Peran rumah singgah dalam upaya peningkatan pendidikan akhlak anak jalanan: studi kasus di Al-Abror Palmerah Jakarta Barat

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SITI NUR ADILAWAHDAH

NIM: 1110011000080

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(Studi Kasus di AI-Abror

Palmerah

Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Siti Nur Adilawahdah NIM: 1110011000080

Drs. H. Ghufron Ihsan. MA. NIP: 19530509 198103

I

006

JURUSAN

PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM

FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH

DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Jakarta Barat) disusun oleh Siti Nur Adilawahdah, NIM. 1110011000080,

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagaqi karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 02 Maret 2015

Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing

,

-rf

/.t\ - ,l

,a9

ov

Drs. H. Qhufron Ihsan. MA. NIP: 19530509 198103 r 006


(4)

1110011000080, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UN

Syarif Hidayatullah .Takarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Maret 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd.l) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta,08 April20l5

Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua.Iurusan PAI)

D1!_f_Abdut tvtajid rnon. V.aq

NIP. l9-580707 198703 1 00s

Sekretalis (SekretarisJurusan,PAI)

Marhamah Saleh. Lc. MA NiP. 19120313 200801 2 0i0 Penguji I

DR. Zaimudin. M.

Ag

NIP. 19590705 199103 1 002 Penguji II

Tanenji. MA

NrP. 1 9120712 199803

Tanggal

CJA,

K

Mengetahui:


(5)

NIM

Jurusan

Alarnat

il

1001 1000080

Pendidikan Agarna Islam (PAI)

.ll. Kebon .lerr:k Baru No. l3 Rt.004/04 Kebon Jeruk Jakarta Barat

: Drs. H. Ghufron Ihsan, MA.

:19530509 198103 I 006

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Peran Rumah Singgah Dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Akhlak Anak Jalanan adalah benar hasil karya sendiri

di

bawah birnbingan dosen:

Nama Pernbimbing NtP

Dernikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya

r.nenerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil

send i ri.

Jakarla, 02 Maret 2015

siap


(6)

i

ABSTRAK

Siti Nur Adilawahdah (NIM: 1110011000080). Peran Rumah Singgah Dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Anak Jalanan (Studi Kasus di Al-Abror Palmerah Jakarta Barat).

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mendeskripsikan karakteristik dan latar belakang anak jalanan. (2) Mendeskripsikan interaksi sosial anak jalanan. (3) Untuk menjelaskan sejauh mana peran rumah singgah Al-Abror dalam meningkatkan pendidikan akhlak anak jalanan. Dan (4) Menganalisa peran rumah singgah Al-Abror dalam upaya peningkatan pendidikan akhlak anak jalanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan analisis fenomenologis, yaitu dengan menggambarkan fenomena apa adanya sesuai dengan data empiris yang diperoleh secara kualitatif dengan mengadakan wawancara langsung, serta triangulasi data penelitian. Penelitian ini lebih diarahkan pada gambaran-gambaran kenyataan dan menarasikan tentang Peran Rumah Singgah dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Akhlak Anak Jalanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Rumah Singgah dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Akhlak Anak Jalanan dapat dilihat melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di Yayasan Rumah Singgah Al-Abror Palmerah. Sejak mengenal Rumah Singgah Al-Abror, kehidupan anak jalanan tidak lagi seperti dulu. Anak jalanan sudah jarang bahkan tidak lagi mengamen, berdagang koran, menjadi pedagang asongan, dan sebagainya. Banyak kegiatan yang mereka ikuti dirumah singgah, seperti pengajian/ta’lim, latihan hadroh, menggambar, bermain bulu tangkis, dan lain sebagainya. Anak-anak ini juga mendapatkan perhatian dan kasih sayang oleh para pendidik. Anak-anak ini juga mempunyai banyak teman yang bisa diajak bercerita, bermain, bersuka cita. Dalam mendidik akhlak anak jalanan ini, Rumah Singgah Al-Abror cukup berhasil membuat mereka terarah dan terbina. Mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus karena faktor ekonomi. Dan dari mereka juga telah kembali bersama keluarganya masing-masing


(7)

i

The purpose of this study were: (1) Describe the characteristics and background of street children. (2) Describe the social interaction of street children. (3) To clarify the extent to which the role of Al-Abror halfway house in improving the moral education of street children. And (4) Analyze the role of Al-Abror halfway house in improving the moral education of street children.

The method used in this research is descriptive method through phenomenological analysis approach, which is to describe the phenomenon is in accordance with empirical data obtained qualitatively by conducting direct interviews, as well as research data triangulation. This research is directed at images and narrating reality on the Role of Shelter Homes in Improving Street Children Moral Education.

The results showed that the role of Shelter Homes in Improving Street Children Moral Education can be seen through the activities organized at the Foundation Shelter Al-Abror Palmerah. Since knowing Shelter Al-Abror, the life of street children is no longer as it used to. Street children are rarely even no longer singing, trade newspapers, became peddlers, and so on. Many activities that they follow at home layover, such as teaching / study groups, exercises hadroh, drawing, playing badminton, and so forth. These children are also getting attention and affection by the educators. These children also have many friends that can be invited to tell stories, play, rejoice. In educating street children's morals, Shelter Al-Abror quite managed to make them focused and nurtured. They can also continue their education that was interrupted because of economic factors. And of them also had returned with his family each


(8)

ii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan segala nikmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul Peran Rumah

Singgah dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Akhlak Anak Jalanan (Studi Kasus di Al-Abror Palmerah Jakarta Barat).

Shalawat serta salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Rasul-Nya yang agung baginda Nabi Muhammad SAW. Rasul terakhir yang membawa risalah, penyejuk dan penerang hati umat sehingga selamat bahagia dunia dan akhirat serta mendapatkan syafa’at pada yaumul qiyamah kelak.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran dan bantuan dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Drs. H. Ghufron Ihsan, MA. Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Para Dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada


(9)

iii

8. H. Matropi Musa, S. Sos. Ketua Yayasan Rumah Singgah Al-Abror yang

telah memberikan izin kepada penulis dan membantu demi lancarnya proses penelitian.

9. Orang tua tercinta Ayahanda H. Asnawi dan Ibunda Holifah yang selalu

mendo’akan, memotivasi dan memberikan kasih sayang tak terhingga kepada penulis dalam setiap keadaan.

10.Adikku satu-satunya M. Rasyidin Fadillah yang selalu antar-jemput setiap kali

penelitian, yang selalu membuat canda tawa, dan penyemangat disaat penulis putus asa.

11.Sahabat-sahabatku Sofi, Aji, Serli, Tiara, Puji, Wilda dan segenap keluarga

besar P20AI dan Peminatan Fiqih.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis.

Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan

ketidaksempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak, ibu dan sahabat sekalian dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Alhamdulillaahi Rabbil’aalamin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 02 Maret 2015


(10)

iv SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Pendidikan Akhlak ... 10

1. Pengertian dan Dasar Pendidikan Akhlak ... 10

2. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 18

3. Metode Penyampaian Pendidikan Akhlak ... 19

B. Anak Jalanan ... 23

1. Pengertian Anak Jalanan dan Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tumbuhnya Anak Jalanan ... 23

2. Karakteristik Anak Jalanan ... 27

3. Dampak Negatif Anak Jalanan ... 28

C. Rumah Singgah ... 30

1. Pengertian Rumah Singgah dan Tujuan Penyelenggaraannya .. 30


(11)

v

C. Metode Penelitian ... 36

D. Sumber Data Penelitian ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

A. Kondisi Obyektif Sasaran Penelitian ... 39

1. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Yayasan Rumah Singgah Al-Abror ... 39

2. Kondisi Yayasan Rumah Singgah Al-Abror ... 40

3. Visi dan Misi Yayasan Rumah Singgah Al-Abror ... 40

4. Data Anak Jalanan dan Data Pengurus ... 41

5. Sarana dan Prasarana Yayasan Rumah Singgah Al-Abror ... 42

B. Deskripsi Data ... 42

C. Pengolahan dan Analisis Data ... 43

1. Perencanaan Kegiatan Rumah Singgah Al-Abror ... 43

2. Pelaksanaan Kegiatan Rumah Singgah Al-Abror ... 49

3. Evaluasi Program Kegiatan Rumah Singgah Al-Abror ... 55

4. Hasil yang Telah Dicapai oleh Rumah Singgah Al-Abror…… 56

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(12)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Sejauh ini pembahasan tentang prakondisi umum terjadinya gejolak sosial biasanya didasarkan pada beberapa faktor, seperti kemerosotan ekonomi yang diikuti oleh ketimpangan sosial dan korupsi, adanya keterikatan agama dan etnis, terjadinya krisis kepemimpinan, politik lokal serta adanya perbedaan ideologi dan

organisasi. Pembahasan yang menempatkan peningkatan kesejahteraan

masyarakat sebagai salah satu unsur prakondisi terjadinya gejolak sosial sampai saat ini kurang mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.

Dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan sebagai salah satu prakondisi lahirnya gejolak sosial, sekurangnya ada dua indikator yang harus dipenuhi untuk dapat sampai pada ketidakstabilan itu: 1) menyangkut kondisi obyektif tingkat pendidikan masyarakat secara nasional; 2) menyangkut kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan tingkat upah, terpenuhinya kebutuhan

hidup minimum dan konsumsi masyarakat untuk informasi.1

Perkembangan sosial, budaya, politik ekonomi, teknologi serta perkembangan pertumbuhan penduduk yang cepat, secara langsung maupun tidak, mempengaruhi tatanan kehidupan dan budaya suatu bangsa. Banyak anak yang terampas haknya untuk bermain dan sekolah, disebabkan faktor ekonomi yang mengakibatkan ketidakberdayaan orang tua untuk menjaga dan melindungi mereka serta memenuhi kebutuhannya, sehingga menjadi anak-anak mereka sebagai tumpuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau untuk pembayaran hutang.

Akibat situasi krisis ekonomi dan urbanisasi berlebihan (over urbanization) di kota besar, salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan segera adalah perkembangan jumlah anak jalanan yang belakngan ini makin

1 Soegeng Sarjadi, Kaum Pinggiran Kelas Menengah Quo Vadis?,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), H. 52


(13)

merah dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus tumbuh dan berkembang, meski sebenarnya sudah cukup banyak upaya dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM, untuk mengurangi jumlah anak yang hidup di jalanan.

Di Indonesia, kompleksitas masalah anak begitu besar dan rumit. Anak acap kali dipandang sebagai manusia kecil yang belum memiliki hak. Anak hanya memiliki kewajiban mengabdi pada orang dewasa/orang tua, sehingga dapat dilihat anak dilibatkan dalam menyokong ekonomi keluarga, dalam proses produksi, dalam akumulasi kapital perusahaan. Di sektor yang lebih besar, ternyata anak juga dipakai dalam menarik arus wisata mancanegara sebagai wanita-wnita penghibur. Sebagai anak dipandang layak untuk memuaskan para tamu, sebab para anak ini belum terjangkit virus HIV yang sangat ditakuti oleh konsumen seks. Persoalan yang lebih akut dalam penanganan anak di negeri ini dapat diperhatikan dari sederet fakta persoalan anak yang dipaparkan berikut ini: Anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak cacat, anak yang terpaksa bekerja, anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak, penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya, perlindungan terhadap perkosaan/kejahatan/penganiayaan, perlindungan terhadap penculikan bantuan hukum, baik di luar/di dalam pengadilan, resosialisasi eks-Napi anak, pewarisan, perlindungan anak yang orang

tuanya bercerai, anak luar kawin, penyalahgunaa seksual dan anak putus sekolah.2

Di Jakarta, misalnya sebelum krisis awalnya jumlah anak jalanan diperkirakan hanya sekitar 3.000 orang. Tetapi, setelah terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan jumlahnya bertambah menjadi 16.000 orang, yang berarti meningkat lebih lima kali lipat. Sementara itu, dilaporkan Erwin Siregar-dari Indonesian Street Children Community (ISCC) Batam yang dikutip dalam buku Bagong Suyanto-di pulau Batam populasi anak jalanan juga berkembang sangat cepat. Jika pada awal tahun 1998 populasinya baru sekitar 150-200 jiwa, di bulan ke dua 1999 telah meningkat menjadi 500-600 jiwa. Yang benar-benar merisaukan, di antara berbagai anak jalanan yang makin bertambah, di Jakarta

2Jufri Bulian Ababil, Menjaga Anak Indonesia: Refleksi 10 Tahun Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), (Medan: Pusat Kajian Perlindungan Anak, 2006), H. 5


(14)

mengetuk belas-kasihan para pengendara kendaraan bermotor. Padahal, sebelum situasi krisis merebak, diperkirakan hanya sekitar 500 bayi yang berada di jalanan- entah ia anak kandung sendiri ibunya yang menjadi pengemis atau karena

disewa dari orang lain.3

Menurut penjelasan resmi pemerintah, jumlah anak jalanan di berbagai kota besar di Tanah Air diperkirakan mencapai sekitar 50.000 jiwa lebih. Angka ini sebenarnya masih dapat diperdebatkan akurasinya, karena ada kesan kuat kurang memperhitungkan perkembangan situasi krisis ekonomi yang mulai terasa dampaknya sejak bulan Juli 1997. Berdasarkan prediksi Depsos, pada 1997 saja diperkirakan sudah terdapat kurang lebih 50.000 anak yang menghabiskan waktu produktifnya di jalan. Jadi, kalau dilihat di tiap-tiap daerah jumlah anak jalanan selama setahun terakhir diprediksi melonjak empat hingga lima kali lipat dari jumlah sebelumnya, maka tidak mustahil jumlah anak jalanan yang ada di Indonesia saat ini telah meningkat menjadi sekitar 150.000 jiwa atau bahkan

mungkin lebih.4

Agar dapat mengondisikan hal tersebut, masyarakat berharap tumbuh dan berkembang kepedulian pemerintah secara maksimal. Masyarakat, dalam konteks ini rakyat, secara utuh memberikan kepercayaan kepada para wakilnya agar terus menjadikan masalah pendidikan sebagai isu politik. Mereka diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait dengan upaya peningkatan kualitas proses dan hasil. Pemerintah adalah institusi utama dalam penyelenggaraan proses pendidikan. Tidak heran jika masyarakat menuntut pemenuhan kebutuhan pendidikan ini kepada pemerintah. Apalagi jika ditelaah lebih jauh, bahwa kualitas intelektual masyarakat ikut menentukan tingkat kepentingan bangsa di mata dunia. Tentunya ini merupakan satu kewajiban dan tanggung jawab pemerintah tanpa alasan apapun. Pemerintah harus memberikan

3Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. 1, H. 182


(15)

mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.6

Seharusnya negara menyadari sepenuhnya kondisi tersebut. Negara, dalam hal ini pemerintah seharusnya menyadari bahwa jumlah penduduk yang sedemikian besar merupakan sumber potensi pembangunan dan pencitraan yang sangat menentukan kualitas bangsa di antara bangsa lain. Dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar, jika mereka mempunyai kualitas baik, dapat menjadi sumber daya manusia yang mampu mengangkat citra bangsa. Tetapi, sebaliknya jika penduduk yang banyak tetapi sama sekali tidak berkualitas, dapat menjadi sumber bencana bagi bangsa yang besar sekalipun. Hal ini sudah dialami bangsa ini sehingga selama bertahun-tahun mengalami penjajahan oleh bangsa lain, yang dalam hal ini lebih berkualitas. Pengalaman inilah yang membuat kita harus selalu berpikir realis dan lebih berorientasi pada masa lebih baik.

Jumlah penduduk yang sedemikian besar seharusnya menjadi dasar pemikiran setiap pembuat kebijakan di negeri ini, khususnya terkait dengan kebijakan dalam bidang pendidikan. Artinya, pemerintah harusnya menyadari bahwa jumlah penduduk yang besar apabila diberikan bekal maupun dapat menjadi sumber daya manusia yang efektif. Disebabkan, mayoritas penduduk bangsa kita adalah kelompok orang miskin, maka seharusnya pemerintah benar-benar berpihak pada kelompok ini. Dengan demikian, program dan proses pembekalan pendidikan untuk mereka benar-benar terealisasi. Pemerintah harus lebih memerhatikan kesempatan bagi kelompok orang miskin sebab mereka merupakan sumber daya

manusia yang efektif jika berkualitas.7

Manusia baik kecil maupun besar, muda ataupun tua, dibekali Allah dengan seperangkat kebutuhan jasmani yang perlu dipenuhi, tidak hanya kebutuhan jasmaniah saja yang perlu dipenuhi, akan tetapi ia juga memerlukan kebutuhan-kebutuhan kejiwaan yang menentukan perkembangan selanjutnya. Kebutuhan

5 Mohammad Saroni, Pendidikan untuk Orang Miskin, (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2013), H. 68

6 Tim Penyusun Sisdiknas, Undang-Undang tentang Sisdiknas dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), H. 8


(16)

Setelah ia lahir, ia memerlukan pemeliharaan dari orang yang dianggapnya dapat membantunya untuk melindungi dirinya setiap saat.

Anak jalanan merupakan sekelompok anak yang menghabiskan waktunysa di jalanan. Berkaitan dengan anak jalanan, umumnya mereka berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiyaaan, dan hilangnya rasa kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.

Mereka itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada juga anak jalanan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali yang tidak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.

Kehidupan jalanan menimbulkan konsekuensi munculnya tindakan kekerasan dan perlakuan salah terutama bagi anak-anak. Sangat rentan bagi anak-anak jalanan khususnya perempuan terhadap perilaku kekerasan, baik kekerasan fisik, psoikologis maupun eksploitasi seksual. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak-anak terlantar cukup tinggi dilihat dari jumlah panti

milik swasta.8

Masalah anak merupakan masalah nasional. Segala usaha pembinaan dan pengembangannya serta perlindungan anak sepantasnya menjadi keprihatinan nasional. Suatu harapan yang membutuhkan dukungan semua pihak dalam melaksanakannya. Anak-anak jalanan adalah anak manusia yang membutuhkan pertolongan. Apabila mereka tidak ditanggulangi atau ditolong secara dini maka ia cenderung merupakan bibit potensial yang bertindak anarkis di masa depan. Anak-anak jalanan adalah juga generasi mendatang. Jika generasi mendatang

8Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Informasi Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2008), h.17


(17)

itu diperlukan penanganan yang sangat serius untuk mengatasi masalah anak jalanan ini. Salah satu penanganannya yaitu dilakukannya pembinaan terhadap anak jalanan.

Selama ini upaya yang dapat dilakukan untuk menangani anak-anak jalanan biasanya adalah tentang dengan mengeluarkan mereka dari jalanan, memasukkan mereka ke tempat singgah, tempat-tempat pelatihan dan sejenisnya dengan harapan diberikan bekal pendidikan dan keterampilan tertentu, mengurangi aktivitas dan kembalinya mereka ke jalanan.

Alternatif lain pembinaan terhadap anak jalanan yang dikelola secara swadaya oleh pihak swasta ataupun pemerintah adalah melalui pendirian pondok pemberdayaan anak jalanan yang terkumpul pada suatu tempat dinamakan dengan istilah Rumah Singgah. Keberadaan rumah singgah dimaksudkan sebagai tempat berteduh dan memperoleh perlindungan agar dapat bertumbuh serta berkembang seperti anak lainnya. Selama di rumah singgah, anak-anak berkumpul dari berbagai latar belakang etnis, agama tanpa dibedakan satu dengan yang lainnya. Melalui rumah singgah anak dapat bermain serta bercanda dengan sesama anak jalanan dan pekerja sosial.

Program rumah singgah yang digulirkan pemerintah untuk pengentasan anak terlantar (termasuk anak jalanan) belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh anak-anak jalanan. Namun upaya-upaya tersebut belum dapat mengatasi permasalahan anak jalanan secara optimal. Hal ini menyebabkan fenomena anak jalanan semakin meluas dan berlarut-larut. Bentuk perlindungan yang dibutuhkan bukan sekedar memberikan tempat penampungan bagi anak, namun dapat menyerahkan mereka pada lembaga-lembaga yang peduli pada kesejahteraan dan perlindungan anak dan mempunyai kewenangan untuk mengasuh sebagaimana layaknya seorang anak

agar segera tercapai pemulihan.9

Rumah singgah ini didirikan dengan maksud untuk membantu pemerintah di dalam menangani masalah anak-anak jalanan. Rumah singgah ini tidak hanya

9 Singgih B Setiawan, Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Keluarga, (Jakarta: Suara Karya, 2000), H. 77


(18)

singgah ini anak jalanan dapat tinggal untuk sementara waktu dan mereka memperoleh binaan. Rumah singgah berupaya menawarkan pembinaan dan bimbingan kepada anak-anak jalanan, sehingga diharapkan kehidupan anak tersebut akan menjadi baik, dan mereka tidak lagi turun ke jalan.

Salah satunya adalah rumah singgah Al-Abror yang berada di Palmerah Jakarta Barat. Rumah singgah ini menampung banyak anak jalanan dari latar belakang yang berbeda-beda. Setiap rumah singgah pasti mempunyai visi misi untuk mensukseskan tujuan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai bagaimana kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah singgah Al-Abror dalam mengupayakan pendidikan akhlak anak-anak jalanan. Dengan judul Peran Rumah Singgah Dalam Upaya Peningkatan Pendidikan Akhlak Anak Jalanan.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, berikut akan dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Keterbatasan waktu untuk belajar bagi anak jalanan.

2. Buku-buku pelajaran yang terbatas dan seadanya untuk bahan belajar anak

jalanan.

3. Kondisi ekonomi yang lemah anak jalanan sehingga mereka harus bekerja

setiap hari.

4. Kecenderungan anak jalanan untuk melakukan akhlak yang tidak terpuji.

5. Lingkungan kota di pinggir jalan yang tidak layak untuk kegiatan pendidikan

untuk anak-anak.

C.

Pembatasan Masalah

Atas dasar identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian dapat terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis hanya membatasi masalah


(19)

Jalanan (Studi Kasus Di Al-Abror Palmerah Jakarta Barat).

D.

Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik dan latar belakang anak jalanan?

2. Bagaimanakah interaksi sosial anak jalanan?

3. Sejauh manakah peran rumah singgah Al-Abror dalam meningkatkan

pendidikan akhlak anak jalanan?

4. Sejauh manakah keefektifan rumah singgah Al-Abror dalam upaya

peningkatan pendidikan akhlak anak jalanan?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan karakteristik dan latar belakang anak jalanan.

2. Mendeskripsikan interaksi sosial anak jalanan.

3. Untuk menjelaskan sejauh mana peran rumah singgah Al-Abror dalam

meningkatkan pendidikan akhlak anak jalanan.

4. Menganalisa peran rumah singgah Al-Abror dalam upaya peningkatan

pendidikan akhlak anak jalanan.

F.

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini maka hasilnya diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Penulis, sebagai pelaksana di dalam rumah singgah Al-Abror, penelitian ini

bermanfaat untuk memberikan informasi berbagai pendekatan dan kegiatan yang tepat bagi anak-anak yang baru mengenal rumah singgah ini, untuk mereka mesnjadi betah atau keinginan untuk menetap hingga mereka punya keterampilan yang memadai untuk hidup dalam masyarakat.


(20)

sebagai bahan masukan bagi pengurus rumah singgah untuk meningkatkan usaha-usaha ke arah pembinaan bagi anak-anak jalanan. Dengan demikian rumah singgah dapat semakin berperan dalam mengatasi permasalahan anak jalanan.

3. Masyarakat, sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kegiatan

pembinaan terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh rumah singgah, sehingga masyarakat mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh rumah singgah dalam membantu anak jalanan dan diharapkan masyarakat dapat lebih berperan dalam membantu anak jalanan dan memberikan contoh moral yang baik ketika berada di jalan.

4. Anak jalanan, sebagai informasi bagi anak jalanan agar mereka mengetahui

pentingnya pembinaan yang diberikan di rumah singgah. Dengan demikian anak-anak jalanan tersebut dapat memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh rumah singgah dan mereka tidak lagi turun ke jalan. Serta menjadi seseorang yang berakhlak mulia.

5. Penelitian ini dapat dijadikan masukan dan tambahan informasi pengetahuan,

dan wawasan mengenai kehidupan anak-anak yang ada di Indonesia dalam kategori anak-anak jalanan, sehingga dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian sejenis ini.


(21)

10

A.

Pendidikan Akhlak

1. Pengertian dan Dasar Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak terdapat dua kata, yaitu pendidikan dan akhlak. Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaannya.1

Menurut Hasbullah, pendidikan ialah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai

tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi.2

Pendidikan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan

dan latihan-latihan.3

Menurut UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I point I disebutkan: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

1 Hamdani Ihsan, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), Cet. II, H. 28

2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), H. 1 3 Peter Salim, Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English, 1991), hal.353


(22)

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara.4

Secara bahasa pendidikan berasal dari kata didik yang artinya pemeliharaan,

asuhan, pimpinan atau bimbingan.5 Dengan demikian berarti pendidikan adalah

bimbingan untuk mencapai kedewasaan anak didik yang kemudian pada suatu saat tertentu anak didik akan kembali kepada masyarakat.

Adapun secara istilah menurut Ahmad Tafsir, pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi adalah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru).

Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.6

Dari beberapa pengertian di atas, maka pendidikan adalah usaha mengembangkan potensi yang dilakukan oleh seorang pendidik kepada anak didik secara sadar, dimana proses tersebut mempunyai tujuan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai moral, bangsa, agama dan keterampilan agar berguna untuk dirinya dan masyarakat.

Pendidikan sebagai upaya pembangunan masyarakat menuju kondisi terbaik merupakan pengharapan semua orang. Setiap orang berusaha untuk meningkatkan kompetensi dirinya dengan pendidikan. Oleh karena itulah, berbagai usaha dilakukan agar dapat mengikuti proses pendidikan. Para orangtua terus berusaha agar anak-anaknya berkesempatan mengikuti proses pendidikan sejak tingkatan rendah hingga tingkatan tinggi. Mereka tidak memperdulikan kondisi keluarga, yang terpenting anak-anak berkesempatan mengikuti proses pendidikan.

Dilihat dari sudut bahasa , perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk di dalam Kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah

4 Tim Penyusun Sisdiknas, Undang-undang tentang Sisdiknas dan Peraturannya 2000-2004, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), H. 8

5 WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), cet. Ke-5, hal.250

6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2000), cet. Ke-3, hal.26


(23)

laku atau tabiat.7Imam Ghazali mengemukakan definisi akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,

dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.8

Al-Khulk disebut sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa, karena seandainya ada seseorang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk suatu hajat dan secara tiba-tiba, maka bukanlah orang yang demikian ini disebut orang yang dermawan sebagai pantulan dari kepribadiannya. Juga disyaratkan, suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran.

Menurut Ensiklopedia Pendidikan yang dikutip dalam buku Asmaran dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar

terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.9

Imam Ali berkata, “Akhlak yang baik adalah sebaik-baiknya teman. Dan

tanda seorang mukmin adalah akhlaknya yang baik. Imam Ja’far ash-Shadiq juga

berkata, “Barangsiapa yang buruk akhlaknya maka tawar jiwanya.”10

Menurut Ahmad Amin dalam buku Etika Ilmu Akhlak, akhlak itu kebiasaan atau kehendak. Berarti apabila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Dan bila kehendak itu membiasakan memberi, kebiasaan

kehendak ini ialah akhlak dermawan.11

Salah satu tuntutan akal dan hikmah adalah bahwa seorang manusia harus berakhlak. Akhlak adalah tindakan dan perilaku tengah-tengah , tidak berlebihan (ifrath) dan tidak kurang (tafrith).

7 Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), H. 1 8 H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), H. 12

9 Asmaran As, op. cit., H. 2

10 Khalil Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, (Jakarta: Lentera, 1999), H. 21


(24)

Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga memiliki budi pekerti yang mulia (akhlak karimah). Proses tersebut tidak terlepas

dari pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara total.12

Pendidikan akhlak juga dapat diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak juga

berarti menumbuhkan kepribadian dan menanamkan tanggung jawab.13

Dari pemaparan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak juga berarti menumbuhkan kepribadian dan menanamkan tanggung jawab.

Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama. Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi setiap orang dalam mengahadapi pergaulan antar sesamanya dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun alam sekitar.

Adapun hal yang menjadi dasar pendidikan akhlak yaitu al-Qur’an dan

Hadist. Dasar adalah landasan atau tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat berdiri dengan kokoh. Pengertian (dasar) ini menunjukkan sesuatu yang urgent dalam segala hal sebagai tempat berpijak dan berdirinya sesuatu. Kaitannya dalam masalah pendidikan agar memiliki kekuatan dan kesinambungan serta dapat survive harus memiliki landasan yang kokoh dan memiliki kekuatan yang kuat.

12 Bukhari Umar, Hadits Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), H. 42

13 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), Cet. I, H. 22


(25)

a.

Al-Qur’an

Secara etimologi al-Qur’an berarti “bacaan” atau “yang dibaca”.

Sedangkan menurut istilah, Al-Qur’an berarti firman Allah yang merupakan

mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai rasul terakhir dengan perantaraan malaikat Jibril yang menulis dalam mushaf yang disampaikan kepada kita secara muttawatir yng diperintahkan membacanya,

dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas.14

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah menjadi pedoman

bagi umat Islam, dengan segala petunjuknya yang lengkap, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Diturunkan sedikit demi sedikit kepada Rasulullah saw dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun. Terdiri dari 114 surat yang bervariasi panjang pendeknya, dari yang hanya beberapa baris sampai yang terdiri dari beberapa halaman.

Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap bagi manusia meliputi

seluruh aspek kehidupan serta bersifat universal. Al-Qur’an adalah kitab yang

selalu terpelihara keaslian kata-kata dan maknanya serta kemurniannya dijamin Allah swt.









“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:15:9)

Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang lengkap baik dalam pendidikan moral (akhlak), spritual meliputi jasmani dan rohani, alam

semesta maupun kemasyarakatan. Isi Al-Qur’an juga merupakan

pengembangan kebudayaan umat Islam atau kemaslahatan umat.

Isinya mencakup seluruh dimensi manusia dan mampu menyentuh seluruh potensi manusia, baik itu motivasi untuk mempergunakan panca


(26)

indera dalam menafsirkan alam semesta bagi kepentingan formulasi lanjut pendidikan manusia (pendidikan Islam), motivasi manusia agar manusia mempergunakan akalnya, maupun motivasi manusia mempergunakan hatinya

untuk menafsirkan nilai-nilai pendidikan ilahiyah, dan lain sebagainya.15

Selain memiliki perhatian yang sangat besar dalam pendidikan dan

kemasyarakatan, Al-Qur’an juga memiliki perhatian yang sangat besar dan

sungguh-sungguh dalam pembinaan akhlak. Secara garis besar Al-Qur’an

menyebutkan tentang berbagai macam perbuatan yang baik (akhlak mahmudah) dan yang buruk (akhlak mazmumah). Sabar, ikhlas, jujur, pemaaf, bertakwa, beriman, hormat kepada orang tua dan membantu orang-orang yang berada di dalam kesusahan itu termasuk ke dalam perbuatan baik (akhlak mahmudah). Sedangkan perbuatan sombong, khianat, durhaka, putus asa, riya, fitnah, serta pendendam termasuk ke dalam perbuatan buruk (akhlak mazmumah). Ajaran tentang akhlak ini dengan mudah dapat kita jumpai

dalam kandungan Al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan pedoman untuk membimbing manusia agar dapat

berakhlak baik dan menjauhi akhlak yang buruk, dan Al-Qur’an telah

memberikan tata cara pelaksanaannya melalui sosok para Nabi dan Rasul

serta orang-orang teladan yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an, Allah memberikan ganjaran yang setimpal seperti

kepada orang-orang yang melaksanakan perintahnya berupa pahala dan Allah menjanjikan siksaan yang amat pedih bagi orang-orang yang melanggar perintah-Nya.

Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an secara garis besar mempunyai

tiga tujuan pokok, sebagai berikut:

15 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: GAYA Media Pratama, 2001), H. 96


(27)

1) Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, dan kepastian akan adanya hari pembalasan

2) Petunjuk mengenai akhlak dengan jalan menerangkan norma-norma

keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

3) Petunjuk mengenai syari’ah dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya, atau dengan kata lain yang lebih singkat al-qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus

ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.16

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai pendidikan

akhlak adalah:











“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua

orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah

kembalimu.”(Q.S Al-Luqman: 31: 14)

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa kita sebagai manusia harus selalu berbuat baik kepada sesama, saling menghormati dan berakhlak baik kepada kedua orang tua serta selalu tetap bersyukur kepada Allah swt.

Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dijadikan pedoman berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadi rasa dan karsa yang mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.


(28)

Al-Qur’an diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan pedoman

hidupnya. Sebab pada dasarnya al-Qur’an banyak membahas tentang berbagai

aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan

yang dibutuhkan manusia. Hal ini tidak aneh mengingat al-Qur’an merupakan

kitab hidayah, dan seorang bisa memperoleh hidayah tiada lain atas kehendak Allah, karena pendidikan yang benar serta ketaatannya.

b.

Sunnah

Sumber ajaran akhlak yang kedua adalah sunnah. Menurut bahasa sunnah

berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau buruk masih bersifat umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah berarti “segala sesuatu yang disandarkan

kepada Nabi atau kepada seorang sahabat atau seorang setelahnya (tabi’ini),

baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat”.17

Sunnah bisa diartikan sebagai jalan yang terpuji, jalan atau cara yang dibiasakan. Sunnah juga diartikan sebagai sabda, perbuatan dan persetujuan

(takrir) yang berasal dari Rasulullah saw.18

Dari beberapa penjelasan tentang dasar pendidikan akhlak di atas, dapat dipahami ajaran Islam serta pendidikan akhlak terpuji sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. harus diteladani agar manusia dapat

hidup sesuai dengan tuntunan syari’at, yang bertujuan untuk kemaslahatan

dan kebahagiaan umat manusia itu sendiri. Sesungguhnya Rasulullah saw. adalah contoh serta teladan yang sempurna bagi umat manusia serta menanamkan nilai-nilai akhlak terpuji kepada umatnya.

2. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan.

17

Abdul Majid Khon, dkk, Ulumul Hadits, (Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2005), H. 4-5

18


(29)

Ahli didik dunia telah sepakat, bahwa pendidikan akhlak, amat penting untuk melahirkan masyarakat yang adil, aman dan makmur dan bahwa semata-mata ilmu pengetahuan saja tidak cukup untuk melahirkan masyarakat tersebut. Bahkan

dapat membahayakan keamanan masyarakat dan kemakmuran negara.19

Tujuan pendidikan akhlak, yaitu :

a. Mendidik manusia, supaya berlaku sopan santun dan berakhlak mulia, sesuai

dengan ajaran Islam dan masyarakat.

b. Membentuk kepribadian manusia, sebagai seorang muslim sejati.

c. Membiasakan sifat-sifat yang baik dan akhlak yang mulia, sopan santun,

halus budi pekerti, adil, sabar, serta menjauhi sifat-sifat yang buruk.20

Adapun tujuan pendidikan Islam membentuk kepribadian anak didik yang kuat jasmani, rohani dan dan nafsaninya (jiwa) yakni kepribadian muslim yang dewasa. Sesuai dengan pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri, yaitu bimbingan atau pertolongan secara sadar yang dilakukan oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik ke arah kedewasaan menuju

terbentuknya kepribadian muslim.21

Melihat dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan taqwa. Bertaqwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan

jahat (akhlakul madzmumah) dan melakukan perbuatan-perbuatan baik (akhlakul

karimah) orang bertaqwa berarti orang yang berakhlak mulia, berbuat baik dan berbudi luhur.

Rumusan yang sederhana namun cukup mengena telah disampaikan oleh Zakiah Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman

19 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama,(Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), H. 32

20Ibid, H. 74


(30)

tersebut pada perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran

dan karena Allah semata.22

Sementara tujuan pendidikan akhlak pada dasarnya adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa melakukan perbuatan yang baik. Pendidikan akhlak dilaksanakan sejak masa kanak-kanak, karena yang terpenting dalam pendidikan akhlak adalah pengamalan di samping teori. Dengan adanya pendidikan dan pembinaan akhlak anak sejak dini, tentunya manusia akan menyerapnya dengan baik tanpa banyak pertentangan. Sehingga mereka akan terbiasa dan akrab dengan perbuatan baik tersebut.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar manusia mempunyai budi pekerti mulia dan jujur, bertingkah laku baik terhadap Tuhannya dan Rasulullah dan sesama sehingga tidak hanya mendapatkan kebahagiaan di dunia tetapi juga kebahagiaan di akhirat yang merupakan kehidupan yang sebenarnya. Kebahagiaan akhirat inilah yang menjadi tujuan utama orang yang beriman kepada Allah swt.

3. Metode Penyampaian Pendidikan Akhlak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara yang

teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud”.23

Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu nilai tertentu dari si pembawa pesan kepada si penerima pesan. Metode diartikan sebagai tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa pendidikan untuk mempengaruhi siswa kearah pencapaian hasil belajar yang maksimal sebagaimana terangkum dalam tujuan pendidikan. Metode juga dapat disebut sebagai alat yang digunakan untuk menciptakan proses pendidikan,

22 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1993), H. 67-70

23 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Edisi IV, H. 1022


(31)

menumbuhkan kegiatan yang bersifat edukatif, dan meningkatkan mutu

pendidikan.24

Adapun metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut: a. Metode Keteladanan

Yang dimaksud dengan metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik,

baik di dalam ucapan maupun perbuatan.25

Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil. Abdullah Nasih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan

bahwa “pendidikan akan merasa kesulitan mengkomunikasikan pesannya

secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu

apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang

disampaikannya.”26

Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal.

b. Metode Pembiasaan

Pembiasaan menurut M.D Dahlan, seperti dikutip oleh Hery Noer Aly

merupakan proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah

cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir

tidak disadari oleh pelakunya).27

Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai

24 Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, (Tanggerang: Pustaka Aufa Media,2012), H.41-42

25 Syahidin, Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Misaka Galiza, 1999), Cet. I, h.135

26 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.1, h.178 27Ibid., H. 134


(32)

kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda itu sulit untuk dirubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat merubahnya.

c. Metode Memberi Nasihat

Abdurrahman al-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan

kebahagiaan dan manfaat.28

Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan pesera didik kepada berbagai kebaikan dan

kemaslahatan umat. Diantaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur’ani,

baik kisah nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik.

d. Metode Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut dengan uslub

at-targhib wa at-tarhib. “Targib berasal dari kata kerja raggaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata ini diubah menjadi kata benda targib yang bermakna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan, dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul

harapan dan semangat untuk memperolehnya”.29

Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar, hendaknya pendidik bisa meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan

maka akan membuat murid tersebut malas memperhatikannya. 30

28Ibid, H. 190

29 Syahidin, op.cit., H. 121 30Ibid.


(33)

e. Metode ‘Ibrah

Secara sederhana, „ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam arti

umum biasanya diartikan dengan “mengambil pelajaran dari setiap peristiwa”.

Abdrrahman an-Nahlawi mendefinisikan „ibrah sebagai “suatu kondisi psikis

yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari dari suatu peristiwa yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimang-timang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berpikir sosial

yang sesuai”.31

f. Metode Kisah

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian dimasa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya. Sebaliknya, apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus dihindari.

Metode ini sangat digemari khususnya untuk anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak.

B.

Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan dan Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tumbuhnya Anak Jalanan

Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan, atau kadang disebut juga secara eufemistis sebagai anak mandiri, sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena

31 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995) Cet. 2, hal.289


(34)

kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umu- sekadar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak jarang pula mereka dicap sebagai penggaggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan

bukan lagi hal yang mengagetkan mereka.32

Definisi anak jalanan yang disusun peserta Lokakarya Nasional Anak Jalanan DEPSOS bulan Oktober 1995, yang dimaksud anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Usia anak jalanan berkisar antara 6 smpai dengan 18 tahun. Rentang usia ini dianggap rawan karena mereka belum mampu berdiri sendiri, labil mudah terpengaruh dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Di jalanan memang ada anak usia 5 tahun ke bawah, tetapi mereka biasanya dibawa orang tua atau disewakan untuk mengemis. Memasuki usia 6 tahun biasanya dilepas atau mengikut temannya. Anak-anak yang berusia 18 sampai dengan 21 tahun dianggap sudah mampu bekerja atau

mengontrak rumah sendiri bersama teman-temannya.33

Marginal, rentan, dan eksploitatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena risiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang sangat lemah, tersubordinasi, dan cenderung menjadi objek

32 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. 1, H. 185

33 Departemen Sosial RI, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, 2007), h. 24


(35)

perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai bagian dari pekerja anak (child labour), anak jalanan sendiri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan

dibedakan dalam tiga kelompok.34

Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan

sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di

jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seksual.

Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari

keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah


(36)

ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya- walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.35

Untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun yang ilegal di mata hukum. Ada yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal: mengompas, mencuri bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok.

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan, seperti: kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua. Kombinasi dari faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan. Kadang kala pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup di jalanan. Studi yang dilakukan Depsos Pusat dan Unika Atma Jaya Jakarta 1999 di Surabaya yang mewawancarai 889 anak jalanan di berbagai sudut kota menemukan bahwa faktor penyebab atau alasan anak memilih hidup di jalanan adalah karena kurang biaya sekolah (28,2%) dan membantu

orang tua (28,6%).36

Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah di dalam buku Masalah Sosial Anak, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60% di antaranya karena dipaksa

35Ibid., H. 187 36Ibid., h. 196


(37)

oleh orang tuanya. Biasanya, anak-anak yang memiliki keluarga, orang tua pejudi dan peminum alkohol, relatif lebih rawan untuk memperoleh perlakuan yang salah. Pada kasus semacam ini, ibu sering kali menjadi objek perasaan ganda yang membingungkan: ia dibutuhkan kasih dan perlindungannya, namun sekaligus dibenci karena perbuatannya.

Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children

of the street, menunjukkan bahwa motivasi mereka hidup di jalanan bukanlah sekadar karena desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga, melainkan juga karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orang tuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan di jalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimana pun dinilai lebih memberikan alternatif dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang penuh dengan kekerasan yang tidak dapat mereka hindari. Jika di jalanan, anak-anak itu dapat lari dari ancaman tindak kekerasan, tetapi di keluarganya justru mereka harus menerima nasib begitu saja saat

dipukuli oleh orang-orang dewasa disekitarnya.37

2. Karakteristik Anak Jalanan

Pada umumnya anak jalanan memiliki ciri-ciri yang membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Adapun kriteria anak jalanan menurut Departemen Sosial tahun 2009, di antaranya:

a. Anak (laki-laki-perempuan) usia 0 sampai dengan 18 tahun.

b. Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau

berkeliaran di jalanan atau di tempat umum minimal 4 sampai dengan 6 jam/hari dalam kuruin waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap kaca mobil, pembawa belanja di pasar dan lain-lain.


(38)

c. Kegiatannya tidak membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu

ketertiban umum.38

Menurut Dinas Sosial tahun 2009, anak jalanan dibagi menjadi beberapa kategori, di antaranya:

38 Departemen Sosial RI, Hasil Penelitian tentang Anak Jalanan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, 2009), h. 24

39Ibid.

No. Kategori Anak Jalanan Ciri-ciri Anak Jalanan

1.

2.

3.

Children of the street, yaitu anak yang hidup/tinggal sepanjang hari di jalanan.

Children on the street, yaitu anak yang mencari nafkah di jalanan.

High risk to be street children/vurnerable, yaitu

beresiko tinggi terhadap

kekerasan/kejahatan

a. 24 jam beraktivitas di jalanan

b. Tidak berhubungan dengan

keluarga (orang tua)

c. Sulit penyesuaian diri dengan

lingkungan.

a. Mencari nafkah di jalanan

b. Masih berhubungan dengan

keluarga (orang tua)

c. Masih dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan

d. Berada di jalanan lebih dari 8

jam sehari.

a. Berada dijalanan untuk mencari

teman atau pengalaman, kurang dari 6 jam

b. Mencari uang untuk kebutuhan

sekolah


(39)

Selain dari ciri-ciri di atas, anak jalanan juga mempunyai temperamen dan karakter tinggi, meledak-ledak, karena lingkungan keras, tidak menghiraukan aturan dan norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya selalu curiga pada orang lain, sikap liar dan berani menempuh resiko apapun. Anak jalanan pada umumnya tidak bersekolah lagi, bahkan sebagian besar telah meninggalkan orang tua.

3. Dampak Negatif Anak Jalanan

Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh-kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan berbagai pihak sesama teman, preman atau oknum aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan lainnya.

Kalau diperinci satu persatu barang kali ada puluhan atau bahkan ratusan masalah atau dampak negatif yang dihadapi anak-anak yang hidup di jalanan. Namun, paling tidak ada delapan masalah prioritas anak jalanan yang mendesak untuk segera ditangani oleh berbagai pihak. Kedelapan masalah pokok atau dampak negatif tersebut ialah:

a. Gaya hidup dan perilaku anak jalanan yang acap kali membahayakan dan

mengancam keselamaatan dirinya sendiri, seperti perilaku ngelem, seks

bebas, kebiasaan berkelahi, dan sebagainya.

b. Ancaman gangguan kesehatan berkaitan dengan kondisi lingkungan dan jam

kerja yang acap kali kelewat batas bagi anak-anak yang masih berusia belia.

c. Minat dan kelangsungan pendidikan anak jalanan yang relatif rendah dan

terbatas akibat tidak dimilikinya waktu luang yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai.

d. Kondisi ekonomi dan latar belakang kehidupan sosial-psikologis orang tua

yang relatif miskin dan kurang harmonis, sehingga tidak kondusif bagi proses tumbuh-kembang anak secara layak.

e. Adanya bentuk intervensi dan sikap sewenang-wenang dari pihak luar

terhadap anak jalanan, baik atas nama hukum maupun karena ulah preman yang mencoba mengambil manfaat dari keberadaan anak jalanan.

f. Adanya kekeliruan persepsi dan sikap prejudice sebagian warga masyarakat


(40)

g. Adanya sebagian anak jalanan yang tengah menghadapi masalah khusus, baik akibat ulahnya yang terencana, maupun karena ketidaktahuannya terhadap bahaya dari sebuah tindakan tertentu, seperti hamil dalam usia yang terlalu

dini akibat seks bebas, perilaku ngelem, dan sebagainya.

h. Mekanisme koordinasi dan sistem kelembagaan penanganan anak jalanan

yang belum berkembang secara mantap, baik antara pemerintah dengan LSM

maupun persoalan intern di antara lembaga itu sendiri.40

Permasalahan yang lebih kompleks lagi apabila kita melihat kehidupan anak jalanan perempuan. Salah satu kasus anak jalanan perempuan adalah ditipu ketika baru datang dari kampung. Anak ini ditawari untuk istirahat di tempat kontrakan oleh seseorang yang belum dikenalnya. Anak tersebut diberi minum yang dicampur obat, sehingga menyebabkan tidak sadar dan selanjutnya diperkosa. Ketika hamil anak tersebut ditinggalkan. Beberapa kasus serupa yang dialami teman-teman, selanjutnya ada yang dijadikan pelacur dan bahkan ada yang

diperjual belikan (Child Trafficking).41

Kondisi semacam ini mengancam masa depan anak, seharusnya mereka bisa bermain dan belajar, tetapi pada kenyataannya mereka harus dibebani dengan permasalahan hidup yang seharusnya merupakan porsi orang dewasa. Perkembangan hidup mereka jadi terhambat, bahkan mereka mempunyai sub culture yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka mempunyai aturan dan budaya dalam kelompoknya.

Dari sudut pandang hak anak mereka adalah tergolong korban (victim), anak dipandang sebagai korban dari ketidakmampuan orang tua dalam memberikan haknya sebagai seorang anak. Andaikan orang tua bisa memenuhi kewajibannya maka anak tersebut tidak berada dalam dunia jalanan. Yang kedua adalah korban dari dampak lingkungan yang terbentuk oleh kehidupan orang-orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin memanfaatkan uang anak jalanan. Dan yang ketiga adalah korban dari kebijakan pemerintah yang harusnya turut

40 Bagong Suyanto, op. cit., H. 202

41 Departemen Sosial Republik Indonesia, Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, (September-Desember 2007), h. 28


(41)

bertanggung jawab kepada kehidupan anak dan kurang tegasnya pemerintah

dalam melarang bentuk prostitusi/pelacuran di Negara ini.42

C.

Rumah Singgah

1. Pengertian Rumah Singgah dan Tujuan Penyelenggaraannya

“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah singgah diartikan terpisah,

rumah berarti bangunan untuk tempat tinggal.” Singgah memiliki arti “berhenti

sebentar disuatu tempat ketika dalam perjalanan; mampir.”43

Sehingga, rumah singgah dapat diartikan bangunan tempat tinggal untuk berkunjung sebentar atau peristirahatan sementara.

Sedangkan menurut Departemen Sosial RI Rumah Singgah didefinisikan sebagai suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan

pihak-pihak yang akan membantu mereka.44 Rumah Singgah merupakan proses

informal yang memberikan suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma di masyarakat. Rumah singgah merupakan tahap awal bagi seorang anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya, oleh karenanya penting menciptakan rumah singgah sebagai tempat yang aman, nyaman, menarik, dan

menyenangkan bagi anak jalanan.45

Dapat dirumuskan, rumah singgah merupakan wadah anak jalanan berkumpul, berkongsi suka duka, bercerita, mengadu nasib dan mendapatkan kasih sayang dari orang tua asuh. Karena kedudukan rumah singgah ditengah-tengah bisingnya ibukota, anak-anak ini dapat dilatih untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di ibukota, selain dari pada tidur, makan dan tinggal disitu. Di situlah mereka diajar untuk menerima dan

42Ibid, H. 28

43 Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), H. 966 44 Departemen Sosial RI, Standar Pelayanan Sosial Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, (Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI, 2002), H. 6

45 Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, 1999), H. 5


(42)

memahami orang lain, menjadi keluarga besar dan menguruskan segala keperluan diri sesuai dengan nilai-nilai pegangan dan norma-norma masyarakat.

Suatu kegiatan pembinaan pasti mempunyai tujuan-tujuan yang akan dicapai. Demikian juga halnya dengan kegiatan pembinaan yang diselenggarakan oleh rumah singgah. Adapun tujuan umum rumah singgah adalah membantu anak jalanan dalam mengatasi permasalahannya dan menemukan alternatif lain untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan

norma yang berlaku di masyarakat.

b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke

panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.

c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak

dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga masyarakat yang

produktif.46

Tujuan rumah singgah pada umumnya adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya dan memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga masyarakat yang produktif.

Fungsi rumah singgah adalah sebagai tempat pertemuan pekerja sosial dan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan dan melakukan kegiatan, sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang ingin membantu dan menerimanya sebagai keluarga, tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta menyediakan rujukan untuk pelayanan selanjutnya. Fungsi lainnya


(43)

yang lebih penting adalah untuk pengenalan nilai dan norma sosial pada anak, mengembalikan dan menanamkan sosialisasi anak di masyarakat.

Untuk tercapainya tujuan dan fungsi rumah singgah, pekerja sosial mencatat masalah dan kebutuhan anak satu persatu. Pekerja sosial berupaya membimbing anak untuk mengerti norma sosial yang berlaku dan menampilkannya dalam sikap dan perilaku sehari-hai. Setelah itu, anak memperoleh kegiatan pemberdayaan yang sesuai dengan kemampuan dan cita-citanya. Melalui tahap ini, rumah singgah menjadi perantara bagi anak untuk keluar dari kehidupan anak jalanan. Bimbingan itu berlangsung setiap saat tanpa jadwal yang tetap.

Sesuai dengan tujuan dan fungsi dari rumah singgah maka rumah singgah dapat menjadi tempat pemenuhan kebutuhan bagi anak jalanan. Kegunaan rumah singgah yang lebih penting adalah mempertahankan kemampuan anak dimana penanganannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki anak. Penyediaan rumah singgah merupakan upaya agar hak-hak anak jalanan dapat terpenuhi, hal ini akan mendorong kelancaran proses tumbuh kembang, yang pada gilirannya dapat ikut serta dalam pembangunan nasional dengan melaksanakan peran dan tugas sebagai anak.

2. Aktifitas Rumah Singgah

Dengan memperhatikan keberadaan anak, yang pada dasarnya dikaitkan dengan keluarga dan komunitasnya, maka mestinya penanganan anak jalanan perlu disentuh baik kepada anak itu sendiri maupun kepada keluarga di mana anak tinggal. Pelayanan kepada anak dilakukan melalui pelayanan kesejahteraan yang memperhatikan hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindunganserta hak partisipasinya. Pelayanan itu tentu saja dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak. Pelayanan ini meliputi kebutuhan fisik dasar, pendidikan,


(44)

kesehatan, hingga kepentingan psikis dan sosial anak.47 Semua itu dapat diperhatikan melalui kegiatan-kegiatan anak. Begitupun kegiatan anak dirumah singgah. Aktifitas rumah singgah antara lain:

a. Penjangkauan dan pendampingan di jalanan, meliputi:

1) Kunjungan lapangan dan perkenalan

2) Pemeliharaan hubungan dengan anak

3) Pembentukan kelompok di jalanan

b. Pengkajian masalah, meliputi:

1) Pengisian file profil anak

2) Pengisian file monitoring perkembangan anak

3) Pembahasan kasus

c. Resosialisasi, meliputi:

1) Pengenalan peranan anggota rumah singgah

2) Kegiatan keagamaan

3) Pengajaran dan diskusi tentang norma sosial

4) Permainan, pertunjukan seni dan olahraga

5) Membaca buku, majalah dan menonton televisi

6) Bimbingan sosial perilaku sehari-hari

7) Bimbingan sosial kasus

8) Pemeliharaan kesehatan

9) Penyatuan kembali dengan keluarga

10)Surat-menyurat dan kunjungan rumah kepada orang tua anak jalanan

11)Pertemuan dengan warga sekitar rumah singgah secara rutin maupun

kegiatan bersama

d. Rujukan pemberdayaan untuk Anak Jalanan

1) Pendidikan melalui sekolah-sekolah seperti beasiswa, alat sekolah,

bimbingan belajar, kejar paket A dan B, ujian persamaan

47 Departemen Sosial RI, Perubahan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 193/Menkes-Kesos/III/2000 tentang Standardisasi Panti Sosial, (Jakarta: Departemen Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial), H. 16


(1)

l

t:

il!/d li:Tg F, R E H,#- P t TE"J E*,Sf F E RTA N G 6 U N G JAVr/A EiAN FEF4EfiiUHAF.J KEFI.ITLI

[-(IihI

DASAF.

AI!AK

JALAT\IAN

R i J ftl1A"F

I

S[ ruGGA ].8 A I--A E

lt0

R PA LM E R,ll, !-{

ELJ!.AFJ DHSEIM BER

zilN4

JUl\4LA}{

TOTA!-BARAfUG

AI\IAK

50

liteir

40

anak

2000

liter

72 kg 40

anak

480

kg

20 k5;

40

anak

800

kg

8

botol

40 anak

320

botol

ll

kaleng

40 anak

440

kaleng


(2)

S,,rs* FT 4 Fi ft g KAFT XT["]

{-A5[

P E RT Afr: G G U w G

JA,WABA

N p E rr4 f;. [U t"] F4A f",l ffi fi E LrTU F{ A

N

ctASA R Al\t A K

IALA

NAN

FiE"[ M&F4

S6ruG6A[i AL.ABROR

PALM

ERAI-I

Eil

["&ftd

DESEMI]ER

203.4

TGVEIN

URAIAN

tsERAS

GI.ILA

PASIR

KACANG

IJO

KECAF fr4ANlS

SUSU

DEBET

KRED[T

DEEET

KREDIT

DEBET

KREDIT

DEBET

KREDIT

T}EBET

KREDIT

15ltlovember

2A74

Diterima dari

Dinas

Sosial Provinsi

DKI

Jakarta,

Berupa

Pemenuhan

Kebutuhan Nutrisi

WBS

Bulan

November

2014

2000

liter

480

kg

800

kg

320

botol

440

kaleng

20 November

201-4

Diberikan

barang

Nutrisi untuk

WBS

Bulan

November

201,4

2000

liter

480

kg

800

kg

320

botol

440

kaleng

JUMLAH

2000

Iiter

2000liter

480

kg

480

kg

800

kg

800

kg

320

botol

320

botol

440

kaleng

440

kaleng

SALDO NIHIL I\] IHIL NIHIL NIHIL N IHIL NIHIL NIHIL NIHIL NIHIL NIHIL

JAKARTA,

DESEMBER20l.4

qr' -tcn',. i*\.

\rz


(3)

WILAYAH : Jakarta Barat

NAMA YAYASAN/RS : Al-Abror Palmerah

AYAH IBU AYAH IBU

1 Mega Oktaviani Jl. KH. Taisir Rt

003/012 No. 40 Jakarta, 26-10-1998 P SMP Asongan Pasar Hendrawan Sarkiyah Ojek Buruh harian

2 Ahmad Arifin Jl. H. Syahdan Rt

003/012 No. 18 Jakarta, 02-09-1995 L SMP dagang koran

keliling disekitar slipi

A. Malik

(Alm) Robi'ah almarhum Dagang Kue

3 Astiyanah Jl. H. Syahdan

Rt007/012 No. 60 Jakarta, 13-08-1995 P SMP Asongan Pasar Mastur (Alm) sapuroh almarhum dagang kue

4 Audi Firmansyah Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 46 Jakarta, 07-10-2001 L SD Asongan

Lampu merah Rawabelong

Murdifin

(Alm) Muslimah almarhum dagang kue

5 Bambang Atmaja Jl. H.Muala Rt 008/012 Jakarta, 29-10-1995 L SMP dagang koran Keliling Amin Mus - kuli nyuci

6 Alfian Nanda Jl.H.Mula Rt.01/012 jakarta, 10-7-1998 L SMP ngamen Lampu merah

Rawabelong Edi Titin Kuli Bangunan IRT

7 Edo Chandra Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 68 Jakarta,20-9-1996 L SMA ngamen

Lampu merah slipi

Edi Chandra

(Alm) Minah almarhum Penjahit

8 Aris Setiawan Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 23 Jakarta, 29-02-1996 L SMP parkir kampus Sunar Karmi Kuli Bangunan IRT

DAFTAR NAMA-NAMA

ANAK JALANAN YANG DI BINA

DI RUMAH SINGGAH AL-ABROR PALMERAH

NO NAMA ALAMAT TEMPAT

TANGGAL LAHIR

JENIS

KELAMIN PENDIDIKAN FOTO TERBARU

PEKERJAAN ANAK LOKASI PEKERJAAN PEKERJAAN ORANG TUA


(4)

9 Kosim Nurseha Jl. H.Muala Rt 008/012

No. 37B Jakarta, 12-10-1996 L SMP ngamen

Lampu merah

slipi Sabar(Alm) Siyem almarhum kuli nyuci

10 Irwan Nuryansah Jl. H. Muala Rt 001/012

No. Jakarta, 27-11-1996 L SMA ngamen keliling di slipi

Gunawan

(Alm) Rohati (Alm) almarhum almahumah

11 Jodi Ardiansyah Jl. H. Syahdan Rt

006/012 No. 60 Jakarta, 21-04-2000 L SD ngamen lampu merah Sugiono (Alm) Eti almarhum IRT

12 M. Al-Fajar Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 23 Jakarta, 17-09-1997 L SD Asongan pasar Junaedi (Alm) Nursiah almarhum IRT

13 Nihayatul Laili Jl. H. Syahdan Rt

007/012 No. 46 Jakarta, 28-08-2000 P SD Asongan Kampus dartu Ida Saridah almarhum Buruh harian

14 Rian Iqbal E Jl H. Muala Rt 009/012

No. 34 Jakarta, 02-10-1995 L SMP dagang koran keliling

Risman E

(Alm) Ali Zainar almarhum nyuci

15 Azi Syahputra Jl. H. Muala Rt 001/012

No.53 jakarta,06-04-1994 L SMA Markir Kampus binus Aswan Musinah Sopir IRT

16 Deni Sahputra Jl. H. Muala Rt 008/012

No. 56 Jakarta, 25-09-1996 L SMP Markir Kampus Sueni Habsah - kuli nyuci

17 Septian Eki Pratama Jl. H. Muala Rt 008/012

No. 40 Jakarta, 19-06-1996 L SMP ngamen Kampus binus Bakir (Alm) Emalda almarhum IRT

18 Ahmad Jayadi Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 35 Jakarta, 19-06-1995 L SMA ngamen

Lampu merah


(5)

19 Erol Wijaya Sandang Rt 001/011

Palmerah No. 1 Jakarta, 27-12-2001 L SD Dagang Kue Kampus Irwan Priyanti almarhum Dagang Kue

20 M Renaldi Putra Kemanggisan Rt

010/012 No. 65 Jakarta, 1-8-1996 L SMP Dagang Koran Keliling Yadi Nurmani almarhum Dagang

21 Darin Nur Hanifah Jl. H. Muala Rt 008/012

No. 15 Jakarta, 24-1-1997 P SMP Dagang Kue Keliling Mulyono Sulasmi almarhum Dagang Kue

22 Ade Herlambang Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 6-11-1997 L SMP Dagang Keliling Sutaryo Onah Nursasi almarhum Dagang

23 Rian Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 19-11-2001 L SD Dagang Keliling Adi Asuroh Dagang IRT

24 Nita Rahmawati JL. Sya'dan Rt 003/012

No.34 Jakarta, 23-11-1997 P SMP Dagang Keliling Marjuki Ratna almarhum Dagang

25 Donny Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 7-1-2001 L SMP Dagang Keliling Merry Yani - Dagang Kue

26 Nurchairiyah Jl. H. Muala Rt 008/012

No. 10 Jakarta, 14-9-1995 P SMP - - M. Soleh - Buruh IRT

27 Ahmad Fadilah Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 26-8-1998 L SD Dagang Keliling Murodi Elisumiyah Buruh IRT

28 M Shauri Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 21-12-1995 L SMP Dagang Keliling A Aziz Maryani Buruh IRT

29 Deka Farza Pratama Jl. H. Syadan Rt

007/012 No. 45 Jakarta, 31-5-1998 L SMP Dagang Keliling Supriatna Rita Zahara almarhum Almarhum

30 Syarifah Maysarah Jl. H. Syadan Rt


(6)

31 Ade Zakaria Jl. H. Syadan Rt

007/012 No. 45 Jakarta, 28-08-2001 L SD - - Alm. Hamid Asmani almarhum Dagang Kue

32 Wadi Jl. H. Muala Rt 008/012

No. 51 Jakarta, 10-12-2000 L SD - - Ishak Wati Dagang Nyuci

33 Nandar Jl. Monitor Rt 004/012 Jakarta, 26-7-1997 L SMP Dagang Keliling Toni Maimunah Buruh IRT

34 Maria Ulfa Jl. H. Muala RT

001/012 No. 35 Jakarta, 18-10-1997 P SMP Dagang Keliling Ropi Puroh Almarhum Dagang

35 Agung Hendrawan Jl. Impres Kemanggisan

Ilir Jakarta, 17-10-1998 L SD Ngasuh Anak Di Rumah Hadi Mut Mainah almarhum Kuli Nyuci

36 M Maruli Jl. H. Muala Rt 001/012

No. 51 Jakarta, 17-7-1999 L SD - - M Soleh Munamah almarhum IRT

37 Luki Pratama Jl. H. Muala Rt 008/012 Jakarta, 27-08-1995 L SMP Dagang Keliling Rojali Liana Dagang IRT

38 Muhamad Zakaria Jl. H. Syadan Rt

007/012 No. 60 Jakarta, 18-7-2001 L SD - - Zakiah Aduar Kuli IRT

39 Rizal Kemanggisan Rt

001/012 Jakarta, 10-01-1998 L SMP Dagang Keliling Andi Khodijah - Kuli Nyuci

40 Fara Dina Safitri Jl. H. Syadan Rt

007/012 No. 59 E Jakarta, 8-1-2000 P SMP Dagang Keliling Hengki Firlia - Dagang

Jakarta,

KETERANGAN Pimpinan Yayasan/Rumah Singgah

LAKI-LAKI

: 30 ANAK PEREMPUAN

: 10 ANAK

JUMLAH : 40 ANAK