Analisis Semiotika Eksploitasi Anak Dalam Sinetron Buku Harian Baim

(1)

ANALISIS SEMIOTIKA EKSPLOITASI ANAK DALAM SINETRON BUKU HARIAN BAIM

SKRIPSI Disusun Oleh JOHANES GINTING

(060904026)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Analisis Semiotika Eksploitasi Anak Dalam Sinetron Buku Harian Baim yang tayang setiap hari senin hingga jumat pukul 15:30 WIB tayangan berdurasi 60 menit ini menggunakan Balita sebagai aktor utama sinetron tersebut, yaitu Ibrahim Khalil Alkariti yang biasa dipanggil Baim (lahir 7 juni 2005; umur 5 tahun) adalah aktor cilik Indonesia yang sudah membintangi beberapa judul sinetron yang terbilang sukses atau yang biasa di panggil Baim. nama Baim melejit sejak bermain dalam sinetron Cerita SMS. Sebelumnya, Baim juga pernah bermain dalam sinetron Doo Bee Doo, Buku harian baim, Tarzan cilik, Baim Anak Soleh dan beberapa judul sinetron lainnya. Keterlibatan Baim dalam dunia hiburan berawal saat Baim mengantarkan kakaknya , Akbar Khalil Alkariti untuk syuting sinetronnya singkat cerita akhirnya Baim juga ikut bermain sinetron dan sinetron terakhir Baim adalah Gara-Gara Baim. Yang ditayangkan di SCTV.

Objek penelitian ini adalah sinetron Buku Harian Baim yang diperankan oleh Ibrahim Alkariti sebagai aktor utama dalam sinetron ini, anak berusia 4 tahun ini bermain dengan professional walaupun seharusnya anak seusianya seharusnya bermain bukan bekerja layaknya orang dewasa. Sinetron Buku Harian Baim yang disiarkan setiap hari di stasiun televisi SCTV ukul 18.00 19.00 WIB, namunsequence yang akan diteliti aleh peneliti adalah 2 potongan gambar dari setiap video yang telah di unduh oleh peneliti sebanyak 6 video sehingga potongan gambar yang akan diteliti adalah sebanyak 12 gambar. Karakteristik gambar yang akan diteliti tentunya sangat berkaitan dengan adegan Baim dalam sinetron tersebut sehingga kita mudah menganalisis makna dari pemaknaan yang disampaikan lewat gambar tersebut. Dipilihnya sinetron Buku Harian Baim ini menjadi subjek penelitian peneliti karena sinetron ini adalah sinetron Streaping dimana pemain harus bekerja keras syuting sepanjang hari dan setiap hari untuk memenuhi stok episode sinetron yang akan ditayangkan hari berikutnya,jadi secara tidak langsung pemeran utama dalam sinetron ini yaitu Baim sudah tidak lagi bekeja dalam porsinya sebagai anak yang masih dibawah umur bekerja dengan waktu kerja seperti itu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaui makna denotasi dan konotasi dari tanda-tanda yang terkandung dalam potongan gambar dari sinetron Buku Harian Baim serta mengetahui bagaimana adegan yang diperankan oleh Baim sebagai aktor utama yang masih belia berperan di tempat, situasi, waktu bahkan peralatan syuting yang tidak layak dilakoni oleh Baim. Adapun penelitian ini menggunakan analisis Semiotika yang menganalisis sistem tanda dan makna dengan perangkat analisis semiologi Roland Barthes, yakni pemaknaan terhadap tanda (Sign) yang terdapat dalam iklansecara Signifikasi Dua Tahap (Two Order Signification). Tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang disebut denotasi. Sedangkan tahap kedua konotasi adalah menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi dari pembaca sertanilai-nilai dari kebudayaan yang kita anut.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur saya ucapakan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan kelimpahan Kasihnya bagi saya hari lepas hari, penyertaanNya yang senantiasa membawaku ke air Tenang membuatku smakin kagum akan Kemurahan dan Kasih setiaMu padaku.

Maksud dan tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S-1 di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Penulis sangat menyadari bahwa masi banyak kesalahan dan kekurangan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Dan melalui karya ilmiah inilah juga penulis dapat melihat kemampuan dan kelemahan penulis dalam banyak hal. Untuk itu, penulis mohon maaf dari hati yang paling dalam dan terimakasih atas semuapengalaman dan pelajaran yang telah diberikan kepada penulis.

Selama proses perkuliahan dan mengerjakan skripsi ini banyak pihak yang sudah memberikan kontribusi dalam berbagai bentuk. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin juga mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan kesempatan, bantuan, dorongan, dan dukungan moral mapun moril kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin,Msi selaku Dekan FISIP USU;

2. IbuDra. Fatma Wardy Lbs,MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi;

3. Bapak Syafrudin Pohan, M.Si Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah mau meluangkan waktunya untuk membantu, membimbing, dan memberikan sumbangan pikiran dalam menyelsaikan Skripsi ini;


(4)

4. Untuk bapak Drs Humaizi, M.si selaku dosen wali yang sudah memberikan nasehat dan masukan untuk menggambil matakuliah setiap semesternya, terimakasih pak untk semangat dan snyuman yang selalu bapak berikan.

5. Kepada seluruh dosen dan pegawai Ilmu Komunikasi, penulis mengucapakan banyak terimakasih, yang telah banyak membantu penulis selama proses perkuliahan sampai penyelesaian skripsi.

6. Untuk keluarga keluarga besar Ginting di Langkat terimakasih untuk kesabaran Bapak dan ketekunan mamak yang selalu member semangat kepada saya, dukungan dan kasih saying yang kalian beri terlalu besar untuk bias saya balas, kiranya Tuhan yang Maha kasih senantiasa melimpahkan kesehatan untuk kalian berdua, untuk keenam saudara kandungku, ketiga abang iparku dank keenam keponakanku kalian adalah motivasi terbesarku untuk tetap semangat menyelesaikan pendidikan.

7. Untuk keluargaku di medan Euodeya Benaya, Buat kak Ibet, kak Cisna, Bang Monang f na,Tiwi, Guteng, Uthi, N cy , hana. Kalian adalah orang yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan imanku dengan kalian aku semakin mengenal Dia, tawa, tangis dan banyak rasa yang kita lalui, terimakasih buat semangatnya ya.

Medan, 23 Maret 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .. ... . .i

LEMBAR PENGESAHA . ..ii

ABSTRAKSI . . .iii

KATA PENGANTAR .. .. ...iv

DAFTAR ISI .. ... ..v

BAB I PENDAHULUAN

A. latar Belakang . . 1

B. Perumusan Masalah .... . 3

C. Pembatasan Masalah . .12

D. Tujuan Penelitian . ..20

E. Manfaat Penelitian . 25

BAB II URAIAN TEORITIS

A. Analisis semiotika .. 30

1. Tanda . . 33

2. Signifikasi: Denotasi, Konotasi, Mitos . .36

B. Analisis Semiologi Roland Barthes .. . 38

C. Komunikasi Massa ... . .40

D. Media Massa Televisi .... 43

E. Eksploitasi anak . . 47

F. Pola Asuh Anak . .49

BAB III METODOLOGI

A. Metodologi Penelitian .. . ..52

1. Tipe Penelitian ..52

2. Objek Penelitian 53

3. Unit dan Level Analisis 54


(6)

5. Operasional Konsep . .54

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .. 55

1. Teknik Analisis Data ...55 BAB IV PEMBAHASAN DATA

A.Analisis Sinetron Buku Harian Baim . ... 56

1. Analisis Kunci Pertama .. . .. ..57

2. Analisis Kunci kedua ... . 61

3. Analisis Kunci Ketiga ... 64

4. Analisis Kunci Keempat ... ... .70

5. Analisis Kunci Kelima . ... . .73

6. Analisis Kunci Keenam . ... .78

7. Analisis Kunci Ketujuh ... ..82

8. Analisis Kunci Kedelapan ... .... ..84

9. Analisi Kunci Kesembilan . 86

10. Analisis Kunci Kesepuluh .89

11. Analisi Kunci kesebelas . ..90

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 93

B. Saran ..97

DAFTAR PUSTAKA . .101


(7)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Analisis Semiotika Eksploitasi Anak Dalam Sinetron Buku Harian Baim yang tayang setiap hari senin hingga jumat pukul 15:30 WIB tayangan berdurasi 60 menit ini menggunakan Balita sebagai aktor utama sinetron tersebut, yaitu Ibrahim Khalil Alkariti yang biasa dipanggil Baim (lahir 7 juni 2005; umur 5 tahun) adalah aktor cilik Indonesia yang sudah membintangi beberapa judul sinetron yang terbilang sukses atau yang biasa di panggil Baim. nama Baim melejit sejak bermain dalam sinetron Cerita SMS. Sebelumnya, Baim juga pernah bermain dalam sinetron Doo Bee Doo, Buku harian baim, Tarzan cilik, Baim Anak Soleh dan beberapa judul sinetron lainnya. Keterlibatan Baim dalam dunia hiburan berawal saat Baim mengantarkan kakaknya , Akbar Khalil Alkariti untuk syuting sinetronnya singkat cerita akhirnya Baim juga ikut bermain sinetron dan sinetron terakhir Baim adalah Gara-Gara Baim. Yang ditayangkan di SCTV.

Objek penelitian ini adalah sinetron Buku Harian Baim yang diperankan oleh Ibrahim Alkariti sebagai aktor utama dalam sinetron ini, anak berusia 4 tahun ini bermain dengan professional walaupun seharusnya anak seusianya seharusnya bermain bukan bekerja layaknya orang dewasa. Sinetron Buku Harian Baim yang disiarkan setiap hari di stasiun televisi SCTV ukul 18.00 19.00 WIB, namunsequence yang akan diteliti aleh peneliti adalah 2 potongan gambar dari setiap video yang telah di unduh oleh peneliti sebanyak 6 video sehingga potongan gambar yang akan diteliti adalah sebanyak 12 gambar. Karakteristik gambar yang akan diteliti tentunya sangat berkaitan dengan adegan Baim dalam sinetron tersebut sehingga kita mudah menganalisis makna dari pemaknaan yang disampaikan lewat gambar tersebut. Dipilihnya sinetron Buku Harian Baim ini menjadi subjek penelitian peneliti karena sinetron ini adalah sinetron Streaping dimana pemain harus bekerja keras syuting sepanjang hari dan setiap hari untuk memenuhi stok episode sinetron yang akan ditayangkan hari berikutnya,jadi secara tidak langsung pemeran utama dalam sinetron ini yaitu Baim sudah tidak lagi bekeja dalam porsinya sebagai anak yang masih dibawah umur bekerja dengan waktu kerja seperti itu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaui makna denotasi dan konotasi dari tanda-tanda yang terkandung dalam potongan gambar dari sinetron Buku Harian Baim serta mengetahui bagaimana adegan yang diperankan oleh Baim sebagai aktor utama yang masih belia berperan di tempat, situasi, waktu bahkan peralatan syuting yang tidak layak dilakoni oleh Baim. Adapun penelitian ini menggunakan analisis Semiotika yang menganalisis sistem tanda dan makna dengan perangkat analisis semiologi Roland Barthes, yakni pemaknaan terhadap tanda (Sign) yang terdapat dalam iklansecara Signifikasi Dua Tahap (Two Order Signification). Tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang disebut denotasi. Sedangkan tahap kedua konotasi adalah menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi dari pembaca sertanilai-nilai dari kebudayaan yang kita anut.


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Media massa adalah sarana terpenting untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi yang kita butuhkan, dan televisi adalah alat komunikasi terbaik yang dimiliki manusia saat ini. Lewat televisi publikasi informasi secara cepat dan menarik secara visual diharapkan masyarakat yang menerima informasi tersebut memberikan tanggapan atau respon yang baik. Artinya media massa sebagai media penyebarluas informasi mengharapkan tanggapan dari khalayak untuk membuktikan bahwa tayangan memang berguna untuk disiarkan ataupun bermanfaat bagi khalayak yang menyaksikan siaran tersebut.

Di Indonesia perkembangan Televisi sebagai alat informasi memang sangat pesat, bahkan tidak banyak yang mengatakan perkembangan ini menandakan bahwa Indonesia sudah benar-benar menjadi Negara yang demokrasi, namun tidak sedikit juga yang mengatakan perkembangan Televisi di Indonesia sangat tidak terkendali, tayangan yang di tayangkan 80% hiburan yang tidak mendidik, sinetron yang tidak berkualitas, selebritis yang ditampilkan berpenampilan seronok dan lain sebagainya. Di Indonesia saat ini telah hadir 9 TV swasta diantaranya RCTI, SCTV, INDOSIAR, TPI, ANTV, TV ONE, TRANS TV DAN TRANS 7, GLOBAL TV. TV milik pemerintah TVRI dan tivi daerah seperti DELI TV dan madih banyak lagi, saat ini kita juga dimanjakan dengan adanya fasilitas TV kabel yang menyajikan tayangan dari seluruh dunia, jadi dengan menonton Televisi kita bisa mengelilingi dunia. Itulah kehebatan TV walaupun masih ada pro dan kontra atas kehadirannya.


(9)

Kebutuhan masyarakat akan acara yang menarik dan menghibur menuntut para produsen acara televisi bekerja ekstra dan menggunakan segala cara untuk menarik perhatian penonton agar menonton acara mereka. Mulai dari membuat acara reality show yang menceritakan aib seseorang, kuis yang menarik, sinetron dengan jalan cerita yang sudah hamper bisa kita tebak jalan ceritanya, bahkan memasang pemain-pemain yang dapat menarik perhatin yaitu dengan pemeran yang berwajah pas-pasan, pemain yang tua, bahkan anak balita juga sudah diajak main sinetron dan tujuan semua strategi ini adalah untuk menghasilkan karya yang menghibur dan membuat penontonnya betah berlama-lama di depan televisi sehingga akan mengundang pengiklan untuk beriklan di stasiun televisi tersebut.

Menggunakan strategi yang kurang sehat untuk meraup keuntungan di dunia pertelevisian memang sering dimaklumkan oleh beberapa pihak, karena memang peraturan yang mengatur tentang penggunaan anak dibawah umur sebagai aktor di program yang televisi siarkan memang belum terlalu jelas dalam realisasinya. Contohnya saja tentang penggunaan anak dbawah umur sebagai pemain di dalam sinetron belum terlalu jelas aturan yangdipakai. Sebagai contoh Ibrahim Khalil Alkariti yang biasa dipanggil Baim (lahir 7 juni 2005; umur 5 tahun) adalah aktor cilik Indonesia yang sudah membintangi beberapa judul sinetron yang terbilang sukses.. nama Baim melejit sejak bermain dalam sinetron Cerita SMS. Sebelumnya, Baim juga pernah bermain dalam sinetron Doo Bee Doo, Buku harian baim, Tarzan cilik, Baim Anak Soleh dan beberapa judul sinetron lainnya. Keterlibatan Baim dalam dunia hiburan berawal saat Baim mengantarkan kakaknya , Akbar Khalil Alkariti untuk syuting sinetronnya singkat cerita akhirnya Baim juga ikut bermain sinetron dan sinetron terakhir Baim adalah Gara-Gara Baim. Yang ditayangkan di SCTV.


(10)

Kontroversi pekerja anak dalam undang-undang dan Konvensi ILO (Konvensi Hak Ank PBB). Menurut UU No. 1/1951 , anak (8-14 tahun ) dilarang bekerja .namun ketentuan ini masih belum berlaku karena belumada peraturan pelakanaannya . Oleh karena itu untuk mengisi kekosongan hokum ini dengan terpaksa diberlakukan lah ketentuan lama yaitu : Stbl.1925 No.647 tentang pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari Menurut ketentuan ini , anak dapat di pekerjaan dengan bernagai syarat yang menyangkut :

Jenis pekerjaan Umur

Waktu kerja dan lamanya kerja

Hal-hal tersebut diatas tercermin dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Anak yang berumur antara 8-14 tahun tidak boleh melakukan pekerjaan kecuali pada malam hari antara jam 20.00 -05 .00

Anak-anak yang berumur dibawah 12 tahun tidak boleh melekukan pekerjaan terutama di :

1. Pabrik yang tertutup

2. Ditempat kerja dimana dipekerjaan secara bersama-sma lebih dari 10 orang 3. Ditempat kerja dimana dilakukan pembuatan pemeliharaan pembetulan ,pembongkaran , air, dan gedung

4. Pada perusahaan kereta api trem

Selanjutnya ketentuan pembatasan pekerjaan anak ini diatur lebih lanjut dalam peraturan mentri tenaga kerja 1/1987 tentang perlindungan anak yang terpaksa bekerja . ketentuan ini menentukan hal-hal sebagai berikut:

Tidak boleh mempekerjakan anak lebih dari 4 jam /hari Tidak boleh mempekerjakan anak pada malam hari


(11)

Wajib membayar upah sesuai dengan peraturan yag berlaku

Mewajibkan pada pengusaha untuk mengupayakan agar buruh anak di beri kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dasar PTMK ini juga di lengkapi dengan ancaman sanksi pidana bagi pelanggarnya maksimum tiga bulan kurungan UUNo. 20 /1999 tentang pengesahan konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk di perbolehkan menyatakan bahwa batas usia minimumuntuk di perbolehkan bekerja yang diberlakukan diwilayah RI adalah usia 15 tahun Pemerintah Indonesia tampak masih belum konsisten dalam melaksanakan konvensi hak anak PBB yang telah menjadi hokum internasional sejak 2 septemer 1990 umur pekerja anak yamg menuerut ketentuan dunia berumur minimal 18 tahun tidak ditaati ,sejumlah anak masih dieksploitasi dan di pekerjakan secara tidak mnusiawi Persatuan buruh dunia (ILO No. 139 tahun 1973)pun telah membuat konvensi mengenai usia minimum buruh anak yang menyebutkan anak tidak boleh di pekerjakan dalam sector ekonomi mana pun dibawah umur yang sedang berada dalam penyelsaian wajib sekolah dan tidak kurang dari 15 tahun . Umur minimum untuk masuk angkatan kerja yang tidak membahyakan kesehatan ,keslamatan dan moral adalah 18 tahun

Sejumlah tindakan khusus perlu di ambil pemerintah agar bangsa Indonesia tidak dinilai buruk oleh dunia internasional karena melakukan pelanggaran konvensi hak anak PBB. Maka yang harus dilakukan adalah :

Pertama : menghapus segera pekerjaan yang menghamabat fisik social , kognitif , emosional ataupun moral anak tidak boleh di toleransi .pemerintah harus tegas menindak pengusaha yang mempekerjakan anak secara manusiawi .

Kedua : pemerintah perlu menyediakan wajib belajar Cuma-Cuma bagi anak tidak mampu .pemerintah harus memenuhi tanggung jawab mereka untuk menyediakan pendidikan dasar yang relevan secara Cuma-Cuma dan di wajibkan bagi anak dan menjamin semua anak masuk sekolah dasar sampai tamat .


(12)

Ketiga : adanya perlindungan hokum yang lebih luas bagi anak .Perundang-undangan mengenai pekerja anak dan pendidikan anak harus konsisten dalam tujuannya dan dilaksanakan dengan cara sling mendukung..Undang-undang mengenai pekerja anak harus selaras dengan konvensi hak anak PBBdan konvensi ILO

Keempat : pemerintah harus melakukan pencatatan kelahiran semua anak . semua anak harus di catat saat lahir ,hak ini penting untuk memungkinkan penerapan hak anak , seperti memperoleh pendidikan, perawatan kesehatan dan pelayanan dari pemerintah lainnya.

Kelima: pengumpulan data

(HUKUM KETENAGAKERJAAN DILENGKAPI SKB 4 MENTRI, IMAN SAPUTRATUNGGAL ,SH.,CN.,LLM, HARVARINDO 2009)

B. Perumusan Masalah

SBerdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana makna dan bahasa visual sinetron Buku Harian Baim di stasiun Televisi SCTV dalam kegiatan Eksploitasi anak

C. Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkup penelititan tidak terlalu luas dan pembatasan masalah yang akan diteliti adalah :


(13)

2. Perangkat analisis yang digunakan adalah semiologi Barthes signifikasi dua tahap (two order of signification) denotasi dan konotasi

3. Subjek yang diteliti adalah video sinetron Buku Harian Baim yang ditayangkan di situs video youtube yang ditayangkan bulan januari dan februari

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan September oktober 2010

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tanda yang melingkupi pemaknaan dan bahasa visual yang terdapat dalam sinetron Buku Harian Baim

2. Untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi sampai tahap peranda konotatf yang terkandung dalam visualisasi sinetron Buku Harian Baim

E. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitiantentang makna dan bahasa visual sinetron televisi melalui analisis semiotika

2. Secara praktis, hasil analisisi ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan pembuat sinetron di televisi

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada departemen ilmu komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.


(14)

F. Review Beberapa Hasil Penelitian Semiotik

1. Sebuah penelitian Kualitatif dengan metode Analisis Semiotika yang disusun oleh Gathi Restu Astuti (D.0202055) dengan judul Media dan stereotype terhadap perempuan (analisis semiotika tentang stereotype terhadap perempuan yang direpresentasikan dalam sitkom OB di RCTI)

a. Isi

Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) adalah stasiun televisi swasta nasional pertama di Indonesia yang lahir dari gagasan dua perusahaan besar, yaitu Bimantara Citra. Tbk, dan Rajawali Corporation. Sejak berdiri tahun 1988, RCTI identik dengan berbagai macam program populer yangmerupakan trend setter dari program-program televisi swasta lainnya. Memiliki 47 stasiun pemancar di seluruh Indonesia, RCTI selalu menjadi pilihan bagi para pemasang iklan, karena RCTI merupakan media televise yang mempunyai covereage area yang terluas.

Gambaran Umum Tentang Sitkom OB atau Office Boy adalah serial sinetron komedi Indonesia yang ditayangkan RCTI sejak tahun 2006. Sinetron yang merupakan produksi inhouseini berkisah tentang kejadian-kejadian lucu pada stasiun televisi OKTV. Semua kejadian itu sering kali terjadi akibat keluguan Sayuti (Aditya Padat Karya), office boy di kantor tersebut. Meski ditempatkan di bagian dapur, Sayuti mesti berinteraksi dengan sesama pekerja lain, seperti Odah (Tika Panggabean) yang bertingkah bak penguasa, Ismail (Daus Separo) OB yang kaya dan sombong, serta Susi (Oline Mendeng), petugas kebersihan yang jatuh cinta kepadanya.


(15)

Sayuti juga kerap berhubungan kerja dengan karyawan HRD OKTV dengan tingkah dan kebiasaan masing-masing. Ada Pak Taka (Marlon Renaldy), manajer yang galak dan suka memberi hukuman fisik, dia diamdiam jatuh cinta kepada Saschya (Winda Viska) sekretaris yang cantik. Kemudian ada Gusti (Bayu Oktara) pria playboy bertampang cool dan Hendra (M.Ridwan) seorang karyawan yang selalu disiplin, pelit, dan suka heboh sendiri kalau melihat artis datang. Kisah-kisah mereka juga semakin berwarna dengan kehadiran para bintang tamu yang sedang naik daun. Sejak ditayangkan perdana pada 17 April 2006, OB ternyata cukup diminati oleh para pemirsa TV. Terbukti dengan ratingnya yang selalu tinggi, ditambah lagi jumlah episode di periode 1 yang mencapai 623 episode.

b. Penokohan dalam Sitkom OB 1. Pak Taka

Manager bagian HRD. Pak Taka sebenarnya menyukai Sascya, sekertarisnya. Meskipun ia tidak merasa tapi semua pegawai di bagian HRD sudah mengetahui perasaan Pak Taka yang jelas-jelas ditolak oleh Sascya. Bila pegawainya membuat kesalahan yang membuatnya marah, Pak Taka tidak segan-segan memberikan hukuman fisik seperti push up, berdiri satu kaki, dan banyak lagi.

2. Gusti

Playboy sejati di bagian HRD. Kepalanya botak tapi disukai banyak wanita dan gombal. Ia mulai menyukai Sascya ketika mereka berada di Bali dan menembaknya di tempat yang sama ketika mereka akan balik ke Jakarta. Mereka berdua putus setelah hubungan mereka diketahui oleh Pak Taka.

3. Sascya

Sekertaris Pak Taka yang kelewat polos. Meskipun ia sama sekali tidak bekerja dan hanya mengecat kuku ataupun menulis sesuatu yang tidak berguna dengan pulpen ungu kesayanganya, Pak Taka sama sekali tidak marah karena ia menyukai gadis ini. Meskipun


(16)

sudah besar, Sascya masih memiliki Baby Sitter. Ia masih menyukai Gusti meski telah putus dan seringkali cemburu kalau melihat Gusti bersama cewek lain.

4. Hendra

Karyawan bagian keuangan HRD yang sangat teliti. Gayanya yang 'jadul' (jaman dulu) alias tidak trendy, membuatnya sulit memiliki hubungan dengan seorang wanita. Jika melihat artis datang ke OKTV, sifat fanatic sering kumat, yang membuat seluruh kantor gempar. Jika bertemu dengan artis yang paling dia idolakan,maka ia akan histeris dan mengejar artis yang dimaksud Pak Hendra.

5. Sayuti

Seorang OB yang berasal dari Jawa. Bahasa Jawanya yang kental membuatnya mendapat julukan anak kampung. Akibat keluguannya, ia seringkali tidak mengenali artis-artis yang datang ke OKE TV.

6. Ismail

Mail, begitulah ia dipanggil, sebenarnya adalah anak juragan. Tapi karena belum ingin menikah dan ia dalam posisi dijodohkan oleh orang tuanya makanya ia minggat dan bekerja di OKTV. Ciri-ciri dari Mail adalah suaranya yang nyaring dan cempreng. Setiap kali melihat perempuan cantik pasti ia akan mengatakan "waw..." dan menaikan rambutnya.

7. Sa'Odah

Odah bagaikan penguasa di Pantry HRD karena ialah yang paling tua. Ia seringkali menyuruh Mail, Sayuti, atau Susi untuk membelikannya makanan (dengan catatan memakai uang mereka).Kadang Ia memalak semua OB HRD untuk maksud tertentu. Tapi di depan suaminya, Odah bersikap sebagai istri yang baik dan perhatian.


(17)

Pegawai Cleaning Service yang terkenal cerewet dan biang gosip. Susi tergila-gila pada Sayuti sehingga rela melakukan apa saja.

Berikut adalah salah satu Episode Sitkom OB yang di Analisis oleh peneliti, Episode 12 (Titip Absen Membawa Sengsara), ditayangkan 2 Mei 2006.

Para karyawan OK TV tampak mulai berdatangan di kantor OK TV dan sebagian telah antri di depan mesin absen termasuk Saschya dan Pak Hendra. Pak Hendra telihat kesal pada Saschya yang berada pada urutan paling depan namun tak kunjung memasukkan kartu pada mesin absen dan justru sibuk berdebat dengan pacarnya lewat telepon. Setelah absen, Pak Hendra segera ke ruang HRD untuk memulai bekerja. Saschya menyusul kemudian dengan sedikit cemberut dan mengomel pada Pak Hendra yang tidak mau menunggunya. Hari sudah semakain siang namun Gusti masih belum hadir di kantor. Pak Taka pun memanggil Pak Hendra ke ruangannya untuk dimintai keterangan perihal Gusti. Pukul 10.30, Gusti baru tiba di ruang HRD dengan wajah yang ceria dan bersenandung.

Pak Hendra merasa kesal dan memberitahu Gusti bahwa Pak Taka marah karena Gusti dating terlambat dan berpesan agar Gusti menghadap Pak Taka bila sudah datang. Gusti tetap terlihat santai dan mengelak pada Pak Hendra bahwa ia terlambat datang. Keterangan yang sama ia sampaikan pada Pak Taka saat Gusti menghadap. Ia menjelaskan pada Pak Taka bahwa ia datang tepat waktu tetapi mampir ke ruang produksi lebih dulu. Sebagai bukti, Gusti pun mengajak Pak Taka ke mesin absen untuk mengecek jam kedatangan yang tercetak di kartunya. Sementara itu, Susi yang mencari Gusti di ruang HRD merasa kaget saat Pak Hendra memberitahu bahwa Gusti sedang mengecek kartu absensi bersama Pak Taka. Susi pun segera mencari Gusti. Belum sempat mengucapkan sepatah katapun saat berhasil bertemu Gusti, Gusti telah menarik tangan Susi menuju toilet. Gusti menyodorkan 1 lembar Rp. 10.000-an pada Susi untuk titip absen lagi. Rupanya rahasia Gusti bisa datang terlambat


(18)

tanpa ketahuan adalah dengan titip absen pada Susi. Namun kali ini Susi menolak dengan alasan takut pada Pak Taka. Tidak berhasil pada Susi, Gusti pun mencari sasaran lain untuk titip absen. Ia melihat Sayuti di pantry dan segera mendatanginya. Namun lagi-lagi Sayuti menolak. Saodah yang kebetulan masuk pantry dan berpapasan dengan Gusti yang keluar dengan wajah kecewa menanyakan sebabnya pada Sayuti. Sayuti menjelaskan bahwa Gusti bermaksud untuk titip absen dan untuk itu ia memberikan imbalan RP. 10.000. Mendengar kata uang, Saodah segera mengejar Gusti, dan kembali ke pantrydengan uang Rp. 10.000 di tangan. Saodah yang mata duitan pun mendapat ide untuk mendapat uang tambahan. Tak berapa lama kemudian, Saodah terlihat sedang menghitung lembaran Rp. 10.000-an sambil mendiktekan pada Sayuti nama-nama karyawan yang titip absen. Rupanya Saodah menawarkan untuk mengabsenkan pada karyawan-karyawan OK TV dengan syarat diberi imbalan sebesar Rp. 10.000. Namun lagi-lagi ia menggunakan kuasanya dan menyuruh Sayuti yang mengabsenkan. Hari itu juga Sayuti tampak sibuk memilih-milih kartu di mesinabsensi.

Gusti yang mengetahui hal itu menanyakan untuk apa Sayuti memilih kartu-kartu tersebut. Dengan lugu Sayuti menjawab bahwa ia diberi tugas oleh Saodah untuk mengabsenkan dan agar tidak lupa maka ia memilih kartu-kartu tersebut lebih dulu. Gusti tidak menyadari kehadiran Pak Taka hingga saat Sayuti beranjak pergi dan berpamitan pada Pak Taka. Sayuti masuk toilet pria dan tiba-tiba mendengar suara ribut-ribut dari dalam kamar mandi. Ia terkejut saat membuka pintu kamar mandi ternyata di dalamnya penuh dengan para karyawan yang sebelumnya titip absen. Mereka merasa takut dan bersembunyi dikarenakan Pak Taka yang marah karena mengetahui perihal titip absen tersebut dan menghukum Gusti. Sayuti merasa lebih terkejut lagi saat membuka kamar mandi yang satunya dan medapati Saodah yang juga bersembunyi dari Pak Taka berada di dalamnya.


(19)

Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis Semiotika diatas adalah bahwa penokohan yang di perankan oleh ketiga wanita dalam SITKOM OB tersebut adalah Steryotipe wanita yang sangat jelas dipresentasikan pada setiap peran wanita yang dilakonkan oleh Tika Panggabean bagaikan penguasa di Pantry HRD karena ialah yang paling tua. Ia seringkali menyuruh Mail, Sayuti, atau Susi untuk membelikannya makanan (dengan catatan memakai uang mereka).Kadang Ia memalak semua OB HRD untuk maksud tertentu. Tapi di depan suaminya, Odah bersikap sebagai istri yang baik dan perhatian, begitu juga dengan Winda viska sebagai Sascya Sekertaris Pak Taka yang kelewat polos. Meskipun ia sama sekali tidak bekerja dan hanya mengecat kuku ataupun menulis sesuatu yang tidak berguna dengan pulpen ungu kesayanganya, Pak Taka sama sekali tidak marah karena ia menyukai gadis ini. Meskipun sudah besar, Sascya masih memiliki Baby Sitter. Ia masih menyukai Gusti meski telah putus dan seringkali cemburu kalau melihat Gusti bersama cewek lain dan peran wanita teerakhir di lakoni oleh Olin mendeng sebagai Pegawai Cleaning Service yang terkenal cerewet dan biang gosip. Susi tergila-gila pada Sayuti sehingga rela melakukan apa saja. Dari ketiga peran wanita tersebut citra negatif wanita sangat jelas terlihat. Sitkom OB ini menggambarkan sebagai seorang yang kasar, ingin menang sendiri, bodoh, malas bekerja, dan wanita yang sangat mencintai pria sehingga lupa daratan dan rela menggunakan segala sesuatu untuk mndapatkan pria idamannya.

2. Analisis Semiotika tanda pada karya desain Komunikasi Visual (Sumbo Tinarko) dengan judul (SEMIOTIKA ANALISIS TANDA PADA KARYA DESAIN KOMUNIKASI VISUAL)


(20)

a. Isi

Karya desain komunikasi visual mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks desain komunikasi visual dan penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem non kebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan, maka pendekatan semiotika sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas karya desain komunikasi visual layak diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya. Kata kunci: Semiotika, Analisis Tanda, Desain Komunikasi Visual. Sebagai bahasa, maka efektivitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pendesain komunikasi visual. Untuk itu, sang desainer haruslah: pertama, memahami betul seluk beluk pesan yang ingin disampaikannya. Kedua, mengetahui kemampuan menafsir, kecenderungan dan kondisi, baik fisik maupun jiwa dari manusia kelompok masyarakat yang menjadi sasarannya. Ketiga, harus dapat memilih jenis bahasa dan gaya bahasa yang serasi dengan pesan yang dibawakannya, dan tepat untuk dapat dibicarakan secara efektif (jelas, mudah, dan mengesankan) bagi si penerima pesan. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan sangat pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambang-lambang, atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya tarik. Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti: garis, warna, dan komposisi.

Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan. Di dalam rancang grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan, guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis bahwa bahasa visual


(21)

memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal. Dikatakan Umar Hadi (1993), sebagai bahasa, desain komunikasi visual adalah ungkapan ide, dan pesan dari perancang kepada publik yang dituju melalui symbol berujud gambar, warna, tulisan dan lainnya. Ia akan komunikatif apabila bahasa yang disampaikan itu dapat dimengerti oleh publik. Ia juga akan berkesan apabila dalam penyajiannya itu terdapat suatu kekhasan atau keunikan sehingga ia tampil secara istimewa, mudah dibedakan dengan yang lain. Maka dalam berkomunikasi, diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai seputar siapa publik yang dituju, dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif.

SEMIOTIKA/ILMU TANDA

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Keberadaannya mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidangdesain dan seni rupa. Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Ada kecenderungan bahwa manusia selalu mencari arti atau berusaha memahami segala sesuatu yang ada di sekelilingnya dan dianggapnya sebagai tanda. Penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan-dalam hal ini desain komunikasi visual dimungkinkan, karena menurut Yasraf A. Piliang ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Artinya, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, makasemuanya termasuk karya-karya desain komunikasi visual - dapat


(22)

juga dipandang sebagai tanda-tanda. Hal itu dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.

Ferdinand de Saussure merumuskan tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak bisa dipisahkan - seperti halnya selembar kertas - yaitu bidang penanda (signifier) atau bentuk dan bidang petanda (signified): konsep atau makna. Berkaitan dengan piramida pertandaan ini (tanda-penanda-petanda), Saussure menekankan dalam teori semiotika perlunya konvensi sosial, di antaranya komunitas bahasa tentang makna satu tanda. Jadi kesimpulan Yasraf berdasar rumusan Saussure adalah satu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa tentang makna tersebut. Sementara itu, Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam kehidupan manusia bisa tanda gerak atau isyarat. Lambaian tangan yang bisa diartikan memanggil atau anggukan kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi, seperti tiupan peluit, terompet, genderang, suara manusia, dering telpon. Tanda tulisan, di antaranya huruf dan angka. Bisa juga tanda gambar berbentuk rambu lalulintas, dan masih banyak ragamnya. Merujuk teori Pierce, maka tanda-tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Di antaranya: ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan Hamangkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon dari Pak Sultan. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Pak Sultan adalah ikon dari ibu jari Pak Sultan.

ANALISIS TANDA KARYA DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

Pembahasan karya-karya Desain Komunikasi Visual dengan kajian semiotika akan menggunakan teori Pierce untuk melihat tanda pada karya desain komunikasi visual (ikon,


(23)

indeks, simbol), teori Barthes untuk melihat kode: kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi dan kode kebudayaan, serta teori Saussure untuk melihat makna denotatif dan makna konotatif. Kemudian Judith Williamson dengan teori semiotika iklan terkait dengan peminjaman tanda dan kode sosial juga dimanfaatkan untuk memahami karya desain komunikasi visual yang menjadi contoh kasus dalam tulisan ini.

Di samping itu, tentunya penggunaan semiotika struktural dan semiotika pasca struktural menjadi pertimbangan khusus dalam pembahasan ini. Hal itu menjadi penting karena untuk kasus tertentu, semiotika struktural tidak bisa untuk menganalisa teks (karya desain komunikasi visual), ketika teks tersebut keluar dari kode yang berlaku. Dengan demikian, semiotika struktural yang stabil tidak bisa menjelaskan teks yang labil, untuk itu diperlukan semiotika pasca struktural.

Berikut ini pembahasan sebuah karya desain komunikasi visual dengan menggunakan semiotika sebagai metode analisis tanda:

Tanda verbal,

Teks berbunyi : Sebatang lidi menjadi kuat bila menjadi sapu. Sebuah bangsa menjadi kuat bila tetap bersatu.

Tanda visual, Ilustrasi yang ditampilkan dalam ILM (Iklan Layanan Masyarakat) ini adalah ikon sebuah sapu lidi yang merupakan gabungan berpuluh-puluh lidi yang dijalin


(24)

dalam sebuah ikatan, sehingga bisa digunakan sebagaimana fungsinya. Sedangkan ikon sapu lidi adalah symbol dari kata bersatu atau persatuan. Ilustrasi ikon sapu lidi yang diletakkan secara diagonal, hampir memenuhi bidang iklan tersebut memberikan kesan dinamis. Dengan idiom estetik metafora, keberadaannya memperkuat posisi tanda verbal (teks) yang terdiri atas dua baris dan ditata secara horizontal. Selain itu, ikatan sapu lidi tersebut secara implicit diposisikan sebagai petunjuk arah yang menunjukkan teks di bawahnya. Dengan demikian, ILM yang dicetak hitam-putih secara visual menjadi sangat kuat penampilannya karena didukung latar belakang putih polos yang melingkupi seluruh frame dari tampilan ILM tersebut. Berdasarkan tanda verbal dan tanda visual yang terdapat dalam ILM ini, maka kita bisa melihat pesan tersebut dengan bantuan kode kebudayaan dan kode semantik. Mengacu pada kode kebudayaan seperti ditegaskan Barthes, maka tanda visual dalam ILM ini berupa ikon sapu lidi. Mitos sapu lidi pada masyarakat Indonesia berkembang menjadi sebuah bentuk perwujudan sikap saling membantu dari komunitas hidup bergotong royong. Makna konotatif bisa juga dilihat dari mitos sapu lidi. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, merupakan bentuk peribahasa yang mengacu pada konsep sapu lidi. Bahwa sebuah lidi tidak bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk membersihkan sampah misalnya. Sebaliknya, berpuluh-puluh lidi yang dijalin menjadi seikat sapu lidi dapt dimanfaatkan untuk membersihkan sampah. Dilihat dari segi fungsional, sapu lidi yang berfungsi sebagai alat membersihkan sampah, mengandung makna denotatif. Tanda visual berupa ikon sapu lidi ini, menurut kode semantik, merupakan perwujudan dari loyalitas dan kebangsaan masyarakat Indonesia yang selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan. Dengan mengacu pada kode semantik maka antara tanda visual berupa ikon sapu lidi dan tanda verbal berbunyi: ''Sebatang lidi jadi kuat bila menjadi sapu. Sebuah bangsa jadi kuat bila tetap bersatu'' saling melengkapi dan menjelaskan antara yang satu dengan lainnya. Tanda visual berupa ikon sapu lidi menggunakan prinsip pertandaan berupa peminjaman kode. Artinya, peminjaman tanda


(25)

berupa sapu lidi yang terdiri dari kumpulan berpuluh-puluh lidi yang dijalin menjadi sebuah sapu lidi dan berfungsi untuk membersihkan sesuatu dlm hal ini kotoran atau sampah- untuk dipinjamkan kepada ILM ini sebagai penegasan bahwa sebatang lidi jadi kuat bila menjadi sapu, maka sebuah bangsa pun menjadi kuat bila tetap bersatu.

Tanda visual berupa ikon sapu lidi juga menggunakan prinsip metafora. Arti dari prinsip metafora adalah meminjam tanda pada satu bidang ke bidang lain secara langsung. Dalam hal ini terlihat bahwa peminjaman tanda ikon sapu lidi memberikan arti bahwa sapu lidi merupakan jalinan atau bersatunya puluhan batang lidi. Bersatunya lidi tersebut dipinjam sebagai tanda yang memberikan arti kiasan dari bersatunya berbagai macam manusia yang bernaung dalam sebuah bangsa. Dengan demikian, bersatunya lidi dipinjam kodenya untuk menjelaskan bersatunya manusia. Tanda verbal berupa teks bergaya pantun mengandung makna konotasi. Struktur sintaksis berupa sintaksis kalimat bernada ajakan atau himbauan. Artinya, dengan mengacu pada bersatunya batang-batang lidi menjadi sapu dan mampu menyapu atau membersihkan segala kotoran yang ada di lingkungan kita, maka diharapkan kita sebagai sebuah bangsa selalu berupaya bersatupadu agar bangsa ini senantiasa kuat. Dalam konteks Pemilu (Pemilihan Umum), pesan ILM tersebut adalah, jika rakyat bersatu melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warganegara, maka Pemilu yang bermuara pada pemilihan wakil rakyat di DPR-MPR yang dipercaya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dapat dilaksanakan dengan baik.

Dari analisis ini dapat ditarik kesimpulan, ILM dengan tanda visual berupa ikon sapu lidi dan tanda verbal ''Sebatang lidi jadi kuat bila menjadi satu. Sebuah bangsa jadi kuat bila tetap bersatu'', menunjukkan tali hubungan yang erat antara tanda verbal dan tanda visual. Sebab keduanya saling melengkapi dan menjelaskan keberadaan masingmasing unsur dari


(26)

tanda tersebut. Dengan demikian, kesimpulan dari ILM ini adalah tanda bermakna sebagai metafora persatuan.

b. Kesimpulan

Pesan yang terdapat pada berbagai karya desain komunikasi visual adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dalam bentuk tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal didekati dari ragam bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan. Tanda visual dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secaraikonis, indeksikal, atau simbolis. Penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuandalam hal ini desain komunikasi visual - dimungkinkan, karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Artinya, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana social.

Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika sebuah praktik social dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya termasuk karya desain komunikasi visual dapat juga dilihat sebagai tanda-tanda. Hal itu menurut Yasraf Amir Piliang dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri. Mengingat karya desain komunikasi visual mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks desain komunikasi visual serta penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem non kebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan, maka pendekatan semiotika sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas karya desain komunikasi visual layak diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya.

3. Semiotika Iklan Sosial (bagian III) Analisis Semiotika Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Membaca versi Seekor Unta (Kompas, 31 Desember 1996)


(27)

Tanda Verbal:

Headline :Mau pintar tanpa perlu membaca? Jadilah seekor unta.

Teks : Sebuah perumpamaan klasik mengatakan: Membaca adalah sumber pengetahuan. Nilainya ibarat seteguk air bagi tubuh kita . Memang benar. Dan tak ada satu manusia pun di dunia ini bisa jadi pintar tanpa membaca. Termasuk mereka yang tergolong jenius sekali pun. Hanya dengan memiliki kebiasaan membaca seperti kebiasaan minum air setiap hari, kita bisa membuat pikiran kita terus hidup dengan pengetahuan. Kecuali, bila kita adalah seekor unta yang sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa minum.

Closing Word :Membaca setiap hari, seteguk pengetahuan bagi kehidupan kita.

Tanda Visual : Ikon seekor unta yang memakai kacamata dan berdasi. Idiom estetik yang digunakan adalah idiom estetik parodi dan personifikasi.


(28)

Iklan Layanan Masyarakat (ILM) berukuran 9 kolom kali 27 cm ini dirancang oleh Cipta Citra Advertising dan dimuat di harian Kompas tanggal 31 Desember 1996. Penempatan bidang ILM ditata secara horizontal. Komposisi yang digunakan komposisi dinamis, hal itu ditunjang dengan penempatan ilustrasi yang sedikit digeser ke kanan. Di samping itu, nuansa dinamis dan ekspresif juga terlihat dari ilustrasi yang dikerjakan dengan teknik hand drawing yang digoreskan secara spontan, ekspresif, dan lugas. Dampak dari digesernya ilustrasi ke arah kanan memberikan kesan keluasan atau bidang kosong dari desain ILM tersebut. Hal itu ditopang dengan penempatan desain ILM secara horizontal. Bidang kosong pada ILM ini mempunyai makna konotasi tentang luasnya belantara ilmu pengetahuan yang harus kita ketahui. Masa depan manusia masih panjang, untuk itu dengan memiliki kebiasaan membaca seperti kebiasaan minum setiap hari, bisa membuat pikiran kita terus hidup dengan pengetahuan. Atau bisa juga mempunyai makna sebaliknya, masa depan kita semakin gelap karena kita tidak memiliki wawasan dan pengetahuan, akibatnya kita hanya akan menjadi manusia terjajah yang tidak berkembang akal dan pikiran kita. Center of interest tampak kepala unta berada pada titik tengah bidang iklan yang didominasi warna hitam pekat. Sedangkan gambar dasi yang berkibar di leher unta berfungsi sebagai penunjuk dan menekankan kalimat Jadilah seekor unta . Headline, teks, dan closing word menggunakan jenis huruf Sans Serif, garis huruf sama tebal dan tidak mempunyai kaki. Jenis huruf ini bersifat netral dan mudah dibaca. Penempatan headline yang dipecah menjadi dua, di atas dan di bawah ilustrasi memberikan makna konotasi tentang sempitnya wawasan dan pengetahuan seseorang karena ia tidak mau menambah dan mengembangkan wawasan tersebut dengan membiasakan diri membaca. Makna konotasi tersebut terlihat pada posisi kalimat Mau pintar tanpa perlu membaca? menekan ilustrasi. Sehingga keberadaan ilustrasi menjadi dikerdilkan.


(29)

ILM yang dicetak dengan warna hitam putih dengan teknik positif negatif ini mampu bersaing di antara deretan kolom surat kabar harian Kompas yang berisi susunan huruf. Dengan dominasi blok hitam sebagai latar ILM dan headline berwarna putih mampu menarik perhatian pembaca untuk mencermati ILM yang dikemas dengan idiom estetik parodi. Berdasarkan tanda verbal dan tanda visual maka bisa dicermati pesan ILM tersebut dengan bantuan kode hermeneutik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan.

Kode hermeneutik terlihatpada aspek pertanyaan, teka-teki, dan enigma. Ketiga aspek kode hermeneutik itu tampak pada headline yang berbunyi: Mau pintar tanpa perlu membaca? . Kalimat tersebut bernada pertanyaan, sekaligus teka-teki, dan enigma. Sebab jika headline itu dikupas lebih jauh, akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin kita bisa pintar tanpa membaca. Kemudian kalimat di bawahnya seolah-olah berbentuk jawaban tetapi masih merupakan teka-teki: Jadilah seekor unta . Kalimat tanya yang dimunculkan oleh headline dan jawaban dari kalimat tanya itu masih merupakan enigma dan tidak ada korelasi antara yang satu dengan lainnya.

Kegamangan dari enigma headline tersebut baru terjawab ketika menyimak teks berbunyi: Hanya dengan memiliki kebiasaan membaca seperti kebiasaan minum air setiap hari, kita bisa membuat pikiran kita terus hidup dengan pengetahuan. Kecuali, bila kita adalah seekor unta yang sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa minum . Makna konotasi dari tanda verbal tersebut, wawasan dan tingkat intelektualitas kita rendah ketika tidak mempunyai kebiasaan membaca.

Kode visual hermeneutik terlihat pada tanda visual berupa ikon seekor unta yang didandani sedemikian rupa menggunakan kacamata dan dasi. Visualisasi ikon seekor unta merupakan enigma dan parodi dari sifat manusia instan yang maunya serba enak, tidak mau menerapkan peribahasa: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian, bersakit-sakit


(30)

dahulu, bersenang-senang kemudian. Visualisasi ikon seekor unta tersebut merupakan personifikasi dari seorang intelektual, kaum profesional yang mempunyai wawasan dan kepandaian yang mumpuni. Kacamata dan dasi yang dijadikan atribut unta merupakan parodi dari mitos kepandaian, intelektualitas, modern, dan profesionalisme.

Kode simbolik terlihat pada aspek kemenduaan, pertentangan dua unsur dan kontradiksi. Ketiga aspek kode simbolik itu bisa diterapkan pada sifat kontradiksi dari headline berbunyi: Mau pintar tanpa perlu membaca? . Pertentangan dua unsur atau kontradiksi ini terlihat pada kata mau pintar , dengan kata tanpa perlu membaca .

Kode narasi yaitu kode yang mengandung cerita, terlihat dari keseluruhan tanda verbal ILM tersebut, terutama pada teks.

Kode visual narasi terkandung pada tanda visual berupa ikon seekor unta. Keberadaannya menceritakan tentang mitos unta yang diyakini sebagai binatang yang bodoh, tetapi ia mau belajar dari pengalaman. Ketika ia berjalan di belantara padang pasir, ia tidak akan terperosok pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Makna konotatifnya, ia mau belajar dengan mata batinnya. Ketika mitos unta itu diparalelkan dengan manusia yang mempunyai akal dan budi, akankah hal itu terjadi?

Kode kebudayaan nampak pada aspek mitos dan pengetahuan. Mitos unta diyakini oleh masyarakat Timur Tengah sebagai binatang padang pasir yang selalu belajar dari pengalaman. Sebab sebodoh-bodohnya unta, ia tidak akan pernah terperosok dalam lubang yang sama. Makna konotasinya, jika manusia dalam kehidupan kesehariannya selalu mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan, berarti ia lebih tolol dari seekor unta. Makna konotasi dari mitos unta tersebut sebenarnya sudah tersirat dalam headline yang berbunyi:


(31)

Aspek pengetahuan tersirat pada closing word: Membaca setiap hari, seteguk pengetahuan bagi kehidupan kita yang diperjelas dengan teks yang terdapat pada ILM tersebut.

Tanda visual yang ditampilkan dalam ILM ini adalah ikon seekor unta. Visualisasi tanda visual tersebut menggunakan idiom estetik parodi dan personifikasi. Ikon seekor unta itu memparodi manusia yang terjebak budaya jalan pintas, dan budaya yang menisbikan proses, termasuk di antaranya budaya membaca. Meski pun si unta itu didandani dengan kacamata dan berdasi yang merupakan personifikasi dari mitos kepandaian, modern, profesionalisme, dan wawasan yang jembar, tetapi ia tetap kelihatan bodoh dari ekspresi wajahnya yang nyengir dan melongo. Tanda visual tersebut mempertegas teks yang berkonotasi pembenaran bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia ini bisa pintar tanpa membaca.

b. Kesimpulan

Dari analisis berdasarkan tanda verbal dan tanda visual yang terkandung dalam ILM ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tanda verbal dan tanda visual. Keduanya saling melengkapi. Parodi dan personifikasi yang merupakan idiom estetik tanda visual menjadi kuat keberadaannya sebagai visualisasi dari tanda verbal. Maka kesimpulannya, tanda bermakna sebagai pengetahuan budaya baca.Pesan yang terdapat pada berbagai karya iklan layanan masyarakat adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dalam bentuk tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal didekati dari ragam bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan. Tanda visual dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis.


(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang meneggambarkan dari mana sudut masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995 : 189)

Adapun kerangka teori yang relevan dengan penelitian ini adalah : Analisisi Semiotika, Analisis Semiologi Roland Barthes, komunikasi Massa, Media Massa Televisi, Eksploitasi anak.

G. Analisis semiotika

Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata yunanisemeionyang artinya tanda . Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai suat atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya , dapat dianggab mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis semiotic dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Preminger dalam kriyanto (2006:261) mengartikan semiotic sebagai ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggab bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda . semiotika itu mempelajaari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Menurut Preminger, meskipun refleksi tanda-tanda itu mempunyai sejarah filsafat yang patut dihargai, namun semiotik atau semiologi dalam arti modern berangkat dari seorang ahli bahasa swiss, Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang mengemukakan pandangan bahwa linguistic


(33)

hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda, yang disebut semiologi.

Saussure dalamm Sobur (2004:96) berpandangan bahwa fenomena (sosial) ada diluar individu. Ketika individu lahir berarti ia terlempar dalam suatu fenomena yang sudah ada, yang bukan ciptaanya, sesuatu yang diterima begitu saja dan mengendalikan perilaku individu agar sesuai dengan standard masyarakat. Gagasan ini mendasari penelitian Saussure tentang bahasa dapat dilihat sebagai fenomena yang terlepas dari penggunaan penuturannya karena bahasa tersebut adalah sesuatu yang diterima begitiu saja dari generasi yang sudah ada. Bahasa bukan ciptaan individu itu. bahasa adalah fakta sosial yang mau atau tidak mau harus diarungi individu. Individu terperangkap dalam sistem bahasa, terperangkap karena tidak ada piihan lain lagi bagi pemakai untuk berkomunikasi. Saussure membayangkan ada suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam masyarakat. Di dalamnya akan dipelajari elemen-elemen tanda serta kaidah-kaidah yang mengaturnya, ilmu ini disebut semiologi. Semiologi didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna dan berfungsi sebagai tanda, maka hal itu berarti berada dalam suatu sitem pembedaan dan konvnsi yang melatar belakanginya.

Selain itu semiotika juga dikembangkan dan dipelopori oleh filosofi dari Amerika Charles Sander Pierre (1839-1914), secara mandiri telah mengajarkan sebuah tipologi tentang tanda-tanda yang maju dan sebuah meta bahasa untuk membicarakannya, tetapi semiotikanya dipahami sebagai perluasan logika dank arena sebagian kerjanya dalam semiotic memandang linguistic melebihi kecanggihan logika sebagai model. Pierce lebih berfokus pada masalah tanda (non linguistic). Titik tolak pemikiran Pierce tentang tanda adalah aksioma yang menjelaskan bahwa kognisi, pemikiran, dan bahkan manusia pada dasarnya adalah semiotika. Seperti halnya tanda, suatu pemikiran merujuk pada pemikiran lain dan pada suatu objek . Bahkan Pierce nekad mengatakakn fakta, setiap pemikiran, ini membuktikan bahwa


(34)

manusia adalah (juga) sebuah tanda . Walaupun pernyataan awal Pierce ini cukup provokatif tetapi pengembangan teori tanda selanjutnya justru lebih membumi. Kalau Sassure menghindari apa yang disebutreferenatau objek (materi) dalam system signifikasinya, Pierce menerima referen sebagai bagian dari teori tandanya . pierce menawarkan model tradic dalam menguraikan tanda(action of sign).Proses ini meliputiRepresentamenatau objek yang dapat diserap. Tokoh-tokoh lain menyebutkan Symbol (langer) atau signifier (Saussure). Object, sebagai sesuatu yang direpresentasikan oleh tanda (Preminger, 2001dalam sobur 2004:96).

Berikutnya adalahinterpretant,istilah Pierce untuk makna sebuah tanda. Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diperekan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah:

S adalah untuk semiotic relation ( hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau (misalnya suatu dispossisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c unutuk context ( konteks) atau conditions (kondisi). Begitulah semiotika berusaha menjelaskan esensi, cirri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya (Sobur, 2004:17).

1. Tanda

Tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara sesuatu dbjek atau ide dan


(35)

berurusan dengan symbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, study tentang semiotika merujuk kepada semiotika.

Daniel Chandler dalam Semiotics for Beginner menguraikan pemahaman tanda :

Kita adalah spesies yang digerakkan oleh hasrat untuk membuat makna. Kita adalah homo significans-sang pembuat makna. Kita membuat makna dengan kreasi dan interpretasi kita terhadap tanda. Bahkan menurut Pierce: kita berfikir hanya dalam tanda . Tanda bisa berbentuk kata-kata, gambar-gambar, suara-suara, aroma, gerakan, atau objek, namun kesemuanya tidak memilliki makna didalamnya hanya akan menjadi tanda jika kita memberikan makna. tidak ada tanda sampai ia ditafsirkan sebagai tanda cetus pierce. Semua bisa menjadi tanda sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatu yang menandai suatu objek merujuk pada atau mewakili yang lain diluar dirinya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang paling kita akrabi hasil konvensi. Arti tanda inilah yang menjadi inti perhatian semiotika (Birowo, 2004:44).

Kajian semiotika melakukan penafsiran terhadap tanda itu dalam suatu system makna yang ada disekitarnya (bisa disebut sebagai budaya dimana tanda itu tumbuh dan berada). Dengan demikian ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kajian semiotic, yakni : (1) tanda, (2) system tanda, (3) budaya dimana system tanda itu beroperasi.

Ada dua gagasan benar tentang tanda yang umumnya dijadikan dasar bagi penelitian semiotika, yakni gagasan tentang tanda menurut Ferdinand Saussure dan Charles Sanders Pierce. Sausure dengan model dyadic, menyatakan bahwa tanda terdiri dari: signifier


(36)

(significant) norma atau citra tanda tersebut, misalnya: tulisan di kertas, atau suara di udara, dan the signified (signifie)-konsep yang direpresintasikan atau konsep mental (Fiske, 2008:65).

Sebuah tanda pastilah memiliki penanda dan petanda. Bagi Saussure, penanda dan petanda adalah murni psikologis. Psikologis dalam arti: tanda linguistic bukanlah penghubung antara sebuah nama, tetapi antara sebuah konsep dengan sebuah pola suara (sound-pattern atau image acoustique). Pola suara adalah kesan psikologis dari sang pendengar terhadap suatu suara. Saussure lebih fokus pada tanda linguistik (misalnya kata ) dan dia lebih mengutamakan suara sebagai sentral (phonecentricaly) kata yang diucapkan (spoken word). Saussure memandang tulisan sebagai sistem tanda yang nomor dua, artinya sebagai tanda turunan atau bukan yang utama. Yang utama adalah pola suara. Model tanda Saussure menunda kehadiran referen, dimana modl tanda ini hanya merujuk pada konsep bukan benda.

Saussure dalam Birowo (2004:48) menyatakan bahwa istilah penanda dan petanda bisa membantu menengarai distingsi yang memisahkan satu dengan yang lainnya. Namun Saussure juga menekankan bahwa suara dan pikiran tersebut (atau penanda dan petanda) sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan seperti dua sisi selembar kertas yang terkait intim dan saling tergantung. Berikut ini adalah contoh hubungan penanda dan petanda dalam tampilan gambar yang dihasilkan melalui kerja di televisi:

Penanda (Pengambilan Gambar) Definisi Petanda

Close up Hanya wajah Keintiman


(37)

Long Shot Setting dan karakter Kontes, skope, jarak, public

Full Shot Seluruh tubuh Hubungan

Sumber: Media analysis Technique, Arthur Asa Berger (2000) dalam Birowo, (2004:48) Sebuah teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan, cerpen, puisi, pidato, poster politik, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi tanda bisa dilihat dalam aktifitas penanda: yakni suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi. Tanda, dalam pandangan Pierce, adalah sesuatu yang hidup dan dihidupi (Cultivated). Ia hadir sebagai proses interpretasi (semiosis) yang mengalir.

Berdasarkan objeknya Pierce (Fiske, 2008:69) membagi tanda atasicon (ikon),index (indeks), dan symbol (simbol). Icon adalah tanda yang dihubungkan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk ilmiahnya. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Index adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanada yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tanda adaya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti ini adalah tanda konvensional yang biasa disebut symbol. Jadi, symbol adalah tanda yang menunjukkan hugungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian) masyarakat.

2. Signifikasi: Denotasi, Konotasi, Mitos

Konotasi dan denotasi sering dijelaskan dalam istilah tingkatan representasi atau tingkatan mana. Roland Barthes (Birowo, 2004) menggunakan istilah orders of signification.


(38)

First order of signification adalah denotasi, sedangkan konotasi adalah two order signification. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang kemudian menjadi konotasi.

a. Denotasi

Interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antasa sign dengan referen dalam realitas eksternal. Denotasi dijelaskan sebagai makna sebuah tanda yang defesional, literal, jelas (mudah dilihat dan dipahami) atau Commonsense . Dalam kasusu tanda linguistic, makna denotasi adalah apa yang dijelaskan dalam kamus.

b. Konotasi

Interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif . Istilah konotasi, merujuk pada tanda yang memiliki asosiai sosio-kultural dan personal. Ini biasanya berkaitan dengan kelas, umur, gender, etnik, dan sebagainya dari sang penafsir. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

John fiske (1990) menjelaskan masalah denotasi dan konotasi dengan menggunakan contoh fotografi. Menurut Fiske (2008:119), denotasi adalah apa yang difoto, sedangkan konotasi adalah bagaimana ini bisa difoto, atau dengan kata lain denotasi dalam melihat foto yang muncul adalah pertanyaan ini foto apa? , sedangkan konotasi menitikberatkan pertanyaan mengapa foto ini ditamplkan dengan cara seperti ini? . Sebagai contoh sebuah foto sekelompok anak sekolah yang menembus hujan saat pulang sekolah tanpa


(39)

menggunakan alas kaki. Foto ini dicetak dalam dua bentuk, yang pertama dicetak dengan warna sedangkan yang satu dicetak dengan hitam putih. Dalam hubungan denotasi, makna yang diterima dari kedua foto tersebut sama karena objeknya sama. Sedangkan konotasi, makna yang muncul berbeda antara foto satu dengan yang lainnya. Foto yang menampilkan warna-warna cerah mengesankan keceriaan, keriangan masa kanak-kanak. Sedangkan foto hitam putih terkesan klasik, suram, sepi dan penderitaan.

Denotasi dan konotasi tidak bisa dilihat secara terpisah atau berdiri sendiri. Selain denotasi dan konotasi dalam tatanan simbolik menurut Barthes, ada satu bentuk penandaan yang disebut sebagai mitos. Mitos muncul pada tatanan konsep mental suat tanda. Mitos bisa dikatakan sebagai ideology domain pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi memiliki potensi untuk menjadi ideology, Barthes menyebut konsep ini sebagai myth(mitos)

c. Mitos

Menurut Barthes (Fiske, 2008:121) mitos merupakan cara berfikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Ia memikirkan mitos sebagai mata rantai dari konsep-konsep terkait. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita dalam satu konteks budaya tertentu. Sejauh ini kelihatan mitos adalah penandaan yang netral-netral saja tidak berbeda dengan konotasi. Namun mitos bukan hanya sebatas sarana untuk memahami suatu pengalaman atau fenomena yang bebas nilai. Barthes berpendapat bahwa mitos melayani fungsi ideologis naturalisasi. Artinya mitos melakukan naturalisasi budaya, dengan kata lain mitos membuat budaya dominan, nilai-nilai sejarah, kebiasaan, dan keyakinan yang dominan terlihat natural, normal, abadi, masuk akal, objektif, dan benar secara apa adanya.


(40)

H. Analisis Semiologi Roland Barthes

Salah satu pengikut Saussure, Roland Barthes adalah orang pertama kali yang menyusun model skematik untuk menganalisis negosiasi dan gagasan makna interaktif antara pembaca, penulis dan teks. Ketika Saussure menekankan pada teks semata, Barthes menekankan pada cara tanda-tanda di dalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan cultural penggunanya dan memperhatikan konvensi pada teks yang berinteraksi dengan konvensi pada teks yang berinterakasi dengan konvensi yang dialami (Kriyanto,2006:268). Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of sifnification) seperti terlihat dalam gambar tersebut :

1. Signifer 2. Signified 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative Signified (Penanda

Konotatif)

5. Connotative Signified ( Petanda Konotatif)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif) Gambar 1 Peta Tanda Roland Barthes

Barthes (Sobur, 2004:128) menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes juga menyebutkan sebagai denotasi, yakni makna paling nyata dari sebuah tanda.


(41)

kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi pembacanya serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Jika teori ini dikaitkan dengan sinetron Buku Harian Baim yang ditayangkan dalam televisi maka lewat setiap tanda dalam iklan tersebut akan diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna konotatif yang didaptkan pada signifikasi tahap kedua.

Dalam kerangka Barthes (Sobur, 2004:71) konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos , dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai domain yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Ia memanfaatkan ideologi dengan mitos karena, baik di dalam mitos maupun ideology, hubungan antar penanda konotatif dengan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Barthes juga memahami ideology sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di dalam dunia imajiner dan ideal, meski realitas hidupnya yang sesungguhnya tidaklah demikian. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya Barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan mewujudkan dalam teks-teks dan dengan demikian ideologi pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Teks yang dimaksud adalah dalam arti luas. Teks tidak hanya berartti berkaitan dengan aspek linguistik saja. Semiotika dapat meneliti teks dimana tanda-tanda terkondisifikasi dalam sebuah system. Dengan demikian, semiotika dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, dan drama.

Ideologi dan mitos-mitos yang dibangun dalam sebuah iklan dapat ditemukan dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat dalam iklantersebut. Untuk itulah dalam penelitian ini signifikasi tahap yang keedua (makna konotatif) mencoba untuk membongkar


(42)

mitos-mitos dan ideologi yang dibangun melalui sinetron Buku Harian Baim yang ditayangkan di televisi.

I. Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa tersebut menjadi media utama dalam proses komunikasi antara komunikator dengan komunikannya.

Joseph A Devito (Nurudin, 2004:10) merumuskan bahwa komunikasi massa yaitu: pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa atau barangkali akan lebih mudah atau lebih logis bila di defenisikan menurut bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film,buku dan vita film. Sedangkan menurut Jay Black dan Fredrick C. Whitney (Nurudin, 2004:10) disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonym, dan heterogen.

Berdasarkan defenisi komunikasi masaa yang ditemukan oleh para ahli komunikasi diatas tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip, bahkan defenisi satu dengan yang lain saling melengkapi. Hal ini telah memberikan gambaran yang jelas mengenai komunikasi massa. Bahkan secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula cirri-ciri komunikasi massa yaitu:


(43)

3. Pesanya bersifat umum;

4. Komunikasinya berlangsung satu arah;

5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan; 6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis; dan 7. Komunkasi massa dikontrol olehgatekeeper(Nurudin,2004)

Saat ini suatu kenyataan yang tidak terbantahkan dan sangat mempengaruhi proses komunikasi dalam masyarakat modern adalah keberadaan media massa. Media massa telah menjadi segalanya bagi masyarakat kebanyakan media massa digunakan sebagai sumber hiburan dan informasi utama karena mudah di dapat dan praktis, cukup pilih stasiun media massa yang kita suka dan berbagai informasi sudah bisa kita dapat mulai dari politik, kriminallitas, acara music, sinetron, kuis, gosip dan masih banyak lagi acara di televisi yang membuat masyarakat ketergantungan terhadap media massa.

Ketergantungan yang tinggi pada media massa tersebut akan mendudukkan media sebagai alat yang akan ikut membentuk apa dan bagaimana masyarakat. Misalnya bagaimana corak pakaian yang harus dipakai masyarakat, atau bagaimana cara berbelanja yang baik dan efisien, semua itu ditentukan media massa. Akan arti penting dari media massa, dennis McQuail (1987, dalam Nurudin,2003:31) pernah menyodorkan beberapa asumsi pokok:

1. Media merupakan industri yang merubah dan berkembang yang menciptakan lapangan pekerjaan, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan industri sosial lainya. Dipihak lain institusi media diatur oleh masyarakat.


(44)

2. Media massa adalah sumber kekuatan, alat control, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan dan sumberdaya lainnya.

3. Media merupakan lokaso (atau norma) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

4. Media sering berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.

5. Media telah menjadi sumber domain bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai penilaian normative yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

Inilah beberapa asumsi yang dikemukakan Dennis McQuail tentang peran media ditengah kehidupan masyarakat saat ini.

J. Media Massa Televisi

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak I. Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi. Melihat jauh


(45)

dan bisa dilihat di tempat lain melalui sebuah alat atau perangkat meskipun dalm keadaan jauh.

Televisi ditemukan pada tanggal 25 Agusstus 1900 di kota Paris saat terjadi pertemuan para ahli bidang elektronikadari beberapa Negara. Dalam penemuan televisi, terdapat banyak pihak, penemu maupun inovator yang terlibat, baik perorangan maupun badan usaha. Televisi adalah karya massal yang dikembangkan dari tahun ke tahun. Awal dari televisi tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar, hukum gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik. Dan televisi juga dilengkapi dengan stasiun yang sangat menarik dan sajian acara yang di hadirkan juga menarik dan beragam yang dapat memanjakan mata penontonnya.

Peran Televisi sekarang ini sangat penting, karena kebanyakan masyarakat menggunakan TV sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan informasi. Televis sekarang bukan lagi barang mewah yang sulit dijumpai di rumah penduduk yang sederhana sekalipun. Karna TV sudah menjadi kebutuhan primer dalam pemenuhan Informasi dan hiburan. Fungsi Televisi hampir sama dengan fungsi media massa lainnya(Surat kabar dan Radio). Fungsi utama televise adalah sebagai alat informasi, mendidik,menghibur, dan membujuk. Media Televisi memiliki karakteristik yang mampu membedakannya dengan media massa lainnya, yaitu :

1. Bersifat Audiovisual 2. Berfikir dalam gambar


(46)

Televisi adalah media massa yang paling menarik secara penampilan, harganya murah, bisa dilihat dan didengar, dan yang paling penting informasi yang didapat cepat dan sangt beragam.

Televisi merupakan salah satu media massa yang paling efektif dan mempunyai banyak kelebihan dalam penyampaian pesan-pesan dibandingkan media massa lainnya karena:

1. Medium telefisi selain menyampaikan suara juga gambar secara bersamaan/sinkron 2. Siaran televisi merupakan perpaduan antara medium radio dan medium film yang

sama-sama telah merebut hati dunia.

3. Sebagai produk teknologi elektronika/teknologi mutahir, perkembangan televisi sangat didukung oleh kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi elektronika itu sendiri, yang akhir-akhir ini berkembang dengan sangat cepat.

4. Sebagai media audio visual, televisi mempunyai nilai aktualitas sangat tinggi, yang memungkinkan segala kejadian di muka bumi bahkan di ruang angkasa dapat berlangsung dilihat oleh penonton televisi di berbagai tempat di bumi ini atau di ruang angkasa.

Selain memiliki kelebihan seperti yang telah dipaparkan diatas tentang televisi, televisi juga mempunyai kelemahan yakni pesannya hanya dapat dilihat dan didengar secara sepintas dalam arti siarannya tidak dapat didengar /dilihat ulang oleh pemirsa. Kelemahan ini dapat diatasi yaitu dengan adanya alat perekam atau video tape recorder atau video cassette recorder


(47)

Televise sebagai media massa memiliki 5 (lima) fungsi utama, yaitu : 1. Pendidikan

Televisi merupakan sarana yang paling ampuh untuk menyiarkan acara-acara pendidikan kepada khalayak. Bentuk tayangan disajikakn dalam bentuk dan simltan.

2. Informasi

Telebisi dianggap mampu sebagai media yang menyampaikan informasi yang sangat memuaskan. Hal ini disebabkan pula oleh dua faktor yang terdapat pada media massa audio visual. Pertama adalah faktor langsung dan dekat dan kedua faktor kenyataan

3. Hiburan

Selain dari kedua fungsi diatas, fungsi lain yang melekat pada televisi yang erat dan dominan adalah fungsi hiburan (Effendy, 1991 : 24). Masyarakat masih beranggapan televise sebagai media mempererat keintiman keluarga 4. Iklan

Televisi sebagai mediaperiklanan. Fungsi televisi sebagai media iklan adalah media yang berfungsi tentang produk-produk baru atau hal-hal baru, baik yang bersifat komersil atau non komersil (jeffkins, 1997:46) 5. Pengawasan sosial


(1)

Dalam sebuah keluarga, anak adalah calon generasi penerus yang harus dirawat dan dijaga sebaik mungkin. Pribadi seorang anak akan sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga yang diberikan sejak dini. Karena itulah, orang tua harus berhati-hati dalam memberikan pendidikan apapun terhadap anak-anak.

Macam-Macam Pola Asuh Keluarga pada Anak

Menurut beberapa ahli, pola asuh anak dibagi menjadi beberapa bagian.

Otoriter

Pola asuh keluarga otoriter cenderung memiliki banyak peraturan. Orang tua umumnya sangat membatasi anak-anak mereka dalam segala hal. Tak hanya dalam hal negatif, kadang untuk hal yang positif pun, gerakan anak-anak benar-benar dibatasi.

Dalam pola asuh seperti ini, komunikasi yang terjadi hanyalah komunikasi satu arah, yaitu dari orang tua pada anak, sedangkan si anak tidak diperkenankan bicara atau mengeluarkan pendapat. Orang tua kerap memberikan banyak aturan yang bersifat memaksa, bila dilanggar maka akan ada hukuman.

Akibat dari pola asuh keluarga seperti ini adalah anak menjadi tidak bebas, suatu saat akan menjadi pemberontak. Bahkan, bukan tidak mungkin pribadi anak akan menjadi kacau, negatif, dan bisa meniru orang tuanya.

Demokratis

Pola asuh keluarga secara demokratis agak lebih longgar dari otoriter, dan ini sangat bagus untuk membentuk pribadi seorang anak agar tumbuh menjadi orang yang baik.


(2)

Jenis pola asuh ini sangat memperhatikan kepentingan atau kebutuhan si anak. Mereka diberi kebebasan tapi tidak bersifat mutlak, peran orang tua masih sangat tinggi sehingga anak-anak pun tidak akan kebablasan dalam bertindak.

Tidak seperti tipe otoriter, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua arah. Hal ini menyebabkan tidak terjadinya kesalah pahaman antara orang tua dan anak. Anak mengerti apa keinginan orang tua, orang tua pun mengerti tentang sejauh mana kebutuhan dan kemampuan anaknya.

Permisif

Pola asuh keluarga tipe ini benar-benar sangat longgar. Anak-anak diberi kebebasan untuk melakukan apa saja dan orang tua hampir tidak melakukan pengawasan terhadap mereka. Sekalipun anak melakukan kesalahan atau mendekati hal yang berbahaya, orang tua cenderung tidak menegur mereka.Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa macam hal, misalnya orang tua yang terlalu sibuk bekerja, atau orang tua yang terlalu sayang hingga memanjakan anaknya.

Anak memang suka kebebasan, namun pola asuh seperti ini jelas tidak terlalu baik untuk membentuk pribadi seorang anak, karena anak umumnya masih sangat labil dan butuh tuntunan orang tua. Bila terlalu dibebaskan, mereka akan tumbuh menjadi anak manja, tidak suka bekerja keras, dan tidak akan sukses di tengah-tengah masyarakat.

Menelantarkan

Pola asuh jenis ini bisa dibilang lebih membahayakan daripada tipe permisif. Orang tua akan menelantarkan anak-anak mereka dan tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh si anak.


(3)

Bukan hanya tidak peduli, orang tua seperti ini bahkan enggan untuk memenuhi kebutuhan anaknya, sehingga anak benar-benar ditelantarkan bahkan seperti orang lain saja.

Anak yang mendapat pola asuh keluarga seperti ini tidak akan memiliki masa depan yang baik, kecuali mereka memberontak dan mencari jalan hidup sendiri sesuai kebutuhan mereka dengan bantuan orang lain.

Tips Mendidik Anak

 Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola

asuh keluarga berbasis agama dinilai sebagai pendidikan paling baik sampai saat ini.

 Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang

baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif.

 Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting. Hal

ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham.

 Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu

dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.

 Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera.

Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua terhadap anak adalah bentuk kasih sayang, jadi Anda pun harus


(4)

pintar-DAFTAR PUSTAKA

Barthes, Roland. 1974. S/Z. Penerjemah Richard Miller. New York: Hill and Wang, Buku asli diterbitkan tahun 1970.

Barthes, Roland. 1998. The Semiotics Challenge. New York: Hill and Wang.

Bakhtin, Mikhail. l981. The Dialogic Imagination. Massachussets: Harvard University Press. Berger, Arthur Asa. 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Penerjemah M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Penerbit PT Tiara Wacana, buku asli diterbitkan tahun 1984.

- Dagadu Djokdja: Perjalanan Empat Tahun Pertama . l997. Yogyakarta: PT Aseli Dagadu Djokdja.

Eco, Umberto. l979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.

Fiske, John. 2005. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. PenerjemahYosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra, buku asli diterbitkan tahun 1990.

Hoedoro Hoed, Benny. 1994. Dampak Komunikasi Periklanan, Sebuah Ancangan dari Segi Semiotik . Jurnal Seni BP ISI Yogyakarta IV/2. 111-133.

Hornby, A.E. (ed). l974. Oxford Advanced Learner Dictionary. London: Oxford University Press.

Hutcheon, Linda. l985. A Theory of Parody, The Teaching of Twentieth Century Art Form. Methuen.

Jefkins, Frank. 1996. Periklanan. Penerjemah Haris Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga, buku asli diterbitkan tahun 1985.

Jewler, A. Jerome., dan Drewniany Bonnie, L. 2001. Creative Strategy in Advertising. USA: Wadsworth Thomson Learning, 10 Davis Drive Belmont.

Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Kotler, Philip. 1991. Marketing. Penerjemah Herujati Purwoko. Jakarta: Penerbit Erlangga, buku asli diterbitkan tahun 1984.

Liliweri, Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Luxemburg, Jan van., Bal, Mieke., dan Weststeijn, Willem, G. l992. Pengantar Ilmu Sastra. Penerjemah : Dick Hartoko. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, buku asli diterbitkan tahun 1982.


(5)

Miryam, Bebe Indah. 1984. Iklan Layanan Masyarakat , Skripsi, Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Nizar, M dan Mawardi. l972. Saduran Basic Design. Yogyakarta: STSRI ASRI .

Noth, Winfriend. 1995. Handbook of Semiotics. Blommington and Indianapolis: Indiana University Press.

Nuradi. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas Kebudayaan menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Bandung: Penerbit Mizan.

Piliang, Yasraf Amir. l999. Hiper-Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKiS.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Metode Penelitian Desain : Berbagai Kecenderungan Masa Kini . Jurnal Seni Rupa dan Desain Visual, FSRD Untar Jakarta VI/2. 78-94.

Pirous, AD. 1989. Desain Grafis pada Kemasan . Makalah Simposium Desain Grafis, FSRD ISI Yogyakarta.

Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2006. Metode Perancangan Komunikasi Visual Periklanan. Yogyakarta: Dimensi Press.

Saussure, Ferdinand de. 1998. Pengantar Linguistik Umum. Penerjemah Rahayu S. Hidayat. Yogyakarta: Gadjahmada University Press, buku asli diterbitkan tahun 1973.

Selden, Raman. l99l. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Penerjemah Rachmat Djoko Pradopo. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press, buku asli diterbitkan tahun 1985.

Subakti, Baty. 1993. Sejarah Periklanan Indonesia. Jakarta: Penerbit Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

Sutanto, T. 2005. Sekitar Dunia Desain Grafis/Komunikasi Visual . Pura-pura Jurnal DKV ITB Bandung. 2/Juli. 15-16.

Spradly, James, P. 1997. Metode Etnografi.Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Penerbit PT Tiara Wacana.

Tinarbuko, Sumbo. 2001. Semiotika Desain Dagadu Djokdja . Yogyakarta: Dagadu For Beginners Pakuningratan.

Tinarbuko, Sumbo. 1998. Memahami Tanda, Kode, dan Makna Iklan Layanan Masyarakat . Tesis. Bandung: ITB Bandung


(6)

BIODATA

NAMA : JOHANES GINTING

NIM : 060904026

JURUSAN/FAKULTAS : ILMU KOMUNIKASI/ISIPOL

TTL : LANGKAT 16 JANUARI 1988

ALAMAT : JL. BERDIKARI NO. 5 MEDAN

ANAK KE : 5

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

NO. HANDPHONE : 087869124028

E-MAIL : jojo.munthe@gmail.com

NAMA ORANGTUA : BAGEM GINTING

TEMPAT TINGGAL ORANGTUA: LANGKAT

RIWAYAT PENDIDIKAN : SD NEGERI BUAHAPAM

SMP NEGERI 1 KUALA SMU NEGERI 1 KUALA


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI KEHIDUPAN ANAK INDONESIA DALAM FOTO (Analisis Semiotika Kehidupan Anak Indonesia Dalam Buku Kumpulan Foto Jurnalistik Mata Hati Kompas 1965 2007)

0 8 99

MASKULINITAS KELAS BAWAH DALAM SINETRON (Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun 3)

0 30 109

REPRESENTASI EKSPLOITASI ANAK DALAM BUKU THE RIDERS OF DESTINY KARYA ROMI PERBAWA (ANALISIS SEMIOTIKA EKSPLOITASI ANAK DALAM BUKU FOTOGRAFI KARYA ROMI PERBAWA)

2 14 156

REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 18

PENDAHULUAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 65

KESIMPULAN DAN SARAN REPRESENTASI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Analisis Semiotika Greimassian tentang Eksploitasi Perempuan dalam TVC Berrygood Versi ”Bikin Good Mood”.

0 2 20

ANALISIS SEMIOTIKA IKLAN SEPEDA MOTOR MEREK HONDA DALAM HARIAN PADANG EKSPRES.

3 12 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Eksploitasi Anak dalam Iklan:studi analisis semiotika Roland Barthes dalam iklan 3 Indie+

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Eksploitasi Anak dalam Iklan:studi analisis semiotika Roland Barthes dalam iklan 3 Indie+ T1 362008041 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Eksploitasi Anak dalam Iklan:studi analisis semiotika Roland Barthes dalam iklan 3 Indie+ T1 362008041 BAB II

0 0 16