Interaksi sosial anak jalanan di rumah singgah Master yayasan Bina Insan Mandiri Depok

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Yustia Umamah

NIM: 1110015000007

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

Yustia Umamah, 1110015000007 “Interaksi Sosial Anak Jalanan Di Rumah

Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok”. Skripsi. Program Studi

Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial antara anak jalanan dengan anak jalanan, anak jalanan dengan guru atau tutor dan anak jalanan dengan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri yang terletak di Jalan Margonda Raya No.58 Pancoran Mas Terminal Terpadu Kota Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yakni mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena yang ada. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, pertama, bentuk-bentuk interaksi sosial anak jalanan dengan anak jalanan adalah bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif dan disosiatif yang meliputi kerja sama, akomodasi diantaranya (toleransi, mediasi ) dan pertikaian. kedua, bentuk interaksi sosial anak jalanan dengan guru atau tutor adalah bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif dalam bentuk kerja sama. Dan ketiga, interaksi sosial anak jalanan dengan masyarakat dalam bentuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang harus melibatkan anak-anak jalanan dengan masyarakat sekitarnya hanya pada waktu-waktu tertentu saja.


(7)

ii ABSTRACT

Yustia Umamah, 1110015000007 "Social Interaction Street Children in Shelter

Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok". Thesis. IPS Education Studies

Program, Faculty of MT and Teaching, State Islamic University in Jakarta, 2015. The purpose of this research is used for understanding the forms of social interaction between street children with street children, street children by teachers or tutors and their society. This Thesis is held in Master Shelter Home Yayasan Bina Insan Mandiri, located at Jalan Raya 58 Jewel Mas Margonda Integrated Terminal Depok. The method used in this research is descriptive qualitative, which describe the phenomena that exist. The data collection techniques using observation, interviews, and documentation.

Based on the results of the study found that : first, the forms of social interaction with the street children street children is a form of social interaction which is associative and dissociative which includes cooperation, including accommodation (tolerance, mediation) and contention. second, forms of social interaction street children with the teacher or tutor is a form of social interaction which is associative in the form of cooperation. And third, the social interaction with the community of street children in the form of cooperation in certain activities should involve street children in the surrounding community only at certain times only.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tiada kata yang paling indah dan bermakna selain untaian kata syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat nikmat sehat, karunia serta ridho-Nya. Shalawat dan salam penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis bersyukur karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan (S.Pd) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan dorongan serta jasa dari seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA , selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Iwan Purwanto M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Drs. Syaripulloh selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan layanan akademik selama penulis menempuh perkuliahan.

3. Drs. Nurrochim M.M selaku dosen pembimbing skrispsi yang telah memberikan motivasi dan meluangkan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Seluruh Bapak/Ibu dosen program studi Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah mendidik, mengajar, dan melatih dengan memberikan ilmu dan pengetahuannya selama perkuliahan.

5. Kedua orang tua tercinta Mad Usin dan Atih yang tidak lelah mendidik penulis sampai saat ini, curahan kasih sayang yang tulus, do’a-do’a yang tiada henti mengalir, nasihat, motivasi serta dukungan moril maupun materil yang selalu diberikan selama ini. Dan tak lupa keluarga tercinta, Adik-adiku, Kakek dan Nenek tercinta H. Jahari dan Hj. Anoy, atas segala doa dan dukungannya selama ini.


(9)

iv

Rahmita Dewi S.Pd, Desstia Loveacna, S.Pd, dan Lesehan koceku ( Mimih dan Ayah).

8. Keluarga Ciwis Mutia Muqri,SS, Reni Cahaya Mufidah S.Pdi, Khairunnisa S.Pdi, Amanah Khairiyah SS dan Siti Nadiyah S.Kep yang terus memberikan motivasi dan kebersamaannya selama 12 Tahun ini.

9. Keluarga kece tercinta Nur Amalia S.Pd, Annisa Nur Afifah S.Pd, Amirah Nasution S.Sos.I, Minda Wh Yassin S.Sos.I , yang terus saling memotivasi dan atas kebersamaannya selama ini.

10. Teman-teman seperjuangan Penddidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2010, Sosiologi Antropologi 2010, ATK Fam’s, sahabat-sahabatku Novi Mela Yuliani, Irot Rosita, Diah Yuniardi, Nur Aini, Bunga Anzelia, Putri Ridhania, Fitri Amalia Azzahro, Rizka Nurazizah, Prihartini, Nisrina Augustama, Wildati Auli Sya’bani, Ibnu Mustaqim serta Misbahudin. Atas kebersamaan dan canda tawa yang selalu tercipta selama masa perkuliahan.

11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Bogor (Himabo), Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Komisariat Tarbiyah serta Himpunan Mahaswiwa Jurusan IPS (HMJ-IPS) .

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga seluruh kebaikan, jasa, dan doanya yang telah diberikan kepada penulis menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang oleh Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan.

Ciputat, 15 Januari 2015

Penulis


(10)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis ... 9


(11)

vi BAB II KAJIAN TEORI

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial ... 11

2. Prinsip-Prinsip Dasar Interaksionalisme Simbolik a. Kemampuan untuk berfikir ... 15

b. Berpikir dan Berinteraksi ... 16

c. Pembelajaran Makna Simbol-simbol ... 16

d. Aksi dan Interaksi ... 16

e. Diri atau Self ... 17

f. Kelompok-kelompok dan Masyarakat ... 17

3. Ciri-ciri Interaksi Sosial ... 17

4. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 17

a. Adanya Kontak Sosial ... 18

b. Adanya Komunikasi ... 20

5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 24

a. Bentuk Proses Sosial Asosiatif ... 24

b. Bentuk Proses Sosial Disosiatif ... 28

B. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 30

2. Faktor Penyebab Anak Jalanan ... 33

a. Tingkat Mikro ... 34

b. Tingkat Messo ... 34

c. Tingkat Makro ... 35

3. Karakteristik Anak Jalanan ... 36

a. Anak Jalanan Yang Hidup Di Jalanan ... 36

b. Anak Jalanan Yang Bekerja Di Jalanan ... 37


(12)

vii

4. Model Pembinaan Terhadap Anak Jalanan ... 42

a. Model Rumah Singgah ... 42

b. Model Mobil Sahabat Anak ... 42

c. Model Boarding House atau Pemondokan ... 43

C. Rumah Singgah 1. Pengertian Rumah Singgah ... 43

2. Tujuan Rumah Singgah ... 44

3. Fungsi Rumah Singgah ... 45

D. Penelitian Yang Relevan ... 47

E. Kerangka Berfikir... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

C. Metode Penelitian... 51

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 53

1. Data Primer ... 53

2. Data Sekunder ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Observasi ... 54

2. Wawancara ... 55

3. Dokumentasi ... 56

F. Instrumen Penelitian... 56

G. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data ... 59

H. Pengecekan Keabsahan Data... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri ... 65


(13)

viii

2. Visi dan Misi Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri ... 68

3. Keadaan Guru dan Siswa ... 69

a. Keadaan Guru... 69

b. Keadaan Siswa ... 74

4. Kurikulum Pembelajaran ... 74

5. Sarana dan Prasarana... 76

6. Struktur Pengurus Yayasan Bina Insan Mandiri ... 79

B. Deskripsi Data a. Interaksi Sosial Anak Jalanan di Rumah Singgah Master ... 81

b. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Sesama Anak Jalanan ... 85

c. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Guru atau Tutor ... 91

d. Interaksi Sosial Anak Jalanan Terhadap Masyarakat ... 94

di Sekitar Rumah Singgah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 98

B. IMPLIKASI ... 99

C. SARAN ... 100 DAFTAR PUSTAKA


(14)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ciri Fisik dan Psikis Anak Jalanan ... 41

Tabel 2.2 Pendekatan dan Penanganan Anak Jalanan ... 44

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 52

Tabel 3.2 Instrumen Wawancara Kepala Rumah Singgah... 59

Tabel 3.3 Instrumen Wawancara Guru atau Tutor ... 60

Tabel 3.4 Instrumen Wawancara Anak Jalanan ... 60

Tabel 3.5 Instrumen Wawancara Masyarakat ... 61

Tabel 4.1 Jumlah Guru atau Tutor di Rumah Singgah Master ... 72

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Tutor Rumah Singgah Master ... 73

Tabel 4.3 Jadwal Belajar PKBM di Rumah Singgah Master ... 79


(15)

x Lampiran2 Hasil Kegiatan Observasi Lampiran3 Instrumen Wawancara Lampiran4 Hasil Wawancara Lampiran5 Dokumentasi Lampiran6 Data Responden Lampiran7 Lembar Uji Referensi

Lampiran8 Surat Izin Penelitian Dari Fakultas

Lampiran9 Surat Izin Yayasan Bina Insan Mandiri Depok Lampiran10 Daftar Prestasi Yayasan Bina Insan Mandiri Depok


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya manusia dilahirkan seorang diri, namun demikian mengapa manusia harus hidup bermasyarakat? Karena manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Dari sejak lahir misalnya pada saat kita masih bayi harus diajari makan, berjalan, berlari, bermain-main dan lain sebagainya. Sudah terlihat jelas dari lahir pun manusia memang membutuhkan pertolongan manusia lainnya, begitu pun ketika dewasa harus saling berhubungan dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Soerjono Soekanto, “ketika dilahirkan, manusia diberikan dua hasrat atau keinginan pokok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (yaitu masyarakat) dan Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya”.1 Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia menggunakan fikiran, perasaan dan kehendaknya. Jadi, sejak dalam kehidupan manusia di permukaan bumi ini, sebagai seorang manusia yang normal dan berfikir pasti melaksanakan ikatan batin dengan cara berhubungan satu dengan yang lainnya. Baik sejenis maupun lawan jenis, kelompok dengan kelompok tetapi rasa ikatan dengan dasar kekeluargaan itu pasti ada. Maka mereka itu akan hidup secara bersama dan bekerjasama pula dalam mewujudkan cita-cita mereka.

Menurut Henry l Tischloer dalam Gatut Murniatmo, “interaksi sosial terjadi akibat adanya tindakan seseorang yang berhubungan dengan seseorang atau mempunyai tujuan-tujuan tertentu dengan bermacam-macam motivasi atau alasan-alasan yang mendukung”.2 Adanya motivasi

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994), h.124

2

Salamun dan Taryati, Interaksi Sosial Penduduk Perumnas Condong Catur dengan Penduduk Sekitarnya,(Yogyakarta :Kepel Press, 2007), h.35


(17)

dan tujuan dalam melakukan interaksi antara individu dengan yang lainnya, supaya tindakan dari interaksi yang dilakukan sesuai de ngan tujuan yang akan dicapai oleh masing-masing individu tersebut. Sedangkan Interaksi Sosial menurut Soerjono Soekanto adalah “hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.3 Interaksi sosial sangat berguna untuk memperlihatkan dan mempelajari berbagai masalah yang ada di masyarakat.

Menurut Syarbani Syarial, “suatu interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yaitu, adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi(communication)”.4 Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya yang ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Dan kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan rohaniah. Kontak sosial dapat bersifat primer (berjumpa face to face) dan dapat sekunder (berhubungan melalui media komunikasi, baik perantara orang maupun media benda, surat kabar, televisi, radio). Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih. Dengan komunikasi setiap individu dapat menyampaikan informasi, opini, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap perbuatan dan sebagainya kepada sesamanya secara timbal balik. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi proses interaksi sosial.

Menurut R Linton yang dikutip oleh Ishaq Isjoni, “jika manusia hidup dan bekerjasama dengan manusia yang lainnya dalam kelompok dan dalam waktu yang cukup lama, sehingga akhirnya mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir mengenai dirinya sebagai satuan sosial yang mempunyai batas-batas tertentu. Maka kelompok itu menjadi

3


(18)

3

masyarakat”.5

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia masyarakat adalah “suatu kumpulan manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama”.6 Maka pada dasarnya masyarakat itu adalah hubungan manusia dengan manusia yang lainnya. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya saling melengkapi sesuai dengan tujuan dan motivasinya untuk melakukan hubungan interaksi sosial tersebut.

Masyarakat merupakan sebuah fenomena kehidupan sosial yang dinamis. Kedinamisan masyarakat itu sendiri yang menjadi sebuah entitas majemuk yang terdiri dari berbagai macam golongan atau kelompok yang masing-masing memiliki ciri-ciri atau identitas tersendiri. Ciri-ciri yang dimiliki tiap-tiap kelompok tersebut dapat terlihat melalui berbagai hal seperti atribut, kebiasaan, nilai, ritual yang muncul pada saat berinteraksi di dalam lingkungan sosial.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan sosial terhadap anak yang merupakan hak asasi manusia. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia.

Dalam kenyataannya masih banyak ditemukan anak-anak yang terlantar yang hidup dijalanan. Fenomena anak yang berada di jalanan semakin meningkat, terutama banyak ditemukan di kota-kota besar seperti di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang ( Jabotabek) bukan hanya dari aspek kuantitas tetapi aktivitas yang mereka lakukan. Peningkatan ini bukan hanya saat Indonesia mengalami krisis tetapi beberapa tahun sebelumnya juga sudah terlihat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantara faktor kemiskinan, pendidikan dan keluarga.

5

Ishaq, isjoni, Masyarakat dan Perubahan Sosial, Uni press, h.07

6


(19)

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik Republik Indonesia “Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang atau 11,37% dari jumlah penduduk di Indonesia”.7 Kemiskinan mengakibatkan rendahnya daya beli, keluarga miskin tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial dasar, seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan. Dengan kata lain, keluarga miskin tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli makanan, menyekolahkan anak dan memelihara serta meningkatkan status kesehatannya. Dampak dari kemiskinan menimbulkan berbagai masalah sosial. Kesejahteraan keluarga semakin menurun sehingga menimbulkan banyak anak-anak yang terpisah dari orang tuanya.

Gambar 1.1

Sumber: Data Susenas BPS8

7

Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013), h. 1.

8

Booklet Kementerian Sosial dalam Angka Tahun 2012 (Jakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, 2012), h.29.


(20)

5

Berdasarkan tabel hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009 memperlihatkan bahwa jumlah anak terlantar secara nasional berjumlah 3.176.462 anak. Dua tahun kemudian, tahun 2011, angka tersebut mengalami penurunan 60.685 anak menjadi 3.115.777 anak. Sedangkan anak jalanan yang sudah di tampung di Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) berjumlah 10.126 anak dari 88 LKS. Pada tahun yang sama anak yang tergolong rawan menjadi anak terlantar berjumlah 7.175.189 anak dari populasi anak Indonesia yaitu 58.171.746 anak anak usia 6 - 18 tahun.

Sedangkan jumlah anak terlantar di DKI Jakarta tahun 2012 sebanyak 60.336 anak. Panti Sosial Asuhan Anak yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat berjumlah 30 panti dengan daya tampung 5.989 anak, sedangkan 54.347 anak belum tersentuh pelayanan pemerintah maupun organisasi sosial atau LSM. Angka tersebut menunjukan bahwa kualitas hidup anak kita memprihatinkan yang mengancam masa depan mereka, padahal mereka adalah aset, investasi Sumber Daya Manusia dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa.

Pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang ekonominya lemah, sehingga para orang tua tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu juga dikarenakan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tidak adanya kepedulian orang tua terhadap nasib pendidikan anak-anaknya, sehingga banyak anak turun ke jalan untuk membantu orang tuanya dalam mempertahankan hidup. Munculnya fenomena anak jalanan ini merupakan bukti tidak terpenuhinya perlindungan dan kebutuhan baik jasamani, rohani, maupun sosial yang menjadi hak anak seperti yang tercantum dalam konvensi hak-hak anak yang disadur dalam Undang-undang Perserikatan Bangsa-bangsa, yang selanjutnya tertuang dalam Undang-Undang perlindungan anak Republik Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang tertera dalam majalah societa bahwa “fakir miskin dan anak-anak


(21)

terlantar dipelihara oleh Negara”.9

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Nurohim bahwa :

Anak jalanan ada yang tinggal di kota Depok, Bogor, Jakarta, Tangerang maupun Bekasi. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada juga anak jalanan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang sudah terpisah akan tetapi sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tidak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada yang tidak pernah mengenal sama sekali keluarganya.10

Oleh karena itu anak-anak jalanan yang tinggal di rumah singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok ini memiliki banyak latar belakang keadaan yang membuat anak-anak jalanan memilih hidup tinggal terpisah dari orang tuanya.

Menurut Abudin Nata, “keharmonisan keluarga antara Bapak dan Ibu mempunyai pengaruh besar terhadap tingkah laku anak. Sekian banyak penyakit moral anak : egois, anarkis, hilangnya rasa percaya diri, sombong, dan tidak bertanggung jawab merupakan sumber awal dari suasana kehidupan keluarga”.11

Perilaku anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial, bahkan nyawa sekalipun. Melalui stimulasi tindakan kekerasan terus menerus, terbentuklah sebuah nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahakan hidup.

Di samping itu, anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda didalam masyarakat. Perilaku sosial anak jalanan yang berada di masyarakat terlihat dari cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara

9

Anak Jalanan dan Terlantar, Tanggung Jawab Siapa? Majalah Societa, ( Jakarta: Kementrian Sosial RI edisi II/2011) h.7.

10

Hasil Wawancara dengan Nurrochim Pendiri Yayasan Bina Insan Mandiri, Depok

11

Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits,( Ciputat: UIN Press,2005), Cet.1. h.236


(22)

7

yang buruk, gaya bahasa, pakaian yang tid12ak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak senang dengan anak jalanan.

Dari kondisi tersebut, diperlukan suatu tempat atau lembaga untuk menampung dan memberikan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Dalam khasanah penanganan anak jalanan dikenal dengan tiga pendekatan, yakni

street based (berpusat di jalanan), centre based (berpusat dipanti), dan

community based (berpusat di masyarakat). Setiap pendekatan tersebut

mempunyai ciri khas dari segi pelayanan, strategi, dan sasaran programnya”.

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk penanganan anak jalanan yaitu pendekatan centre based (berpusat dipanti) dalam bentuk rumah singgah. Rumah singgah merupakan Lembaga Sosial Masyarakat yang memberikan solusi alternatif dengan memberikan pelayanan sosial kepada anak-anak yang kurang beruntung. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan yang berfungsi sebagai tempat bernaung dan media pendidikan non formal yang dapat membawa perubahan bagi anak jalanan. Selain itu mempertahankan kemampuan anak dimana penanganannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki anak. Para pekerja sosial dalam bekerja lebih banyak berprinsip pertemanan dalam pendampingan yang sejajar sebagai seorang sahabat. Penyediaan rumah singgah merupakan upaya agar hak-hak anak dari para anak jalanan dapat terpenuhi.

Upaya penanganan anak jalanan melalui Rumah Singgah di Kota Depok khususnya yang dilakukan Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok merupakan yayasan yang berperan di bidang sosial, yang peduli dengan permasalahan sosial anak jalanan dengan melalui pendidikan luar sekolah, didalamnya memuat berbagai kegiatan antara lain: pembinaan keterampilan, sekolah terbuka, pendidikan nonformal,

12


(23)

bimbingan mental dan spiritual dan lain sebagainya. Pembinaan seperti ini merupakan pemenuhan hak anak dalam memperoleh pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar pendidikan anak-anak, namun terkadang kebutuhan itu tidak dapat terpenuhi dan banyak anak putus sekolah karena faktor kemiskinan sehingga anak di tuntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, situasi ini membawa konsekuensi banyak diantara mereka yang tidak pernah merasakan pendidikan.

Pada masyarakat luas kehidupan sosial anak jalanan saat ini memberikan gambaran yang negatif. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku dan interaksi sosial anak-anak jalanan, terutama di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok. Interaksi sosial yang dilakukan meliputi bagaimana dalam kehidupan sehari-hari anak-anak melakukan interaksi dengan teman-teman sebaya, guru atau tutor dan masyarakat di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri.

B. Identifikasi Masalah

1. Adanya keberadaan anak jalanan yang berasal dari berbagai wilayah seperti Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

2. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi interaksi sosial pada masing-masing anak jalanan di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.

3. Adanya bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh anak-anak jalanan di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok

C. Pembatasan Masalah

Penelitian disini hanya akan dibatasi pada cara berinteraksi anak jalanan tingkatan pendidikan sekolah setara Sekolah Dasar terhadap teman sebaya, guru atau tutor dan masyarakat yang berada disekitar Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.


(24)

9

D. Perumusan Masalah

Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk Interaksi sosial anak jalanan terhadap sesama anak jalanan di rumah singgah yayasan bina insan mandiri Depok?

2. Bagaimana bentuk interaksi sosial anak jalanan terhadap guru atau tutor di rumah singgah yayasan bina insan mandiri Depok?

3. Bagaimana bentuk interaksi sosial anak jalanan terhadap masyarakat disekitar rumah singgah yayasan bina insane mandiri Depok?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan cara berinteraksi sosial anak-anak jalanan terhadap sesama teman, guru/tutor dan masyarakat yang berada di sekitar Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan dan wawasan serta bahan dalam penerapan metode penelitian khususnya mengenai interaksi sosial pada kehidupan anak jalanan di rumah singgah.

a. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan ilmu menambah pengetahuan teori yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat mengetahui bentuk interaksi sosial yang terjadi pada kehidupan anak-anak jalanan di Rumah Singgah.


(25)

c. Bagi masyarakat

Dapat dijadikan khazanah keilmuan dan referensi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan sebagai rujukan dalam mengetahui bentuk-bentuk interaksi anak jalanan yang dijalan dengan anak jalanan yang tinggal di rumah singgah.

a. Bagi Penelitian

Dapat memberikan informasi tentang bentuk interaksi sosial anak-anak jalanan di rumah singgah.

b. Bagi Institusi Pendidikan (Yayasan) dan Masyarakat

Dapat dijadikan rujukan dalam penerapan cara berinteraksi anak-anak jalanan di rumah singgah. Dan untuk masyarakat Dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui cara berinteraksi anak-anak jalanan


(26)

11

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai makhluk individu manusia memiliki dorongan atau motif untuk mengadakan interaksi dengan dirinya sendiri, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain yang ada pada lingkungan sekitarnya. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau mengadakan interaksi sosial. Dengan demikian akan terjadi interaksi sosial antara manusia dengan manusia yang lain. Interaksi sosial berupa hubungan pengaruh yang tampak dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya masing-masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan tersebut harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal balik.

Tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan masyarakat. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia saling bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama,


(27)

mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Menurut Basrowi “Interaksi Sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk persaingan, pertikaian dan sejenisnya”.1

Jadi interaksi sosial merupakan hubungan yang mempertemukan seorang individu dengan individu lainnya atau inividu dengan kelompok, dalam bentuk interaksi sosial yang dibangun diantaranya tidak hanya sebuah kerja sama akan tetapi terlibat dengan persaiangan dan pertikanan juga. Sedangkan interaksi sosial menurut para tokoh antara lain :

a. Kimball Young, interaksi sosial adalah kontak timbal balik antar dua orang atau lebih.

b. Bonner, mengatakan bahwa interaksi sosial ialah suatu hubungan antara dua orang atau lebihs sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, merubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain dan sebaliknya.2 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok ataupun individu dengan kelompok. Hubungan yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk kerja sama untuk saling memenuhi kebutuhan dari masing-masing individu atau kelompok tetapi juga dalam bentuk persaingan dan pertikaian. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena pada dasarnya manusia itu merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individu dan memerlukan adanya hubungan antara sesama makhluk individu yang lain. Dalam interaksi sosial dan tindakan sosial dipengaruhi oleh dua macam orientasi.

1

Basowi,Pengantar Sosiologi,( Bogor: PT. Ghalia Indonesia,2005) h.138

2

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam ( Jakarta: Laboratorium Sosiologi agama,2008) h.57


(28)

13

Menurut Talcott Parsons yang dikutip oleh Yusran Razak, Orientasi tindakan dan interaksi sosial yang pertama adalah motivasional yaitu orientasi bersifat pribadi yang menunjuk pada keinginan individu yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang kedua adalah orientasi nilai-nilai yang bersifat sosial, yakni orientasi yang menunjuk pada standar-standar normatif, seperti wujud agama dan tradisi setempat.3

Oleh karena itu tindakan dan interaksi sosial memperlihatkan dengan jelas bahwa keduanya memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Karena tindakan sosial merupakan perbuatan yang dipengaruhi oleh orang lain untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu, sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang disebabkan oleh adanya tindakan atau reaksi dari kedua belah pihak. manusia tidak bisa menghindar dari keharusan berinteraksi dengan orang lain karena manusia adalah makhluk sosial yang keberadaan dirinya sangat ditentukan oleh orang lain.

Seorang manusia tidak bisa lepas dari kelompok masyarakatnya. Dia membutuhkan berbagai hal yang hanya dapat dipenuhi apabila berinteraksi dengan orang lain. Menurut Douglas yang dikutip oleh Kamanto Sunarto mengatakan bahwa “dalam mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan interactionist perspective”4. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan dalam interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionalisme simbolik

(syimbolic interactionism). Sasaran yang digunakan dalam pendekatan

ini adalah interaksi sosial dan simbolik yang mengacu kepada penggunaan simbol-simbol dalam kegiatan interaksi. Perspektif interaksionalisme simbolik ini memusatkan perhatiannya pada analisa hubungan antar-pribadi. Individu dipandang sebagai pe laku yang menafsirkan, menilai, mendefinisikan dan bertindak.

3

Ibid, h.58

4

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), Edisi Revisi h.35


(29)

Interaksionalisme simbolik menurut George Herbert Mead yang dikutip oleh Bernard Ravo, SVD “menekankan tentang Mind, Self, dan Society”.5 Mead memandang akal budi (mind) bukan sebagai satu benda, melainkan satu proses sosial. Akal budi manusia secara kualitatif berbeda dengan binatang. Kebanyakan tindakan manudia melibatkan suatu proses mental. Artinya antara aksi dan reaksi terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau kegiatan mental. Herbert Mead menekankan pentingnya fleksibilitas dari akalbudi (mind) itu. Selain menghayati simbol-simbol yang sama dengan arti yang sama, fleksibilitas memungkinkan interaksi biarpun dalam situasi tertentu orang tidak mengerti arti dari stimulus atau simbol yang diberikan.

Herbert Mead juga menekankan bahwa “simbol-simbol verbal (bahasa) penting karena kita selalu dapat mendengarkan diri sendiri walaupun kita mungkin tidak selalu bisa melihat tanda-tanda gerak-gerik fisik kita”.6

Apa yang kita katakan selalu mempengaruhi diri kita sendiri dan orang-orang lain yang mendengarkan perkataan itu. Jadi, ketika kita sedang berbicara, dan sebelum lawan bicara kita memberikan reaksi atau tanggapan atas perkataan kita, kita dapat memutuskan apakah hal yang kita bicarakan membangkitkan reaksi yang kita inginkan atau tidak.

Setelah konsep akal budi yang ditekankan oleh Mead, selanjutnya konsep tentang self (diri). Bagi Mead, “kemampuan untuk memberi jawaban kepada diri sendiri sebagaimana ia memberi jawaban terhadap orang lain, merupakan kondisi-kondisi penting dalam perkembangan akal budi itu sendiri”.7 Akal budi yang dimiliki setiap individu memiliki persepi yang berbeda-beda dalam menafsirkan segala sesuatu yang ada dihadapannya. Dan konsep yang

5

Bernard Ravo,SVD Teori Sosiologi Modern, ( Jakarta: Prestasi Pustakaraya,2007), cet,pertama. h.99

6Ibid,

101

7


(30)

15

terakhir adalah society (masyarakat) pandangan Mead tentang masyarakat ialah “bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dari masyarakat”.8

2. Prinsip-prinsip Dasar Interaksionalisme Simbolik

Ada beberapa prinsip dasar pada interaksionalisme simbolik diantaranya adalah, kemampuan untuk berpikir, berpikir dan berinteraksi dan pembelajaran makna simbol-simbol, aksi dan interaksi, membuat pilihan-pilihan, diri atau self, kelompok-kelompok dan masyarakat. Adapun Penjelasan dari prinsip-prinsip tersebut adalah:

a. Kemampuan Untuk Berpikir

Menurut Herbert Blummer,asumsi penting dari kemampuan berpikir bahwa, “Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir membedakan interaksionalisme simbolik dari akarnya behaviorisme”.9 Kemampuan untuk berpikir itu berada di dalam akal budi tetapi interaksionalisme simbolik memahami akal budi secara lain. Akal budi berbeda dengan otak.

Interaksionalisme simbolik juga tidak melihat akal budi sebagai benda atau struktur fisis melainkan suatu proses yang berkesinambungan. Proses itu adalah bagian dari proses yang lebih luas aksi dan reaksi. Akal budi berhubungan erat dengan konsep-konsep lain di dalam interaksionalisme simbolik termasuk sosialisasi, arti, simbol interaksi dan masyarakat.

Jadi dalam kegiatan interaksi sosial yang berlangsung pada seorang individu harus mampu berpikir untuk memahami dan memberikan aksi reaksi kepada individu yang lain terhadap simbol-simbol dan makna yang diberikan dalam keberlangsungan interaksi sosial, Karena akal budi yang dimiliki manusia harus mampu untuk digunakan secara baik agar aksi-reaksi yang

8 Ibid ,106

9


(31)

diberikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pada interaksi sosial.

b. Berpikir dan Berinteraksi

Orang memiliki hanya kemampuan untuk berpikir yang bersifat umum. Kemampuan ini dibentuk dalam proses interaksi sosial. Interaksi sosial adalah suatu proses dimana kemampuan untuk berpikir dikembangkan dan diungkapkan. Segala macam interaksi menyaring kemampuan untuk berpikir. Lebih dari itu berpikir mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku.

Dalam kebanyakan tingkah laku, seseorang harus memperhatikan dan memperhitungkan orang lain dalam memutuskan bagaimana ia harus bertingkah laku supaya sesuai dengan orang-orang lain. Namun demikian tidak semua proses interaksi sosial melibatkan proses berpikir.

c. Pembelajaran Makna Simbol-simbol

Dalam interaksi sosial, seseorang belajar simbol-simbol dan arti-arti. Kalau orang memberikan reaksi terhadap tanda-tanda tanpa berpikir panjang maka dalam memberikan reaksi kepada simbol-simbol, seseorang harus terlebih dahulu berpikir. Tanda memiliki arti di dalam diri mereka. Orang-orang menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang mereka.

Menurut Bernard Ravo, Simbol-simbol menjadi penting karena memungkinkan manusia untuk bertindak secara sungguh-sungguh manusiawi. Oleh karena simbol-simbol, manusia tidak memberikan reaksi secara pasif kepada kenyataan yang dialaminya melainkan memberi arti kepadanya dan bertindak seturut arti yang diberikannya itu.10

d. Aksi dan Interaksi

Perhatian utama dari interaksionalisme simbolik adalah dampak dari art-arti dan simbol-simbol dalam aksi dan interaksi manusia. Arti dan simbol-simbol memberikan aksi dan interaksi

10


(32)

17

sosial suatu kekhasan. Arti dan simbol yang dilakukan dalam interaksi sosial akan menimbulkan tindakan sosial yang sesuai dengan apa yang ada di dalam pikirannya.

e. Diri atau Self

Diri atau self adalah konsep yang teramat penting bagi interaksionalisme simbolik. Guna memahami konsep diri dari apa yang dimaksudkan oleh Mead adalah memahami ide yang menjadi gagasan Ide Looking glass self. Adapun yang dimaksud dengan Looking Glass Self yang dikembangkan oleh Charles Horton Cooley yaitu diantaranya adalah “pertama, kita membayangkan bagaimana kita menampakkan diri kepada orang lain. kedua,penampilan kita dan yang ketiga, kita membayangkan bagaimana penilaian mereka terhadap semacam perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita tentang penilaian orang itu”.11

Self menjadi gambaran tentang perkembangan diri sendiri.

Bagaimana diri sendiri melihat dan menilai apa yang menjadi tindakannya dihadapan masyarakat banyak, karena diri sendiri yang menjadi objek utama atas segala bentuk interaksi yang dilakukannya pada kehidupan di lingkungan sekitarnya.

f. Kelompok-kelompok dan Masyarakat

Kehidupan kelompok adalah keseluruhan tindakan yang sedang berlangsung. Namun demikian masyarakat tidak terbuat dari tindakan yang terisolasi. Disana ada tindakan yang bersifat kolektif yang melibatkan individu-individu untuk menyesuaikan tindakan mereka terhadap satu sama lain. Kelompok-kelompok dan masyarakat.

3. Ciri-Ciri Interaksi Sosial

Menurut Basrowi Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang.

11


(33)

b. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.

c. Ada dimensi waktu ( masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung. d. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan

tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.12

Dari ciri-ciri di atas interaksi sosial hanya akan terjadi jika dilakukan oleh dua orang atau lebih, hubungan tersebut dapat berupa individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Memiliki dimensi waktu dari pelaku interaksi yang dilakukan yang di dalam kegiatan interaksi memiliki tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh pelaku interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Mengacu pada ciri-ciri interaksi sosial, terdapat pula dua syarat terjadinya interaksi sosial yaitu:

a. Adanya kontak sosial

Menurut Bambang Pranowo “Kata kontak berasal dari bahasa latin, yaitu con atau cum ( bersama-sama) dan tango (menyentuh) jadi artinya bersama-sama menyentuh”.13 Kontak sosial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial secara tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai media perantara, misalnya melalui telepon, radio, surat dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial langsung merupakan kontak yang dilakukan secara langsung melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog di antara kedua belah pihak tersebut.

Dalam hubungan kontak sosial, dapat terjadi hubungan yang positif dan hubungan yang negatif. Kontak sosial positif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat

12

Basrowi,op.cit., h.139.

13

Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam ( Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama,2008), h.57.


(34)

19

saling pengertian, di samping menguntungkan masing-masing pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat berlangsung lebih lama, atau mungkin dapat berulang-ulang dan mengarah pada suatu kerja sama. Sedangkan pada kontak negatif terjadi oleh karena hubungan antar kedua belah pihak tidak melahirkan saling pengertian, mungkin merugikan masing-masing atau salah satu, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan.

Menurut Soedjono yang dikutip oleh Abdul Syani, Kontak sosial mempunyai dua sifat yang pertama sifat primer, artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung yang berhadapan muka. Yang kedua bersifat sekunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Kontak sosial dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama adalah verbal/gestural, yaitu kontak yang terjadi melalui saling menyapa, saling berbicara, dan berjabat tangan. Cara kedua adalah non-verbal/ non gestural yaitu kontak yang tidak mempergunakan kata-kata atau bahasa melainkan dengan isyarat. Misalnya, adalah bau minyak wangi, lambaian tangan dan sebagainya.14

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:

1) Antara perorangan, misalnya apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Menurut Kingsley Davis “Proses demikian melalui sosialiasai (socialization), yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai di masyarakat”.15

2) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memaksa

14

Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,

Cet. Ke IV, 2002) h. 154.

15

Kingsley Davis: Human Society,Cetakan ke-13, The Macmillan Company, New


(35)

anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan ideologi programnya.

3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpanya, dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik yang ketiga di dalam pemilihan umum.

Kontak sosial yang terjadi tidak semata-mata oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok dari kontak sosial yaitu adanya tanggapan dari lawan kontak sosial. Karena kontak badaniah bukan merupakan syarat utama dalam melakukan kontak sosial.

b. Adanya Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh pihak lain itu. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan, gerak-gerik fisik maupun perasaan. Selanjutnya, dari sini timbul sikap dan ungkapan perasaan, seperti senang, ragu-ragu, takut atau menolak, bersahabat, dan sebagainya yang merupakan reaksi atas pesan ( message) yang diterima. Saat ada aksi dan reaksi itulah terjadi komunikasi.

Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Basrowi “komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain ( yang berwujud apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut) orang yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut”.16

Dengan adanya sekelompok orang, dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang itu sekelompok lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling

16


(36)

21

memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian, tidak terjadi kontak sosial.

Dalam komunikasi terdapat banyak sekali tafsiran terhadap perilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan, ini halnya jabatan tangan dapat ditafsirkan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan, dan lain-lain.

Dari uraian di atas tampak bahwa komunikasi hampir sama dengan kontak. Namun, adanya kontak belum tentu berarti komunikasi telah terjadi. Komunikasi menuntut adanya pemahaman makna atas suatu pesan dan tujuan bersama antara masing-masing pihak. Misalnya, orang Flores bertemu dan berjabat tangan dengan orang Madura, lalu dia berbicara dalam bahasa Flores, padahal si orang Madura itu sama sekali tidak mengerti bahasa Flores. Di sini, kontak sebagai isyarat pertama telah terjadi, tetapi komunikasi belum terjadi karena kedua orang itu tidak saling mengerti dan interaksi sosial pun tidak terjadi.

Sementara itu berlangsungnya suatu interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai faktor sekalipun dalam bentuknya sederhana, ternyata interaksi merupakan proses yang kompleks. Menurut Sitorus dalam buku Pengantar Sosiologi yang dikutip oleh Basrowi mengatakan”berlangsungnya interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai faktor, antara lain imitasi,sugesti, identifikasi, dan simpati”.17 Faktor-faktor tersebut dapat bergerak dengan sendiri-sendiri secara terisah ataupun saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.

1) Faktor imitasi

Imitasi adalah suatu proses belajat dengan cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Dalam interaksi sosial, imitasi dapat bersifat positif, artinya imitasi tersebut

17


(37)

mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah nilai yang berlaku. Namun, imitasi juga dapat berpengaruh negatif apabila yang dicontoh itu adalah perilaku-perilaku menyimpang. Selain itu, imitasi juga melemahkan atau mematikan pengembangan daya kreativitas seseorang.

2) Faktor Sugesti

Sugesti adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berfikir panjang. Sugesti terjadi karena pihak yang menerima saran tersebut tergugah secara emosional dan biasanya emosi ini menghambat daya pikir rasionalnya.

Proses sugesti lebih mudah terjadi apabila orang yang memberikan pandangan itu adalah orang yang berwibawa dan bersifat otoriter. Kiranya mungkin pula bahwa sugesti terjadi oleh sebab yang memberikan pandangan atau sikap merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan, atau masyarakat.

3) Faktor Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi menjadi sama dengan pihak lain. Sifat identifikasi lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan disengaja karena sering kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya. Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identfikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi idealnya) sehingga pandangan, sikap maupun


(38)

23

kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat melembaga dan bahwak menjiwainya. Nyatalah bahwa berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan atau sugesti.

4) Faktor Simpati

Simpati adalah perasaan “tertarik” yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya merasa seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. Proses ini seseorang merasa tertarik pada pihak lain dan perasaan memegang peranan penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan identifikasi yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan di mana faktor saling mengerti terjamin.

Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun dalam kenyataannya proses tadi memang sangat kompleks, sehingga kadang-kadang sulit untuk mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut, akan tetapi dari keempat faktor interaksi di atas mereka saling memiliki keterkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain.


(39)

5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama

(cooperation), persaingan (competition), dan bahkan juga berbentuk

pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin penyelesaian pertikaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu.

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial menurut para tokoh adalah sebagai berikut yang dikutip oleh Soerjono Soekanto:

a. Gillin dan Gillin, bentuk interaksi sosial adalah proses- proses yang asosiatif adalah (akomodasi, asimilasi, dan akulturasi). Dan proses-proses yang disosiatif adalah (persaingan, pertentangan).

b. Menurut Kimball Young, bentuk interaksi sosial adalah : 1) Oposisi (Persaingan dan pertentangan)

2) Kerja sama yang menghasilkan akomodasi

3) Diferensiasi (tiap individu mempunyai hak dan kewajiban atas dasar perbedaan usia, seks, dan pekerjaan)18

Bentuk-bentuk interaksi sosial menurut para tokoh terdapat beberapa perbedaan. Namun perbedaan-perbedaan itu hanya tampak kecil karena masing-masing sistematika tersebut apabila digabungkan diharapkan akan dapat menghasilkan gambaran yang jelas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat sosial. Bentuk-bentuk pokok interaksi sosial tersebut tidak merupakan suatu kesinambungan tergantung pada suatu kondisi dan situasi tertentu.

a. Bentuk-bentuk Proses Sosial yang Asosiatif 1) Kerja Sama

Kerja sama merupakan interaksi sosial yang paling penting. Pada dasarnya, setiap manusia melakukan interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerja sama timbul

18

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2002) cet.ke 3,h.65


(40)

25

karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan

out-group nya).

Menurut Charles Hurton Cooley yang dikutip dalam buku Pengantar Sosiologi Oleh Basrowi mengatakan kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadao diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerja sama, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.19

Sehubungan dengan kerja sama menurut Soerjono Soekanto ada tiga bentuk kerja sama yaitu “bargaining,

cooptation, dan coalication”.20 Ketiga bentuk kerja sama yang

pertama adalah bargaining, yaitu pelaksanaan mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. Jadi bentuk kerja sama ini melakukan perjanjian terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan kerja sama antara individu atau kelompok dengan kesepakatan bersama. Kedua,

Cooptation, yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam

kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu menghindari terjadinya guncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan. Dan yang ketiga yaitu

coalication, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih

yang mempunya tujuan-tujuan yang sama. 2) Akomodasi

Menurut Basrowi,“Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan

19

Basrowi, Pengantar Sosiologi, h.145-146

20

Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan,(Jakarta: PT. Bumi Aksara,2012), h.156.


(41)

keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat”21.

Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Menurut Soedjono yang dikutip oleh Abdul Syani mengatakan bahwa “Akomodasi adalah suatu keadaan di mana suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian, sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali”.22 Dengan demikian, kepribadian masing-masing yang bertikai tetap terjaga dengan baik. Akomodasi sebagai suatu proses memiliki berbagai bentuk diantaranya:

a) Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya

dilakukan oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan.

b) Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana

pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

c) Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai

compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak

sanggup mencapainya.

21

Basrowi, Op. Cit, h. 150

22


(42)

27

d) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation

diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.

e) Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

f) Toleration juga sering dinamakan sebagai

tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa

persetujuan yang formal bentuknya.

g) Stalemate merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak

yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangan.

h) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di

pengadilan.

3) Asimilasi ( Assimilation)

Menurut Basrowi Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia di tandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.23

Asimilasi dilakukan apabila orang-orang yang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan dirinya dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Proses asimilasi ditandai dengan

23


(43)

pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.

Dari uraian di atas jelas bahwa proses asimilai terkait erat dengan pengembangan sikap-sikap dan cita-cita yang sama. Sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dapat melebur menjadi satu karena adanya kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan dari kelompok.

b. Proses-proses Disosiatif

Menurut Soerjono Soekanto “Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai Oppositional processes, yang persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat yang bersangkutan”24

. Suatu oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Proses-proses disosiatif diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Persaingan

Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu bisa berbentuk harta benda atau suatu popularitas tertentu. Persaingan biasanya bersifat individu, apabila hasil dari persaingan itu dianggap cukup untuk memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Basrowi “Bentuk kegiatan persaingan ini biasanya didorong oleh motivasi berikut ini untuk mendapatkan status sosial, memperoleh jodoh, mendapatkan kekuasaan, mendapatkan nama baik, mendapatkan kekuasaan dan lain-lain”.25

24

Soerjono Soekanto, Op.cit. h.82

25


(44)

29

Dengan kata lain adanya persaingan oleh karena ada perasaan atau anggapan bahwa seseorang itu lebih beruntung jika tidak bekerja sama dengan orang lain. Karena persaingan merupakan suatu upaya untuk mencapai suatu tujuan dengan bersaing terhadap yang lain.

2. Kontravensi

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. kontravensi dtitandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi ini dalam bentuknya seperti keengganan, kebencian, penolakan, perlawanan, protes, gangguan-gangguan lain, dan bahkan rencana untuk menghalangi pihak lain agar itu tidak terjadi.

Kontravensi apabila dibandingakan dengan persaingan dan pertentangan atau pertikaian, bersifat agak tertutup atau rahasia. Perang dingin, misalnya merupakan bentuk kontravensi karena tujuannya adalah untuk membuat lawan tidak tenang. Dalam hal ini, pihak lawan tidak diserang secara fisik, akan tetapi secara psikologis.

3. Pertikaian atau Pertentangan

Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara negatif, artinya di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya. Menurut Soerjono Soekanto “ada beberapa hal yang menjadi penyebab dari pertikaian atau pertentangan antara lain, Perbedaan antara individu-individu, perbedaan


(45)

kebudayaan, perbedaan kepentingan dan adanya perubahan sosia”.26

Perbedaan-perbedaan ada di antara masyarakat yang kemudian berkembang menjadi sebuah pertikaian atau pertentangan, akan tetapi tidak semua bentuk pertikaian disertai dengan tindak kekerasan. Karena pertikaian atau pertentangan dapat memungkinkan untuk melakukan penyesuaian diri kembali jika fungsi-fungsi nilai dan norma sosial dan toleransi pribadi masih cukup kuat.

Pertikaian akan dapat diselesaikan jika di antara masing-masing pihak yang bertikai dapat mengintropeksi diri, berusaha dan mau menyadari kesalahan dan kelemahan masing-masing. Alternatif yang terjadi kemudian diantara yang bertikai dapat hidup berdampingan dengan bekerja sama atau masing-masing menjauhkan diri secara tegas karena tidak mungkin dilakukan kerja sama.

B. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Ada beberapa pengertian anak jalanan yang dikemukakan oleh berbagai pihak, antara lain:

a. Anak Jalanan menurut Rano Karno tatkala ia menjabat sebagai Duta Besar UNICEF, yang dikutip oleh Bagong Suyanto mengatakan bahwa, Anak Jalanan sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teraliensi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat.27 Jadi anak jalanan adalah anak yang teraliensi dari perlakukan kasih sayang, sehingga ia sejak usia anak-anak sudah terlibat dengan dunia dan lingkungan kota dan jalanan.

26

Soerjono Soekanto, op. cit. , h.91.

27

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak,( Jakarta : PT. Kencana Prenada Media


(46)

31

b. Menurut Soedijar (1989) dalam buku “Anak Jalanan dan Kekerasan” dikemukakan bahwa, “Anak jalanan adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya”.28

c. Menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial RI, “Anak jalanan adalah anak berusia antara 5 tahun sampai dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah, berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum”.29

d. Dalam Jurnal Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan yang disusun oleh Armai Arief dikemukakan bahwa: UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a

nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur

dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.30

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 21 tahun, yang menggunakan sebagian waktunya di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya. Aktivitas anak jalanan bukan hanya yang bertujuan mencari uang atau mencari nafkah, tetapi juga aktivitas lain seperti bermain, istirahat, tidur, atau belajar.

28Heru Prasadja, Murniati Agustian, “Anak Jalanan & Kekerasan”’ (Jakarta: PKMP

Unika Atma Jaya bekerjasama dengan Depsos, 2000), h. 4.

29Murdiyanto, “Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial, terhadap Persepsi

Stakeholder pada Anak Jalanan di Palembang” (Yogyakarta: Citra Media, 2008), cet 1, h. 14.

30

Armai Arief, Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan,2013 (http://anjal.blogdrive.com/archive/ 11. html)


(47)

Di berbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak jarang mereka pula dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor dengan keberadaan mereka.

Menurut Bagong “Marginal, rentan, dan eksploitatif adalah istilah-istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan”.31 Anak Jalanan dikatakan marginal karena anak-anak jalanan melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas dengan jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Mereka juga rentan dengan resiko yang harus ditanggung akibat dari jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Dan adapun makna dari eksploitatif karena biasanya anak jalanan memiliki posisi tawar-menawar yang sangat lemah, tersubordinasi, dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah para preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Farid yang dikutip oleh Bagong Suyatno dalam buku Masalah Sosial Anak, Sebagai bagian dari pekerja anak ( child labour), anak jalanan sendiri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orangtua atau dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya dijalanan, serta jenis kelaminnya. 32

Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu: Children On The Street,

31

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak,( Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Grup,2013) h.200.

32


(48)

33

Children from Children of the street dan Children from families on the street33.

Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan yang mereka dapatkan dijalanan akan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

Kedua, children of the street, yakni anak-anak jalanan yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya karena kekerasan, lari atau pergi dari rumah. Anak jalanan pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan yang salah, baik secara sosial dan emosional, fisik maupun seksual.

Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di Jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan segala resiko yang akan dihadapinya.

2. Faktor Penyebab Anak Jalanan

Secara umum ada tiga tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan:

a. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya,

b. Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada dimasyarakat,

33


(49)

c. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro.34

Adapun uraian untuk tiga tingkatan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:

1) Tingkat Mikro

Pada tingkat ini, biasanya anak menjadi anak jalanan di sebabkan faktor internal dalam keluarga, yaitu:

a) Keluarga mengalami kesulitan ekonomi, sehingga anak dengan sangat terpaksa lari dari keluarga, berusaha untuk mandiri dan berjuang sendiri mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhannya.

b) Orang tua mengalami perceraian, perceraian menyebabkan berkurangnya perhatian, kasih sayang dan rasa aman yang diterima anak dari keluarga, sehingga anak mencari

c) kebutuhan tersebut dengan cara menjadi anak jalanan.35 2) Tingkat Messo

Pada tingkat messo, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) Masyarakat atau komunitas miskin mempunyai pola hidup dan budaya miskinnya sendiri. Pola hidup yang tidak teratur dan memandang anak sebagai aset untuk menunjang hidup keluarga yang menyebabkan hilangnya kebutuhan-kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya. Sehingga kadang anak harus bekerja dan tidak bersekolah. Nilai bagaimana nantinya, tidak ada orientasi masa depan menyebabkan mereka dalam kondisi yang rentan dalam berbagai hal. Seperti ketika sakit, tidak

34

Dwi Astuti, Penelitian Rumah Singgah Se-Jawa Timur, 2013 (www.damadiri.or.id/file/ dwiastututiunairbab2.pdf).

34

Modul Pelayanan Sosial Anak Jalanan Berbasis Panti, (Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI, 2006), h. 5.


(50)

35

mempunyai uang untuk berobat. Di lain pihak perkerjaan tidak jelas.

b) Pola urbanisasi ke kota-kota besar tanpa perbekalan yang memadai.

c) Penolakan masyarakat terhadap anak jalanan sebagai calon kriminal.36

3) Tingkat Makro

Pada tingkat makro, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) Ekonomi. Peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.

b) Pendidikan. Biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar.

c) Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah. Pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah pendekatan keamanan (security approach).37

Dwi Astuti mengutip dari BKSN mengemukakan faktor penyebab anak turun ke jalan untuk bekerja dan hidup di jalanan adalah sebagai berikut:

1) Faktor pendorong :

a) Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung kepala keluarga, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga,

36

Ibid,h. 9

37


(51)

maka anak-anak disuruh ataupun dengan sukarela membantu mengatasi kondisi ekonomi tersebut.

b)Ketidak serasian dalam keluarga, sehingga anak tidak betah tinggal di rumah atau anak lari dari keluarga.

a. Adanya kekerasan atau perlakuan salah dari orang tua terhadap anaknya sehingga anak lari dari rumah. b. Kesulitan hidup di kampung, anak melakukan

urbanisasi untuk mencari pekerjaan mengikuti orang dewasa.

c) Faktor Penarik :

a. Kehidupan jalanan yang menjanjikan, dimana anak mudah mendapatkan uang, anak bisa bermain dan bergaul dengan bebas.

b. Diajak teman.

c. Adanya peluang di sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian.38

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat disimpulkan, sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan jalanan, seperti: tekanan kemiskinan, ketidak harmonisan keluarga, pengaruruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup di jalanan. Selain itu juga alasan anak memilih hidup di jalanan adalah karena kurang biaya sekolah dan membantu pekerjaan orang tua. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan.

3. Karakteristik Anak Jalanan

Dalam buku Standar Pelayanan Sosial Anak Jalanan melalui Rumah Singgah, setiap Rumah Singgah boleh menentukan sendiri kategori anak jalanan yang didampinginya. Kategori anak jalanan

38


(52)

37

dapat disesuaikan dengan kondisi anak jalanan di kota masing-masing. Secara umum kategori anak jalanan adalah sebagai berikut:39

a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan cirinya sebagai berikut:

1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun yang lalu,

2) Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan mengelandang, 3) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat

seperti emper toko, kolong jembatan, taman terminal, stasiun, dan lain-lain.

4) Tidak bersekolah lagi.

b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, cirinya adalah:

1) Berhubungan tidak teratur dnegan orang tuanya, yakni pulang secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan.

2) Berada di jalanan sekitar 8 s.d 12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam,

3) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman, dengan orang tua atau saudaranya, atau di tempat kerjanya di jalan,

4) Tidak bersekolah lagi.

c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, cirinya adalah: 1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya (teratur), 2) Berada di jalanan sekitar 4 s.d 6 jam untuk bekerja, 3) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali, 4) Masih bersekolah.

39

Standar Pelayanan Sosial Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, (Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI, 2002), h. 13-15.


(1)

November 2014.

23

Bernard Ravo, SVD,

Teori Sosiologi Modern

, (

Jakarta: Prestasi Pustakarya,2007)

99

24

Hasil Wawancara Dengan Nana Sutarna, Tutor

Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri,

Depok, 24 November 2014.

25

Hasil Wawancar a Dengan Syawal, Anak Jalanan

Yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri, Depok. 11 November 2014.

26

Hasil Wawancara Dengan Akbar, Anak Jalanan

yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri,

Depok.10 November 2014

27

Hasil Wawancara Dengan Syawal, Anak Jalanan

yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri, Depok, 11 November 201

28

Hasil Wawancara Dengan Sandi, Anak Jalanan

Yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri, 10 November 2014

29

Hasil Wawancara Dengan Nana Sutarna, Tutor Di

Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri,

Depok 24 November 2014.

30

Hasil Wawancara Dengan Akbar, Anak Jalanan

Yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri,, Depok,03 November 2014

31

Hasil Wawancara Dengan Bunda Adel,Tutor

Matematika Di Sekolah Dasar Master, Depok, 24

November 2014

32

Hasil Wawancara Dengan Nana Sutarna, Tutor

Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri,


(2)

Depok,24 November 2014.

33

Hasil Wawancara Dengan Ahmad, Anak Jalanan

Yang Tinggal Di Rumah Singgah Yayasan Bina

Insan Mandiri, Depok, 27 November 2014

34

Hasil Wawancara Dengan Muhaimin,

Salah Satu Masyarakat Yang Berada Di Sekita

Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri,

Depok 27 November 2014

35

Hasil Wawancara Dengan Nana Sutarna, Tutor

Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri,

Depok. 24 November 2014

Untuk memenuhi validasi skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial Anak

Jalanan Di Rumah Singgah Master Yayasan Bina Insan Mandiri Depok”, maka perlu

pengujian daftar referensi untuk mengetahui sumber data yang diperoleh.

Jakarta, 31 Desember 2014

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Drs. H. Nurochim, MM

NIP.19590715 198403 1 003


(3)

zfMb

wi':,w

'w&*w

Norrror : Un.O 1/F. 1 /KSM.01 .3 1 ...12014

Lamp. :

OfilinelProposdl

Hal

: Permohonan

Izin

Observasi

Jakarta, 20 Agustus 2014

KepadaYth.

Kepala Rumah Singgah Master di

Tempat

A s s al amu' al ai kunew r.w b.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa, Nama

NIM

Jurusan

:Yustia Umamah :1110015000007 :Pendidikan IPS

Semester

:IX

(Sembilan)

.Tudul

Skripsi

:lnteraksi Sosial Anak Jalanan

Di

Rumah Singgah Master Depok, adalah benar mahasiswa/i Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Jakarta yang sedang menyusun skripsi,dan akan mengadakan penelitian (riset)

di

instansi yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon

Saudara

dapat mengizinkan

mahasiswa

tersebut

melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

14/ tt s s ul amu' al ai kunt w r. w b.

Dekan

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd

NrP. 1 9730 4242408Ar

t0l2

Tembusan:

l.

Dekan

FITK

2.

Perabantu Dekan Bidang Akademik

3.

Mahasiswa yang bersangkutan KEMENTERIAN AGAMA

,',$6

UIN JAKARTA

xsy"',

FITK

&**-&.. J! tr .4 ruandaNogSCtpulatls4l2 ndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-082 Tgl.

Terbit :

'l

Maret 2010

No.

Revisi: :

A2

Hal 1t1

SURAT PERMOHONAN IZIN

OBSERVASI


(4)

KEMENTERIAN AGAMA

,,&.

utN JAKARTA

i.t3L.

i

FITK

i.!*T-Ij Jt k. H. Juaaa Nossciputat 15412 tndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-082 Tgl.

Terbit :

1 Maret 2010

No.

Revisi: :

02

Hal 1t1

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nonror : Un.0 1 /F. I iKSM.01 .3 /...12014

Larnp. : Outline/Proposal

Hal

: PermohonanlzinPenelitian KepadaYth.

Kepala Rumah Singgah Master di

Tempat

A s s al amu' al a i kumw r. w b.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Jakarta, 17 November 2014

Nama

NIM

Jurusan

:Yustia Umamah

: I 1 i0015000007

:Pendidikan IPS

Semester

:lX

(Sembilan)

Judul

Skripsi

:lnteraksi Sosial Anak Jalanan

Di

Rumah Singgah Master Depok, adalah benar mahasiswa/i Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Jakarta yang sedang menyusun skripsi,dan akan mengadakan penelitian (riset)

di

instansi yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon

Saudara

dapat mengizinkan

mahasiswa

tersebut

melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

li/as s alamu' al aikum wr.w b.

'"

a.h. Dekan,

.',

.t

-

,,

Kajur P.6ndidi

Dr. Iwarr Purwanto, M.Pd NrP. 1973 0 42420080 t t 0 12

Tembusan:

l.

Dekan

FITK

2.

Pembantu Dekan Bidang Akademik


(5)

Bina

InSan

Mandiri

rounoation

YAYASAN PENDIDIKAN SOSIAL DAKWAH DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT

SK MENKUMHAM NO : C-1555.HI.01 02 TH2007

SURAT KETERANGAN

No :

05/YABIMIPBKM/SOS/XIUI4

Yang bertanda tangan di bawah

ini

:

Nur Rohim

Ketua

PKBM

Bina Insan

Mandiri

PAUD,

Paket

A,

Paket B

&

Paket C

Jl. Margonda Raya

No.

58 Terminal Depok

Menyatakan bahwa Nama

Jabatan

Unit

Kerja Alamat

Nama

TTL

Alamat

: Yustia Umamah

: Bogor,

28Mei

1992

: Gunung Sindur - Bogor

Adalah benar nama tersebut

di

atas telah melakukan penelitian

untuk

keperluan

skripsi

dengan

judul

"Interaksi

Sosial

Anak

Jalanan

di

Rumah Singgah Yayasan

Bina

Insan

Mandiri

Depok".

Dari

mulai bulan November 2014 samapai dengan Desember 2014.

Demikian Keterangan

ini

dibuat agar dapat digunakan sebagai mana mestinya

Atas perhatiaanya kami ucakan terima kasih.

5 Desember 2014 ina Insan

Rohim)

Sekretoid:

Jl. Mmgonda Raya No. 58 Terminal Depok Telp. 021 92612047 I 021 77211501 I 021 95728385 No. Rekening 06 1 00-271 -93

a.n Yayasan Bina Insan Mandiri


(6)

lJ+

ppEsTArI

DAH

Hlrrru$.

I{EPJA

1.

Juoro

r

Lombo

menuris surcrt

untuh

presiden

Rr

,

tsMNAs

(

2oos

)

3.

luoro t

ll

don

ll olimpiode rnotemcrtqihc

setoro

SD

lobodetqbeh

(

2006

)

'

4'

Penghorgoon

dqri

MENDTKNAS

dorom

rqnsho

HUT Grrru

(zoo5

)

s. Juoro

cerdor cermr:t I

setorr:

sD TK

Jqwo

borot

zooT

6.

Juoro metuhis

muroi

7.

Iuoro

lll

cerdos

cermot pohet c

setoro

sMU

2oo'

g.

Juora

tTutor

Berpreltosi

TK

luwo

Bqrot 2ooa

9"

Juoro

I

Lornbo

pKBM

TK Jowo

Borot 2oog

iO.

Juoro I

wqrgo

belojor'l-etodon

pohet

B

ZOoe

ll"

juoro

l

wqrgq

belojor

Telodon

pohet

C

,

12.

Juoru r

Lombo

Musih bcJrqng

behqr

( Troshic

)

TH

lobodetobeh

I.i,

1ro.o

I

Lombo

lv{enulis Bebq:

1.1.

juoro

Pencoh

silot

tinghcrt

Jrborjetobeh

t-;.

Diliptrt

di lt

stosirrn swqsto (

ihlon

grotis

)

ilitro

Kerjo

pendidihcn

1.

Dinos

pendidihon

Koto

Depoh

z.

Dinos

Sosiol

don

Tenooo Kerjo

Kotq

Depoh

4,

FE

UI

s.

SIA|

Al

eudwoh

6,

sTIE

TRINANDRA

7,

BEM

UI