiskinan ……….……. 31

2.5. Profil Kemiskinan di Indonesia ... 34

2.5.1. Profil Kemiskinan Nasional ... 34

2.5.2. Profil Kemiskinan Regional ... 37

2.5.3. Profil Kemiskinan Sektoral ... 39

2.6. Bantuan Pembangunan ... 41

2.7. Investasi Sumberdaya Manusia ... 44

2.7.1. Investasi di Bidang Pendidikan ……… 46

2.7.2. Tingkat Pengembalian Investasi Pendidikan ……… 50

2.7.3. Investasi Kesehatan Fisik dan Mental ………. 53


(13)

2.8. Pengeluaran Pembangunan ... 53

2.9. Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan ... 55

2.10. Studi Terdahulu ……… 58

III. KERANGKA TEORI ... 76

3.1. Teori Pertumbuhan Ekonocmi .…...………... 76

3.1.1. Model Harrod-Domar ... 76

3.1.2. Model Pertumbuhan Solow ...……… 79

3.1.3. Model Pertumbuhan Baru ………... 83

3.1.4. Model Human Capital dan Pertumbuhan ………... 88

3.2. Konsep Keseimbangan Umum ... 89

3.2.1. Keseimbangan Konsumsi ... 93

3.2.2. Keseimbangan Produksi ... 95

3.2.3. Keseimbangan Konsumsi dan Produksi ... 97

3.2. Kerangka Pemikiran ……....………... 99

3.2.1. Peranan Pemerintah dalam Menurunkan Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan ... 100

3.2.2. Kerangka Operasional ……….. 102

IV. MODEL EKONOMI KESEIMBANGAN UMUM .…………... 104

4.1. Mengapa Menggunakan Model Komputasi Keseimbangan Umum. 104 4.2. Struktur Model ………... 108

4.2.1. Spesifikasi Umum ... 109

4.2.2. Sistem Persamaan ... 111

4.3. Ukuran Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan ... 137

4.4. Pengolahan Data ... 139

4.5. Simulasi Kebijakan ... 140

4.6. Closure ... 146

4.7. Diagram Alur Penelitian ... 148


(14)

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE …….…………... 151

5.1. Jenis dan Sumberdata ………. 151

5.2. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2003 ……… 151

5.2.1. Struktur Input-Output ……… 152

5.2.2. Agregasi Sektor ………. 155

5.3. Sistem Neraca Sosial Ekonomi ……… 157

5.3.1. Klasifikasi Rumahtangga ………. 164

5.3.2. Klasifikasi Tenaga Kerja ……….. 166

5.3.3. Pendapatan atas Lahan dan Modal ………. 167

5.4. Elastisitas dan Parameter Lain ………...……….. 168

5.5. Prosedur Membangun Data Dasar Model CGE …...….. 174

5.5.1. Membangun Raw Data ………. 174

5.5.2. Membuat File Tablo ……… 179

5.5.3. Agregasi Data Dasar ………. 181

5.5.4. Pengujian Keseimbangan Database ……….. 182

VI. DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN TRANS- FER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN ... 188

6.1. Dampak Investasi Sumberdaya dan Transfer Pendapatan terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia ………... 189

6.2. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan Terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral ………...… 194

6.2.1. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Output Sektoral ... 194

6.2.2. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Harga Output Sektoral ... 196

6.2.3. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sektoral ... 199 6.2.4. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer

Pendapatan terhadap Utilitas dan Pendapatan Rumahtangga 201


(15)

6.3. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan

terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan ... 203

6.3.1. Distribusi Pendapatan ……… 204

6.3.2. Tingkat Kemiskinan ……… 216

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN …………... 224

7.1. Kesimpulan ……… 224

7.2. Implikasi Kebijakan ……… 227

7.3. Saran Penelitian Lanjutan ………. 229

DAFTAR PUSTAKA ………. 231

LAMPIRAN ………. 239


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan PDB atas Harga Dasar Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha, Tahun 2001 - 2005 ……….……… 5 2. Beberapa Indikator Makro Pasar Kerja Indonesia, Tahun 1998-2004 5 3. Perkembangan Indikator Kemiskinan Indonesia, Tahun 1976-2004… 6 4. Anggaran Pemerintah Indonesia, Tahun 2000-2003 ………. 10 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun

1976–2004 ... 35 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi, Tahun

2004 ... 38 7. Presentase Pengeluaran Pembangunan untuk Pendidikan dan

Kesehatan, terhadap Total Pengeluaran Pembangunan, Tahun

1980-2004 ... 54 8. Persentase Anggaran Pendidikan terhadap Produk Domestik Bruto

di Beberapa Negara, Tahun 1999/2000 ... 56 9. Besaran Perubahan Produktivitas Tenaga Kerja yang di Masukkan

ke dalam Model CGE ... 144 10. Persentase Peningkatan Pendapatan untuk masing-masing

Kelompok Rumahtangga Perdesaan ... 146 11. Agregasi 30 Sektor Penelitian Berdasarkan Tabel I-O Klasifikasi 71

Sektor, Tahun 2003. ... 155 12. Struktur Social Accounting Matrix ... 159 13. Skema Sederhana SNSE ... 162 14. Pengelompokan Sektoral dari Tabel Input-Output Tahun 2003

dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Tahun 2003 ... 163


(17)

15. Pengeluaran Kelompok Rumah Tangga di Sektor Perekonomian

dalam Model CGE, Tahun 2003 ... 165 16. Pembayaran Upah di Setiap Sektor Berdasarkan Jenis Pekerjaan,

Tahun 2003 ... 166 17. Pendapatan Lahan dan Modal, Tahun 2003 ... 167 18. Parameter Elastisitas yang Digunakan dalam Model ... 171 19. Parameter Elastisitas Pengeluaran Rumahtangga yang Digunakan

dalam Model ... 172 20. Nilai GDP Indonesia dari Sisi Pengeluaran dan Sisi Pendapatan,

Tahun 2003 ... 183 21. Nilai Penjualan Setiap Sektor diirinci Menurut Jenisnya, Tahun 2003 185 22. Biaya Produksi Setiap Sektor dirinci Menurut Jenisnya, Tahun 2003 186 23. Hasil Simulasi Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Trans-

fer Pendapatan terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia ... 189 24. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia

dan Transfer Pendapatan terhadap Output Sektoral ... 195 25. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia

dan Transfer Pendapatan terhadap Harga Output Sektoral …...….. 197 26. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia

dan Transfer Pendapatan terhadap Permintaan Tenaga Kerja Sektoral 199 27. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia

dan Tranfer Pendapatan terhadap Pendapatan Riil Rumahtangga ... 202 28. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia

dan Tranfer Pendapatan terhadap Utilitas Rumahtangga ... 203 29. Karakteristik Pendapatan Rumahtangga dan Demographi Indonesia .. 204 30. Nilai Parameter Beta Density Distribution Function ………. 206 31. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Pendidi-

kan terhadap Kemiskinan di Indonesia ...………. 218


(18)

32. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Keseha-

tan terhadap Kemiskinan di Indonesia ...……….. 218 33. Dampak Peningkatan Transfer Pendapatan ke Rumahtangga terhadap

Kemiskinan di Indonesia ... 219


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Edgeworth Bowley Box pada Kasus Keseimbangan Konsumsi ... 93

2. Edgeworth Bowley Box pada Kasus Keseimbangan Produksi …… 96

3. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ... 98

4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Fiskal dalam Mempengaruhi Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan ... 101

5. Kerangkan Operasional Penelitian ...………. 102

6. Struktur Produksi ... 115

7. Struktur Pembentukan Investasi dan Barang Modal ... 121

8. Spesifikasi Konsumsi Rumah Tangga ………. 123

9. Closure Makroekonomi yang digunakan untuk menganalisis Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan .. 147

10. Diagram Alur Penelitian ... 150

11. Data Input-Output pada Model Keseimbangan Umum ... 153

12. Aliran Pendapatan dalam Perekonomian ... 161

13. Tahap I Membangun Data Dasar Model Keseimbangan Umum Indonesia ... 179

14. Tahap II Membangun Data Dasar Model Keseimbangan Umum Indonesia ... 180

15. Tahap III Membangun Data Dasar Model Keseimbangan Umum Indonesia ... 181

16. Distribusi Pendapatan Buruh Pertanian ... 208

17. Distribusi Pendapatan Pengusaha Pertanian ... 208


(20)

18. Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Gol Rendah Desa ... 208 19. Distribusi Pendapatan Bukan Angkatan Kerja dan Gol Tidak

Jelas di Desa ... 208 20. Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Atas di Desa .... 209 21. Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Rendah di Kota . 209 22. Distribusi Pendapatan Bukan Angkatan Kerja dan Gol Tidak

Jelas di Kota ... 209 23. Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Atas di Kota …. 209 24. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia terhadap

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Buruh Tani ... 210 25. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi

Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Pertanian ……….. 210 26. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi

Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Rendah

di Desa ……….. 210

27. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Bukan Angkatan Kerja dan Golongan

Tidak Jelas di Desa ……….. 210 28. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi

Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Atas di

Desa ……… 211

29. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Rendah di

Kota ……….. 211

30. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Bukan Angkatan Kerja dan Golongan

Tidak Jelas di Kota ……… 211 31. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi

Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Atas di

Kota ... 211


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Input File Tablo dalam Penelitian ………... 239 2. Closure Penelitian …...… 268


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik baik bagi negera-negara maju maupun bagi negara berkembang, karena kedua peubah tersebut hampir dialami oleh semua negara di dunia, namun dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang bervariasi, hal ini terjadi karena adanya perbedaan baik dalam perbedaan kondisi sosial, ekonomi dan politik suatu negara. Penanggulangan kemiskinan menjadi penting dan mendapat perhatian karena kemiskinan akan menurunkan kualitas hidup (quality of life) masyarakat yang mengakibatkan antara lain tingginya beban sosial-ekonomi, rendahnya poduktivitas sumberdaya manusia, rendahnya partisipasi aktif masyarakat, merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah dan kemungkinan menurunkan mutu generasi yang akan datang.

Keseriusan pemerintah menangani kemiskinan terlihat sejak tahun 1970-an dan pada tahun 2002, pemerintah telah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Keppres No. 124 Tahun 2002. Sasarannya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin absolut berkurang sampai 40 persen, upaya-upaya tersebut dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, peningkatan pendapatan masyarakat miskin sehingga masyarakat mampu memperoleh peluang, kemampuan pengelolaan, perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan keamanan. Kedua, pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.


(23)

Kemampuan dari suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya adalah sangat tergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, melalui mekanisme trickle down effect.

Salah satu tujuan pokok pembangunan adalah menciptakan keseluruhan pola pertumbuhan pendapatan yang diinginkan dengan penekanan khusus pada akselerasi pertumbuhan dan pendapatan golongan miskin. Sehingga konsep penerapan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata tanpa diiringi dengan penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan bukanlah merupakan konsep yang tepat.

Meskipun analisis ekonomi umumnya tidak menyinggung hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, namun sebagian besar teori mengisyaratkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan merupakan sesuatu yang harus dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat (Todaro, 2000).

Argumen dasar ekonomi yang sering dilontarkan dalam rangka menciptakan kesan bahwa ketimpangan pandapatan merupakan suatu kondisi sementara yang ”tidak terelakkan” adalah karena akumulasi pendapatan perorangan dan perusahaan setinggi mungkin memang harus diciptakan demi membentuk formasi modal yang kuat guna merangsang investasi dan pertumbuhan ekonomi seperti yang diuraikan oleh model Harrod-Domar. Hal tersebut memungkinkan terakumulasinya tingkat tabungan dan investasi yang lebih besar sehingga akan menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat daripada laju pertumbuhan yang dialami oleh perekonomian yang distribusi pendapatannya lebih merata (Todaro and Smith, 2004).


(24)

Setidaknya terdapat lima alasan yang umum mengapa banyak ahli ekonomi pembangunan merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara berkembang tidak bisa dinomorduakan, karena hal itu merupakan kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang pertumbuhan ekonomi, yaitu:

Pertama, ketimpangan yang lebar dan kemiskinan yang meluas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga masyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya, dan akibat ketiadaan peluang investasi secara fisik maupun keuangan, faktor ini secara bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih besar.

Kedua, para pemilik capital lebih suka menabung dan menginvestasikan uang atau hartanya di luar negeri dengan alasan-alasan keamanan. Akibatnya, akumulasi kekayaan bukan menyuburkan tingkat tabungan investasi dalam negeri melainkan menimbulkan pelarian modal (capital fligth) yang semakin merugikan negara.

Ketiga, rendahnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat kaum miskin terwujud berupa kondisi kesehatan yang buruk, kurang makan dan gizi dan pendidikan yang rendah, justru akan menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Keempat, peningkatan pendapatan penduduk miskin akan merangsang meningkatnya permintaan terhadap barang-barang produksi dalam negeri, seperti bahan makanan dan pakaian. Dengan naiknya permintaan terhadap barang-barang


(25)

lokal, maka akan tercipta dorongan-dorongan bagi peningkatan produksi lokal, penciptaan lapangan kerja dan kenaikan persediaan modal serta tingkat investasi di dalam negeri. Kenaikan permintaan tersebut, dengan sendirinya akan menciptakan kondisi yang sangat dibutuhkan bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan peran serta yang lebih merata dalam pertumbuhan tersebut.

Kelima, dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil, melalui upaya-upaya pengentasan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta banyak insentif materil dan psikologis yang pada gilirannya mempercepat kemajuan ekonomi.

Tahun 1970-an dan 1980-an Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi dan dijuluki sebagai salah satu keajaiban dari Asia Timur (East Asian Miracle), dan ketika itu Indonesia berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan di daerah perkotaan dan pedesaan mengalami penurunan dari 40.1 persen di tahun 1976 menjadi sekitar 11.3 persen di tahun 1996 (BPS, 2003). Namun ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997 jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan kembali meningkat menjadi 24.2% di tahun 1998. Kurun waktu 1999-2004 jumlah penduduk yang berada di bawah kemiskinan mengalami penurunan terhitung pada tahun 2004 hanya sekitar 16.7 persen (BPS, 2004).

Mengamati fenomena di Indonesia pasca krisis, pertumbuhan ekonomi cukup stabil seperti terlihat pada Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2001 sebesar 4.639 persen namun demikian kondisi ini ternyata belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Tabel 2.


(26)

Tabel 1. Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2001-2005

(%)

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 4.642 2.504 2.021 4.311 3.027 Pertambangan dan Penggalian 2.390 4.952 0.371 -5.714 3.057

Industri Pengolahan 2.811 2.437 4.166 3.529 4.713

Listrik, Gas an Air Bersih 7.592 9.142 5.567 8.700 6.658

Bangunan 3.933 4.845 4.471 5.991 6.713

Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.796 5.764 4.654 6.594 6.736 Pengangkutan dan Transportasi 8.881 8.426 7.212 9.318 8.655 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.992 4.018 4.462 5.683 5.013

Jasa – Jasa 7.914 3.504 6.466 6.683 4.454

Produk Domestik Bruto 4.639 4.049 3.928 4.256 5.033

Sumber: BPS (Berbagai Tahun Terbitan)

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sekitar 4 persen pertahun yang didominasi oleh sektor konsumsi, maka jumlah tenaga kerja yang muncul sekitar 2.5 juta setiap tahunnya tidak dapat terserap yang berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Tentu saja peningkatan jumlah pengangguran tersebut akan berdampak buruk bagi kinerja makroekonomi Indonesia.

Tabel 2. Beberapa Indikator Makro Pasar Kerja Indonesia, Tahun 1998-2003

(Juta jiwa)

Uraian 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Penduduk 194.76 198.32 201.35 204.39 206.52 206.30 209.39 212.53 215.28 218.52 Angkatan kerja 86.36 90.11 91.32 92.73 94.85 95.65 98.81 100.10 100.32 102.70 Tenaga kerja 80.11 85.70 87.05 87.67 88.82 89.84 90.81 91.65 90.78 92.94 Pengangguran 6.25 4.41 4.28 5.06 6.03 5.81 5.33 8.46 9.53 9.76 Angka pengangguran 7.24 4.89 4.68 5.46 3.36 6.08 5.39 8.45 9.50 9.50 Tenaga kerja*

- Pertanian 43.98 44.02 41.18 44.96 43.21 45.28 43.88 44.34 46.26 46.26 - Industri 18.42 18.09 19.01 16.28 17.84 17.43 17.54 13.21 12.84 17.54 - Jasa 37.60 37.89 39.89 38.76 38.95 37.29 38.58 42.45 40.90 36.20

Sumber: BPS (Berbagai Tahun Terbitan) Ket = * (% terhadap total)

Pada Tabel 2 terlihat bahwa jumlah orang yang menganggur tahun 2001 mengalami peningkatan hingga tahun 2004 sebesar 9.76 juta jiwa. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah pasca krisis. Jumlah


(27)

penduduk miskin Tahun 2002 sebesar 38.4 juta jiwa dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 34.5 juta jiwa pada tahun 1996. Lebih jelasnya perkembangan beberapa indikator kemiskinan, garis kemiskinan dan jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Indikator Kemiskinan Indonesia, Tahun 1976-2004 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Persentase Penduduk Dibawah Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Dibawah Garis Kemiskinan (Juta) Tahun

Kota Desa Kota Desa Kota+

Desa Kota Desa

Kota+ Desa

1976 4522 2849 38.80 40.40 40.10 10.00 44.20 54.20

1978 4969 2981 30.80 33.40 33.30 8.30 38.90 47.20

1980 6831 4449 29.00 28.40 28.60 9.50 32.80 42.30

1981 9777 5877 28.10 26.50 26.90 9.30 31.30 40.60

1984 13731 7746 23.10 21.20 21.60 9.30 25.70 35.00

1987 17381 10294 20.10 16.10 17.40 9.70 20.30 30.00

1990 20614 13295 16.80 14.30 15.10 9.40 17.80 27.20

1993 27905 18244 13.40 13.80 13.70 8.70 17.20 25.90

1996 42032 31366 13.60 19.90 17.70 9.60 24.90 34.50

1998 1) 96959 72780 21.90 25.70 24.20 17.60 31.90 49.50

1999 2) 92409 74272 19.50 26.10 23.50 15.70 32.70 48.40

2000 3) 91632 73648 14.60 22.38 19.14 12.30 26.40 38.70

2001 4) 100011 80382 9.79 24.84 18.41 8.60 29.30 37.90

2002 5) 130499 96512 14.46 21.10 18.20 13.30 25.10 38.40

2003 6) 138803 105888 13.57 20.23 17.42 12.20 25.10 37.30

2004 7) 143455 108725 12.13 20.11 16.66 11.40 24.80 36.20

Sumber: BPS, 2004

Keterangan: 1) Berdasarkan data Susenas Desember 1998 2) Berdasarkan data Susenas Pebruari 1999 3) Berdasarkan data Susenas 2000

4) Berdasarkan data Susenas 2001 5) Berdasarkan data Susenas 2002 6) Berdasarkan data Susenas 2003 7) Berdasarkan data Susenas 2004

Mengacu pada Tabel 1, 2, dan 3 dapat diketahui bahwa stabilitas pertumbuhan makroekonomi Indonesia ternyata belum mampu mendorong sektor riil dalam upaya mengatasi masalah sosial seperti pengangguran dan kemiskinan. Agar sektor riil berkembang dan mampu menyerap tenaga kerja pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak hanya tergantung pada sektor konsumsi saja, dengan


(28)

kata lain bahwa perlu adanya peningkatan investasi agar lapangan kerja yang baru dapat tercipta. Salah satu bentuk investasi yang paling penting untuk menggerakan sektor ini adalah investasi sumberdaya manusia dan infrastruktur.

Dalam teori pertumbuhan baru, salah satu yang ditekankan adalah pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan dan membangun

human capital dan mendorong penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan produktivitas, dimana pertumbuhan produktivitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan (engine of growth). (Nafziger, 1997; Abel and Bernanke, 1998)

Pembangunan sumberdaya manusia merupakan peningkatan di dalam pengetahuan, keterampilan dan kemampuan semua individu dalam suatu kelompok masyarakat. Investasi sumberdaya manusia didefinisikan sebagai seluruh kegiatan yang mempengaruhi pendapatan maupun konsumsi di masa yang akan datang. Bentuk investasi sumberdaya manusia ini meliputi: pendidikan, kesehatan, migrasi, dan kegiatan mencari informasi mengenai harga. Walaupun investasi ini bervariasi bentuknya dalam pendapatan dan konsumsi, seluruhnya akan mempengaruhi keterampilan, pengetahuan dan kesehatan sehingga akan meningkatkan konsumsi di kemudian hari.

Human capital difokuskan pada permintaan terhadap pendidikan dan peranan sekolah dan pengalaman dalam mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja secara individu. Alasan utama individu melakukan investasi human capital

dengan menyelesaikan formal schooling adalah memperbaiki pendapatan mereka di masa yang akan datang dan selanjutnya akan meningkatkan total kesejahteraan mereka. Hal ini dapat dipahami, bahwa peningkatan schooling akan meningkatkan


(29)

produktivitas individu dalam pasar kerja, dan produsen akan menghargai hal ini dengan membayar tingkat upah yang lebih tinggi kepada individu dengan formal schooling yang lebih tinggi.

Dengan melakukan investasi di bidang pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keahlian (keterampilan) seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.

Cara lain untuk melakukan investasi dalam human capital adalah memelihara dan memperbaiki emotional and physical health (kesehatan fisik dan emosi). Hal ini merupakan kunci keberhasilan kemajuan ekonomi yang harus diperhatikan pemerintah dalam memperbaiki kesehatan fisik dan emosi. Meningkatnya kesehatan fisik dan emosi diyakini mampu meningkatkan produktivitas kerja individu, menurunkan angka kematian pada usia kerja, dan dapat memperpanjang usia kerja produktif sehingga memperpanjang waktu menambah penghasilan.

Dari uraian di atas, dapat dimengerti begitu pentingnya peranan investasi sumberdaya manusia, karena hal itu memberikan dampak eksternalitas positif terhadap individu yang bersangkutan, dan secara tidak langsung juga bermanfaat


(30)

bagi masyarakat secara keseluruhan melalui peningkatan produktivitas yang mendorong ke arah peningkatan pendapatan rumahtangga yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan nasional.

1.2. Perumusan Masalah

Persoalan pertumbuhan ekonomi (economic growth) akan selalu mendapat perhatian yang besar bagi setiap negara, karena pertumbuhan ekonomi merupakan sumber utama bagi peningkatan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat, meskipun laju pertumbuhan ekonomi tersebut tidak secara otomatis memberi jawaban atas berbagai macam pertanyaan dan masalah kesejahteraan, namun hal tersebut tetap menjadi unsur penting dalam setiap program pembangunan yang dirancang untuk mengentaskan kemiskinan.

Dari berbagai literatur ekonomi pembangunan, disebutkan bahwa infrastruktur merupakan motor penggerak pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur juga dapat mempercepat proses pengurangan kemiskinan melalui peningkatan akses terhadap infrastruktur yang baik. Karena pengertian kemiskinan tidak hanya terkait dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar saja, tetapi juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, jaminan masa depan, dan akses terhadap fasilitas umum lainnya.

Dalam manajemen anggaran pemerintah sering kali terjadi tarik-menarik antara investasi untuk infrastruktur ekonomi (fisik) dan investasi untuk sektor


(31)

pembangunan sosial. Di satu sisi pengeluaran investasi infrastruktur dibutuhkan untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, namun di sini lain juga diperlukan investasi untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pembangunan manusia yang berhasil akan memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Dengan kata lain sesungguhnya terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Anggaran pemerintah tahun 2000-2003 ditampilkan pada Tabel 4. Pada Tabel tersebut, pengeluaran pendidikan dan kesehatan termasuk dalam komponen pengeluaran rutin dan pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatkan sumberdaya manusia dimana porsi pengeluaran pembangunan terhadap GDP hanya sebesar 3.4 persen tahun 2003. Pada Tabel 4 juga terlihat bahwa sebagian besar dana pemerintah dialokasikan untuk pembayaran hutang. Tabel 4. Anggaran Pemerintah Indonesia, Tahun 2000-2003

(% terhadap GDP)

Uraian 2000 2001 2002 2003

A. Total Penerimaan 15.1 19.3 17.9 17.3

1. Penerimaan Pajak 10.7 12.9 13.0 13.1

2. Penerimaan Non Pajak 4.4 6.5 4.9 4.2

B. Pengeluaran Pemerintah 20.1 23.2 20.4 19.1 1. Pengeluaran Pemerintah Pusat 15.8 17.8 14.6 13.1

a. Pengeluaran rutin 3.2 14.9 11.5 9.7

b. Pengeluaran Pembangunan 4.3 2.9 3.1 3.4

2. Balanced Fund 0.0 5.5 5.6 5.8

C. Budget Defisit -5.0 -3.8 -2.5 -1.8

D. Financing 5.0 3.8 2.5 1.8

1. Pendanaan Domestik 2.4 2.5 1.4 1.2

2. Pendanaan Asing 2.5 1.4 1.4 0.6

Sumber: Departemen Keuangan, 2005. [www.fiskal.depkeu.go.id]

Sejak tahun 1997, pemerintah telah membuat beberapa kebijakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia dan berupaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan yang terjadi. Namun demikian pemerintah juga dihadapkan


(32)

pada permasalahan defisit anggaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Defisit anggaran yang terus meningkat akan memberikan tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama dari sisi pengeluaran, karena pemerintah juga harus membayar cicilan pokok dari hutang ditambah suku bunga yang berlaku. Untuk menutupi difisit anggaran, pemerintah telah menghapuskan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan meningkatkan pajak. Penghapusan subsidi bahan bakar minyak dikurangi dengan cara meningkatkan harga BBM.

Pada tahun 2000 harga BBM di pasar secara rata-rata meningkat sebesar 12 persen. Pada tanggal 16 Juni 2001 kenaikan harga BBM mencapai 30.10 persen (Tim Sosialisasi BBM, 2000). Pada tahun 2002 berdasarkan surat keputusan Presiden No. 9 Tanggal 16 Januari 2002 harga BBM secara bertahap akan disesuaikan dengan harga internasional, kecuali minyak tanah untuk rumah tangga dan pengusaha kecil. Penghapusan subsidi BBM tersebut, tentu saja memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja makroekonomi antara lain ditunjukkan oleh meningkatkan jumlah penduduk miskin (Oktaviani, et. al, 2005).

Sebagai alternatif pengganti penghapusan subsidi BBM, pemerintah telah memberikan kompensasi dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam penelitian ini disebut sebagai transfer pendapatan kepada masyaraktat miskin sebesar Rp. 100000., per bulan. Pertanyaannya adalah seberapa besar dampak BLT terhadap penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.

Dalam kasus Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesia Human Development Report 2004, perkembangan pembangunan manusia selama ini


(33)

sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan lebih banyak. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan seperti kesehatan dan pendidikan relatif kecil. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial selama ini jauh lebih sedikit dibandingkan Malaysia, Thailand ataupun Filipina.

Kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Dari 177 negara, IPM dan IKM di Indonesia masing-masing berada pada peringkat 110 dan 41 pada tahun 2005. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan Diknas menyatakan bahwa populasi anak sekolah dibawah 15 tahun memiliki keterampilan rendah karena hanya 37.6% anak mampu membaca tanpa mengerti bacaan yang mereka baca. Ini menunjukkan kemampuan memperoleh pengetahuan anak Indonesia dari membaca sangat rendah.

Hal ini jelas bahwa selain dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pembangunan manusia sangatlah penting dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk meningkatkan nilai asset mereka yang terpenting adalah tenaga mereka (Lanjouw, et. all. 2001).

Adelman (1986) memperkenalkan tiga pendekatan dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang disebut sebagai poverty-focused approaches to policy, yaitu pertama adalah pendekatan yang berorieantasi kepada harta mereka atau aset (assets-oriented approaches) yang ditujukan untuk meningkatkan kuantitas


(34)

dari asset yang dimiliki oleh kaum miskin, kedua, adalah pendekatan atau strategi peningkatan permintaan (demand generating strategies) yang ditujukan untuk meningkatkan volume penjualan tenaga kerja dari kaum miskin tersebut, yang umumnya terdiri dari tenaga kerja yang tidak terampil, dan ketiga, kebijakan meningkatkan harga (price-increasing policies) dari asset utama yang dimiliki oleh kaum miskin yaitu tenaga kerja.

Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin salah satu tidak lain disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan, karena jangankan untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan yang baik, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (basic need) mereka relatif sulit untuk memenuhinya, sehingga dalam hal ini merupakan tugas kita semua untuk memerangi kemiskinan khususnya pemerintah melalui pengeluaran rutin dan pembangunan.

BAPPENAS/UNSFIR (2002) menunjukkan bahwa di Indonesia proporsi GDP yang digunakan untuk pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan masih relatif kecil (7.9 persen) jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amarika Serikat (14.4 persen), Poland (24,8 persen), Korea (17.5 persen) dan Philipina (17.6 persen).

Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial menjadi semakin terasa sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis tersebut bukan hanya menyebabkan melorotnya pencapaian pembangunan manusia tetapi juga membawa pengaruh buruk kepada tingkat kemiskinan (Booth, 1999; Fane, 2000).


(35)

Sehubungan dengan itulah maka investasi pada pendidikan dan kesehatan sangat penting artinya bagi pengurangan kemiskinan. Pentingnya persoalan investasi sektor publik untuk pembangunan sosial tersebut juga berlaku untuk pemerintah daerah, terlebih setelah berlakunya otonomi daerah. Selama ini pengeluaran pembangunan pemerintah provinsi masih terkonsentrasi pada bidang infrastruktur ekonomi dan belum memberikan perhatian yang memadai bagi bidang pembangunan manusia serta efisiensi investasi sektor publik tersebut pun masih rendah (Brata dan Arifin, 2003).

Pendidikan dan kesehatan merupakan investasi sumberdaya manusia yang penting dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan upah tinggi, seseorang membutuhkan keterampilan yang memadai. Ketarampilan yang memadai dapat diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan juga merupakan elemen penting dalam memerangi kemiskinan.

Gagasan bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memiliki manfaat ekonomi dan sosial jangka panjang bagi setiap individu maupun masyarakat luas telah muncul sejak jaman Adam Smith. Sumberdaya manusia didefinisikan sebagai kumpulan investasi, antara lain melalui pendidikan, kesehatan, pelatihan kerja dan migrasi yang mengembangkan produktivitas individu dalam bekerja dan juga pada kegiatan bukan bekerja (Center For The Study Of Living Standards, 2001).

Dalam perkembangannya, definisi sumberdaya manusia makin diperluas, tidak hanya mencakup pendidikan dan kesehatan, tetapi juga memasukkan faktor mobilitas dan rasa aman (Ananta, 2003).


(36)

Dengan mobilitas, manusia mampu menemukan pekerjaan dan tempat tinggal yang lebih baik, sebaliknya rasa tidak aman dapat mengakibatkan kapasitas produktivitas seseorang atau produktivitas tenaga kerja menjadi menurun. Pertanyaannya adalah bagaimana dampak investasi sumberdaya manusia sektoral terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.

Dari uraian tersebut, maka dirumuskan beberapa permasalahan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dampak investasi sumberdaya manusia sektoral dan transfer perdapatan rumahtangga terhadap:

1. Indikator makroekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan produk domestik bruto, inflasi dan neraca perdagangan.

2. Output, penyerapan tenaga kerja dan tingkat harga di sektoral.

3. Pendapatan, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan kelompok rumahtangga.

1.3. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak investasi sumberdaya manusia sektoral dan transfer pendapatan rumahtangga terhadap:

1. Indikator makroekonomi yang ditunjukkan oleh perubahan produk domestik bruto, inflasi dan neraca perdagangan.

2. Output, penyerapan tenaga kerja dan tingkat harga sektoral

3. Pendapatan, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan kelompok rumahtangga.


(37)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Investasi sumberdaya manusia dalam penelitian ini diwakili oleh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, sedangkan transfer pendapatan adalah uang tunai yang diberikan langsung oleh pemerintah kepada kelompok rumahtangga perdesaan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh investasi sumberdaya manusia terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja di estimasi dengan menggunakan model ekonometrik. Hasil simulasi model ekonometrik selanjutnya dimasukkan ke dalam Computable General Equilibrium

(CGE) model. Model CGE yang digunakan dikembangkan dari model INDOF (Oktaviani, 2000) dengan menambah persamaan fiskal yang diadopsi dari model WAYANG (Wittwer, 1999) dan mendisagregasi kelompok rumahtangga berdasarkan kelompok rumahtangga SNSE Tahun 2003.

Pengelompokan rumahtangga tersebut bertujuan untuk menangkap perubahan distribusi pendapatan dan kemiskinan kelompok rumahtangga. Beta Distribution Function digunakan untuk mengevaluasi distribusi pendapatan dan metode pengukuran Foster-Greer-Thorbecke digunakan untuk mengevaluasi tingkat kemiskinan.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Determinan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam teori Harord-Domar, investasi merupakan faktor penentu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Bahkan mereka mengatakan bahwa “tabungan dan investasi merupakan kekuatan sentral dibalik pertumbuhan ekonomi” (saving and investment is central forces behind economic growth). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, dan rasio modal output nasional. Hal ini memiliki makna secara ekonomi bahwa agar suatu perekonomian dapat bertumbuh, maka perekonomian yang bersangkutan haruslah menabung dan menginvestasikan proporsi tertentu dari GNP-nya. Semakin banyak suatu perekonomian menabung dan menginvestasikan, semakin pesat pertumbuhan ekonominya (Todaro, 2000; Perkins, et. al, 2001).

Teori yang juga banyak membahas tentang pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan ekonomi neoklasik (neoclassical growth theory) atau sering disebut Teori Pertumbuhan Solow (Solow growth theory). Dalam model Harrod-Domar hanya memfokuskan pada faktor tabungan dan investasi, maka dalam model pertumbuhan Solow, selain faktor kapital, juga menekankan pentingnya faktor tenaga kerja dan teknologi. Satu objek yang layak sebagai argumen dasar bahwa kesulitan yang dihadapi beberapa negara adalah akses kepada teknologi maju tidak kurang, tetapi kurangnya kemampuan untuk menggunakan teknologi tersebut. Tetapi keberatan ini mengimplikasikan bahwa sumber utama dari perbedaan dalam standar kehidupan pada level ilmu pengetahuan atau teknologi tidak berbeda tetapi berbeda pada apa saja faktor-faktor yang mengijinkan


(39)

negara-negara yang lebih kaya mengambil keuntungan yang lebih baik dari kemajuan teknologi. Oleh karena itu pengertian perbedaan dalam pendapatan membutuhkan pengertian alasan untuk perbedaan dalam beberapa faktor.

Model pertumbuhan baru pada dasarnya merupakan pengembangan dari model Solow sebelumnya, mengungkapkan bahwa peranan kapital, termasuk modal manusia (human capital) atau investasi dalam sumberdaya manusia (human capital investment) lebih besar daripada apa yang diukur oleh pertumbuhan Solow. Ide dasar dari model pertumbuhan baru tersebut adalah bahwa investasi kapital, baik itu dalam mesin maupun dalam manusia, menciptakan eksternalitas yang positif (positive externalities).

Artinya investasi tidak hanya meningkatkan kapasitas produktif dari perusahaan yang melakukan investasi atau tenaga kerja, tetapi juga kapasitas produktif dari perusahaan-perusahaan atau tenaga kerja lainnya yang terkait. Singkatnya, dalam model pertumbuhan baru ini inovasi teknologi (technological innovation) dan pembentukan modal manusia (human capital formation) dilihat sebagai sumber utama dari pertumbuhan produktivitas, dan pertumbuhan produktivitas itu sendiri pada gilirannya merupakan motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi (engine of growth).

Perbedaan utama model Solow dan model pertumbuhan endogen terletak pada perlakuan mereka terhadap faktor teknologi. Dalam model Solow, kemajuan teknologi dianggap sebagai sesuatu yang bersifat eksogen, sedangkan dalam model pertumbuhan baru, faktor teknologi diperlakukan sebagai sesuatu yang

bersifat endogen. Fungsi produksi versi model pertumbuhan baru, tingkat output bergantung pada tingkat stok kapital (K), jumlah tenaga kerja, dan juga pada


(40)

tingkat teknologi atau produktivitas (A). Dalam model pertumbuhan baru ini, dengan demikian, tingkat kemajuan teknologi atau produktivitas tidak lagi dianggap sebagai faktor yang bersifat eksogen, akan tetapi diasumsikan sebagai faktor yang bersifat endogen, yang bergantung pada pertumbuhan kapital (Froyen, 1996).

Salah satu hal yang ditekankan dalam model pertumbuhan baru adalah pentingnya peranan pemerintah, hal mana tidak ditekankan dalam model Solow. Menurut model pertumbuhan baru, kebijakan pemerintah terutama dalam meningkatkan infrastruktur, membangun modal manusia (human capital), dan mendorong penelitian dan pengembangan adalah sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas suatu bangsa, dimana pertumbuhan produktivitas itu sendiri pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan (engine of growth) (Nafziger, 1997; Abel and Bernanke, 1998).

Di dalam model neo-classical, tingkat steady-state pendapatan per kapita yang dicapai tergantung pada kecenderungan menabung (propensity to save) dan posisi fungsi produksi, dan faktor ini mungkin bervariasi antar negara. (Jika ada kemajuan teknis, technical progress, steady-state tingkat pendapatan akan secara berangsur-angsur meningkat).

Studi yang dilakukan Barro (1997) juga menunjukkan bahwa steady-state

tergantung pada kebijakan pemerintah, contoh dalam pengeluaran konsumsi masyarakat, perlindungan hak milik, dan distorsi pasar domestik dan internasional. Ia juga mencatat bahwa konsep modal di dalam model yang baku dapat diperluas untuk meliputi human capital dalam wujud pendidikan, pengalaman, dan kesehatan.


(41)

2.2. Pendekatan Kesejahteraan dan Kemiskinan

Penilaian kesejahteraan dalam analisis kemiskinan secara tradisional dicirikan menurut dua pendekatan utama, yaitu pendekatan welfarist dan non-welfarist (Ravallion, 1994). Pendekatan pertama dalam prakteknya cenderung terkonsentrasi pada perbandingan “economic well-being” atau kesejahteraan ekonomi yang disebut sebagai standard of living atau “standard hidup” atau ”pendapatan”. Pendekatan kedua secara historis memiliki pendukung sebagian besar dari sarjana ilmu sosial daripada ilmu ahli ekonomi sebagai bagian dari reaksi mereka terhadap pendekatan yang pertama.

2.2.1. Pendekatan Welfarist

Pendekatan Welfarist lebih kuat di dalam mikroekonomi klasik, dalam bahasa ekonomi, welfare atau utility biasanya kata kunci di dalam perhitungan akuntansi untuk perilaku dan kesejahteraan individu. Dalam teori ekonomi mikro umumnya mendalilkan individu adalah rasional dan mereka diasumsikan dapat membuat keputusan terbaik dengan adil dalam kehidupan, yaitu memaksimumkan

utility dan kebahagiaan. Dengan tingkat kekayaan tertentu (initial endowments), (termasuk waktu, lahan, dan fisik dan human capital), individu membuat pilihan produksi dan konsumsi menggunakan preferensinya terhadap sekeranjang konsumsi dan aktivitas produksi, dan memasukkan harga konsumen dan produsen ke dalam perhitungan teknologi produksi yang berlaku dalam perekonomian.

Dengan kendala dan asumsi ini, seorang individu secara rasional akan memaksimalkan utility, dengan asumsi tambahan (termasuk pasar kompetitif, informasi sempurna, dan tidak ada eksternalitas), seorang individu masyarakat


(42)

seluruhnya bereaksi dengan bebas memilih dan proses ini akan mendorong kearah suatu Pareto-efficient, artinya bahwa tidak ada perbaikan utility seseorang dengan intervensi pemerintah tanpa menurunkan utility orang lain.

Dasar dari pendekatan welfarist terhadap kemiskinan adalah tentang informasi yang diungkapkan oleh perilaku individu tersebut terhadap penaksiran atau penilaian kemiskinan. Terutama sekali ditekankan bahwa penilaian kesejahteraan seseorang harus konsisten dengan preference revealed berdasarkan pilihan bebas perorangan. Sebagai contoh, seseorang dapat diamati menjadi miskin berdasarkan total konsumsi atau standard pendapatan dari analisis kemiskinan. Meskipun demikian orang yang sama dapat (yaitu, mempunyai kapasitas kerja) menjadi tidak miskin (non-poor), maka ia akan dipertimbangkan miskin oleh standard analisis kemiskinan (non-welfarist), welfarist dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut tidak miskin. Hal ini akan mempunyai implikasi penting dalam merancang dan menilai kebijakan publik.

Masalah pokok yang fundamental dengan pendektan welfarist adalah pendekatan ini membutuhkan penilaian tingkat utility atau ”psychic happines”. Bagaimana kita mengukur kesenangan aktual ? Lebih dari itu, permasalahan yang sering muncul jika kita mencoba untuk membandingkan tingkat utility antar individu, karena hal itu menyangkut masalah etika. Pilihan adalah heterogen, kebutuhan dan kenikmatan adalah berbeda, ukuran dan komposisi rumah tangga berbeda, dan harga bervariasi antar waktu dan tempat. Umumnya, karena ekonomi kesejahteraan (khususnya utility) secara khusus terlihat sebagai suatu konsep yang subjektif, sehingga kebanyakan ahli ekonomi percaya bahwa membandingkan antar pribadi tentang kesejahteraan ekonomi adalah tidak tepat.


(43)

2.2.2. Pendekatan Non-Welfarist

Terdapat dua pendekatan utama Non-Welfarist, yaitu basic-needs approach dan capability approach. Fokus yang pertama di dalam mencapai beberapa kebutuhan dasar yang multidimensional dapat diamati dan dimonitor relatif lebih mudah. Hasil ini umumnya (secara eksplisit atau implisit) dihubungkan dengan konsep manfaat (functioning), sebuah konsep yang dikembangkan oleh Amartya Sen’s, yang menyatakan bahwa:

Living may be seen as consisting of a set of interrelated ’functionings’, consisting of beings and doings. A person’s achievement in this respect can be seen as the vector of his or her functionings. The relevant functionings can vary from such elementary things as being adequately nourished, being in good health, avoiding escapable morbidity and premature mortality, etc., to more complex achievements such as being happy, having self-respect, taking part in the life of the community, and so on (Sen, 1997).

Pandangan functionings ini dapat dipahami menjadi suatu konstitusi dari unsur-unsur kesejahteraan atau well-being. Seseorang hidup baik jika ia cukup besar menikmati tingkatan manfaatnya. Pendekatan functionings umumnya tidak mencoba membandingkan unsur multidemensional ke dalam dimensi tunggal seperti utility atau kebahagiaan. Pendekatan functionings umumnya fokus untuk menilai multiple specific dan separate outcomes, seperti kenikmatan dari jenis konsumsi komoditas tertentu, menjadi sehat, terpelajar, berpakaian baik, rumah baik, tidak dalam keadaan sakit (Duclos, et. al. 2004).

Pendekatan functionings lebih mendekati yang berhubungan dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic-needs), dan keduanya sukar untuk dibedakan di dalam praktek. Bagaimanapun, functionings tidak sinonim dengan basic-needs. Kebutuhan dasar dapat dipahami sebagai input fisik yang umumnya diperlukan


(44)

individu untuk mencapai beberapa manfaat. Oleh karena itu kebutuhan dasar umumnya digambarkan dalam istilah rata-rata (mean) daripada hasil (outcomes). Streeten and Al, 1981 mendefiniskan kebutuhan dasar (basic needs) sebagai berikut:

Basic needs may be interpreted in terms of minimum specified quantities of such things as food, shelter, water and sanitation that are necessary to prevent ill health, undernourishment and the like (Streeten and Al, 1981).

Tidak seperti functionings, basid needs dapat didefinisikan untuk semua individu, spesifikasi dari basic needs tergantung pada karakteristik individu dan masyarakat di mana mereka tinggal. Sebagai contoh, kebutuhan komoditi dasar untuk seseorang dalam keadaan baik dan tidak kurang makan akan tergantung pada iklim dan karakteristik fisiologis dari individu. Oleh karena itu, walaupun pemenuhan kebutuhan dasar merupakan suatu unsur penting di dalam menilai apakah seseorang telah mencapai beberapa functionings, penilaian tersebut harus menggunakan informasi pada karakteristik seseorang dan lingkungan sosial ekonomi.

Alternatif kedua pendekatan non-welfarist disebut sebagai pendekatan kemampuan (capability) yang juga dipelopori oleh Sen. Pendekatan capability

digambarkan dengan kapasitas untuk mencapai functionings. Sen (1997) mengatakan bahwa:

the capability to function represents the various combinations of functionings (beings and doings) that the person can achieve. Capability is, thus, a set of vectors of functionings, reflecting the person’s freedom to lead one type of life or another.

Perbedaan antara pendekatan capability, basic needs dan functionings, pada kenyataannya sedikit banyaknya dapat dianalogkan dalam hal penggunaan


(45)

indikator pendapatan dan konsumsi sebagai standard hidup. Pendapatan menunjukkan kemampuan untuk mengkonsumsi, dan "consumption functionings" sebagai hasil dari capability. Di dalam pendekatan basic needs dan functionings, kemiskinan langsung datang dari kekurangan konsumsi. Di dalam pendekatan

capabilitiy, kemiskinan meningkat berasal dari kekurangan pendapatan dan

capability, yang secara tidak sempurna dihubungkan dengan manfaat aktual yang dicapai. Terlepas dari kelebihan dan kelemahan pendekatan diatas, dalam penelitian ini konsep kemiskinan yang digunakan merupakan kebutuhan dasar (basic needs) yang disebut sebagai kemiskina absolut.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

Strategi pro-poor growth tidak hanya memiliki perhatian pada pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dapat dikombinasikan dengan suatu aktivitas kebijakan redistribusi pendapatan. Mungkin akan menjadi trade-off, jika pengurangan lebih cepat dalam kemiskinan dapat dicapai melalui pengurangan ketimpangan, maka kebijakan distribusi menjadi prioritas yang lebih besar. Tetapi di sisi lain, jika tingkat ketimpangan muncul lebih besar untuk menjamin pertumbuhan yang cepat dan mendorong ke arah pengurangan kemiskinan lebih cepat, maka mungkin ada toleransi ketimpangan distributional lebih besar.

Berdasarkan keadaan tersebut, muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off antara pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi dan untuk berapa lama? Kerangka pemikiran ini yang melandasi Hipotesis Kuznets, yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi positip antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.


(46)

Artinya dalam jangka pendek meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan, namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan kesenjangan pendapatan. Fenomena ini dikenal dengan nama Kurva U-terbalik dari Hipotesis Kuznets. Namun, hipotesis Kuznets ini mulai dipertanyakan, beberapa studi dengan menggunakan data time series terbukti bahwa pada beberapa negara yang masih bertumpu pada sektor pertanian menunjukan hubungan negatif. Ini berarti bertolak belakang dari hipotesis Kuznets. Pemahaman atas variabel-variabel tersebut akan membuktikan bahwa negara pertanian tidak identik dengan kemiskinan atau mungkin lebih tepatnya adalah kesejahteraan juga dapat meningkat di negara-negara yang berbasis pertanian.

Deininger and Squire (1998) memberikan secara konfrehensif untuk menguji hipotesis Kuznets. Mereka mengumpulkan data yang sistematis dengan kualitas yang lebih baik dibanding peneliti sebelumnya, mereka mempunyai data yang secara wajar dapat dibandingkan untuk beberapa titik waktu. Mereka juga dengan hati-hati mampu menguji perubahan pendapatan quintiles di antara orang miskin. Hasil untuk sampel mereka adalah tidak ada bukti dari pola kurva U-terbalik. Dalam banyak kasus sesungguhnya, hal tersebut mustahil untuk menemukan perubahan yang significant dalam distribusi pendapatan, lebih lanjut mereka meneliti apakah ada mata rantai atau link dari pertumbuhan yang cepat terhadap penurunan ketimpangan, dan sekali lagi mereka tidak menemukan bukti sistematis seperti yang di hipotesiskan Kuznets. Hal itu terjadi karena setiap pertumbuhan cepat dihubungkan dengan pertumbuhan ketimpangan, sehingga sering kali hal itu dihubungkan dengan turunnya ketimpangan, meskipun tidak


(47)

ada perubahan sama sekali. Ravallion dan Chen (1997) juga tidak menemukan hubungan yang sistematik antara tingkat pertumbuhan dan ketimpangan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan menurut Gouie and Ladd (1999), yaitu; pertama, dampak dapat tidak ada dengan cara, ketidakpastian dalam jumlah faktor, tetapi disana terdapat sedikit bukti meyakinkan bahwa pertumbuhan mengubah distribusi secara sistematis. Kedua, ketidakhadiran suatu hubungan yang jelas, pada kasus kebijakan untuk mengejar pertumbuhan yang memungkinkan mengarah pada pertumbuhan cepat.

Dampak pertumbuhan kepada yang miskin sangat tergantung pada bagaimana keuntungan didistribusikan antar populasi. Dengan melihat pada pertumbuhan dan share pendapatan dari kelompok yang berbeda, Deininger dan Squire (1998) menunjukkan bagaimana ketimpangan awal, berubah serentak terhadap ketimpangan yang mempengaruhi evolusi kemiskinan. Yang miskin (turun 20 persen) dan dengan jelas tidak ditemukan menderita dari pertumbuhan yang mengurangi pengaruh ketimpangan dan juga bermanfaat bagi ukuran stimulus pertumbuhan.

Deininger dan Squire (1995, 1996) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan angka kemiskinan. Namun studi yang dilakukan oleh World Bank (1990), Fields dan Jakobson (1989) dan Ravallion (1995), menunjukkan tidak ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Kajian empiris ini pada hakekatnya adalah menguji hipotesis Kuznets di mana hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan negatif, sebaliknya hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi adalah hubungan positif. Maka kedua


(48)

studi yang mempunyai hasil bertolak belakang tersebut, justru menguatkan hipotesis dari Kuznets dengan kurva U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pola hubungan yang positif kemudian menjadi negatif dalam jangka panjang, hal tersebut mengindikasikan terjadinya proses evolusi dari distribusi pendapatan dari masa transisi ekonomi pedesaan ke suatu ekonomi perkotaan atau ekonomi industri.

2.4. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Hal ini perlu diketahui mengingat distribusi pendapatan dan kemiskinan yang sifatnya multidimesional. Penjelasan ini akan diawali dengan konsep dan ukuran distribusi pendapatan selanjutnya diikuti dengan konsep dan ukuran kemiskinan.

2.4.1. Konsep dan Ukuran Distribusi Pendapatan

Para ahli ekonomi secara umum membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan yang digunakan untuk tujuan analisis kuantitatif. Kedua ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yaitu besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang, dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.

Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ahli ekonomi. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga, tanpa mempersoalkan cara mendapatkannya dan


(49)

tidak menghiraukan dari mana sumbernya, apakah itu berasal dari gaji, laba, sewa atau dari kegiatan yang menjadi sumber penghasilannya.

Distribusi pendapatan fungsional, ukuran yang terfokus pada bagian pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal) atau dengan kata lain bahwa konsep distribusi pendapatan fungsional ini berusaha untuk menjelaskan pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi tersebut, misalnya antara pendapatan yang diterima pekerja, pemilik modal dan kekayaan. Dengan demikian akan dapat diketahui besarnya pendapatan yang diperoleh karena perbedaan (upah dan gaji) dan pendapatan yang diterima karena sewa rumah, bunga modal dan deviden.

Pada prinsipnya pendekatan ini dapat dijabarkan dengan menggunakan fungsi produksi

Q = f(K, L) ……… (2.1)

Asumsikan dalam menghasilkan output, Q, hanya menggunakan dua faktor produksi yaitu: capital, K dan labour, L. Dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas dapat dihasilkan kontribusi masing-masing faktor terhadap output yang dihasilkan suatu perekonomian (Beattie and Taylor, 1985; Debertin, 1986) sebagai berikut:

Q = A Kα Lβ, dimana: α + β = 1 ……….... (2.2) Dengan menggunakan diferensiasi parsial dari fungsi produksi Cobb Douglas dapat dihasilkan dua persamaan produk marjinal modal (δQ/δK) dan produk marjinal tenaga kerja (δQ/ δL), yaitu:

δQ/ δK = α A Kα-1

Lβ = α

K Q K

L AK

α

α = β


(1)

GOVTEXP = V5TOT + Sum{i,EXOGINV, V2TOT_G(i)} +

TRANSFER_F("expend") +sum{h,HH,TRANSFER_H(h,"expend")}; Equation E_w3lux # consumption function #

(All,h,HH)

w3tot_hh(h) = f3tot + f3tot_h(h) + w0hhinc(h);

Equation E_w0hhtax #Aggregate nominal income tax paid by households # (all,h,HH)w0hhtax(h) = w0hhinc(h) + f1inc_tax;

!Equation E_w0hhtax constrains any exogenous shifts in the income tax rate to being equal across all household factors of production. Note that take-home household income is used in the consumption function.!

Equation E_gov_f # Government transfers to and from foreigners # (all,t,TYPE)gov_f(t) = p3tot + fgov_f(t);

Equation E_gov_h # Government transfers to and from households # (all,h,HH)(all,t,TYPE)gov_h(h,t) = p3tot + fgov_h(h,t);

Formula (all,h,HH)V0HHINC(h) =

sum{i,AGIND,LANDS(i,h)} + sum{o,OCC,HINC(h,o)} + MMA(h)+MMN(h) + sum{i,N_AGIND,FIXEDK(h,i)}

+ TRANSFER_H(h,"expend") - TRANSFER_H(h,"recp") - V0HHTAX(h); Equation E_w0hhinc #Aggregate nominal take-home income earned by households # (all,h,HH)V0HHINC(h)*w0hhinc(h)=

sum{i,AGIND,LANDS(i,h)*[p1lnd(i) + x1lndi_hh(i,h)]} +

sum{o,OCC,HINC(h,o)*[x1lab_i_h(o,h) + p1lab_i(o) + f1lab_i_x(o)]} +

[MMA(h)+MMN(h)]*w1cap_v(h) + sum{i,N_AGIND,FIXEDK(h,i)}*w1cap_f(h) + TRANSFER_H(h,"expend")*gov_h(h,"expend")

- TRANSFER_H(h,"recp")*gov_h(h,"recp") - V0HHTAX(h)*w0hhtax(h);

Equation E_w0govt_t # Aggregate government revenue #

GOVTREV*w0govt_t = V0TAX_CSI*w0tax_csi + sum{h,HH,V0HHTAX(h)*w0hhtax(h)} + TRANSFER_F("recp")*gov_f("recp") +

sum{h,HH,TRANSFER_H(h,"recp")*gov_h(h,"recp")}; Equation E_w0govt_g # Aggregate government expenditure # GOVTEXP*w0govt_g = V5TOT*w5tot

+ Sum{i,EXOGINV, V2TOT_G(i)*[x2tot(i) + p2tot(i)]} + TRANSFER_F("expend")*gov_f("expend")

+ sum{h,HH,TRANSFER_H(h,"expend")*gov_h(h,"expend")};

Equation E_delbudget # Change in budget balance G-T # !increased deficit >0! 100*delbudget = GOVTEXP*w0govt_g - GOVTREV*w0govt_t ;

! Excerpt 45 of TABLO input file: ! ! Data for Checking Identities !

File (new) SUMMARY # Summary and checking data #; Coefficient ! coefficients for checking !

(all,i,IND) PURE_PROFITS(i) # COSTS-MAKE_C : should be zero #; (all,c,COM) LOST_GOODS(c) # SALES-MAKE_I : should be zero #; (all,h,HH) EPSTOT(h) # Average Engel elasticity: should = 1 #; Formula


(2)

(all,c,COM) LOST_GOODS(c) = SALES(c) - MAKE_I(c); (all,h,HH) EPSTOT(h) = sum{c,COM, S3_S(c,h)*EPS(c,h)}; Write

PURE_PROFITS to file SUMMARY header "PURE" longname "COSTS-MAKE_C: should = 0"; LOST_GOODS to file SUMMARY header "LOST" longname "SALES-MAKE_I: should = 0"; EPSTOT to file SUMMARY header "ETOT" longname "Average Engel elast: should = 1"; ! Excerpt 46 of TABLO input file: !

! Components of GDP from income and expenditure sides ! Set EXPMAC # Expenditure Aggregates #

(Consumption, Investment, Government, Stocks, Exports, Imports); Coefficient (all,e,EXPMAC) EXPGDP(e) # Expenditure Aggregates #; Formula

EXPGDP("Consumption") = V3TOT; EXPGDP("Investment") = V2TOT_I; EXPGDP("Government") = V5TOT; EXPGDP("Stocks") = V6TOT; EXPGDP("Exports") = V4TOT; EXPGDP("Imports") = -V0CIF_C;

Write EXPGDP to file SUMMARY header "EMAC" longname "Expenditure Aggregates"; Set INCMAC # Income Aggregates # (Land, Labour, Capital, OCT, IndTaxes);

Coefficient (all,i,INCMAC) INCGDP(i) # Income Aggregates #; Formula

INCGDP("Land") = V1LND_I; INCGDP("Labour") = V1LAB_IO; INCGDP("Capital") = V1CAP_I; INCGDP("OCT") = V1OCT_I; INCGDP("IndTaxes") = V0TAX_CSI;

Write INCGDP to file SUMMARY header "IMAC" longname "Income Aggregates"; Set TAXMAC # Tax Aggregates #

(Intermediate,Investment,Consumption,Exports,Government,Tariff); Coefficient (all,t,TAXMAC) TAX(t) # Tax Aggregates #;

Formula

TAX("Intermediate") = V1TAX_CSI; TAX("Investment") = V2TAX_CSI; TAX("Consumption") = V3TAX_CS; TAX("Exports") = V4TAX_C; TAX("Government") = V5TAX_CS; TAX("Tariff") = V0TAR_C;

Write TAX to file SUMMARY header "TMAC" longname "Tax Aggregates"; ! Excerpt 47 of TABLO input file: !

! Matrix of Industry Costs ! Set COSTCAT # Cost Categories #

(IntDom, IntImp, margin, IndTax, Lab, Cap, Lnd, ProdTax); ! co ! Coefficient (all,i,IND)(all,co,COSTCAT) COSTMAT(i,co); Formula

(all,i,IND) COSTMAT(i,"IntDom") = sum{c,COM, V1BAS(c,"dom",i)}; (all,i,IND) COSTMAT(i,"IntImp") = sum{c,COM, V1BAS(c,"imp",i)}; (all,i,IND) COSTMAT(i,"margin") =

sum{c,COM, sum{s,SRC, sum{m,MAR, V1MAR(c,s,i,m)}}};

(all,i,IND) COSTMAT(i,"IndTax") = sum{c,COM, sum{s,SRC, V1TAX(c,s,i)}}; (all,i,IND) COSTMAT(i,"Lab") =V1LAB_O(i);


(3)

(all,i,IND) COSTMAT(i,"Lnd") =V1LND(i); (all,i,IND) COSTMAT(i,"ProdTax") =V1OCT(i);

Write COSTMAT to file SUMMARY header "CSTM" longname "Cost Matrix"; Formula (all,i,IND)(all,co,COSTCAT) ! convert to % shares and re-write ! COSTMAT(i,co)= 100*COSTMAT(i,co)/(TINY+V1TOT(i));

Write COSTMAT to file SUMMARY header "COSH" longname "Cost Share Matrix"; ! Excerpt 48 of TABLO input file: !

! Matrix of domestic commodity sales with total imports ! Set ! Subscript !

SALECAT # SALE Categories #

(Interm, Invest, HouseH, Export, GovGE, Stocks,margins, Total, Imports); Coefficient (all,c,COM)(all,sa,SALECAT) SALEMAT(c,sa);

Formula

(all,c,COM) SALEMAT(c,"Interm") = sum{i,IND, V1BAS(c,"dom",i)}; (all,c,COM) SALEMAT(c,"Invest") = sum{i,IND, V2BAS(c,"dom",i)}; (all,c,COM) SALEMAT(c,"HouseH") = sum{h,HH,V3BAS(c,"dom",h)}; (all,c,COM) SALEMAT(c,"Export") = V4BAS(c);

(all,c,COM) SALEMAT(c,"GovGE") = V5BAS(c,"dom"); (all,c,COM) SALEMAT(c,"Stocks") = V6BAS(c,"dom"); (all,c,COM) SALEMAT(c,"margins") = MARSALES(c); (all,c,COM) SALEMAT(c,"Total") = SALES(c); (all,c,COM) SALEMAT(c,"Imports") = V0IMP(c);

write SALEMAT to file SUMMARY header "SLSM" longname "Matrix of domestic commodity sales with total imports"; Formula

(all,c,COM)(all,sa,SALECAT) SALEMAT(c,sa) = 100*SALEMAT(c,sa)/[TINY+SALES(c)]; (all,c,COM) SALEMAT(c,"Imports")= 100*V0IMP(c)/[TINY+DOMSALES(c)+V0IMP(c)]; Write SALEMAT to file SUMMARY header "SLSH" longname

"market shares for domestic goods with total import share"; ! Excerpt 49 of TABLO input file: !

! Weight Vectors for use in aggregation and other calculations ! Write

V1TOT to file SUMMARY header "1TOT" longname "Industry Output"; V2TOT to file SUMMARY header "2TOT" longname "Investment by Industry"; V1PUR_SI to file SUMMARY header "1PUR" longname "Interm.Usage by com at PP"; V2PUR_SI to file SUMMARY header "2PUR" longname "Invest.Usage by com at PP"; V3PUR_S to file SUMMARY header "3PUR" longname "Consumption at Purch.Prices"; V4PUR to file SUMMARY header "4PUR" longname "Exports at Purchasers Prices"; V1LAB_O to file SUMMARY header "LAB1" longname "Industry Wages";

V1CAP to file SUMMARY header "1CAP" longname "Capital Rentals"; V1PRIM to file SUMMARY header "VLAD" longname "Industry Factor Cost"; ! Excerpt 50 of TABLO input file: !

Set

SALECAT2 # SALE Categories # (Interm, Invest, HouseH, Export, GovGE, Stocks); FLOWTYPE # type of flow # (Basic, margin, Tax);

Coefficient

(all,c,COM)(all,f,FLOWTYPE)(all,s,SRC)(all,sa,SALECAT2) SALEMAT2(c,f,s,sa) # Basic, margin and tax components of purchasers' values #;


(4)

Formula

(all,c,COM)(all,f,FLOWTYPE)(all,s,SRC)(all,sa,SALECAT2) SALEMAT2(c,f,s,sa)=0; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Basic",s,"Interm") = sum{i,IND,V1BAS(c,s,i)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Tax" ,s,"Interm") = sum{i,IND,V1TAX(c,s,i)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"margin",s,"Interm") =

sum{i,IND, sum{m,MAR, V1MAR(c,s,i,m) }};

(all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Basic",s,"Invest") = sum{i,IND,V2BAS(c,s,i)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Tax" ,s,"Invest") = sum{i,IND,V2TAX(c,s,i)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"margin",s,"Invest") =

sum{i,IND, sum{m,MAR, V2MAR(c,s,i,m) }};

(all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Basic",s,"HouseH") = sum{h,HH,V3BAS(c,s,h)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Tax" ,s,"HouseH") = sum{h,HH,V3TAX(c,s,h)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"margin",s,"HouseH")=

sum{m,MAR,sum(h,HH,V3MAR(c,s,m,h))};

(all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Basic",s,"GovGE") = V5BAS(c,s); (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Tax" ,s,"GovGE") = V5TAX(c,s);

(all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"margin",s,"GovGE")= sum{m,MAR,V5MAR(c,s,m)}; (all,c,COM) SALEMAT2(c,"Basic","dom","Export") = V4BAS(c);

(all,c,COM) SALEMAT2(c,"Tax" ,"dom","Export") = V4TAX(c);

(all,c,COM) SALEMAT2(c,"margin","dom","Export")= sum{m,MAR,V4MAR(c,m)}; (all,c,COM)(all,s,SRC) SALEMAT2(c,"Basic",s,"Stocks") = V6BAS(c,s);

write SALEMAT2 to file SUMMARY header "MKUP" longname "Basic, margin and tax components of purchasers' values"; Write GOVTREV to file SUMMARY header "TGOV"; GOVTEXP to file SUMMARY header "GGOV"; ! end of file !

! Additions to ORANIGNM.TAB!

!********************************************************! ! Dynamic Extension!

! Tambahan Model ORANIGNM.TAB !

!********************************************************! ! Excerpt 35 of TABLO input file: !

! Investment/capital accumulation equations ! Coefficient (INTEGER) W # number of years covered by simulation #; Read W From Terminal; ! entered by user at runtime !

Coefficient (All,i,IND) R_W(i) # real investment/capital ratio #; Read R_W From File MDATA Header "YBYK"; !numbers like 0.07 ! Update (Change) (All,i,IND)

R_W(i) = R_W(i)*[x2tot(i)-x1cap(i)]/100;

Coefficient (All,i,IND) DEP(i) # depreciation factors #;

Read DEP From File MDATA Header "DPRC"; ! numbers like 0.95 ! Coefficient (all,i,IND) BETA_R(i);

Read BETA_R From File MDATA Header "BETR"; Set YEARS MAXIMUM SIZE 100 SIZE W;

Coefficient (all,y,YEARS) ORD(y) # = y for y = 1 to W #; Read ORD From Terminal; ! entered by user at runtime ! Coefficient (All,i,IND) Z(i) # K(W)/K(0)#;

Formula (Initial) (All,i,IND) Z(i) = 1; Update (All,i,IND) Z(i) = x1cap(i);


(5)

Coefficient (All,i,IND) R_0(i) # Y(0)/K(0)#; Formula (Initial) (All,i,IND) R_0(i) = R_W(i);

Coefficient (All,i,IND) DEP_W(i) # DEP to the power of W #; Formula (Initial) (All,i,IND) DEP_W(i) = DEP(i)^W;

Coefficient (All,i,IND) N_term(i) # useful constant #; Formula (Initial) (All,i,IND) N_term(i) =

Sum(y,YEARS, DEP(i)^{W -ORD(y)} );!note y takes values 1 to W! Coefficient (All,i,IND) M_term(i) # useful constant #;

Formula (Initial) (All,i,IND) M_term(i) =

Sum(y,YEARS,([ORD(y)-1]/W)*DEP(i)^{W -ORD(y)} ); Coefficient (All,i,IND) K_TERM(i) # delFudge coefficient #;

Formula (All,i,IND) K_TERM(i) = 100 *[DEP_W(i) - 1 + R_0(i)*N_term(i)] /Z(i); Equation E_x2tot # investment/capital accumulation #

(All,i,IND)

x1cap(i) = K_TERM(i)*delFudge + M_term(i)*R_W(i)*x2tot(i) + f_accum(i); !***** real wage adjustment mechanism *****!

Variable employ_i # Aggregate employment: wage bill weights #;

Equation E_employ_i V1LAB_IO*employ_i = sum{i,IND, V1LAB_O(i)*employ(i)}; Variable emptrend # Trend employment #;

Variable (change)

delempratio # Ordinary change in (actual/trend) employment #; Coefficient

EMPRAT # (Actual/trend) employment:i.e in steady state => 1 #; Read EMPRAT from file MDATA header "EMPR";

Update (change) EMPRAT=delempratio;

Coefficient (parameter) EMPRAT0 # Initial (actual/trend) employment #; Formula (initial) EMPRAT0=EMPRAT;

Equation E_delempratio # Ordinary change in (actual/trend) employment # delempratio=0.01*EMPRAT*[employ_i-emptrend];

Variable (change) delwagerate # Change in real wage index #; Coefficient WAGERATE # Index of real wages #;

Formula (initial) WAGERATE=1.0; !index is rebased each period! Update (change) WAGERATE=delwagerate;

Equation E_delwagerate # Change in real wage index # delwagerate=0.01*WAGERATE*realwage;

Coefficient (parameter) ELASTWAGE # Elasticity of wage to employment:i.e. 0.5 #; Read ELASTWAGE from file MDATA header "ELWG";

Variable (change) delfwage # Shifter for real wage adjustment mechanism #; Equation E_delfwage # Real wage adjustment mechanism #

delwagerate=delfwage+ELASTWAGE*{[EMPRAT0-1.0]*delUnity+delempratio}; !To use, set delfwage exogenous and shock emptrend by labour force growth

rate. Both the real wage and employment are endogenous. The final equation then works an upward sloping labour supply schedule, which continually moves to the right (up) as long as actual employment exceeds trend. To switch off, set delfwage endogenous and exogenize either the real wage or employment.!

!***** End of Capital Accumulation Mechanism *****! !end of addition!


(6)

Lampiran 2: Closure Penelitian

! Solution file, Solution method, Log file ! Closure

Exogenous q ; ! HH Number of households

Exogenous f5 ; ! COM*SRC Government demand shift!

Exogenous f4p ; ! COM Price (upward) shift in export demand schedule Exogenous f4q ; ! COM Quantity (right) shift in export demands Exogenous fx6 ; ! COM*SRC Shifter on rule for stocks

Exogenous phi ; ! 1 Exchange rate, rupiah/$world

Exogenous a3_s ; ! COM*HH Taste change, hhold imp/dom composite Exogenous a1fac ; ! AGRIFAC*AGIND Primary factor tech. change, agri. Exogenous a1tot ; ! IND All input augmenting technical change

Exogenous a2tot ; ! IND Neutral technical change - investment Exogenous f1oct ; ! IND Shift in price of "other cost" tickets Exogenous f3tot ; ! 1 Ratio, consumption/income

Exogenous t0imp ; ! COM Power of tariff

Exogenous a1faco ; ! N_AGRIFAC*N_AGIND Prim. factor tech. change, other Exogenous a1prim ; ! IND All factor augmenting technical change

Exogenous x5tot; # Aggregate real government demands # Exogenous fgov_f ; ! TYPE Shift in transfers: govt. -- foreign

Exogenous fgov_h ; ! HH*TYPE Shift in transfers: govt. -- households Exogenous pf0cif ; ! COM C.I.F. foreign currency import prices Exogenous f0tax_s ; ! COM General sales tax shifter

Exogenous f3tot_h ; ! HH Ratio, consumption/income by hh

Exogenous f3tax_cs ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on household usage Exogenous f5tax_cs ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on government usage Exogenous f1inc_tax ; ! 1 Overall income tax shifter

Exogenous f1lab_i_x ; ! OCC Skill-specific labour shifter

Exogenous f1tax_csi ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on intermediate usage Exogenous f2tax_csi ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on investment Exogenous f4p_ntrad ; ! 1 Upward demand shift, non-traditional export aggregate Exogenous f4q_ntrad ; ! 1 Right demand shift, non-traditional export aggregate Exogenous x1cap_vah ; ! HH variable capital by household, agri.

Exogenous x1cap_vnh ; ! HH variable capital by household, non-agri. Exogenous x1lab_i_h ; ! OCC*HH Household labour supply

Exogenous x1lndi_hh ; ! AGIND*HH Household supply of land, agri.

Exogenous f4tax_trad ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on tradtnl exports Exogenous x1cap_f_hh ; ! N_AGIND*HH fixed capital by hhold, non-ag.

Exogenous f4tax_ntrad ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on nontradtnl exports Exogenous emptrend ; ! Trend employment

exogenous delUnity; ! dummy variable, always exogenously set to one exogenous f_accum; ! shifter to switch on accumulation equation exogenous delfwage ; ! shifter for real wage adjustment mechanism exogenous invslack; # Investment slack variable #;

exogenous a1lab_o; # Labor augmenting technical change #; exogenous f1lab; # Wage shift variable #;

exogenous a1cap; # Capital augmenting technical change #; exogenous a1lnd; # Land augmenting technical change #; exogenous f1lab_io; # Overall wage shifter #;

Rest endogenous;

cpu=yes; ! (Optional) Reports CPU times for various stages shock delUnity = 1;

shock emptrend = 1.0896;