-1-
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis yang tidak kunjung selesai, berdampak pada timbulnya permasalahan baru dibidang
sosial, diantaranya semakin banyak jumlah anak jalanan yang ngamen di perempatan-perempatan atau di rumah-rumah penduduk Kota Madiun.
Masalah anak jalanan dewasa ini menjadi perhatian yang serius dari banyak kalangan, terutama pemerintah dan dunia Internasional. Perhatian ini
berkaitan erat dengan berbagai fenomena yang ada di masyarakat menunjukkan
kondisi yang
semakin memprihatinkan.
Kemiskinan mengakibatkan banyak orang-orang tua meninggalkan anak-anaknya untuk
bekerja di luar kota atau tempat lain. Padahal, bagaimanapun juga setiap orang tua harus bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik,
melindungi dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya, sesuai yang diamanatkan dalam pasal 26 UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak-anak yang kurang
memperoleh perhatian dan pengawasan dari orang tuanya. Selain itu, banyak anak yang hidup tanpa keluarga, mereka hidup dijalanan, tidur di stasiun,
pasar atau emperan toko. Anak-anak ini telah menanggung beban berat baik fisik maupun mental pada usia dini. Hal ini menghambat mereka dalam
pendidikan dan pengembangan diri lainnya. Banyak cara anak-anak ini dalam mencukupi hidup sekedar untuk membeli makan diantaranya adalah menjadi
pengamen, penjual koran, pedagang asongan, petugas parkir dan pengemis. Pola perilaku yang ditampilkan anak jalanan bergantung pada
lamanya anak berada di jalanan. Semakin lama berada di jalanan semakin terbentuklah pola perilaku tersebut dan semakin sulit mengubahnya. Ketika
anak-anak tersebut mengelompok, maka terbentuklah sub kultur yang mengembangkan nilai pola perilaku sendiri. Sub kultur ini tentu berbeda
-2-
dengan sistem kultur masyarakat, tetapi dibutuhkan agar mereka tetap bertahan hidup Depsos RI-UNDP,1996. Anak jalanan dalam kehidupan
kesehariannya menghadapi masalah kehidupan seperti sebagai pencari nafkah utama keluarga, tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya
“ngelem” yaitu mengisap lem seperti Aibon supaya dirinya merasa berani, bisa berhayal dan lain-lain, sebagai obyek pelecehan seksual Irwanto,1997:18.
Anak jalanan dipandang sebagai masalah yang bisa memberikan nuansa lingkungan perkotaan yang memiliki “wajah pembangunan yang tidak
dapat diterima”. Keberadaan mereka dijadikan indikator kemelaratan
perkotaan dan krisis nilai-nilai sosial. Childope-Asia 1993 menyatakan bahwa fenomena anak jalanan merupakan indikator utama terhadap adanya
kemelaratan perkotaan dan krisis-krisis sosial yang menghadang negara- negara di wilayah itu. Mereka me
wakili “wajah pembangunan yang tidak dapat diterima” yang hak-hak dasarnya sebagai anak, kerap kali diabaikan oleh para
orang tua, masyarakat dan penguasa. Sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa anak jalanan merupakan sampah masyarakat, pengganggu ketertiban, mengotori keindahan kota, anak liar yang tidak mau
diatur. Padahal mereka merupakan sumber daya manusia yang harus dan perlu diperdayakan. Melihat, melindungi, merawat dan memperhatikan dalam
pengembangan dini anak merupakan intervensi yang akan datang Young, 1995:25.
Pendorong anak lari dan hidup di jalanan adalah penelantaran dari keluarganya. Penelantaran sebagai dampak kemiskinan keluarganya yang
ditampilkan dalam bentuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan fisik dan sosial. Dalam Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial anak terlantar
dikarenakan oleh suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara
rohani, jasmani dan sosial. Menurut Milley 1992:19, keluarga sebagai unit dasar dari masyarakat
secara fungsional bertanggung jawab dalam produksi ekonomi, melahirkan anak, merawat anak, pendidikan dan sosialisasi. Keluarga
berperan dalam mensosialisasikan anak melalui interaksi dalam keluarga dan disiplin. Anak bisa mempelajari sikap dan nilai-nilai guna
-3-
mengembangkan perilaku yang bisa diterima dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya. Orang tua dari keluarga miskin pada
umumnya tidak mampu melaksanakan peran tersebut sepenuhnya sebagai orang tua. Kondisi tersebut mengakibatkan rusaknya
keberfungsian sosial keluarga yang akhirnya menyebabkan anak turun ke jalan.
Selain produk penelantaran dari keluarga, anak jalanan juga merupakan dampak urbanisasi. Keadaan seperti itu terjadi karena para
pendatang desa ke kota rendah pendidikannya dan kurang mempunyai ketrampilan, apa saja asal bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Disamping itu ada daya tarik kota bagi mereka merupakan kecenderungan masa depan. Migrasi ke kota tentu mempunyai tujuan ekonomi yaitu mencari
pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik. Perkembangan ekonomi yang mendua dualisme dimana sektor modern industri yang dikembangkan
kurang mendukung pengembangan sektor kondisional, salah satu pengaruhnya adalah melanggarnya pola hubungan tradisional seperti
melanggar pola hubungan patner-clien dan ikatan sosial antara petani kaya dan petani gurem. Pola hidup penduduk mulai bergeser. Pola hidup konsumtif
menunjukkan gejala meningkat. Sedangkan upah di sektor pertanian relatif tidak berubah. Agaknya keadaan ini mendorong sebagian penduduk desa
terutama golongan usia muda memalingkan perhatianke daerah perkotaan. Di tupang daya tarik upah tinggi, kesempatan kerja yang luas di kota, kehidupan
kota yang menggiurkan, kemajuan transportasi, komunikasi telah menarik mereka. Diantara mereka ada yang mengumpulkan barang bekas,
mengumpulkan pembungkus rokok, mengemis dan pekerjaan lainnya. Kehidupan kaum miskin tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan kota
modern dimanapun di dunia. Mereka mempunyai peranan sosial maupun ekonomis yang lekat dengan kehidupan kota maupun kosmopolitan.
Menurut Blane 1993:16 tidak banyak yang secara resmi mengakui sumbangan orang miskin termasuk anak jalanan yang cukup besar
dalam kehidupan kota. Sedang menurut Irwanto 1997:20 kebanyakan orang dan lembaga, termasuk pemerintah, melihat mereka hanya
sebagai benalu pihak-pihak yang memerlukan pertolongan. Memang benar mereka memerlukan pertolongan, tetapi tidak benar mereka
memerlukan pertolongan, tetapi tidak benar mereka hanya merongrong dan merugikan orang lain. Keberadaan mereka telah membuat
-4-
sebagian besar masyarakat kota lebih mudah hidupnya dan sebagian besar sektor ekonomi menjadi lebih dinamis.
Upaya yang mengangkat keberadaan golongan masyarakat ini dari sudut pandang Yayasan Algeins yang mempunyai perhatian dan kepedulian
pada anak jalanan ditindaklanjuti dengan didirikannya rumah singgah untuk anak jalanan, dapat dilihat usaha ini dengan dilaksanakannya studi yang
meliputi need assessment, profil aspek psikologi, antropologi, program kebijakan dan tata kota, dan pendirian rumah singgah ini hasil dari need
assessment terhadap anak jalanan yang dilakukan Yayasan Algheins.
B. PERUMUSAN MASALAH