PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA WILAYAH PRAMBANAN SLEMAN.

(1)

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA WILAYAH PRAMBANAN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Nur Fitriyani NIM 09102241036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

Motto

 Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.

(Aristoteles)

 Jangan mengeluh, terus berikan yang terbaik. Karena segala

sesuatunya yang dilakukan dengan upaya terbaik, maka hasilnyapun

akan sangat baik. (Penulis)

 Tanpa doa dan perjuangan orangtuamu kamu bukanlah siapa-siapa.


(6)

PERSEMBAHAN

Atas Karunia Allah Subhanahuwata’alla Skripsi ini dipersembahkan kepada :

1. Almamaterku Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,

khususnya Pendidikan Luar Sekolah,

Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begitu besar.

2. Agama, Nusa dan Bangsa.

3. Ibu Siti Nur Sholikah,

Atas segenap curahan kasih sayangnya serta doa yang tak pernah lupa beliau sisipkan, terima kasih atas segala pengorbanan yang telah diberikan.

4. Saudara-saudaraku, Novi, Didik, Ipah, Kesi, Alya, Iqbal, Aji, Yudha dan juga

kesayanganku Anggit Dwi Swasono. Terimakasih telah menjadi penyemangatku.


(7)

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA WILAYAH PRAMBANAN SLEMAN

Oleh Nur Fitriyani NIM 09102241036

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: (1) Mendeskripsikan factor penyebab seseorang menjadi anak jalanan (2) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan Rumah Singgah dalam memberdayakan anak jalanan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara, dan anak jalanan yang mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Rumah Singgah Girlana Nusantara.. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan. Trianggulasi yang digunakan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan berbagai sumber/ narasumber dalam mencari informasi yang dibutuhkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) factor penyebab seseorang lebih memilih hidup dan bekerja di jalan adalah factor ekonomi yang berhubungan dengan kemisikinan, factor ingin bebas dan factor tuntutan gaya hidup. (2) Program Pemberdayaan yang dilakukan oleh Rumah Singgah Girlan Nusanatara dalam memberdayakan anak jalanan meliputi bidang pendidikan yang mencakup pkbm dan beasiswa, bidang vocational training dengan pemberian pelatihan ketrampilan, bidang kesehatan, bidang advokasi yang mencakup layanan hukum, pernikahan dan adopsi, serta pemberian modal usaha bagi anak jalanan

Kata kunci: Pemberdayaan, anak jalanan, Pemberdayaan anak jalanan di Rumah


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemberdayaan Anak Jalanan Di Rumah Singgah Girlan Nusantara Wilayah Prambanan Sleman. Skripsi ini disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan

kemudahan sehingga studi saya lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya lancar.

3. Bapak Luthfi Wibawa M.Pd selaku Ketua Jurusan dan Dr.Iis Prasetyo M.M

selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran di dalam proses penelitian ini.

4. Ibu SW. Septiarti, M. Si selaku pembimbing yang berkenan mengarahkan dan

membimbing skripsi saya hingga akhir.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL ...

PERSETUJUAN ………. SURAT PERNYATAAN ………... HALAMAN PENGESAHAN ... MOTTO ………... PERSEMBAHAN ………... ABSTRAK ………... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ……….. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Identifikasi Masalah ... C. Batasan Masalah ... D. Rumusan Masalah ... E. Tujuan Penelitian ... F. Manfaat Penelitian ... G. Batasan Istilah ... BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori ... 1. Pengertian Pemberdayaan ... 2. Pemberdayaan anak jalanan ... 3. Kajian Tentang Anak Jalanan...

4. Kajian Tentang Rumah Singgah ………..

B. Penelitian yang Relevan ... C. Kerangka Berpikir ... D. Pertanyaan Penelitian ... BAB III METODE PENELITIAN.

A. Pendekatan Penelitian ... I ii iii iv v vi vii xiii x xiii xiv xv 5 6 6 6 6 7 8 8 9 12 18 29 30 31 33 34


(11)

B. Setting Penelitian ... C. Subyek Penelitian ... D. Metode Pengumpulan Data ... E. Instrumen Penelitian ... F. Teknik Analisis Data ... G. Keabsahan Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian...

1. Deskripsi Rumah Singgah Girlan Nusantara………..

2. Deskripsi Lembaga Rumah Singgah………

3. Visi dan Misi Rumah Singgah ………

4. Tujuan Rumah Singgah Girlan Nusantara ………..

5. Kemitraan Rumah Singgah ...

6. Deskripsi Anak Jalanan Binaan Girlan Nusantara………

B. Hasil Penelitian

1. Faktor Penyebab sebagian anak lebih memilih hidup dan

bekerja di jalan ...

2. Bentuk kegiatan Rumah Singgah Girlan Nusantara dalam

memberdayakan anak jalanan...

C. Pembahasan

1. Factor penyebab sebagian anak lebih memilih hidup dan

bekerja di jalan ...

2. Bentuk kegiatan Rumah Singgah Girlan Nusantara dalam

memberdayakan anak jalanan... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ……...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN... 34 34 35 37 37 38 40 40 40 42 43 44 45 46 49 60 66 75 76 77 79


(12)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Susunan Pengurus Rumah Singgah Girlan Nusantara ………

Tabel 2. Responden Penelitian………... Tabel 3. Daftar anak jalanan dan kegiatan yang diikuti ……… Tabel 4. Mitra Kerja Rumah Singgah Girlan Nusantara ………...

41 44 61 67


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pedoman Observasi………...

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ………. Lampiran 3. Pedoman Wawancara untuk pengelola Rumah

Singgah……… Lampiran 5. Analisis Data... Lampiran 6. Catatatan lapangan……….. Lampiran 7. Subyek Penelitian ... Lampiran 8. Surat-surat... ...

80 81 82 84 90 85 105


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Badan Pusat Statistik mencatat angka pengangguran di Yogyakarta pada Agustus 2015 mencapai

80.245 orang (http://bps.go.id). Jumlah pengangguran tertinggi terletak di

Kabupaten Sleman dengan jumlah 34.601 orang. Pengangguran ini didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 1.310 orang dan tingkat pendidikan S1 sebanyak 1.690 orang. Keadaan masyarakat yang menganggur mengakibatkan roda perekonomian tidak berputar sebagaimana mestinya. Ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan ini merupakan suatu masalah yang mendasar untuk meningkatkan taraf kehidupan yang layak di masa mendatang. Kesulitan ini juga berimbas pada pendidikan anak, terutama karena biaya pendidikan yang mahal.

Kondisi yang demikian ini memaksa kepala keluarga untuk bekerja keras, mereka mengupayakan segala cara untuk dapat menopang kehidupan mereka. Salah satu hal yang dilakukan adalah mempekerjakan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, banyak anak yang kemudian putus sekolah demi membantu perekonomian keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miiki menyebabkan mereka tidak mampu mencari pekerjaan yang layak. Salah satu pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian khusus adalah mengamen atau menjadi penyemir sepatu. Pada umumnya, anak yang bekerja di jaalan berada pada usia sekolah, usia


(16)

produktif, namun disisi lain mereka tidak bias meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan di jalan (Widagdo, 2010:17). Banyaknya anak yang bekerja dan bermain di jalanan ini menyebabkan timbulnya anak jalan.

Anak jalanan adalah anak yang biasa hidup dan bekerja di jalanan. Bagong Suyanto (2010 : 185) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relative dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat. Tak bisa dipungkiri, bahwa anak jalanan belakangan telah menjadi fenomena sosial yang sangat penting dalam kehidupan kota besar. Kehadiran mereka seringkali dianggap sebagai cermin kemiskinan kota. Di mata sebagian anggota masyarakat, keberadaan anak jalanan hingga kini masih dianggap sebagai “limbah” kota yang harus disingkirkan. Keberadaan mereka dirasakan menggangu kenyamanan dan keamanan berlalu lintas dan sering kali dituduh melakukan tindakan kriminal, seperti mencopet atau menodong. Anak jalanan juga kerap mendapatkan tindak kekerasan, fisik maupun psikis

Menurut Widagdo dalam buku Situasi Sosial Anak Jalanan Kota Semarang, ada beberapa faktor pendorong anak turun ke jalan, yaitu :

1. keadaan ekonomi keluarga,

2. ketidakserasian dalam keluarga,

3. adanya kekerasan atau perlakuan yang salah terhadap anak,

4. kesulitan hidup di kampung anak melakukan urbanisasi mengikuti

orang dewasa.

Pada umumnya anak-anak yang turun ke jalan berada pada usia produktif dan usia sekolah. Mereka mempunyai kesempatan yang sama seperti anak


(17)

yang lain, sebagai warga negara mereka berhak mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa meninggalkan kebebasan mereka mencari penghasilan di jalan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2012 mencatat jumlah anak jalanan yang tersebar di DIY mencapai 407 anak. Untuk daerah sleman, anak jalanan tersebar dengan komposisi daerah Gamping mencapai 15 orang, Kalasan 4 orang, Minggir 4 orang, Mlati 7 orang, Moyudan 1 orang, Ngemplak 3 orang, Prambanan 33 orang, Depok 16 orang dan di daerah Sleman mencapai 8 orang. Banyaknya jumlah anak jalanan di DIY membuat sejumlah pihak, baik LSM, maupun pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menangani kasus anak jalanan. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Perda Provinsi DIY nomer 6 tahun 2011 tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan pasal 6 menyebutkan bahwa perlindungan anak dijalan bertujuan untuk:

1. mengentaskan anak dari kehidupan di jalan

2. menjamin pemenuhan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; dan

3. memberikan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan,

demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Sesuai dengan Perda diatas, salah satu upaya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinas Sosnakertrans) dalam menangani masalah anak jalanan adalah pendirian rumah singgah. Rumah singgah dianggap perlu oleh sejumlah pihak karena melalui rumah singgah anak jalanan dapat belajar


(18)

bersosialisasi terhadap sistem nilai dan norma layaknya kehidupan pada umumnya. Rumah singgah merupakan tahap awal bagi anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya. Salah satu tujuan rumah singgah adalah memberikan alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif. Melalui rumah singgah diharapkan anak jalanan dapat menemukan cara memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus berada di jalanan.

Salah satu rumah singgah yang masih aktif menangani kasus anak jalanan hingga sekarang adalah Rumah Singgah Girlan Nusantara. Rumah singgah yang terletak di Jln. Prambanan-Piyungan Ledoksari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman ini telah berdiri sejak 29 Agustus 1993. Jumlah anak jalanan yang bernaung di bawah binaan Girlan Nusantara hingga tahun 2015 kemarin tercatat sekitar 2000 anak. Girlan Nusantara menganggap bahwa anak jalanan adalah anak yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus dan tidak boleh tersisihkan. Oleh karena itu Girlan mempunyai program pemberdayaan anak jalanan yang dianggap mampu memberikan taraf penghidupan yang lebih baik bagi anak jalanan. Upaya pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan Girlan Nusantara adalah pemberian berbagai bentuk ketrampilan serta pelatihan dan penyuluhan. Penyelenggaraan berbagai kegiatan pelatihan ini merupakan bentuk kerjasama Girlan Nusantara dengan pihak Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan serta pihak-pihak terkait.

Banyak LSM ataupun lembaga yang berupaya menangani kasus anak jalanan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat memberdayakan anak


(19)

jalanan, baik, tetapi masih banyak anak jalanan yang belum tersentuh sama sekali oleh pihak-pihak terkait. Proses penanganan anak jalanan tidaklah semudah yang diharapkan dan dibicarakan. Belakangan ini masih sering terdengar berita tentang anak jalanan yang menjadi korban eksploitasi kerja dan kasus pelecehan seksual.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Pemberdayaan Anak Jalanan Di Rumah Singgah Girlan Nusantara Wilayah Prambanan Sleman.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu :

1. Banyaknya anak yang bekerja dan bermain di jalanan ini menyebabkan

timbulnya anak jalanan.

2. Sebagian besar anak jalanan berada pada usia produktif dan usia belajar.

3. Banyaknya jumlah anak jalanan di DIY membuat sejumlah pihak, baik

LSM, maupun Pemerintah mendirikan rumah singgah untuk menangani kasus anak jalanan.

4. Belum maksimalnya upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh

pemerintah.

5. Masih rendahnya kesadaran anak jalanan dalam mengikuti upaya


(20)

C. Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, tidak semuanya dibahas dalam penelitian ini. Dibatasi hanya pada masalah:

Pemberdayaan Anak Jalanan Di Rumah Singgah Girlan Nusantara Wilayah Prambanan Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa faktor penyebab seseorang menjadi anak jalanan?

2. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan dalam bidang pendidikan yang

dilakukan rumah singgah Girlan Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan :

1. faktor penyebab seseorang menjadi anak jalanan.

2. bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan rumah singgah dalam

memberdayakan anak jalanan.

F. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang anak


(21)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang anak jalanan dan cara penanggulangannya.

c. Dapat digunakan sebagai sumbangan pengetahuan dan pengalaman

terhadap disiplin ilmu social (PLS) sehingga dapat memperdalam cakrawala dan menetapkan suatu bidang program dan bersama-sama menangani permasalahan anak jalanan.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk

meningkatkan program selanjutnya mejadi lebih baik

b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengadakan restrukturisasi

dan pengembangan rumah singgah sehingga menjadi tempat yang sesuai untuk mengembangkan ketrampilan anak jalanan.

G. Batasan Istilah

Untuk memperjelas istilah yang digunakan pada penelitian ini, dan menghindari kemungkinan kesalahan, maka perlu adanya pembatasan atau definisi operasional sebagai berikut:

1. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya

untuk mencari nafkah dna berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya

2. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya/kemampuan/kekuatan


(22)

3. Rumah singgah didefinisikan sebagai wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kajian tentang Pemberdayaan

a. Pengertian Pemberdayaan

Secara Umum, pemberdayaan merupakan konsep yang berasal

dari kata empowerment sebagai bentukan kata dari kata power yang

bermakna “daya”. Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar. Kindervatter dalam Sunaryo Kartadinata (2009: 24) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah tercapainya kemampuan seseorang untuk memahami dan mengontrol kekuatan- kekuatan sosial, ekonomi, dan atau politik yang mungkin diperankannya sehingga dapat memperbaiki kedudukannya (status) dan perannya

(role) dalam masyarakat. Pemberdayaan bertujuan memberikan

kekuasaan atau kekuatan kepada orang-orang yang tidak beruntung. Ife dalam Purnama (2009 : 25) mengemukakan pendapat berbeda. Menurutnya, pemberdayaan dapat diartikan menyiapkan warga masyarakat sumber daya kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menentukan masa depan seta berpartisipasi dan mempunyai dampak dalam kehidupan komunitas tersebut.


(24)

Dari beberapa definisi diatas, didapat suatu pengertian mengenai pemberdayaan, yaitu bahwa pemberdayaan adalah suatu usaha oleh pihak tertentu dalam mengembangkan, mengentasan masyarakat dari kondisi yang awalnya tidak mampu menjadi mampu, atau bisa dikatakan bahwa pemberdayaan adalah kegiatan memampukan dan memandirikan masyarakat.

b. Pemberdayaan anak jalanan

Pemberdayaan terhadap masyarakat yang terpinggirkan dan dianggap lemah merupakan hal yang harus selalu diperhatikan terutama pihak terkait. Jika yang menjadi fokus permasalahan adalah anak jalanan, maka perhatian diarahkan pada banyak pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung ada hubungannya dengan anak jalanan, misalnya keluarga anak jalanan tersebut dan masyarakat dimana anak jalanan menjadi bagian didalamnya.

Dinas Sosial Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan dan melaksanakan Program Pembinaan Anak Jalanan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak jalanan. Salah satu upaya perwujudan kesejahteraan anak jalanan dalah melalui kegiatan pemberdayaan.

Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan

Kesejahteraan Sosial (2011 : 381) alternative model pemberdayaan


(25)

1) Street-centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di jalan tempat anak-anak biasa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak-anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.

2) Family-centered intervention. Penanganan anak jalanan difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak jalanan kembali ke keluarganya.

3) Institutional-centered intervention. Penanganan anak jalanan

dipusatkan di lembaga atau panti, baik secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orangtua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung sementara yang menyediakan fasilitas panti dan asrama adaptasi bagi anak jalanan.

4) Community-centered based. Penanganan anak jalanan yang

dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan program community

development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan

kapasitas lembaga-lembaga social dimasyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga social masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup

Corporate Social Responsibility atau tanggungjawab sosial

perusahaan.

Sedangkan menurut Kalida (2005 : 83), pendekatan yang digunakan dalam menangani masalah anak jalanan ada tiga, yaitu : 1) Street Based, merupakan pendekatan di jalanan untuk menjangkau

anak di jalanan. Tujuannya mengenal, mendampingi anak,

mempertahankan relasi dan komunikasi. Street based berorientasi

pada penangkalan pengaruh negatif dan memberi mereka wawasan yang positif.

2) Center Based, yaitu pendekatan penanganan anak jalanan oleh

lembaga yang memusatkan usaha dan pelayanan, tempat

berlindung (drop in) yang menyediakan fasilitas asrama bagi anak

terlantar

3) Community Based, yaitu pendekatan yang melibatkan keluarga dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan, pemberdayaan keluarga dan sosialisasi masyarakat

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam menangani masalah anak jalanan, yaitu :


(26)

1) Street Based atau street-centered intervention, yaitu penanganan anak jalanan yang dipusatkan di jalan tempat anak-anak biasa beroperasi dengan tujuan menjangkau dan melayani anak-anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan. Penanganan ini berorientasi pada penangkalan pengaruh negatif dan memberi mereka wawasan yang positif.

2) Center Based atau Institutional-centered intervention, yaitu pendekatan penanganan anak jalanan oleh lembaga yang

memusatkan usaha dan pelayanan, tempat berlindung (drop in)

yang menyediakan fasilitas asrama bagi anak terlantar. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga atau panti dilakukan secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orangtua atau kerabat).

3) Community Based atau community-centered based, yaitu

penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Pendekatan ini melibatkan keluarga dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan, pemberdayaan keluarga dan sosialisasi

masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup Corporate Social


(27)

2. Kajian Tentang Anak Jalanan

a. Pengertian Anak Jalanan

Departemen Sosial menjelaskan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya (Kalida, 2005:18)

Sedangkan Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), menjelaskan bahwa anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan dan/atau anak yang bekerja dan hidup dijalanan yang menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Suyanto mendefinisikan anak jalanan, yang biasa disebut sebagai tekyan atau kere, atau bisa juga disebut gelandangan, sesungguhnya adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralineasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahlan sangat tidak bersahabat.

Anak jalanan berbeda dengan anak pada umumnya. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima. Cara berinteraksi, berkomunikasi, membuat anak jalanan sering dianggap sebagai perusuh dan pembuat onar.


(28)

Simpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas adalah anak jalanan dapat digolongkan sebagai kaum lemah yang hidup dijalanan, yang tidak terpenuhi haknya. Mereka mempunyai pekerjaan tidak tetap. Anak jalanan sangat tersisihkan dan rentan terhadap kondisi lingkungan kota yang semakin canggih dan maju. b. Ciri khas anak jalanan

Berdasarkan hasil kajian di lapangan, anak jalanan dapat dikenali melalui ciri-ciri fisik dan psikis. Widagdo (2010 :10) mengklasifikasikan ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan yang mudah dikenali, yaitu sebagai berikut:

1) Ciri-ciri fisik : warna kulit kusam, pakaian tidak terurus, badan

tidak terurus, kondisi badan tiak terurus, bertatato, pakai aksesoris, seperti: tindik, anting-anting, kalung, gelang, dan sebagainya.

2) Ciri-ciri psikis : acuh tak acuh, sangat sensitif, penuh curiga,

berwatak keras, kreatif, berani menanggun resiko, serius dalam melakukan sesuatu, dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap teman, dan mandiri.

Selain itu, ada indikator lain yang dapat digunakan untuk mengenali anak jalanan. Andari, dkk (2007 : 9) menjelaskan ciri umum anak jalanan memiliki kesamaan antara lain:

1) Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat

hiburan) selama 3 sampai 24 jam sehari.

2) Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, sedikit sekali

yang tamat sekolah dasar)

3) Berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum

urban, beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya)

4) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor


(29)

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan memiliki ciri-ciri kondisi tidak terurus, berada di jalanan selama 3 sampai 24 jam, dan melakukan aktivitas ekonomi di jalanan untuk menopang kebutuhan hidupnya.

c. Klasifikasi anak jalanan

Surbakti dalam Widagdo (2010 : 9) mengklasifikasikan anak jalanan ke dalam tiga bentuk :

1) Children On The Street, yakni anak-anak yang yang menpunyai

kegiatan ekonomi di jalanan. Namun mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tua mereka.

2) Children Of The Street, yakni anak-anak yang berpartisipasi

penuh di jalan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa dari mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tua mereka akan tetapi frekuensi pertemuan mereka yang tidak menentu.

3) Children Fron Families Of The Street, yakni anak-anak yang

berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Biasanya anak-anak dari kelompok ini mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga mereka, namun karena mereka tergolong orang yang tidak mempunyai tempat tinggal, maka dengan terpaksa mereka harus terombang-ambing dengan segala resiko yang ada.

Menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000 : 61), kelompok anak jalanan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu :

1) Kelompok anak yang hidup dan bekerja di jalanan

a) Menghabiskan seluruh waktunya di jalanan

b) Hidup dalam kelompok kecil atau perorangan

c) Tidur di ruang-ruang/cekungan perkotaan, misalnya seperti

terminal, emper toko, kolong jembatan dan pertokoan

d) Hubungan dengan orangtua biasanya sudah putus

e) Putus sekolah

f) Beberapa sebagai pemulung, ngamen, mengemis, semir

sepatu, kuli angkut barang

g) Berpindah-pindah

2) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan masih pulang


(30)

a) Hubungan dengan orangtua tetapi sudah tidak harmonis.

b) Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah kumuh dan

daerah miskin perkotaan

c) Sebagian besar dari mereka telah putus sekolah dan sisanya

rawan untuk meninggalkan bangku sekolah

d) Rata-rata pulang setiap hari atau seminggu sekali kerumah

e) Bekerja sebagai pengemis, pengamen di perempatan, kernet,

asongan koran, dan ojek payung

3) Kelompok anak jalanan yang bekerja dijalanan dan pulang ke

desanya antara 1 hingga 3 bulan sekali

a) Bekerja dijalanan sebagai pedagang asongan, menjual

makanan keliling, kuli angkut barang

b) Hidup berkelompok bersama dengan orang-orang yang

berasal dari satu daerah dengan cara mengontrak rumah atau tinggal di sarana-sarana umum seperti masjd atau tempat ibadah

c) Pulang antara kurun waktu 1 bulan hingga 3 bulan sekali

d) Ikut membiayai keluarga didesanya

e) Putus sekolah

4) Anak remaja jalanan yang bermasalah

a) Menghabiskan sebagian besar waktnya dijalanan

b) Sebagian besar sudah putus sekolah

c) Terlibat masalah narkotika dan obat-obatan lainnya

d) Sebagain besar dari mereka melakukan pergaulan seks bebas

pada beberapa anak perempuan mengalami kehamilan dan mereka rawan untuk terlibat prostitusi

e) Berawal dari keluarga yang tidak harmonis

Klasifikasi anak jalanan tersebut tentunya tidak dapat dijadikan pengertian tunggal, karena sekarang muncul anak-anak punk, yang identik dengan pakaian serba hitam namun perilaku anak punk yang mengamen, mengemis dan mencari makan di jalan tidak dapat dibedakan dengan anak jalannan pada umumnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu anak jalanan yang sepenuhnya bekerja di jalan dan tidak berkomunikasi dengan keluarga, anak jalanan yang bekerja di jalan namun masih


(31)

berkomunikasi dengan keluarganya, dan anak jalanan yang bermasalah.

d. Faktor penyebab munculnya anak jalanan

Pada dasarnya, anak jalanan mempunyai alasan atau penyebab yang berbeda satu dengan yang lainnya. Muhsin Kalida (2005:21) menjelaskan bahwa secara umum ada tiga faktor utama yang mempengaruhi anak-anak turun ke jalanan.

1) Tingkat makro (Immediate Cause), yaitu faktor yang

berhubungan dengan keluarga. Pada tingkatan ini, anak turun ke jalan karena orang tua yang kurang memberi kasih sayang, dipaksa bekerja pada usia yang masih sangat belia, hingga alasan yang sangat mendasar, yaitu diajak teman.

2) Tingkat meso (Underlaying Cause), yaitu faktor lingkunga:n

masyarakat sekitar. Masyarakat cenderung memberikan efek langsung pada perkembangan anak karena anak hidup pada lingkungan massyarakat dimana dalam satu kesatuan masyarakat tersebut terdapat beragam kondisi yang memungkinkan anak terlibat langsung didalamnya.

3) Tingkat mikro (Basic Cause), yaitu berhubungan dengan faktor

informal misalnya ekonomi. Sektor ini menjadi pertimbangan mereka nyang tidak selalu membutuhkan modal atua ketrampilan yang besar. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda sebelum terjun dan bekerja di jalanan, sehinggga sering mendapat julukan anak seribu masalah.

Hasil penelitian Hening Budyawati, dkk menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalan adalah :

1) Kekerasan dalam keluarga

Kurang harmonisnya keluarga sering berakhir dengan kekerasan. Adanya tindak kekerasan dan penganiayaan pada anak serta perlakuan yang salah dari orangtua terhadap anak menyebabkan anak tidak betah sehinggga memilih lari dari rumah.

2) Dorongan keluarga

Orangtua seharusnya mendidik dan melindungi anaknya. Namun dengan kondisi yang miskin banyak diantara orangtua yang memandang anaknya sebagai asset ekonomi keluarga sehingga


(32)

anak yang dijadikan unit produksi dengan alih menutupi kebutuhan dan meringankan beban ekonomi keluarga

3) Ingin bebas

Adanya aturan yang dibuat oleh keluarga terkadang sering membuat anak tidak nyaman sehingga anak merasa terkekang. Adanya keinginan ingin bebas dan hidup tanpa diatur oleh orangtua mendorong anak untuk berontak. Awalnya sehari dua hari mereka tidak pulang tetapi lama-kelamaan mereka betah hidup dijalan.

4) Ingin memiliki uang sendiri

Kebiasaan anak yang sering jajan membuat orangtua merasa kewalahan. Ketika oangtua sering tidak memberi anak mereka uang untuk jajan, maka anak akan berpikir bagaimana caranya anak tersebut bias jajan. Keinginan memiliki uang sendiri membuat anak memilih mencari uang dengan cara instan.

5) Pengaruh teman

Teman disini bias berarti teman sekitar lingkunga tempat tinggal atau teman sekolah yang pernah melakukan kegiatan di jalan. Awalnya mereka mungkin hanya menonton saja ketika diajak atau mengikuti temannya, namun secara perlahan anak mulai tertarik untuk ikut terlibat dalam kegiatan di jalan karena melihat temannya dapat menghasilkan uang. Pengaruh tman akan berdampak besar ketika pihak keluarga atau komunitas sekitar tiak memiliki kepedulian terhadap anak di jalanan. (Odi Salahudin, 2000 : 11)

Selain faktor diatas, terdapat faktor lain yang mendasari anak-anak turun ke jalanan.

1) faktor perekonomian keluarga. Kondisi keluarga yang miskin

serta semakin besarnya kebutuhan yang ditanggung oleh kepala keluarga memaksa anak untuk membantu mengatasi kondisi ekonomi keluarga. Akibatnya anak terpaksa putus sekolah dan turun ke jalan sebagai pengamen, pengemis, dan lain-lain.

2) kurang harmonisnya keluarga (dis-fungsi keluarga) sehingga

sering berakhir dengan berbagai kekerasan dan penganiayaan pada anak. Adanya kekerasan atau perlakuan yang salah dari


(33)

orangtua terhadap anak menyebabkan anak tidak betah sehingga memilih lari dari rumah.

3) Ikut-ikutan teman, teman disini bisa berarti teman sekitar

lingkungan tempat tinggal atau teman-teman sekolah yang pernah melakukan kegiatan di jalan. Awalnya mereka mungkin hanya menonton saja ketika diajak atau mengikuti temannya,namun secara perlahan anak mulai tertarik untuk ikut terlibat dalam kegiatan di jalanan ketika mengetahui temannya bisa menghasilkan uang. Pengaruh .teman akan berdampak semakin besar ketika pihak keluarga atau komunitas sekitar tidak memiliki kepedulian terhadap anak di jalanan.

Uraian diatas menjadi dasar bahwa keberadaan anak jalanan dapat dilatarbelakangi oleh keadaan keluarga yang tidak harmonis, pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit, serta kemiskinan yang mengakibatkan anak harus turun dan bekerja menjadi anak jalanan.

3. Kajian tentang Rumah Singgah

a. Definisi rumah singgah

Kalida (2005:89) mendefinisikan rumah singgah sebagai wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak yang akan membantu mereka. Sedangkan menurut Departemen Sosial (2000 : 96), rumah singgah merupakan proses sosial informal yang memberikan suasana resosialisasi kepada anak


(34)

jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di mayarakat setempat.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah singgah adalah tempat resosialisasi yang disediakan oleh pihak-pihak tertentu yang nantinya dapat digunakan oleh anak jalanan untuk berlindung dan utamanya belajar tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat. Rumah singgah sianggap sebagai dasar dari berbagai tahap yang diadakan untuk anak agar memperoleh pelayanan selanjutnya. Oleh karena itu penting kiranya pendirian rumah singgah sebagai tempat yang aman, nyaman, dan menarik bagi anak jalanan.

b. Tujuan Rumah Singgah

Rumah singgah memiliki dua tujuan, secara umum dan khusus. Secara umum rumah singgah dibentuk dengan tujuan membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya serta menemukan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan menurut Widagdo (2010:31) secara khusus rumah singgah mempunyai tujuan yaitu :

1) Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan

nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

2) Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan

atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.

3) Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan

kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.

Menurut Departemen Sosial (2000 : 96-97), peran dan fungsi rumah singgah sama-sama memiliki peran yang sangat penting, yaitu:


(35)

1) Tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan dan mengkaji kebutuhan dan melaksanakan kegiatan.

2) Tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta

menyediakan rujukan untuk pelayanan lanjutan.

3) Perantara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga

pengganti, dan lembaga lainnya

4) Perlindungan bagi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan

narkoba dan seks bebas

5) Pusat informasi berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan

anak jalanan

6) Mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak dimana para

pekerja sosial diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak jalanan dan membetulkan sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan mampu menumbuhkan keberfungsisosialan anak.

7) Jalur masuk berbagai pelayanan sosial dimana pekerja sosial

membantu anak mencapai pelayanan tersebut

8) Pengenalan norma dan nilai pada anak

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan rumah singgah adalah untuk membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya serta menemukan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu rumah singgah juga bertujuan untuk :

1) Mempertemukan anak jalanan dengan pekerja sosial untuk

mengkaji permasalahan dan kebutuhan anak jalanan serta memberikan solusi pelayanan bagi anak jalanan

2) Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan

atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan

3) Perlindungan bagi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan

narkoba dan seks bebas

4) Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan

kebutuhan anak.

c. Tahap-tahap Pelayanan Rumah Singgah

Tahapan pelayanan yang diberikan oleh rumah singgah pada anak jalanan dijelaskan secara rinci oleh Departemen Sosial (2000 : 99) sebagai berikut:


(36)

1) Tahap I, outreach atau penjangkauan. Pelayanan yang diberikan meliputi kunjungan lapangan, pemeliharaan hubungan, pembentukan kelompok, konseling, advokasi, dan mendampingi anak.

2) Tahap II, problem atau assessment. Kemudian pihak rumah

singgah memberikan pelayanan berupa induksi peranan, pengisian file anak, dan monitoring kemajuan anak.

3) Tahap III, persiapan pemberdayaan. Pelayanan yang diberikan

berupa resosialisasi, bimbingan social, penyuluhan, game dan rekreasi, reunifikasi.

4) Tahap IV, pemberdayaan. Pelayanan yang diberikan meliputi

pemberdayaan anak, beasiswa, modal usaha, vocational training,

orangtua, modal usaha.

5) Tahap V, terminasi. Dari pelayanan yang diberikan pihak rumah

singgah, diharapkan anak dapat mandiri, produktif, alih kerja,

menyatu dengan keluarga, boarding house/panti, income

generating (ortu)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rumah singgah memang berperan aktif terhadap kehidupan anak jalanan. Rumah singgah berfungsi ganda dalam menangani anak jalanan, baik fungsi resosialisasi maupun fungsi kuratif. Rumah singgah diharapkan mampu mengembalikan fungsi sosial anak, melalui tahap-tahap yang dibuat oleh manajemen rumah singgah. Lokasi rumah singgah yang sengaja dibuat di tengah-tengah lingkungan massyarakat sebagai upaya mengenalkan kembali norma dan nilai yang ada di masyarakat bagi anak jalanan.

4. Kajian tentang Pendidikan Nonformal dalam Pemberdayaan Anak

Jalanan

a. Definisi Pendidikan Nonformal

Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupan upaya manusia untuk


(37)

mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Secara mendasar pendidikan formal, informal dan nonformal merupakan sebuah konsep pendidikan dalam rangka pendidikan sepanjang hayat dan belajar sepanjang hayat. Pendidikan nonformal merupakan sebuah layanan pendidikan alternatif bagi masyarakat yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku dan keturunan), kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dan lain-lain.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Menurut H.M. Saleh Marzuki (2012: 137), yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah :

“proses belajar yang terjadi secara terorganisasi di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah maupun bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.”

Sedangkan Mustofa Kamil dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Nonformal (Pengembangan Melalui PKBM di Indonesia) (2009: 14) menjelaskan bahwa :

“pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui


(38)

kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah proses belajar yang terjadi secara terorganisasi di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan yang tidak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal.

b. Peran dan Fungsi Pendidikan Nonformal

Pentingnya peran pendidikan nonformal di masyarakat bisa di analisis dari jenis kebutuhan yang beragam. Pendidikan nonformal memiliki peran mendasar dalam rangka membangun kemampuan dasar masyarakat (sasaran didiknya), terutama dalam implementasi belajar sepanjang hayat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (2) disebutkan bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.


(39)

Peran dan fungsi di atas dapat direalisasikan dengan memberikan layanan belajar kepada masyarakat yang belum memiliki kemampuan-kemampuan dasar seperti kemampuan membaca. Selain itu dapat juga dilakukan dengan memberikan layanan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik ke jenjang lebih tinggi.

c. Bentuk-bentuk Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal meliputi 7 (tujuh) ranah kerja yang dilakssanakan untuk mendukung program pendidikan di Indonesia. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), dijelaskan bahwa :

“pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan keseteraan, serta pendidikan lain yang ditujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.”

Berikut ini penjelasan dari masing-masing ranah kerja pendidikan nonformal :

1) Pendidikan kecakapan hidup

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) adalah pendidikan

yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Program pendidikan kecakapan hidup


(40)

dikembangkan secara bervariasi dan tergantung pada kebutuhan peserta didik atau warga belajar.

2) Pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu ranah kerja pendidikan nonformal. Program pendidikan anak usia dini ini diselenggarakan bagi anak sejak usia lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.

Alasan dasar mengapa program ini dikembangkan karena sampai saat ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat rendah. Padahal konsep pembangunan sumber daya manusia justru dimulai sejak masa usia dini (Mustofa Kamil, 2009: 95). Oleh karena itu, ada kewajiban untuk mengembangkan program pendidikan anak usia dini melalui pendidikan nonformal.

3) Pendidikan kepemudaan

Pendidikan kepemudaan adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa, seperti organisasi pemuda, pendidikan kepanduan/kepramukaan, keolahragaan, palang merah, pelatihan, kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan.

4) Pendidikan pemberdayaan perempuan

Pendidikan pemberdayaan perempuan adalah pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan. Kegiatan


(41)

pendidikan pemberdayaan perempuan ini dapat dilaksanakan melalui kelompok-kelompok perempuan, seperti PKK, darmawanita, dasawisma, dan lain-lain.

5) Pendidikan keaksaraan

Salah satu bidang atau program pendidikan nonformal adalah program pendidikan keaksaraan fungsional. Program ini bertujuan membelajarkan masyarakat (warga belajar) agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, hitung dan kemampuan fungsionalnya dalam kehidupan sehari-hari (Mustofa Kamil, 2009: 93). Program keaksaraan fungsional merupakan wahana pembelajaran untuk kelompok sasaran buta aksara, baik karena alasan tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah ataupun yang putus sekolah.

6) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja

Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan, keterampilan, standar kompetensi, dan pengembangan sikap kewirausahaan.

Melalui program pendidikan Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, diharapkan kemandirian warga belajar


(42)

(masyarakat) dalam mengembangkan berusaha atau dalam mengembangkan jiwa wirausaha akan mudah tercapai.

7) Pendidikan kesetaraan

Pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup kejar paket A setara SD/MI, kejar paket B setara SMP/MTs, dan kejar paket C setara SMP/MA.

Program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab permasalahan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan pada stuan pendidikan nonformal, seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar serta satuan pendidikan yang sejenis.

d. Pendidikan Nonformal dalam Pemberdayaan Anak Jalanan

Kontribusi pendidikan nonformal dalam pemberdayaan secara lebih jelas dapat dilihat dari definisi dan hakekat peran pendidikan nonformal itu sendiri. Kindervatter memberi peran secara jelas tentang pendidikan nonformal dalam rangka proses pemberdayaan, peran pendidikan nonformal tidak saja mengubah individu, tetapi juga kelompok, organisasi dan masyarakat. Peran pendidikan nonformal sebagai proses pemberdayaan di dalamnya meliputi peningkatan dan perubahan sumberdaya manusia sehingga mampu membangun masyarakat dan lingkungannya (Mustofa Kamil 2009: 54-55).


(43)

Pendidikan harus memiliki spektrum yang luas, baik konten maupun bentuknya. Konten punya rentangan yang luas, mulai dari pengetahuan dasar sampai dengan riset, dari latihan keterampilan

sampai dengan skills produksi yang canggih. Sedangkan bentuk dapat

beragam mulai dari sekolah sampai dengan yang spesifik seperti yang terdapat pada pendidikan nonformal, dari yang sederhana keaksaraan

sampai dengan post graduate atau specialist (H.M. Saleh Marzuki,

2012: 89).

Pemberdayaan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan perkataan lain, dalam pemberdayaan, masyarakat dididik untuk menerapkan setiap inovasi (informasi baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya (Totok dan Poerwoko, 2012: 101).

Kegiatan pendidikan nonformal untuk pemberdayaan anak jalanan bertujuan agar anak-anak jalanan mendapatkan bentuk pendidikan selain pendidikan di sekolah formal berupa pelatihan atau pendidikan kesetaraan. Tujuan pendidikan nonformal dalam memberdayakan anak jalanan yaitu untuk meningkatkan dan merubah sumberdaya manusia sehingga mampu membangun masyarakat dan lingkungannya.


(44)

B. Penelitian yang relevan

1. Hasil penelitian Fransisca Nugraheny tirtaningtyas mengenai

Pemberdayaan anak jalanan(Penelitian Deskriptif Pada LSM Rumah Impian Kalasan)

Hasil penelitian menunjukkan Pemberdayaan anak jalanan di LSM Rumah Impian dengan menggunakan strategi pemberdayaan partisipatif yaitu pendamping/relawan turun langsung ke jalan, melaksanakan pemberdayaan belajar yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak jalanan akan pentingnya pendidikan, dan mengadakan tindak lanjut berupa mengembalikan anak jalanan ke sekolah dengan memberikan beasiswa pendidikan, mengembalikan anak jalanan kepada orang tuanya dengan pihak LSM Rumah Impian sebagai mediator, dan memfasilitasi pelatihan keterampilan bagi anak jalanan yang sungguh-sungguh dan memiliki minat tinggi untuk bekerja dan mandiri.

2. Hasil Penelitian dari Mursyid Itsnaini mengenai pemberdayaan Anak

Jalanan Oleh Rumah Singgah Kawah di Kelurahan Klitren Gondokusuman Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukan bahwa anak jalanan yang ada di Rumah Singgah Kawah Kelurahan Klitren Gondokusuman Yogyakarta diberdayakan melalui kegiatan-kegiatan keterampilan yang akhirnya bisa dimanfaatkan anak jalanan untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri.


(45)

C. Kerangka Berpikir

Persoalan kemiskinan di Indonesia semakin mengkhawatirkan banyak pihak. Kemiskinan disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan serta pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan sebagian besar masyarakat tidak mampu menjangkau sejumlah lapangan kerja yang disediakan pemerintah sehingga menyebabkan tingkat pendapatan mereka menjadi rendah. Kondisi seperti ini menuntut kepala keluarga untuk mempekerjakan anggota keluarga mereka, termasuk anak-anak. Anak-anak yang notabenenya belum memiliki pendidikan yang cukup membuat mereka bekerja di sektor informal, misalnya mnegemis, mengamen, pedangang asongan, dan lain-lain. Banyaknya anak-anak yang turun dan bekerja di jalan menimbulkan permasalahan anak jalanan. Anak yang hidup di jalan rentan terhadap tindak kekerasan fisik dan psikis.

Pemerintah telah berupaya menangani permasalahan anak jalanan. Sesuai dengan Perda Provinsi DIY nomer 6 tahun 2011 tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan pasal 6 ayat 1 yaitu usaha pemerintah mengentaskan anak dari kehidupan di jalan. Upaya pemerintah tersebut antara lain pendirian rumah singgah. Salah satu rumah singgah di DIY adalah Girlan Nusantara. Melalui rumah singgahGirlan Nusantara, anak jalanan akan diberdayakan melalui pelatihan ketrampilan, modal usaha yang nantinya diharapkan anak akan mandiri dan produktif sehingga tidak perlu lagi bekerja di jalanan.

Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas , maka dapat dibuat bagan untuk mempermudah pemahaman:


(46)

       

Gambar 1. Kerangka Berpikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa faktor penyebab seseorang menjadi anak jalanan?

a. Apa faktor internal penyebab seseorang menjadi anak jalanan?

b. Apa faktor eksternal penyebab seseorang menjadi anak jalanan?

2. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan rumah singgah Girlan

Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan?

a. Apa saja bentuk kegiatan yang dilakukan Rumah Singgah Girlan

Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan?

b. Pendekatan apa yang dilakukan Rumah Singgah Girlan Nusantara

dalam memberdayakan anak jalanan? Pengangguran (disebabkan rendahnya

pendidikan)

Kemiskinan Anak turun ke

jalan

Rentan tindak kekerasan fisik

dan psikis Pemberdayaan anak jalanan di

rumah singgah Girlan Nusantara

Pelaksanaan pemberdayaan (melalui ketrampilan dan modal usaha)

Anak menjadi berdaya


(47)

c. Apa manfaat kegiatan yang yang dilakukan Rumah Singgah Girlan Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan?


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, karena peneliti ingin mengungkapkan fenomena anak jalanan yang ada di rumah singgah Girlan Nusantara berdasarkan fakta yang

ada. Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (2011:4) penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan hubungannya dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya.

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, di mana dalam penelitian deskriptif proses penelitian lebih spesifik dan mendalam yang berhubungan dengan proses penelitian. Dengan metode ini, peneliti menjabarkan tentang kegiatan pemberdayaan yang dilakukan pihak rumah singgah Girlan Nusantara. Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan pihak rumah singgah Girlan Nusantara.

Dalam penelitian kualitatif, kedudukan peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian (Moleong, 2009:168). Oleh karena itu, peneliti lebih aktif ikut terjun langsung dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berlangsung.


(49)

B. Setting

Setting dalam penelitian ini adalah di Rumah Singgah tempat kagiatan pemberdayaan anak jalanan berlangsung dan di jalanan tempat anak jalanan melakukan aktivitas bekerja sebagai pengamen, pengasong, penyemir sepatu, dan lain-lain.

Sedangkan alasan penulis memilih lokasi penelitian di rumah singgah Girlan Nusantara yang terletak di kecamatan Prambanan Sleman adalah :

1. Anak jalanan dan pihak rumah singgah Girlan Nusantara yang sangat

terbuka sehingga peneliti dapat dengan mudah memperoleh informasi.

2. Karena rumah singgah Girlan Nusantara tersebut adalah salah satu

binaan Deparrtemen Sosial Dan Tenaga Kerja Sleman yang masih aktif sampai sekarang.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah orang yang bias memberikan informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Apabila subyek penelitian terbatas dan masih dalam jangkauan sumber daya, maka dapat dilakukan studi populasi, yaitu mempelajari seluruh subyek secara langsung. Dalam menentukan subyek penelitian, peneliti menggunakan teknik

purposive sampling. Menurut Sugiyono, (2011: 85) teknik purposive

sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Disini peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil. Teknik ini digunakan karena peneliti menganggap bahwa unsur-unsur mengenai penelitian sudah terpenuhi pada sampel yang diambil. Jadi, sampel diambil


(50)

tidak secara acak tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian yang ditentukan.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil subyek penelitian yaitu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara dan anak jalanan yang mengikuti program pemberdayaan di Rumah Singgah

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting. Sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Observasi

Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Observasi akan lebih efektif jika informasi yang akan diambil berupa kondisi alami responden, tingkah laku alami dan hasil kerja responden (Sukardi, 2008 : 56)

Pada penelitian inipeneliti menggunakan observasi non participan atau hanya pengamatan, dengan maksud mengamati langsung mengenai objek yang diteliti yang meliputi kegiatan pemberdayaan yang diselenggarakan rumah singgah Girlan Nuantara Prambanan Sleman selama kegiatan berlangsung dan bentuk-bentuk kegitan pemberdayaannya.


(51)

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara berstrukur, Yaitu wawancara dimana peneliti ketika melaksanakan tatap muka dengan responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu (Sukardi, 2008 : 59) teknik wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai kegiatan pemberdayaan anak jalanan di Rumah Singgah Girlan Nusantara. Wawancara ini dilakukan dengan pihak yang terkait langsung yaitu pengurus Rumah Singgah dan anak jalanan binaan Rumah Singgah Girlan Nusantara Prambanan Sleman.

3. Dokumentasi

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, jurnal kegiatan yang dilakukan oleh pihak rumah singgah Girlan Nusantara dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi yang lebih dalam tentang kegiatan apa saja yang telah dilakukan pada masa lalu.

Dokumentasi dilakukan untuk mendukung kelengkapan data dari hasil pengamatan dan hasil wawancara. Dokumentasi yang dikaji dalam


(52)

penelitian ini adalah data anak yang mengikuti kegiatan pemberdayaan, foto kegiatan, struktur organisasi dan dokumen-dokumen lain yang mendukung dan berkaitan langsung dengan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data dalam penelitian atau alat penelitian (Moleong, 2000). Instrumen penelitian memegang peranan penting dalam usaha memperoleh informasi yang akurat. Tanpa instrumen yang baik, maka tujuan penelitian tidak akan tercapai.

Dalam penelitian ini instrumen utama yaitu peneliti sendiri, dengan berpegang pada pedoman wawancara, pedoman observasi, dan dokumentasi. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan penelitian akan sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti sehingga tujuan penelitian akan tercapai.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005:248).


(53)

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Display data

Dalam penelitian kualitatif, biasanya data berupa uraian desktriptif yang sangat panjang,. maka data disajikan secara ringkas untuk lebih mudah pemahaman

2. Reduksi data

Reduksi data adalah pemilihan hal-hal yang dianggap pokok dan sesuai dengan masalah. Data-data yang telah dimasukkan ke dalam klasifikasi tertentu akan mempermudah pemahaman serta memberikan gambaran yang jelas.

3. Penarikan kesimpulan

Kegiatan analisis yang terakhir adalah proses penarikan kesimpulan. Dalam tahap ini, peneliti harus mampu memaknai data dan kemudian membuatnya ke dalam pernyataan singkat agar mudah dipahami.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa análisis data adalah proses pengorganisaian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan ke dalam bentuk yang sederhana sehingga mudah dipahami.

G. Keabsahan Data

Agar hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi, maka diperlukan adanya keabsahan dari data yang diperoleh. Untuk menentukan sah dan tidaknya data yang ada, maka diperlukan teknik pemeriksaan data.Keabsahan data yang sudah terkumpul dapat diuji


(54)

menggunakan teknik trianggulasi sumber data. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengetahui sejauh mana temuan-temuan lapangan benar0-benar representatif. Menurut Moleong (2000 : 178), teknik trianggulasi sumber data yaitu peneliti menggunakan check-recheck, cross-recheck antar sumber informasi satu dengan yang lainnya.

Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi dengan sumber data yang berbeda, yang tersedia di lapangan. Trianggulasi sumber data dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek informasi atau data yang diperoleh dari:

1. Wawancara dengan hasil observasi, demikian pula sebaliknya.

2. Membandingkan apa yang dikatakan pengelola rumah singgah dengan

anak jalanan tentang pelaksanaan pemberdayaan yang sedang dilakukan

3. Membandingkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang

berkaitan dengan topik permasalahan.

4. Melakukan pengecekan data dengan pihak pengelola rumah singgah.

Dengan demikian tujuan akhir dari trianggulasi adalah dapat membandingkan informasi tentang hal yang sama, yang diperoleh dari beberapa pihak agar ada jaminan kepercayaan data damn menghindari subyektivitas dari peneliti serta mengkroscek data diluar subyek.


(55)

BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Rumah Singgah Girlan Nusantara

Rumah Singgah Girlan Nusantara terletak di Jalan Prambanan Piyungan (Barat Pasar Prambanan) No. 06 RT 04/07 Ledoksari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Dusun ledoksari merupakan salah satu dari 16 desa yang ada di kecamatan Prambanan. Luas wilayah Kecamatan Prambanan 24,43 km² dengan kepadatan 1.711 per km². wilayah Prambanan terdiri dari 16 desa.

Rumah Singgah Girlan Nusantara terletak di lokasi yang strategis, di tepi Jalan Jogja Solo, tepatnya berada di depan Pasar Prambanan. karena lokasinya yang terletak di tepi jalan raya dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum memudahkan anak jalanan untuk melakukan akses ke Rumah Singgah Girlan Nusantara, terutama anak jalanan yang berasal dari luar wilayah Yogyakarta.

Bangunan Rumah Singgah Girlan Nusantara terdiri dari ruang kantor sebagai ruang administrasi, ruang komputer, shelter tempat usaha, mushola + ruang serba guna, ruang belajar, ruang TBM, ruang kesenian, dan tanah seluas 300m. Potensi Rumah Singgah Girlan Nusantara dengan sarana prasarananya yang relatif lengkap, dengan ruang belajar bagi anak jalananyang terpisah dengan ruang administrasi. Pengadaan sarana dan prasarana yang lengkap merupakan faktor pendukung keberhasilan setiap


(56)

Selain itu untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan harian perlu dipersiapkan buku-buku administrasi maupun buku pembelajaran yang digunakan dalm proses pembelajaran di SPLK. Buku-buku administrasi yang diperlukan meliputi: buku tamu, presensi pengurus Girlan Nusantara, program kerja, dan jurnal kegiatan baik yang telah dilaksanakan maupun yang baru direncanakan, dan lain-lain. Sedangkan buku penunjang pembelajaran di SPLK merujuk pada buku-buku pelajaran dari tingkat SD hingga SMP.

2. Deskripsi Lembaga Rumah Singgah Girlan Nusantara

Rumah singgah adalah tempat resosialisasi yang disediakan oleh pihak-pihak tertentu yang nantinya dapat digunakan oleh anak jalanan untuk berlindung dan utamanya belajar tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat. Rumah singgah sianggap sebagai dasar dari berbagai tahap yang diadakan untuk anak agar memperoleh pelayanan selanjutnya.

a. Profil Rumah Singgah Anak Jalanan Girlan Nusantara

Nama lembaga : Rumah Singgah Anak Jalanan Girlan Nusantara

Alamat lengkap : Jln. Prambanan Piyungan No. 06 RT 04/07 Dusun

Ledoksari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman

b. Sejarah Berdirinya Rumah Singgah Anak Jalanan Girlan Nusantara

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dalam kegiatan wawancara serta dokumentasi diperoleh data bahwa Rumah Singgah Girlan Nusantara berdiri pada tanggal 29 Agustus 1993. Rumah Singgah yang berada di desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan,


(57)

Kabupaten Sleman ini muncul dilatarbelakangi oleh keprihatinan bapak Priyono, SH, seorang lulusan fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, yang peduli terhadap kaum marginal yang notabenenya sangat lemah dilihat dari aspek ekonomi, pendidikan, maupun kesehatannya. Meskipun Rumah Singgah Girlan Nusantara telah berdiri sejak tahun 1993, namun status hukumnya baru diresmikan setelah dikeluarkannya Akta Notaris No.14 pada tanggal 9 maret 1999.

Nama Girlan sendiri di ambil dari singkatan kata Pinggir Jalan. Sedangkan ‘Nusantara’ diharapkan Rumah Singgah ini didirikan dengan tujuan untuk mengayomi anak jalanan dari wilayah mana saja yang ingin menetap atau hanya sekedar singgah saja. Rumah Singgah Girlan Nusantara merupakan tempat berkumpulnya anak-anak jalanan, baik dari wilayah Prambanan maupun dari luar kota Yogyakarta. Berdirinya Rumah Singgah Girlan Nusantara ini dijadikan motor untuk mengadakan kegiatan pemberdayaan anak jalanan.

c. Visi dan Misi Rumah Singgah Girlan Nusantara

1) Visi Rumah Singgah Girlan Nusantara

Bersama dengan masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam meningkatkan kesejahteraan di bidang sosial, kesehatan, dan pendidikan, serta pengentasan kaum marginal.


(58)

a) Merubah pandangan masyarakat terhadap kaum marginal dari

pandangan yang negatif (negative thinking) menjadi positif

(positive thinking).

b) Memberikan pendidikan kesetaraan dan keaksaraan atau

kegiatan belajar mengajar dan pendidikan vokasional atau ketrampilan sebagai penunjang kecakapan hidup.

c) Meningkatkan SDM kaum marginal melalui pemberdayaan.

d) Membuka kerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga

lain dalam menangani masalah pendidikan, life skill, pemberdayaan, dan kesehatan. .

e) Memberikan pelayanan yang lebih baik meskipun sebagai anak

jalanan, mereka merasa enjoy dan tidak merasa terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh dirinya sendiri ataupun orang tuanya.

d. Tujuan Rumah Singgah Girlan Nusantara

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data tentang tujuan Rumah Singgah Girlan Nusantara antara lain :

1) Mengentaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan

peningkatan kesehatan, sumber daya masyarakat (SDM), serta pemberdayaan bagi masyarakat yang tertindas.

2) Mendorong untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan

kaum marginal.


(59)

4) Rehabilitasi untuk anak jalanan, narkoba, HIV/AIDS, dan PSK dengan pelatihan dan ketrampilan.

5) Memberikan advokasi hukum terhadap hak-hak kaum marginal.

6) Mengembalikan kaum marginal pada kehidupan masyarakat yang

normatif.

e. Kemitraan Rumah Singgah Rumah Singgah Girlan Nusantara

Wilayah kerja Rumah Singgah Girlan Nusantara ini meliputi kecamatan Prambanan pada khususnya, juga melayani anak jalanan dari kecamatan dari kabupaten lain serta dari luar wilayah Yogyakarta. Lembaga mitra Rumah Singgah Girlan Nusantara adalah sebagai berikut:

1) Dinas Sosial Kabupaten Sleman.

Kemitraan dengan Dinas Sosial lebih bersifat intens, artinya setiap kegiatan Rumah Singgah pasti erat kaitannya dengan Dinas Sosial. Misal dalam memperoleh anak jalanan.

2) PSPP Kalasan

Kemitraan dengan PSPP Kalasan dalam bentuk pembinaan terhadap anak jalanan dalam rangka pemberdayaan.

3) BLK Kabupaten Sleman.

Kemitraan dalam hal rencana berbagai jenis program pendidikan pelatihan dan ketrampilan yang akan dilaksanakan di Rumah Singgah Girlan Nusantara yang belum bisa dilakukannya sendiri oleh pihak Rumah Singgah Girlan Nusantara.


(60)

4) ISI Yogyakarta

Kerjasama dan kemitraan dengan ISI Yogyakarta dilakukan dalam bentuk kesenian, terutama kesenian Jathilan.

5) Rumah sakit di wilayah Prambanan

Kerjasama dilakukan dalam bidang kesehatan, dengan memberikan rujukan bagi warga yang tidak mampu terutama dalam mengurus administrasi ketika berada di rumah sakit.

3. Deskripsi Anak Jalanan di Rumah Singgah Girlan Nusantara

Dalam melakukan pemberdayaan terhadap anak jalanan di Prambanan, Yayasan Girlan Nusantara mengkategorikan anak jalanan menjadi tiga bagian, yaitu anak yang hidup di jalan, anak yang bekerja di jalan, dan anak yang rentan hidup di jalan. Rumah Singgah Girlan Nusantara mencatat sejak tahun 1993 hingga sekarang, jumlah anak jalanan yang bernanung di bawah binaan Girlan Nusantara mencapai sekitar 2000 anak.

Berikut adalah data-data yang peneliti peroleh mengenai anak yang bekerja di jalan yang didampingi oleh yayasan Girlan Nusantara:

a. Usia anak yang bekerja di jalan

Rentang usia anak jalanan binaan Yayasan Girlan Nusantara yaitu di bawah usia 22 tahun. Istilah anak jalanan tidak hanya ditujukan untuk anak yang berusia dibawah 18 tahun sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, namun pada dasarnya istilah anak jalanan lebih


(61)

bersifat umum ditujukan pada seseorang yang hidup maupun bekerja di jalan.

Dari hasil wawancara dengan responden menunjukkan adanya anak jalanan yang masih berada pada usia sekolah, namun tidak lagi melanjutkan sekolah mereka dikarenakan kurangnya materi untuk membiayai sekolah mereka. padahal pada usia tersebut merupakan masa-masa belajar dan bermain, bukan untuk mencari uang di jalanan.

b. Pendidikan yang di alami

Anak jalanan binaan Yayasan Girlan Nusantara rata-rata masih dalam usia sekolah namun tidak lagi melanjutkan sekolah dikarenakan keterbatasan biaya. Oleh karena itu, Yayasan Girlan Nusantara mengupayakan program beasiswa untuk anak jalanan yang msaih melanjutkan sekolah serta mengadakan program kejar paket untuk menjembatani anak jalanan yang sudah tidak lagi bersekolah tetapi membutuhkan ijazah untuk mencari kerja.

c. Asal anak jalanan

Anak jalanan binaan Yayasan Girlan Nusantara tidak semuanya berasal dari lingkungan sekitar Yogyakarta, tetapi banyak juga anak jalanan yang berasal dari luar kota Yogyakarta.

B. Hasil Penelitian

1. Faktor internal penyebab seseorang menjadi anak jalanan

Pemberdayaan anak jalanan di rumah singgah merupakan salah satu upaya dalam menangani permasalahan anak jalanan. Adanya Rumah


(62)

Singgah Girlan Nusantara di wilayah Prambanan disebabkan berbagai alasan. Terdapat alasan yang beragam jika dibahas mengenai latar belakang yang mendasari anak turun dan bekerja di jalan, salah satunya adalah faktor intern dari dalam diri anak jalanan yang memberikan pengaruh pada anak untuk turun dan bekerja di jalan. Pada umumnya faktor yang mempengaruhi anak bekerja di jalanan karena faktor ekonomi keluarga yang rendah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh “Mk” sebagai berikut :

“Orangtua saya miskin mbak, butuh uang. Kalo saya gak ngamen,

nanti gak bisa beli apa-apa.”

Alasan serupa juga disampaikan oleh anak jalanan lainnya, yaitu “Ag” yang mengungkapkan bahwa :

“Aku terpaksa kerja nyari uang di jalan mbak, soalnya kondisi

ekonomi keluargan yang kekurangan.”

Selain permasalahan ekonomi keluarga, ada alasan lainnya yang menyebabkan seseorang menjadi anak jalanan. Seperti yang disampaikan oleh “Ce” :

“Pengen bebas aja mbak, saya enggak mau diatur terus sama orang

tua. Enggak betah kalau diatur-atur terus mbak.”

Hal serupa juga disampaikan oleh anak jalanan lainnya, yaitu “Ri” yang mengatakan :

“Pengen nyari hiburan mbak, di rumah bosen. Disuruh bantu-bantu

dagang di pasar sebenernya, tapi saya males. Salah dikit dimarahi,


(63)

Alasan-alasan seperti yang diungkapkan oleh anak-anak jalanan di atas dibenarkan oleh salah satu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara, yaitu “Mm” yang mengungkapkan bahwa :

“Sebenarnya alasan utama itu pasti masalah ekonomi, banyak orangtua yang akhirnya memutuskan untuk mengajak anak bekerja di jalan agar penghasilan yang didapat semakin banyak.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor internal penyebab seseorang memilih menjadi anak jalanan yaitu permasalahan ekonomi keluarga yang tidak mampu menjadi faktor internal utama yang menyebabkan seseorang menjadi anak jalanan atau bekerja di jalan. Selain itu anak merasa terkekang dengan aturan dari orang tua mereka, lalu mencari kebebasan dengan bekerja di jalan.

2. Faktor eksternal penyebab seseorang menjadi anak jalanan

Penyebab sesorang memilih bekerja di jalanan atau menjadi anak jalanan tidak hanya berasal dari dalam diri orang tersebut saja. Terdapat beberapa faktor eksternal yang menyebabkan seseorang menjadi anak jalanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan “Mm” yang merupakan salah satu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara :

“Ketidakharmonisan keluarga bisa jadi bikin anak memilih lari dari

rumah karena enggak nyaman dengan kondisi yang ada. Misalnya

karena tiap hari liat orang tuanya berantem mbak, kan anak jadi

enggak betah juga.”

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu anak jalanan binaan Rumah Singgah Girlan Nusantara, yaitu “Mk” yang mengungkapan :

“Ya itu tadi mbak, orang tua saya miskin. Padahal butuh uang buat


(64)

Selain karena kondisi di dalam rumah atau keluarga yang kurang kondusif, ada alasan lain yang menyebabkan seseorang menjadi anak jalanan, yaitu karena gaya hidup yang mempengaruhi para anak jalanan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara, yaitu “Yr” yang mengungkapkan :

Kalo faktor eksternalnya karena adanya gaya hidup anak jalanan yang tinggi, yang tidak terpenuhi sehingga anak mencari penghasilan sendiri untuk kebutuhannya.”

Hal tersebut juga disampaikan oleh salah satu anak jalanan yaitu “Ri” :

“Soalnya sekarang ini saya pengen punya handphone model baru

mbak, tapi kan orangtuanya saya enggak mampu mbeliin. Akhirnya

saya milih lari dari rumah dan kerja nyari uang sendiri.”

Alasan serupa juga diungkapkan oleh “Mk” :

“Ya maklum, orangtua saya cuma buruh. Saya pengen kerja mbak,

buat beli barang-barang pribadi. Hape juga belum ganti, malu.”

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor eksternal yang menyebabkan seseorang menjadi anak jalanan adalah karena rasa tidak nyaman berada di lingkungan keluarganya dengan berbagai macam alasan-alasan dan disebabkan gaya hidup yang mempengaruhi kehidupan orang tersebut.

3. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan Rumah Singgah Girlan

Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan

Dalam memberdayakan anak jalanan, Rumah Singgah Girlan Nusantara melaksanakan berbagai bentuk kegiatan, terutama kegiatan di


(65)

bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan permasalahan yang sering dihadapi oleh anak jalanan adalah masalah pendidikan, di mana mayoritas anak jalanan adalah anak-anak yang putus sekolah atau bahkan sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

Oleh karena itu, Rumah Singgah Girlan Nusantara mengupayakan beberapa program pendidikan untuk untuk menjembatani anak jalanan yang sudah tidak lagi bersekolah tetapi membutuhkan ijazah untuk mencari kerja. Terdapat beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Singgah Girlan Nusantara dalam memberdayakan anak jalanan, yaitu :

a. Pendidikan Kesetaraan

Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu bentuk pendidikan nonformal sebagai solusi bagi mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal karena berbagai hal, salah satunya karena permasalahan ekonomi di mana orang tua tidak dapat membiayai pendidikan anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan “Pe” :

“Udah enggak enggak sekolah mbak, lagian kalau mau sekolah

pake uang siapa. Tapi sekarang saya ikut kejar paket mbak. Ya

pengen punya ijazah, supaya bisa buat daftar kerja.”

Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan anak jalanan lainnya, yaitu “Ag” “

“Saya kancuma orang miskin mbak, mau sekolah juga tidak bisa.

Jadi kejar paket yang diadakan sangat membantu saya.”

Pendidikan kesetaraan meliputi kelompok belajar Paket A setara SD, kelompok belajar Paket B setara SMP, dan kelompok belajar Paket


(66)

C setara SMA/K. Dengan adanya pendidikan kesetaraan ini, diharapkan anak jalanan dapat mengakses pendidikan nonformal secara gratis. Selain itu, proses pembelajaran yang fleksibel cukup memudahkan anak jalanan karena jadwal pembelajarannya menyesuaikan dengan kegiatan mereka di jalanan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan “Yr” sebagai berikut :

“Bagi anak jalanan yang belum mempunyai ijazah, kami memfasilitasi mereka dengan program kejar paket A, B dan C

mbak... Jadwalnya fleksibel mbak, jadi bisa menyesuaikan

dengan kegiatan anak-anak di jalanan. Itu pembelajaran yang udah putus sekolah.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu bentuk pendidikan yang dilaksanakan di Rumah Singgah Girlan Nusantara meliputi program pendidikan kesetaraan bagi anak jalanan yang putus sekolah.

b. Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK)

Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK) merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan yang dikhususnya bagi anak-anak kaum marjinal, salah satunya adalah anak jalanan. Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK) diadakan setiap sore hari dari hari Senin hingga hari Sabtu. Di SPLK anak-anak yang menempuh pendidikan formal di pagi hari, akan dibantu dalam mengerjakan pelajaran apa saja yang dirasa sulit ketika di sekolah. Namun untuk anak yang masih kecil, Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK) dapat digunakan sebagai batu loncatan awal sebelum mereka memasuki bangku sekolah.


(67)

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari “Yr” sebagai berikut : “... Kalau yang masih SD dan SMP di sekolah formal, ada kegiatan Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK) yang dilaksanakan setiap sore di hari senin sampai sabtu ...”

Pernyataan di atas didukung oleh pernyataan “Mm” berikut ini : “... Kalau SPLK itu lebih ke pendampingan belajar anak yang masih sekolah formal mbak ...”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa Sekolah Pendidikan Layanan Khusus (SPLK) ditujukan kepada anak-anak yang menempuh pendidikan formal di pagi hari dan dapat digunakan sebagai batu loncatan awal sebelum mereka memasuki bangku sekolah.

c. Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja

Salah satu bentuk pendidikan luar sekolah lainnya yang dilaksanakan di Rumah Singgah Girlan Nusantara adalah pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja adalah kegiatan pemberian keterampilan bagi anak jalanan, seperti keterampilan melukis, teknik sablon, stir mobil, pelatihan teknisi hape, pelatihan tanaman hias, dan lain-lain. Kegiatan pendidikan keterampilan ini bertujuan untuk mempersiapkan anak memasuki dunia kerja dan sedikit demi sedikit dapat mengurangi kegiatan anak di jalan.


(68)

Hal tersebut di atas seperti yang disampaikan oleh “Mm” berikut ini :

“Ada kegiatan pemberian keterampilan bagi anak jalanan mbak, kayak ketrampilan melukis, teknik sablon, stir mobil, pelatihan

teknisi hape, pelatihan tanaman hias dan lain-lain ...”

Pernyataan “Mm” di atas diperkuat oleh pernyataan “Yr” sebagai berikut :

“... juga ada pendidikan pendidikan vokasi atau keterampilan.

Jadwalnya fleksibel mbak, jadi bisa menyesuaikan dengan

kegiatan anak-anak di jalanan. Itu pembelajaran yang udah putus sekolah.”

Selain itu, peneliti juga menemukan pendapat lain yang mendukung kedua pernyataan di atas seperti yang disampaikan oleh “Wd” yang merupakan salah satu anak jalanan berikut ini :

“Banyak mbak, kursus nyetir mobil, sama mau sekolah satpam.

Tapi belum punya ijazah, makanya mau cari ijazah dulu.”

Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kecapakan hidup merupakan salah satu fasilitas pendidikan yang diberikan untuk anak-anak jalanan yang ada di Rumah Singgah Girlan Nusantara dengan penjadwalan yang fleksibel.

d. Pemberian Beasiswa

Pemberian beasiswa bagi anak jalanan yang masih bersekolah di lembaga pendidikan formal merupakan salah satu bentuk perhatian pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara terhadap anak-anak jalanan yang mereka bina. Beasiswa diberikan kepada anak jalanan yang masih


(69)

sekolah tetapi tidak mampu membiayainya atau kepada anak jalanan yang putus sekolah tetapi punya keinginan untuk melanjutkan kembali.

Salah satu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara yaitu “Yr” menyatakan bahwa :

“... Ada beasiswa juga, beasiswa itu kami berikan jika anak yang masih sekolah dan mempunyai prestasi, minimal mendapat rangking 5 di kelasnya. Tetapi jika anak tersebut sudah putus sekolah, maka kami akan selalu berkomunikasi dengan anaknya agar mau menyekolahkan anaknya kembali ...”

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh “Mm” yang juga merupakan pengelola di Rumah Singgah Girlan Nusantara :

“... program beasiswa buat memacu semangat belajar anak.

Soalnya kita tau sendiri mbak kalo selama ini anak jalanan

termasuk kurang kesadaran untuk bersekolah ...”

Data calon penerima beasiswa dikumpulan melalui survey ke shelter yang menjadi tempat tinggal anak jalanan.untuk anak yang masih sekolah. Setelah beasiswa diberikan, maka akan diperika kembali oleh tim audit dari Kementerian Sosial, apakah dana beasiswa yang diberikan benar-benar digunakan untuk keperluan sekolah anak atau digunakan untuk kepentingan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan “Mm” sebagai berikut :

“... Nantinya akan diaudit dari kemensos apakah dananya tepat

sasaran apa enggak, kalau enggak, ya beasiswanya dicabut mbak

...”

Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian beasiswa merupakan salah satu bentuk perhatian pengelola terhadap pendidikan anak jalanan. Pemberian beasiswa dengan


(70)

persyaratan tertentu dan adanya monitoring merupakan bentuk usaha pengelola untuk memicu semnagat orang tua dan anak jalanan itu sendiri.

e. Pondok Pesantren Farid Al Girlani

Pendidikan agama menjadi sangat penting bagi anak-anak jalanan mengingat kehidupan jalanan yang sangat keras dan rentan pada kasus-kasus kriminal. Selain itu kurangnya perhatian orang tua dan rendahnya pendidikan mereka, sehingga mereka membutuhkan pendidikan agama lewat jalur pendidikan nonformal.

Menyadari hal tersebut, pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara menyelenggarakan program pendidikan agama melalui pondok pesantren yang mereka beri nama Pondok Pesantren Farid Al Girlani. Program pondok pesantren ini bekerja sama dengan Pondok Pesantren Ibnu Qoyyim. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh “Mm” :

“... mereka diajarin ngaji juga lewat Pondok Pesantren Farid Al

Girlani yang kerjasamanya bareng Pondok Pesantren Ibnu

Qoyyim.”

Sama halnya seperti yang disampaikan oleh pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara lainnya, yaitu “Yr” :

“...Yang terbaru ada Pondok Pesantren Farid Al Girlani.”

Pelaksanaan kegiatan di Pondok Pesantren Farid Al Girlani ini dibenarkan oleh salah satu anak jalanan yang menjadi anak binaan di Rumah Singgah Girlan Nusantara, yaitu “Ag” yang menyatakan :


(71)

“... Setiap seminggu sekali juga ada acara pengajian di Pondok

Pesantren Farid Al Girlani mbak, ya buat nambah wawasan

agama mbak.”

Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk pendidikan nonformal lainnya yang dilaksanakan di Rumah Singgah Girlan Nusantara adalah Pondok Pesantren Farid Al Girlani yang dilaksanakan seminggu satu kali untuk memberikan bekal pengetahuan agama bagi anak-anak jalanan.

4. Pendekatan yang dilakukan Rumah Singgah Girlan Nusantara dalam

memberdayakan anak jalanan

Pelaksanaan pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan oleh pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara menggunakan dua

pendekatan, yaitu pendekatan center based atau pendekatan terpusat di

rumah singgah dan pendekatan community based atau pendekatan

komunitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan “Yr” sebagai salah satu pengelola Rumah Singgah Girlan Nusantara :

“Kalau secara teori kan ada 3 macam pendekatan, tapi faktanya

pendekatan yang digunakan di Girlan Nusantara cuman ada dua

mbak, center based dan communitybased ...”

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh pengelola lainnya, yaitu “Mm” yang menyatakan :

“Ya kami pakenya pendekatan terpusat pada rumah singgah dan

kelompok ...”

Pendekatan center based di Rumah Singgah Girlan Nusantara

dilakukan dengan cara memusatkan usaha dan pelayanan serta adanya


(1)

pengajian di Pondok Pesantren Farid Al Girlani mbak, ya buat nambah wawasan agama mbak.”

Peneliti juga menanyakan apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, “AG” menjelaskan “iya ada mbak. Saya jadi bisa ketrampilan-ketrampilan gitu, bisa buat modal kerja. Tapi ya nunggu ada modal yang lumayan dulu.”

Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, peneliti mengucapkan terima kasih atas informasi yang sudah diberikan dan berpamitan untuk pulang.


(2)

Tanggal : 1 Agustus 2013 Waktu : 15.00 – 17.45 WIB Tempat : SPLK Girlan Nusantara Kegiatan : Mengajar di SPLK Deskripsi

Pada hari ini, agenda peneliti adalah mengikuti pembelajaran di SPLK. Di tempat itu, peneliti bertemu dengan “MM” selaku tutor. “MM” dibantu oleh “LD” dan teman-teman nyang lain ketika mengajar anak-anak jalanan. Karena pelajaran hari ini agama, maka anak diberi pengetahuan tentang agama melalui LCD. Kebetulan disana peneliti bertemu dengan “DS”, mahasiswa UNY yang juga melakukan peneltian di SPLK Girlan Nusantara. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, acara dilanjutkan dengan kegiatan berbuka puasa.

Setelah selesai mengikuti kegiatan dan mengambil beberapa dokumentasi, peneliti langsung berpamitan pulang karena sudah siang dan peneliti harus kembali pulang ke Klaten.


(3)

Lampiran 6

Gambar 3

D

3. Kegiatan

DOKUMEN

n Sekolah Pe

NTASI


(4)

(5)

Lampiran 7


(6)