PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DALAM PENDAMPINGAN SENI MUSIK DI RUMAH SINGGAH HAFARA YOGYAKARTA.

(1)

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DALAM PENDAMPINGAN SENI MUSIK DI RUMAH SINGGAH HAFARA

BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Novenda Prahastiyani NIM 12102244004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DALAM PENDAMPINGAN SENI MUSIK DI RUMAH SINGGAH HAFARA

BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Novenda Prahastiyani NIM 12102244004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya : Nama : Novenda Prahastiyani

NIM : 12102244004

Program Studi : Pendidikan Luar Sekolah Fakultas : Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 18 Mei 2016 Yang Menyatakan,

Novenda Prahastiyani NIM 12102244004


(5)

(6)

MOTTO

Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Terjemahan Q.S Al-Insyirah: 5-6)

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.

(Schopenhaver)

Yakinlah bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil. (Penulis)


(7)

PERSEMBAHAN

Karya ini tercipta atas Rahmat Allah SWT serta doa dari semua pihak yang kupersembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibu Tercinta yang telah mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang tang tulus kepadaku.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta. Tempatku menambah bekal dan ilmu pengetahuan.


(8)

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DALAM PENDAMPINGAN SENI MUSIK DI RUMAH SINGGAH HAFARA YOGYAKARTA

Oleh

Novenda Prahastiyani NIM 12102244004

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Penyelenggaraan pendampingan seni musik bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara, (2) Dampak pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara, (3) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengelola Rumah Singgah Hafara, pendamping Rumah Singgah Hafara dan anak jalanan Rumah Singgah Hafara. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan. Triangulasi sumber dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan berbagai narasumber dalam mencari informasi yang di butuhkan.

Hasil penelitian menujukkan bahwa: (1) Penyelenggaraan pendampingan seni musik bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara yakni melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. (2) Dampak pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara: (a) Kecakapan akademik, anak memperoleh manfaat dari kegiatan pendampingan seperti mampu untuk membaca dan menulis, b) Kecakapan personal, anak jalanan memiliki pola berpikir yang terarah untuk masa depannya, c) Kecakapan sosial, anak jalanan dapat bersosialisasi dengan masyarakat melalui norma yang telah diajarkan serta diterapkan dalam kehidupannya,d)Kecakapan vokasional, anak jalanan sudah memiliki bakat dalam bermusik (3) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara, yaitu: (a) semangat dari anak jalanan untuk mengikuti pendampingan. (b) adanya motivasi dari pendamping dan relawan. (c) adanya pendamping yang menguasai seni musik. (d) adanya tempat yang permanen untuk kegiatan pendampingan. Faktor penghambatnya, yaitu : (a) fasilitas yang kurang maksimal. (b) karakter anak yang beragam. (c) pendanaan yang terbatas.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan sarana sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Aloysius Setya Rohadi M.Kes selaku dosen penasehat akademik sekaligus dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

5. Mbak Desi, segenap pengelola, para pendamping dan relawan, serta anak jalanan di Rumah Singgah Hafara yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian dari awal sampai akhir.

6. Bapak Kahono dan Ibu Wagiyani tercinta, terima kasih yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusannya dalam mendampingi kepada keduanya. Serta Arumsih Handayani, Halimah Nur Febriyani penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya dan Khulluqin Nur Khazanah yang selalu memberikan dorongan, mencurahkan segala perhatian, kasih sayang dan mampu menjadi tempat beristirahat ketika penulis melepas penat yang luar biasa.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO…. ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Fokus Penelitian ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 11

1. Kajian Tentang Pemberdayaan anak jalanan ... 11

a. Pengertian Pemberdayaan ... 11

b. Tujuan Pemberdayaan ... 12

c. Prinsip-prinsip Pemberdayaan ... 13

d. Bentuk-bentuk Pemberdayaan ... 14


(12)

a. Pengertian Anak Jalanan ... 16

b. Karakteristik Anak Jalanan ... 17

c. Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan ... 18

3. Kajian tentang Pendampingan ... 20

a. Pengertian Pendampingan ... 20

b. Tujuan Pendampingan ... 21

c. Peran Pendampingan ... 22

d. Tahap-tahap Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan ... 23

4. Pengertian Seni Musik ... 25

a. Pengertian Seni ... 25

b. Pengertian Musik ... 26

c. Pengertian Alat Musik ... 27

5. Kajian Tentang Dampak Program ... 28

a. Pengertian Dampak Program ... 28

b. Dampak Program Pendampingan Musik ... 29

6. Kajian Tentang Rumah Singgah ... 32

a. Pengertian Rumah Singgah ... 32

b. Tujuan Rumah Singgah ... 33

c. Prinsip-Prinsip Rumah Singgah ... 34

d. Tahap-tahap Pelayanan Rumah Singgah ... 35

7. Kajian Tentang Komponen Pembelajaran ... 36

a. Pengertian Pembelajaran ... 36

b. Komponen Pembelajaran ... 37

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 42

D. Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu ... 47

C. Subyek Penelitian ... 47


(13)

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Instrumen Penelitian ... 52

G. Teknik Analisis Data ... 52

H. Keabsahan Data... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Rumah Singgah Hafara ... 56

1. Sejarah Berdirinya Rumah Singgah Hafara ... 56

2. Lokasi dan Keadaan Rumah Singgah Hafara ... 56

3. Tujuan Rumah Singgah Hafara ... 57

4. Visi dan Misi Rumah Singgah Hafara ... 57

5. Sarana dan Prasarana Rumah Singgah Hafara ... 57

6. Struktur Organisasi Rumah Singgah Hafara ... 58

7. Tenaga Pengurus Rumah Singgah Hafara ... 59

8. Program di Rumah Singgah Hafara ... 60

9. Warga Belajar Rumah Singgah Hafara ... 61

10. Jaringan Kerjasama di Singgah Hafara ... 63

11. Pendanaan di Rumah Singgah Hafara ... 63

B. Data Hasil Penelitian ... 64

1. Pelaksanaan Seni Musik bagi Anak Jalanan di Rumah Singgah Hafara ... a. Persiapan ... 64

b. Pelaksanaan ... 65

c. Evaluasi ... 77

2. Dampak Pelaksanaan Seni Musik bagi Anak Jalanan di Rumah Singgah Hafara... 78

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendampingan Seni Musik di Rumah Singgah Hafara... 81

C. Pembahasan ... 84

1. Pelaksanaan Pendampingan Seni Musik bagi Anak Jalanan di Rumah Singgah ... 85

2. Dampak Pelaksanaan Pendampingan Seni Musik di Rumah Singgah Hafara ... 94

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendampingan Seni Musik di Rumah Singgah Hafara... 97


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(15)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Struktur Organisasi ... 58 Tabel 2. Tenaga Pengurus ... 59 Tabel 3. Warga Belajar ... 61


(16)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 42


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 106

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 108

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 109

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 115

Lampiran 5. Analisis Data ... 128

Lampiran 6. Data Anak Dampingan Rumah Singgah Hafara ... 133

Lampiran 7. Struktur Pengurus Rumah Singgah Hafara ... 134

Lampiran 8. Hasil Dokumentasi ... 135


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada era globalisasi seperti saat ini banyak melahirkan berbagai macam kemajuan disegala bidang yang berakibat pada banyaknya persaingan. Persaingan tersebut terjadi pada beberapa bidang diantaranya bidang agama, bahasa, kesenian, politik, teknologi maupun bidang pendidikan. Hal tersebut menjadi bagian penting dalam kelangsungan dan kemajuan bangsa karena didalamnya terdapat anak yang berfungsi sebagai pewaris serta generasi penggerak yang perlu diberikan pendampingan terhadap kepribadiannya. Didalam sebuah keluarga anak merupakan harta yang paling berharga karena dalam diri anak terdapat nilai dan moral kebaikan yang dapat diwariskan. Kualitas dan tidaknya seseorang dimasa mendatang ditentukan oleh proses pengasuhan dan pendidikan.

Anak memiliki hak untuk dilindungi mulai dari lingkup keluarga, masyarakat, pemerintah lokal sampai pusat dan masyarakat internasional, guna mengupayakan hak-hak anak. Pada hakikatnya anak merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia, meliputi hak dasar ataupun hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. Menurut UU No 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat 12 tentang perlindungan anak yang mewajibkan adanya jaminan perlindungan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Orang tua dan sekolah merupakan salah satu faktor dari pembentukan pertumbuhan anak. Setiap anak memiliki hak untuk hidup dan berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya karena semestinya anak masih menjadi tanggung jawab orang tua dengan memperoleh pendidikan dan hak seorang anak adalah untuk


(19)

bermain dan belajar sesuai dengan usia mereka. Anak mempunyai hak yang layak dalam kehidupannya, untuk memenuhi hak anak maka seorang anak harus mendapatkan pendidikan. Hal ini tercantum dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 60 ayat 1, bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.

Pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, akan tetapi belum banyak anak jalanan yang menikmati pendidikan dasar, hal ini dikarenakan biaya pendidikan tinggi yang harus di tanggung orang tua sementara permasalahan ekonomi menjadi kendala utama. Anak-anak lebih memilih berada di jalanan dari pada bersekolah, karena jalanan dijadikan sebagai tempat untuk hidup bahkan untuk mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lingkungan yang semacam ini dapat mempengaruhi perkembangan anak dan menyebabkan pembentukan kepribadian anak yang kurang maksimal. Keadaan tersebut mendorong anak-anak untuk turun langsung ke jalanan. Anak-anak tersebut dalam kesehariannya harus bekerja membantu orang tua untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga.

Anak-anak jalanan berpandangan, jika mereka hidup di jalanan akan menemukan jati dirinya dan memiliki kemandirian dalam bertahan hidup tanpa memperhitungkan pandangan tentang norma atau kaidah yang berlaku di lingkungan sosialnya. Budaya kemiskinan tidak hanya sebatas miskin materi tetapi juga miskin moral, yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan


(20)

pendidikan yang sebenarnya pada fase tersebut anak jalanan sangat membutuhkan untuk bekal di masa depan.

Di Indonesia anak jalanan telah menjadi fenomena yang menuntut pemecahan masalah untuk menujukkan kesiapan membuat rencana secara lebih luas. Data populasi anak jalanan tahun 2008 yang dilansir Badan Pusat Statistika (BPS) menyebutkan bahwa anak jalanan Indonesia berjumlah 154.861 jiwa. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Menurut Komnas Perlindungan Anak,2007 dalam Skripsi Aditya Kurniawan hal 4), hampir seluruhnya yakni 75.000 anak jalanan berada di Jakarta. Sisanya tersebar di kota-kota besar lainnya seperti Medan, Palembang, Batam, Serang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang dan Makasar.Kemudian, pada tahun 2009 meningkat menjadi sebanyak 230.000 anak jalanan. Tahun 2010, jumlah anak jalanan di Indonesia diperkirakan mencapai 200.000 anak dan tahun 2012 meningkat lagi menjadi 230.000 anak. Itu artinya anak jalanan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Keberadaan anak-anak jalanan terutama di kota besar sangat jelas terlihat dari tahun ke tahun jumlahnya pun selalu meningkat. Hal ini tentu saja membawa dampak buruk bagi anak jalanan itu sendiri dan lingkungan dimana mereka berada yang seharusnya dapat tumbuh secara wajar. Keberadaan mereka di jalanan selalu berdampak negative, karena akan sangat rentan terhadap situasi yang buruk seperti tindak kriminalitas, korban eksploitasi, tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, sampai pelecehan seksual. Dalam konteks permasalahan anak jalanan, yang dianggap menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah kemiskinan, tidak adanya keharmonisan di dalam keluarga dan pengaruh lingkungan sosial.


(21)

Banyaknya anak jalanan menimbulkan berbagai masalah sosial, meliputi anak berkeliaran di jalanan, melakukan tindak kriminal, mencuri, pemaksaan pada saat mengamen. Karena anak jalanan termasuk kategori anak yang belum berdaya dan belum memiliki cukup mental serta emosional yang kuat, sedangkan mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan akan berpengaruh negatif terhadap pembentukan kepribadiannya. Masalah tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius dari keluarga, masyarakat, pemerintah terutama rumah singgah untuk memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada anak jalanan.Dari beberapa penyebab anak turun ke jalan, akan tetapi dari sekian banyak alasan yang dipandang sebagai penyebab utama adalah faktor kemiskinan yang menyebabkan mengapa orang tua bersikap memanfaatkan anak-anaknya untuk kepentingan sendiri. Dilihat dari penyebabnya, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada di jalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua atau atas dasar pilihannya sendiri.

Semakin banyaknya anak jalanan menjadi permasalahan yang sangat kompleks dapat dilihat dari berbagai tindak kriminal yang dilakukan oleh beberapa anak jalanan. Hal itu perlu mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Sejauh ini perhatian tersebut nampaknya belum efektif karena dari upaya pemerintah yang belum memberdayakan anak jalanan. Hal itu dapat dilihat dari anak-anak yang masih berkeliaran di jalanan.Anak jalanan merupakan kategori anak yang tidak berdaya. Secara psikologis, anak jalanan adalah anak-anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki cukup mental dan emosional yang kuat, sementara mereka harus


(22)

bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya (Itsnaini, 2010).

Dinas Sosial propinsi DIY pada tahun 2010 juga mencatat jumlah anak terlantar di Yogyakarta meliputi anak jalanan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan mencatat pada tahun 2009 sebanyak 36.468 anak. Ini tersebar pada lima kabupaten, antara lain di Kabupaten Kulon Progo terdapat 8.070 anak, Kabupaten Bantul terdapat 5.153 anak, Kabupaten Gunung Kidul terdapat 9.236 anak, Kabupaten Sleman sebanyak 9.453, dan di Kota Jogja sebanyak 816 anak, jumahnya 36.468 anak. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah anak jalanan di Yogyakarta mengalami penurunan menjadi sebanyak 32.728 anak terlantar.Jumlah anak jalanan di Yogyakarta tergolong sangat besar. Selain itu, berdasarkan data dari Yayasan Setara kota Semarang pada tahun 2007, bahwa selama tiga tahun terakhir di Kota Semarang terdapat sebanyak 416 anak jalanan (Wijayanti, 2010).

Untuk menangani kelangsungan masa depan anak jalanan bukanlah hal yang mudah, di perlukan penanganan secara kshusus. Melalui pendekatan ekonomi dan sosial saja tidak cukup namun dengan memperhatikan persoalan budaya, budaya tersebut tentang bagaimana mereka harus berperilaku dalam kehidupan masyarakatnya serta memiliki nilai, norma dan aturan yang berlaku. Mereka menggangap bahwa apa yang mereka lakukan di jalanan itu adalah suatu pekerjaan, namun pekerjaan tersebut tidak layak untuk di lakukan terutama bagi anak-anak. Anak-anak yang bekerja di jalanan tersebut melanggar hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan adalah kebutuhan untuk mencapai


(23)

cita-cita dan dambaan setiap anak, mereka berusaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui proses pendidikan.

Berkaitan dengan anak jalanan diperlukan program-program pendidikan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dalam rangka pemberdayaan ekonomi sehingga program tersebut dapat mengurangi angka peningkatan anak jalanan dan memberikan mata pencaharian yang lebih baik. Program yang diarahkan untuk membimbing, melatih dan membelajarkan anak jalanan agar mampu menguasai pengetahuan serta ketrampilan salah satunya adalah program seni musik. Karena melalui program tersebut merupakan salah satu cara untuk memecahkan permasalahan pada anak jalanan, dengan program tersebut dilaksanakan tujuan untuk memberdayakan potensi pada anak jalanan yang merupakan hobi mereka ketika hidup di jalan. (Skripsi Aditya Kurniawan 2015: 4)

Fenomena anak jalanan di Yogyakarta mengalami penurunan.Salah satu upaya adanya peran pemerintah dengan adanya keikutsertaan pemerintah mampu untuk mengurangi jumlah anak jalanan melalui lembaga sosial yang mempunyai andil dalam penanganan kasus anak jalanan. Menurut Departemen Sosial RI Rumah Singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu anak jalanan. Rumah Singgah merupakan salah satu sarana yang nantinya benar-benar menjadi solusi bagi pengurangan jumlah anak jalanan, sehingga dapat membantu dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Pandangan negatif dari masyarakat tentang keberadaan Rumah Singgah tentang belum adanya keberhasilan dalam suatu penanganan serta pembinaan bagi anak jalanan. Dalam penanganan anak jalanan memang tidak


(24)

mudah akan tetapi jalinan kerjasama tentang keberadaan Rumah Singgah benar-benar memberdayakan anak jalanan dan bukan hanya untuk memanfaatkan bantuan atas donatur dan anggaran yang diberikan oleh anggaran Negara.

Rumah Singgah berfungsi untuk memberikan pembinaan bagi anak jalanan serta dapat dimanfaatkan sebagai akses perluasan pendidikan bagi anak jalanan. Untuk mengembangkan dan menyalurkan potensi anak jalanan, potensi-potensi ini diharapkan dapat menjadi bibit seniman yang akan tumbuh dengan baik dan kelak mempunyai masa depan cerah. Sehingga beberapa Rumah Singgah melakukan pendampingan seni musik sebagai upaya penaganan terhadap anak jalanan. Pendampingan seni musikini perlu dukungan dan partisipasi dari masyarakat dan berbagai pihak agar dapat dilaksanakan berkesinambungan.

Pemberdayaan merupakan sebuah proses pendekatan yang diupayakan terhadap anak jalanan untuk mendapatkan hak mereka sebagai anak. Dengan adanya pemberdayaan potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh anak jalanan dapat muncul guna meningkatkan keterampilan dan pemenuhan pada diri sendiri. Upaya pemberdayaan terhadap anak jalanan memang tidak terlepas dari peran lembaga sosial.Pemberdayaan anak jalanan adalah melalui keberadaan Rumah Singgah yang berfungsi untuk memberikan pembinaan bagi anak jalanan dipersiapkan sebagai tempat persinggahan dan perantara bagi anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.

Pemberdayaan yang dilakukan oleh Rumah Singgah Hafara yang dirasa sangat tepat bagi anak jalanan karena tidak sekedar untuk persinggahan bagi anak jalanan akan tetapi juga sebagai tempat tinggal. Rumah Singgah Hafara


(25)

memberikan akses pendidikan agar anak jalanan dapat memperoleh pendidikan secara formal seperti anak pada umumnya. Selain memberikan akses pendidikan salah satu upaya dalam permasalahan anak jalanan, Rumah Singgah Hafara memberikan kegiatan pendampingan seni musik. Pemberian pendampingan seni musik merupakan salah satu program sejak awal berdirinya Rumah Singgah Hafara (Profil Rumah Singgah, 2015). Pendampingan ini diberikan sesuai dengan kebutuhan dan bakat anak jalanan, karena selama dijalanan mereka terbiasa dengan bermain musik dan kegiatan ini diberikan agar anak jalanan mampu mengembangkan bakat dan potensinya agar anak jalanan lebih mandiri dan dapat meningkatkan kualitas dalam bermusik dan mereka tidak kembali ke jalanan. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan bagi anak jalanan melalui suatu pendampingan yang dilakukan oleh salah satu Lembaga Sosial Rumah Singgah Hafara yang beralamatkan di Gonjen RT 05 RW 17 Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Faktor kemiskinan menjadi penyebab munculnya anak jalanan yang jumlahnya naik turun.

2. Keberadaan anak jalanan tidak hanya di Yogyakarta tetapi hampir di semua kota besar di Indonesia.


(26)

3. Jumlah anak jalanan di Kota Yogyakarta mengalami penurunan, karena adanya usaha pendampingan melalui seni musik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Swasta.

4. Rumah Singgah sebagai tempat pemusatan dan pembinaan dalam pemberdayaan anak jalanan.

5. Seni musik merupakan peranan yang efektif dan menarik bagi anak jalanan. C. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan dalam upaya permberdayaan terhadap anak jalanan yang beraneka ragam, maka dalam hal ini peneliti membatasi permasalahan pada “Pemberdayaan anak jalanan melalaui Pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara”.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan seni musik bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik?

3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan pelaksanaan pendampingan seni musik bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara.

2. Mendeskripsikan dampak pelaksanaan pemberdayaan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara.


(27)

3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara.

F. Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pengelola Rumah Singgah

a. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pendampingan seni musik bagi anak jalanan.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian model pendampingan bagi anak jalanan.

2. Bagi Tutor/Pendamping

a. Mengetahui kelemahan dan kelebihan tentang jalannya proses pendampingan yang diberikan.

b. Sebagai bahan masukan untuk mencari bentuk/model pendampingan yang lebih baik pada program pemberdayaan yang akan dilakukan berikutnya.

3. Bagi Pemerhati Pendidikan

a. Wawasan pengetahuan mengenai model pendampingan anak. Dalam hal ini adalah anak yang berstatus sebagai anak jalanan.

b. Dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut mengenai model pendampingan yang dapat diberikan kepada anak jalanan.

c. Dapat dijadikan sebagai solusi untuk menangani anak jalanan yang dipandang sebagai masalah sosial.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Tinjauan Pemberdayaan Anak Jalanan a. Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan.kemampuan, dan atau proses pemberi daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. (Ambar Teguh, 2004: 77). Sedangkan menurut Suprajan dan Hempri dalam Safri Miradj (2014: 4), menyatakan bahwa :

“Pemberdayaan pada hakekatnya mencakup dua arti yaitu to give or authority to dan to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian yang kedua pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.”

Menurut J. Babari dan Onny S. Prijono (1996: 72) mengatakan bahwa: “Pemberdayaan di artikan pula sebagai proses belajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial”.

Pemberdayaan secara konseptual bahwa pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karena pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai


(29)

kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. “Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung”. Menurut Suharto dalam Sakri Miradj (2014: 4).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa pemberdayaan adalah proses belajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun koletif dalam bentuk pemberian kemampuan terkait dukungan terhadap mengembangkan daya (potensi) sehingga mampu melakukan transparansi sosial kepada pihak yang belum mampu berdaya.

b. Tujuan Pemberdayaan

Menurut Ambar Teguh (2004:80) tujuan pemberdayaan yaitu :

“Tujuan pemberdayaan adalah membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu.”

Sedangkan Edi Suharto (2005: 60) mengatakan tujuan pemberdayaan sebagai berikut:

“Tujuan pemberdayaan adalah menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu meningkatkan masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya dan memperkuat kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhn hidupnya baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial seperti mempunyai kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas kehidupannya.”


(30)

Berdasarkan pengertian di atas, tujuan dari pemberdayaan adalah meningkatkan masyarakat untuk dapat berdaya membentuk kemandirian individu dari kemiskinan, keterbelakangan serta kesenjangan untuk memperkuat kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhn hidupnya, agar masyarakat dapat belajar dengan suatu proses dimana adanya suatu perubahan.

c. Prinsip-prinsip Pemberdayaan

Dikatakan bahwa para pelaku program pemberdayaan, dalam prosesnya harus professional dan komitmen untuk mewujudkan seluruh prinsip pemberdayaan ke dalam setiap aksi program. Menurut Owin Jamasy (2004) ada dua belas prinsip yang harus dijadikan kekuatan internal pelaku pemberdayaan. Dalam buku “Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan”.

1) Para pelaku utama pemberdaya dan seluruh unsur stakeholders, harus berlaku adil.

2) Seluruh unsur stakeholders harus jujur (jujur kepada diri sendiri dan jujur kepada orang lain).

3) Kemampuan melakukan problem solving, menumbuhkan dan memasarkan inovasi, asistensi, fasilitasi, promosi, dan social marketing. 4) Kerjasama dan koordinasi seluruh unsur stakeholder berdasarkan

kemitraan.

5) Partisipasi aktif dari seluruh unsur stakeholder.

6) Lingkup dan cakupan program berlangsung secara terpadu. 7) Mengutamakan penggalian dan pengembamgan potensi lokal.

8) Aktif melakukan mobilisasi dan peningkatan swadaya yang bertumpu kepada kekuatan masyarakat sendiri/kelompok sasaran.

9) Mengembangkan metode pembinaan yang konstruktif dan berkesinambungan.

10) Pelaksanaan kegiatan berlangsung secara bertahap.

11) Seluruh unsur stakeholders harus konsisten terhadap pola kerja pemberdayaan.

12) Komitmen serta peduli kepada misi pemberdayaan dan kepada masyarakat miskin yang kurang mampu (Sense of mission, sense of community, and mission driven profesionalisme).


(31)

Pada prinsip tersebut harus dimiliki oleh pelaku pemberdayaan agar pembinaan yang dilakukan untuk anak jalanan dapat berjalan dengan baik dan profesionalisme. Dengan mengembangkan metode pembinaan yang konstruktif dan berkesinambungan sehingga unsur stakeholder dapat konsisten terhadap pola kerja pemberdayaan. Dengan demikian dapat mewujudkan komitmen serta peduli kepada misi pemberdayaan kepada masyarakat miskin yang kurang mampu. d. Bentuk-bentuk Pemberdayaan

Pemberdayaan dilakukan dengan terencana dan terarah agar dalam proses pelaksanaan pemberdayaan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam buku “Kronologi; Ilmu Pemerintahan Baru” (Ndraha Taliziduhu, 2003: 132), berbagai bentuk pemberdayaan diantaranya :

1) Pemberdayaan politik, yang bertujuan meningkatkan daya tawar (bergaining position) terhadap pemerintah. Bergaining ini dimaksudkan agar mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan dan kepedulian tanpa merugikan pihak lain.

2) Pemberdayaan ekonomi, diperuntukkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan dalam hal perekonomian.

3) Pemberdayaan Sosial-Budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan sumber daya melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia (human dignity), penggunaan (human utilization) dan perlakuan yang adil terhadap manusia.

4) Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan.

Bentuk-bentuk pemberdayaan tersebut dilakukan untuk menunjang dan meningkatkan kualitas hidup anak jalanan agar lebih mandiri dan menjadi berdaya dengan adanya pendampingan yang dilaksanakan oleh Rumah Singgah.

e. Tahap-tahap Pemberdayaan


(32)

Sumodiningratan dalam Ambar Teguh (2004:83), tahap-tahap yang harus dilalui tersebut meliputi :

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dalam pemabangunan.

3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Menurut Friedman (dalam Huri, 2008: 86) menyatakan ada 2 tahapan pemberdayaan, yaitu :

1) Pemberdayaan individu, yaitu merupakan pemberdayaan keluarga dan setiap anggota keluarga. Asumsinya, apabila setiap anggota keluarga dibangkitkan kebeadaannya, maka unit-unit keluarga berdaya ini akan membangun suatu jaringan keberdayaan yang yang lebih luas.

2) Pemberdayaan kelompok atau antar individu, yaitu merupakan spiral models. Pada hakikatnya individu satu dengan yang lainnya diikat oleh ikatan yang disebut keluarga. Demikian antara satu keluarga dan lainnya diikat oleh ikatan ketetanggan, menjadi kelompok masyarakat dan seterusnya sampai ikatan yang lebih tinggi.

Berdasarkan pendapat tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tahapan pemberdayaan secara individu dan kelompok. Pada proses pelaksanaan pemberdayaan di Rumah Singgah dapat berjalan sesuai dengan harapan dan dapat memberikan solusi dari masalah yang dihadapi anak jalanan. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan pembentukan perilaku dengan proses penyadaran, tahapan transformasi dengan memberikan pengetahuan serta kecakapan keterampilan serta tahapan peningkatan dengan mengembangkan kecakapan intelektualnya. Dengan tahapan pemberdayaan tersebut dapat mengantarkan seseorang untuk dapat menciptakan kemandiriannya.


(33)

2. Tinjauan Anak Jalanan a. Pengertian Anak jalanan

Pengertian anak jalanan pada adalah anak-anak yang marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. (Istikhomah, 2012:30). Sedangkan pengertian Tumorang (2011:16) Anak jalanan didefinisikan sebagai anak yang berumur dibawah 18 tahun yang menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk beraktifitas di jalanan.

Departemen sosial dalam Muhsim Kalida (2005: 11) mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Pengertian ini mengandung beberapa unsur yaitu: anak, menghabiskan sebagian besar waktunya, mencari nafkah atau berkeliaran, dan jalanan atau tempat lainnya. Anak jalanan yang berbeda dengan dunia anak yang lain, mereka di pandang memiliki kesan yang negatif oleh masyarakat karena kehidupan dalam keseharian di jalanan. Masyarakat beranggapan bahwa cara mereka bertahan hidup di jalanan adalah sebagai pembuat onar, suka mencuri dan terlihat sangat kumuh.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang termaginalkan karena mengalami proses dehumanisasi. Anak-anak jalanan tersebut berusia 18 tahun, yang usianya masih dalam pengawasan orang tua namun mereka harus bertahan hidup dengan menghabiskan waktunya di jalanan untuk mencari nafkah, berkeliaran ataupun beraktifitas di jalanan. Mereka memiliki cara hidup yang berbeda dengan anak pada umumnya, sehingga masyarakat menilai negatif terhadap anak jalanan.


(34)

b. Karakteristik Anak Jalanan

Sanituti dan Suyanto (1999) menyatakan bahwa penyebab anak jalanan adalah karena kesulitan ekonomi keluarga, ketidak-harmonisan keluarga, suasana lingkungan yang mendukung anak-anak untuk meninggalkan rumah, lingkungan pergaulan, serta rayuan kenikmatan akan kebebasan untuk menikmati kehidupan di jalanan.

Menurut Bagong dan Sri (2002:41) secara garis besar anak jalanan di bedakan menjadi 3 kelompok :

1) Children on the street, adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

2) Children of the street, adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.

3) Children in the street atau children from the families of the street, adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.”

Selain ciri-ciri untuk mengenali anak jalanan yaitu berdasarkan hasil yang di susun peserta lokakarya Nasional Anak Jalanan diselenggarakan Departemen Sosial bulan Oktober 1995 (Departemen Sosial:3-4) adalah sebagai berikut :

1) Usia berkisar 6-18 tahun.

2) Intensitas hubungan dengan keluarga.

a) Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali tiap hari. b) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat berkurang, misalnya

hanya seminggu sekali.

c) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga. d) Waktu yang di habiskan banyak di jalanan.

3) Tempat tinggal.

4) Tinggal bersama dengan orang tua.


(35)

6) Tidak mempunyai tempat tinggal tetap.

7) Aktivitas anak jalanan, seperti penyemir sepatu, pengasong, menjajakan Koran, pemulung, pengamen kuli, dan penjual jasa.

8) Sumber dana untuk melakukan kegiatan, antara lain berasal dari : modal sendiri, modal kelompok, modal majikan, dan modal bantuan.

9) Permasalahan yang biasa dialami oleh anak jalanan, yaitu korban eksploitasi, rawan kecelakaan, razia petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindak kriminal, dan ditolak masyarakat/lingkungan

10) Kebutuhan anak jalanan : rasa aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha, pendidikan, bimbingan ketrampilan, gizi dan kesehatan serta hubungan yang harmonis dengan orang tua, keluarga dan masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6-18 tahun yang memutuskan untuk tidak lagi tinggal bersama orang tuanya. Permasalahan yang biasa dialami anak jalanan adalah suasana lingkungan yang tidak mendukung serta pergaulan yang tidak ada batasnya serta adanya kebebasan untuk mereka hidup dijalanan.Oleh Karena itu mereka berada di jalanan untuk melakukan aktivitas ekonomi yang membantu mereka untuk tetap bertahan hidup.

c. Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan

Modul pedoman sosial anak jalanan korban eksploitasi ekonomi yang ditulis oleh Departemen Sosial RI (2006:11-13) pemahaman anak jalanan perlu dilakukan secara komprehensif tentang keberadaannya termasuk mengapa ia menjadi anak jalanan. Oleh karena itu, diperkirakan ada beberapa faktor yang diindikasikan sebagai penyebab munculnya fenomena anak jalanan sebagai berikut :

1) Urbanisasi (Rural-Urban Migration)

Permasalahan anak jalanan korban eksploitasi ekonomi adalah sebagian besar dari anak-anak daerah bermigrasi ke kota-kota besar dengan beberapa alasan.


(36)

a) Secara geografis daerah asal mempunyai keterbatasan system sumber yang dapat dijadikan potensi daerah untuk mengembangkan sosial ekonomi masyarakat.

b) Bermigrasi ke kota karena kemampuan ekonomi keluarga yang terbatas, tidak dapat memenuhi kebutuhan anak tersebut, sehingga mereka mencoba mencari tempat lain yang dapat memenuhi kebutuhannya.

c) Rutinitas dan aktivitas anak yang monoton di daerah tersebut membuat bosan, dengan kondisi tersebut berpindah ke tempat lain dengan tujuan mencari suasana baru.

d) Minimnya akses pelayanan seperti, sarana pendidikan yang terbatas, kurangnya fasilitas bermain anak.

e) Ajakan dari teman, korban keretakan rumah tangga, di ajak kerabat atau korban penculikan.

2) Ketidakberuntungan Ekonomi

Anak jalanan korban eksploitasi ekonomi juga banyak yang berasal dari keluarga miskin atau kurang mampu.Terkadang orang tua untuk memuluskan modusnya menjadikan anak sebagai alat untuk memperoleh hasil uang yang banyak.Selain itu ada keluarga miskin, dengan alas an ekonomi memperjualbelikan anaknya untuk menjadi budak, oleh sindikat perdagangan manusia, dan mereka dipaksa untuk mengemis atau dipekerjakan di jalan.

3) Melemahnya Fungsi dan Peranan Keluarga

Masalah anak jalanan korban eksploitasi ekonomi dipicu oleh beberapa aspek penting didalam kelujarga antara lain :


(37)

a) Bergesernya fungsi dan peran orang tua, dimana anak dipandang sebagai asset ekonomi keluarga, sehingga anak dijadikan untuk produksi dengan dalil menutupi kebutuhan dan meringankan beban keluarga.

b) Kurangnya perhatian orang tua/keluarga terhadap anak, ankibatnya ank terpengaruh oleh lingkungan sekitar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor munculnya anak jalanan di karenakan ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak sehingga anak di pekerjakan agar memperoleh penghasilan sendiri. Minimnya akses pendidikan sehingga anak bermigrasi di kota besar tanpa memiliki suatu ketrampilan dan hidup di jalanan dijadikan sebagai penghidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3. Tinjauan Pendampingan Seni Musik sebagai Upaya Pemberdayaan a. Pengertian Pendampingan

Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Istilah pendampingan berasal dari kata “damping” yang berarti memberikan pembinaan dengan menganggap posisi yang didampingi sejajar dengan pendamping (tidak ada kata atasan atau bawahan).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 291), istilah damping berarti dekat; karib; rapat. Pendampingan adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan dimana antara kedua belah pihak (pendampingan dan yang di damping) terjadi kesetaraan, kemitraan, kerjasama, kebersamaan tanpa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam.Sedangkan dalam Kamus


(38)

Bahasa Indonesia (2008:291) yang dimaksud pendamping adalah orang yang mendampingi.

Menurut Istiningsih (2008:85) menyatakan bahwa :

“Pendampingan adalah suatu kegiatan yang disengaja dilaksanakan secara sistematis dan sesuai aturan karena pembelajaran tersebut terjadi di tempat kerja, dan pekerjaannya sesuai dengan apa yang dikerjakan. Dalam hal ini pendampingan dapat dilaksanakan sesuai rencana dalam prosesnya tidak terjadi masalah yang mengambat jalannya pelaksanaan pendampingan. Perlu adanya proses perencanaan yang matang agar tujuan sesuai dengan apa yang di kehendaki.”

Sedangkan Menurut Totok S. Wirya Saputra (2006:57) bahwa Pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan antara pendamping dan orang yang didampingi. Dalam proses pendampingan akan memunculkan interaksi yang dapat memunculkan gagasan maupun jalan keluar ketika menghadapi masalah.

Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa pengertian pendampingan adalah memberikan pembinaan dengan menggangap posisi yang sejajar dengan pendamping sehingga kedua belah pihak terjadi kesetaraan dan kerjasama. Sehingga kegiatan pendampingan tersebut memunculkan interaksi antara pendamping dengan yang didampingi tanpa ada batas. Di dalam perencanaan ini dapat dilaksanakan perencanaan agar proses pembinaan dapat berjalan sesuai tujuan dan memunculkan gagasan maupun jalan keluar dalam menghadapi masalah.

b. Tujuan Pendampingan

Dalam melakukan suatu kegiatan pendampingan harus mempunyai tujuan yang terencana agar dapat berjalan dengan lancar seperti yang


(39)

diharapkan.Pendampingan bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang yang bermasalah dari latar belakang dan kehidupan sosialnya. Menurut Juni Thamrin (1996:89) Tujuan umum pendampingan adalah meningkatkan motivasi, kemampuan dan perantara anak jalanan dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan anggotanya. Menurut (Depsos, 2008 : 2-3). Adapun tujuan khusus pendampingan adalah :

1) Meningkatkan kemampuan anggota dalam menemukan permasalahan, potensi, dan sumber daya yang ada dilingkungannya.

2) Meningkatkan kemampuan anggota dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pemecahan masalah kesejahteraan sosial.

3) Meningkatkan akses terhadap lapangan kerja pelayanan sosial. 4) Terpenuhinya kebutuhan dasar.

Berdasarkan tujuan pendampingan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendampingan memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan pendampingan adalah mengubah perilaku seseorang yang bermasalah dengan latar belakang sosialnya. Dengan memberikan motivasi kepada anak jalanan agar dapat mencapai kesejahteraan hidupnya, serta dapat meningkatkan kemampuan untuk menemukan permasalahan, potensi yang ada dilingkungannya agar terpenuhi kebutuhn dasarnya.

c. Peran Pendamping

Menurut Depsos (2007:13) dalam penanganan anak, peranan pendamping sangatlah dibutuhkan.Peran yang dimiliki harus mencerminkan prinsip metode


(40)

pekerjaan sosial. Adapun berbagai peranan yang dapat ditampilkan oleh para pendamping antara lain :

1) Pembela (Advocator)

Pendamping melakukan pembelaan pada penerima manfaat yang mendapatkan perlakuan tidak adil.Pendamping sebagai pembela pada dasarnya berfokus pada anak, mendampingi penerima manfaat, mengembangkan peranan, tugas dan system yang berlaku, serta melakukan advokasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.

2) Mediator (Mediator)

Pendamping berperan sebagai penghubung penerima manfaat dengan system sumber yang ada baik formal maupun informal.

3) Pemungkin (Enaber)

Pendamping berperan memberikan kemudahan kepada penerima manfaat untuk memahami masalah, kebutuhan, potensi yang dimilikinya, dan mengembangkan upaya penyelesaian masalah.

4) Pemberi Motivasi (Motivator)

Pendamping berperan memberikan rangsangan dan dorongan semangat kepada penerima manfaat untuk bersikap positif, sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

5) Tahap-tahap Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan

Dalam suatu pendampingan di Rumah Singgah harus memiliki tahap-tahap pelaksanaan pendampingan agar lebih terperinci dan mudah untuk dipahami.Keberhasilan suatu pendampingan tidak terlepas dari pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh pendamping. Menurut Adi (2003:


(41)

250-258) secara umum ada beberapa tahapan, tahapan itu mencakup sebagai berikut :

a) Tahapan Persiapan

Tahap ini mencakup tahap penyiapan petugas (yang dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antar anggota tim agen perubah mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dan penyiapan lapangan, yang bertugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal.

b)Tahap Assesment

Mencakup proses pengidentifikasian masalah (kebutuhan yang dirasakan/felts needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien dalam hal ini adalah anak jalanan.

c) Tahap Perencanaan Alternatif Program atau kegiatan

Tahap ini agen perubahan secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.

d) Tahap Pemformulasi Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubahan (community worker) membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. e) Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program atau Kegiatan

Merupakan tahap pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat dalam bentuk program dan kegiatan secara bersama-sama oleh masyarakat/kelompok dampingan.


(42)

f) Tahap Evaluasi

Merupakan proses pengawasan dari warga dan prtugas terhdap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat dan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.

g) Tahap Terminasi

Merupakan tahap “pemutusan” hubungan secara formal dengan komunitas sasaran.

4. Tinjuan Seni Musik a. Pengertian Seni

Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa seni adalah sesuatu yang indah atau mempunyai nilai estetika. Kata seni dalam bahasa sansekerta adalah “Sani” yang berarti persembahan, pelayanan, pemberian, yang kesemuanya tersebut berhubungan dengan keagamaaan yaitu keperluan sesaji untuk dewa-dewi.Sedangkan dalam bahasa Jawa Kuno terdapat kata “Sanidya” yang artinya pemusatan pemikiran.

Bahasa Indonesia mengartikan seni sebagai kecakapan batin atau akal yang luar biasa yang dapat menciptakan sesuatu yang luar biasa. Diartikan pula sebagai kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.

Menurut Sumardjan (1980:19) :

“Seni adalah kemamapuan seseorang atau kelompok orang untuk menciptakan berbagai implus yang melalui satu unsur panca indera atau juga melalui kombinasi dari berbagai unsur panca indera, menyentuh rasa halus manusia lain disekitarnya sehingga lahir penghargaan terhadap implus tadi.”


(43)

Menurut Soedarso (1990:4) menyatakan Seni merupakan kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realitas (kenyataan) dalam suatu karya berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan suatu pengalaman tertentu dalam rohani si penerimanya. Realitas atau kenyataan yang sedang berlangsung di masyarakat sangat berpengaruh pada hasil karya seni yang akan muncul. Sebagai bagian dari kebudayaan, seni merupakan penjelmaan dari keinginan manusia untuk memberikan ungkapan perasaannya ke dalam karya yang arsitik.

Dari berbagai pengertian diatas dapat kesimpulan bahwa seni merupakan ekspresi atau perasaan dari pencipta yang menghasilkan sebuah karya yang arsitik yang di pengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat. b. Pengertian Musik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988:766), musik disebut juga ilmu atau seni yang menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.

Menurut Banoe (2003) musik berpendapat

“Musik yang berasal dari kata muse yaitu adalah salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu dewa seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa musik merupakan cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan di pahami oleh manusia.”

Musik memiliki arti sempit yang ditulis pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), yaitu nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi).


(44)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa musik merupakan suara yang mudah dipahami oleh seseorang dengan membentuk irama atau nada yang membentuk lagu dan bagus untuk di dengar.Musik adalah seni yang yang yang di buat oleh manusia berdasarkan fikiran manusia sebagai pengungkapan ekspresi diri yang dapat menginspirasi agar berkembang menjadi sebuah musik yang indah.

c. Pengertian Alat Musik

Alat musik adalah suatu instrument yang dibuat atau dimodifikasi untuk tujuan menghasilkan musik. Pada prinsipnya, segala sesuatu yang memproduksi suara, dan dengan cara tertentu bisa diatur oleh musisi, dapat disebut sebagai alat musik. Walaupun demikian, istilah ini umumnya diperuntukkan bagi alat yang khusus di tujukan untuk musi. Sedangkan bidang ilmu yang mempelajari alat musik disebut organologi. Jenis alat musik ini dibagi menjadi empat kelompok, pengelompokan ini berdasarkan pusat sumber bunyi yang menghasilkan suara atau nada, kelima kelompok tersebut adalah :

1) Idiofon adalah alat musik yang sumber bunyinya berasal dari bahan dasarnya. Contoh : drums, angklung, kulintang, kabasa, dan lain-lain.

2) Aerofon adalah alat musik yang sumber bunyinya berasal dari hembusan udara pada rongga. Contoh : flute, terompet, harmonica, trombone.

3) Chordofon adalah alat music yang sumber bunyinya berasal dari dawai. Contoh : bass, gitar, biola, sitar, piano, kacapi, dan lain-lain.

4) Membranofon adalah alat music yang sumber bunyinya dari selaput atau membrane. Contoh : tifa, drum, kendang, rebana dan lain-lain.


(45)

5. Tinjauan Dampak Program a. Pengertian Dampak Program

Dampak merupakan suatu akibat yang ditimbulkan oleh perilaku atau tindakan dari atau ditujukan bagi individu maupun kelompok. Menurut KBBI (2005:234), dampak berarti benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif ataupun positif). Menurut Aulia (2013:13), dampak merupakan akibat yang didapat dari sebuah pengaruh yang berupa aktivitas.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dampak merupakan akibat dari sebuah pengaruh dari suaatu aktivitas yang positif maupun negatif. Sedangkan program merupakan sebuah kegiatan yang dirancang secara sistematis dan terencana.Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2008:3-4), ada dua pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum.Menurut pengertian secara umum “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Program diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana secara seksama. Sedangkan Farida Yusuf Tayibnapis dalam Eko (2013:8), menyatakan bahwa program sebagai sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh.

Program juga dapat diartikan sebagai serangkaian yang direncanakan dengan seksama dan pelaksanaannya berlangsung secara berkesinambungan. Menurut Eko (2013: 8), terdapat 4 unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu:


(46)

1) Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusundengan pemikiran yang cerdas dan cermat.

2) Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satukegiatan ke kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan sesudahnya.

3) Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baikorganisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatanindividual.

4) Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaanyamelibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan olehperorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian program di atas, dapat disimpulkan bahwa program merupakan kegiatan yang dirancang dengan seksama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dampak program akibat dari sebuah pengaruh dari suaatu aktivitas yang positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang telah direncanakan dengan seksama. Dampak yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dampak positif yang dihasilkan oleh kegiatan pendampingan seni musik yang diselnggarakan oleh Rumah Singgah Hafara Yogyakarta.

b. Dampak Program Pendampingan Seni Musik

Dampak program yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan akibat positif yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yaitu program pemberdayaan anak jalanan dalam pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara Bantul Yogyakarta. Menurut Aulia (2013:13), suatu program yang telah dilaksanakan


(47)

akan memberikan hasil dan dampak yang beragam bagi seseorang atau kelompok, khususnya program-program yang dilaksanakan di lingkungan anak jalanan menjadi target utama dalam menentukan keberlanjutan program kedepannya. Program pendampingan seni musik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan anak jalanan.

Pemberdayaan merupakan usaha untuk mengembangkan kemampuan dan potensi meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan guna untuk memenuhi kebutuhan sendiri serta memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain. Menurut Edi (2010:59), pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau kebudayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu: masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kehidupan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan anspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Hasil dari program pemberdayaan tersebut berjalan dengan baik atau tidak tergantung pada pelaksanaan dan respon dari masyarakat itu sendiri. Sedangkan dampak yang ditimbulkan sangat beragam baik berupa dampak positif maupun negatif. Berdasarkan konsep pendidikan kecakapan hidup, yaitu:


(48)

1) Kecakapan akademik, mencakup kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu(identififying variables and describing relationship among them),merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructinghypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untukmembuktikan suatu gagasan atau keingintahuan. Indikator darikecakapan akademik ini yaitu adanya rasa ingin tahu, memilikikesadaran dan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri, kecakapanberpikir secara alamiah, melakukan penelitian, dan percobaan denganpendekatan ilmiah.

2) Kecakapan rasional, mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir rasional (thinking skill). Kecakapan personal meliputi peningkatan rasa percaya diri, berpikir rasional, memiliki konsep diri, dan mampu mengaktualisasikan dirinya.

3) Kecakapan sosial, mencakup kecakapan berkomunikasi (communicationskill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill) dan tanggungjawab sosial. Kecakapan sosial sangat diperlukan dalam hidupbermasyarakat. Selain kecakapan berkomunikasi dan bekerjasama,kecakapan ini juga meliputi bertenggang rasa dan kecakapan dalamberinteraksi dengan orang lain.

4) Kecakapan vokasional, terkait dengan bidang pekerjaan yang lebihmemerlukan keterampilan motorik. Selain pengertian tersebut vokasionallife skill seringkali disebut dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yangterdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional yang dimiliki olehmasing-masing


(49)

individu berbeda-beda sesuai dengan bidang pekerjaandan kebutuhannya. Kecakapan vokasional seperti bidang jasa(perbengkelan, jahit-menjahit, salon dan lainnya) dan bidang produksibarang, home industri, peternakan, pertanian, dan perkebunan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dampak program pendidikan kecakapan hidup meliputi perubahan dari empat kecakapan yang sudah dijelaskan di atas meliputi kecakapan personal, kecakapan akademik, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional.

6. Tinjauan Rumah Singgah a. Pengertian Rumah Singgah

Dalam upaya mengatasi permasalahan anak jalanan, salah satunya adalah dengan memberikan pelayanan sosial bagi anak jalanan. Pelayanan sosial bagi anak jalanan merupakan proses pemberian pelayanan, perlindungan, pemulihan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak jalanan agar memperoleh hak-hak dasarnya yakni untuk tumbuh dan berkembang, melangsungkan hidupnya, mendapatkan perlindungan, maupun partisipasi (Depsos RI, 2005:6). Dalam upaya pelayanan sosial tersebut, pemerintah menggunakan berbagai pendekatan, antara lain sebagai berikut :

1) Center based

Merupakan pendekatan untuk mengatasi permasalahan anak jalanan dengan membuat penampungan, tempat perlindungan atau tempat tinggal yang berifat sementara.Salah satu pendekatan ini adalah rumah singgah, rumah singgah menyediakan fasilitas sarana prasarana bagi anak jalanan.Dalam rumah singgah tersebut anak jalanan bisa mendapatkan pelayanan, baik untuk pendidikan maupun kesejahteraannya.Kegiatan pelayanan tersebut biasanya dilakukan dalam kurun waktu tertrntu, sampai mencapai yang di harapkan.


(50)

2) Street based interventions

Merupakan pendekatan yang dilakukan langsung ke jalanan atau langsung di tempat anak jalanan berada.Tujuan pendekatan ini yakni untuk mengenal, mempertahankan relasi komunikasi, serta mendampingi anak.Dalam pendekatan ini dilakukan kegiatan seperti konseling, diskusi, permainan, dan lain-lain. Street based interventions ini berorientasi pada menangkal pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan jalanan dan membekali anak jalanan.

3) Family and Community based strategy

Merupakan pendekatan yang melibatkan keluarga serta masyarakat tempat tinggal anak jalanan dengan memperhatikan sumber gejala munculnya anak jalanan. Family and Community based strategy mengarah pada upaya membangkitkan kesadaran, tanggung jawab, partisipasi, karena keluarga dan masyarakat merupakan lingkungan pertama yang membentuk kepribadian anak. Melalui pendekatan ini, dilaksanakan upaya pelayanan sosial keluarga dan sosialisasi masyarakat yang bertujuan mencegah anak kembali ke jalanan serta mendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak.

Dari berbagai pendekatan ini rumah singgah merupakan tempat alternatif pelayanan sosial bagi anak jalanan dan terlantar. Dalam rumah singgah tersebut anak jalanan mendapatkan fasilitas sarana prasarana serta berbagai layanan, baik layanan pendidikan, pengembangan diri melalui ketrampilan maupun layanan kesejahteraan sosial.

b. Tujuan Rumah Singgah

Widiasih Pujiastuti (1999:13-14) menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan rumah singgah terdapat dua macam tujuan, antara lain :

1) Tujuan umum rumah singgah yakni: memberikan bantuan kepada anak jalanan dalam mengatasi permasalahan mereka, menemukan alternative untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka serta, membantu mereka untuk mendapatkan ketrampilan untuk hidup. Dalam tujuan umum pendirian rumah singgah ini terdapat tiga unsur, ketiga unsur tersebut antara lain : Prinsip tersebut bermakna bahwa anak jalanan merupakan mitra atau partner dalam bekerja, yakni dalam pencapaian tujuan rumah singgah, tidak terkecuali pada pelayanan pendidikan.

a) Dalam tujuan umum ini terdapat prinsip working with children atau bekerja dengan anak, bukan bekerja untuk anak. Dalam prinsip ini,


(51)

umum rumah singgah, yakni mengajak anak jalanan untuk meningkatkan harga diri dan mengembangkan potensi mereka.

b) Pengembangan dan pelatihan pada anak jalanan, agar mereka dapat memahami permasalahan yang menimpanya dan menemukan solusinya. c) Terdapat hubungan yang sejajar antara anak jalanan dan pekerja sosial

yang memberikan mereka layanan.

2) Tujuan Khusus penyelenggaraan rumah singgah antara lain sebagai berikut:

a) Membentuk kembali sikap serta perilaku anak jalanan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

b) Mengupayakan anak jalanan kembali pada keluarganya atau rumahnya jika memungkinkan atau ke panti serta lembaga pengganti lainnya jika perlu.

c) Memberikan alternatif pelayanan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak jalanan.

d) Membantu mempersiapkan masa depan anak jalanan dengan alternatif layanan yang telah disediakan, salah satunya yakni dengan pendidikan dan pemberian ketrampilan.

c. Prinsip-prinsip Rumah Singgah

Prinsip rumah singgah disusun sesuai dengan karakteristik pribadi maupun kehidupan anak jalanan untuk memenuhi fungsi dan mendukung strategi.

Menurut Zulfadli (2004) Prinsip rumah singgah adalah :

1) Semi institusional yaitu anak jalanan sebagai penerima pelayanan boleh bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara maupun hanya mengikuti kegiatan.

2) Pusat kegiatan yaitu rumah singgah merupakan tempat kegiatan, pusat informasi dan akses semua kegiatan yang dilakukan didalam maupun diluar rumah singgah.

3) Terbuka 24 jam yaitu anak jalanan boleh datang kapan saja.

4) Hubungan informasi dalam rumah singgah bersifat informal seperti perkawanan dan kekeluargaan.

5) Bermain dan belajar.

6) Persinggahan dari perjalanan ke rumah atau ke alternative lain. Rumah singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan menuju situasi yang dipilih dan ditentukan oleh anak.

Pelayanan kepada anak jalanan dapat diberikan melalui berbagai bentuk kegiatan, baik yang berupa pelatihan ketrampilan, pendidikan, pemberian modal


(52)

dan lain-lain. Rumah singgah tentunya memiliki beberapa prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan.

Menurut Departemen Sosial RI (1999:29) prinsip-prinsip pelayanan meliputi :

1) Prinsip pencegahan

Pada prinsip pencegahan ini, anak jalanan yang terlanjur ke jalanan diupayakan ditarik kembali kepada keluarganya dan anak-anak yang masih tinggal dengan keluarganya diupayakan jangan sampai ke jalanan.Untuk mengatasi penyebabnya, diselenggarakan program pemberdayaan keluarga dan bagi anak sendiri, diberikan modal dan beasiswa yang masih sekolah. 2) Prinsip penyembuhan

Prinsip penyembuhan ditujukan kepada anak jalanan yang memiliki perilaku menyimpang.Bersama pekerja sosial, anak diharapkan belajar untuk terlibat dalam memahami masalah, merencanakan dan melaksanakan penaganannya.Anak dilatih bertanggung jawab dan memecahkan masalahnya.

3) Prinsip pengembangan

Anak jalanan memiliki potensi, aspirasi, inisiatif, daya tahan yang kuat, kemauan keras, dan tidak putus asa.Dalam prinsip pengembangan ini, anak bersama pekerja sosial mengembangkan potensinya untuk mengatasi masalah dan berguna bagi masa depannya.

d. Tahapan-tahapan Pelayanan Rumah Singgah

Menurut Departemen Sosial RI (1999:34) menjelaskan beberapa tahapan Rumah Singgah sebagai berikut :

1) Tahap Penjangkauan

Pada tahap ini, para pelaksana turun ke jalanan untuk bertemu dan berkenalan dengan anak jalanan yang berada di kantong sasaran. Adapun kegiatan-kegiatan dalam tahap ini meliputi :

a) Berkenalan dengan anak jalanan.

b) Mengindentifikasi anak jalanan secara kelompok seperti : jenis kegiatan, asal daerah, kebiasaan di jalanan dll.

c) Pembentukan kelompok-kelompok di jalanan.

d) Mensosialisasikan manfaat Rumah Singgah kepada anak jalanan. 2) Tahap Problem Assessment

Pada tahap ini anak jalanan yang sudah dikenal di motivasi untuk dating ke Rumah Singgah. Kegiatan dilakukan antara lain:


(53)

b) Pengisian fie perkembangan kemajuan anak sesuai perubahan-perubahan yang terjadi pada anak.

3) Tahap Persiapan Pemberdayaan

Pada tahap ini anak jalanan dipersiapkan untuk menerima pelayanan, kegiatan yang utama ialah : Resosialisasi, dimana anak jalanan diperkenalkan tentang perananya di Rumah Singgah. Kegiatan lain dalam tahap ini adalah :

a) Mengadakan bimbingan sosial, baik yang menangani kasus maupun perilaku sehari-hari dengan cara dan metode yang menyenangkan. b) Membuat jadwal pemeriksaan kesehatan setiap bulan.

c) Mengadakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan seperti: permainan, olahraga, kesenian dan lain-lain.

4) Tahap Pemberdayaan

Dalam tahap ini anak jalanan mulai menerima pemberdayaan yang dipilih berdasarkan kemauan sendiri dan diskusi dengan pekerja sosial. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini antara lain :

a) Mengidentifikasi kebutuhan anak satu persatu menurut kebutuhannya. b) Memberikan beasiswa.

c) Memberikan pelatihan ketrampilan.

d) Memantau anak selama memperoleh pelayanan tersebut. 5) Tahap Terminasi (pengakhiran)

Dalam tahap ini anak jalanan sudah selesai menerima pelayanan dan siap dikembalikan kepada keluarganya ataupun lembaga pengganti. Adapun kegiatan tahap terakhir ini adalah :

a) Memberikan pekerjaan kepada anak jalanan. b) Memberikan modal untuk membuka usaha sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Rumah Singgah adalah salah satu tempat pemusatan sementara anak-anak jalanan dimana mereka memperoleh informasi dan ketrampilan untuk dapat memberdayakan anak-anak tersebut. Dengan hal ini adalah cara bagaimana memberdayan anak jalanan agar tidak kembali lagi ke jalanan namun dengan adanya pembinaan di Rumah Singgah memperoleh kehidupan yang lebih baik.

7. Tinjauan Komponen Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran


(54)

sama lain. Dalam hal ini pengertian pembelajaran juga sangat luas, definisi dari beberapa ahli antara lain :

Nasution (Sugihartono. et. al, 2007: 80) mendefiniskan pembelajaran sebagai berikut :

“suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan belajar siswa.”

Sedangkan menurut Achamad Sugandi (2007: 9) menyatakan :

“Pembelajaranmerupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual yang merubah stimuli dari lingkungan seseorang kedaalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk kemampuan kepada si belajar untuk melakukan berbagai penampilan.”

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu aktivitas di lingkungan yang meliputi guru, perpustakaan dan alat perga yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang merubah stimulasi lingkungan yang didalamnya terjadi interaksi yang menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk kemampuan peserta didik.

b. Komponen Pembelajaran

Di dalam pendampingan seni musik terdapat beberapa komponen agar trlaksana sistem pembelajaran yang optimal. Menurut Sugihartono (2007: 28) komponen pembelajaran antara lain :

1) Tujuan Pembelajaran

Tujuan merupakan sasaran akhir dari setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan merupakan sebuah keluaran (output) yang dapat dicapai atau ditingkatkan


(55)

sebagai hasil kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran biasanya memiliki tiga dimensi, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiganya menggambarkan perubahan perilaku peserta didik sebagai akibat dari kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran, biasanya menjadi “keyword” (kata kunci) dalam pemilihan strategi pembelajaran, karena seluruh aktifitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa bersama guru, senantiasa berorientasi pada tujuan. 2) Materi Pelajaran

Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif, terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.

Bahan atau materi pembelajaran mengandung segala pesan yang digunakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Akurasi bahan pembelajaran dapat digunakan untuk mendeteksi apakah tujuan pembelajaran yang dirumuskan telah tercapai atau belum. Seseorang guru yang professional, dituntut untuk memiliki kemampuan menguasai bahan atau materi pembelajaran semaksimal mungkin, agar dia memiliki pembendaharaan dan wawasan luas berkaitan dengan pesan pembelajarannya.

3) Subyek Belajar

Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subyek sekaligus objek. Subjek belajar dalam proses pembelajaran adalah siswa. Siswa dikatakan sebagai subjek karena siswa adalah


(56)

individu yang melakukan proses belajar-mengajar, sedangkan siswa sebagai objek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subjek belajar. Untuk itu dari pihak siswa diperlukan partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Partisipasi aktif subjek belajar dalam proses pembelajaran antara lain dipengaruhi faktor kemampuan yang telah dimiliki hubungannya dengan materi yang akan dipelajari. Oleh karena itu untuk kepentingan perencanaan pembelajaran yang efektif diperlukan pengetahuan guru tentang diagnosis kesulitan belajar dan analisis tugas.

4) Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran guru perlu memilih, model-model pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.

5) Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantupenyampaian pesan pembelajaran. Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran. Sebab media pembelajaran menjadi salah satu komponen pendukung strategi pembelajaran di samping komponen waktu dan metode mengajar. Menurut Suparman (dalam Sugihartono, 2007 : 30 ) media digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain karena: (1) Media dapat memperbesar


(57)

benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi dapat dilihat dengan jelas, (2) dapat menyajikan benda yang jauh dari subjek belajar, (3) menyajikan peristiwa yang komplek, rumit, dan berlangsut cepat menjadi sistematik dan sederhana sehingga mudah diikuti. Untuk meningkatkan fungsi media dalam pembelajaran guru perlu memilih media yang sesuai.

6) Evaluasi

Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran, biasanya dilihat dari hasil evaluasi yang dicapai oleh siswa. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Evaluasi yang baik, yang dilakukan oleh guru yang profesional tidak saja berorientasi pada produk atau hasil (setelah proses pembelajaran), melainakn juga pada awal proses pembelajaran, selama proses pembelajaran, dan pada akhir kegiatan pembelajaran.

Melalui sistem evaluasi seperti ini, segala informasi dan data yang dapat dikumpulkan tentang diri siswa menjadi lebih lengkap, baik dari aspek aktivitas, keseriusan, ketekunan, kerjasama, respon berbagai pertanyaan, kemampuan dialog dan sebagainya dapat didiskripsikan dengan jelas, objektif, empirik serta holistik (menyeluruh). Melalui evaluasi kita juga dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem pembelajaran.

7) Penunjang

Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran dan semacamnya.


(58)

Komponen penunjang berfungsi memperlancar, melengkapi dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran. Sehingga sebagai salah satu komponen pembelajaran guru perlu memperhatikan, memilih dan memanfaatkannya.

B. Penelitian yang Relevan

Dari sekian banyak penelitian yang dilakukan mengenai anak jalanan, berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian yang mengangkat masalah anak jalanan, diantaranya adalah :

1. Hasil penelitian dari Muhammad Arief Rizka (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Pendampingan Anak Jalanan di LSM Rumah Impian Yogyakarta”, mengungkapkan bahwa pola pendampingan anak jalanan di LSM Rumah Impian dilakukan dengan cara pendampingan turun langsung ke jalan, menjalin relasi dengan anak jalanan, melaksanakan pendampingan belajar dan mengadakan tindak lanjut dengan mengembalikan anak jalanan ke sekolah, mengembalikan ke orang tuanya bagi yang terpisah, dan memfasilitasi pelatihan ketrampilan bagi anak jalanan yang memiliki minat tinggi untuk mandiri(bekerja).

2. Hasil penelitian Paulus Whardhana (2008), yang berjudul “Pelaksanaan Program Pelatihan Komputer Bagi Anak Jalanan Di Rumah Singgah Anak Mandiri”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pelaksanaan program pelatihan ketrampilan komputer bagi anak jalanan di Rumah Singgah Anak Mandiri, hasil yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program pelatihan ketrampilan komputer bagi anak jalanan di Rumah Singgah Anak Mandiri, faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan


(59)

program pelatihan ketrampilan komputer bagi anak jalanan di Rumah Singgah Anak Mandiri. (2) faktor pendukung pelatihan anatara lain, minat dan antusiasme peserta dalam mengikuti pelatihan cukup tinggi, peserta pelatihan komputer tidak dipungut biaya. Faktor yang menghambat meliputi: kurang disiplinnya peserta pelatihan dalam mengikuti pelatihan, jalinan komunikasi yang kurang antara penanggung jawab dan tutor pelatihan, tutor sering tidak berangkat mengajar dengan berbagai alasan dan kepentingan dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pelatihan komputer.

3. Hasil Penelitian dari Aditya Kurniawan (2015), dalam penelitiannya yang berjudul “Pemberdayaan Anak Jalanan Usia Sekolah di Rumah Singgah Ahmad Dahlan Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Bentuk pemberdayaan Rumah Singgah Ahmad Dahlan, (2) Dampak untuk anak jalanan paska pemberdayaan, (3) Faktor pendukung dalam pemberdayaan. C.Kerangka Berpikir

Anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 18 tahun dan menghabiskan waktunya untuk berada di jalanan untuk melakukan kegiatan demi memenuhi kebutuhan hidupannya.Secara psikologis anak jalanan adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Anak yang semestinya menjadi tanggung jawab orang tua dengan memperoleh pendidikan dan memiliki hak untuk hidup berkembang, namun pada umumnya mereka berasal dari


(60)

kalangan ekonomi rendah.Selain itu faktor lingkungan dan pergaulan juga sangat berpengaruh.

Salah satu wujud kepedulian terhadap anak jalanan dibentuklah Rumah Singgah Hafara sebagai wadah yang menangani anak jalanan melalui pendampingan seni musik dan memberikan rasa aman dan nyaman kepadaa anak jalanan. Anak jalanan nantinya akan di dampingi oleh pendamping yang akan memberikan ketrampilan seni musik, kemudian adanya pendampingan seni musik akan membantu menumbuhkan potensi yang ada pada anak jalanan melalui seni musik tersebut. Terkait masalah yang mereka miliki hasil atau keluaran dari pendampingan ini nantinya anak jalanan mampu berdaya melalui potensi yang telah di kembangkan dengan tampil untuk bermusik.


(61)

Gambar 1. Kerangka Berpikir Hafara

Output

Pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik Perencanaan

Pelaksanaan

Evaluasi

Proses

Pendampingan seni musik Pendampingan belajar

Outcome Masalah pada Anak Jalanan

Anak jalanan mempunyai rasa percaya diri dalam memiliki


(62)

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian yang dilaksanakan agar dapat memperoleh yang optimal, maka perlu adanya pertanyaan penelitian antara lain :

1. Bagaimana penyelenggaraan pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

a. Bagaimana perencanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

b. Bagaimana pelaksanaan pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

c. Bagaimana evaluasi pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

2. Bagaimana dampak program kecakapan pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

a. Bagaimana kecakapan akademik program pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

b. Bagaimana kecakapan personal program pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

c. Bagaimana kecakapan sosial program pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

d. Bagaimana kecakapan vokasional program pemberdayaan anak jalanan melalui pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara?

3. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat dalam proses pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Melalui penelitian ini di harapkan peneliti dapat menghasilkan data yang bersifat deskriptif guna mengukap sebab dan proses terjadinya di lapangan. Menurut Cholid Nerbuko dan Abu Achmadi (2013: 44) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan mengintepretasikan.

Menurut sugiyono (2012:15) berpendapat bahwa:

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumberdata dilakukan secara purposivedan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi”. Menurut Deddy Mulyana (2008: 150) penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, bagaimana mengubahnya menjadi entitas-entitas kuantitatif.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah untuk menemukan data-data yang ada pada kondisi alamiah dan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia serta dapat menyajikan, menganalisis dan mengintepretasikannya.


(1)

139

Gambar 10. Anak Jalanan berlatih alat musik tradisional


(2)

140

Gambar 12. Anak Jalanan dapat mengembangkan kreaktivitasnya dengan menggunakan drem air untuk dapat memadukan alat musik tradisional

Gambar 13. Anak Jalanan bersemangat dalam mengikuti pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara


(3)

141

Gambar 14. Interaksi peneliti dengan anak jalanan pada saat pendampingan seni musik di Rumah Singgah Hafara


(4)

(5)

(6)