Potensi Ekowisata Di Tangkahan Dan Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat Lokal

(1)

POTENSI EKOWISATA DI TANGKAHAN DAN UPAYA

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT LOKAL

KERTAS KARYA

Oleh :

BOY ARDIANSYAH HARAHAP

082204052

PROGRAM STUDI D III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

POTENSI EKOWISATA DI TANGKAHAN DAN UPAYA

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT LOKAL

OLEH

BOY ARDIANSYAH HARAHAP

082204052

Dosen Pembimbing,

Dosen Pembaca,

Drs.HARIS SUTAN LUBIS, M.SP

NIP. 19580615 198203 1 003

Drs.JHONSONPARDOSI,M.Si.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya : POTENSI EKOWISATA DI TANGKAHAN

DAN UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN

MASYTARAKAT LOKAL

Oleh

: BOY ARDIANSYAH HARAHAP

NIM

: 082204052

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

NIP. 19511013 197603 1 001

Dr. Syahron Lubis, MA

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

Ketua,

NIP. 19640821 199802 2 001

Arwina Sufika, SE., M.Si


(4)

ABSTRAK

Propinsi Sumatera Utara pada umumnya memiliki potensi wisata yang cukup banyak, salah satunya adalah ekowisata di Tangkahan.Isu ekowisata di Indonesia terus berkembang dalam waktu beberapa tahun terakhir ini. Bahkan pada beberapa negara berkembang lainnya telah menjadikan ekowisata sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan pendapatan negara dan membuka peluang kerja baru. Hal yang sangat menggembirakan adalah adanya perhatian yang cukup besar dan meningkatnya kecenderungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk turut serta di dalam mengembangkan ekowisata.Paduan pelaksanaannya dan pelatihan-pelatihan dalam usaha meningkatkan kemampuan dalam usaha para pengeola dan LSM sendiri mungkin sangat perlu untuk segera dilaksanakan. Selain itu diperlukan pula suatu model pelaksanaan yang tepat, yang harus terus disempurnakan. Mengingat pengelolaan ekowisata tidak terlepas dari sektor bisnis, maka pelatihan untuk pengelolaan suatu usaha kecil sangat diperlukan, yang mana suatu sektor yang jarang digeluti para aktivitas LSM.Mengingat minat wisatawan yang tinggi untuk melakukan perjalanan menantang sekaligus dapat menikmati keindahan alam hutan tropis, maka perlu adanya usaha pengembangan potensi wisata ini dimana di daerah ini terdapat banyak sungai yang mengalir deras sepanjang tahun dengan kondisi hutan yang masih alami. Namun potensi yang cukup besar ini tidak dapat berkembang tanpa usaha yang nyata dan maksimal utnuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, melestarikan daerah aliran sungai, dan menambah sarana dan prasarana yang mendukung atraksi wisata ini.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH Subahana Wataala atassegala berkat dan

rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan kertas karya inidengan judul “

POTENSI EKOWISATA DI TANGKAHAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT LOKAL”.

Penulisan kertas karya ini diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis selama masa

perkuliahan dan Praktek lapangan matakuliah ekowisata di Tangkahan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

masih ada kekurangan dalam penyusunan dan penyelesaian kertas karya ini. Penulis banyak menemui kesulitan,

namun dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah memberikan doa, dorongan/semangat, saran maupun bantuan-bantuan yang lain yang

berguna bagi penulis karena tanpa bantuannya kertas karya ini tidak akan pernah terwujud.

Pada kesempatan ini penulis, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1.

Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

2.

Ibu Arwina Sufika, M.Si. Selaku ketua Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

3.

Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, MSP. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan, dan masukkan dalam menyelesaikan kertas karya ini

dengan baik.

4.

Bapak Drs.Jhonson Pardosi, M.Si. Selaku dosen pembaca yang telah membantu

dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

5.

Staf Pengajar pada Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara

Medan.

6.

Kepada kedua Orang Tua saya yang tercinta, Nirwan Harahap dan Hotma Suryani

Nasution, penulis sangat berterima kasih atas cinta, kasih sayang dan dukungannya

baik moril maupun material, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan yang

baik.

7.

Kepada adik saya tersayang Rahmat Taupiq, Nirma Surya Utami, dan penulis sangat

berterima kasih atas dukungannya baik moril maupun material, sehingga penulis

dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

8.

Buat seseorang yang telah memberikan penulis dukungan moral dalam menyelesaikan

kertas karya ini.


(6)

9.

Tidak lupa juga kepada seluruh keluarga penulis yang tidak disebutkan satu persatu

yang memotivasi dan mendoakan penulis.

10.

Buat sahabat seperjuangan khususnya buat Reza, Dedi, Rian, Yofie, Pery, Mokil,Putra

dan semua teman-teman Perhotelan dan Usaha Wisata yang tidak dapat disebut satu

persatu terima kasih buat dukungannya.

11.

Untuk teman-teman stambuk 2009 dan 2010 tak lupa ucapan terima kasih buat kalian.

Belajar yang rajin ya.

12.

Kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala doa

dan dukungannya selama ini saya ucapkan terima kasih.

Akhir kata penulis berharap semoga kertas karya ini bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya, khususnya bagi penulis sendiri, dan penulis juga memohon maaf atas

kekurangan dalam penulisan kertas karya ini.

Wassalamuallaikum Wr. Wb.

Medan, januari 2012


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ………...i

DAFTAR ISI ...………...iii

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

ABSTRAK ...………...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul……....………... 1

1.2 Tujuan Penulisan ……….. 2

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan ……….………. 2

1.4 Metode Penulisan……….………... 3

1.5 Sistematika Penulisan ……….. 3

BAB II LATAR BELAKANG DAN KONSEP-KONSEP EKOWISATA 2.1 Asal Mula dan Pengembangan Wisata... 5

2.2 Defenisi Ekowisata ... 6

2.3 Wisata Alam dan Kesadaran Lingkungan ...10

2.4 Krisis Keanekaragaman Hayati di Indonesia ………11

2.5 Wisata dan Konservasi ...13

2.6 Parameter Ekowisata ...15

BAB III POTENSI EKOWISATA DAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LOKAL 3. 1 Potensi Ekowisata ………... 22

3.1.1 Wisata Dan Konservasi Lauser ... 22


(8)

3.1.3 Dampak ... 25 ` 3.1.4 Pelanggaran Hukum ... 26

3. 2 Keterlibatan Masyarakat Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan ……… 26

3.2.1 Akomodasi ...28 3.2.2 Atraksi Wisata ...30

BAB IV PENUTUP

4. 1 Kesimpulan ………... 39 4. 2 Saran ……… ... .40

DAFTAR PUSTAKA ……… 41

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 ( Contoh Jenis – jenis Burung Yang Hilang Dan Langka )

Halaman……….…14.

Tabel 1.2 (Contoh Jenis – jenis Hutan Yang Mengalami Perubahan Perluasan )


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sungai Di Tangkahan.

Gambar 2. Penginapan Di Tangkahan.

Gambar 3. Rakit Penyebrangan Di Tangkahan.

Gambar 4. Gajah Di Tangkahan.


(11)

ABSTRAK

Propinsi Sumatera Utara pada umumnya memiliki potensi wisata yang cukup banyak, salah satunya adalah ekowisata di Tangkahan.Isu ekowisata di Indonesia terus berkembang dalam waktu beberapa tahun terakhir ini. Bahkan pada beberapa negara berkembang lainnya telah menjadikan ekowisata sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan pendapatan negara dan membuka peluang kerja baru. Hal yang sangat menggembirakan adalah adanya perhatian yang cukup besar dan meningkatnya kecenderungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk turut serta di dalam mengembangkan ekowisata.Paduan pelaksanaannya dan pelatihan-pelatihan dalam usaha meningkatkan kemampuan dalam usaha para pengeola dan LSM sendiri mungkin sangat perlu untuk segera dilaksanakan. Selain itu diperlukan pula suatu model pelaksanaan yang tepat, yang harus terus disempurnakan. Mengingat pengelolaan ekowisata tidak terlepas dari sektor bisnis, maka pelatihan untuk pengelolaan suatu usaha kecil sangat diperlukan, yang mana suatu sektor yang jarang digeluti para aktivitas LSM.Mengingat minat wisatawan yang tinggi untuk melakukan perjalanan menantang sekaligus dapat menikmati keindahan alam hutan tropis, maka perlu adanya usaha pengembangan potensi wisata ini dimana di daerah ini terdapat banyak sungai yang mengalir deras sepanjang tahun dengan kondisi hutan yang masih alami. Namun potensi yang cukup besar ini tidak dapat berkembang tanpa usaha yang nyata dan maksimal utnuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, melestarikan daerah aliran sungai, dan menambah sarana dan prasarana yang mendukung atraksi wisata ini.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Pada dasarnya Sumatera Utara menyimpan potensi kekayaan alam yang besar,

sebagai contoh ekowisata, di Tangkahan Kabupaten Langkat, namun dalam kenyataannya potensi tersebut belum digali dan usaha-usaha untuk pengembangannya belum dimaksimalkan.

Langkat merupakan salah satu kawasan penghasil komoditi perkebunan dan juga merupakan kawasan yang masih mempunyai hutan alam yang cukup baik. Kabupaten Langkat memiliki 15 % kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di Sumatera Utara. Hampir disetiap perbatasan Taman Nasional terdapat tanaman perkebunan, baik yang dimikili oleh masyarakat atau pihak perusahaan. Selain itu Kabupaten Langkat juga memiliki banyak potensi wisata, khususnya wisata alam yang mengandalkan keindahan hutan dan kesejukan air sungai. Kawasan wisata yang cukup terkenal dimanca negara adalah Bukit Lawang dan Tangkahan. Didalam kawasan hutan alam Kabupaten Langkat juga masih banyak terdapat kekayaan flora dan fauna langka seperti orang utan, rusa, gajah, harimau burung dll.

Eksistensi hutan alam Kabupaten Langkat juga menjadi satu objek penelitian bagi para peneliti baik dari dalam maupun luar negeri, kawasan hutan alam yang merupakan Taman Nasional di kabupaten Langkat hingga saat ini relatif masih terlindungi, tapi masih perlu diwaspadai tindakan para cukong perambah yang selalu mengunakan masyarakat pencari lahan sebagai salah satu upaya untuk memasuki kawasan Taman Nasional, dengan melakukan eksploitasi kemiskinan para cukong memanfaatkan kesempatan tersebut.

Untuk melakukan perlindungan terhadap Taman Nasional Gunung Leuser, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam berpartisipasi melakukan upaya perlindungan.


(13)

Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba mengangkat judul :

POTENSI EKOWISATA DI TANGKAHAN DAN

UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT LOKAL

1.2 Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan penulis Kertas Karya ini yang dapat dikemukakan oleh penulis sebagai berikut:

a. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Pariwisata pada Program Diploma III Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

b. Memperkenalkan potensi ekowisata di Tangkahan kepada wisatawan mancanegara maupun domestik.

c. Membantu agar terciptanya usaha yang nyata dalam mengembangkan ekowisata di Tangkahan

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan

Dalam penulisan Kertas Karya ini penulis perlu membuat suatu pembatasan masalah

untuk mempermudah dan mengarahkan penganalisaan. Menyadari sepenuhnya masalah yang akan dibahas cukup luas, maka penulis ingin membatasi permasalahan yakni pendeskripsian potensi ekowisata di Tangkahan, dan pelibatan masyarakat dalam pengembangan kawasan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.


(14)

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan Kertas Karya ini, penulis mengumpulkan data dengan cara:

a. Penelitian pustaka (Library Research) Penulis mencari dan mengumpulkan data dari bahan-bahan pustaka seperti buku, diktat, berhubungan dengan judul di atas.

b. Penelitian Lapangan. Penulis melaksanakan penelitian langsung ke obyek dan wawancara dengan pihak-pihak yang dianggap tahu tentang obyek penulisan.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Kertas Karya ini dibagi dalam beberapa BAB dan sub BAB, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi pembahasan mengenai Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Permasalahan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LATAR BELAKANG DAN KONSEP-KONSEP EKOWISATA

Bab ini menjelaskan tentang Asal Mula Perkembangan Wisata, Defenisi Ekowisata, Kesadaran akan Lingkungan, Krisis Keanekaragaman Hayati di Indonesia, Wisata dan Konservasi, Parameter Ekowisata yang di dalamnya membahas tentang perjalanan ke kawasan alamiah, dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah, membangun kepedulian terhadap lingkungan, memberikan dampak keuntungan ekonomi secara langsung bagi konservasi, memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal, adanya penghargaan terhadap budaya setempat, serta mendukung hak asasi manusia dan gerakan demokrasi.


(15)

BAB III : POTENSI EKOWISATA TANGKAHAN

Di sini akan lebih dijelaskan mengenai Tangkahan, pembahasan ini meliputi Tangkahan, berwisata sambil melestarikan Leuser, Kondisi Hutan, Dampak, dan Pelangaran Hukum, juga mengungkapkan tentang pelibatan masyarakat lokal dalam aktivitas pengembangan kawasan sebagai upaya peningkatan kesejah teraan masyarakat lokal.

Di dalam Bab ini akan lebih banyak menceritakan tentang Tangkahan yang tersembunyi keindahannya, seperti bagaimana bisa kesana, pnginapannya, restoran, margasatwa, gua kalong, arung jeram, belajar tambah tentang alam, perlindungan alam, bahkan harga dari aktivitas yang dilakukan.

BAB IV : PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


(16)

BAB II

LATAR BELAKANG DAN KONSEP – KONSEP EKOWISATA

2.1 Asal Mula dan Perkembangan Wisata

Kata wisata (tourism) pertama kali muncul dalam Oxford English Dictionary tahun 1811, yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang perjalanan untuk mengisi waktu luang. Namun, konsepnya mungkin dapat dilacak balik dari budaya nenek moyang Yunani dan Romawi yang sering melakukan perjalanan menuju negeri-negeri tertentu untuk mencari tempat-tempat indah di Eropa.

Orang pertama yang membuat sebuah petunjuk perjalanan wisata adalah Aimeri de Picaud, warga Perancis yang mempublikasikan bukunya tahun 130 tentang perjalanan ke Spanyol. Awalnya, perjalanan atau wisata sering berkaitan dengan perjalanan ibadah, eksplorasi Geografis, expedisi Ilmu Pengetahuan, studi Antropologi dan Budaya, serta keinginan-keinginan untuk melihat tentang alam yang indah.

Sampai pertengahan abad ke-12, pertumbuhan wisata sangat rendah. Biasanya, transportasi wisata menggunakan kapal laut, kuda, unta, kereta kuda, atau alat-alat transportasi yang ada saat itu. Selanjutnya, dalam abad ke-18 dan ke-19, kebutuhan wisata mulai meningkat. Pertumbuhan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh Revolusi Industri. Tahun 1841 industri wisata di Inggris mulai dijalankan, sementara Amerika memulai industri wisata tahun 1950-an.

Perkembangan wisata selanjutnya semakin menggembirakan. Pada tahun 1948 sebuah perusahaan penerbangan Amerika, Pan American World Airways memperkenalkan tourist class pada penerbangannya. Di sini, mass tourism mulai berkembang dengan adanya transportasi udara. Tujuan perjalanan mulai beralih ke negara berkembang. Tahun 1970, arus kunjungan dari negara maju ke negara berkembang sudah mencatat angka 8%. Pertumbuhan wisatawan ke negara berkembang semakin menjanjikan, ketika tahun 1980 arus kunjungan wisatawan ke negara berkembang mencapai 17% dan tahun 1990 mencapai angka 20%. Tahun 1990, industri wisata telah dipandang sama nilainya dengan industri minyak.

Perkembangan wisata secara besar-besaran ini, pada awalnya diyakini tidak mengganggu lingkungan dan tidak menimbulkan polusi. Namun, banyak temuan-temuan yang mengindikasikan


(17)

bahwa aktivitas wisata (dalam banyak hal) sangat merugikan ekosistem, terutama ekosistem destinasi wisata setempat. Dalam banyak kasus, tempat-tempat yang dulunya indah dan digunakan sebagai tujuan favorit wisata menjadi tercemar oleh logam berat dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan wisatawan yang besar dan tidak terkontrol, telah mendorong laju kerusakan habitat dan erosi pantai. Dampak tidak langsung lainnya, yakni ekploitasi terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang ada di daerah wisata.

2. 2 Defenisi Ekowisata a. Secara konseptual:

Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehinggga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

b. Dalam konteks pengelolaan:

Penyelenggaraaan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami, yang secara ekonomi berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat dari generasi serta mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya).

Karakteristik bisnis ekowisata:

1. Menggunakan teknik-teknik ramah lingkungan dan berdampak rendah. (Misalnya:mengelola jumlah kunjungan).

2. Mendukung upaya-upaya konservasi.

3. Menyadari bahwa alam dan budaya, pengetahuan tradisional merupakan elemen utama untuk pengalaman pengunjung.

4. Memberikan nilai edukasi pada pengunjung.

5. Mendukung peningkatan local ekonomi, melalui penggunaan masyarakat local, membeli kebutuhan perjalanan dari local (jika memungkinkan).

6. Menggunakan pemandu/interpreter yang memahami pengetahuan alam dan budaya masyarakat setempat.


(18)

7. Memastikan bahwa satwa target tidak terganggu. 8. Raspek pada budaya dan tradisi masyarakat local.

Komponen produk ekowisata:

a. Transportasi

b. Makanan dan minum c. Atraksi

d. Prasarana (air bersih, listrik, telekomunikasi, pembuangan limbah) e. Pemandu

f. Penyewaan peralatan

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengemabngan produk ekowisata: 1. keamanan dan keselamatan pengunjung

2. tipe dan karakter wisatawan target

3. karakter dan kebutuhan segmen wisatawan (survey selera pasar)

4. infrastuktur, sarana dan prasaranan yang dibutuhkan utnuk kepuasan pengunjung 5. iklim

6. harga

7. karakterristik lingkungan (alam dan budaya) 8. pesaing/factor kompetitif.

Secara proses, pengembangan produk dapat digambarkan dalam diagram berikut:

Pengemasan produk ekowisata

Berisikan atraksi dengan keunikan dan pengalaman yang orisinil, seperti: 1. lingkungan yang alami (hutan, taman nasional, laut) 2. Satwa liar

3. Ekosistem asali dengan akses jalan setapak yang berisi informasi interprestasi 4. Bentang alam (pemandangan, air terjun, air panas, terumbu karang , dsbnya)

Pengenalan Perencanaan

l d k

Uji coba

Uji coba promosi ki DESAIN Pengukuran Pariwisata b INDENTIFIKASI PELUANG Defensisi pasar


(19)

5. Pemanfaatan kebudayaan dari masyarakat tradisional dan eksplor peninggalan prasejarah.

6. Memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mendapatkan pengalaman baru.

7. Menjamin kegiatan berdampak rendah dan akomodasi yang ramah lingkungan 8. Diskripsikan dengan jelas aksesbilitas menuju daerah tujuan.

9. Gunakan kata-kata yang mampu menunjukkan keaslian sebagai produk ekowisata. 10. Harga paket harus kompetitif

11. Perlu diperhitungkan pembatasan-pembatasan seperti: besaran wisatawan dalam kelompok, volume dan ambang batas dari fasilitas dan sumber lokal.

Profil dan pasar ekowisata

Profil ekowisata

a. Berumur 35-54 tahun, 50% laki-laki dan 50% wanita dan jelas ada perbedaan aktivitas yang dipilih.

b. 82% berpendidikan S1, juga dapat terlihat tingkat pendidikan mempengaruhi wisatawan yang berminat pada ekowisata.

c. 60% responded senang berpergian berdua, 15% senang berpergian bersama keluarga dan 13 % memilih pergi sendiri.

d. 50% responded memilih lama perjalanan 8 samapai 14 hari. e. 26% responded bersedia menghabiskan US$.1001-1500/trip.

f. Senang berpergian ke kawasan : (1) kawasan alami, (2) m,engamati satwa, (3) mendaki dan menjelajah/traking.

g. Motivasi berpergian: (1) menikmati alam/pemandangan, (2) pengalaman baru/kawasan baru.

Konsep daur hidup produk

Produk secara umum memiliki daur hidup:

Dalam Tahap Pengenalan, sebuah produk mulai dilakukan tes pasar, tes pemasaran dan tes terhadap berbagai variable penting lain, kegiatan evaluasi dan pemantauan terhadap produk akan memiliki porsi yang besar.


(20)

Tahap Eksplorasi, produk mulai digencarkan kegiatan promosi serta berbagai upaya utnuk merebut pasar. Pemantauan terhadap aktivitas pesaing mutlak dilakukan dan juga menggalli berbagai respon dari konsumen.

Tahap Pengembangan, respon pasar dan aktivitas pesaing semakin meningkat, pembenahan terhadap berbagai variable produk dilakukan sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen, serta utnuk tetap mempertahankan daya saingnya.

Tahap Konsolidasi dipicu dari terjadinya penurunan tingkat kunjungan wisatawan ke obyek/atraksi wisata yang dipasarkan. Evaluasi terhadap produk dan aktivitas pemasaran perlu dilakukan serta menggali berbagai ide pengembangan terhadap produk yang bersangkutan.

Tahap Stagnasi produk timbul ketika tingkat kunjungan wisatawan ke obyek/atraksi wisata tidak pernah meningkat dari waktu ke waktu. Kecenderungan ini diakibatkan tidak adanya sesuatu yang baru pada daerah/produk yang bersangkutan. Karena itu perlu segera digali berbagai ide-ide pengembangan produk wisata baru

Tahap Penurunan Produk terjadi ketika tingkat kunjungan wisatawan ke obyek/atraksi wisata semakin turun menunjukkan kecenderungan terus menurun dari waktu ke waktu. Kecenderungan ini diakibatkan tidak adanya upaya pengembangan produk dan hanya bertahan dengan produk yang ada.

2. 3 Wisata Alam dan Kesadaran Lingkungan

Sementara mass tourism (wisata masal) berkembang, di Amerika muncul sebuah aktivitas wisata yang dikenal sebagai wisata alam (nature tourism). Hal itu merupakan aktivitas wisata menuju tempat-tempat alamiah, yang biasanya diikuti oleh aktivitas-aktivitas oleh fisik dari wisatawan. Termasuk dalam kategori ini, antara lain biking, biking-sailing dan camping. Di sini, kita juga mengenal adventure tourism, sebuah istilah yang menunjuk kepada kegiatan wisata alam, namun lebih mempunyai nilai tantangan tersendiri, seperti panjat tebing, diving di laut dalam. Tempat-tempat wisata favorit jenis ini kebanyakan merupakan kawasan lindung, seperti Taman Nasional, Taman Laut, Cagar Alam, Taman Hutan Raya dan kawasan lindung lainnya.

Pertumbuhan wisata jenis ini didorong oleh semakin banyaknya pencinta alam (nature

lovers). Walaupun pada kenyataannya sangat sulit untuk mendefenisikan “pencinta alam”,

kedaerah-daerah baru bagi tujuan wisata, terutama di ekosistem hutan tropis dengan kekayaan hayatinya yang khas. Namun, sayang sekali bahwa beberapa “pencinta alam” menyumbang peran


(21)

besar bagi menurunnya nilai situs-situs atau monumen alam, dengan cara mencoret-coret dan mengotori komponen para “pencinta alam” memanen kayu-kayu hutan untuk sekadar menghangatkan diri dari sengatan hawa dingin pegunungan. kawasan-kawasan konservasi yang dibuka untuk wisata di Pulau Jawa, mendapat tekanan dari para pencinta alam dengan cara seperti di atas. Edelweis (Anaphalis), merupakan spesies tumbuhan yang sering menjadi korban dari persepsi dan pandangan yang salah dari para pencinta alam, karena diyakini sebagai bunga abadi yang bernilai keberanian dan romantisme.

Ancaman terhadap keberadaan keanekaragaman hayati dunia semakin lama semakin memperihatinkan, hal ini juga diikuti oleh laju kepunahan spesies yang semakin meningkat. Saat ini diyakini bahwa laju kepunahan tersebut sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia

(Anthropogenic Faktor). Dengan demikian, membangun sebuah kesadaran manusia terhadap

pentingnya konservasi lingkungan hidup, di mana keanekaragaman hayati menjadi isu penting di dalamnya, sangat diperlukan. Banyak ahli berpendapat bahwa membangun kesadaran konservasi lewat pendidikan informal dapat dilakukan dengan sektor wisata.

Berdasarkan pengetahuan dan motivasinya dalam kegiatan wisata, wisatawan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni wisatawan biasa dan wisatawan eco-tourist mempunyai motivasi mengunjungi destinasi wisata dengan maksud khusus. Berdasarkan minatnya tersebut, eco-tourist dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Hard core nature Tourist, merupakan peneliti atau anggota paket tur/perjalanan yang memang didesain atau dirancang untuk pendidikan alam dan penelitian.

b) Dedicated Nature Touris, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan, terutama untuk mengunjungi atau melihat kawasan-kawasan lindung. Selain itu, mereka ingin mengetahui keindahan landscape dan kekayaan hayati serta budaya lokal.

c) Mainstream Nature Tourist, yaitu wisatwan yang ingin mendapatkan pengalaman yang lain daripada yang telah didapatkan sebelumnya. Seperti, mengunjungi taman Gorilla di Rwanda, Afrika atau mengunjungi hutan Amazonia di Amerika Selatan.

d) Cassual Nature Tourist, yaitu wisatawan yang menginginkan pengalaman menikamti alam sebagai bagian dari perjalanan yang lebih besar.

2. 4 Krisis Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Krisis keanekaragaman hayati di Indonesia termasuk dalam kategori parah dan membutuhkan perhatian dan tindakan lebih serius untuk mengatasinya. Bahkan, beberapa spesies


(22)

telah punah untuk selamanya, seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali (Panthera Tigris). Survei terakhir yang dilakukan oleh PHPA dan WWF menegaskan bahwa setidaknya pada tahun 1976 masih terdapat tiga harimau Jawa di Taman Nasional Meru Betiri. Namun, semakin lama tidak ada bukti-bukti yang meyakinkan tentang keberadaannya sehingga diyakini spesies ini telah punah.

Beberapa spesies masih bertahan dalam kelompok-klompok kecil, yang habitatnya telah terfragmentasi. Monitoring terhadap kekayaan hayati saat ini, telah dilakukan secara intensif. Data yang didapatkan sering menunjukkan bahwa kekayaan hayati semakin terancam, meskipun terdapat pada daerah konservasi, seperti Taman Nasional. Banyak contoh menunjukkan bahwa meskipun kawasan lindung dengan seperangkat undang-undang dan peraturan yang menyertainya, tidak berarti bahwa diversitas spesies yang ada di dalamnya terlindungi dengan baik. Contoh kasus pada Tabel 1.1 ini setidaknya menunjukkan jenis-jenis burung yang hilang dan lebih langka dijumpai di Gede Pangrango.

Sebenarnya, usaha-usaha perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia telah diperkirakan sejak lama. Tahun 1929, dalam suatu kongres Ilmu Pengetahuan wilayah Pasifik yang diadakan di Jawa, menyatakan bahwa perlindungan alam di India-Belanda (sebutan untuk wilayah Indonesia saat itu), harus segera dilakukan secara serius. Peraturan yang mengatur perlindungan alam, pertama dibuat tahun 1909 dan mulai diimplementasikan 01 Januari 1910. Namun, bisa jadi peraturan ini hanya “terdengar” di Jawa dan Madura, sementara perburuan satwa saat itu juga terjadi di Borneo dan wilayah lainnya. Sat itu, kegiatan berburu merupakan kegiatan wisata yang sangat digemari dan mulai diatur dalam regulasi tahun1909. saat itu, Surat Izin Berburu mulai diperkenalkan dan dikeluarkan Peraturan Tahun 1924 juga menyatakan secara tegas mengenai hewan-hewan apa saja yang boleh diburu.

Contoh-contoh kepunahan dan kecenderungan kepunahan spesies telah diketahui dengan baik, terutama di pulau Jawa. Namun demikian, tidak berarti bahwa pulau dan kawasan lainnya bebas dari ancaman kepunahan dan kemiskinan keanekaragaman hayati. Perubahan luas tutupan hutan di Pulau Jawa merupkan cermin, bagaimana pertumbuhan kawasan sangat mempengaruhi laju degradasi hutan. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa kasus Jawa Timur sejumlah hutan masa pemukiman dan pertanian di Jawa Timur. Saat ini, kebanyakan sisa hutan telah ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan berbagai kategori seperti, Taman Nasional, Cagar Alam atau Taman Hutan Raya.


(23)

Tabel jenis Burung Hilang dan Lebih Langka ditemukan di bagian Timur Taman Nasional Gede Pangrango Tahun 1949 dan 1985

Hilang Lebih Langka Gosong Maluku

Mentok Rimba Bangau Tong tong Kasuari Glambir Ganda Malao Senkawor Kuau Kerdil Kalimantan Maleo Senkawor Mentok Rimba Thoktor Sumatera Burung Bidadari

Elang Jawa Merak Hijau

Kakatua Kecil Jambul Kuning Jalak Bali

Elang Flores Burung Hantu Trulek Jawa Beo Nias Enggang

Burung Pelatuk Bawang


(24)

Contoh Penyusutan Luas dan Tiga Habitat dengan Kekayaan Hayati yang Berpotensi untuk Kegiatan Pariwisata di Indonesia.

Habitat Lahan Asli (Km2) Persen yang tersisa Hutan Rawa air tawar

Hutan hujan pegunungan Hutan Bakau 103.054 206.233 50.800 46.8 77.1 43.9 ( Tabel 1.2 )

Data di atas merupakan kondisi pada awal tahun 1980. selanjutnya, luasan habitat tersebut semakin menyusut.

2. 5 Wisata dan Konservasi

Konsep pemanfaatan sektor wisata untuk menunjang konservasi saat ini sedang ramai didiskusikan. Sejauh mana wisata dapat mendorong tindakan-tindakan konservasi yang dilakukan? Bagaimana strategi yang dapat diterapkan sehingga tujuan konservasi tetap tercapai dalam industri wisata yang terus berkembang? Siapa dan di mana harus memulai dan dimulai? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul sebagai respons dari dampak buruk wisata terhadap keanekaragaman hayati.

Harus diakui bahwa pihak-pihak yang aktif berdebat dan berdiskusi adalah para akademis dan peneliti melawan praktisi wisata. Ada kesenjangan dalam diskusi ini, yaitu tidak bertemunya antara akademis-peneliti pada satu sisi dan praktisi wisata pada sisi yang lain. Para praktisi wisata memandang bawa akademisi dan peneliti tidak mengetahui secara pasti dan memahami seluk-beluk industri wisata yang kompleks tentang operasional wisata. Sementara di lain pihak, para praktisi dan pelaku wisata dinilai terlalu sibuk sehingga mereka tidak mengetahui masa depan wisata, pengembangan produknya dan dampak wisata terhadap lingkungan hidup. Perdebatan ini merupakan salah satu dari berbagai kasus perdebatan yang seringkali melibatkan para developer pembangunan, dimana para praktisi wisata ada di dalamnya.

Sementara perdebatan berlangsung, banyak kajian antara lain oleh Dixon dan Sherman (1990), Gossling (1999), Honey (1999), Wunder (2000) (dalam buku Lukman Hakim), Dharmaratne et al. (2000), mengatakan bahwa jika sektor wisata diatur secara khusus dapat membantu pembiayaan


(25)

konservasi lingkungan hidup. Terutama koservasi keanekaragaman hayati yang keadaannya semakin tertekan. Kajian yang dilakukan oleh Burger (2000) dan Waller (2001), menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis antara wisata, keanekaragaman, bentang alam dan konservasinya dapat terjadi dalam kehidupan manusia. Lebih lanjut, dampaknya secara teoritis dapat ditafsirkan mempunyai pengaruh positif bagi perekonomian lokal dan pendidikan konservasi bagi pengunjung, yang datang dari daerah perkotaan yang miskin dengan kekayaan hayati. Aktivitas wisata tersebut kemudian lebih dikenal sebagai ekowisata atau ekoturisme (ecotourism).

Benyak defenisi yang menjelaskan arti ekowisata. Namun, semua sepakat bahwa ekowisata berbeda dengan wisata lainnya, karena sifatnya yang dikondisikan untuk mendukung kegiatan konservasi. Defenisinya selalu memfokuskan pada wisata yang bertangung jawab terhadap lingkungan. Selanjutnya, banyak masukan para ahli untuk memperbaiki defenisi tersebut. Antara lain memberikan dampak langsung terhadap konservasi kawasan, berperan dalam usaha-usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, mendorong konservasi dan pembangunan berkelanjutan, seorang arsitek dan environmentalis, Meksiko, menjelaskan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisatawan menuju daerah alamiah yang relatif belum terganggu atau terkontaminasi. Tujuan utamanya yakni mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan alam (lanskap) dan kekayaan hayati yang dikandungnya, seperti hewan dan tumbuhan, serta budaya lokal yang ada di sekitar kawasan.

Banyak tempat indah dengan kekayaan hayati yang tinggi berada dalam wilayah negara berkembang di mana kebutuhan dan permintaan sumber daya alam meningkat dengan cepat. Hubungan antara laju dijelaskan di berbagai naskah kerja. Degradasi ekosistem yang terjadi saat ini telah menurunkan mutu lingkungan, lebih kurang lagi menurunkan mutu daerah tujuan wisata. Tidak adli untuk menyalahkan dan mengalihkan tanggung jawab ini kepada negara berkembang dan komunitas masyarakat lokal. Masyarakat di luar kawasan juga harus diikutsertakan untuk memikirkan hal itu.

Banyak pihak yang mengatakan bahwa masyarakat lokal yang sekat sumber daya alam merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi pemiskinan sumberdaya alam dan kerusakan ekosistem. Dengan demikian, strategi yang dirancang dalam konservasi antara lain adalah pemberdayaan masyarakat lokal.


(26)

2.6 Parameter Ekowisata

Defenisi dan operasional wisata alam (nature tourism) tidak dapat diartikan secara langsung sebagai ekowisata, meskipun wisata alam mempunyai sisi strategis sebagai entry point untuk memahami ekowisata. Wearning dan Neil menyatakan bahwa ide-ide ekowisata berkaitan dengan wisata yang diharapkan dapat mendukung konservasi lingkungan hidup. Karena tujuannya adalah menciptakan sebuah kegiatan industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konservasi lingkungan hidup, seringkali ekowisata dirancang sebagai wisata yang berdampak rendah (Low Impact Tourism).

Untuk menjawab maksud tersebut, ekowisata dikarakterisasikan dengan adanya beberapa hal berikut:

a. Adanya manajemen lokal dalam pengelolaan

b. Adanya produk perjalanan dan wisata yang berkualitas c. Adanya penghargaan terhadap budaya

d. Pentingnya pelatihan-pelatihan

e. Bergantung dan berhubungan dengan Sumber Daya Alam dan Budaya f. Adanya integrasi pembangunan dan konservasi

Dalam aktivitasnya, ekowisata harus menjawab dan menunjukkan parameter berikut.

1) Perjalanan ke Kawasan Alamiah

Kawasan alamiah yang dimaksud adalah kawasan dengan kekayaan hayati dan bentang alam yang indah, unik dan kaya. Kawasan itu dapat berupa Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya, Taman Laut, dan kawasan lindung lainnya.

2) Dampak yang Ditimbulkan terhadap Lingkungan Rendah

Dampak yang diakibatkan oleh wisata jenis ini, harus ditekan sekecil mungkin. Dampak dapat dihasilkan dari pengelola wisata, wisatawan, pengelola hotel, penginapan, restoran, dan sebagainya. Semua pihak dituntut untuk meminimalkan dampak yang mempunyai peluang, menyebabkan pencemaran dan penurunan mutu habitat atau destinasi wisata.

3) Membangun Kepedulian terhadap Lingkungan

Tujuan aktivitas ini pada dasarnya untuk mempromosikan kekayaan hayati di habitat aslinya dan melakukan pendidikan konservasi secara langsung. Seringkali kesadaran terhadap lingkungan hidup akan mudah dimunculkan pada pelajaran-pelajaran di luar kelas, karena sentuhan-sentuhan emosional yang langsung dapat diraskan. Dengan demikian, usaha ekowisata harus mampu


(27)

membawa seluruh pihak yang terlibat dalam ekowisata mempunyai kepedulian terhadap konservasi lingkungan hidup.

4) Memberikan Dampak Keuntungan Ekonomi Secara Langsung bagi Konservasi

Di banyak kawasan negara berkembang, pembiayaan terhadap kawasan konservasi seringkali rendah sehinga fungsi yang dijalankan tidak maksimal. Penelitian-penelitan untuk menilai sumber daya Taman Nasional bagi kegiatan pariwisata dan penilaian dampak pariwisata terhadap habitat, jarang dilakukan karena keterbatasan sumber daya. Dalam hal ini, ekowisata dengan sebuah mekanisme tertentu, harus mampu menyumbangkan aliran dana dari penyelenggaraannya untuk melakukan konservasi habitat. Tujuan utamanya, yakni memelihara integritas fungsi-fungsi ekosistem dari destinasi wisata. Tidak ada rumus baku atau mekanisme khusus untuk mengembangkan pola ini. Namun banyak contoh dapat digunakan sebagai model, bagaimana seharusnya wisata dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi konservasi.

5) Memberikan Dampak Keuangan dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Masyarakat lokal harus mendapatkan manfaat dari aktivitas wisata yang dikembangkan, seperti sanitasi, pendidikan, perbaikan ekonomi dan dampak-dampak lainnya. Unit-unit bisnis pendukung wisata seperti pusat penjualan cinderamata, usaha penginapan, restoran, dan lainnya harus dikendalikan oleh masyarakat lokal. Hal itu untuk menjamin keikutsertaan masyarakat lokal dalam pertumbuhan ekonomi setempat karena aktivitas wisata.

6) Adanya Penghargaan terhadap Budaya Setempat

Budaya masyarakat lokal, biasanya untuk bagi wisatawan dan menjadi bagian dari atraksi wisata. Budaya ini telah berkembang dalam jangka waktu yang lama sebagai bagian dari strategi masyarakat lokal untuk hidup dalam lingkungan sekitarnya. Budaya itu harus mendapatkan penghargaan dan pelestariaan, agar kontribusinya bagi konservasi kawasan tetap memainkan peran. Harus diakui bahwa masyarakat lokal dengan budayanya, lebih mengetahui cara berinteraksi dan memafaatkan seumber daya sekitarnya secara bijaksana dan lestari daripada mengambil keputusan yang tinggal jauh dari kawasan hutan.

7) Mendukung Hak Asasi Manusia dan Gerakan Demokrasi

Pada dasarnya, penduduk setempat merupakan masyarakat yang selama bertahun-tahun telah berinteraksi dengan lngkungan sekitar destinasi wisata. Beberapa kelompok masyarakat secara tradisional masih tergantung kepada sumber daya hutan, pesisir dan laut. Oleh karena itu,


(28)

penetapan kawasan lindung tidak semata-mata “memagari kawasan dari pengaruh manusia”. Karena secara de facto, masyarakat sekitar mempunyai kekuatan untuk tetap memasuki kawasan dan menggunakan sumber daya alam. Oleh karena itu, melakukan sebuah regulasi dan diskusi-diskusi dengan masyarakat untuk menjamin pemanfaatan secara adil menjadi parameter yang tepat dan berguna untuk menilai keberhasilan ekowisata.

Banyak kawasan di belahan dunia menjalankan ekowisata. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan kawasan konservasi, seperti Taman Nasional sebagai destinasi atau tujuan alamiah bagi penyelenggara ekowiata. Diskusi-diskusi seputar implementasi dan keberhasilan ekowisata, terus bermunculan. Hal itu disebabkan oleh sulitnya memenuhi seluruh kriteria ideal, untuk mencapai apa yang dimaksud dengan ekowisata. Namun, kebanyakan sepakat bahwa kegiatan ini adalah wisata yang bertanggung jawab, untuk melakukan konservasi dan pendidikan lingkungan hidup, serta memperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.

Semakin populernya kegiatan ekowisata dan sumbangan-sumbangan penting yang diberikan bagi aktivitas konservasi mendorong Persatuan Bangsa-Bangsa lewat badan lingkungan hidup dunia United Nations Environment Programme (UNEP) Ecotourism 2002. tujuannya yakni mempromosikan ekowisata pada skala internasional dan memberikan wahana dan kesempatan belajar bagi negara yang mempunyai potensi untuk mengembangkan ekowisata di wilayahnya dari negara-negara yang telah sukses menyelenggarakan ekowisata. Pemahaman tersebut menghasilkan sebuah kespakatan untuk diadakannya pertemuan ekowisata dunia, pada bulan Mei di Kanada. Pada tahun yang sama, Indonesia juga menetapkan tahun 2002 sebagai tahun ekowisata Indonesia. Namun, karena keterbatasan-keterbatasan dan alasan sefesiensi, pengembangan ekowisata di Indonesia untuk tahun 2002 memfokuskan diri pada ekowisata di daerah pegunungan.

Usaha pengembangan ekowisata di Indonesia, dapat dikatakan masih dalam taraf wacana. Hal itu diindikasikan bahwa sampai saat ini, belum diterbitkan secara tersendiri peraturan perundangan yang mengatur pengembangan ekowisata. Perundang-undangan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata, masih banyak merujuk pada peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan wisata alam dan konservasi. Sampai saat ini, kebanyakan ekowisata di Indonesia diadakan di kawasan-kawasan konservasi. Sesuai dengan perundangan yang berlaku, ekowisata yang diselenggarakan harus mengacu kepada kebijakan-kebijakan yang menyangkut kawasan konservasi. Dalam hal ini, yakni UU no. 5 tahun 1990 tentang konservasi sember daya alam hayati dan ekosistemnya.


(29)

Ada beberapa permasalahan yang timbul dalam pengembangan ekowisata di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

1. Belum adanya konsep dan pemahaman yang sama tentang ekowisata oleh para stakebolder yang terlibat.

2. Ekowisata masih sering dijadikan slogan-slogan dan alat-alat promosi. Tetapi pada implementasi sesungguhnya menjadi lemah atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata yang diisyaratkan.

3. Meskipun kesadaran pemerintah akan pentingnya ekowisata telah ada, komitmen pengembangannya masih sangat lemah. Hal itu sangat jelas pada implementasi di lapangan. 4. Kebijakan yang mengatur dan mendukung saling tumpang tindih sehingga mempengaruhi

implementasi di lapangan.

5. Terbatasnya akses informasi, seperti jaringan pasar dan infra struktur yang diperlukan dalam pengelolaan ekowisata.

6. Tebatasnya peran serta masyarakat local dan stakebolder dalam pengembangan ekowisata. 7. Meningkatnya degradasi sumber daya alam yang tidak terkendali

8. Pemandu memiliki keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan dan aspek-aspek pendidikan lingkungan hidup dalam kegiatan ekowisata.

9. Pembangunan yang tidak terkontrol pada destinasi wisata, karena pertumbbuhan jumlah pengunjung membuat implementasi ekowisata menjadi sulit.

Permasalahan-permasalahan di atas, idealnya harus dapat diselesaikan untuk mewujudkan pembangunan ekowisata di Indonesia. Kelompok-kelompok pencinta dan pemerhati lingkungan, LSM, pemerhati ekowisata dan stakebolder yang terlibat dalam ekowisata dapat menekan pemerintah karena lemahnya dukungan pemerintah pada tahap implementasi kebijakan ekowisata pada tingkat lokal. Selanjutnya, bantuan-bantuan pemikiran dan aksi nyata untuk mewujudkan komitmen bagai inisiasi dan pembangunan ekowisata dapat dilaksanakan. Perguruan tinggi atau lembaga-lembaga pemberdaya dapat berperan aktif dalam memberdayakan potendsi masyarakat dan stakebolder yang belum optimal untuk mencapai implementasi ekowisata dan melakukan evaluasi terhadap praktik ekowisata dengan sesungguhnya. Tujuannya sangat jelas, yakni bersama-sama mewujudkan pembangunan ekiowisata dengan benar, sebagaimana konsep-konsep yang mendasarinya, yakni mewujudkan pembangunan lokal dengan memperhatikan aspek konservasi sumber daya alam dan menjaga integritas budaya lokal menuju masyarakat berkelanjutan.


(30)

BAB III

POTENSI EKOWISATA DAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT LOKAL

Tangkahan sendiri terletak antara perkebunan sawit dengan TNGL di Kecamatan Batang Serangan, Langkat, Sumatera Utara. Kawasan ini meliputi Desa Sungai Serdang, Desa Namo Sialang, Desa Sungai Musam, Desa Bamban, dan Desa Batang Serangan . Sebelum tahun 2001, kawasan ini adalah surga bagi para penebang liar. Ratusan gelondongan kayu diikat dan dihanyutkan di Sungai Batang Serangan yang menjadi sungai utama di kawasan ini. Namun belakangan, setelah ada beberapa penebang yang ditangkap muncul kesadaran untuk menghentikan kegiatan ini. Sejak itu masyarakat Tangkahan bertekad memperbaiki dan menjaganya dengan mengembangkan ekowisata dan membentuk Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) dan bekerjasamas TNGL

LPT inilah yang kemudian menyusun perencanaan pengembangan ekowisata, membuat jalur trekking, dan memandu wisatawan. Tangkahan memang menawarkan keindahan alam. Sungai yang jernih dengan batu-batu besar di kanan kirinya. Di beberapa titik bahkan dujumpai sumber air panas. Kawasan penginapan pun dibuat menyatu dengan alam, selain cottage, juga terdapat aula untuk berteduh. Bangunan kayu tanpa dinding ini berada diatas bukit dan menjorok ke sungai, menjadi tempat yang tepat untuk melepas pandangan ke hijaunya hutan, ditingkahi suara aliran sungai, dan kicau burung. Beragam jenis monyet, orangutan, harimau sumatera, beruang madu, dan bila beruntung juga melihat elang yang tengah berputar di udara mengintai mangsa, dapat ditemui di kawasan ini. Selain itu, keberadaan gajah latih yang menjadi bagian dari unit patroli Konservasi Hutan (Conservation Response Unit) yang didanai Flora Fauna Internasional (FFI) Medan, menjdai daya tarik tersendiri. Pada akhirnya Tangkahan seolah menjadi benteng terakhir kawasan hutan tropis Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).


(31)

3.1 POTENSI EKOWISATA

3.1.1 Wisata dan Konservasi Lauser

Nama Tangkahan mungkin masih cukup asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jangankan di Indonesia, di Sumatera Utara sendiri Tangkahan masih merupakan tempat yang jarang didengar orang, kecuali untuk orang-orang yang bergerak dalam bidang konservasi. Hutan Tangkahan masih merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser. Kawasan hutan ini merupakan salah satu habitat asli dari Orangutan Sumatera. Sebagai habitat Orangutan, data-data yang menjelaskan mengenai keberadaan Orangutan di lokasi ini masih sangat kurang. Hutan Tangkahan terletak di Desa Namo Sialang, Kecamatan Sei Serdang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Daerah ini memiliki hamparan hutan hujan tropis dataran rendah yang sangat luas dan kaya akan keanekaragaman hayati.

Untuk mencapai lokasi Tangkahan dari Medan, diperlukan waktu sekitar 4-5 jam dengan menggunakan angkutan Bus umum. Pengunjung dapat mencapai Tangkahan melalui dua rute. Rute pertama, melalui perkampungan Melayu di Desa Padang Tualang, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat. Kondisi jalan yang relatif baik sejauh 124 kilometer itu, meskipun harus dilalui dengan penuh guncangan.

Rute kedua yang hanya berjarak 94 kilometer atau dua jam di perjalanan, dengan pemandangan petani karet sedang menyadap atau petani kelapa sawit sedang menimbang hasil panen. Jika musim panen padi baru usai, pengunjung dapat membeli belut dan ikan lele hasil tangkapan masyarakat di sawah untuk oleh-oleh.

Kawasan di sekitar penginapan adalah hutan tropis yang penuh kicau burung dan suara aliran sungai dangkal. Kebersihan alam dan keindahannya merupakan tujuan utama dalam pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan. Diharapkan pengunjung akan belajar berwisata tanpa merusak alam sekitarnya. Karena itu, Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas kunjungan ke Tangkahan.

Tangkahan yang berada 200 meter di atas permukaan laut merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser. Karena itu, LPT berupaya mengembangkan potensi wisata hutan di Tangkahan sambil menyosialisasikan pentingnya ekosistem Leuser bagi kehidupan manusia. Saat ini, LPT telah membangun penginapan Bamboo River berkamar delapan lengkap dengan kamar mandi di dalam.


(32)

Penginapan itu berada di puncak bukit sehingga pengunjung bisa melihat jelas aliran Sungai Kuala Buluh yang dihiasi batu gunung berukuran besar dan berarus deras.

Bamboo River merupakan satu-satunya bangunan berlantai dua. Para pengunjung sering memanfaatkan lantai dua, yang tidak berdinding, sebagai tempat bersantai sambil melemparkan pandangan ke arah hutan yang menghijau. Setiap hari, tamu akan disuguhi masakan khas daerah Sumut, misalnya sambalado teri Medan, kacang tanah goreng, dan daun singkong tumbuk. Selain itu, ada juga tempe tauco cabai hijau yang dihidangkan panas-panas. Mereka yang ingin datang ke Tangkahan harus memberi tahu lebih dulu kepada LPT karena penginapan di Tangkahan tidak memiliki saluran listrik selama 24 jam sehingga tidak memiliki persediaan bahan makanan. Setiap penginapan memiliki mesin pembangkit listrik berukuran kecil untuk menerangi penginapan sampai pukul 00.00 WIB.

Sedikitnya ada empat gradasi warna hijau yang menghiasi sungai di dekat penginapan dan menjadi tampak jelas ketika sinar matahari pagi memantul di atasnya. Selain itu, terdapat sumber air panas di balik bebatuan besar di salah satu bagian Sungai Musam ini. Meskipun air panas itu tidak banyak, namun cukup untuk menghangatkan seluruh badan jika kita mau sedikit berkorban duduk sambil memeluk lutut di bawah batu besar tersebut. Sekitar 30 meter dari situ, ada air terjun setinggi tiga meter. Perasaan lelah setelah berjuang menaklukkan licinnya bebatuan di tepian sungai sambil berjalan melawan arus yang deras akan terobati ketika tiba di pantai kupu-kupu. Hamparan pasir sepanjang delapan meter di tepi hulu Sungai Musam itu merupakan tempat beraneka warna kupu-kupu beterbangan dengan bebas.

Di Tangkahan juga terdapat beragam jenis monyet, orangutan, harimau sumatera, beruang madu, dan bila beruntung juga melihat elang yang tengah berputar di udara mengintai mangsa. Pepohonan setinggi 20-40 meter dengan kanopi selebar 40-50 meter masih banyak menghiasi Kawasan Ekowisata Tangkahan. Karena itu, wisata menyusuri hutan merupakan pilihan utama di Tangkahan. Sambil berwisata menyusuri hutan, pengunjung juga merasakan kedekatan alami dengan alam. Secara tidak langsung, ekowisata ini akhirnya juga merupakan sarana pendidikan bagi masyarakat untuk lebih memahami alam dan bersama-sama melindunginya.

Tangkahan juga memiliki daya tarik yang lain, yaitu keberadaan sepasang gajah terlatih yang merupakan unit patroli konservasi hutan (Conservation Response Unit/CRU) yang dibiayai Flora Fauna Internasional (FFI) Medan. Selain menjalankan tugas pokoknya berpatroli untuk mencegah penebangan liar (dalam radius 15 kilometer di Kawasan Tangkahan), CRU juga menyuluh masyarakat bahwa kegiatan penebangan liar merugikan. CRU pun mengawa-si hutan dalam wilayah TNGL.


(33)

Menjelang akhir perjalanan menyusuri hutan, ada bonus atraksi, yaitu agrowisata. Pengunjung boleh memetik sendiri jeruk manis yang merupakan salah satu hasil pertanian andalan Kabupaten Langkat. Selanjutnya, perjalanan menembus hutan diteruskan sehingga akhirnya mencapai hulu Sungai Batang Serangan.

Petualangan lain akan berawal di hulu sungai ini, yaitu arung jeram sambil menggunakan ban dalam traktor. Tubing, istilah mereka, yang berasal dari kata tube yang berarti ban dalam. Tubing itu diberi jaring di tengahnya dan pemakai bisa duduk santai di tengahnya. Bertubing dari hulu sungai ini menempuh jarak sekitar delapan kilometer hingga mencapai pertemuan Sungai Batang Serangan dan Sungai Kuala Buluh yang berada di kaki bukit Bamboo River. Ketika mengarungi jeram, setiap ban diawasi seorang petugas yang mampu berenang. Perjalanan melintasi jeram yang memiliki arus cukup deras sementara sungai berbatu besar dan licin merupakan petualangan yang menegangkan.

Tubing memang merupakan hidangan penutup yang menurut dianggap paling sesuai sebagai akhir perjalanan. Pekik terkejut terlepas ketika tubing melalui jeram lalu bercampur decak kagum menyaksikan tebing terjal di tepi sungai tersebut. Tebing setinggi lima meter itu memiliki aneka warna: hitam seperti batu bara, coklat, merah bata mengkilat, dan biru bercampur dengan abu-abu. Warna-warna itu tampak semakin menawan akibat permainan cahaya matahari yang berusaha menembus rimbunnya pepohonan di kaki Gunung Leuser itu.

3. 1.2 Potensi Hutan

Kawasan hutan alam di Kabupaten Langkat yang merupakan Taman Nasional Gunung Leuser saat ini menjadi saasaran perambahan dengan berbagai alasan. Alasan yang selalu dikumandangkan adalah demi kesejahtreaan masyarakat dengan membuka lahan untuk dijadikan lahan perkebunan untuk masyarakat atau membuka infrastruktur dengan pembukaan jalan didalam kawasan hutan, tetapi yang nyata adalah untuk kepentingan pengusaha kayu, degan membuka jalan didalam kawasan hutan satu kilometer dikanan kiri jalan tersebut akan menjadi objek perambahan karena kayu yang terdapat didalam Taman Nasional adalah kayu dengan diameter besar dan mempunyai kwalitas yang cukup baik untuk dipasarkan.

Kawasan hutan Sekundur yang hingga saat ini masih terjadi perambahan yang dilakukan oleh pengusaha dengan menggunakan masyarakat sebagai pekerja, dan mungkin juga ditempat lain kawasan hutan Taman Nasional menjadi incaran para perambah hutan. Kerusakan hutan yang


(34)

diakibatkan oleh perambahan dibeberaa kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Kab.Langkat lebih dari 5.000 ( lima ribu ) Ha.

3. 1.3 Dampak

Kawasan Taman Nasional yang dirambah tersebut merupakan daerah tangkapan dan daerah aliran sungai wampu dan merupakan sumber air bagi masyarakat Kabupaten Langkat. Selian itu kawasan hutan tersebut juga merupakan tempat hidup atau ekosistem flora fauna langka yang dilindungi oleh Undang-undang seperti gajah, rusa, harimau, orang utan dll. Dampak perambahan tersebut adalah terganggung suplai air bagi masyarakat baik untuk kebutuhan air minum atau pertanian dan industri, selain itu ekosistem satwa liar juga akan terganggu dan akan mengakibatkan konflik antara satwa dan manusia, hal tersebut pasti akan menimbulkan akibat bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan hutan maupun masyarakat yang bergantung pada kelestarian kawasan tersebut.

Selain masyarakat yang memiliki sumber pendapatan dari pertanian, masyarakat Langkat juga banyak yang menggantungkan sumber pendapatan dengan mengembangkan ekowisata. Dengan terganggunya kelestarian kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, pasti sumber pendapatan dari sektor ekowisata akan mendapat dampak buruk dari perambahan tersebut. Dampak buruk lainnya adalah bencana alam yang selalu menimpa sebagian masyarakat yang hidup disepanjang aliran sungai, banjir, erosi juga telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.

3.1. 4 Pelanggaran Hukum

Taman Nasional Gunung Leuser yang dicetuskan sejak zaman pemerintah Hindia Belanda hingga saat ini terus dilestarikan dan akhirnya pada tahun 1985 kawasan hutan yang dahulunya merupakan bagian dari kawasan hutan lindung, swaka margsatwa dan cagar alam disatukan menjadi Taman Nasional.

Mengingat akan fungsi dan manfaat dari Taman Nasional, secara khusus Tanam Nasional telah dilindungi oleh Undang-undang dan peraturan pokok lainnya yang menjurus pada pelestarian dan perlindungan kawasan. Tanam Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1990 telah jelas dan tegas tentang pengaturan dan pemanfaatan serta fungsi kawasan tersebut. Oleh karena itu upaya penegakkan hukum terhadap Taman Nasional Gunung Leuser wajib


(35)

dilaksanakan, mengingat fungsi kawasan tersebut sebagai daerah populasi flora dan fauna langka, objek wisata, kawasan resapan air yang juga merupakan daerah aliran sungai yang menunjang pembangunan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.

3.2 KETERLIBATAN MASYARAKAT LOKAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

Membaringkan diri di tengah – tengah Hutan Tropis Sumatera Utara yang langka tepatnya di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), bisa menemukan rahasia terbesar yang tersimpan di Kepulauan Indonesia. Dengan pemandangan pesona yang luar biasa dan margasatwa yang diselimuti dengan kabut, Tangkahan merupakan kesempatan sekali seumur hidup untuk melihat salah satu hutan belantara yang murni di dunia.

Menantang siapa saja untuk melakukan perjalanan melalui Hutan Tropis yang rimbun, tanahnya yang tidak datar dan sungai bersih seperti kristal yang harus disebrangi. Mencoba dan melihat Orang Utan yang tersembunyi di antara cabang pepohonan kesayangannya, tepatnya di Pohon Ficus.

Perjalanan jauh dapat dilalui dengan menaiki rakit yang telah tersedia, rakit yang dikelilingi oleh aliran yang deras dan melalui gua – gua yang ada, sambil melihat dan merasakan citra rasa jeruk manis yang ada di rerumputan tanaman jeruk lokal ditemani dengan bunyi burung Pegar yang merdu dan jeritan dari Gibbon.

Siapa saja juga bisa beristirahat untuk meninggalkan stress atau rasa jenuh yang ada dengan singgah dari salah satu air panas yang tenang, tidak jauh dari tempat istirahat. Beristirahat di bawah air terjun yang menarik dan dingin atau juga bisa mandi dan berenang di salah satu sungai – sungai hutan yang jernih.

Di sini akan lebih banyak mengarah ke cara hidup tradisional / masyarakat. Menyebrangi sungai dengan menggunakan sampan yang bentuknya kuno dan duduk di dalamnya dengan tenang, ini juga bisa dijadikan pengalaman yang menarik bagi pengunjung, salah satunya lagi adalah suasana kekeluargaan dari ke tiga tempat penginapan yang dapat dilihat terletak di atas sungai Buluh, saat menaiki sampan.


(36)

Saat makan malam yang mewah pun sudah diatur untuk para pengujung. Sambil menikamti makanan, para pengunjung bisa menyaksikan monyet – monyet yang sedang bermain atau ada juga beberapa burung yang terbang dengan indahnya dari satu pohon ke pohon yang lain.

Di malam hari, bisa saja kumpul bersama – sama dengan para penduduk setempat yang sedang memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu – lagu bahasa Karo, suara merdu penyanyi ditambah dengan alunan suara lembut yang berasal dari hutan tropis di malam hari bisa menidurkan siapa saja dari rasa kantuknya.

Kalau berkunjung ke tempat ini semua yang di atas bisa di dapatkan dan bahkan bisa menambah ilmu pengetahuan, dengan cara menolong margasatwa yang tetap murni dan mensejahterakan masyarakat lokal yang ada di daerah ini juga.

Tangkahan adalah sebuah lokasi pariwisata yang disahkan pada tahun 2001. sebelumnya daerah ini sangat rimbun dengan batang kayu atau pepohonan dan pemburu – pemburu binatang yang telah dilarang. Masyarakat local membuat perubahan bentuk daerah, menghentikan penebangan pohon dan membentuk grup penjaga hutan untuk mengawasi dari kegiatan yang dilarang. Dengan menolong FFI (Fauna and Flora International) dalam perlindungan aalam, mereka mengembangkan sebuah hal yang tak ada bandingnya, tujuan pariwisata yang berkelanjutan menyediakan sebuah panggung penelitian.

Tangkahan sekarang dipertahankan oleh dua penjaga hutan yaitu, LPT (Lembaga Pariwisata Tangkahan) dan CRU (Conservation Response Unit) tujuannya untuk menghentikan penebang kayu dan pemburu gelap, tanda – tanda dari sejarah ini merupakan daerah yang ditinggalkan dari pohon yang ditebang dari dalam hutan.

Setiap hari, Bus Penumpang Umum, Pembangun Semesta (PS) mengantarkan dua kali perjalanan dari Terminal Bus Pinang Baris di Medan ke Tangkahan, atau bisa juga menggunakan Bus PS dengan mengikuti rute: Pinang Baris – Simpang Namunggas / Sawit Seberang kemudian menyewa sebuah sepeda motor (Airbete) dari Simpang Robert langsung ke Tangkahan.

3.2.1 Akomodasi

Tempat penginapan yang indah seperti lukisan telah dibangun sedamai dengan lingkungannya, menggunakan bahan – bahan dari alam untuk menciptakan sebuah suasana tropis


(37)

yang segar. Jika di lihat dari tempat penginapannya, tempat ini disediakan tinggi di atas sungai Buluh, memberikan kepada siapa saja kesempatan utnuk melihat margasatwa saat menikmati sarapan pagimu atau mendengarkan senendu suara hutan di malam hari.

Tempat penginapan ini difasilitasi dengan 16 kamar ( 8 kamar masing – masing berisi 2 orang, 8 kamar untuk satu orang saja, termasuk Kamar Mandi di dalam kamar tersebut), dipisahkan antara 3 (tiga) tempat penginapan, yaitu: Bamboo River, Jungle Lodge dan Mega Inn. Tempat tinggal yang tentram dan jauh dari keributan, memberikan nuansa untuk melihat burung atau juga hanya sebatas untuk beristirahat. Listrik juga disediakan pada malam hari, dengan menggunakan sebuah generator, yang hidupnya dibatasi hanya sampai jam 11 malam saja, setelah itu lampu mati.

* Jungle Lodge

Rp 85.000,- 5 Kamar Standard Rp 145.000,- 1 Kamar Keluarga

* Bamboo River

Rp 75.000 8 Kamar Standard Rp 60.000 3 Kamar Ekonomi

* Mega Inn

Rp 40.000 2 Kamar Ekonomi Rp 55.000 2 Kamar Standard


(38)

Makanan yang lezat dapat dibeli dari Restaurant Cafes namanya. Makanan tradisional setempat dan makanan Barat dapat di pesan sesuai dengan harga yang sudah tertera di restoran itu. Menikmati sebuah makanan ringan di suasana berbeda yaitu hutan.

Disamping makanan dan minuman yang disediakan oleh peginapan ini, ada juga restoran yang menyediakan makanan ringan untuk para pejaln yang sudah lelah melakukan perjalanannya. Coffee Shop dan kedai kecil yang tidak jauh dari tempat itu juga di sediakan di daerah ini.

Fasilitas Kemping / Kemah:

Harga Penginapan

Daerah kemping disediakan bagi siapa yang mau untuk berkemah di bundaran Taman Nasional ini.

* Biaya : Rp 20.000 / orang

* Tamu diharapkan untuk membawa semua perealatan kemahnya mashing – masing karena disini tidak disedaiakan.

3.2.2 Atraksi Wisata a. Flora dan Fauna

Flora (dunia tumbuhan) dan Fauna (dunia binatang) dari Kawasan sangat beraneka ragam, dengan sebuah ekoistem yang berbeda – beda juga, dari tumbuh – tumbuhan yang juga terdapat di pantai (coastal), dibanjiri oleh air sungai dan bendungan hutan yang ada (pinggir sungai dan tanah – tanah yang baru) seperti mengelilingi lautan ke pinggir bukit dan hutan di atas 3.4 meter.

Untuk seorang nelayan, disana ada banyak sekali jenis ikan yang terdapat di beberapa sungai dan uap air panas yang ada di Kebun Raya itu. Disini diperbolehkan untuk memancing, tapi tidak untuk daerah yang dilarang dan tipe alat yang digunakan untuk memancing juga dibatasi. Sebelum memancing, terlebih dahulu peralatan menangkap ikan / pancing itu di cek atau dilihat dengan teliti di Kantor Informasi, karena mereka akan membantu bagaimana cara membuatnya dan supaya tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.


(39)

Tangkahan merupakan dunia terbesar yang berisi daerah – daerah yang ditumbuhi dengan dunia bunga – bunga yang bentuknya tinggi, contohnya: Rafflesia sp. dan Amorphophallus sp. dan masih banyak jenis tumbuh –tumbuhan yang termasuk kedalam jenis Dipterocarps, yang mana benih – benihnya itu dihembuskan supaya mengedarkan mereka ke pada sayap – sayapnya melewati hutan rimba. Penahan buah Arak (Ficus Sp.) juga membuat rumahnya sendiri, sebuah sumber yang menarik dari makanan hutan karena buah – buah itu dikelilingi dengan 7 kali dalam setahun, itu disebarkan oleh burung – burung yang memakan benih – benih itu dan menyimpannya tinggi di atas pohon.

Penahan buah ara digunakan untuk rumah pohon yang mana itu terletak di atas tanah, yang tumbuh mengelilingi sebagai sebuah pendukung dari sumber dari makanan.

Di Tangkahan, pengunjung punya kesempatan untuk memnyewa seorang penjaga Hutan Setempat utnuk masuk ke dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan menemukan banyak jenis – jenis tumbuhan dan binatang – binatang. Bisa saja seorang pengunjung beruntung bisa melihat Orang Utan, Burung Enggrang (Lilin), Gibbons (Ular Hijau), Siamang.

Tujuh ekor gajah ditempatkan I pangkalannya di perkemahan (CRU) yang akan memberikan kepada para pengunjung sebuah kesempatan untuk berdekatan dengan Gajah Besar yang sudah dijinakkan, pergi untuk melakukan perjlanan masuk ke dalam hutan dan membantu memandikan mereka di sungai selama waktu yang telah ditentukan.

Harga Perjalanan di Tangkahan Melakukan Perjalanan di Hutan

Malakukan perjalanan di hutan adalah sebuah aktiitas yang memungkinkan bisa untuk belajar lebih banyak lagi tentang Flora dan Fauna yang dapat ditemukan di hutan saat menjelajahi daerah tersebut. Keterampilan pemandu cukup mempunyai ilmu pengetahuan yang luas tentang hutan yang akan menjelaskan kepada semua orang mengenai keuntungan dan fungsi dari segala sesuatu yang ada di hutan.

Untuk para pelajar, perjalanan ini akan melibatkan interaksi (hubungan timbal balik) secara langsung dengan alam melalui kegiatan – kegiatan yang ada, seperti tersenyum, menyentuh, dan meraskan tanaman – tanaman tersebut yang secara istimewa juga digunakan utnuk manusia. Jika pengunjung beruntung, bisa saja akan melihat hal – hal yang bersifat endemic (hal yang sulit untuk


(40)

ditemukan) dan jenis – jenis monyet yang berbahaya, Orang Utan dan jenis – jenis burung yang sampai sekarang masih hidup di taman Tangkahan.

Perjalanan Untuk Anak Muda

Harga : Travel Rp. 120,000 p/p Umum Rp. 130,000 p/p Jarak : 3.6 Km

Waktu : 3.5 - 4 Jam

Nilai yang menarik : Pohon Ficus, Tanaman Obat -obatan

Termasuk : Biaya Izin Masuk Mt. Leuser National Park, Pemandu Penjaga Hutan, makan siang

Perjalanan Untuk Keluarga

Harga : Travel : Rp. 85,000 p/p Umum : Rp. 100,000 p/p Jarak : 2.2 Km

Lama : 2.5 Jam

Nilai yang menarik : Pohon Ficus, Tanaman Obat -obatan

termasuk : Biaya Izin Masuk ke Mt. Leuser National Park, Pemandu, dan Makanan Ringan.

Perjalanan satu hari penuh

Harga : Travel : Rp. 190,000 p/p Umum : Rp. 210,000 p/p Jarak : 6 Km


(41)

Nilai yang menarik : Pohon Finus, Tanaman Obat -obatan

termasuk : Biaya Izin Masuk ke Mt. Leuser National Park, Pemandu, Makan Siang dan Makanan Ringan.

b. Gua Kalong, Stalagmit dan Stalagtit

Untuk ini akan melatih kemampuan fisik yang baik, menantang siapa saja untuk berpartisipasi di selama 3 jam perjalanan lembang diantara gelombang – gelombang hutan tropis di bagian atas dari gua Kalong ini. Belajar sesuatu hal yang baru, seperti tumbuh – tumbuhan yang digunakan untuk obat – obatan dan kecantikan. Bisa juga mencoba untuk mencuci rambut dengan tanaman yang dipetik dari hutan. Jika tertarik untuk ke gua ini, sebelumnya harus meyakinkan didinya sendiri bahwa dari semua peralatan yang akan digunakan untuk masuk ke dalam gua yang kondisinya masih bagus. Kemampuan para pemandu akan memimpin jalan dan menunjukkan Stalagtit dan Stalagmit yang indah dan melihat sungai kecil yang mengalir di dalam gua ini.

Perjalanan satu hari, ke Gua dan menggunakan Rakit (Minimum 2 Pax)

Harga : Travel Rp. 230,000 p/p

Umum Rp. 250,000 p/p Jarak : 6 Km

Waktu : 7 Jam

Nilai yang Menarik : Pohon Finus, Tanaman Obat - obatan, Stalagtit dan Stalagmit, dan Gua Air Panas.

Termasuk : Surat Izin, Pemandu Penjaga Hutan, Buruh, Baju Pelampung, Rakit, Makanan Ringan dan Makan Siang.

Perjalanan: Dua hari / satu malam (Minimal 2 orang)

Harga : Travel : Rp. 470,000 p/ p Umum : Rp. 500,000 p/p


(42)

Jarak : 12 Km

Nilai yang menarik : Pohon Finus, Tanaman Obat –obatan.

Termasuk : Ijin Masuk ke Mt. Leuser National Park, Pemandu Penjaga Hutan, Buruh, Makanan Ringan, Sarapan, Makan Siang 2 kali, Makan Malam, tenda dan Kasur.

Perjalanan mengujungi Bunga Raflesia dan dengan Rakit (Minimum 2 orang)

Harga : Travel : Rp. 230,000 p/p Umum : Rp. 250,000 p/p Jarak : 5 Km

Waktu : 5 – 6 Jam

Nilai yang menarik : Bunga Rafflesia Achenesensis, Pohon Ficus, Tanaman Obat – obatan.

Termasuk : Izin Masuk ke Mt. Leuser National Park, Pemandu Penjaga Hutan, Makanan Ringan, Makan Siang, Baju Pelampung, dan Rakit.

Tangkahan – Bukit Lawang (5 hari / 4 malam, minimum 3 orang)

Harga : Travel : Rp. 1,000,000 p/p Umum : Rp. 1,100,000 p/p Jarak : 30 Km

Nilai yang Menarik : Pohon Ficus, Air Panas, Tanaman obat-obatan

Termasuk : Surat Izin masuk dari Mt. Taman Nasional Leuser, Pemandu Penjaga Hutan, Buruh, Makanan Ringan, Sarapan 4 kali, Makan Siang sebanyak 4 kali.


(43)

Trekking dan Tubing (2 Hari / 1 Malam, Minimum 3 orang)

Harga : Travel : Rp. 530,000 p/p Umum : Rp. 550,000 p/p Jarak : 12 Km

Nilai yang Menarik : Pohon Ficus, Tanaman Obat-obatan.

Termasuk : Surat Izin, Pemandu Kawasan Hutan, Buruh, Makanan Ringan, Sarapan, Makan Siang, Makan Malam, Rakit dan Baju

Pelampung, kasur dan tenda.,

c. Arung Jeram

Secara umum, para pengunjung dapat menikmati sungai Batang Serangan, memasuki terowongan ke dalam yang telah di batasi dan menjamin keselmatan. Pengunjung akan merasa senang saat bergoyang – goyang di gelombang besar air sungai yang menggunakan alat khusus Pelampung air. Sebuah baju pelampung yang aman dan helm (topi) yang telah disediaka. Para pemandu yang handal mengerti tntang keadaan air, pemandu akan memimpin semua kegiatana selama berada di sungai. Pemandu akan meyakinkan para pengunjung bahwa orang yang dating ketempat ini akn punya pengalaman yang sangat menarik. (Lihat Gambar 6. Lokasi Arung Jeram Tangkahan, pada Lampiran).

Tiga jam perjalanan dengan menggunakan Rakit

Price : Travel Rp 130,000 p/p Public Rp. 150,000 p/p

Nilai yang Menarik : Air Terjun, Perkumpulan Jenis Tanaman .

Termasuk : Transportasi, Makan Siang, Makanan Ringan, Pemandu Kawasan Hutan, Rakit dan Baju Pelampung.

Lima jam perjalanan dengan menggunakan Rakit

Price : Travel Rp. 210,000 p/p Umum Rp. 250,000 p/p


(44)

Nilai yang Menarik : Air Terjun, Perkumpulan Jenis Tanaman .

Termasuk : Transportasi, Makanan Ringan, Pemandu Kawasan Hutan,dan Baju Pelampung.

d. Penangkaran Atau Atraksi Gajah

Gajah – gajah yang ada di Tangkahan digunakan untuk usaha menolong perlindungan alam dalam membantu masyarakat setempat yang ada di Tangkahan. Mereka digunakan utnuk mengawasi, memonitor dan mberusaha melindugi hutan dari kegiatan yang melanggar peraturan, seperti penebang Kayu Hutan Liar dan Pekerjaan merusak kawasan Hutan.

Para pengunjung dapat melihat secara dekat gajah – gajah yang ada di Tangkahan, yang merupakan sebuah sifat yang sangat bernilai untuk masyarakat setempat. Bertemu dengan Mahouts dan gajah – gajah mereka saat di naiki melewati hutan, pada dasarnya ini adalah binatang yang luar biasa, atau melihat mereka dimandikan oleh para Mahouts.

Satu jam melakukan perjalanan dengan Gajah dan memandikannya

Harga : Rp. 160,000 p/p Waktu : Jam 2 sore Setiap Hari

Dimulainya di Sungai Buluh dan berakhir di Conservation Response Unit (CRU), perkampungan gajah tinggal.

Jarak : 2 Km

Nilai yang Menarik : Tanaman Obat – obatan

Termasuk : Surat Izin masuk Mt. Leuser National Park, Pemandu Lokal Kawasan Hutan, Memandikan / Membersihkan gajah.

Dua jam melakukan perjalanan dengan Gajah


(45)

Waktu : Jam 2 Siang setiap Hari

Dimulai dari Sungai Buluh dan berakhir di perkampungan gajah, Conservation Response Unit (CRU)

Jarak : 3.5 Km

Nilai yang Menarik : Tanaman Obat-obatan, Spesis Ficus

Termasuk : Surat Izin Masuk ke Mt. Leuser National Park, Pemandu Lokal Kawasan Hutan

Tiga jam melakukan perjalanan dengan Gajah

Harga : Rp. 420,000 p/p

Waktu : Rp. Jam 11 pagi setiap hari

Dimulai dari Conservation Response Unit (CRU), perkampungan gajah tingal dan berakhir di sungai Buluh.

Jarak : 5 Km

Nilai yang Menarik : Pantai Kupu – kupu (Sarang), Pohon Ficus, Tanaman obat -obatan. Termasuk : Surat Izin Masuk Mt. Leuser National Park, Pemandu

Kawasan Hutan.

e.Tracking dan Pembelajaran Tentang Alam

Siapa saja bisa memilih aktifitas apa saja yang suka untuk dilakukan, seperti melakukan perjalanan ke hutan walaupun melewati jalan yang kecil, menjelajahi sungai – sungai dengan cara sederhana, pergi ke gua atau hanya beristirahat di tepi singai. Percayalah bahwa siapa saja yang datang ke tempat ini akan merasa senang dan mendapatkan pengalaman yang menarik, baik itu memperluas pengetahuan tentang lingkungan dan dalam waktu yang sama menolong masyarakat setempat.

Ini jenis aktifitas yang bermaksud untuk para pelajar punya keinginan untuk belajar lebih lagi tentang alam. Para pelajar akan berpartisipasi di dalam permainan simulasi yang berisi beberapa


(46)

topic pengenalan tentang alam. Permainannya mengarahkan kepada peningkatan kesadaran para murid dan tertarik akan alam ketika merasa senang dalam waktu yang bersamaan.

Untuk pengunjung yang suka berkemah atau kemping, disediakan daerak untuk kemping yang dapat menampung lebih dari 30 tenda, lokasi daerah kemping ini diantara sungai dan hutan, yang akan memberikan kepada pengunjung pengalaman yang tidak terlupakan.

Perjalanan dengan gajah, Gua dan Rakit

Harga Rp. 500,000 p/p

Waktu : Jam 11 pagi, Setiap Hari Perjalanan dengan gajah selama 2 jam

Melihat Gua – gua yang ada selama 1- 1 ½ jam Safari Rakit di Sungai, selama 1 jam

Dimulai dari Conservation Response Unit (CRU), perkampungan gajah dan berakhir di Sungai Buluh.

Nilai yang manarik : Tanaman Obat – obatan, Pohon Ficus, Bunga – bunga Orchid,

Gua dengan Air Panas, Baju Pelampung, Senter, Makan Siang dan Makanan Ringan, Rakir.

Perjalanan dengan Gajah dan Rakit

Harga : Rp. 600,000 p/p

Waktu : Rp. Jam 11 pagi, Setiap Hari Perjlanan dengan gajah selama 3 jam Safari Rakit di Sungai selama 1 ½ Jam

Dimulai dari Conservation Response unit (CRU), tempat gajah tinggal dan berakhir di Sungai Buluh.


(47)

Nilai yang Menarik : Tanaman Obat – obatan, Pohon Pinus, Bunga bunga Orchid Gua yang terdapat Air Pnas di dalamnya, Sungai Safari.

Termasuk : Surat Izin masuk Mt. Leuser National Park, Pemandu Lokal Kawasan Hutan, Rakit, Baju Pelampung, Makan Siang dan Makanan Ringan. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan ekowisata di Tangkahan pastilah berdampak positip bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Masyarakat sebagai penyelenggara semua aktivitas di Tangkahan merupakan bagian dari konsep ekowisata yang salah satunya membudayakan masyarakat lokal, disamping upaya peningkatan perekonomian masyarakat.


(48)

BAB IV

PENUTUP

4. 1 KESIMPULAN

Tangkahan sendiri terletak antara perkebunan sawit dengan TNGL di Kecamatan Batang Serangan, Langkat, Sumatera Utara. Kawasan ini meliputi Desa Sungai Serdang, Desa Namo Sialang, Desa Sungai Musam, Desa Bamban, dan Desa Batang Serangan . Sebelum tahun 2001, kawasan ini adalah surga bagi para penebang liar. Ratusan gelondongan kayu diikat dan dihanyutkan di Sungai Batang Serangan yang menjadi sungai utama di kawasan ini. Namun belakangan, setelah ada beberapa penebang yang ditangkap muncul kesadaran untuk menghentikan kegiatan ini. Sejak itu masyarakat Tangkahan bertekad memperbaiki dan menjaganya dengan mengembangkan ekowisata dan membentuk Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) serta bekerjasama dengan Balai TNGL.

LPT inilah yang kemudian menyusun perencanaan pengembangan ekowisata, membuat jalur trekking, dan memandu wisatawan. Tangkahan memang menawarkan keindahan alam. Sungai yang jernih dengan batu-batu besar di kanan kirinya. Di beberapa titik bahkan dujumpai sumber air panas. Kawasan penginapan pun dibuat menyatu dengan alam, selain cottage, juga terdapat aula untuk berteduh. Bangunan kayu tanpa dinding ini berada diatas bukit dan menjorok ke sungai, menjadi tempat yang tepat untuk melepas pandangan ke hijaunya hutan, ditingkahi suara aliran sungai, dan kicau burung. Beragam jenis monyet, orangutan, harimau sumatera, beruang madu, dan bila beruntung juga melihat elang yang tengah berputar di udara mengintai mangsa, dapat ditemui di kawasan ini. Selain itu, keberadaan gajah latih yang menjadi bagian dari unit patroli Konservasi Hutan (Conservation Response Unit/CRU) yang didanai Flora Fauna Internasional (FFI) Medan, menjdai daya tarik tersendiri. Pada akhirnya Tangkahan seolah menjadi benteng terakhir kawasan hutan tropis Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).


(49)

4. 2 SARAN

Perkembangan geopolitik, demokratisasi dan tuntutan otonomi daerah, selain memberikan dampak yang positif pada kehidupan bernegara, juga memberikan pengaruh negative pada kualitas sumber daya alam dan keragaman hayati, serta menimbulkan konflik social yang berkepanjangan.

Menyadari akibat yang ditimbulkan dari perkembangan politik dan ekonomi, maka program ekonomi dan kebijakan konservasi merupakn salh satu solusi konservasi yang tepat dan rasional. Program ini ditujukan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan dengan cara memperlihatkan nilai – nilai ekonomi dari keanekaragaman hayati, memperkuat strategi konservasi dengan menggunakan sudut pandang ekonomi pada perencanaan konservasi yang lebih terbuka dan terpadu, serta mengoptimalkan kinerja kegiatan konservasi dengan menciptakan insentif ekonomi bagi pihak – pihak yang terlibat.

Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat perlu dibangun dan ditanamkan dalam rangka penghargaan terhadap jasa – jasa lingkungan. Perhitungan nilai ekonomi jasa lingkungan berupa manfaat dari salah satu pendekatan yang bisa dilakukan sebagai alat kampanye kesadaran lingkungan juga sebagai alat penguat kebijakan pemerintah mengenai status kawasan konservasi.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lembaga Pariwisata Tangkahan. Tangkahan the Hidden Paradise in Sumatera

2. Otto, Soemarwoto. 2004. Buku Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta; Djambatan.

3. Fandeli, Chafid. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta; Fakultas Kehutanan UGM.

4. Lindberg, Kreg. 1995. Ekoturisme. Jakarta; Uniting Conservation And Travel Worldwide.

5.

6.

7.


(51)

LAMPIRAN

1.Gambar Sungai Tangkahan


(52)

3.Gambar rakit penyebranga di Tangkahan


(53)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Boy ardiansyah Harahap

Tempat / Tanggal Lahir : pasarlama,8 mei 1989

Alamat : Jl. Setia budi.Gg bunga melur IV.No.6c

Nama Orang Tua :

- Ayah : Nirwan Harahap

- Ibu : Hotma Suryani Nasution

Alamat Orang Tua : Jl.Mandailing,KM 17.Desa Pasarlama

Pendidikan :

- SDN NO 146934 Pintupadang Tahun 1995 s/d 2001

- SLTP Negeri 1.kec.Batang Angkola Tahun 2001 s/d 2004

- SMAN 2 PLUS SIPIROK Tahun 2004 s/d 2007


(1)

BAB IV

PENUTUP

4. 1 KESIMPULAN

Tangkahan sendiri terletak antara perkebunan sawit dengan TNGL di Kecamatan Batang Serangan, Langkat, Sumatera Utara. Kawasan ini meliputi Desa Sungai Serdang, Desa Namo Sialang, Desa Sungai Musam, Desa Bamban, dan Desa Batang Serangan . Sebelum tahun 2001, kawasan ini adalah surga bagi para penebang liar. Ratusan gelondongan kayu diikat dan dihanyutkan di Sungai Batang Serangan yang menjadi sungai utama di kawasan ini. Namun belakangan, setelah ada beberapa penebang yang ditangkap muncul kesadaran untuk menghentikan kegiatan ini. Sejak itu masyarakat Tangkahan bertekad memperbaiki dan menjaganya dengan mengembangkan ekowisata dan membentuk Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) serta bekerjasama dengan Balai TNGL.

LPT inilah yang kemudian menyusun perencanaan pengembangan ekowisata, membuat jalur trekking, dan memandu wisatawan. Tangkahan memang menawarkan keindahan alam. Sungai yang jernih dengan batu-batu besar di kanan kirinya. Di beberapa titik bahkan dujumpai sumber air panas. Kawasan penginapan pun dibuat menyatu dengan alam, selain cottage, juga terdapat aula untuk berteduh. Bangunan kayu tanpa dinding ini berada diatas bukit dan menjorok ke sungai, menjadi tempat yang tepat untuk melepas pandangan ke hijaunya hutan, ditingkahi suara aliran sungai, dan kicau burung. Beragam jenis monyet, orangutan, harimau sumatera, beruang madu, dan bila beruntung juga melihat elang yang tengah berputar di udara mengintai mangsa, dapat ditemui di kawasan ini. Selain itu, keberadaan gajah latih yang menjadi bagian dari unit patroli Konservasi Hutan (Conservation Response Unit/CRU) yang didanai Flora Fauna Internasional (FFI) Medan, menjdai daya tarik tersendiri. Pada akhirnya Tangkahan seolah menjadi benteng terakhir kawasan hutan tropis Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).


(2)

4. 2 SARAN

Perkembangan geopolitik, demokratisasi dan tuntutan otonomi daerah, selain memberikan dampak yang positif pada kehidupan bernegara, juga memberikan pengaruh negative pada kualitas sumber daya alam dan keragaman hayati, serta menimbulkan konflik social yang berkepanjangan.

Menyadari akibat yang ditimbulkan dari perkembangan politik dan ekonomi, maka program ekonomi dan kebijakan konservasi merupakn salh satu solusi konservasi yang tepat dan rasional. Program ini ditujukan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan dengan cara memperlihatkan nilai – nilai ekonomi dari keanekaragaman hayati, memperkuat strategi konservasi dengan menggunakan sudut pandang ekonomi pada perencanaan konservasi yang lebih terbuka dan terpadu, serta mengoptimalkan kinerja kegiatan konservasi dengan menciptakan insentif ekonomi bagi pihak – pihak yang terlibat.

Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat perlu dibangun dan ditanamkan dalam rangka penghargaan terhadap jasa – jasa lingkungan. Perhitungan nilai ekonomi jasa lingkungan berupa manfaat dari salah satu pendekatan yang bisa dilakukan sebagai alat kampanye kesadaran lingkungan juga sebagai alat penguat kebijakan pemerintah mengenai status kawasan konservasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lembaga Pariwisata Tangkahan. Tangkahan the Hidden Paradise in Sumatera

2. Otto, Soemarwoto. 2004. Buku Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta; Djambatan.

3. Fandeli, Chafid. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta; Fakultas Kehutanan UGM.

4. Lindberg, Kreg. 1995. Ekoturisme. Jakarta; Uniting Conservation And Travel Worldwide.

5.

6.

7.


(4)

LAMPIRAN

1.Gambar Sungai Tangkahan


(5)

3.Gambar rakit penyebranga di Tangkahan


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Boy ardiansyah Harahap

Tempat / Tanggal Lahir : pasarlama,8 mei 1989

Alamat : Jl. Setia budi.Gg bunga melur IV.No.6c

Nama Orang Tua :

- Ayah : Nirwan Harahap

- Ibu : Hotma Suryani Nasution

Alamat Orang Tua : Jl.Mandailing,KM 17.Desa Pasarlama

Pendidikan :

- SDN NO 146934 Pintupadang Tahun 1995 s/d 2001

- SLTP Negeri 1.kec.Batang Angkola Tahun 2001 s/d 2004

- SMAN 2 PLUS SIPIROK Tahun 2004 s/d 2007